Download - kisah islami

Transcript
Page 1: kisah islami

KISAH TSA’LABAH

Siang itu Rasululah sedang sholat berjama’ah di masjid bersama para sahabat beliau. Diantara sederetan para sahabat yang makmum di belakang Rasulullah, nampak seorang tengah baya yang kusut rambutnya dengan berpakaian lusuh. Ia dikenal sebagai seorang sahabat Rasululah yang tekun beribadah.

Setelah Rasulullah menyelesaikan sholat, sahabat berpakaian lusuh itu segera beranjak pulang tanpa membaca wirid dan berdoa terlebih dahulu. Rasulullah menegurnya, “Tsa’labah!... Mengapa engkau tergesa-gesa pulang? Tidakah engkau berdoa terlebih dahulu? Bukankah tergesa-gesa keluar dari masjid adalah kebiasaan orang-orang munafik?”

Tsa’labah menghentikan langkahnya, ia sangat malu ditegur oleh Rasulullah, tetapi apa mau dikata, terpaksa ia berterus terang kepada Rasulullah,

“Wahai Rasululah.... Kami hanya memiliki sepasang pakaian untuk sholat dan saat ini istriku di rumah belum melaksanakan sholat karena menunggu pakaian yang aku kenakan ini. Pakaian yang hanya sepasang ini kami pergunakan sholat secara bergantian. Kami sangat miskin. Untuk itu, Wahai Rasul.... jika engkau berkenan, doakanlah kami agar Allah menghilangkan semua kemiskinan kami dan memberi rejeki yang banyak.”

Rasulullah tersenyum mendengar penuturan Tsa’labah, lalu beliau berkata,

“Tsa’labah sahabatku..., engkau dapat mensyukuri hartamu yang sedikit, itu lebih baik daripada engkau bergelimang harta tetapi engkau menjadi manusia yang kufur”.

Nasehat Rasulullah sedikit menghibur hati Tsa’labah, karena sesungguhnya yang ada dalam benaknya adalah ia sudah bosan menjalani hidup yang serba kekurangan. Satu-satunya cara agar cepat menjadi kaya adalah memohon doa kepada Rasulullah, karena doa seorang utusan Allah pasti didengar Allah. Itulah yang selalu menjadi angan-angan Tsa’labah, hingga keesokan harinya ia kembali menemui Rasulullah dan memohon agar beliau mau medoakannya agar menjadi orang kaya.

Rasulullah kembali menasehati, “Wahai Tsa’labah.. Demi Dzat diriku berada di tanganNya. Seandainya aku memohon kepada Allah agar gunung Uhud menjadi emas, Allah pasti mengabulkan. Tetapi apa yang terjadi jika gunung Uhud benar-benar menjadi emas, masjid-masjid akan sepi!. Semua orang akan sibuk menumpuk kekayaan dari gunung itu! Aku khawatir jika engkau menjadi orang kaya, engkau akan lupa beribadah kepada Allah..”

Tsa’labah terdiam mendengar nasehat Rasulullah namun dalam hatinya terkecamuk,

“Aku mengerti Rasulullah tidak mau mendoakan karena beliau sayang kepadaku. Beliau khawatir jika aku menjadi orang kaya, aku akan menjadi golongannya orang-orang yang kufur. Tetapi aku tidak seburuk itu, justru dengan kekayaan yang kumiliki aku akan membela agama ini dengan hartaku...”

Akhirnya Tsa’labah pulang. Ia merasa malu apabila terus memaksa Rasulullah agar mau mendoakannya. Namun keesokan harinya ia tidak kuasa menahan dorongan hatinya untuk segera terbebas dari belenggu kemiskinan yang kian menghimpitnya. Ditemuinya Rasulullah, ia memohon untuk yang ketiga kalinya agar Rasulullah mau mendoakannya. Kali ini Rasulullah tidak bisa menolak keinginan Tsa’labah, beliau mengadahkan tangan ke langit... “Ya Allah... Limpahkanlah rejekiMu kepada Tsa’labah”

Kemudian Rasulullah memberikan kambing betina yang sedang bunting kepada Tsa’labah. “Peliharalah kambing ini baik-baik....” pesan Rasulullah.

Tsa’labah pulang membawa kambing pemberian Rasulullah dengan hati yang berbunga-bunga. “Dengan modal kambing serta doa Rasulullah, aku yakin aku akan menjadi orang yang kaya raya”.

Hari berganti hari, bulan berganti bulan, Tsa’labah yang dulu miskin dan lusuh telah berubah menjadi orang kaya yang terpandang. Kambingnya berjumlah ribuan. Disetiap lembah dan bukit terdapat kambing-kambing Tsa’labah.

Pagi itu Tsa’labah berjalan-jalan meninjau kandang-kandang kambing yang sudah tidak sesuai dengan jumlah kambing yang terus berkembang biak.

“Hmm.. Aku harus pindah dari sini, mencari lahan yang lebih luas untuk menampung kambing-kambingku...”

Akhirnya Tsa’labah menemukan lahan yang luas di pinggiran madinah. Di sana ia membangun kandang-kandang baru yang lebih besar. Namun demikian perkembangan kambing-kambing Tsa’labah bagaikan air bah yang sulit di bendung.

1

Page 2: kisah islami

Kandang-kandang yang baru dibangun itu pun sudah penuh sesak oleh ribuan kambing. Dengan demikian setiap hari Tsa’labah disibukkan mengurus harta kekayaannya. Ia yang dulu setiap sholat lima waktu selalu berjamaah di masjid, sekarang hanya datang ke masjid pada waktu sholat Dzuhur dan Ashar saja.

Kini kandang-kandang yang baru dibangun Tsa’ labah di pinggiran Madinah sudah tidak lagi memenuhi syarat. Maka ia memutuskan untuk mencari area yang lebih luas lagi. Tentu saja area yang masih sangat luas itu berada jauh di luar Madinah. Tsa’labah sudah tidak memikirkan lagi bagaimana ibadahnya bila jauh dari Madinah. Kepalanya sudah dipenuhi dengan hubbuddunya, hingga ia datang ke masjid hanya seminggu sekali yaitu pada waktu sholat Jum’at. Dengan semakin derasnya harta yang mengalir dirumah Tsa’labah, kini ia lebih senang tinggal dirumah daripada jauh-jauh datang ke masjid, bahkan sholat Jum’at pun ia tidak datang ke masjid..!

Sampai Rasulullah bertanya-tanya, “Wahai sahabatku... sudah sekian lama Tsa’labah tidak kelihatan di masjid. Tahukah kalian bagaimana keadaannya sekarang?”

“Wahai Rasulullah... Tsa’labah sudah menjadi orang kaya. Lembah-lembah di Madinah maupun diluar Madinah, telah penuh sesak dengan kambing-kambing Tsa’labah...”

“Benarkah? Mengapa ia tidak pernah menyerahkan shodakohnya sedikitpun?”

Setelah Allah menurunkan ayat tentang kewajiban zakat. Rasulullah mengutus dua orang sahabat untuk menjadi amil zakat. Seluruh umat Islam di Madinah yang hartanya dipandang sudah nishob zakat didatangi, tak terkecuali Tsa’labah pun mendapat giliran. Kedua utusan Rasulullah membacakan ayat zakat dihadapan Tsa’labah. Kemudian setelah dihitung dari seluruh harta kekayaannya ternyata memang banyak harta Tsa’labah yang harus diserahkan sebagai zakat. Tak disangka, Tsa’labah mukanya berubah merah, ia berang...

“Apa-apaan ini! Kalian mengatakan ini zakat..! Tetapi menurutku ini lebih tepat disebut upeti! Pajak! Sejak kapan Rasulullah menarik upeti! Hahh..?! Aku bisa rugi! Kalian pulang saja. Aku tidak mau menyerahkan hartaku..!”

Kedua utusan Rasulullah kembali menghadap Rasulullah dan menceritakan semua perbuatan Tsa’labah. Beliau bersedih telah kehilangan seorang sahabat yang dulu tekun beribadah ketika miskin namun setelah kaya ia telah terpengaruh dengan harta kekayaannya.

“Sungguh celaka Tsa’labah! Celakalah ia!”

Kemudian Allah menurunkan ayat 75 dalam surat At Taubah, tentang ciri-ciri orang munafik.

Ayat itu segera menyebar ke seluruh muslimin di Madinah, hingga ada salah seorang kerabat Tsa’labah yang datang memberitahunya..” Celakalah engkau Tsa’labah! Allah telah menurunkan ayat karena perbuatanmu!”

Tsa’labah tertegun, ia baru sadar bahwa nafsu angkara murka telah lama memperbudaknya. Kini ia bergegas menghadap Rasulullah dengan membawa zakat dari seluruh hartanya. Namun Rasulullah tidak berkata apa-apa kecuali hanya sepatah kata, “Sebab kedurhakaanmu, Allah melarangku untuk menerima zakatmu!”

Rasulullah mengambil segenggam tanah lalu ditaburkan diatas kepala Tsa’labah...“Inilah perumpamaan amalanmu selama ini... sia-sia belaka! Aku telah peintahkan agar engkau menyerahkan zakat, tetapi engkau menolak. Celakalah engkau Tsa’labah!”

Tsa’labah berjalan lunglai kembali kerumahnya. Hari-hari dalam hidupnya hanya dipenuhi dengan penyesalan yang tiada arti. Sampai suatu hari terdengar kabar Rasulullah telah wafat, ia semakin bersedih karena taubatnya tidak diterima oleh Rasulullah hingga beliau wafat.

Tsa’labah mencoba mendatangi khalifah Abu Bakar sebagai pengganti Rasulullah. Ia datang dengan membawa zakatnya. Apakah Abu Bakar menerimanya? Abu Bakar hanya berkata, “Rasulullah saja tidak mau menerima zakatmu, bagaimana mungkin aku menerima zakatmu?”

Demikian pula di jaman kekhalifahan Umar bin Khattab, Tsa’labah mencoba menyerahkan zakatnya. Umar pun tidak mau menerima sebagaimana Rasulullah dan Abu Bakar tidak mau menerima zakatnya. Bahkan sampai khalifah Utsman bin Affan juga tidak mau menerima zakat Tsa’labah karena Rasulullah, Abu Bakar dan Umar tidak mau menerima zakatnya.

Kehidupan yang hina dan penuh kemurkaan Allah telah menimpa seorang sahabat Rasulullah yang telah tenggelam di dalam gelimang harta hingga menyeretnya ke lembah kemunafikan. Ia telah melalaikan kewajibannya. Ia telah mengingkari

2

Page 3: kisah islami

janji-janjinya. Ia telah melecehkan kemuliaan Allah dan RasulNya, sehingga membuahkan penderitaan yang kekal abadi di dalam neraka

HR “IBNU JARIR”DALAM TAFSIR IBNU KATSIR

KISAH AL-QOMAH

Tersebutlah seorang ahli ibadah pada masa Muhammad Rosululloh SAW. Hari-hari digunakan untuk berdzikir dan mengerjakan sholat tahajjud. Ia pun senang bersedekah dan mengerjakan kebaikan-kebaikan. Orang-orang memanggil Alqomah. Ia tinggal di sebuah rumah bersama istri yang dicintainya. Sementara ibu Alqomah yang sudah tua tinggal sendiri di desa.

Suatu ketika Alqomah jatuh sakit. Makin lama sakitnya makin para. Hingga ia pun tidak bisa berbuat apa-apa melainkan hanya berbaring di atas tempat tidur. Istrinya yang merasa bahwa Alqomah sedang mengalami naza’ atau sakaratulmaut

3

Page 4: kisah islami

mengutus seseorang untuk melaporkan keadaan ini kepada Rasululloh SAW. Setelah mendengar cerita itu, Rasullullah mengutus tiga orang sahabat yaitu Bilal, Amar dan Suhaib untuk menengok Alqomah. Beliau berpesan agar mereka mengajarkan kalimat talqin pada Alqomah.

Sesampainya di rumah Alqomah, ketiganya langsung menemui Alqomah yang sedang mengalami sakaratulmaut. Mereka lalu menuntunnya agar melafatkan kalimat Laa ilaaha illallah. Tetapi apa yang terjadi ? Mulut Alqomah tidak terbuka sedikitpun. Berkali-kali ketiga pemudah itu mengajarkan, berkali-kali pula mulut Alqomah seperti terkunci. Ketiganya heran. Padahal Alqomah adalah orang yang ahli ibadah, tapi kenapa tidak bisa membaca kalimat sesederhana itu. Dengan menyimpan rasa tidak percaya ketiganya pulang menghadap Rasullulah. Mereka langsung menceritakan kejadian itu. Rasullulah bertanya.

‘’Apakah orang tua Alqomah masih hidup?’’

‘’Wahai Rasullullah…Alqomah mempunyai seorang ibu yang tua’’ ‘’Kalau begitu pergilah kalian menemui Ibunda Alqomah. Jika ia masih kuat untuk berjalan, mintalah ia agar datang kemari. Tapi jika tidak, biar aku saja yang kesana’’

Maka pergilah Bilal, Amar dan Suhaib ke rumah Ibunda Alqomah. Sesampainya disana mereka langsung mengutarakan maksud kedatangan mereka. Tanpa berpikir panjang Ibunda Alqomah bergegas memenuhi panggilan Rosululloh walaupun berjalan tertatih-tatih menggunakan tongkat.

Sesampainya di rumah Rosululoh, Ibunda Alqomah diberitahu mengenai keadaan anaknya. Namun ia nampak biasa saja mendengar berita itu seolah tidak mau tahu tentang apa yang sedang dialami oleh Alqomah. Hal ini membuat Rosululloh ingin mengetahui apa sebenarnya yang terjadi antara ibu dan anak tersebut.

“Wahai Ibunda Alqomah….Aku ingin bertanya kepadamu dan jawablah pertanyaanku dengan jujur. Bagaimana penyaksian Ibu terhadap putra Ibu yang bernama Alqomah….?”

Ibunda Alqomah diam sejenak, lalu berkata….

“Alqomah adalah seorang anak laki-laki yang ahli sholat, ahli puasa dan ahli shodaqoh…Akan tetapi….”

Ibu Alqomah tidak meneruskan kalimatnya. Matanya berkaca-kaca seolah memendam suatu beban perasaan yang sangat berat.

“Akan tetapi apa…Ibu…?” tanya Rosululloh.

“Aku sangat marah kepadanya…”

Ibu Alqomah tidak dapat membendung air matanya. Ia menangis terisak-isak dihadapan Rosululloh.

“Apa masalahnya….Ibu….?”

“Semenjak Alqomah menikah dengan perempuan yang dicintainya… ia mulai melupakan aku…. meremehkan aku…. ia lebih mementingkan kepentingan istrinya daripada aku. Ia lebih mendengar kata-kata istrinya daripada nasehatku. Padahal akukan ibunya… aku sangat sakit hati, karena Alqomah tidak pernah sedikitpun menyadari kesalahannya lalu minta maaf kepadaku… yaaahh…. sampai sekarang aku tidak ridho kepadanya…”

Rosululloh telah menemukan jawaban atas keadaan yang dialami Alqomah. Kemarahan ibunyalah yang menyebabkan Alqomah mengalami beratnya sakaratulmaut, karena lisannya tidak mampu melafadzkan kalimat “Laa ilaaha illalloh…”

“Wahai Bilal…” panggil Rosululloh.

“Cari dan kumpulkan kayu bakar yang banyak”

Ibunda Alqomah merasakan sesuatu yang janggal dari ucapan Rosululloh.

“Untuk apakah kayu bakar itu, wahai Rosululloh…apa yang akan kau perbuat terhadap Alqomah?”

“Membakarnya” jawab Rosululloh singkat.

“Apa?! Wahai Rosululloh…betapapun marahnya aku kepada Alqomah, mana mungkin aku sampai hati kalau ia dibakar api…mohon jangan lakukan itu…”

4

Page 5: kisah islami

“Tahukah Ibu…Adzab Alloh lebih mengerikan dan lebih kekal. Kalau memang Ibu ingin Alloh mengampuni dosa Alqomah, maka Ibu harus mau memaafkan semua kesalahan Alqomah terhadap Ibu lalu Ibu meridhoinya…Sebab semua ibadah yang telah dikerjakan Alqomah, seperti, sholat, berpuasa dan bersedekah, semua itu tidak ada artinya bagi Alqomah selama Ibu masih memendam amarah terhadapnya..”

Walau bagaimanapun, orang tua tetaplah orang tua yang tidak mungkin tega melihat anaknya menderita. Ibunda Alqomah pun tidak rela kalau anaknya mendapat adzab dari Alloh.

“Baiklah wahai Rosululloh, aku bersaksi kepada Alloh dan para malaikatNya. Aku juga bersaksi dihadapan orang-orang iman yang hadir disini nahwa sekarang juga aku memaafkan semua kesalahan yang pernah dilakukan oleh Alqomah terhadapku…dan aku meridhoinya…”

“Bilal…!”

“Ya, Rasululloh…”

“Pergilah ke rumah Alqomah. Lihatlah, apakah ia sudah bisa mengucapkan kalimat Laa ilaaha illalloh….aku kuwatir jangan-jangan pernyataan Ibunda Alqomah tadi tidak berasal dari dalam hatinya melainkan hanyalah sungkan kepadaku”

Berangkatlah Bilal menuju rumah Alqomah. Begitu sampai didepan rumah ia menjumpai telah banyak orang-orang berdatangan. Tiba-tiba Bilal mendengar suara Alqomah dengan Faseh dan jelas melafadzkan kalimat Laa ilaaha illalloh…

Sampai didalam rumah Bilal menjumpai Alqomah telah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Lalu Bilal berkata….

“Wahai orang-orang yang hadir disini. Ketahuilah bahwa amarah ibunya telah menghalang-halangi Alqomah untuk membaca kalimat talkin. Dan sekarang berkat ridho ibunya ia bisa mengucapkan kalimat itu…”

Tak lama kemudian Rosululloh beserta orang-orang iman datang berta’ziyah. Mereka lalu memandikan, mengkafani dan mensholati jenazah Alqomah. Kemudian diantar beriringan oleh Rosululloh dan orang-orang iman menuju tempat pemakaman.

Pemakaman Alqomah pun selesai dilaksanakan. Sementara para pengantar masih berada ditempat pemakaman, Rosululloh bersabda….

“Wahai orang-orang iman, muhajir dan anshor……Siapa saja yang mengutamakan kepentingan istrinya hingga melalaikan ibunya, maka ia akan mendapatkan laknat Alloh, laknat para Malaikat dan laknat semua para manusia. Alloh tidak menerima amal ibadahnya, baik yang wajib maupun yang sunnah, kecuali jika ia bertaubat dan berbuat baik serta mencari ridho ibunya. Sebab ridho Alloh beserta ridhonya ibu dan murka Alloh beserta murkanya ibu”.

********

DIDALAM KITAB “AZZAWAJIR”

DONGENG KYAI JARKONI

Malam itu malam jum’at kliwon. Penduduk desa beramai-ramai Mendatangi sebuah pohon besar yang tumbuh ditepian sungai. Laki-laki, perempuan, tua, muda datang membawa barang-barang yang akan digunakan untuk sesajen. Ada nasi tumpeng dengan ayam panggang, rook, kembang setaman, ayam hitam mulus, kemenyan dan lain-lain.

SYETAN telah merasuk ke dalam jiwa dan membelenggu hati mereka dengan keyakinan bahwa pohon besar itu dihuni oleh makhluk halus yang bisa mengabulkan semua keinginan mereka. Sehingga mereka datang memuja-muja mahluk penunggu pohon seraya menyebutkan keinginannya. Ada yang ingin kaya, ada yang ingin gampang jodoh, ada yang ingin laris daganggannya, bahkan ada yang ingin kebal senjata. Ada juga yang ingin menanyakan berapa nomor undian yang keluar minggu ini.

Iblis semakin bersorak gembira karena pengikutnya semakin lama semakin bertambah banyak. Lain halnya dengan pak Kyai Jarkoni, seorang tokoh agama didesa itu yang semakin jengah dengan kemusyrikan dan dilihatnya setiap hari.

5

Page 6: kisah islami

“Kasihan. Mereka tidak tahu bahwa iblis telah memperdaya mereka. Mereka akan dijadikan teman iblis di dalam neraka. Aku tidak boleh tinggal diam. Satu-satunya cara adalah ... menebang pohon itu!”

Selesai sholat subuh Kyai Jarkoni melangkah mantap dengan membawa kapak besar dipundaknya menuju pohon besar itu berada. Iblis yang sengaja tinggal di pohon besar itu tiba-tiba terperajat. Matanya silau dengan kilauan logam kapak Kyai Jarkoni yang ditimpa sinar matahari pagi.

“Hah?!! Ada orang bawa kapak mendatangi pohonku. Gawat! Hawanya lain. Dia orang berilmu .... aku harus waspada!”

Atas kehendak Allah, Kyai Jarkoni memiliki kemampuan melihat dan berbicara dengan mahluk halus. Sehingga dengan mudah ia berkomunikasi dengan penunggu pohon itu.

“Hai Iblis Pergi kau! Aku akan menebang pohon ini karena telah banyak menyesatkan manusia”

“Aku tidak akan membiarkan engkau menenang pohon ini!”

“Tidak peduli! Aku akan menebangnya!”

Tiba-tiba iblis mencekik leher Kyai Jarkoni. Tak mau kalah, Kyai Jarkoni memegangi tanduk iblis itu. Perkelahian tidak bisa dihindarkan. Keduanya saling bergulat, saling banting. Cukup lama keduanya berkelahi sampai akhirnya Kyai Jarkoni membanting iblis hingga tersungkur ke tanah. Dadanya diinjak. Iblis tak berkutik.

“Baiklah ! aku kalah. Aku tidak menghalangimu lagi menebang pohon ini”

Kyai Jarkoni melepas iblis dan membiarkannya dia pergi, namun ia merasa sangat lelah. Tenaganya terkuras habis dalam perkelahian tadi. Jangankan menebang pohon, mengayunkan kapakpun rasanya sudah tidak kuat lagi. Akhirnya ia memutuskan untuk pulang untuk istirahat.Ia berharap esok hari dapat menebang pohon dengan kondisi yang segar.

Keesokan harinya Kyai Jarkoni kembali memikul kapak dan melanjutkan pekerjaannya yang tertunda. Namun tak disangka-sangka iblis kembali datang menghalangi sehingga terjadilah perkelahian yang lebih seru dari sebelumnya. Lagi-lagi iblis dibuat bertekuk lutut di kaki Kyai Jarkoni dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Karena kehabisan tenaga, Kyai Jarkoni tidak mampu menebang pohon saat itu. Ia kembali pulang beristirahat untuk memulihkan tenaganya. Ia akan menebang pohon itu esoknya.

Pagi-pagi Kyai Jarkoni kembali memangkul kapak. Dari kejauhan ia kembali melihat iblis sedang berdiri bersandar dipohon. Raut mukanya kali ini tidak beringas seperti dua hari sebelumnya. Iblis yakin bahwa tidak mungkin bisa mengalahkan manusia yang kuat aqidahnya dengan cara bertarung fisik. Satu-satunya cara adalah dengan menggunakan tipu daya’. Dengan lemah lembut iblis berkata,

“Wahai Kyai Jarkoni. Tahukah kau mengapa aku mencegahmu untuk menebang pohon itu? Aku kawatir dan kasihan padamu. Walaupun pohon itu sudah ditebang, belum tentu mereka akan sadar. Bahkan mereka akan membencimu dan mencari pohon lain untuk disembah. Sia-sia kan usahamu? Nah, karena kau telah mengalahkan aku, sekarang aku ingin membantumu memberantas kemusyrikan di desa ini. Sementara jangan tebang dulu pohon itu. Aku akan memberimu uang satu juta setiap hari. Dengan uang itu hidupmu akan tercukupi. Kamu juga bisa membagi-bagikan uang itu kepada fakir miskin. Kamu bisa membangun masjid yang indah sehingga orang-orang simpati kepadamu dan kamu bisa lebih mudah mengajak mereka kembali beribadah kepada Allah. Bukankah tujuanmu mengajak sebanyak-banyaknya orang beribadah?”

Kyai Jarkoni merasa apa yang telah diucapkan iblis itu masuk akal. Tipu daya iblis telah merasuk ke dalam benaknya. Kyai Jarkoni berharap memerangi kemusyrikan dengan cara persuasif akan membuahkan hasil daripada dengan cara yang frontal.

“Bagaimana caranya agar aku bisa mendapatkan uang yang kau janjikan itu? Apakah ucapanmu bisa dipercaya?”

“Lihat saja besok pagi di bawah bantalmu. Kalau tidak ada kau boleh menebang pohon ini!”

“Baiklah. Tapi awas, kalau ingkar, kau tidak akan bisa menghalangiku menebang pohon ini”

Kyai Jarkoni pulang kerumahnya sambil berangan-angan bahwa besok pagi ia akan mendapatkan uang satu juta di bawah bantal. Keesokan paginya, dengan jantung berdebar Kyai Jarkoni membuka bantalnya....

“Haah? Uang seratus ribuan! Sepuluh lembar!”

6

Page 7: kisah islami

Walau begitu, Kyai Jarkoni masih ragu apakah uang itu asli atau palsu. Ketika ia mencoba membelanjakan uang tersebut ternyata asli! Para pedangang menerima pembayaran uang itu.

“Alhamdulillah, aku akan membagi-bagikan kepada fakir miskin. Bukankah besok aku dapat uang lagi”

Kyai Jarkoni mulai sibuk menghitung uang yang ia terima satu juta setiap hari. Rencana-rencana pun mulai ia susun.

“Tiga hari tiga juta. Sebulan, 30 juta. Aku akan membeli handphone, mobil, membangun rumah dan membangun masjid terindah di desa ini”

Menjelang tidur angan-angan Kyai Jarkoni berkelana. Ia membayangkan masjid yang dibanngunnya dipenuhi orang-orang untuk beribadah. Mereka berebut menyalami dan berfoto dengannya. Mengelu-elukan Kyai kaya yang dermawan. Ia tertidur pulas dengan senyum tersungging. Sementara iblis menari-nari karena telah berhasil menjebak Kyai Jarkoni.

Di suatu pagi, Kyai Jarkoni terkejut manakala dibalik bantalnya tidak ada lagi uang sama sekali.

“Mana uang itu? Betul-betul tidak bisa dipercaya. Dasar iblis! Gagal rencanaku membangun masjid, kutebang saja pohon itu biar tahu rasa!”

Dengan muka merah padam menahan amarah, Kyai Jarkoni bergegas menuju pohon besar itu.

“Kali ini tidak ada kompromi!”

“Mau kemana pak kyai?” Kyai Jarkoni terkejut mendengar sapaan iblis.

“Aku mau menebang pohonmu. Minggir!”

“Tak akan kubiarkan ! Ayo hadapi aku!”

Perkelahian antara Kyai Jarkoni dan Iblis tidak terelakan lagi. Keduanya sama-sama mengeluarkan jurus-jurus andalan. Kali ini Kyai Jarkoni kewalahan menahan serangan-serangan iblis. Ia pun tersungkur, bertekut lutut dibawah kaki iblis. Ia berteriak-teriak minta ampun, tetapi iblis terus menginjak-injak dadanya. Dengan congkak iblis berkata, Hai manusia sombong! Mana kekuatanmu?”

“Hai iblis! Kenapa kau bisa mengalahkan aku?”

“Hahaha! Kali ini kau ingin menebang pohon gara-gara tidak ada uang di bawah bantalmu. Ketika kau marah membela hukum atau aqidah Tuhanmu, maka kau berada dalam genggaman Allah, sehingga aku tidak bisa mengalahkanmu.

Tapi ketika kau marah karena mengikuti hawa nafsu demi kepentingan dirimu sendiri, maka kau lepas dari genggaman Allah. Kau bagai biri-biri yang tak peduli ditinggalkan gembalanya karena asyik terpikat menikmati rumput yang hijau. Maka leluasalah aku mengalahkanmu. Pergi sana! Jangan ganggu pohonku lagi!”

Maka, dengan gontai Kyai Jarkoni pulang sambil menyesali kelengahannya sehingga begitu mudah ia terperangkap oleh tipu daya iblis.

“Ooh.. bodohnya aku. Sungguh licik dan halus tipu daya iblis. Kupikir kalau sudah menjadi kyai tidak akan mudah terkecoh. Aku telah takabur sehingga lengah mau bekerjasama dengan iblis. Pelajaran berharga untukku. Aku harus selalu waspada dan tak akan berhubungan dengan iblis dalam hal apapun...”Dasar Kyai Jarkoni, bisa mengajar tapi tidak bisa nglakoni.....

7

Page 8: kisah islami

KEDURHAKAAN QORUN

Negeri Mesir yang terkenal subur dan makmur dengan tingkat peradaban yang tinggi itu ternyata telah di kotori oleh perilaku dan keyakinan penduduknya yang menyimpang dari ajaran tauhid. Tuhan yang semestinya mereka sembah adalah Alloh, tetapi ternyata mereka telah menjadikan Fir’aun sang raja Mesir sebagai sesembahan mereka.

Alloh telah mengutus Nabi Musa untuk memerangi dan memberantas kemusyrikan di muka bumi. Perjuangan Nabi Musa menegakan panji-panji tauhid di tengah-tengah masyarakat Bani Israil yang terkenal ‘rewel’’ dan suka beralasan memang cukup berat. Namun Nabi Musa tidak putus asa. Satu demi satu pengikut Nabi Musa bertambah, sampai suatu ketika seorang kaya raya terpandang di kalangan Bani Israil juga menjadi pengikut Nabi Musa. Dia adalah Qorun anak paman Nabi Musa . Dengan insafnya Qorun diharapkan dapat memperkuat dan mendukung perjuangan Nabi Musa bersama para pengikutnya. Namun yang diharapkan hanyalah impian belaka . Kekayan Qorun luar biasa, hingga kunci–kunci gedung tempat penyimpanan kekayaan tidak akan kuat dipukul oleh beberapa laki-laki yang kuat sekalipun. Ironisnya kekayaan itu telah membuat Qorun bersikap angkuh sehingga sulit baginya untuk menerima nasehat. Dalam dirinya terjadi perubahan kearah penurunan keimanan, hilang sifat –sifat orang iman dalam dirinya, hilang kekhusyu’an hatinya. Ia mulai malas beribadah, sehari-hari yang dipikirkan hanyalah menimbun keduniaan.

Jika Qorun keluar selalu dihiasi dengan pesona dunia yang gemerlapan. Dengan menunggang seekor kuda yang pelananya terbuat dari kulit bertahtahkan emas dan perak. Baju yang ia kenakan emas berlian, sungguh ia sangat gagah. Pemandangan seperti itu sangat memukau bagi orang-orang yang mencintai dunia, tetapi bagi orang-orang yang lebih mencintai akhirot akan memandang bahwa kekayaan Qorun tidak berarti sedikitpun di sisi Alloh.

8

Page 9: kisah islami

Hingga pada suatu ketika, Alloh menurunkan ayat tentang zakat kepada Nabi Musa. Saat itu Qorun berniat menemui Nabi Musa untuk minta penjelasan tentang ayat tersebut. Akhirnya Nabi Musa menjelaskan perincian-perincian zakat di hadapan Qorun.

“Setiap 1000 dinar zakatnya 1 dinar, setiap 1000 dirham zakatnya 1 dirham, setiap 1000 kambing zakatnya 1 kambing, begitulah seharusnya terhadap harta yang engkau miliki.”

“Baiklah Musa, sekarang aku sudah mengerti masalah zakat, tapi aku akan mencoba menghitung dulu hartaku, Terima kasih, aku pamit dulu.”

Qorun mulai menghitung hartanya. Setelah dihitung-hitung, ternyata jumlah zakat yang harus dikeluarkan banyak sekali sehingga Qorun merasa berat untuk menyerahkan zakatnya kepada Nabi Musa.

“Wah, ternyata aku harus mengeluarkan ribuan dinar dan dirham, kalau begini caranya aku bisa bangkrut! Musa harus memberi penjelasan. Ini tidak bisa diteruskan.”

Qorun berfikir keras untuk dapat menjatuhkan wibawa Nabi Musa di depan pengikutnya. Secara diam-diam Qorun mengundang pembesar-pembesar Bani Israil ke rumahnya. Mereka dihasut untuk diajak bersama-sama menjatuhkan Nabi Musa.

“Wahai orang Bani Israil, sesungguhnya Musa telah memerintahkan pada kalian berbagai peraturan agama diantaranya ialah kalian diperintahkan untuk membayar zakat padanya. Tahukah kalian bahwa ini taktik Musa untuk merampas harta kalian semua. Kemudian harta zakat itu akan dipergunakan untuk kebutuhan sehari-harinya, berfoya-foya, cari hiburan dan lain-lain, ini adalah pemerasan secara halus dan terang-terangan, apa kalian tidak sadar kalau kalian dijadikan sapi perahan Musa? Bagaimana menurut kalian?”

“Hai Qorun, engkau adalah pembesar kami, rasanya benar omonganmu itu, sekarang perintahkan sesuatu kepada kami, kami pasti akan melaksanakan.”

“Kalau begitu carilah seorang pelacur, nanti kita beri upah asalkan dia mau mengaku di depan umum bahwa dia telah berzina dengan Musa.”

Maka berangkatlah utusan Qorun untuk mencari wanita pelacur dan dibawa kehadap Qorun.

“Hai wanita pelacur, maukah kau kuberi uang 1000 dinar dan 1000 dirham? Kemudian aku akan memberimu kedudukan dan aku kumpulkan kau dengan istri-istriku?”

Dengan senang hati si pelacur menjawab, “Tentu! Aku sangat senang menerimanya.”

“Tetapi tidak begitu saja kau mendapatkannya. Ada syarat yang harus kau lakukan. Besok, kau harus mengaku di depan umum bahwa kau telah berbuat zina dengan Nabi Musa. Sanggup?”

“Pasti sanggup. Kenapa tidak?”

KEESOKAN harinya Qorun mengumpukan orang-orang Bani Israil di lapangan yang luas, kemudian Qorun datang pada Nabi Musa dan berkata “Wahai Nabi Musa. Saat ini orang-orang Bani Israil sedang menunggumu untuk menerima nasehat dan pengarahan tentang peraturan Alloh.”

Nabi Musa pun bergegas menuju lapangan dan berseru, “Wahai Bani Israil! Barang siapa yang mencuri maka ia akan dipotong tangannya, barang siapa yang menuduh berzina tanpa mendatangkan saksi, hukumannya dicambuk 80 kali, bila ada bujangan atau gadis berzina masing-masing dicambuk 100 kali, bagi yang pernah menikah diranjam dengan batu sampai mati bila berbuat zina.”

“Hai Musa ! Bagaimana bila yang berbuat zina itu engkau sendiri? Apakah diranjam juga?” tanya Qorun.

“Walaupun aku sendiri yang berbuat zina tetap harus diranjam.”

“Hai Musa, ketauhilah! Orang-orang Bani Israil telah mengetahui perbuatanmu, ternyata engkau telah berbuat zina dengan seorang pelacur.”

“Jangan menuduhku sembanrangan! Panggil perempuan itu kemari.”

Qorun memanggil perempuan itu, ”Hei kau. Majulah ke depan!” Perempuan itu maju kedepan. “Musa, ini dia orangnya”

9

Page 10: kisah islami

Musa menatap perempuan itu dengan tajam, ”Hai perempuan, demi Dzat yang telah menurunkan Taurot, aku bertanya kepadamu dan kamu harus menjawab dengan jujur. Apakah engkau telah berbuat zina denganku?”

Hati wanita pelacur itu bergetar mendengar perkataan Nabi Musa. Ia tak kuasa berbohong. Alloh telah membuka hatinya sehingga ia kembali dapat berfikir dengan akal sehatnya, dalam hati ia berkata,”Aku telah mempunyai niat buruk terhadap seorang utusan Alloh demi mendapatkan kesenangan dunia. Jika aku menyesali perbuatanku ini dan aku bertaubat kepada Alloh, aku yakin Alloh pasti akan mengampuniku”

“Demi Alloh, aku tidak berbuat zina dengan Nabi Musa! Tetapi Qorunlah yang telah membayarku untuk berbuat seperti ini”. Sontak Qorun dan pengikutnya terkejut.

Demi mendengar penuturan si pelacur Nabi Musa bersujud dan menangis kepada Alloh. Nabi Musa terharu dengan upadayanya Alloh terhadap orang-orang yang berniat menjatuhkannya. “Ya Alloh, kalau memang aku benar-benar utusanMu maka murkalah Engkau. Karena diriku telah dipermalukan oleh Qorun. Qorun yang selama ini kusaksikan baik ternyata telah menghianatiku”

Kemudian Alloh menurunkan wahyu kepada Nabi Musa yaitu Alloh memerintahkan bumi supaya taat dengan perintah Nabi Musa. Nabi Musa berkata,”Wahai orang-orang Bani Israil! Sesungguhnya Alloh mengutusku terhadap Qorun seperti Alloh mengutusku terhadap Fir’aun. Maka barang siapa yang ingin bersama Qorun tetaplah bersamanya. Dan barang siapa yang ingin tetap bersamaku jauhilah dia!”

Akhirnya semua orang menjauhi Qorun kecuali dua orang. Saat itulah Nabi Musa membuktikan bahwa bumi memang diperintahkan oleh Alloh untuk taat pada perintahnya. “Wahai bumi! Telanlah Qorun bersama pengikutnya!”

Bumipun langsung menelan mereka hingga sebatas kaki. Qorun berusaha lari namun bumi telah mencekeram kakinya, ia pun berteriak,”Hai Musa, maafkan aku! Selamatkan aku!”

Dengan tidak menghiraukan Qorun, Nabi Musa kembali memerintahkan bumi untuk menelan Qorun, “Wahai bumi! Telanlah mereka!”

Lalu bumi menelan mereka sebatas pusar. Begitu seterusnya sampai sebatas leher. Sambil merintih, Qorun terus memohon ampun diiringi sumpah agar Nabi Musa mau mamaafkannya. Namun Nabi Musa tidak menoleh sedikitpun kepada Qorun. Akhirnya bumi menelan sedikit demi sedikit hingga seluruh tubuh mereka.

Setelah kejadian itu orang-orang Bani Israil ribut membicarakn harta kekayaan Qorun yang ditinggalkannya. “Aah, ini semua kan kesengajaan Nabi Musa mendoakan Qorun agar disiksa oleh Alloh, karena Nabi Musa ingin mewarisi dan menguasai istana-istana dan harta kekayaan Qorun”

Nabi Musa sangat marah mendengar perkataan mereka, lalu ia berdoa kepada Alloh, “Ya Alloh, benamkanlah semua harta kekayaan Qorun ke dalam perut bumi agar tidak menjadi fitnah kepadaku dan kepada orang-orang Bani Israil”

Sesaat kemudian terdengar suara keras bersamaan dengan amblasnya seluruh gedung Qorun, harta bendanya dan kekayaannya tanpa tersisa sedebupun.

Ternyata sehebat apapun kelebihan yang dimiliki manusia, bila ia kufur kepada Alloh, tidak melaksanakan perintahnya, dalam waktu singkat Alloh bisa membinasakan seluruh jiwa dan harta manusia, tanpa ada seorangpun yang bias mencegahnya.

Cerita ini popular di masyarakat, bahkan bila ada yang menemukan harta benda dalam tanah disebut harta karun. Itu Cuma istilah saja, bukan betul-betul harta Qorun Bani Israil.

********

SUMBER “TAFSIR KHOZIN”

10

Page 11: kisah islami

AKIBAT KUFUR NIKMAT

Di suatu padang rumput, terdengar bunyi seruling meliuk-liuk, kadang gembira, kadang menyayat-nyayat. Peniupnya adalah seorang pemuda kekar berkepala botak, sambil membayangkan dirinya bagaikan bintang film India yang gagah, bercambang dan berkumis. Tak jauh dari situ duduklah seorang pemuda berkulit belang di sekujur tubuhnya. Bersandar di bawah pohon sambil melamun dirinya tampan,bertelanjang dada dengan kulit yang bersinar. Sementara itu orang yang buta matanya berdiri mondar mandir disekitar situ, dengan membawa tongkat kesayangannya.

Mereka adalah tiga sahabat yang diberi cobaan oleh Allah dalam hidupnya, si Botak, si Belang, dan si Buta, menjadi julukan meraka. Banyak orang yang mencibir bahkan membuang muka bila berpapasan dengan mereka. Anak anak kecil yang nakal sering mengolok-ngolok bahkan melempari batu kepada mereka. Masyarakat disitu memang tidak ambil peduli dengan perlakuan anak nakal itu, karena mereka mengganggap ketiga pemuda itu memang pantas diperlakukan seperti itu.

Namun Allah tetap sayang pada mereka. Buktinya mereka tetap bertahan hidup, tetap mendapat makanan walaupun tidak memadai. Bahkan Allah senang melihat mereka, dalam keadaan kurang beruntung, mereka tetap mempertahankan keimanannya. Hingga suatu ketika Allah hendak menguji keimanan mereka.

Diutuslah seorang malaikat yang berubah wujud menjadi seorang laki-laki yang tampan, mendatangi rumah si Belang. Sungguh terkejut si Belang, ia terpesona melihat tamunya itu. Si Belang mempersilahkan tamunya masuk. Di dalam, mereka berbincang-bincang sebentar. Ketika hendak pulang, tamu itu menyampaikan terima kasih dan bertanya pada si Belang, “Apa yang kau inginkan dalam hidup ini?” si Belang spontan menjawab, aku ingin wajah dan kulit cemerlang seperti tuan, sehingga orang-orang tidak lagi jijik lagi melihatku”. Lalu tamu itu mengusap tubuh si Belang. Keajaiban pun terjadi, kulit si Belang berlahan-lahan berubah menjadi bersih cemerlang, kulitnya yang kisutpun mengencang.

Ia mencubiti badanya seolah tidak percaya dengan yang terjadi pada dirinya,”Betul! Betul! Tidak mimpi!”.

Lau apa lagi yang kau inginkan dalam hidup ini ?” tanya tamu itu lagi.

“Oh eh... mmm..aku ingin memiliki onta,” jawab si Belang dengan malu-malu.

Tamu itu lalu menepuk bahu si Belang,”Pergilah ke belakang rumahmu”. Disana telah menunggu seekor onta yang bisa kau ternakkan. Semoga Allah memberi Barokah padamu dan ontamu.

11

Page 12: kisah islami

“Si Belang berlari menuju kebelakang rumahnya. Dilihatnya seekor onta yang gemuk. “Unta gemuk!...Oh perutnya, perutnya bunting. Terima kasih tuan!” dicarinya tamu itu, tapi sudah tidak ada, sebab tamu penjelmaan malaikat itu sudah menuju rumah si Botak.

Sesampainya disana, si Botak mempersilahkan masuk. Mereka pun berbincang-bincang sebentar. Ketika hendak pulang tamu itu bertanya pada si Botak, “Apa yang kau inginkan dalam hidup ini?” si Botak menjawab, “Andai kepalaku ini ditumbuhi rambut, betapa senangnya aku. “Lalu tamu itu mengusap kepala si Botak. Perlahan-lahan kepalanya ditumbuhi rambut helai demi helai hingga semakin lama semakin lebat. Si Botak terkesima,”Ajaib!Hebat!” ditarik-tarik rambutnya Hehehe...aku harus beli sisir nih...hihihi”

Sebelum pergi tamu itu kembali bertanya, ”Apalagi yang kau inginkan dalam hidup ini?”

Si Botak menjawab,”Aku ingin....seekor sapi yang dapat aku ternakan”

“Sekarang dengarlah apa yang berbunyi dibelakang rumahmu! Semoga Allah memberi barokah padamu dan sapimu”

Si Botak langsung menghambur kebelakang,”Horee... aku punya sapi! Horeee...sekarang aku kayaaa...” ia tidak mempedulikan tamunya yang diam-diam sudah pergi menuju rumah si Buta.

Apa yang terjadi dirumah si Buta hampir sama dengan kejadian dirumah kedua sahabatnya terdahulu. Hanya saja ketika tamu itu bertanya tentang keinginan, si Buta menjawabnya, “Aku ingin sekali Allah mengembalikan kedua mataku, sehingga aku dapat melihat indahnya pemandangan di dunia ini.”

Sang tamu mengusap mata si buta, perlahan-lahan penglihatan si Buta melihat remang-remang, makin lama makin jernih,”Sungguhkan yang terjadi ini? Mimpikah saya?”

“Allah telah mengabulkan keinginanmu. Sekarang apalagi yang kau inginkan?”

“Yang kuinginkan? Bisa melihat saja bagiku sudah merupakan suatu pemberian yang tada taranya. Tapi baiklah aku hanya ingin berternak kambing,”

“Lihatlah kebelakang rumahmu, Allah telah memberikan apa yang kau inginkan. Semoga Allah memberi barokah padamu dan kambingmu.”Lalu tamu itu menghilang begitu saja.

BABAK BARU TELAH DIMULAI.

Kehidupan si Belang, si Buta, si Botak makin membaik. Usaha mereka maju pesat. Jumlah ternak yang mereka miliki kian bertambah hingga ribuan jumlahnya. Kini mereka sudah menjadi orang terpandang. Bertahun-tahun mereka menikmati kebahagiaan. Allah pun senang melihat mereka. Kini tibalah ujian berikutnya. Allah ingin menguji seberapa tinggi keikhlasan, kejujuran, keluhuran budi dan keimanan mereka. Allah kembali mengutus malaikatnya yang mendatangi ketiga bersahabat tersebut.

Malaikat itu berubah menjadi orang tua lusuh, berkulit belang, lalu mengetuk pintu rumah si belang. Setelah pintu dibuka, orang tua renta itu memohon, “Wahai tuan yang baik. Saya lapar, sudilah kiranya tuan memberi makanan dan uang untuk meneruskan perjalanan saya ...”

Si Belang menjawab dengan kasar, “Apa? Minta makanan dan Uang? Enak saja! Aku tidak akan memberikan hartaku pada sembarang orang, apalagi orang tua belang sepertimu! Kebutuhanku masih banyak,tahu!”

“Tuan. Bukankah dulu tuan miskin dan berpenyakit seperti saya? Masih ingatkah, bahwa Allah telah menolong tuan dan memberikan rizqi hingga tuan menjadi sekarang ini?”

“Betul dulu aku memang sakit seperti kamu pak tua, tapi sekarang aku sudah sembuh dan menjadi orang terhormat. Dan semua kekayaan berasal dari warisan yang kuperoleh dari nenek moyangku. Sekarang pergilah jauh-jauh. Melihat tampangmu hanya membuat aku teringat masa lalu. Aku tak suka!”

“Baiklah, kalau memang tuan berkata dusta kepada saya bahwa semua kekayaan yang di berikan kepada tuan bukan dari Allah, maka tuan akan kembali seperti semula!”

12

Page 13: kisah islami

Malaikat pergi meninggalkan si Belang menuju rumah si Botak. Ia berubah wujud menjadi orang tua lusuh berkepala botak. Lalu ia merintih-rintih di depan pintu pagar rumah si Botak. “Tuan, saya lapar sekali, kepala saya pusing. Kasihinilah saya”

“Hei, kepalamu pusing bukan karena belum makan, tapi karena tak berambut. Aku tidak punya makanan untuk orang sepertimu! Masih banyak kebutuhan yang belum aku penuhi!”

“Tuan. Kata orang, dulu anda tak berambut dan miskin seperti saya, mengapa Tuan lupa akan nikmat yang telah dianugrahkan oleh Allah?”

“Hahaha... betul! Dulu aku memang botak. Aku bisa sembuh seperti sekarang karena rajin mengolesi kepalaku dengan berbagai ramuan obat, dan aku bisa kaya karena aku seorang pewaris tunggal keluargaku!”

“Baiklah. Kalau memang tuan tidak menyakini kebesaran Allah, maka Tuan akan kembali seperti semula!”

“Sungguh kasihan kau orang tua. Kalau kau anggap kesembuhan dan kekayaanku ini dari Allah. Mengapa kau tidak minta saja dari Allah?Nyatanya, kau tetap miskin dan Botak sampai tua!”

Pengemis botak itu lalu pergi dan berubah wujud menjadi orang tua yang buta. Sesampainya disana, ”Wahai Tuan. Bolehkah saya menumpang istirahat sebentar? Saya lelah sekali. Tongkat saya menyentuh pagar rumah anda saya pikir di dekatnya tentu ada rumah.”

“Ah tentu saja pak. Mari! Mari! Kubimbing anda menuju ruang tamu.” Si buta mendudukkan Tamu itu di sofa, lalu melanjutkan pembicaraannya.”Pak, tahukah bapak bahwa akupun dulu buta seperti bapak. Namun Allah telah memberi karunia kepadaku. Aku bisa melihat, rupaku tampan, kekayaanku melimpah, keluargaku hidup sejahtera. Itu berkat doa seseorang yang tak aku kenal yang pernah mengunjungiku . Aku dulu tidak punya apa apa. Setiap melihat nasib dan kekayaanku, aku selalu ingat bahwa semua itu adalah pemberian Allah. Aku lebih senang bila aku dapat membagikan sebagian kebahagiaanku pada orang yang kurang beruntung seperti bapak.”

“Dengarlah wahai Tuan yang baik hati. Bahwa orang yang dulu mengunjungi mendoakan Tuan adalah saya. Saya adalah Malaikat utusan Allah. Berbahagialah engkau! Kau telah lulus ujian dari Allah. Hanya yang berperasaan halus dan berbudi sesamanya yang dapat merasakan kehadiran Allah dikehidupannya. Tidak seperti kedua sahabatmu yang mengingkari kenikmatan dan kesenangan yang telah diberikan Allah. Mereka menjadi kikir dan sombong dan tidak tahu berterima kasih . Perangainya menjadi kasar. Aku telah berkunjung pada mereka, tetapi aku di hina dan diusir. Lihatlah nasib mereka. Kaulah yang paling beruntung, karena kenikmatan duniawi tidak mencengkram hatimu. Seiring dengan perkataannya, Malaikatpun sirna dari hadapan si Buta.

Tiba-tiba datanglah kedua sahabatnya sambil meraung-raung menyesali nasib mereka. Mereka telah kembali menjadi si Belang yang lusuh dan si botak yang miskin. Tidak sehelaipun rambut tumbuh dikepalanya si Botak. Sambil memeluk keduanya si Buta hanya bisa menghibur, sudahlah minta ampun dan bertaubatlah kepada Allah. Allah pasti berkenan dan membuka pintu maaf-Nya. Semua kekayaan, kesejahteraan, karunia, adalah milik Allah. Kita tidak punya hak apa apa kecuali atas idzin Allah .”

*********

SUMBER HR ”SHOHIH BUKHORI”

13

Page 14: kisah islami

SEUNTAI KALUNG FATIMAH

eperti biasanya siang itu matahari memanggang kota Makkah dengan amat terikh. Hari itu, Rosululloh baru saja berjama’ah sholat Dhuhur bersama para sohabat. Sesaat mereka selesai membaca dzikir, tiba-tiba seorang laki-laki menyeruak dari sof paling belakang. Dengan merunduk-runduk ia melangkahi beberapa sof, langsung duduk di belakang Rosululloh. Bau anyir peluh di tubuhnya menyebar. Tubuh lelaki tua itu, kurus, ceking dan kumuh penuh debu. Kumis dan jambangnya lebat, rambutnya gondrong tak terurus.

Dengan terbata-bata, lelaki tua itu memohon kepada Rosululloh: “Assalamu’alaikum, ya Rosululloh. Sudah beberapa hari saya kelaparan. Tubuhku hampir telanjang karena hanya kain selembar dan compang-camping ini yang kupakai. Saya datang dari pedusunan, nun jauh di puncak bukit sana. Saya lapar dan capai. Karena itu maaf ya Rosululloh, saya tak bisa ikut serta sholat berjama’ah karena tak mampu menutup aurot. Adakah sesuap gandum yang bisa mengganjal perut dan selembar kain penutup aurot?””.

Sebenarnya Rosululloh sangat iba melihat keadaan orang itu. Wajahnya pucat, bibirnya membiru dan tangannya gemetar memegang tongkatnya. Tetapi apa mau dikata, beliau sedang tidak punya apa-apa yang bisa diberikan kepadanya.

“Siapakah engkau, wahai saudaraku?” tanya Rosululloh dengan lembut sambil menjabat tangan, sementara telapak kirinya menepuk pundak musafir yang kelaparan itu.

“Nama saya tidaklah penting, ya Rosululloh. Tetapi saya adalah seorang Arabi, orang dusun yang sangat miskin. Saya sangat merindukan bisa bertemu dengan engkau, wahai kekasih Alloh. Apalagi jika engkau bersedia mengenyangkan perut saya dan membantu menutup aurot saya hingga saya bisa kembali sholat,” jawab lelaki tua itu terbata. Tubuhnya gemetar.

Rosululloh sangat terharu. Lalu sabdanya: “Sayang sekali, wahai saudaraku, saya sendiri saat ini juga tidak punya apa-apa seperti halnya engkau. Tetapi orang yang menunjukkan kebaikan, sesunggunya sama saja pahalanya dengan orang yang berbuat kebaikan. Karena itu saya sarankan agar saudaraku datang kepada orang yang dicintai Alloh dan Rosul-Nya, yang lebih mementingkan Alloh ketimbang dirinya sendiri. Rumahnya sangat dekat dengan rumahku (yang dimaksud ialah Fatimah az-Zuhra, putri Rosululloh), mungkin ada sesuatu yang bisa diberikannya sebagai sedekah.”

Dengan diantar oleh Bilal bin Robbah, bekas budak belian berkulit hitam yang sudah dimerdekakan oleh Hamzah, paman Rosululloh, berangkatlah musafir tua itu ke rumah Fatimah. Siang itu, kebetulan Fatimah ada di rumah, yang seperti haknya rumah Rosululloh, sangat sederhana. Dengan sangat santun, lelaki itu berkata:

“Assalamu’alaikum, wahai putri Roaululloh.” Suaranya serak parau, tubuhnya gemetar, hampir saja jatuh terkulai.

”Wa’alaikumussalam, Siapakah kakek? Adakah sesuatu yang dapat saya bantu?”

14

Page 15: kisah islami

Dengan penuh harap, sementara kedua belah matanya berkaca-kaca, Badui Arab itu menceritakan keadaan dirinya, sama seperti yang baru saja ia ceritakan kepada Rosululloh. Persis, tak kurang tak lebih.

Mendengar cerita mengharukan itu, Fatimah bingung. Ia tak berdaya. Ia tidak memiliki barang yang cukup berharga untuk di sedekahkan. Padahal selaku keluarga Rosululloh ia telah terbiasa menjalani hidup amat sederhana, jauh dibawah taraf kehidupan rakyat jelata. Tetapi hatinya tak tega membiarkan lelaki tua dan miskin itu tetap kelaparan sementara tubuhnya hampir-hampir tak tertutu.

Setelah mencari-cari sesuatu di sekililing rumahnya yang sempit itu, akhirnya Fatimah memberikan satu-satunya alas tidur miliknya yang biasa di pakai sebagai alas tidur Hasan dan Husain. Dengan ikhlas, ia pun menyerahkan kepada sang tamu.

Tentu saja si Badui Arabi itu terheran-heran. Ia butuh makanan karena berhari-hari perutnya keroncongan. Ia hampir telanjang karena sudah lama pakaiannya hanya selembar kain kumal yang sudah compang-camping.

“Maaf Wahai putri Rosululloh yang dicintai oleh Alloh. Saya kemari karena lapar dan mengharapkan selembar kain penutup aurot. Tapi yang engkau berikan hanya ini. Apa yang bisa saya perbuat dengan selembar kulit kambing ini?” Kata kakek itu dengan memelas.

Fatimah pun malu bukan main. Ia bertambah bingung. Ia kembali masuk kedalam rumahnya, matanya mencari-cari lagi sesuatu yang barangkali dapat ia sumbangkan kepada fakir miskin itu. Tetapi sungguh, tak ada satu pun barang atau makanan yang layak untuk di berikan. Ia bertanya-tanya mengapa ayahku mengirimkan orang ini kepadaku, padahal Ayah tahu aku tidak lebih kaya daripada beliau? Sesudah merenung sejenak barulah ia teringat akan seuntai barang pemberian Fatimah binti Hamzah bin Abdul Mutholib, bibinya. Barang itu amat indah, namun ia merasa kurang pantas memakainya karena ia dikenal sebagai pemimpin umat. Barang itu adalah sebuah kalung emas.

Buru-buru diambilnya benda itu dari dalam kotak simpanannya lalu dengan rasa ikhlas kalung kesayangan itu ia berikan kepada si Badui Arabi. Dengan senyum ramah, Fatimah pun menyerahkannya. “Ambillah kalung ini, kakek. Inilah satu-satunya benda berharga yang sempat saya miliki dan layak saya berikan kepada kakek. Ambillah, saya mengikhlaskannya. Mudah-mudahan Alloh SWT berkenan menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik dan lebih berharga,” katanya dengan lembut tapi penuh hormat. Nada bicara wanita terhormat itu sangat menyentuh hati.

Orang itu terbelalak melihat benda yang kini digenggamnya. Begitu indah. Pasti mahal harganya. Dengan suka cita dan wajah berseri, orang itu pun kembali menghadap Rosululloh. Diperlihatkannya kepada beliau kalung emas pemberian Fatimah. Ia pun menceritakan betapa Fatimah dengan ramah dan lembut tetapi penuh hormat memberinya seuntai kalung emas yang tak ternilai harganya.

Mendengar cerita orang tua itu, Rosululloh tak mampu menahan airmatanya yang meleleh satu-satu sambil berdoa, ‘Semoga Alloh membalas keikhlasannya”

Diantara jama’ah yang ada saat itu terdapat salah satu sohabat Rosululloh yang cukup mampu, Abdurrohman bin Auf. Melihat dan mendengar cerita kakek musafir itu, Abdurrohman pun berkata: “Ya Rosululloh, bolehkah saya membeli kalung itu?”.

Sambil menyeka kedua belah pipinya yang basah oleh air mata, Rosululloh pun menjawab, “Belilah, jika engkau bersedia.”

Abdurrohman pun kemudian mendekati Badui Arab yang menimang-nimang kalung itu.

“Pak, Berapa kalung itu mau kamu jual?” tanyanya kepada musafir itu.

Kakek itu menoleh kepada Rosululloh.

“Bolehkah saya jual ya Rasul?”

“Silahkan, kalung itu milikmu” sahut Rosululloh.

Orang itu lantas berkata kepada Abdurrohman bin Auf.

“Seharga beberapa potong roti dan daging yang bisa sekedar mengenyangkan perutku. Tetapi kalau bisa tambahlah dengan secarik kain penutup aurot agar saya bisa menghadap Alloh serta beberapa keping dinar agar saya bisa pulang kampung,” Jawab si Badui.

15

Page 16: kisah islami

“Baiklah. Kalung itu saya beli dengan 20 dinar dan 100 dirham. Selain itu saya tambah dengan roti dan daging secukupnya. Saya juga akan memberi pakaian serta seekor unta agar engkau bisa pulang kembali ke keluargamu di dusun,” kata Abdurrahman lagi.

“Alangkah baik budimu. Saya terima tawaranmu,” ujar orang tua itu sembari melangkah menjabat tangan Abdurrohman.

Abdurrohman pun mengantar musafir itu mengambil semua yang dijanjikan di rumahnya. Kini, musafir itu mengambil semua yang dijanjikan Abdurrahman di rumahnya. Kini musafir tua yang dekil itu bersemangat dan berseri-seri. Ia sudah kenyang, tubuhnya bersih. Dengan pakaian yang rapi, ia mengendarai onta yang sehat.

“Bagaimana keadaanmu sekarang, saudaraku?” tanya Rosululoh.

“Alhamdulillah. Wahai kekasih Alloh. Saya telah mendapatkan yang lebih daripada yang saya perlukan. Bahkan saya merasa telah menjadi orang kaya.”

Rosululloh menjawab,”Terimah kasih kepada Alloh dan Rosul-Nya harus diawali dengan terimah kasih kepada yang bersangkutan. Balaslah kebaikan Fatimah.”

Kontan, orang tua itu pun mengangkat kedua tangannya ke atas, “Ya, Alloh. Aku tak mampu membalas kebaikan Fatimah dengan sepadan. Karena itu aku memohon kepada-Mu, berilah Fatimah balasan dari hadirat-Mu, berupa sesuatu yang tidak terlintas di mata, tidak terbayang di telinga dan tidak terbesit di hati, yakni surga-Mu, Jannatun Na’im.”

Rosululloh menyambut doa itu dengan “amin” seraya tersenyum ceria.

Beberapa hari kemudian, budak Abdurrohman bin Auf bernama Sahm datang menghadap Rosululloh dengan membawa kalung yang dibeli dari orang tua itu.

“Ya, Rosululloh,”ujar Sahm. “Saya datang kemari diperintah Tuan Abdurrohman bin Auf untuk menyerahkan kalung ini untukmu, dan diri saya sebagai budak diserahkannya kepadamu.”

Rosululloh tertawa, “Kuterima pemberian itu. Nah, sekarang lanjutkanlah perjalananmu ke rumah Fatimah, anakku. Kalung ini tolong serahkan kepadanya. Juga engkau kuberikan untuk Fatimah.

Sahm lalu mendatangi Fatimah di rumahnya, dan menceritakan pesan Rosululloh untuknya. Fatimah dengan lega menerima dan menyimpan kalung itu di tempat semula, lantas berkata kepada Sahm,”Engkau sekarang telah menjadi hakku. Karena itu engkau kubebaskan. Sejak hari ini engkau menjadi orang yang merdeka.”

Sahm tertawa nyaring sampai Fatimah keheranan,”Mengapa engkau tertawa?”

Bekas budak itu menjawa,”Saya gembira menyaksikan riwayat sedekah dari satu tangan ke tangan berikutnya. Kalung ini tetap kembali kepadamu, wahai putri Rosululoh, namun karena dilandasi keikhlasan, kalung ini telah membuat kaya orang miskin, telah menjamin surga untukmu, dan kini membebaskan aku menjadi manusia merdeka.”***

16