BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menopause (klimakterium) adalah suatu masa peralihan dalam kehidupan
wanita di mana ovarium (indung telur) berhenti menghasilkan sel telur, aktifitas
menstruasi berkurang dan akhirnya berhenti serta pembentukan hormon wanita
(estrogen dan progesterone) berkurang. Meopause terdiri dari tiga tahap,
perimenopause, menopause, dan postmenopause. Menopause biasanya terjadi
antara usia 40 sampai 50 tahun dan dapat berlangsung selama 8 sampai 10 tahun.1
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1996, setiap tahunnya
sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. WHO
juga mengatakan pada tahun 1990, sekitar 467 juta wanita berusia 50 tahun keatas
menghabiskan hidupnya dalam keadaan pasca menopause. WHO memperkirakan,
jumlah wanita menopause pada tahun 2030 mencapai lebih dari 1 milyar. Di Asia,
menurut data WHO, pada tahun 2025 jumlah wanita yang menopause akan
melonjak dari 107 juta jiwa menjadi 373 juta jiwa. Prakiraan kasar menunjukkan
akan terdapat sekitar 30 – 40 juta wanita dari seluruh jumlah penduduk Indonesia
yang sebesar 240 – 250 juta jiwa pada tahun 2010.
Data dari Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2009 bahwa 5.320.000
wanita Indonesia telah memasuki masa menopause per tahunnya. Depkes RI 2005
memperkirakan penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 262,6 juta
jiwa. Dengan jumlah wanita yang hidup dalam usia menopause sekitar 30,3 juta
jiwa dengan usia rata-rata 49 tahun.
Writing Group for the Women’s Health Initiative Investigator (2002)
menjelaskan turunnya fungsi ovarium karena proses penuaan mengakibatkan
estrogen dan progesterone sangat berkurang di dalam tubuh wanita. Hal ini
berakibatkan munculnya keluhan-keluhan: (1) vasomotorik (hot flashes, vertigo,
dan keringat banyak), (2) keluhan konstitusional (berdebar debar, migran, nyeri
1
otot, nyeri pinggang dan mudah tersinggung), (3) keluhan psikiastenik dan
neurotik (merasa tertekan, lelah psikis, lelah somatik, susah tidur, merasa
ketakutan, konflik keluarga dan gangguan di tempat kerja), (4) sakit waktu
bersetubuh, gangguan haid, keputihan, gatal pada vagina, susah buang air kecil,
libido menurun, keropos tulang (osteoporosis), (5) gangguan sirkulasi (miokard
infark), kenaikan kolesterol, adesopositas (kegemukan dan gangguan metabolisme
karbohidrat).
Penelitian di Kanada tahun 2006 pada wanita menopause menghasilkan
hasil persentase 50% mengalami kekeringan vagina yang disertai rasa sakit, 30%
- 50% mengalami gangguan urogenital, dan 38% mengalami insomnia. Walsleben
(Handita, 2009) juga mengatakan sebanyak 40 % wanita menopause mengalami
kesulitan tidur.
Insomnia adalah ketidak mampuan mencukupi kebutuhan tidur baik kualitas
maupun kuantitas. Jenis insomnia ada 3 macam yaitu, insomnia inisial atau tidak
dapat memulai tidur, insomnia intermitten atau tidak bias mempertahankan tidur
atau sering terjaga dan insomnia terminal atau bangun secara dini dan tidak dapat
tidur kembali. Berdasarkan pernyataan Walsleben (Handita, 2009) tentang
besarnya persentasi insomnia pada wanita menopause, serta adanya hotflash pada
wanita menopause yang menyebabkan susah tidur, maka peneliti tertarik untuk
melakukan penelitian tentang insomnia yang terjadi pada wanita menopause.
1.2 Rumusan Masalah
Peningkatan jumlah wanita menopause tentunya akan menimbulkan
problema tersendiri, apalagi dengan munculnya keluhan-keluhan pada masa
menopause , seperti adanya Hot Flashes yang mengakibatkan terjadinya
insomnia. Insomnia pada wanita lanjut usia yang mengakibatkan terganggunya
aktifitas keseharian pada penderita. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian :
“Hubungan Menopause terhadap Insomnia pada Wanita di Poli penyakit Dalam
RSU Zainal Abidin Banda Aceh” sehingga timbul pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut:
2
1. Berapakah jumlah wanita yang mengalami Insomnia pada setelah
memasuki masa menopause?
2. Apakah terdapat hubungan antara menopause dengan terjadinya insomnia?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk memberikan informasi tentang hubungan menopause terhadap
insomnia pada wanita dalam menghadapi masa menopause sehingga dapat
menjadi pedoman untuk pematangan dan persiapan diri.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui jumlah wanita menopause yang mengalami
insomnia.
2. Untuk membuktikan adanya hubungan menopause terhadap insomnia
pada wanita di Kotamadia Banda Aceh.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Bagi Peneliti
Bagi peneliti dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama pendidikan
serta dapat menambah pengetahuan tentang insomnia dan menopause yang akan
sangat berguna bagi peneliti.
1.4.2 Bagi Dunia Kesehatan
Dengan adanya penelitian ini, akan memberikan perkembangan dalam dunia
kesehatan. Karena dengana adanya penelitian ini, wanita premenopause dapat
mempersiapkan diri mereka dalam menghadapi fase menopausenya.
1.4.3 Bagi Rumah Sakit
Dengan adanya penelitian ini pihak rumah sakit akan lebih memahami
tentang adanya hubungan antara menopause dengan insomnia pada wanita lanjut
usia, terutama pada poli penyakit dalam dan poli geriatri.
3
1.5 Hipotesis
Terdapat hubungan antara menopause dan insomnia, hal ini dapat dilihat
dari jumlah wanita yang mengalami insomnia ketika memasuki masa menopause.
Adapun menopause mempengaruhi adanya insomnia pada seseorang diakibatkan
oleh meningkatnya tingkat kecemasan wanita yang memasuki masa menopause.
Adanya Hot Flashes yang menimbulkan rasa tidak nyaman juga sangat
mempengaruhi terjadinya insomnia pada wanita menopause.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Insomnia
Insomnia didefinisikan sebagai suatu persepsi pada seseorang tidak cukup
tidur atau merasa kualitas tidurnya buruk walaupun orang tersebut sebenarnya
memiliki kesempatan tidur yang cukup sehingga mengakibatkan perasaan yang
tidak bugar atau setelah terbangun dari tidur (dr. Dewanto dkk, 2009).
Dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders fourth
edition (DSM-IV), insomnia didefinisikan sebagai ketidakmampuan seseorang
untuk mengawali tidur, mempertahankan tidur, bangun terlalu dini atau tidur yang
tidak menyegarkan dan Kejadian ini berlangsung lebih dari 1 bulan (Hirshkowitz,
2009).
Melalui pemeriksaan polysomnography pada pasien insomnia didapatkan
sleep latency ≥ 30 menit, wake time after sleep onset ≥ 30 menit, sleep efficiency
< 85%, atau total sleep time (TST) < 6-6,5 jam. Menurut International
Classification of Sleep Disorder-2 (ICSD-2), insomnia adalah kesulitan
mengawali tidur, berkurangnya durasi dan kualitas tidur meskipun memiliki
waktu yang cukup untuk melakukannya. Hai ini menyebabkan gangguan pada
aktivitas sehari-hari (Galimi, 2010)
2.1.1 Epidemiologi Insomnia
Insomna merupakan keluhan yang paling umum terjadi di seluruh dunia.
Menurut Neational Sleep Fondationm sekitar 40-30% orang dewasa mengalami
insomnia akut, dan sekitar 10-15% lainnya mengalami insomnia kronis. Dan
sebagian kecil lainnyaada yang mengalami insomnia permanen. (NSF, 2012)
Berdasarkan hasil survey epidemiologi (2008), diperoleh bahwa prevalensi
kejadian insomnia di Indonesia mencapai 49% atau sekitar 9,3 juta penduduk
Indonesia. (Dinkes, 2008) Menurut dr. Dewanto dkk (2009), insomnia lebih
banyak dialami oleh wanita daripada pria.
5
2.1.2 Klasifikasi Insomnia
Menurut ICSD (International Classification of Sleep Disorders) dan
DSM_IV (Diagnostic and Statistical Manual) serta WHO (World Health
Organization) secara praktis diklasifikasikan menjadi insomnia primer dan
skunder. Insomnia primer adalah gangguan tidur atau gangguan bangun tidur
(disomnia) dan insomnia skunder adalah insomnia yang timbul akibat kondisi
psikiatrik, penyakit medis, atau penyalahgunaan zat.
Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang
direvisi,insomnia diklasifikasikan menjadi:
a. Acute insomniab.
b. Psychophysiologic insomniac.
c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception)
d. Idiopathic insomniae.
e. Insomnia due to mental disorder
f. Inadequate sleep hygiene.
(Gelder, 2003)
2.1.3 Etiologi Insomnia
Sebagian besar etiologi dari insomnia adalah gangguan psikologis,
pemakaian obat sebelumnya, minuman yang mengandung kafein, gula, atau
makanan yang telah dikonsumsi individu sebelum tidur. Banyak orang tidak
menyadari, bagaimanapun insomnia yang dapat disebabkan oleh fluktuasi atau
penyimpangan dari hormon dalam tubuh wanita selama menopause (Gelder,
2003).
Pada insomnia primer, penyebabnya tidak diketahui dengan jelas/
idiopatik. Pada pasien tidak ditemukan gangguan medis, gangguan psikiatri atau
karena faktor lingkungan. Sedangkan insomnia sekunder oleh kondisi medis
tertentu dan juga oleh obat-obatan. Ada beberapa faktor yang menyebababkan
insomnia sekunder misalnya penyakit jantung dan paru, nyeri, gangguan cemas
dan depresi serta obat-obatan seperti beta-bloker, bronkodilator dan nikotin.
(Gelder, 2003).
6
2.2 Menopause
Menopause ialah haid terakhir, atau saat terjadinya haid terakhir.
Diagnosis menopause dibuat setelah terdapat amenorea sekurang-kurangnya satu
tahun. Berhentinya haid dapat didahului oleh siklus haid yang lebih panjang,
dengan perdarahan yang berkurang (Sastrawinata, 2007).
Menopause adalah perubahan alami yang dialami seorang wanita saat
siklus menstruasi terhenti. Keadaan ini sering disebut “change of life”. Selama
menopause, biasa terjadi antara usia 45-55 tahun, tubuh wanita secara perlahan
berkurang menghasilkan hormon estrogen dan progesteron. Dikatakan
menopause, jika dalam 12 bulan terakhir tidak mengalami menstruasi dan tidak
disebabkan oleh hal patologis. Kadar estradiol 10-20 pg/ml yang berasal dari
konversi androstenedion.
Menopause menurut WHO (2005) berarti berhentinya siklus menstruasi
untuk selamanya bagi wanita yang sebelumnya mengalami menstruasi setiap
bulan, yang disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus
meningkat, sampai tidak tersedia lagi folikel, serta dalam 12 bulan terakhir
mengalami amenorea, dan bukan disebabkan oleh keadaan patologis.
Menurut Valentina (2008) menopause didefinisikan sebagai penghentian
menstruasi secara permanen akibat hilangnya aktifitas folikular ovarium pada
wanita. Dengan kata lain, menopause adalah fase dalam kehidupan seorang wanita
di mana ia tidak lagi memiliki usia bulanan karena memajukan haid. Ovarium
perempuan itu berhenti memproduksi estrogen pada sekitar 45 atau 55 tahun
karena ini adalah onset menopause. Estrogen diperlukan untuk sistem reproduksi
untuk berfungsi secara normal. Kurangnya estrogen secara bertahap menghentikan
sistem reproduksi berfungsi.
2.2.1 Epidemioligi Menopause
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 1996, setiap tahunnya
sekitar 25 juta wanita di seluruh dunia diperkirakan mengalami menopause. WHO
juga mengatakan pada tahun 1990, sekitar 467 juta wanita berusia 50 tahun keatas
mengahabiskan hidupnya dalam keadaan pasca menopause. WHO
7
memperkirakan, jumlah wanita menopause pada tahun 2030 mencapai lebih dari 1
milyar.
Di Asia, menurut data WHO, pada tahun 2025 jumlah wania yang
menopause akan melonjak dari 107 juta jiwa menjadi 373 juta jiwa. Prakiraan
kasar menunjukkan akan terdapat sekitar 30 – 40 juta wanita dari seluruh jumlah
penduduk Indonesia yang sebesar 240 – 250 juta jiwa pada tahun 2010. Data dari
Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun 2009 bahwa 5.320.000 wanita Indonesia
telah memasuki masa menopause per tahunnya. Depkes RI 2005 memperkirakan
penduduk Indonesia pada tahun 2020 akan mencapai 262,6 juta jiwa. Dengan
jumlah wanita yang hidup dalam usia menopause sekitar 30,3 juta jiwa dengan
usia rata-rata 49 tahun.
2.2.2 Patofisiologi Menopause
Pada wanita menopause, hilangnya fungsi ovarium secara bertahap akan
menurunkan kemampuannya dalam menjawab rangsangan hormon-hormon
hipofisis untuk menghasilkan hormon steroid. Saat dilahirkan wanita
mempunyai kurang lebih 750.000 folikel primordial. Dengan meningkatnya usia
jumlah folikel tersebut akan semakin berkurang. Pada usia 40-44 tahun rata-rata
jumlah folikel primordial menurun sampai 8300 buah, yang disebabkan oleh
adanya proses ovulasi pada setiap siklus juga karena adanya apoptosis yaitu
proses folikel primordial yang mati dan terhenti pertumbuhannya. Proses
tersebut terjadi terus-menerus selama kehidupan seorang wanita, hingga pada usia
sekitar 50 tahun fungsi ovarium menjadi sangat menurun. Apabila jumlah folikel
mencapai jumlah yang kritis, maka akan terjadi gangguan sistem pengaturan
hormon yang berakibat terjadinya insufisiensi korpus luteum, siklus haid
anovulatorik dan pada akhirnya terjadi oligomenore (Speroff et al., 2005).
Perubahan-perubahan dalam sistem vaskularisasi ovarium sebagai akibat
proses penuaan dan terjadinya sklerosis pada sistem pembuluh darah ovarium
diperkirakan sebagai penyebab gangguan vaskularisasi ovarium. Apabila folikel
sudah tidak tersedia berarti wanita tersebut telah memasuki masa menopause.
Pada usia menopause berat ovarium tinggal setengah sampai sepertiga dari berat
sebelumnya. Terjadinya proses penuaan dan penurunan fungsi ovarium
8
menyebabkan ovarium tidak mampu menjawab rangsangan hipofisis untuk
menghasilkan hormon steroid.
Menurut Elizabeth (2009) menopause dianggap terjadi ketika wanita tidak
mengalami periode menstuasi selama satu tahun. Menopause terjadi ketika
ovarium yang menua tidak lagi merespon terhadap sinyal gonadotropin untuk
menyintesis dan menyekresi estrogen. Ketika kadar estrogen turun, kadar LH,
FSH, dan GnRH meningkat karena semua umpan balik oleh estrogen hilang.
Walaupun menopause adalah tahap perkembangan normal, kurangnya estrogen
pada wanita pasca menopause menurunkan penurunan densitas tulang,
peningkatan resioko penyakit kardiovaskular, mengeringnya kulit dan membran
vagina, serta hot flash atau kemerahan pada kulit. Kebanyakan wanita di negara
berkembang mengalami menopause pada usia akhir 40-an atau awal 50-an. Terapi
hormonal dan sitotoksik yang digunakan pada kanker payudara dapat
menyebabkan menopause dini pada beberapa wanita. (dr. Dewanto dkk, 2009).
Pada wanita dengan siklus haid yang normal, estrogen terbesar adalah
estradiol yang berasal dari ovarium. Di samping estradiol terdapat pula estron
yang berasal dari konversi androstenedion di jaringan perifer. Selama siklus haid
pada masa reproduksi, kadar estradiol di dalam darah bervariasi. Pada awal fase
folikuler kadar estradiol berkisar 40-80 pg/ml, pada pertengahan fase folikuler
berkisar 60-100 pg/ml, pada akhir fase folikuler berkisar 100-400 pg/ml dan pada
fase luteal berkisar 100-200 pg/ml. Kadar rata-rata estradiol selama siklus haid
normal 80 pg/ml sedangkan kadar estron berkisar antara 40-400 pg/ml (Speroff et
al., 2005).
Memasuki masa perimenopause aktivitas folikel dalam ovarium mulai
berkurang. Ketika ovarium tidak menghasilkan ovum dan berhenti
memproduksi estradiol, kelenjar hipofise berusaha merangsang ovarium untuk
menghasilkan estrogen, sehingga terjadi peningkatan produksi FSH. Meskipun
perubahan ini mulai terjadi 3 tahun sebelum menopause, penurunan produksi
estrogen oleh ovarium baru tampak sekitar 6 bulan sebelum menopause. Terdapat
pula penurunan kadar hormon androgen seperti androstenedion dan testosteron
yang sulit dideteksi pada masa perimenopause. Pada pascamenopause
kadar LH dan FSH akan meningkat, FSH biasanya akan lebih tinggi dari LH
9
sehingga rasio FSH/ LH menjadi lebih besar dari satu. Hal ini disebabkan oleh
hilangnya mekanisme umpan balik negatif dari steroid ovarium dan inhibin
terhadap pelepasan gonadotropin. Diagnosis menopause dapat ditegakkan bila
kadar FSH lebih dari 30 mIU/ml (Speroff et al., 2005).
Kadar estradiol pada wanita pascamenopause lebih rendah dibandingkan
dengan wanita usia reproduksi pada setiap fase dari siklus haidnya. Pada wanita
pascamenopause estradiol dan estron berasal dari konversi androgen adrenal di
hati, ginjal, otak, kelenjar adrenal dan jaringan adipose. Proses aromatisasi yang
terjadi di perifer berhubungan dengan berat badan wanita. Wanita yang gemuk
mempunyai kadar estrogen yang lebih tinggi dibandingkan wanita yang kurus
karena meningkatnya aromatisasi di perifer. Pada wanita pascamenopause kadar
estradiol menjadi 13-18 pg/ml dan kadar estron 30-35 pg/ml (Speroff et al., 2005).
Menopause
2.2.3 Tahap-tahap Menopause
Pada fase reproduksi, siklus menstruasi bervariasi sampai regular karena
FSH masih normal serta terjadi peningkatan pada fase lanjut. Fase peralihan
menopause dimulai dengan meningkatnya variabilitas siklus menstruasi yaitu
lebih dari 7 hari dengan meningkatnya FSH. Fase ini berakhir dengan berakhirnya
siklus haid. Perimenopause dini dimulai setelah 5 tahun dari menstruasi terakhir.
Sedangkan posmenopause bervariasi dari lamanya perdarahan, dimulai 5 tahun
setelah menstruasi terakhir dan berlangsung sampai kematian (Soules, 2001).
Secara klinis menopause di diagnosa setelah 12 bulan dari amenorrhoe.
Pasca menopause didefinisikan waktu semenjak priode menstruasi terakhir.
Perimenopause (klimakterium) atau transisi menopause didefinisikan sebagai
anteseden ke pascamenopause dan terdiri dari periode waktu ( 2 sampai 8 tahun)
sebelum menopause dan satu tahun setelah menstruasi terakhir. Dengan demikian,
10
Aktivitas folicel ber-kurang
Peningkatan produksi FSH
Penurunan kadar androgen
Peningkatan kadar FSH dan LH
tahun terakhir perimenopause bersamaan dengan tahun pascamenopause
(Valentina L. Brashers, 2008).
Menurud Baziad (2003), masa peralihan menopause dapat dibagi menjadi
beberapa tahap, yaitu :
1. Premature menopause atau menopause dini.
Adalah menopause yang terjadi sebelum usia 40 tahun, baik secara
alamiah ataupun induksi oleh karena tindakan medis. Wanita dengan
premature menopause mempunyai gejala yang mirip dengan menopause
alami, seperti Hot flashes, Gangguan emosi, Kekeringan pada vagina,
Penurunan gairah seksual.
Untuk beberapa wanita dengan premature menopause, keluhan ini
dialami sangat berat. Disamping itu, wanita juga cenderung mengalami
kejadian keropos tulang lebih besar dibandingkan dengan wanita yang
mengalami menopause lebih lambat. Hal inilah yang meningkatkan
terjadinya osteoporosis, yang merupakan faktor resiko patah tulang.
2. Perimenopause
Perimenopause ditandai dengan terjadinya perubahan ke arah
menopause, yang berkisar antara 2-8 tahun, ditambah dengan 1 tahun
setelah menstruasi terakhir. Tidak diketahui secara pasti untuk mengukur
berapa lama fase perimenopause berlangsung. Hal ini merupakan keadaan
alamiah yang dialami seorang wanita dalam kehidupannya yang menandai
akhir dari masa reproduksi. Penurunan fungsi indung telur selama masa
perimenopause berkaitan dengan penurunan estrogen dan progesteron
serta hormon androgen.
3. Menopause
Menopause adalah perubahan alami yang dialami seorang wanita
saat siklus menstruasi terhenti. Keadaan ini sering disebut “change of
11
life”. Selama menopause, biasa terjadi antara usia 45-55 tahun, tubuh
wanita secara perlahan berkurang menghasilkan hormon estrogen dan
progesteron. Dikatakan menopause, jika dalam 12 bulan terakhir tidak
mengalami menstruasi dan tidak disebabkan oleh hal patologis. Kadar
estradiol 10-20 pg/ml yang berasal dari konversi androstenedion.
4. Postmenopause
Masa setelah mencapai menopause sampai senium yang dimulai
setelah 12 bulan amenore serta rentan terhadap osteoporosis dan penyakit
jantung.
2.2.4 Gejala Klinis
1. Perubahan Vagina dan Utera
Perubahan anatomi dari vagina mempredisposisi nyeri, iritasi dan
perlakuan saat coitus dan infeksi vagina. Jika timbul sistitis serta
uretritis karena atropi maka gejala-gejalanya adalah rasa ingin buang
air kecil tanda adanya piuria. (Kase, 1986).
2. Osteoporosis
Osteoporosis yang terjadi pasca menopause disebabkan oleh
pembentukan tulang baru yang emakin berkurang, sedangkan
reabsorpsi kalsium dari tulang meningkat (Sastrawinata, 1997)
3. Kardiovaskular
Perlindungan estrogen pada kardiovaskular pada masa
premenopause menjadi hilang pada masa menopause. Perubahan
lipid yang meruikanpun terjadi (Lamcke, 1995)
4. Gejala Vasomotor
Gejala vasomotor berupa hot flashes dan berkeringat pada malam
hari (Greene,2003).
5. Gejala Somatik
Gejala somatic berupa nyeri otot dan persendian, tangan dan kaki
terasa baal, ukar bernafas, kepala terasa pusing. (Greene, 2003)
6. Gejala Psikologik
12
Gejala psikologik meliputi : Jantung berdebar, Perasaan tegang dan
tertekan, sulit tidur, mudah tersinggung, mudah panic, sukar
berkonsentrasi, mudah lelah, hilangnya minat pada banyak hal,
mudah menangis (Greene, 2003).
2.3 Hubungan Menopause Terhadap Insomnia
Insomnia selama menopause memanifestasikan dirinya sebagai ketidak
mampuan untuk tidur sepanjang malam. Beberapa wanita seling tidur awalnya
namun bangun beberapa saat kemudian sulit untuk tidur lagi.
Burn (1988), mengatakan bahwa kebanyakan wanita menopause sering
mengalami depresi dan kecemasan dimana kecemasan yang muncul dapat
menimbulkan insomnia. Kartono (1992), mengemukakan perubahan-perubahan
psikis yang terjadi pada masa menopause akan menimbulkan sikap yang berbeda-
beda antara lain adanya suatu krisis yang dimanifestasikan dalam sintom-sintom
psikologis seperti: depresi, mudah tersinggung, dan mudah menjadi marah, dan
diliputi banyak kecemasan.
13
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kolerasional antara Insomnia dan
menopause. Dalam Penelitian ini menggambarkan pengaruh hot flush pada wanita
menopause serta hubungannya terhadap insomnia pada wanita menopause.
3.2 Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai April 2014 berlokasi di Poli Penyakit Dalam
RSU Zainal Abidin Banda Aceh. Peneliti memilih Poli Penyakit Dalam RSU
Zainal Abidin Banda Aceh dengan pertimbangan banyaknya populasi wanita di
daerah ini.
3.3 Populasi dan Sample
3.3.1 Polpulasi
Populasi adalah pasien wanita yang berobat ke poli penyakit dalam RSU
Zainal Abidin Banda Aceh mulai April 2014.
3.3.2 Sample
Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang di teliti (Arikunto,
2002). Pada penelitian ini, sample yang diambil adalah wanita yang mengalami
menopause yang berobat ke poli penyakit dalam RSU Zainal Abidin Banda Aceh
mulai April 2014. Dikarenakan pada penelitian ini memiliki pengendalian variable
yang ketat, maka sample yang akan diambil sebanyak 20 sample. (Uma Sekaran,
1992).
Pengambilan sampel menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai
berikut :
1. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian pada populasi.
Kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :
14
a. Wanita menopause.
b. Bersedia menjadi responden.
c. Mampu membaca dan menulis.
2. Kriteria eksklusi adalah wanita menopause yang tidak mampu membaca
dan menulis serta wanita menopause yang mengalami gangguan jiwa,
gangguan ginjal, gangguan hati, tekanan darah tinggi, da penyakit tubuh
lainnya serta pasien yang tidak bersedia menjadi responden.
3.4 Variabel Penelitian
Pada penelitian ini, terdapat dua variable,yaitu;
Variabel Definisi
Operasional
Alat Ukur Cara Ukur Skor
Variabel
Independen:
Menopause
Wanita meno-
pause adalah
wanita yang
sudah tidak haid
lagi > 1 tahun.
Pertanyaan tentang
simptom-simptom
yang terjadi selama
masa menopause.
Wawancara
Variabel
Dependen:
Insomnia
Kondisi dimana
wanita
menopause me-
ngalami kesulit-
an memulai
tidur, dan sering
terbangun pada
waktu malam
hari serta
bangun lebih
awal
Skala KSPBJ-IRS
(kelompok studi
psikiatri biologi
Jakarta-Insomnia
Rating Scale).
(Suparyanto,2009)
Wawancara Skor 1:
11-19 = tidak ada
keluhan insomnia.
Skor 2:
20-27 = insomnia
ringan.
Skor 3:
28-36 = insomnia
berat.
Skor 4:
37-44 =insomnia
sangat
berat.
15
3.6 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa kuesioner yang
berisi pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan kebutuhan penelitian. Kuesioner
yang digunakan ada 2 jenis kuesioner, yaitu :
1. Kuesioner A
Kuesioner ini berkaitan dengan pemahaman responden terhadap
menopause yang terdiri dari 12 pertanyaan. Kuesioner ini bersifat
terbuka (opened form quesionare), yaitu yang mana jawabannya dapat
memperjelas identitas pasien serta menggambarkan kondisi pasien saat
ini.
2. Kuesioner B
Kuesioner ini berkaitan dengan keadaan yang di alami pasien semenjak
mengalami masa menopause. Kuesioner ini juga bersifat tertutup
(closed form quesionare), yaitu pertanyaan yang sudah disediakan
pilihan jawabannya, sehingga memudahkan responden untuk
menjawab.
Kuesioner untuk mengidentifikasi insomnia pada lansia terdiri dari 15
item pertanyaan yaitu: 1) Apakah anda mengalami kesulitan tidur?,
2)Apakah anda saat terbangun merasa kurang bersemangat?, 3)
Apakah anda merasa mudah tersinggung?, 4) Apa Anda terbangun di
malam hari dan sulit memulai tidur kembali?, 5) Apakah anda
terbanggun lebih dari 2 kali sepanjang malam?, 6) Apakah yang anda
pikirkan pada saat anda berusaha untuk tidur?,7) Apa waktu untuk
tidur anda kurang dari 7-8 jam perhari?, 8) Apakah anda terbangun
lebih awal/ pagi dari yang di inginkan?, 9) Apakah anda mulai tegang
ketika siap untuk tidur?, 10) Apakah anad tidur lebih awal/ tidur di
pagi hari dengan harapan bisa mengganti waktu tidur malam 5 hari
yang hilang?, 11) Apakah anda merasa tidur anda tidak memuaskan?,
16
12) Apakah anda ingin mengunanakan bantuan tidur seperti obat
tidur?, 13) Apakah anda mudah terbangun karena suara keras/ gaduh
tengah malam?, 14) Apakah anda perna mengalami mimpi hidup pada
saat tidur/ terjaga?, 15) Pernahkah anda merasa tidak mampu untuk
bergerak atau berbicara sesaat sebelum tidur?.
3.7 Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data yaitu :
1. Studi kepustakaan (Library Research)
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data skunder, maka
dilakukanlah studi kepustakaan melalui buku-buku, artikel, jurnal dan
literature lainnya guna menunjang penelitian ini.
2. Wawancara (Interview)
Merupakan salah satu metode pengumpulan data dengan melakukan
Tanya jawab kepada pasien di klinik x yang terletak di Jl.xxx No.xxx
Banda Aceh. Pertanyaan yang di lakukan menyangkut insomnia pada
wanita.
3. Angket (kuesioner)
Merupakan suatu cara pengumpulan data dengan memberikan atau
menyebarkan daftar pertanyaan kepada sampel, dengan harapan
mereka akan memberikan respon atas daftar pertanyaan tersebut.
Daftar pertanyaan bersifat tertutup karena alternative jawaban telah
disediakan.
3.7 Prosedur Penelitian
1. Tahap Pra Lapangan
Menyusun proposal penelitin, ini digunakan untuk meminta ijin
kepada lembaga yang terkait sesuai dengan sumber data yang di
perlukan.
2. Tahap Pelaksanaan Penelitian.
a.Pengumpulan data.
b.Mengidentifikasi data.
17
3. Tahap Akhir Penelitian.
a.Menyajikan data dalam bentuk dikripsi.
b.Menganalisis data sesuai dengan tujuan yang ingin di capai
3.8 Analisis Penelitian
Tahap-tahap pengolahan data hasil penelitian ini adalah:
1. Editing
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali apakah isian dalam
lembar kuesioner adalah lengkap. Editing dilakukan di lapangan,
sehingga apabila terdapat ketidak sesuaian atau ketidak lengkapan
data dapat segera dilengkapi.
2. Coding
Coding adalah melakukan pemberian kode berupa angka untuk
memudah pengolahan data. Pada kuesioner pengetahuan menopause,
angka yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1 untuk jawaban
yang tepat dan 0 untuk jawaban yang tidak sesuai. Sedangkan pada
kuesioner menopause di berikan angka berdasarkan jenis insomnia
responden.
3. Entry
Entry adala pemasukan data yang diperoleh menggunakan fasilitas
komputer dengan menggunakan system SPSS.
4. Tabulasi
Tabulasi adalah pengelompokan data sesuai dengan tujuan penelitian
kemudian dimasukkan kedalam tabel yang disiapkan. Setiap
pertanyaan yang sudah diberi nilai, hasilnya dijumlahkan dan diberi
kategori sesuai dengan jumlah pertanyaan pada kuesioner
18
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
Affandi B. 1997. Masalah kesehatan pada menopause - Panduan menopause. Edisi pertama. Pokja endokrinologi reproduksi. POGI/PERMI. Jakarta, Balai Penerbit FK UI.
Baziad A. Endokrinologi ginekologi. Edisi kedua. Jakarta: Media Aesculapius. 2003. 82-84.
Brashers, Valentina L. 2007. Aplikasi Klinis Patofisiologi : pemeriksaan dan manajemen edisi 2. Jakarta : EGC
Endeshaw Y, Bliwise DL. Sleep Disorder in the Elderly. In Agronin ME, Maletta GJ. PRINCIPLE AND PRACTICE OF GERIATRIC PSYCHIATRY. 1sted. Philadelphia: LIPPINCOTT WILLIAMS & WILKINS;2006.p.505-22.
Galimi R. Insomnia in the elderly: an update and future challenges. G GERONTOL. 2010;58:231-247.
Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry.London: Oxford University Press
Hale GE, Hughes CL, Cline JM. Endometrial cancer : hormonal factors, the perimenopausal “window of risk”, and isoflavones. J Clin Endocrinol Metab. 2002;87(1):9-11
Hirshkowitz M, Seplowitz-Hapkin RG, Sharafkhaneh A. Sleep Disorder. In: Sadock BJ, Sadock VA, Ruiz P. Kaplan & Sadock’s Comprehensive Textbook of Paychiatry. 9thed. Philadelphia: Loppincott Williams & Wilkins;2009.p.2150-77.
Kamel NS, Gammack JK. Insomnia in the Elderly: Cause, Approach, and Treatment. The American Journal of Medicine. 2006;119:463-469.
Sastrawinata, S. Klimakterium dan Menopause. Ilmu Kandungan Eds. Wiknjosastra, H. Saifuddin. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Prawiroharjo. 2007
Petit L, Azad N, Byszewski A, Sarazan F, Power B. Non-pharmacological management of primary and secondary insomnia among older people: review of assessment tools and treatments. Age and Ageing. 2003;32;19-25.
Woodward MC. Managing Insomnia in Older People. Journal of Pharmacy Practice and Research. 2007;37:236-241.
19
Top Related