LABORATORIUM PENCEGAHAN KOROSI
SEMESTER GENAP TAHUN AJARAN 2012/2013
MODUL : Korosi Logam Baja Karbon di Berbagai Larutan
PEMBIMBING : Drs. A.Ngatin, MT
Oleh:
Kelompok : I
Nama : 1. Amer Purnama Jaya (101424001)
2. Amy Siti Fatimah (101424002)
3. Anjar Purnama Sari (101424003)
Kelas : 3A-TKPB
PROGRAM STUDI D –IV TEKNIK KIMIA PRODUKSI BERSIH
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI BANDUNG
2013
Praktikum : 18 Februari 2013
Penyerahan : 25 Februari 2013
(Laporan)
KOROSI LOGAM BAJA KARBON DI BERBAGAI LARUTAN
I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Suatu material khususnya logam dibiarkan di lingkungan tertentu akan
mengalami korosi. Laju korosi suatu logam bergantung pada sifat logam dan
ditentukan juga sifat korosivitas lingkungan terhadap logam tertentu. Suatu
logam di lingkungan yang berbeda akan mempunyai laju korosi berbeda,
begitu juga dalam satu lingkungan terdapat beberapa logam, logam tersebut
juga akan mengalami laju korosi berbeda. Oleh karena itu, dengan
mempelajari korosi di berbagai lingkungan ini akan memberikan gambaran
dan pengalaman untuk melihat kondisi nyata. Selain itu, logam dalam bentuk
suatu rangkaian mesin, industri, maupun dalam skala kecil selalu dijumpai di
berbagai lingkungan baik dalam kondisi basah maupun kering.
I.2 Tujuan
1. Menghitung potensial logam dalam berbagai larutan menggunakan elektroda
standar ke dalam standar SHE.
2. Menjelaskan pengaruh pH larutan terhadap laju korosi logam.
3. Menunjukkan kondisi logam setelah direndam beberapa waktu di berbagai
larutan pada diagram E-pH untuk sistem Fe-H2O.
4. Menghitung laju korosi baja dalam berbagai larutan berdasarkan metode
kehilangan berat.
II. LANDASAN TEORI
II.1 Pengertian Korosi
Korosi atau Perkaratan berasal dari bahasa latin ”Corrodere” yang
berarti perusakan logam. Adapun definisi korosi sebagai berikut.
Korosi adalah proses degradasi atau deteorisasi perusakan material yang
terjadi disebabkan oleh pengaruh lingkungan sekelilingnya.
Korosi adalah perusakan material tanpa perusakan mekanis.
Korosi adalah Kebalikan dari metalurgi ekstraktif.
Korosi adalah proses elektrokimia dalam mencapai kesetimbangan
thermodinamika suatu sistem.
Korosi adalah reaksi antara logam dengan lingkungannya.
Korosi merupakan suatu proses elektrokimis yang melibatkan adanya
transfer elektron dari anodik ke katodik yang berlangsung secara spontan.
Kespontanan suatu reaksi korosi terjadi akibat adanya kecenderungan suatu
logam ingin mencapai kondisi yang stabil. Kecenderungan proses korosi suatu
logam ini disebut juga potensial kesetimbangan logam, artinya jika logam
mempunyai harga sesuai dengan potensial standar, maka logam berada pada
keadaan setimbang dan jika harganya > potensial standar berarti logam
mengalami pertistiwa korosi.
Sebagai contoh logam besi (Fe), Eeq digambarkan dengan garis
mendatar pada gambar berikut :
Reaksi :
Fe2+ + 2e = Fe
Menurut Nerst:
EFe 2+¿ Fe = E0
Fe 2+ ¿ Fe − ( RTnF ) Ln ( aFe
aFe 2+ )
Mulia
Aktif ( mudah terkoosi )
Fe2+ (Fe terkorosi)
Fe Stabil (tidak stabil)
Gambar-1 Potensial kesetimbangan reduksi pada kondisi standar besi
( Fe2+ + 2e Fe )
E Fe2+
/ Fe - 0,44v/SHE
EFe 2+¿ Fe = E0
Fe 2+ ¿ Fe − ( 2 ,303 RTnF ) Log ( aFe
aFe2+ )pada kondisi standar suhu 25,15 0C dan tekanan = 1 atm maka 2,303 RT/nF =
0,0591
sehingga persamaanNerst menjadi:
EFe 2+¿ Fe = E0
Fe 2+ ¿ Fe − ( 0 ,0591n ) Log ( aFe
aFe 2+ )karena Fe merupakan zat padat, maka harga aFe = 1,0 dan harga a = C.γ untuk
larutan encer koefisien aktivitas (γ) = 1, maka harga aFe2+ = CFe2+. Berdasarkan
persamaan Nerst, apabila setiap logam besi (Fe) dalam larutan aquadest diukur
(dihitung) potensialnya dan pH larutan dengan menggunakan persamaan
termodinamika, maka hasilnya dapat dibuat diagram E-pH.
Berdasarkan diagram E-pH, kita dapat menunjukkan kondisi logam Fe
berdasarkan harga potensial (E) dan dalam pH tertentu. Kita dapat
memperhatikan Fe pada daerah imun bila potensialnya (E) kurang dari –0,440
V/SHE, Fe pada daerah terkorosi dengan potensial kurang dari –0,440 V/SHE
dan pH kurang dari 5, sedang Fe pada daerah pasif (Fe sebagai Fe2O3 atau
Fe3O4) dengan potensial (E) lebih dari –0,440 V/SHE dan pH lebih dari 7.
Garis-garis tebal atau miring menunjukkan garis kesetimbangan Fe atau
senyawa Fe dengan bentuk yang lain sebagai contoh :
Garis no.13 merupakan kesetimbangan reaksi:
Fe2O3 + 6 H+ + 6e ⇔ 2Fe + 3 H2O
untuk garis no. 28 merupakan garis kesetimbangan persamaan :
Fe2O3 + 6 H+ + 2e ⇔ 2 Fe2+ + 3 H2O
Pada garis mendatar dan miring tertulis angka –2, -4, dan –6
menunjukkan hasil log konsentrasi larutan, misalnya : larutan dengan
konsentrasi 0,01 M maka log 10-2 = -2. garis putus (a dan b) merupakan garis
kesetimbangan peruraian air (H2O), untuk garis (a) merupakan batas garis
hidrogen (H2) dan air (H2O), sedangkan garis (b) merupakan garis batas
oksigen (O2) dengan air (H2O).
II.2 Jenis-Jenis Korosi
Adapun beberapa jenis korosi yang umum terjadi pada logam sebagai
berikut:
1. Korosi Galvanik (Bimetal Corrosion)
Disebut juga korosi dwilogam yang merupakan perkaratan elektrokimiawi
apabila dua macam metal yang berbeda potensial dihubungkan langsung di
dalam elektrolit yang sama. Elektron akan mengalir dari metal yang kurang
mulia (anodik) menuju ke metal yang lebih mulia (katodik). Akibatnya metal
yang kurang mulia berubah menjadi ion-ion positif karena kehilangan
elektron. Ion-ion positif metal bereaksi dengan ion-ion negatif yang berada di
dalam elektrolit menjadi garam metal. Karena peristiwa ini, permukaan anoda
kehilangan metal sehingga terrbentuk sumur-sumur karat atau jika merata
akan terbentuk karat permukaan.
2. Korosi Sumuran (Pitting Corrosion)
Adalah korosi yang terjadi karena komposisi logam yang tidak homogen
dan ini menyebabkan korosi yang dalam pada berbagai tempat. Dapat juga
adanya kontak antara logam, maka pada daerah batas akan timbul korosi
berbentuk sumur.
3. Korosi Erosi (Errosion Corrosion)
Logam yang sebelumnya teleh terkena erosi akibat terjadinya keausan dan
menimbulkan bagian-bagian yang tajam dan kasar. Bagian-bagian inilah yang
mudah terserang korosi dan apabila terdapat gesekan maka akan menimbulkan
abrasi yang lebih berat.
4. Korosi Regangan (Stress Corrosion)
Gaya-gaya seperti tarikan (tensile) atau
kompresi (Compressive) berpengaruh sangat kecil pada proses pengkaratan.
Adanya kombinasi antara regangan tarik (tensile stress) dan lingkungan yang
korosif, maka akan terjadi kegagalan material berupa retakan yang disebut
retak karat regangan.
5. Korosi Celah (Crevice Corrosion)
Korosi yang terjadi pada logam yang berdempetan dengan logam lain atau
non logam dan diantaranya terdapat celah yang dapat menahan kotoran dan air
sebagai sumber terjadinya korosi. Konsentrasi Oksigen pada mulut lebih kaya
dibandingkan pada bagian dalam, sehingga bagian dalam lebih anodik dan
bagian mulut menjadi katodik. Maka terjadi aliran arus dari dalam menuju
mulut logam yang menimbulkan korosi.
Atau juga perbedaan konsenrasi zat asam. Diamana celah sempit yang terisi
elektrolit (pH rendah) maka terjadilah sel korosi dengan katodanya permukaan
sebelah luar celah yang basah dengan air yang lebih banyak mengandung zat
asam dari pada daerah dalam yang besifat anodik. Maka dari snilah terjadinya
korosi dengan adanya katoda dan anoda.
6. Korosi Kavitasi (Cavitation Corrosion)
Terjadi karena tingginya kecepatan cairan menciptakan daerah-daerah
bertekanan tinggi dan rendah secara berulang-ulang pada permukaan peralatan
dimana cairan tersebut mengalir. Maka terjadilah gelembung-gelembung uap
air pada permukaan tersebut, yang apabila pecah kembali menjadi cairan akan
menimbulkan pukulan pada permukaan yang cukup besar untuk memecahkan
film oksida pelindung permukaan. Akibatnya bagian permukaan yang tidak
terlindungi terserang korosi. Karena bagian tersebut menjadi anodik terhadap
bagian yang terlindungi.
Karena terjadinya korosi pada bagian tersebut, maka akan kehilangan massa
dan menjadi takik. Takik-takik tersebut akan bertambah dalam karena
permukaan di dalam takik tidak sempat membentuk film pelindung karena
kecepatan cairan yang tinggi dan proses kavitasi akan berlangsung secara
berulang-ulang.
7. Korosi Lelah (Fatigue Corrosion)
Bila logam mendapat beban siklus yang berulang-ulang, tetapi masih dibawah
batas kekuatan luluhnya. Maka setelah sekian lama akan patah karena
terjadinya kelelahan logam. Kelelahan dapat dipercepat dengan adanya
serangan korosi. Kombinasi antara kelelahan dan korosi yang mengakibatkan
kegagalan disebut korosi lelah. Korosi lelah terjadi di daerah yang menderita
beban, lasan dan lainnya.
II.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Korosi
Beberapa Variable lingkungan yang berpengaruh terhadap laju korosi antara
lain :
1. Pengaruh Potensial Logam
Pengaruh dari potensial ini adalah :
a. Bila potensial logam semakin tinggi atau di buat lebih tinggi, maka
kecendrungan terkorosi semakin rendah.
b. Penaikan potensial dapat mengakibatkan pasivasi pada baja karbon atau
paduannya.
c. Dapat menjadi acuan untuk metoda anodisasi atau proteksi anodik. Dan
proteksi katodik adalah membuat logam yang di lindungi berada pada
posisi nobel dan berpotensial tinggi.
2. Pengaruh Temperatur
Laju korosi di pengaruhi oleh temperatur mengikuti teori Arhenius
R = A exp (-E/RT)
dimana r = laju korosi
E = energi aktivasi
R = Konstanta
T = Temperatur absolut
Pada kasus baja, sebagai contoh pada larutan dingin dan panas, bila larutan
bertemperatur tinggi dapat menyebabkan tingkat ke asaman yang tinggi pula
dan bila temperatur yang tinggi mengakibatkan difusi oksigen yang tinggi
dalam larutan, maka korosi dapat menjadi cepat.
3. Pengaruh pH (keasaman)
Pada keasaman yang tinggi dimana pH<5 ;
a. Korosi besi pada larutan asam selain di pengaruhi oleh pH, juga di
pengaruhi oleh konsentrasi ion dalam larutan. Dalam Asam sulfat dengan
pH = 0 - 4, laju korosi di pengaruhi oleh konsentrasi FeSO4
b. Pada larutan HCL, konsentrasi ion tidak berpengaruh
c. Penambahan unsur Ni pada baja paduan akan memperbaiki ketahanan
korosi dalam larutan asam sulfat.
Pada kondisi mendekati netral (5<pH<9) :
Lapisan hidroksida di permukaan besi lebih tahan melekat di
bandingkan pada kondisi yang lebih asam
Pengaruh kandungan Chlor dan oksigen lebih dominan.
Pada kondisi ke asaman rendah (pH<9):
Baja terkorosi pada kandungan (Fe(OH)3)- dan (Fe(OH)4)-
pH dan temperatur yang lebih tinggi dapat menyebabkan SCC
(stress corrosion cracking)
4. Pengaruh kecepatan fluida
- Kecepatan aliran fluida berpengaruh terhadap laju korosi, karena
mempengaruhi pertukaran ion dan elektron di permukaan logam.
- Fluida yang mengalir dengan lambat atau stagnant, dapat mengakibatkan
korosi setempat.
- Untuk menghindari korosi ada kecepatan tertentu yang harus di penuhi.
- Bila fluida bersifat agresif dan mempunyai kecepatan yang cukup, maka
dapat terjadi korosi erosi
- Semakin tinggi kecepatan fluida, maka faktor perusakan mekanik
menjadi dominan di banding kerudakan akibat korosi.
5. Pengaruh Konsentrasi
Konsentrasi oksigen dalam larutan dapat mempercepat reaksi.
Kandungan unsur reakstif dalam jumlah terrbatas, dapat menciptakan
pasivasi.
Tetapi dalam konsentrasi yang lebih besar, maka lapisan pasif dapat
mengalami kerusakan.
Klasifikasi proses korosi dapat di lihat lebih rinci dari segi kondisi dan jenis
reaksi utama dari proses korosi, antara lain :
a. Reaksi kimia tanpa lapisan yang terbentuk.
Reaksi ini adalah reaksi kimia langsung antara logam dan lingkungan, tanpa
terbentuk lapisan dan tanpa perpindahan muatan (elektron) misal antara
logam dengan logam cair, lelehan garam, atau bukan larutan dalam air.
b. Reaksi elektrokimia dengan melibatkan perpindahan muatan
(elektron) melalui pertemuan dua permukaan, reaksi ini di bedakan
oleh ;
1. Adanya anoda dan katoda, tapi tidak jelas secara fisik terpisah
keberadaannya.
2. Adanya anoda dan katoda yang jelas keberadaannya, terukur
jarak dan perpindahan muatan melalui logam antara anoda dan
katoda.
3. Jenis anoda dan katoda yang terjadi pada masing-masing
pertemuan permukaan yang berbeda, misalnya pada reaksi
oksidasi antara logam dengan gas oksigen tanpa melibatkan
komponen air (diatas temperatur kamar) yang menghasilkan
lapisan oksida, sehingga antar muka logam- oksida sebagai
anoda dan antar muka oksida-oksigen sebagai katoda.
2.4 Perhitungan Laju Korosi
Untuk perhitungan laju korosi dapat ditentukan dengan rumus sebagai
berikut.
Laju korosi = ∆ WA . t
(mdd) atau Laju korosi = ∆ W
A .t . ρ (mpy)
dimana :
mpy = laju korosi, (mils/year)
W = berat yang hilang, (gr)
A = luas, (cm2)
T = waktu, (jam)𝝆 = density, (gr/cm3)
2.5 Pengendalian Korosi
Korosi tidak mungkin sepenuhnya dapat dicegah karena memang
merupakan proses alamiah bahwa semuanya akan kembali ke sifat asalnya.
Asalnya dari tanah maka akan kembali ke tanah. Hal ini adalah siklus alam
yang akan terus terjadi selama kesetimbangan alam belum tercapai. Namun
demikian pengendalian dan pencegahan korosi harus tetap dilakukan secara
maksimal, karena dilihat dari segi ekonomi dan dari segi keamanan
merupakan hal yang tidak boleh ditinggalkan dan dibiarkan begitu saja.
Pengendalian korosi harus dimulai dari suatu perencanaan,
pengumpulan data lingkungan, proses, peralatan dan bahan yang dipakai serta
pemeliharaan yang akan diterapkan. Adapun metode-metode yang dilakukan
dalam pengendalian korosi sebagai berikut.
1. Pengubahan lingkungan
2. Pemilihan bahan
3. Modifikasi rancangan
4. Teknik pelapisan
5. Proteksi anodik dan katodik
III. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan antara lain sebagai berikut:
Gelas kimia 250 mL (4 buah)
Elektroda standar (kalomel atau CuSO4/Cu)
pH meter
Pelat Fe (4 buah)
Solasi
Avometer
Pengaduk
Neraca Analitik
Spatula
Pipet Volume dan Filler
Bahan yang digunakan antara lain:
Larutan NaCl 3,56% 150 mL
Larutan NaOH 2% 150 mL
Larutan HCl 1% 150 mL
Aquadest
IV. PROSEDUR KERJA
A. Persiapan Spesimen (Benda Kerja)
B. Persiapan Larutan
Cuci semua pelat dengan alkohol dan aseton, keringkan dan timbang (diperoleh W1).
C. Pengukuran
V. DATA PENGAMATAN
Siapkan 4 buah gelas kimia/gelas
plastik
Isi gelas pertama dengan NaOH 2%
150 mL
Isi gelas kedua dengan HCl 1%
150 mL
Isi gelas ketiga dengan NaCl
3,56% 150 mL
Isi gelas keempat dengan aquadest
150 mL
Rendam pelat Fe dan catat waktu saat memasukkan ke
dalam larutan
Amati gejala yang terjadi selama logam
dalam larutan
Ukur pH larutan dan potensial
logam
Diamkan selama 4 hari, ukur pH larutan
potensial logam
Cata waktu dan bersihkan produk
korosi dengan sikat gigi
Keringkan dan timbang semua pelat baja (W2)
V.1Data Pengamatan Awal
t pada saat keluar gelembung H2 : 13,75 detik
jam pada saat pencelupan : 8.35 WIB
No. Larutan
Pot.
Standar pH W1 (gr)
Pot.
SHE Pengamatan kondisi awal
1 NaOH -0,334 13 8,20 -0,016
Tidak ada perubahan pada
logam Fe. Logam berwarna
silver dan larutan tetap
bening.
2 NaCl -0,536 6 7,88 -0,218
Tidak ada perubahan pada
logam Fe. Logam berwarna
silver dan larutan tetap
bening.
3 HCl -0,504 1 7,93 -0,186
Tidak ada perubahan pada
logam Fe. Logam berwarna
silver dan larutan tetap
bening.Terbentuk
gelembung H2 pada detik ke
13,75.
4Aquades
t-0,293 6 8,22 0,025
Tidak ada perubahan pada
logam Fe. Logam berwarna
silver dan larutan tetap
bening.
Foto Pengamatan Awal
Pelat Logam Sebelum Dicelupkan ke dalam Larutan
Pencelupan Awal Logam
V.2Data Pengamatan Setelah 4 Hari
HCl 1%NaCl 3,56%aquadestNaOH 2%
No. Larutan
Pot.
Standar pH W2 (gr)
Pot.
SHE Pengamatan setelah 4 hari
1 NaOH -0.36 13 8,18 -0,042
Logam Fe berubah menjadi
lebih bersih disebabkan
rontoknya lemak – lemak
yang terdapat pada logam
Fe tersebut dan larutan tetap
bening.
2 NaCl -0,48 6 7,86 -0,162
Logam Fe terkorosi dan
larutan menjadi keruh serta
terdapat endapan.
3 HCl -0,66 1 6,75 -0,342
Logam terkorosi, larutan
berwarna kuning bening
serta terdapat gelembung
gas.
4Aquades
t-0,58 6 8,18 -0,262
Logam Fe terkorosi, larutan
keruh, dan terdapat
endapan.
Foto Pengamatan Setelah 4 Hari
Logam Fe Setelah Direndam dalam Larutan dan Dicuci
VI. PENGOLAHAN DATA
VI.1 Pembuatan Larutan
NaOH 2%
NaOH 2% = 2 gram NaOH dalam 100 mL larutan
Untuk 150 mL larutan:
2 gr100mL
x 150 mL = 3 gr
HCl 1% NaCl 3,56%aquadestNaOH 2%
Jadi NaOH yang ditimbang untuk 150 mL larutan adalah sebanyak 3 gr.
HCl 1%
V1 . N1 = V2 . N2
V1 . 36% = 150 mL . 1%
V1 = 4,17 mL
Jadi volume HCl yang harus dipipet adalah sebanyak 4,17 mL.
NaCl 3,56 %
NaCl 3,56 % = 3,56 gram dalam 100 mL larutan
Untuk 150 mL larutan:
3,56 gr100mL
x 150 mL = 5,34 gr
Jadi NaCl yang ditimbang untuk 150 mL larutan adalah sebanyak 5,34 gr.
VI.2 Perhitungan E SHE Pengamatan Awal
Larutan NaOH 2%
ECuSO4/Cu = +0,318 Volt
Maka ESHE = -0,334 Volt + 0,318 Volt
= -0,016 V/SHE
Larutan NaCl 3,56%
ECuSO4/Cu = +0,318 Volt
Maka ESHE = -0,536 Volt + 0,318 Volt
= -0,218 V/SHE
Larutan HCl 1%
ECuSO4/Cu = +0,318 Volt
Maka ESHE = -0,504 Volt + 0,318 Volt
= -0,186 V/SHE
Larutan Aquadest
ECuSO4/Cu = +0,318 Volt
Maka ESHE = -0,293 Volt + 0,318 Volt
= 0,025 V/SHE
VI.3 Perhitungan SHE Pengamatan 4 Hari
Larutan NaOH 2%
ECuSO4/Cu = +0,318 Volt
Maka ESHE = -0,36 Volt + 0,318 Volt
= -0,042 V/SHE
Larutan NaCl 3,56%
ECuSO4/Cu = +0,318 Volt
Maka ESHE = -0,48 Volt + 0,318 Volt
= -0,162 V/SHE
Larutan HCl 1%
ECuSO4/Cu = +0,318 Volt
Maka ESHE = -0,66 Volt + 0,318 Volt
= -0,342 V/SHE
Larutan Aquadest
ECuSO4/Cu = +0,318 Volt
Maka ESHE = -0,58 Volt + 0,318 Volt
= -0,262 V/SHE
VI.4 Perhitungan laju korosi logam dalam berbagai larutan dengan
metode kehilangan berat
Laju korosi dihitung berdasarkan kehilangan berat (w), dihitung dengan rumus :
Laju Korosi = Δw( A t ρ )
dengan,
W = Selisih berat (awal – akhir) (gram)
A = Luas permukaan logam (cm2)
t = Waktu perendaman (day)
ρ = Massa jenis baja (gram/cm3)
Larutan NaOH 2%
Diketahui :
- Luas Permukaan (A) : 11,2 cm2
- Waktu (days) : 4 hari 6 jam
- ρ : 7,86 gr/cm3
V = ∆WA .t .
= 8,20−8,1811,2 x4,25 x 7,86
= 5,34 x 10-5 cm/day
= 5,34 x 10-5 cm/day x 1 inc
2,54cm x
1000mile1inc
x 365day1 year
= 7,682 mile/year
Larutan NaCl 3,56%
Diketahui :
- Luas Permukaan (A) : 10,64 cm2
- Waktu (days) : 4 hari 6 jam
- ρ : 7,86 gr/cm3
V = ∆WA .t .
= 7,88−7,8610,64 x 4,25x 7,86
= 5,63 x 10-5 cm/day
= 5,63 x 10-5 cm/day x 1 inc
2,54cm x
1000mile1inc
x 365day1 year
= 8,086 mile/year
Larutan HCl 1%
Diketahui :
- Luas Permukaan (A) : 10,26 cm2
- Waktu (days) : 4 hari 6 jam
- ρ : 7,86 gr/cm3
V = ∆WA .t .
= 7,93−6,7510,26 x4,25 x 7,86
= 3,44 x 10-3 cm/day
= 3,44 x 10-5 cm/day x 1 inc
2,54cm x
1000mile1inc
x 365day1 year
= 494,746 mile/year
Larutan Aquadest
Diketahui :
- Luas Permukaan (A) : 11,4 cm2
- Waktu (days) : 4 hari 6 jam
- ρ : 7,86 gr/cm3
= 1,05 x 10-4 cm/day x 1 inc
2,54cm x
1000mile1inc
x 365day1 year
= 15,094 mile/year
VI.5 Menunjukan kondisi logam (baja karbon) dalam berbagai larutan
dengan melihat diagram E-pH untuk sistem Fe-H2O.
Pengamatan Awal
Setelah
direndam
4 hari
No
.
Logam
dalam
Larutan
pH
Larutan
ESHE
(V)
Kondisi
Logam Awal
1 NaOH 13 -0,016Pasif (Belum
Terkorosi)
2 NaCl 6 -0,218Pasif (Belum
terkorosi)
3 HCl 1 -0,186Aktif
(Korosi)
4 Aquadest 6 0,025Pasif (Belum
Terkorosi)
No
.
Logam
dalam
Larutan
pH
Laruta
n
ESHE
(V)
Kondisi
Logam
1 NaOH 13 -0,042Pasif (Belum
Terkorosi)
2 NaCl 6 -0,162 Aktif (Korosi)
3 HCl 1 -0,342 Aktif (Korosi)
4 Aquadest 6 -0,262 Aktif (Korosi)
VI.6 Grafik pH Larutan VS Laju Korosi Logam
0 2 4 6 8 10 12 140
100
200
300
400
500
600
pH
Laj
u K
oros
i
VII. PEMBAHASAN
VIII. KESIMPULAN
Berdasarkan percobaan dapat disimpulkan:
Pada saat pengamatan awal, semua potensial logam bernilai negatif kecuali
aquadest nilainya 0,025 V/SHE. Setelah dilakukan pengamatan selama 4 hari,
nilai energi potensial semakin kecil, kecuali logam yang dimasukan ke dalam
larutan NaCl 3,56% nilai energi potensialnya menjadi besar yang semula -
0,218 V/SHE menjadi -0,162 V/SHE.
Semakin asam pH larutan semakin mudah logam untuk terkorosi. Terbukti
setelah 4 hari logam direndam dalam larutan yang berbeda, dilihat dari
diagram E-pH, semuanya dalam zona aktif (terkorosi) kecuali logam yang
direndam dalam larutan NaOH 2% (pH=13) tidak terkorosi.
Laju korosi paling cepat yaitu logam dalam larutan HCL 1%, laju korosinya
adalah 494,746 mile/year. Laju korosi paling lambat yaitu logam dalam larutan
NaOH 2%, dengan laju korosi sebesar 7,682 mile/year.
IX. DAFTAR PUSTAKA
Piron, D.L : The Electrochemistry of Corrosion, NACE, 1991.
Jones, Denny, A : Principles and Prevention of Corrosion, Macmillan Publishing
Company, 1992.
Top Related