BAB I
PENDAHULUAN
Vascular Cognitive Impairment (VCI) atau gangguan kognitif vaskular
merupakan suatu gangguan yang dapat mengenai satu atau lebih domain kognitif
seperti atensi, bahasa, memori, visuospasial dan fungsi eksekutif. Vascular
Cognitive Impairment (VCI) ini meliputi gangguan kognitif ringan dan tidak
mengganggu aktivitas sehari-hari (vascular cognitive impairment no dementia
(VCIND) sampai yang paling berat berupa demensia vaskuler. Demensia vaskuler
biasanya disebabkan oleh infark pada pembuluh darah kecil dan besar, misalnya
multi-infarct dementia. Konsep terbaru menyatakan bahwa demensia vaskuler
juga sangat erat hubungannya dengan berbagai mekanisme vaskuler dan
perubahan-perubahan dalam otak.
Demensia adalah suatu sindroma penurunan kemampuan intelektual
progresif yang menyebabkan deteriorasi kognitif dan fungsional. Penyakit
vaskuler merupakan penyebab kedua demensia, setelah penyakit Alzheimer.
Penyakit vaskuler dapat dicegah dan ditangani dengan peningkatan kewaspadaan
dan pengendalian faktor-faktor vaskuler, sehingga insidensi demensia dapat
diturunkan. Baru sedikit diketahui tentang penyebab yang mendasari demensia
vaskuler ini. Beberapa penelitian di Amerika melaporkan adanya gambaran
insidensi spesifik untuk penyakit vaskuler, dan telah dapat mengidentifikasikan
faktor-faktor resiko yang berhubungan.1,2
Prevalensi dari semua bentuk demensia termasuk demesia vaskuler, naik
seiring dengan bertambahnya usia. Di Eropa, prevalensi demensia vaskuler
diperkirakan sekitar 1,5-4,8 % pada individu berusia antara 70 hingga 80 tahun.
Dua pertiga dari penderita stroke yang selamat mengalami gangguan kognitif atau
penurunan sesudah serangan stroke. Hampir sepertiga menjadi demensia dalam 3
bulan sesudah stroke. Dua puluh lima persen penderita stroke yang bertahan hidup
didiagnosis demensia setelah 12 bulan serangan stroke2.
1
Para dokter tidak dapat memprediksi fungsi kognitif penderita hanya
berdasarkan pemeriksaan rutin, non-kognitif. Penatalaksanaan kognitif merupakan
suatu keterampilan klinis yang berharga, mempercepat diagnosis kelainan yang
menganggu proses berfikir, dan dapat memperkirakan kemampuan fungsional
lebih tepat.
Pada laporan kasus ini penulis melaporkan pasien dengan gangguan
memori dan fungsi kognitif serta fungsi social setelah serangan stroke yang
didiagnosa sebagai demensia vascular.
2
BAB II
PENYAJIAN KASUS
A. Anamnesis
Pasien atas nama Tn. E berusia 55 tahun, seorang pensiunan TNI dan sudah
menikah. Pasien masuk Rumah Sakit (RS) pada tanggal 30 Maret 2015.
Anamnesis dilakukan pada tanggal 3 April 2015 melalui alloanamnesis kepada
istri pasien.
Pasien datang dengan keluhan sering lupa sejak 3 hari sebelum masuk RS
(Jumat, 27 Maret 2015). Keluhan muncul tiba-tiba saat pasien sedang menjemput
cucunya untuk dibawa pulang sepulang sekolah pada siang hari. Pada pagi hari,
pasien masih dapat mengantarkan cucunya ke sekolah, dan menurut penghuni
rumah pasien, pasien sempat pulang sebentar setelah mengantarkan cucunya
tersebut lalu kembali pergi. Saat pasien lupa, pasien tidak dapat mengantarkan
cucunya pulang sampai kerumah karena tidak ingat arah jalan pulang. Pada jam 3
sore, istri pasien merasa khawatir suami dan cucunya belum pulang sehingga
menelpon pasien dan saat itu handphone diambil oleh cucunya lalu cucunya
mengatakan jika pasien hanya berputar-putar saja. Istri pasien yang merasa curiga
dengan kejadian tersebut lalu mencoba untuk memeriksa kembali apakah pasien
hanya bercanda atau memang menjadi pelupa dengan mengajak pasien untuk
berjalan-jalan pada malam harinya. Kecurigaan istri pasien benar, pasien yang
menyetir mobil saat itu terlihat tidak berjalan melewati jalan yang seharusnya dan
sering melanggar peraturan lalu lintas. Saat ditanya mengapa pasien tidak
menyetir dengan baik, pasien terlihat kebingungan dan tidak mengetahui
mengenai peraturan lalu lintas tersebut. Esok harinya, pasien disuruh istrinya
untuk mandi. Pasien terlihat kebingungan dengan berjalan disekitar dapur karena
rupanya pasien tidak ingat dimana letak kamar mandi. Kemudian pada saat mandi,
pasien terlihat beberapa kali mengulang aktivitas mandinya. Saat ditanya mengapa
pasien berulang kali mengulang bersabun, pasien menjawab bahwa pasien belum
3
bersabun sebelumnya. Saat diajak makan, pasien terlihat kebingungan mencari
piring karena tidak mengetahui letak lemari piring di rumahnya sendiri. Selain itu,
pada saat ibadah di gereja, pasien mengeluarkan uang yang ada di dalam sakunya
dan menjatuhkannya sambil mengatakan, “uang siapa ini? Ini bukan uang saya”.
Istri pasien juga menanyakan berapa nomor PIN ATM pasien, pasien lupa. Istri
pasien menelpon dr. I, Sp.KJ dan oleh dr. I, Sp.KJ pasien diminta untuk dibawa
berobat ke dokter saraf. Nyeri kepala, pusing, mual, muntah, dan kejang
disangkal.
Menurut istri pasien, pasien sebelumnya merupakan orang yang teliti dan
paling ingat mengentai masalah uang. Istri pasien mengatakan pasien pernah
mengalami kecelakaan ± 10 tahun yang lalu dan didiagnosis gegar otak. Tetapi
setelah itu, pasien dinyatakan sembuh. Pasien sebelumnya merupakan pribadi
yang aktif, setelah kejadian lupa tersebut pasien cenderung terlihat pasif. Pasien
memiliki riwayat hipertensi. Riwayat diabetes melitus (DM) disangkal. Riwayat
stroke sebelumnya disangkal. Sebelum dibawa ke poli saraf (Sabtu, 28 Maret
2015), pasien sempat diberikan amlodipin oleh istri pasien karena tekanan
darahnya tinggi. Pasien memiliki kebiasaan merokok sejak SMA.
Pada saat dilakukan anamnesis, pasien terlihat sering bengong, tidak melihat
lawan bicara, cenderung tidak memperhatikan, dan kesulitan dalam menjawab
saat ditanya mengenai hal yang berhubungan dengan ingatannya.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Stasus generalis
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 130/100
Nadi : 84 x/menit
Nafas : 22 x/menit
Suhu : 36,7ºC
Mata : Konjuntiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor.
Telinga : Dalam batas normal
4
Hidung : Sekret (-/-), deviasi septum (-/-)
Tenggorokan : Tidak diperiksa
Leher : Tidak diperiksa
Wajah : Simetris
Jantung : Bunyi jantung I/II normal, bunyi jantung tambahan (-)
Paru-paru : Suara nada dasar vesikuler, rhonki (-/-). Wheezing (-/-)
Abdomen : Bentuk datar, bising usus normal, nyeri tekan (-)
Ekstremitas : Akral hangat, capillary refill kurang dari 2 detik
Kulit : Warna kecoklatan, turgor kulit baik
2. Status neurologis
Kesadaran : Compos mentis, E4 V5 M6
Pupil : bulat, isokor, Ø 3 mm, RCL RCTL (+/+)
Tanda rangsang meningeal : Kaku kuduk (-), Laseque (-/-), Kernig (-/-)
Nervus kraniales (I – XII) : dalam batas normal
Motorik:
(a) Tonus : dalam batas normal
(b) Kekuatan :
Refleks fisiologis:
Patella (+2/+2), Achilles (+2/+2), Biceps (+2/+2), Triceps (+2/+2)
Refleks patologis:
Hoffmann (-/-), Tromner (-/-), Babinsky (-/-), Chadock (-/-)
Sensorik : dalam batas normal
System saraf otonom : inkontenensia dan retensi urin (-), alvi (-)
Keseimbangan dan koordinasi : dalam batas normal
Fungsi luhur
(a) Orientasi : terganggu
(b) Memori : menurun
5
5555 5555
5555 5555
(c) Bahasa : dalam batas normal
(d) Atensi : menurun
(e) Aktivitas sehari-hari : terganggu
Pemeriksaan Status Mini Mental: 19
Skor Iskemik Hachinski : 8
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
Hemoglobin 12,6 g/dl Lk : 13,5 – 18 ; Pr : 13-16
Hematokrit 36 % Lk : 40 – 45 ; Pr : 38-47
Jumlah leukosit 6.900 /cmm 4.000 – 11.000
Jumlah trombosit 219.000 /cmm 150.000 - 450.000
Asam urat 4,9 mg/dL 2,4 – 7,0
Glukosa 75 mg/dL 70 – 105
Kolesterol 175 mg/dL 120 – 200
HDL 60 mg/dL 0 – 65
LDL 74,6 mg/dL 0 – 165
Kreatinin 1 mg/dL 0.7 – 1.5
Urea 15,5 mg/dL 15 – 45
Trigliserida 202 mg/dL 30 – 150
Pada pemeriksaan laboratorium darah rutin ditemukan hemoglobin dan
hematokrit menurun dibawah nilai normal. Hal tersebut menunjukkan pasien
mengalami keadaan anemia. Selain itu, trigliserida juga ditemukan meningkat.
Peningkatan trigliserida menunjukkan kemungkinan dapat terjadinya thrombosis
serebral.
6
2. EKG
Hasil pemeriksaan EKG pasien tidak didapatkan adanya kelainan pada
jantung pasien.
7
3. CT-Scan kepala
Berdasarkan hasil CT-Scan kepala tanpa kontras ditemukan adanya:
1. Infark serebri multiple pada daerah basal ganglia dekstra dan lateral dari
caput nucleus caudatus sinistra
2. Susp. Infark lama pada temporal sinistra
D. Diagnosis
Diagnosis klinis : Demensia Vaskuler
8
Diagnosis topis : Basal ganglia dekstra dan lateral dari caput nucleus
caudatus sinistra
Diagnosis etiologis : Stroke Iskemik
E. Tatalaksana
1. Non-farmakologis
a. Program aktivitas harian pasien (kegiatan harian yang teratur dan
sistematis) serta orientasi realitas (pasien diingatkan akan waktu dan
tempat)
b. Kontrol terhadap factor resiko
2. Farmakologis
a. Asam asetilsalisilat 1 x 80 mg
b. Captopril 2 x 25 mg
c. Asam folat 2 x 1 tab
d. Simvastatin 1 x 20 mg
e. Donepezil 0-0-5 mg
f. Fluoxetine 10-0-0 mg
F. Prognosis
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : dubia ad malam
Ad sanactionam : dubia ad malam
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
A. Stroke
Definisi stroke menurut WHO adalah suatu gangguan fungsi saraf akut yang
disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak
(dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan
tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu. Menurut
patofisiologinya, stroke didefinisikan menjadi stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Kurang lebih 83% dari seluruh kejadian stroke berupa stroke iskemik,
dan kurang lebih 51% stroke disebabkan oleh thrombosis arteri, yaitu
pembentukan bekuan darah dalam arteri serebral akibat proses aterosklerosis.
Thrombosis dibedakan menjadi dua subkategori, yaitu thrombosis pada arteri
besar (meliputi arteri karotis, serebri media dan basilaris), dan thrombosis pada
arteri kecil. Tiga puluh persen stroke disebabkan thrombosis arteri besar,
sedangkan 20% stroke disebabkan thrombosis cabang-cabang arteri kecil yang
masuk ke dalam korteks serebri (misalnya arteri lentikulostriata, basilaris
penetran, medularis) yang menyebabkan stroke thrombosis tipe lacunar. Kurang
lebih 32% stroke disebabkan oleh emboli, yaitu tertutupnya arteri oleh bekuan
darah yang lepas dari tempat lain di sirkulasi. Stroke perdarahan frekuensinya
sekitar 20% dari seluruh kejadian stroke.
Dalam tinjauan pustaka ini lebih lanjut hanya akan dibahas mengenai
stroke iskemik. Gejala dan tanda stroke iskemik dapat berupa gangguan motorik,
sensorik, otonom, kognitif sesuai daerah pendarahan arteri yang mengalami
penyumbatan. Klasifikasi menurut The Oxfordshire Community Stroke
Classification (atau klasifikasi Bamford) mengelompokkan stroke iskemik
dalam 4 kategori. Dari kategori tersebut dapat diketahui volume infark (ukuran
10
stroke), daerah teritorial vaskuler yang mungkin terlibat dan mekanisme yang
mendasarinya, serta kemungkinan prognosis.
Tabel 1. Sindroma stroke
Dari anamnesis, didapatkan informasi bahwa pasien pada pagi hari sebelum
kejadian masih terlihat normal, kemudian pada siang harinya pasien tiba-tiba lupa
dan tidak dapat mengingat kembali jalan pulang ke rumah. Selain itu, didapatkan
gejala mulut mencong pada pasien tetapi berlangsung tidak lama. Pasien
kemudian tidak dapat mengingat aktivitas sehari-hari yang dilakukannya. Onset
yang cepat dimana mucul gejala deficit neurolgis fokal tersebut menunjukkan
bahwa pasien mengalami stroke.
B. Gangguan Fungsi Kognitif pada Stroke Iskemik
Stroke merupakan penyebab kecacatan utama, tidak hanya akibat disfungsi
motorik, namun juga gangguan fungsi kognitif yang sering terjadi pada stroke.
11
Gangguan kognisi berfluktuasi sesuai fase stroke. Gangguan kognisi pada fase
akut terjadi akibat dampak langsung lokasi infark pada tempat yang strategis
atau akibat hipoperfusi regio otak lain sebagai respon sekunder infark. Pada
fase subakut dan pasca stroke, faktor di luar stroke yang ikut mempengaruhi
antara lain suhu, kejadian kejang, komorbiditas, serta faktor genetik.
Jenis gangguan kognitif yang terjadi dapat berupa gangguan pada domain
kognitif tunggal (atensi, bahasa, memori, visuospasial, atau fungsi eksekutif),
atau gabungan di antaranya. Gangguan fungsi kognitif pada domain
tunggal jarang terjadi, lebih sering berupa spektrum yang tergolong dalam
gangguan fungsi kognitif vaskuler (vascular cognitive impairment=VCI). VCI
sendiri belum dapat didefinisikan secara jelas, lebih tepat disebut sebagai
konsep, yaitu sebagai “payung” yang menaungi berbagai gangguan kognitif yang
ditimbulkan atau berhubungan dengan penyebab vaskuler. Belum terdapat
pembagian VCI secara jelas, namun umumnya VCI diklasifikasikan menjadi 3
subtipe:
1. Demensia vaskuler
2. VCI yang tidak memenuhi kriteria demensia (vascular cognitive
impairment, no dmenetia = VCIND)
3. Penyakit Alzheimer
Tabel 2 menunjukkan beberapa kunci penting dalam definisi sub-sub tipe
VCI.
12
Berikut adalah bagan algoritme penegakan diagnosis VCI:
13
Bagan 1. Algoritme penegakan diagnosis VCI
C. Demensia Vaskuler
Fungsi kognitif termasuk sejumlah keterampilan tingkat tinggi yang kompleks
yang diatur oleh banyak sistem otak. Ada beberapa daerah otak yang merupakan
kunci dari keterampilan tertentu1.
Keterampilan seperti pengambilan keputusan, kepribadian, pemecahan
masalah dan atensi dikoordinir oleh lobus frontalis. Lobus frontalis di suplai oleh
arteri serebri anterior1.
Memori jangka panjang dikoordinir oleh lobus temporalis yang mendapat
suplai dari arteri serebri media dan arteri serebri posterior. Demensia adalah
sindrom penyakit akibat kelainan otak bersifat kronik atau progresif serta terdapat
gangguan fungsi luhur (Kortikal yang multiple) yaitu daya ingat, daya fikir, daya
orientasi, daya pemahaman, berhitung, kemampuan belajar, berbahasa,
kemampuan menilai, kesadaran tidak berkabut, biasanya disertai hendaya fungsi
kognitif dan ada kalanya diawali oleh kemerosotan (detetioration) dalam
pengendalian emosi, perilaku sosial atau motivasi. Sindrom ini terjadi pada
penyakit Alzheimer, pada penyakit kardiovaskular dan pada kondisi lain yang
secara primer atau sekunder mengenai otak.2,3.4
Demensia vaskular adalah penurunan kognitif dan kemunduran fungsional
yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskuler, biasanya stroke hemoragik dan
iskemik, juga disebabkan oleh penyakit substansi alba iskemik atau sekuale dari
hipotensi atau hipoksia.
C.1. Epidemiologi
Demensia vaskular merupakan penyebab demensia yang kedua tertinggi di
Amerika Serikat dan Eropa, tetapi merupakan penyebab utama di beberapa bagian
di Asia. Prevalensi demensia vaskular 1,5% di negara Barat dan kurang lebih
2,2% di Jepang. Di Jepang, 50% dari semua jenis demensia pada individu
berumur lebih dari 65 tahun adalah demensia vaskular. Di Eropa, demensia
vaskular dan demensia campuran masing-masing 20% dan 40% dari kasus. Di
14
Amerika Latin, 15% dari semua demensia adalah demensia vaskular. Kadar
prevalensi demensia adalah 9 kali lebih besar pada pasien yang telah mengalami
stroke berbanding yang terkontrol. Setahun pasca stroke, 25% pasien mengalami
demensia awitan baru. Dalam waktu 4 tahun berikutnya, resiko relatif kejadian
demensia adalah 5,5%.2,3
Demensia vaskular paling sering pada laki-laki, khususnya pada mereka
dengan hipertensi yang telah ada sebelumnya atau faktor risiko kardiovaskular
lainnya. Insiden meningkat sesuai dengan peningkatan umur.
C.2. Etiologi
Penyebab demensia yang paling sering pada individu yang berusia diatas
65 tahun adalah (1) penyakit Alzheimer, (2) demensia vaskuler, dan (3) campuran
antara keduanya. Penyebab lain yang mencapai kira-kira 10 persen diantaranya
adalah demensia Lewy body (Lewy body dementia), penyakit Pick, demensia
frontotemporal, hidrosefalus tekanan normal, demensia alkoholik, demensia
infeksiosa (misalnya human immunodeficiency virus (HIV) atau sifilis) dan
penyakit Parkinson. Banyak jenis demensia yang melalui evaluasi dan
penatalaksanaan klinis berhubungan dengan penyebab yang reversibel seperti
kelaianan metabolik (misalnya hipotiroidisme), defisiensi nutrisi (misalnya
defisiensi vitamin B12 atau defisiensi asam folat), atau sindrom demensia akibat
depresi. Beberapa faktor resiko demensia vaskular adalah.3,4
1. Usia lanjut
2. Hipertensi
3. Merokok
4. Penggunaan alkohol kronis
5. Aterosklerosis
6. Hiperkolesterolemia
7. Homosistein plasma
8. Diabetes melitus
9. Penyakit kardiovaskular
10. Penyakit infeksi SSP kronis (meningitis, sifilis dan HIV)
15
11. Pajanan kronis terhadap logam (keracunan merkuri, arsenik dan
aluminium)
12. Penggunaan obat-obatan (termasuklah obat sedatif dan analgetik) jangka
panjang
13. Tingkat pendidikan yang rendah
14. Riwayat keluarga mengalami demensia
Gambar 3. Perbandingan Persentase Etiologi dari Demensia
Pada pasien ini terdapat hipertensi dan merokok yang diduga menjadi
factor resiko penting terjadinya demensia vaskuler.
C.3. Klasifikasi demensia vaskuler
Demensia vaskular (Dva) terdiri dari beberapa subtipe yaitu:
1. DVa paska stroke yang mencakup demensia multi-infark, stroke
perdarahan dan demensia infark strategis yakni disebabkan oleh infark
single yang strategi (seperti oklusi dari Arteri serebral posterior dan
menyebabkan infark thalamus bilateral atau sindrom arteri serebri anterior
yang menyebabkan infark lobus frontal bilateral). Biasanya mempunyai
korelasi waktu yang jelas antara stroke dengan terjadinya demensia.
16
2. DVa subkortikal, yang meliputi infark lakuner dan penyakit Binswanger
dengan kejadian TIA atau stroke yang sering tidak terdeteksi namun
memiliki faktor resiko vaskuler.
3. Demensia tipe campuran, yaitu demensia dengan patologi vaskuler dalam
kombinasi dengan demensia Alzheimer (AD).
4. Demensia vaskular akibat lesi hemoragik. Terdapat penyakit
serebrovaskular hemoragik seperti hematoma subdural atau intraserebral
atau perdarahan subaraknoid
C.4. Patofisiologi Demensia Vaskuler
Resiko menjadi demensia meningkat setelah stroke. Sebagai contoh,
Tatemichi dkk menemukan kejadian stroke meningkatkan risiko demensia
setidaknya 9 kali lebih tinggi dibandingkan lansia tanpa ada penyakit
serebrovaskular. Tetapi tidak semua pasien stroke menjadi demensia. Cumming
memperkirakan 25-50% pasien stroke akan berkembang demensia.4
Pada umumnya setelah stroke, pasien menderita gangguan kognitif dan
fungsi aktivitas sehari-hari yang menurun dibandingkan sebelum sakit. Gangguan
ini disebabkan efek dari lesi pada otak yang mengenai bagian korteks atau
subkorteks. Setelah fase akut stroke biasanya gangguan ini akan berkurang setelah
3-6 bulan. Tatemichi secara garis besar menjelaskan mekanisme demensia yang
berhubungan dengan stroke, termasuk lokasi lesi di otak, luas lesi, penyebab lesi
di otak tersebut. Peneliti lain telah menjelaskan faktor predisposisi pada demensia
vaskuler yaitu atherosklerosis, hipertensi, penyakit jantung, dan diabetes.4,5
Tatemichi menemukan bahwa demensia lebih berhubungan atau sering
terjadi pada sumbatan di sisi hemisfer kiri dibandingkan sisi kanan atau pada
daerah batang otak-serebelum, disertai juga dengan afasia. Pada lesi stroke
hemisfer kiri, demensia terjadi pada sumbatan di sistem limbik. Lokasi pembuluh
darah yang terkena yang menyebabkan demensia biasanya pada arteri serebri
posterior dan anterior sisi kiri. Lokasi lesi lebih berperan menjadi stroke
dibandingkan luas sisi otak yang terkena. Loeb dkk menemukan tidak terdapat
hubungan antara luas otak yang terkena dengan kejadian demensia, kecuali pada
17
pasien dengan lesi seluas satu sisi hemisfer atau kedua hemisfer korteks atau
subkorteks. Atrofi otak juga berkaitan dengan demensia.
Sumbatan kecil namun dengan jumlah yang banyak dapat menyebabkan
demensia dalam jangka waktu tertentu (multi infarct dementia). Sumbatan yang
banyak ini dapat menimbulkan efek: a) efek adiktif, b) efek yang bertambah
banyak atau c) efek sesuai dengan lokasi lesi yaitu pada penyakit Binswanger.
Terdapat lesi di otak bagian subkorteks yang menimbulkan gejala demensia yang
semakin memberat yaitu pada basal ganglia, white matter, lobus frontal.6
Mekanisme patofisiologi dimana patologi vaskuler menyebabkan
kerusakan kognisi masih belum jelas. Hal ini dapat dijelaskan bahwa dalam
kenyataannya beberapa patologi vaskuler yang berbeda dapat menyebabkan
kerusakan kognisi, termasuk trombosis otak, emboli jantung, dan perdarahan6.
1. Infark Multiple6
Dementia multi infark merupakan akibat dari infark multiple dan bilateral.
Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan gejala
fokal seperti hemiparesis, hemiplegi, afasia, hemianopsia. Pseudobulbar
palsy sering disertai disarthia, gangguan berjalan (sleep step gait). Forced
laughing/crying, refleks babinski dan inkontinensia. CT scan otak
menunjukan hipodens bilateral disertai atrifi kortikal kadang disertai
dilatasi ventrikel.
2. Infark Lakuner6
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm yang disebabkan kelainan
pada small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan
subkortikal akibat dari hipertensi. Pada 1/3 kasus, infark lakunar bersifat
asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi gangguan
sensoris, TIA, hemiparesis atau ataxia. Bila jumlah lakunar bertambah
maka akan timbul sindrom demensia, sering disertai pseudobulbal palsy.
Pada derajat yang berat terjadi lacunar state. CT scan kepala menunjukan
hipodensitas multiple dengan ukuran kecil, dapat juga tidak tampak pada
CT scan karena ukurannya yang kecil atau terletak di batang otak. MRI
18
kepala akurat untuk menunjukan adanya lakunar terutama di batang otak,
terutama pons.
3. Infark Tunggal6
Strategic single infarc dementia merupakan akibat lesi iskemik pada
daerah kortikal atau subkortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark
girus angularis menimbulkan gejala sensorik, aleksia, agrafia, gangguan
memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark di daerah
distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala anmnesia disertai
agitatasi, halusinansi visual, gangguan visual dan kebingungan. Infark
daerah distribusi arteri-arteri serebri anterior menimbulkan abulia, afasia
motorik dan apraksia. Infark lobus parietalis menimbulkan gangguan
kognitif dan tingkah laku yang disebabkan gangguan persepsi spasual.
Infark pada daerah distribusi arteri paramedian thalamus mengkasilkan
thalamic dementia.
4. Sindroma Binswanger6
Gambaran klinis sindrom Binswanger menunjukan demensia progresif
dengan riwayat stroke, hipertensi dan kadang diabetes melitus. Sering
disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan
(gait) dan inkontinensia. Terdapat atropi white matter, pembesaran
ventrikel dengan korteks serebral yang normal. Faktor resikonya adalah
small artery disease (hipertensi, angiopati amiloid), kegagalan
autoregulasi aliran darah di otak usia lanjut, hipoperfusi periventrikel
karena kegagalan jantung, aritmia dan hipotensi.
5. Angiopati amiloid cerebral6
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventitia arteriola
serebral. Insidennya meningkat denga bertambahnya usia. Kadang terjadi
dementia dengan onset mendadak.
6. Hipoperfusi6
Dementia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti jantung,
hipotensi berat, hipoperfusi dengan atau tanpa gejala oklusi karotis,
kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan.
19
Kondisi tersebut menyebabkan lesi vaskular di otak yang multiple
terutama di daerah white matter.
C.5. Gejala klinis
Demensia vaskuler subkortikal.
Pria lebih sering terserang, berusia 60 sampai 70 tahun, adanya riwayat
hipertensi (80%) yang tidak terkendali. Faktor resiko lain yang sering ditemukan
adalah diabetes mellitus. Demensia terjadi dalam 3 sampai 10 tahun, progressive
intermitent, tetapi dapat progresif secara berjenjang tanpa adanya kejadian
vaskuler yang jelas. Afasia, neglect pada beberapa kasus, disartria, pseudobulbar
palsy, defisit motorik fokal, gangguan berjalan-spastik, parkinsonisme dan
ataksia. Inkontinensia terjadi pada stadium lanjut, tetapi dapat pula terjadi pada
waktu fungsi kognitif masih baik. Hampir selalu ada riwayat stroke. Gejala dini
demensia vaskular penderita mengalami masalah dengan memori baru, emosi
labil, sulit mengikuti perintah, disorientasi tempat, hilangnya kendali terhadap
kandung seni dan rektum. Perubahan perilaku terjadi dini dan menyolok, beberapa
penderita menunjukkan fase mania dini. Depresi lazim ditemukan dan gangguan
mood.
Gangguan kognitif
Attention, Abstract reasoning, Judgment and Insight, Personality,
Memory, Sequencing and Initiating activities, Problem solving, Orientation,
Mental Processing speed.
Perubahan perilaku
Kepribadian relatif tidak terganggu, namun dapat terjadi perubahan
kepribadian seperti apati, disinhibisi atau gangguan ego sentris, sikap paranoid,
atau irritability. Kriteria NINDS-AIREN mendapatkan inkontinensia, perubahan
mood (terutama depresi) dan perubahan kepribadian. Hanya adanya inkontinensia
untuk membedakan penderita stroke demensia atau tidak demensia, sedang pada
infark lakunar perubahan perilaku lebih menonjol dari gangguan intelek. Depresi,
apati dan perseverasi didapatkan pada infark lakunar dibandingkan dengan kontrol
tanpa infark. Depresi berat 25% pada penderita demensia vaskuler8.
20
C.6. Pemeriksaan penunjang
Anamnesis dan pemeriksaan saja dapat mengidentifikasi demensia, CT
scan kepala cukup dilakukan secara rutin. Adanya lesi white matter membedakan
demensia vaskuler dan demensia Alzheimer. Cordoliani-Mackowiak, dkk;
mendapatkan bahwa penderita stroke dengan atrofi lobus temporalis medial lebih
sering mengalami demensia, namun perlu diikuti lebih lama. Perlu dilakukan
pengukuran volume hipokampus untuk mempelajari demensia vaskuler.
MRI kepala dilakukan untuk menemukan penyakit vaskuler kecil dan
membedakan demensia Alzheimer dan mixed dementia. Pemeriksaan darah
lengkap, LED, kadar glukosa dan EKG harus dilakukan. Jika diperlukan
dilakukan: Carotid duplex doppler, foto toraks, ekokardiografi, profil lipid,
anticardiolipin antibody, lupus anticoagulation, autoantibody screen jika
diperlukan. Pemeriksaan HbA1c untuk deteksi diabetes mellitus yang tidak
diduga.
Pemeriksaan yang tidak rutin dikerjakan adalah: angiografi serebral jika
akan dilakukan pembedahan karotis atau untuk menunjukkan beading pembuluh
darah kecil. Pemeriksaan likuor serebrospinalis jika ada kecurigaan infeksi. Biopsi
dura atau otak jarang dilakukan.
Essesmen gangguan kognitif pasca stroke7:
Mini-Mental State Examination (MMSE).
Mini Mental State Examination (MMSE) adalah suatu instrumen singkat
yang disusun untuk menilai secara kasar fungsi kognitif. MMSE termasuk
bagian dari pemeriksaan status mental pada bagian sensorium dan
kognisi. Bagian pemeriksaan status mental ini mencari petunjuk fungsi
organik dan intelegensia pasien, kapasitas untuk berpikir abstrak, dan
tingkatan tilikan dan pertimbangan. MMSE digunakan secara luas untuk
mencari kemungkinan defisit kognitif.
Nilai tertinggi dari MMSE adalah 30.
Metode Skor InterpretasiSingle Cutoff < 24 Abnormal
Range < 21> 25
Meningkatkan kemungkinan menderita demensia
21
Menurunkan kemungkinan menderita demensiaPendidikan 21
< 23< 24
Abnormal untuk pendidikan kelas 8Abnormal untuk pendidikan SMAAbnormal untuk pendidikan kuliah
Keparahan 24 – 3018 – 230 – 17
Tidak ada pelemahan kognitifPelemahan kognitif ringanPelemahan kognitif berat
Tabel 2: Interpretasi Skor MMSE
Skor di bawah 24 biasanya mengindikasikan adanya hendaya kognitif.
a. 25-30 (normal)
b. 21-24 (gangguan ringan)
c. 10-20 (gangguan sedang)
d. < 9 (gangguan berat)
Pasien dinilai secara kuantitatif pada fungsi-fungsi tersebut. Nilai
sempurna (normal) adalah 30. Nilai yang kurang dari 24 mengarahkan
adanya suatu gangguan. Sedangkan nilai yang kurang dari 20 menyatakan
adanya suatu gangguan yang pasti.
Pada kasus, skor MMSE Tuan.E adalah19, artinya kondisi Tuan E
mengarahkan adanya suatu gangguan.
Clock Drawing Test (CDT).
Montreal Cognitive Assessment (MOCA).
C.7. Kriteria diagnosis
Terdapat beberapa kriteria diagnostik yang melibatkan tes kognitif dan
neurofisiologi pasien yang digunakan untuk diagnosis demensia vaskular.
Diantaranya adalah8:
a. Kriteria Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders,
fourth edition, text revision (DSM-IV-TR). Kriteria ini mempunyai
sensitivitias yang baik tetapi spesifitas yang rendah. Rumusan dari kriteria
diagnostik DSM-IV-TR adalah seperti berikut5:
22
Pada pasien Tn. E ditemukan adanya penurunan memori, gangguan fungsi
eksekutif, adanya penurunan memori dan gangguan fungsi eksekutif
mempengaruhi kehidupan pasien sehingga lebih pasif dengan berada dirumah dan
cenderung terlihat depresif. Kemudian didapatkan adanya gejala neurologis fokal,
dan deficit tersebut tidak terjadi selama berlangsungnya delirium. Dari penemuan
tersebut berdasarkan DSM-IV maka Tn. E mengalami demensia vascular.
b. ADDTC (State of California Alzheimer Disease Diagnostic and Treatment
Centers) dan NINDS-AIREN (National Institute of Neurological
Disorders and Stroke and the Association Internationale pour la
Recherche at L’Enseignement en Neurosciences) yang sekarang dipakai.
Radiologic Features Considered Compatible with Vascular Dementis by
the INDS-AIREN Criteria.
Site
A. Large-vessel stroken to the following territories
a. Bilateral anterior cerebral artery.
b. Posterior cerebral artery.
c. Parietotemporal and temporooccipital association areas.
d. Superior frontal and parietal watershed territories.
23
B. Small vessel disease:
a. Basal ganglia and frontal white matter lacunes.
b. Extensive periventricular white matter lesions.
c. Bilateral thalamic lesions.
Severity
a. Large vessel lesion of the dominant hemisphere.
b. Bilateral large vessel hemispheric strokes.
c. Leukoencephalopathy involving at least 25% of total white maner.
Hasil CT scan kepala menunjukkan telah terjadi kematian sel di daerah basal
ganglia dekstra. Hasil ini membantu penegakan diagnosis menuju demensia
vaskuler.
Ganglia basalis terletak di subkortikal, merupakan white matter dari substansia
alba, sehingga diagnosis demensia vaskular subkortikal dapat ditegakkan. Ganglia
basalis memiliki peran utama dalam mengatur fungsi kognitif sehingga pada kasus
tampak gangguan fungsi memori.
c. Skor iskemik Hachinski
Riwayat dan gejala Skor
Awitan mendadak 2
Deteriorasi bertahap 1
Perjalanan klinis fluktuatif 2
Kebingungan malam hari 1
Kepribadian relatif terganggu 1
Depresi 1
Keluhan somatik 1
Emosi labil 1
Riwayat hipertensi 1
Riwayat penyakit serebrovaskular 2
Arteriosklerosis penyerta 13 1
Keluhan neurologi fokal 2
Gejala neurologis fokal 2
24
Skor ini berguna untuk membedakan demensia alzheimer dengan
demensia vaskular. Bila skor ≥ 7 : demensia vaskular. Skor <4 : penyakit
alzheimer. Sensitivitas & spesifisitas skala ini 89%.
Pada pasien ini, munculnya keluhan mendadak, pasien terlihat depresi
setelah stroke, adanya riwayat hipertensi dan stroke, menjadikan skor Hachinski
pada pasien ini menjadi 8. Hal ini menunjukkan pasien mengalami demensia
vascular.
1. Kriteria untuk diagnosis probable vascular dementia:
A. Demensia
Didefinisikan dengan penurunan kognitif dan dimanifestasikan
dengan kemunduran memori dan dua atau lebih domain kognitif (orientasi,
atensi, bahasa, fungsi visuospasial, fungsi eksekutif, kontrol motor,
praksis), ditemukan dengan pemeriksaan klinis dan tes neuropsikologi,
defisit harus cukup berat sehingga mengganggu aktivitas harian dan tidak
disebablan oleh efek stroke saja.
Kriteria eksklusi yaitu kasus dengan penurunan kesadaran, delirium,
psikosis, aphasia berat atau kemunduran sensorimotor major. Juga
gangguan sistemik atau penyakit lain yang menyebabkan defisit memori dan
kognisi.
B. Penyakit serebrovaskular
Adanya tanda fokal pada pemeriksaan neurologi seperti
hemiparesis, kelemahan fasial bawah, tanda Babinski, defisit sensori,
hemianopia, dan disartria yang konsisten dengan stroke (dengan atau tanpa
riwayat stroke) dan bukti penyakit serebrovaskular yang relevan dengan
pencitraan otak (CT Scan atau MRI) seperti infark pembuluh darah multipel
atau infark strategi single (girus angular, thalamus, basal forebrain),
lakuna ganglia basal multipel dan substansia alba atau lesi substansia alba
periventrikular yang ekstensif, atau kombinasi dari yang di atas.
25
C. Hubungan antara dua kelainan di atas
- Awitan demensia 3 bulan pasca stroke
- Deteriorasi fungsi kognitif mendadak atau progresi defisit kognitif
yang fluktuasi atau stepwise
2. Gambaran klinis konsisten dengan diagnosis probable vascular dementia
A. Adanya gangguan langkah dini (langkah kecil “marche a petits pas”, atau
langkah
magnetik, apraksi-ataxic atau Parkinson)
B. Riwayat unsteadiness dan jatuh tanpa sebab
C. Urgensi dan frekuensi miksi dini serta keluhan berkemih yang lain bukan
disebabkan oleh kelainan urologi
D. Pseudobulbar palsy
E. Perubahan personaliti dan suasana hati, abulia, depresi,
inkontinensi emosi, atau defisit subkortikal lain seperti retardasi
psikomotor dan fungsi eksekutif abnormal.
3. Gambaran klinis yang tidak mendukung demensia vaskular
A. Awitan dini defisit memori dan perburukan memori dan fungsi
kognitif lain seperti bahasa (aphasia sensori transkortikal), ketrampilan
motor (apraksia) dan persepri (agnosia) yang progresif tanpa disertai lesi
fokal otak yang sesuai pada pencitraan
B. Tidak ada konsekuensi neurologi fokal selain dari gangguan kognitif
C. Tidak ada kerusakan serebrovaskular pada CT Scan atau MRI otak
4. Diagnosis klinikal untuk possible vescular dementia
A. Adanya demensia dengan tanda neurologi fokal pada pasien tanpa
pencitraan otak/tiada hubungan antara demensia dengan stroke.
B. Pasien dengan defisit kognitif yang variasi dan bukti penyakit
serebrovaskular yang relevan
26
5. Kriteria untuk diagnosis definite vascular dementia
A. Kriteria klinis untuk probable vascular dementia
B. Bukti histopatologi penyakit serebrovaskular dari biopsi atau autopsi
C. Tidak ada neurofibrillary tangles dan plak neuritik
D. Tidak ada kelainan patologi atau klinikal yang dapat menyebabkan
demensia
C.8. Diagnosis banding
1. Penyakit alzheimer9
Pada 90% kasus ditemukan infark multipel, riwayat stroke atau TIA,
Hachinski Ischemic Scale skor 7 atau lebih menunjukkan demensia vaskuler,
sedang skor 4 atau kurang menunjukkan Alzheimer demensia. Pemeriksaan CT
Scan meningkatkan ketepatan diagnosis adanya infark. Identifikasi penyebab
kejadian vaskuler atau faktor resiko.
Insiden depresi karena demensia vaskuler dan demensia Alzheimer
terletak antara 2,5 dan 8, sedangkan kecemasan 2 kali lipat. Pada demensia
Alzheimer memori jangka panjang lebih terganggu.
2. Penurunan kognitif akibat usia
27
Apabila usia meningkat, terjadi kemunduran memori yang ringan.
Volume otak akan berkurang dan beberapa sel saraf atau neurons akan
hilang5.
3. Depresi
Biasanya orang yang depresi akan pasif dan tidak berespon. Kadang-
kadang keliru dan pelupa5.
4. Delirium
Adanya kekeliruan dan perubahan status mental yang cepat. Individu
ini disorientasi, pusing, inkoheren. Delirium disebabkan keracunan
atau infeksi yang dapat diobati. Biasanya sembuh sempurna setelah
penyebab yang mendasari diatasi5.
5. Kehilangan memori
Antara penyebab kehilangan memori yang lain adalah5:
• Malnutrisi
• Dehidrasi
• Fatigue
• Depresi
• Efek samping obat
• Gangguan metabolik
• Trauma kepala
• Tumor otak jinak
C.9. Penatalasanaan
1. Penatalaksanaan penurunan fungsi kognitif
Acetylcholinesterase selective inhibitor, Rivastigmin telah lama dipasarkan
di Indonesia dengan merk dagang Exelon dan Donepezil yang dikenal dengan
nama dagang Aricept.
Black S, dkk, melakukan penelitian klinis dengan randomized placebo-
controlled dengan donepezil 5 mg/hari, 10 mg/hari dan plasebo pada 603
penderita, 55,2% adalah pria, rerata umur adalah 73,9 tahun selama 24 minggu.
Mereka menyimpulkan, bahwa Donepezil 5 mg/hari memperbaiki fungsi kognitif
28
global, sedangkan untuk aktivitas harian 10 mg/hari menunjukkan hasil yang
bermakna. Donepezil merupakan obat yang aman dan efektif untuk pengobatan
simptomatik demensia vaskuler.8,10
Whyte EM, dkk, 2008 melakukan penelitian selama 12 minggu pada
penderita stroke dengan gangguan kognitif, berusia lebih dari 60 tahun dan
mendapatkan perbaikan fungsional yang lebih baik dengan pemberian donepezil
10 mg/hari dibandingkan dengan galantamine 24 mg/hari.
Acetylcholinesterase selective inhibitor lainnya, Galantamine terbukti
efektif pada demensia Alzheimer disertai gangguan serebrovaskuler (mixed
dementia). Di indonesia dipasarkan dengan nama dagang Reminyl. Erkinjutti
memberi bukti yang cukup meyakinkan tentang efektifitas galantamine pada
penderita demensia Alzheimer dan gangguan serebrovaskuler yang dikenal
sebagai Mixed dementia.
Neurotropik Citicoline (cytidine 5’- diphosphate choline) berperan pada
sintesis membran sel. Khasiatnya menstabilisasi membran sel dan menurunkan
pembentukan asam lemak bebas. Studi klinis pada penderita dengan defisit
memori menunjukkan perbaikan fungsi kognitif dan perilaku. Pada penderita
stroke, Citicoline menurunkan volume infark dan memperbaiki keluaran
fungsional neurologik. Pirasetam adalah gamma-aminobutyric acid memperbaiki
fluiditas membran sel dan mempertahankan fungsi sel membran. Ginkgo biloba
leaf extract sering dipakai untuk gangguan kognitif dan perilaku pada lanjut usia
dan demensia stadium dini. Cerebrolysin dipakai untuk pengobatan demensia
vaskuler.
Hachinski mengusulkan pemakaian nimodipin, pentoxifillin, vincamine,
posatirelin dan propentoxifilin mempunyai efek yang lemah untuk pengobatan
demensia vaskuler. Bila terdapat gejala depresi dapat diberikan Selective
Serotonin Receptor Inhibitor. Jorge RE, 2010 melakukan penelitian pada 129
penderita 3 bulan pasca stroke dan diberi Escitalopram dibandingkan dengan
plasebo, dan mendapatkan perbaikan fungsi kognitif global.8,10
29
2. Penatalaksanaan faktor resiko yang mendasari terjadinya demensia
vaskular
Secara garis besar sama dengan pengendalian faktor risiko pada stroke.
Bertujuan untuk mencegah berlanjutnya kerusakan serebrovaskuler. Pemberian
obat anti platelet dengan clopidogrel 75 mg/hari dan aspirin 100 mg/hari. Aspirin
bermanfaat pada demensia vaskuler, namun NSAID tidak bermanfaat.
Berhenti merokok disertai penurunan tekanan darah sistolik antara 135 dan
150 mmHg. Penurunan tekanan darah dibawah 135 mmHg memperburuk
keadaan. Kedua keadaan ini meningkatkan aliran darah ke otak. Penurunan
tekanan darah dengan beta bloker atau diuretik tidak ada manfaatnya terhadap
kognitif sesudah diikuti selama 4 tahun. Syst Eur study menganjurkan pengobatan
pada penderita berusia lebih dari 60 tahun dengan tekanan sistolik 160-219 mmHg
dan diastolik kurang dari 95 mmHg dengan nitrendipin, enalapril atau
hydrochlorothiazide menghasilkan tekanan sistolik di bawah 150 mmHg dapat
mencegah 19 kasus dari 1000 subyek yang diobati selama 5 tahun. PROGRESSS
study menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah dapat memperbaiki fungsi
kognitif. Pengobatan demensia vaskuler adalah dislipidemia dengan pemberian
statin yaitu atorvastatin 20-80 mg/hari.
Pengendalian hipertensi dengan obat anti hipertensi menurunkan insidens
gangguan kognitif dan demensia. Dikatakan bahwa statin mempunyai efek
neuroproteksi.
Pengendalian diabetes mellitus secara ketat. Diabetes mellitus
mempercepat terjadinya atherosklerosis pada semua pembuluh darah.
Atherosklerosis pembuluh darah otak mengakibatkan aliran darah ke otak
berkurang, sehingga terjadi penurunan fungsi otak termasuk terjadinya demensia.
Bila terdapat diabetes bersamaan dengan hipertensi maka proses akan berjalan
lebih cepat. Oleh sebab itu diabetes mellitus harus diobati secara cermat untuk
mrncapai keadaan euglycemic.
Peran kadar homosistein yang tinggi pada demensia masih kontroversial,
dapat diberikan asam folat, piridoksin dan vitamin.
30
3. Prevensi
Phospatidylserine (PS) merupakan phospholipid alami yang ada dalam
lecitin, merupakan zat penting yang berperan untuk mempertahankan mental
performance secara optimal. Khasiat PS adalah meningkatkan metabolisme
glukosa, memicu pelepasan asetilkolin dan mencegah pengurangan hippocampus
dendritic yang berhubungan dengan usia lanjut. Cenacchi dkk; 1993 melakukan
penelitian buta ganda pada 494 pasien usia lanjut (usia 65-93) dengan gangguan
fungsi kognitif sedang sampai berat dengan membandingkan PS oral 300 mg/hari
dengan plasebo selama 6 bulan dan mendapatkan perbaikan sangat pertama. Dosis
optimum yang dianjurkan adalah 300 mg dan sesudah 1 atau 2 bulan diturunkan
menjadi 100 mg.
(-) Terapi hormon.
Ryan J, dkk meneliti 3130 wanita postmenopause, berusia 65 tahun atau
lebih dan memberikan terapi hormon dan diikuti sampai 4 tahun. Mereka
menyimpulkan bahwa terapi hormon disertai dengan performance yang lebih baik
pada domain kognitif tertentu, tetapi tergantung lama pemakaian dan tipe
pengobatan. Pemakaian terapi hormon menurunkan risiko demensia berhubungan
dengan alee ApoeE4.
(-) Antioksidan
Vitamin C dan E mempunyai efek protektif terhadap terjadinya demensia.
Jaringan otak amat rentan terhadap kerusakan akibat radikal bebas. Ini disebabkan
karena rendahnya kadar antioksidan endogen. Penambahan usia juga akan
mengurangi kadar antioksidan endogen secara drastis, sehingga perlu pemberian
vitamin C dan vitamin E dari luar. Manfaat buah segar dan sayur mungkin terkait
dengan kadar antioksidan yang kuat.
(-) Diit.
Diit Mediterranean terdiri dari asupan banyak ikan, sayur, buah, legumes,
sereal, asam lemak tak jenuh dalam bentuk minyak zaitun, dan asupan rendah
31
produk susu, daging dan asam lemak jenuh dan konsumsi alkohol dalam jumlah
sedang.
(-) Aktivitas fisik.
Etgen T,dkk. melakukan studi prospektif di Jerman pada 3903 peserta
berusia lebih dari 55 tahun selama periode 2001 sampai 2003 dan diikuti selama 2
tahun. Mereka menyimpulkan bahwa aktivitas fisik sedang dan tinggi dapat
menurunkan insidens gangguan kognitif. Aktivitas fisik dilakukan 3 kali dalam
seminggu, sedang aktivitas tinggi lebih dari 3 kali dalam seminggu.
Obat untuk penyakit Alzheimer yang memperbaiki fungsi kognitif dan
gejala perilaku dapat juga digunakan untuk pasien demensia vaskular. Obat-obat
demensia adalah seperti berikut10:
32
C.10. Prognosis
Demensia multi-infark memperpendek umur harapan hidup 50% dari
normal 4 tahun setelah evaluasi pertama. Mortalitas dalam 5 tahun Vascular
cognitive impairment tanpa demensia adalah 52% dan 46% progresif menjadi
demensia.
Mereka dengan tingkat pendidikan lebih tinggi dan dapat melakukan tes
neuropsikologi dengan baik, prognosis lebih baik, namun pengaruh jenis kelamin
wanita masih bertentangan. Pada penderita sangat tua mortalitas 3 tahun mencapai
dua pertiga, hampir tiga kali kelompok kontrol. Pada penelitian lain 6 year
survival hanya 11,9%, sekitar seperempat dari yang diharapkan.
Sekitar sepertiga meninggal dunia karena komplikasi demensia, sepertiga
akibat penyakit serebrovaskuler, 8% karena penyakit kardiovaskuler, dan sisanya
karena sebab lain termasuk keganasan.
33
BAB IV
KESIMPULAN
Laporan kasus ini menampilkan Tn. E, usia 55 tahun dengan penurunan
daya ingat disertai gangguan kognitif yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan
fungsi sosial setelah onset serangan stroke yang didiagnosis sebagai demensia
vascular. Diagnosis ditegakkan melalui riwayat penyakit yang didapatkan dari
anamnesa, pemeriksaan fisik, dan penunjang yaitu CT scan kepala. Terapi untuk
34
demensia vascular meliputi terapi medikamentosa dan nonmedikamentosa. Terapi
medikamentosa berupa terapi untuk stroke akut dan untuk mencegah serangan
stroke ulangan dan memperbaiki fungsi kognitif dan gejala perilaku. Terapi non
medikamentosa pada penderita demensia bertujuan untuk mempertahankan fungsi
kognisi yang masih ada
BAB V
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta: Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik, 1993. 49-67.
35
2. Budiarto, Gunawan. 2007. Dementia Vaskular serta kaitannya dengan stroke. Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah nasional II Neurobehaviour. Airlangga University Press, Surabaya.
3. Dewanto, G. dkk (2009). Panduan Praktis Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal 170-184.
4. MemoryDisoders.Diaksesdarihttp://www.gabehavioral.com/Memory%20Disorders.htm. 10 januarir 2012.
5. Sadock, Benjamin James; Sadock, Virginia Alcott. Delirium, dementia, amnestic and cognitive disorders. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry: BehavioralSciences/Clinical Psychiatry, 10th Edition. Lippincott Williams & Wilkins.
6. Alagiakrishnan, K., Masaki, K. (2010 Apr 2). eMedicine from WebMD: Vascular Dementia. Diunduh dari http://emedicine.medscape.com/article/292105-overview.
7. Ladecola, Costantino. 2010. The overlap between neurodegenerative and vascular factors in the pathogenesis of dementia. Acta neuropathol journal,September; 120(3): 287-296, NewYork.
8. Hachinski V et al. National Institute of Neurological Disorders and Stroke Canadian Stroke Network Vascular Cognitive Impairment Harmonization Standars. Stroke 2006;37; 2220-2241.
9. Jellinger K. The enigma of vascular cognitive disorder and vascular dementia. Acta Neuropathol. 2007. 113: 349-388.
10.Kalaria RN et al. Small Vessel Disease and Subcortical Vascular Dementia. Journal of Clinical Neurology.2(1); 1-11,2006.
36