LAPORAN AKHIR
PROGRAM IPTEKS BAGI MASYARAKAT
(IbM)
IbM PENGEMBANGAN USAHA PEMBESARAN KEPITING BAKAU
MELALUI SISTEM SILVOFISHERY
Tahun ke-1 dari rencana 1 tahun
Dibiayai oleh :
Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat
Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi
Sesuai Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian
Nomor : 010/SP2H/LT/DRPM/II/2016 tanggal 17 Februari 2016
Oleh
Dr. LEILA ARIYANI SOFIA, SPi, MP NIDN : 0028047302 Ketua
SITI SAIDAH, S.Hut, M.P NIDN : 0007027205 Anggota
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
NOVEMBER 2016
RINGKASAN
Upaya pemanfaatan kawasan hutan mangrove secara optimal yang
sekaligus merupakan tindakan konservasi hutan mangrove dapat dilakukan
melalui sistem mina hutan (silvofishery). Salah satu sumberdaya perikanan yang
cukup potensial untuk dikembangkan di kawasan hutan bakau dan memiliki nilai
ekonomis tinggi serta merupakan komoditas ekspor adalah kepiting bakau (Scylla
spp.). Pengetahuan masyarakat setempat terhadap pengembangan perikanan di
sekitar hutan bakau masih rendah karena masih rendahnya tingkat pendidikan dan
bekal pengetahuan perikanan yang dijalankan selama ini masih bersifat turun
temurun dan belum ada sentuhan serta alih teknologi modern yang berbasis
kemasyarakatan. Hutan bakau sekitar Desa Cemara Labat cukup luas dengan
sumberdaya kepiting bakau yang cukup besar dan selama ini belum terdapat
sistem akuakultur yang dapat menjadi penghasilan utama nelayan sekitar. Tujuan
kegiatan IbM ini adalah 1) memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada
kelompok pembudidaya ikan tentang pembesaran kepiting bakau dengan sistem
silvofishery; 2) memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove secara optimal dan
lestari; dan 3) meningkatkan nilai tambah dan peluang kerja bagi masyarakat
pesisir. Metode kegiatan meliputi: 1) sosialisasi dan demonstrasi; 2) pemantauan
dan evaluasi meliputi tahap awal, pertengahan dan akhir pelaksanaan program. Target dan luaran pada kegiatan IbM ini adalah 1) menciptakan mata
pencaharian alternatif bagi masyarakat di wilayah pesisir, khususnya di sekitar
kawasan hutan mangrove melalui usaha pembesaran kepiting sehingga
penghasilannya meningkat; 2) melakukan konservasi hutan bakau melalui hutan
binaan sekitar tambak tempat budidaya kepiting bakau atau sistem silvofishery; 3)
membentuk unit usaha masyarakat yang menerapkan sistem manajemen produksi
dan manajemen usaha yang baik; dan 4) menjaga kesinambungan produksi dan
pemenuhanan kebutuhan pasar akan kepiting bakau. Hasil analisis menunjukkan
adanya perubahan sikap dan pengetahuan kelompok pembudidaya ikan dari yang
kurang mengetahui menjadi cukup banyak mengetahui tentang budidaya kepiting
bakau dengan media karamba. Pembesaran kepiting bakau dalam karamba melalui
sistem silvofishery dapat membatasi pembukaan hutan mangrove. Selain itu usaha
ini memberikan peluang usaha bagi masyarakat, tidak hanya menangkap kepiting
dari alam, tetapi juga usaha pembesaran kepiting yang mampu meningkatkan
kualitas kepiting menjadi layak jual dengan harga tinggi.
PRAKATA
Laporan Akhir ini disusun berdasarkan hasil kegiatan Pengadian Kepada
Masyarakat yang telah dilaksanakan dengan judul “IbM Pengembangan Usaha
Pembesaran Kepiting Bakau Melalui Sistem Silvofishery”. Dengan kegiatan ini
diharapkan dapat memberikan informasi dan bimbingan kepada nelayan dan
anggota masyarakat lainnya mengenai usaha pemanfaatan sumberdaya pesisir
terutama kawasan mangrove yang dapat meningkatkan ekonomi masyarakat
dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan mangrove.
Kami mengucapkan terima kasih kepada :
1. Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Jenderal Penguatan
Riset dan Pengembangan Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan
Tinggi
2. Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat ULM
3. Dekan Fakultas Perikanan dan Kelautan ULM
4. Kepala Desa Cemara Labat Kecamatan Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah
5. Ketua dan anggota Kelompok Pembudidaya Ikan Sekata Baru dan Derap Maju
Kepada semua pihak yang telah membantu sehingga dapat terlaksananya
kegiatan pengabdian ini diucapkan terima kasih. Semoga seluruh kegiatan beserta
laporannya dapat bermanfaat seperti yang diharapkan.
Banjarbaru, November 2016
Tim Pengabdi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN ………………………………………….. i
RINGKASAN ..………………………………………………………... ii
PRAKATA …………………………………………………………….. iii
DAFTAR ISI …………………………………………………………... iv
DAFTAR TABEL ……………………………………………………... v
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………... vi
BAB 1. PENDAHULUAN ………………………………………..... 1
BAB 2. TARGET DAN LUARAN ………………………………… 5
BAB 3. METODE PELAKSANAAN ……………………………….. 6
BAB 4. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI …………………… 9
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI ……………….... 11
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN …………………………….. 19
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………... 20
LAMPIRAN …………………………………………………………. 21
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Biaya, produksi dan keuntungan usaha pembesaran kepiting
bakau dalam tambak (sistem lepasan) selama 2 bulan
12
Tabel 2. Kecepatan pertumbuhan dan pertumbuhan mutlak kepiting
yang dipelihara dalam karamba contoh, padat penebaran
100 ekor selama 2 bulan …………………………………
15
Tabel 3. Perkiraan biaya, produksi dan keuntungan usaha
pembesaran kepiting bakau dalam karamba dengan sistem
silvofishery selama 2 bulan ………………………………...
16
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Daftar pertanyaan untuk mengetahui tingkat
pengetahuan dan teknologi pembesaran kepiting bakau
sistem silvofishery di Desa Cemara Labat ……………
22
Lampiran 2. Rekapitulasi hasil evaluasi awal tingkat pengetahuan
dan teknologi pembesaran kepiting bakau sistem
silvofishery anggota kelompok mitra (X) …………….
23
Lampiran 3. Rekapitulasi hasil evaluasi akhir tingkat pengetahuan
dan teknologi pembesaran kepiting bakau sistem
silvofishery anggota kelompok mitra (Y) serta uji
kesamaan rata-rata dengan uji dua pihak …………...
24
Lampiran 4. Gambaran Ipteks yang ditransfer kepada mitra ……... 25
Lampiran 5. Dokumen kegiatan Penyuluhan Pembesaran Kepiting
Bakau dengan Sistem Silvofishery ………………….
33
Lampiran 6. Daftar hadir peserta demonstrasi Pembesaran Kepiting
Bakau dengan Sistem Silvofishery …………
36
Lampiran 7. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan
ujicoba Pembesaran Kepiting dengan Sistem
Silvofishery oleh anggota kelompok pembudidaya
37
Lampiran 8. Dokumen kegiatan Penyuluhan Manajemen Usaha 43
Lampiran 9. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan
penerapan manajemen usaha oleh anggota kelompok
pembudidaya ……………………………
46
Lampiran 10. Dokumentasi kegiatan IbM ………………………... 52
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Analisis Situasi
Ekosistem hutan mangrove merupakan kawasan hutan di wilayah pantai.
Ekosistem ini merupakan tipe sistem fragile yang sangat peka terhadap perubahan
lingkungan, padahal ekosistem tersebut bersifat open acces sehingga
meningkatnya eksploitasi sumberdaya mangrove oleh manusia akan menurunkan
kualitas dan kuantitasnya. Pemanfaatan wilayah pesisir yang semakin meningkat,
selain memberikan dampak positif melalui peningkatan taraf hidup dan
kesempatan kerja atau usaha juga mempunyai dampak negatif apabila
pemanfaatannya tidak terkendali. Pemanfaatan lahan mangrove secara besar-
besaran untuk tambak udang intensif dan super intensif telah menimbulkan
degradasi lingkungan, serangan penyakit, kualitas benih rendah, di samping
pelayanan dan penyuluhan yang tidak memadai merupakan sebagian dari banyak
faktor penyebab kegagalan panen dan kondisi collapse industri pertambakan
(Ahmad et al., 2004). Kondisi ini memberikan pelajaran bahwa dengan
ketersediaan sumberdaya alam yang terbatas, arus barang dan jasa yang dihasilkan
dari sumberdaya alam tidak dapat dilakukan secara terus menerus (Meadow et al.,
1972 dalam Fauzi, 2004), sehingga perlu adanya usaha untuk mengurangi
ketergantungan atau paling tidak memberikan waktu kepada alam untuk recovery.
Upaya pemanfaatan optimal yang sekaligus merupakan tindakan konservasi hutan
mangrove dapat dilakukan melalui sistem mina hutan (silvofishery) (Wibowo dan
Handayani, 2006).
Salah satu sumberdaya perikanan yang cukup potensial untuk
dikembangkan di kawasan hutan bakau dan memiliki nilai ekonomis tinggi serta
merupakan komoditas ekspor adalah kepiting bakau (Scylla spp.). Peluang pasar
kepiting bakau terbuka luas dan prospektif, baik domestik maupun pasar
mancanegara (Putri, et al., 2014; Mardiana, et al., 2015). Harga rata-rata kepiting
bakau di pasaran berkisar Rp 40.000 – Rp 200.000 per kg. Permintaan kepiting
dan rajungan dari pengusaha restoran sea food Amerika Serikat saja mencapai 450
ton setiap bulan, dan tujuan ekspor lainnya yaitu Jepang, Hongkong, Korea
Selatan, Taiwan, Singapura, Malaysia, Australia dan Prancis (Rangka, 2007;
2
Sofia, 2011). Namun, pemenuhan permintaan pasar akan kepiting bakau sebagian
besar (61,6%) masih dari penangkapan alam, sedangkan dari budidaya hanya
sebagian kecil ( 38,4%). Pengambilan kepiting secara terus menerus dari alam
tanpa adanya upaya membudidayakan dikhawatirkan akan mengurangi
ketersediaanya bahkan dapat mempercepat kepunahannya.
Pemeliharaan kepiting dengan silvofishery adalah usaha untuk
membesarkan kepiting yang dipadukan dengan kegiatan kehutanan, yakni
budidaya hutan mangrove dimana petani dapat memelihara kepiting untuk
menambah penghasilan dengan tetap memperhatikan hutan mangrove. Selain itu
keuntungan silvofishery ini adalah dapat mengurangi biaya penanaman, karena
penanaman dibebankan kepada petani tambak (Pudjiraharjoe, 1995). Kepiting
dapat dipelihara terus menerus sepanjang tahun dengan ketersediaan benih di alam
yang cukup banyak, juga kolam pembesarannya dapat disiapkan dengan mudah
dan cepat disamping pengangkutnya cukup gampang karena dapat dibawa dalam
keadaan hidup.
Desa Cemara Labat merupakan salah satu desa pesisir di Kecamatan
Kapuas Kuala Kabupaten Kapuas Provinsi Kalimantan Tengah, dengan mata
pencaharian pokok penduduknya adalah nelayan dan petani. Kondisi tanahnya
berstektur lempung berliat (silty loam) yang baik untuk menahan air dan
penumbuhan makanan alami, disamping ketersediaan pakan untuk kepiting pada
lokasi ini cukup banyak, seperti ikan rucah terutama pada waktu musim dengan
jumlah yang sangat melimpah.
Benih kepiting yang berukuran antara 50 sampai 100 gram banyak
terdapat pada lokasi ini sehingga keberadaan benih bukan merupakan faktor
pembatas dalam usaha pembesarannya. Tenaga kerja tersedia dalam jumlah yang
banyak dan keberadaan pasar untuk melakukan penjualan kepiting sangat
memungkinkan, baik domestik maupun luar negeri (ekspor).
Meskipun demikian pada desa tersebut belum ada masyarakat yang
mengusahakan pembesaran kepiting, karena selama ini mereka hanya mengambil
kepiting langsung dari hutan mangrove disamping belum ada teknologi
pemeliharaan kepiting yang diperkenalkan kepada mereka.
3
Tujuan dari kegiatan Pengabdian Kepada Masyarakat ini adalah:
1) Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada khalayak yang menjadi
objek pengabdian tentang pembesaran kepiting bakau dengan sistem
silvofishery.
2) Memanfaatkan sumberdaya hutan mangrove secara optimal dan lestari.
3) Meningkatkan nilai tambah hasil perikanan dan peluang kerja bagi masyarakat
pesisir.
1.2. Permasalahan Mitra
Masalah utama dalam menjaga kelestarian kawasan mangrove adalah
bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan kawasan tersebut agar dapat berfungsi
secara ekologis bagi lingkungan dan mempunyai kontribusi positif secara
ekonomis bagi masyarakat sekitarnya. Salah satu sumberdaya alam yang hidup di
daerah sekitar mangrove adalah jenis kepiting bakau, namun jenis ini belum
termanfaatkan secara optimal kecuali untuk konsumsi rumah tangga penduduk di
sekitar tempat tersebut.
Potensi sumberdaya alam ini akan mempunyai nilai ekonomis apabila
dilakukan komersialisasi, yaitu dengan penangkapan bibit di alam, kemudian
digemukkan didalam tambak hingga mencapai ukuran yang sesuai dengan
permintaan pasar. Di sisi lain, pemanfaatan hutan mangrove untuk tambak
kepiting harus pula memperhatikan aspek ekologi, maka kegiatan
pembesaran/penggemukan kepiting dipadukan dengan kegiatan kehutanan dalam
bentuk sistem silvofishery, yaitu menanam pemudaan (anakan) pohon bakau di
sekeliling dan tengah dari tambak pemeliharaan kepiting. Biasanya ukuran anakan
pohon bakau tersebut diambil dari alam dengan ketinggian 20 – 30 cm.
Berdasarkan hasil musyawarah bersama masyarakat nelayan dan petani,
Dinas Perikanan dan Perhutani terlihat jelas beberapa permasalahan yang dihadapi
masyarakat nelayan/petani sekiatar hutan bakau di Desa Cemara Labat. Beberapa
permasalahan prioritas yang dihadapinya adalah:
1. Pengetahuan masyarakat setempat terhadap pengembangan perikanan di
sekitar hutan bakau masih rendah. Hal ini disebabkan sebagian besar (65%)
4
berpendidikan SD dan bekal pengetahuan perikanan yang dijalankan selama
ini masih bersifat turun temurun dan belum ada sentuhan serta alih teknologi
modern yang berbasis kemasyarakatan.
2. Desa Cemara Labat dikelilingi perairan, transportasi melalui air
menggunakan speed boat dengan waktu tempuh sekitar 2 jam atau melalui
darat memerlukan waktu 4 jam dengan jangkauan yang lumayan sulit, dan
kurang banyak diperhatikan dalam pengembangan perekonomiannya
sehingga daerah ini cukup terpencil.
3. Kegiatan usaha tambak udang yang dilakukan nelayan/petani sangat
tergantung ketersediaan bibit alam yang ikut masuk ke tambak akibat air
pasang tertinggi dan manajemen usaha bersifat tradisional sehingga produksi
dan penghasilan nelayan/petani sangat berfluktuasi.
4. Hutan bakau sekitar Desa Cemara Labat cukup luas dengan sumberdaya
kepiting bakau yang cukup besar dan selama ini belum terdapat sistem
akuakultur yang dapat menjadi penghasilan utama nelayan sekitar.
BAB 2. TARGET DAN LUARAN
Target dari kegiatan IPTEKS ini adalah:
1. Menciptakan mata pencaharian alternatif bagi masyarakat di wilayah pesisir,
khususnya di sekitar kawasan hutan mangrove melalui usaha pembesaran
kepiting sehingga penghasilannya meningkat.
2. Melakukan konservasi hutan bakau melalui hutan binaan sekitar tambak
tempat budidaya kepiting bakau atau sistem silvofishery.
3. Membentuk unit usaha masyarakat yang menerapkan sistem manajemen
produksi dan manajemen usaha yang baik.
4. Menjaga kesinambungan produksi dan pemenuhanan kebutuhan pasar akan
kepiting bakau.
Sedangkan luaran dari kegiatan IbM ini adalah artikel ilmiah yang
dipublikasikan pada Jurnal Nasional terakreditasi dan produk kepiting bakau
dengan ukuran sesuai permintaan pasar.
BAB 3. METODE PELAKSANAAN
Berdasarkan analisis permasalahan yang dihadapi oleh mitra maka Tim
pengusul kegiatan IPTEKS berkolaborasi dengan instansi terkait (Dinas Perikanan
dan Kelautan, Dinas Kehutanan) berkeinginan mencarikan pencaharian alternatif
dengan tetap menjaga kelestarian hutan mangrove melalui pengembangan
silvofishery yaitu pembesaran kepiting bakau dan penanaman tanaman bakau.
Metode kegiatan IPTEKS kepada mitra meliputi beberapa kegiatan yaitu
pertemuan dan diskusi, penyampaian materi budidaya kepiting bakau, demontrasi
dan redemontrasi serta proses evaluasi.
a. Pertemuan dan diskusi
Pertemuan dan diskusi dilakukan antara Dinas Perikanan dan Kelautan
(khususnya Penyuluh Perikanan), Dinas Kehutanan, Kelompok mitra serta Tim
Pengabdian Kepada Masyarakat LPM Universitas Lambung Mangkurat yang
dimaksudkan untuk mengkoordinasikan dan mencari titik temu dalam upaya
pemanfaatan kawasan mangrove untuk pelestarian sumberdaya alam dan
lingkungan.
b. Penyampaian Materi
Materi yang disampaikan dalam kegiatan ini berupa petunjuk praktis dan
mudah dipahami oleh masyarakat peserta dan diharapkan mampu memeperjelas
apa yang akan disampaikan dalam kegiatan demontrasi dan redemontrasi. Dalam
penyampaian materi diharapkan terjadi komunikasi dua arah, sehingga materi
penyuluhan mampu diserap untuk dipraktekkan nantinya.
c. Demontrasi dan redemontrasi
Demontrasi pemeliharaan kepiting dengan sistem silvofishery dilakukan
oleh Tim Pengabdi dan redemontrasi dilakukan oleh khalayak sasaran, yakni
dengan membuat percontohan pembesaran kepiting bakau pada lokasi yang ideal.
Kegiatan pada bagian ini meliputi :
1. Penyiapan tambak budidaya kepiting bakau dan penyediaan bibit bakau
2. Penyiapan keramba kepiting
3. Perolehan bibit kepiting bakau
4. Pemeliharaan, pemanenan dan penanganan pasca panen
5. Pengelolaan usaha dengan menerapkan manajemen usaha yang baik.
7
Berdasarkan kelima kegiatan pelatihan di atas, maka dapat dideskripsikan
program pelaksanaan kegiatan IPTEKS seiring dengan pelaksanaan pelatihan
meliputi:
1. Penyiapan Tambak (Demplot) dan Bibit Bakau
Dari hasil musyawarah dengan mitra kegiatan, pihak mitra menyediakan
lahan tambaknya untuk dikelola secara tumpang sari artinya tambak yang
digunakan untuk pembesaran (penggemukan) kepiting bakau ditanami dengan
tanaman bakau, seperti Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata di tengah-
tengah tambak dan di sepanjang tanggul tambak. Bibit bakau untuk penanaman
dibeli dari mitra, dimana bibit bakau dikumpulkan dari alam. Jumlah tambak
sementara yang akan dikembangkan berjumlah 2 buah, dengan luas masing-
masing sekitar 10 m x 10 m. Penanaman bibit bakau sebagai tanaman sulaman
diletakkan di sela-sela hutan bakau yang telah ada. Apabila beberapa bibit bakau
mati, maka dilakukan penanaman kembali.
2. Penyiapan Keramba Kepiting
Keramba untuk pemeliharaan bibit kepiting berukuran 1 x 2 x 0,2 m yang
didalamnya dibagi sekat-sekat dari bilahan bambu berukuran 20 x 20 cm sehingga
terdapat 25 kotak per unit. Keramba dilengkapi pelampung berupa potongan
bamboo utuh pada kedua sisi panjang yang berlawanan dengan tujuan agar dapat
tenggelam sedalam 15 – 20 cm. Pembersihan atau penyikatan keramba dilakukan
setiap minggu yang ditujukan untuk mengontrol kemungkinan kebocoran.
Keunggulan keramba dalam kegiatan ini adalah mampu menjadi tempat
yang aman untuk pembesaran kepiting karena dapat menghindarkan sifat
kanibalisme terutama saat moulting.
3. Perolehan Bibit Kepiting
Bibit kepiting dikumpulkan nelayan/petani dari kawasan mangrove yang
ada di sekitar desa. Bibit kepiting yang telah tersedia disortir dan ditimbang agar
memiliki ukuran dan berat yang seragam.
4. Pemeliharaan dan Pemanenan
Kegiatan pemeliharaan kepiting dalam keramba mencakup: pemberian
pakan dan pengaturan debit air. Dalam kesehariannya, kepiting memakan
makanan berupa makanan alami yang tersedia di tambak yaitu makrozoobenthos
8
(moluska, cacing – cacingan dan lain – lain). Disamping itu juga diberikan
makanan tambahan berupa cincangan ikan rucah laut dan juga ikan rucah tawar
sebanyak 0,5 % dari berat tubuh total kepiting bakau yang dipelihara. Pemberian
pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu antara pukul 09.00 – 10.00 dan sore hari antara
pukul 15.00 – 16.00, dengan menggunakan alat ancau.
Untuk mengetahui pertumbuhan dan perubahan persentase jumlah
makanan yang diberikan selanjutnya maka setiap 15 hari sekali kepiting bakau
diukur beratnya dengan cara sampling. Pada akhir masa pemeliharaan juga
dilakukan pengukuran berat kepiting untuk mengetahui pertumbuhan kepiting
yang dipelihara.
5. Penerapan Manajemen Usaha
Kegiatan manajemen usaha mencakup pembukuan, penghitungan rugi/laba
usaha dan pemasaran produk.
d. Pemantauan dan Evaluasi
Melakukan pemantauan dan evaluasi, mulai dari awal, pertengahan dan
akhir pelaksanaan program.
BAB 4. KELAYAKAN PERGURUAN TINGGI
Perguruan Tinggi Pelaksana IbM
Universitas Lambung Mangkurat memiliki motivasi kuat dalam
mengembangkan diri sebagai sebuah universitas yang turut berperan aktif dalam
meningkatkan daya saing produk lokal terutama produk yang berasal dari
lahan basah, baik di bidang pendidikan dan pengajaran maupun bidang non-
kependidikan untuk mampu berkontribusi dalam meningkatkan daya saing
bangsa. Dengan berbagai hibah kompetetif yang diperoleh oleh Unlam,
maka Unlam berusaha untuk menjadi salah agent dalam mempercepat
pembangunan daerah dan nasional menuju masyarakat yang sejahtera.
Sejak tahun 2014 Unlam berhasil memperoleh bantuan dana dari IDB
melalui program Development and Upgrading of Seven Universities in Improving
the Quality and Relevance of Higher Education in Indonesia, dimana dengan
hibah tersebut pengembangan Tri Dharma Perguruan Tinggi dapat ditingkatkan.
Kelayakan dan komitmen Unlam dalam usaha mensinergikan potensi masyarakat
baik dalam dunia pendidikan maupun bidang-bidang lainnya dibawah koordinasi
LPM dan Lembaga Penelitian cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari
pembentukan pusat-pusat layanan yang dapat melayani kebutuhan stakeholder
dan masyarakat terhadap penerapan ipteks.
Sarana penunjang pendidikan dan pelatiha banyak diperoleh dari berbagai
proyek, seperti Proyek DUE-Like, INHERENT, SP4,dan I-MHERE. Lembaga
Penelitian dan Lembaga Pengabdian Masyarakat yang ada di Unlam telah
banyak memberikan fasilitas kepada staf dosen yang ada untuk melaksanakan
kegiatan enelitian maupun pengabdian masyarakat dari berbagai sumber dana
DP2M Dikti, DIPA, A2, DUE-Like, Ristek, INHERENT, MP3EI, IDB, dan I-
MHERE.
Organisasi Tim Pelaksana Program IbM
Tim pengusul kegiatan pengabdian pada masyarakat ini terdiri dari dosen
Fakultas Perikanan dan Kelautan Unlam dengan bidang keahlian Sosial Ekonomi
Perikanan (ketua tim pengusul) dan dosen Fakultas Kehutanan Unlam dengan
keahlian konservasi sumberdaya hutan. Bidang keahlian tersebut sangat
10
bermanfaat dan berkaitan erat dengan topik yang dipilih untuk kegiatan IbM
Pengembangan Usaha Pembesaran Kepiting Bakau Melalui Sistem
Silvofishery yang sedang diusulkan ini, sehingga dengan adanya kegiatan ini
diharapkan dapat lebih mengasah kemampuan dosen di bidang keahlian yang
ditekuninya. Tim pelaksana pengabdian juga dapat menerapkan ilmu yang
dikuasainya untuk kepentingan masyarakat banyak, sehingga ilmu yang
dimilikinya dapat bermanfaat bagi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat umum
di luar kampus. Sebagaimana diketahui bersama, bahwa salah satu tugas pokok
dosen adalah melaksanakan Tri Dharma Perguruan Tinggi, dimana salah satunya
adalah melaksanakan kegiatan Pengabdian pada Masyarakat. Dengan adanya
program Ipteks bagi Masyarakat (IbM) ini, terbuka kesempatan bagi dosen untuk
dapat melaksanakan kegiatan Tri Dharma Peruruan Tinggi.
Program IbM Kelompok masyarakat kawasan hutan mangrove ini
ditekankan pada pengembangan usaha pembesaran kepiting bakau dengan tetap
menjaga kelestarian hutan mangrove. Tim pengusul telah melakukan riset pustaka
dan uji coba mengenai pembesaran kepiting bakau dan bibit bakau secara tepat
yang nantinya akan dilatihkan kepada mitra, serta melatih manajemen usaha yang
baik sehingga usaha pembesaran kepiting bakau dapat berkelanjutan. Pengalaman
kegiatan penelitian maupun kegiatan pengabdian pada masyarakat yang telah
dilakukan oleh Tim Pengusul cukup banyak baik itu penyuluhan, penelitian,
makalah, dan lain-lain. Kegiatan tersebut sebagian besar dapat terlaksana karena
adanya bantuan dana dari DIKTI maupun UNLAM sendiri, baik melalui dana
DIPA Direktorat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat maupun DIPA
UNLAM.
BAB 5. HASIL DAN LUARAN YANG DICAPAI
5.1. Keadaan Umum Usaha Budidaya Perikanan
Kondisi lingkungan lahan tambak di Desa Cemara Labat dan perairan
sekitarnya masih sangat baik dan tidak ada potensi pencemaran sehingga sangat
mendukung usaha budidaya ikan/udang. Permasalahan perairan yang biasa
dihadapi masyarakat adalah pelumpuran di sekitar pantai yang sering terjadi pada
musim tenggara (bulan September – November) akibat alur Sungai Barito
sehingga terjadi pendangkalan, namun pada bulan Desember lumpur susah mulai
terkikis.
Usaha budidaya yang dikembangkan masyarakat berupa tambak udang,
bandeng dan kepiting bakau. Rata-rata luas tambak yang dimiliki masyarakat
adalah ± 8 ha/KK dan telah diusahakan masyarakat dalam ± 5 tahun terakhir.
Usaha budidaya tambak yang dikembangkan masyarakat masyarakat masih
tergolong tradisional karena sumber bibit berasal dari alam, yaitu bibit yang
masuk ke dalam tambak akibat pasang surut air laut. Bibit tersebut dibiarkan
tumbuh dan berkembang dalam tambak dengan sendirinya atau tanpa ada
perlakuan khusus.
Untuk budidaya kepiting bakau biasanya panen dapat dilakukan hampir
sepanjang tahun, yaitu:
1) Pada musim puncak yaitu musim tenggara – barat. Kepiting yang didapatkan
kebanyakan cukup padat (cangkang keras, kaki lengkap, dan ukurannya cukup
besar > 4 ons).
2) Pada musim lainnya yaitu sekitar bulan 12, dimana kepiting yang ditemukan
tergolong BS (belum mencapai size), kurang padat (lemah), dan beratnya
belum mencapai standar. Kepiting kelompok BS ini yang berpotensi untuk
dilakukan penggemukan sehingga waktu pemeliharaan lebih pendek dan
meningkatkan harga jual .
Kepiting bakau hasil pemeliharaan akan dijual kepada pengumpul yang
ada di Desa Cemara Labat, dimana jumlah pengumpul lokal ada 3 orang. Untuk
harga jual kepiting ditentukan sesuai dengan ukurannya (size). Harga kepiting di
tingkat lokal adalah sebagai berikut:
12
Ukuran > 4 ons/ekor = Rp 110.000,-/kg
Ukuran < 4 ons/ekor = Rp 60.000,-/kg
Campuran (tidak seragam; dominan size < 4 ons) = Rp 25.000,-/kg
Hasil analisis usaha pemeliharaan kepiting bakau dalam tambak sistem lepasan
adalah sebagai berikut:
Tabel 1. Biaya, produksi dan keuntungan usaha pembesaran kepiting bakau
dalam tambak (sistem lepasan) selama 2 bulan
No. Uraian Harga satuan
(Rp) Nilai (Rp)
I. Biaya operasional
1 Bibit kepiting bakau 100 kg
(± 400 ekor) 25.000,00 2.500.000,00
Total biaya
2.500.000,00
II. Penerimaan
Produksi 50 kg 60.000,00 3.000.000,00
III. Keuntungan
500.000,00
RCR
1,20
Sumber : Data primer, 2016
5.2. Kegiatan Ipteks Bagi Masyarakat
5.2.1. Sosialisasi dan Demonstrasi
Sosialisasi kegiatan Pengembangan Usaha Pembesaran Kepiting Bakau
dengan Sistem Silvofishery kepada kelompok pembudidaya ikan dilakukan dalam
bentuk ceramah (penyuluhan) langsung di kediaman Kepala Desa Cemara Labat.
Materi sosialisasi meliputi berbagai pengetahuan mengenai manfaat hutan
mangrove, budidaya kepiting bakau dalam karamba dan faktor-faktor yang
mempengaruhinya, serta manajemen usaha budidaya. Sasaran suluh juga
berkesempatan untuk bertanya dan menyampaian permasalahan usaha yang
mereka hadapi, sehingga dapat diketahui tanggapan sasaran terhadap materi
penyuluhan.
Pada awal kegiatan pembesaran kepiting dengan sistem silvofishery
beberapa anggota kelompok pembudidaya dilibatkan langsung, seperti :
a) Persiapan tambak (demplot) dan penyediaan bibit bakau
13
Pihak mitra menyediakan lahan tambaknya untuk pembesaran (penggemukan)
kepiting bakau. Sementara, bibit bakau untuk penanaman dibeli dari mitra,
dimana bibit yang dikumpulkan berasal dari alam seperti Rhizophora
apiculata dan Rhizophora mucronata. Bibit bakau ditanam pada beberapa
bagian di tengah tambak dan di sepanjang pematang tambak. Penanaman bibit
bakau sebagai tanaman sulam diletakkan di sela-sela hutan bakau. Jika terjadi
kematian bibit yang ditanam maka dilakukan penanaman tanaman sulam di
lokasi bibit bakau yang mati tersebut.
b) Penyediaan bibit kepiting
Bibit kepiting dikumpulkan pembudidaya sendiri dari kawasan mangrove di
sekitar desanya atau dibeli dari pengumpul kepiting.
c) Persiapan karamba kepiting. Karamba yang digunakan adalah keranjang
plastik buah yang dibagi menjadi dua bagian dengan menggunakan penyekat
dari kasa nilon, sehingga dalam satu keranjang akan diletakkan dua ekor
kepiting. Karamba dilengkapi pelampung berupa pipa paralon pada kedua sisi
panjang yang berlawanan. Dilanjutkan dengan kegiatan memasang kayu
galam sebagai penghalang agar rangkaian karamba tidak bergerak dan
berpindah tempat.
d) Penanaman bibit
Bibit yang ditebar adalah kepiting yang termasuk kategori BS (bawah standar)
yaitu :
1) kepiting dengan cangkang lemah, capit tidak sempurna/tidak lengkap;
ukuran di bawah standar.
2) kepiting dengan volume/ukuran standar tetapi kondisi tubuh tidak lengkap.
e) Pemeliharaan dan pemberian pakan
Kegiatan pemeliharaan kepiting dalam karamba mencakup: pemberian pakan
dan pengaturan debit air. Dalam kesehariannya, kepiting memakan makanan
berupa makanan alami yang tersedia di tambak yaitu makrozoobenthos
(moluska, cacing – cacingan dan lain – lain). Disamping itu juga diberikan
makanan tambahan berupa cincangan ikan rucah laut dan kepiting kecil (piyai)
sebanyak 0,5% dari berat tubuh total kepiting bakau yang dipelihara.
14
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari yaitu antara pukul 09.00 – 10.00 dan
sore hari antara pukul 15.00 – 16.00.
5.2.2. Hasil Evaluasi Pengetahuan dan Keterampilan Mitra
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan khalayak sasaran tentang
pembesaran kepiting bakau dengan sistem silvofishery maka dilakukan pendataan
dengan mengajukan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan terlebih dahulu
kepada khalayak sasaran. Pengajuan daftar pertanyaan dilakukan sebelum dan
sesudah diadakan kegiatan penyuluhan. Daftar pertanyaan secara jelas dapat
dilihat pada Lampiran 1.
Hasil evaluasi awal dan evaluasi akhir kemudian dianalisis dengan
menggunakan analisis uji dua pihak sehingga akan diketahui perubahan sikap dan
pengetahuan khalayak sasaran. Pada evaluasi awal diketahui bahwa nilai rata-rata
per responden per pertanyaan sebesar 0,94 (Lampiran 2). Setelah dilakukan
penyuluhan terjadi peningkatan pengetahuan pembudidaya dengan nilai rata-rata
per responden per pertanyaan sebesar 2,98 pada evaluasi akhir (Lampiran 3).
Hasil pengujian perbedaan tingkat pengetahuan pembudidaya sebelum dan
sesudah kegiatan penyuluhan diperoleh nilai t hitung sebesar 4,14. Untuk jumlah
responden sebanyak 20 orang dan tingkat kepercayaan () sebesar 95% diketahui
nilai t tabel sebesar 2,093. Kemudian dengan membandingkan antara t hitung
dengan t tabel diketahui bahwa t hitung > t tabel, berarti secara statistik telah
terjadi perubahan sikap dan pengetahuan khalayak sasaran (pembudidaya ikan)
dari yang kurang mengetahui menjadi cukup banyak mengetahui tentang budidaya
kepiting bakau dengan media karamba, di samping tetap memelihara keberadaan
ekosistem mangrove. Keberadaan hutan mangrove sangat dibutuhkan untuk
melindungi kawasan pesisir dari ancaman gelombang laut dan badai, menjaga
kualitas dan kuantitas suplai air tawar, serta sebagai habitat berbagai jenis ikan
dan biota lainnya sehingga sumberdaya ikan dan perairan lainnya dapat lestari dan
perekonomian masyarakat dapat berkelanjutan.
15
5.2.3. Hasil Pembesaran Kepiting Bakau
Untuk bibit yang ditebar untuk pembesaran adalah benih yang termasuk
kategori BS atau di bawah size (100 – 150 gr per ekor). Hasil penimbangan dan
perhitungan sementara terhadap populasi kepiting bakau yang dipelihara dalam
karamba dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 di atas terlihat bahwa pemeliharaan kepiting bakau
selama 2 bulan dengan pemberian pakan ikan rucah dan kepiting piyai
menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik. Untuk penggemukan dilakukan
terhadap kepiting yang beratnya sudah mencapai standar (≥ 4 ons per ekor), tetapi
capitnya tidak sempurna/lengkap dan kurang padat/lembek sehingga harganya
rendah. Untuk mencapai harga standar (berat, capit sempurna dan lengkap, dan
padat) maka dibutuhkan masa penggemukan 1 – 2 bulan.
Tabel 2. Kecepatan pertumbuhan dan pertumbuhan mutlak kepiting yang
dipelihara dalam karamba contoh, padat penebaran 100 ekor selama 2
bulan
Berat awal (gram) Berat akhir (gram) Pertumbuhan mutlak (gram)
Rerata Total Rerata Total Rerata Total
120,3 12.030 223 20.030 102 8.000
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Pemanenan dapat dilakukan secara selektif atau total. Pada pemeliharaan
kepiting sistem karamba, pemanenan dapat dilakukan secara selektif karena
kepiting sudah berada dalam karamba sehingga perkiraan berat kepiting dapat
dilakukan dengan cara mengangkat karamba ke permukaan. Kepiting yang
dipanen terlebih dahulu adalah yang telah mencapai ukuran pasar (size) yaitu 4 –
5 ekor/kg. Kepiting yang masih belum mencapai ukuran tersebut tetap dipelihara
di dalam karamba yang sama hingga mencapai ukuran pasar.
Pertambakan yang melakukan budidaya penggemukan kepiting sangat
dipengaruhi oleh daya dukung lingkungan, terutama dalam masalah penyediaan
benih. Daerah yang berdekatan dengan kawasan mangrove memungkinkan
penyediaan benih yang mudah didapat (Direktorat Jenderal Perikanan, Direktorat
Bina Produksi, 1999). Begitu pula dengan pembudidaya Desa Cemara Labat,
usaha tambak mereka cukup dekat dengan kawasan mangrove. Selain itu, kondisi
kawasan mangrove yang terpelihara baik memberikan pasokan bibit kepiting yang
16
cukup berlimpah sepanjang tahun, terutama pada bulan ke-12 (Desember) dimana
kebanyakan kepiting yang ditangkap masih tergolong BS.
5.2.4. Hasil Analisis Usaha Pembesaran
Pembesaran kepiting bakau selama 2 bulan untuk 100 ekor bibit kepiting
(berat total 25 kg) maka didapatkan hasil sebesar 25 - 30 kg berat total.
Pertambahan berat total relatif tetap atau sedikit mengalami kenaikan karena
pengurangan jumlah satuan bibit akibat kematian. Namun berat satuan bibit
mengalami kenaikan, sehingga keuntungan diperoleh dari kenaikan harga yang
diterima.
Tabel 3. Perkiraan biaya, produksi dan keuntungan usaha pembesaran kepiting
bakau dalam karamba dengan sistem silvofishery selama 2 bulan
No. Uraian Harga satuan
(Rp) Nilai (Rp)
I. Biaya operasional
1 Bibit kepiting bakau 100 kg
(± 400 ekor) 25.000,00 2.500.000,00
2 Pakan tambahan 240 kg 3.000,00 720.000,00
3 Upah pemeliharaan 2 bulan 300.000,00 600.000,00
Total biaya
3.820.000,00
II. Penerimaan
Produksi 120 kg 60.000,00 7.200.000,00
III. Keuntungan
3.380.000,00
RCR
1,88
Sumber : Data primer yang diolah, 2016
Hasil analisis usaha dalam jangka pendek (selama 2 bulan) menunjukkan
bahwa pembesaran kepiting bakau dalam karamba dengan sistem silvofishery
dapat memberikan keuntungan yang lebih besar dibandingkan pembesaran
kepiting dalam tambak sistem lepasan, dimana selisih keuntungan yang diperoleh
± Rp 2.880.000,00. Nilai pengembalian atas biaya operasional (RCR)
menunjukkan bahwa untuk setiap Rp 1.000,00 modal yang diinvestasikan akan
diperoleh tambahan penerimaan sebesar Rp 880,00 untuk pembesaran kepiting
sebanyak 400 kg.
Pembesaran kepiting bakau dalam karamba memiliki kelebihan secara
teknis dan finansial yaitu mengurangi resiko kepiting hilang atau mati,
17
pertumbuhan (berat) kepiting dapat terkontrol, konsistensi produksi lebih
terjamin, dan memudahkan dalam pemanenan.
5.2.5. Hasil Bimbingan Manajemen Usaha
Hasil kegiatan bimbingan teknis manajemen usaha yang telah
dilaksanakan secara garis besar mencakup beberapa komponen, yaitu keberhasilan
ketercapaian target materi yang telah direncanakan, ketercapaian tujuan pelatihan
dan kemampuan peserta dalam penguasaan materi. Ketercapaian target
penguasaan materi, semua peserta dapat mengikuti seluruh proses pelatihan dari
awal sampai selesai, dan kegiatan yang dirancang 100% terlaksana. Target
penyampaian materi pelatihan juga tercapai karena materi dapat disampaikan
secara keseluruhan. Dengan demikian maka tujuan kegiatan bimbingan teknis
dapat terpenuhi.
Penguasaan kompetensi peserta pelatihan dievaluasi melalui praktik secara
berkelompok. Sebagian besar (70%) peserta pelatihan telah mengetahui dan
mampu menjelaskan pentingnya pencatatan transaksi dalam usaha. Sebanyak 10
orang (50%) telah mau dan mampu melakukan pencatatan transaksi usaha dan 5
orang (25%) telah melanjutkan dengan penyusunan laporan keuangan (laporan
rugi laba dan neraca). Selain itu peserta juga telah berusaha memanfaatkan
informasi dari laporan keuangan tersebut untuk melakukan proyeksi usaha di
masa depan.
Umumnya manajemen usaha yang dilakukan pelaku usaha perikanan di
wilayah pesisir masih mengandalkan jaringan pemasaran yang konvensional
(jaringan pasar tradisional, pembeli tetap). Kondisi ini menyebabkan skala
pemasaran produk dan keuntungan yang diterima produsen masih terbatas.
Padahal potensi pasar produk perikanan masih terbuka luas, terutama bagi pelaku
usaha yang mampu mengelola usaha dengan menjalankan perencanaan dan
strategi pemasaran yang tepat yaitu (1) pengumpulan informasi pasar untuk
mengetahui tipe produk, ukuran, jumlah, harga, waktu, mekanisme distribusi, dan
pelayanan terhadap konsumen; (2) bauran pemasaran : 4P (product, price, place,
promotion); (3) daur hidup produk: perkenalan pasar, pertumbuhan pasar,
kematangan pasar, dan penurunan penjualan; (4) mempertahankan dan
18
memperpanjang tahap kematangan pasar: menjaga kontinuitas suplai, perluasan
pasar, diversifikasi produk, dan pengembangan produk value added.
5.3. Faktor Pendukung dan Penghambat
Faktor pendukung kegiatan ini adalah:
a) Anggota kelompok mitra sangat menyadari pentingnya menjaga sumberdaya
hutan mangrove sehingga mendorong minat mereka untuk mengembangkan
usaha budidaya kepiting dalam karamba dengan sistem silvofishery.
b) Anggota kelompok mitra telah membuktikan bahwa penerapan teknologi
pembesaran kepiting bakau secara optimal akan dapat memberikan
keuntungan finansial yang lebih besar.
c) Anggota kelompok mitra cukup berminat untuk mengelola usaha budidaya
dengan baik dan membuat proposal pengajuan kredit untuk mengembangkan
usaha mereka.
d) Luas lahan pesisir dan perairan yang masih cukup besar dan bersih dari bahan
pencemar sehingga sangat potensial untuk pengembangan usaha budidaya
ikan.
e) Potensi benih kepiting bakau dan sumber pakan tambahan cukup besar dan
tersedia sepanjang tahun.
Faktor penghambat kegiatan ini adalah:
a) Masyarakat nelayan sudah terbiasa dan membudaya untuk hanya berupaya
mencari dan memungut ikan/udang yang ada di wilayah sekitarnya, sehingga
kurang termotivasi untuk membudidayakan ikan/udang.
b) Kondisi jalan desa masih berupa jalan tanah (pengerasan) sehingga
transportasi hasil budidaya dari lokasi produksi ke konsumen kurang lancar,
terutama pada musim penghujan jalan berlumpur dan sulit dilewati.
c) Tingkat pendidikan masyarakat/anggota mitra yang umumnya masih rendah
sehingga membutuhkan pembimbingan yang sangat intensif dan waktu yang
lebih panjang.
5.4. Luaran yang Dicapai
Luaran yang dicapai dari kegiatan ini adalah:
Produk kepiting bakau yang memenuhi ukuran kebutuhan pasar
Artikel ilmiah dengan judul : Ibm Pengembangan Usaha Pembesaran Kepiting
Bakau Melalui Sistem Silvofishery
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan kegiatan yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa:
Pemeliharaan kepiting bakau selama 2 bulan telah mencapai bobot yang
dibutuhkan pasar yaitu pada kelompok size kedua (< 4 ons) dengan harga
Rp 60.000,00 per kg.
Penggemukan kepiting yang beratnya sudah mencapai standar (≥ 4 ons per
ekor), tetapi capitnya tidak sempurna/lengkap dan kurang padat/lembek maka
harganya rendah. Untuk mencapai harga standar (berat, capit sempurna dan
lengkap, dan padat) maka dibutuhkan masa penggemukan 1 – 2 bulan dengan
harga Rp 110.000 per kg.n
Terjadi perubahan sikap dan pengetahuan khalayak sasaran (pembudidaya
ikan) dari yang kurang mengetahui menjadi cukup banyak mengetahui tentang
budidaya kepiting bakau dengan media karamba, di samping tetap memelihara
keberadaan ekosistem mangrove.
Terjadi perbaikan pengetahuan dan kompetensi manajemen usaha khalayak
sasaran, yaitu 50% telah mau dan mampu melakukan pencatatan transaksi
usaha dan 25% telah melanjutkan dengan penyusunan laporan keuangan
(laporan rugi laba dan neraca). Selain itu peserta juga telah berusaha
memanfaatkan informasi dari laporan keuangan tersebut untuk melakukan
proyeksi usaha di masa depan.
6.2. Saran
Pelatihan dan pembimbingan yang lebih intensif untuk lebih memotivasi
anggota kelompok dalam mengembangkan usaha pembesaran kepiting bakau
dalam karamba.
Peragaman bobot kepiting yang dibesarkan sehingga saat benih kepiting
melimpah tidak ada benih yang terbuang percuma dan kontinuitas produksi
dapat terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, T., Haryanti dan A. Sudrajat. 2004. Analisis kebijakan revitalisasi
pertambakan utara Jawa. Laporan proyek, Ringkasan eksekutif. Pusat
Riset Perikanan Budidaya. Jakarta
Fauzi, A. 2004. Ekonomi Sumberdaya Alam dan Lingkungan: Teori dan Aplikasi.
PT.Gramedia Pustaka. Jakarta.
Mardiana, W. Mingkid dan H. Sinjai. 2015. Kajian Kelayakan dan Pengembangan
Lahan Budiaya Kepiting Bakau (Scylla spp.) di Desa Likupang II
Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Budidaya Perairan. 3 (1): 154 – 164.
Putri, R.A., I. Samidjan dan D. Rachmawati. 2014. Performa Pertumbuhan dan
Kelulusan Hidup Kepiting Bakau (Scylla paramamosain) Melalui
Pemberian Pakan Buatan Dengan Persentase Jumlah Yang Berbeda.
Journal of Aquaculture Management and Technology. 3 (4): 84 – 89.
Pudjiraharjoe, E, 1995. Peranan Akar Bakau sebagai Penyangga Kehidupan Biota
Laut Di Kawasan Rehabilitasi Mangrove Pantai Pemalang. Tesis S2
Program Pasca Sarjana UGM., Yogyakarta.
Rangka, N.A. 2007. Status Usaha Kepiting Bakau Ditinjau dari Aspek Peluang
dan Prospeknya. Jurnal Neptunus. 14 (1): 90 – 100.
Sofia, L.A. 2011. Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Kepiting Soka di Lahan
Tambak (Studi Kasus di Desa Pagatan Besar Kabupaten Tanah Laut.
Kalimantan Selatan). Jurnal Al’Ulum. 47 (1) : 29 – 35.
Wibowo, K dan T. Handayani. 2006. Pelestarian Hutan Mangrove Melalui
Pendekatan Mina Hutan (Silvofishery). Jurnal Teknik Lingkungan. 7 (3):
227 – 233.
22
Lampiran 1. Daftar pertanyaan untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan
teknologi pembesaran kepiting bakau sistem silvofishery di
Desa Cemara Labat
DAFTAR PERTANYAAN
No. Pertanyaan Pilihan
A B C D E
1. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui
manfaat hutan bakau bagi wilayah pesisir?
2. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui cara
penanaman tanaman bakau?
3. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui tentang
budidaya kepiting bakau?
4. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui tentang
budidaya kepiting bakau sistem karamba?
5. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui lokasi
yang cocok untuk peletakan karamba
kepiting?
6. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui jenis
pakan untuk kepiting bakau?
7. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui cara
pemberian pakan untuk kepiting bakau
yang dipelihara?
8. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui tentang
silvofishery?
9. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui
keuntungan pemeliharaan ikan dengan
sistem silvofishery?
10. Apakah Bapak/Ibu/Sdr mengetahui model-
model pemeliharaan sistem silvofishery?
Keterangan :
Pilihan Uraian Bobot
A Tidak tahu 0
B Sedikit tahu 1
C Cukup tahu 2
D Banyak tahu 3
E Sangat banyak tahu 4
23
Lampiran 2. Rekapitulasi hasil evaluasi awal tingkat pengetahuan dan
teknologi pembesaran kepiting bakau sistem silvofishery
anggota kelompok mitra (X)
No.
Resp.
Nomor Pertanyaan Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 2 2 2 1 2 2 0 0 0 0 11
2 2 2 1 1 2 1 1 0 1 0 11
3 2 1 2 1 1 2 1 0 0 0 10
4 2 2 1 1 1 1 1 1 0 0 10
5 2 2 1 1 1 1 1 0 0 0 9
6 2 2 1 1 2 1 1 0 1 1 12
7 2 2 1 0 0 1 1 1 0 0 8
8 2 1 2 1 1 0 0 1 0 0 8
9 2 2 2 1 1 1 0 0 0 0 9
10 2 2 2 1 1 1 0 0 0 0 9
11 2 2 1 1 0 0 1 0 1 1 9
12 2 1 2 0 1 1 1 0 0 0 8
13 2 1 2 0 0 1 1 1 0 0 8
14 2 2 1 1 1 1 0 1 0 0 9
15 2 1 1 2 2 0 1 0 0 0 9
16 2 1 2 1 1 1 1 0 0 0 9
17 2 1 2 1 1 1 0 0 0 0 8
18 2 1 2 0 1 1 0 1 0 0 8
19 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 12
20 2 1 2 1 0 0 1 1 1 1 10
Xr = 187 (Xr)2 = 34969
Xr = 9,35 Xrp = 0,94
Xr2 = 1781
Keterangan :
Xr : Rata-rata nilai per responden sebelum penyuluhan
Xrp : Rata-rata nilai per responden per pertanyaan sebelum penyuluhan
24
Lampiran 3. Rekapitulasi hasil evaluasi akhir tingkat pengetahuan dan
teknologi pembesaran kepiting bakau sistem silvofishery
anggota kelompok mitra (Y) serta uji kesamaan rata-rata
dengan uji dua pihak
No.
Resp.
Nomor Pertanyaan Total
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 3 3 4 3 3 3 3 4 2 2 30
2 3 3 3 3 3 3 2 2 2 2 26
3 4 3 4 3 4 3 3 2 2 3 31
4 4 3 3 3 4 3 3 3 2 2 30
5 4 3 3 3 3 3 3 3 2 2 29
6 3 4 3 4 4 4 2 3 3 2 32
7 3 4 4 3 2 3 3 3 3 3 31
8 4 3 4 3 3 3 3 3 3 2 31
9 3 3 3 4 4 3 2 2 3 2 29
10 4 3 2 3 4 4 3 3 3 2 31
11 3 3 4 3 2 4 2 3 2 3 29
12 3 2 4 4 4 4 4 2 3 2 32
13 4 2 3 3 3 2 4 2 3 2 28
14 4 3 2 3 4 2 3 3 3 2 29
15 4 3 2 4 4 3 2 2 2 2 28
16 3 2 3 4 2 3 3 2 2 3 27
17 3 3 3 3 4 3 3 2 4 3 31
18 3 3 3 2 4 3 3 2 4 2 29
19 4 3 3 3 3 4 4 2 4 3 33
20 4 3 3 4 2 2 3 3 3 2 29
Yr = 595 (Yr)2 = 354025
Yr = 29,75 Yrp = 2,98
Yr2 = 17761
Keterangan :
Yr : Rata-rata nilai per responden setelah penyuluhan
Yrp : Rata-rata nilai per responden per pertanyaan setelah penyuluhan
t-hitung = 4,14
t-tabel (20; 5%) = 2,093
t-hitung > t-tabel terjadi perubahan tingkat pengetahuan anggota kelompok
mitra
25
Lampiran 4. Gambaran Ipteks yang ditransfer kepada mitra
TEKNIS BUDIDAYA KEPITING BAKAU
a) Lokasi Budidaya
Tambak pemeliharaan kepiting diusahakan mempunyai kedalaman 0,8-1,0 meter
dengan salinitas air antara 15-30 ppt.
Tanah tambak berlumpur dengan tekstur tanah liat berpasir (sandy clay) atau
lempung berliat (silty loam); perbedaan pasang surut antara 1,5-2 meter.
Tambak pemeliharaan bandeng maupun udang tradisional dapat digunakan sebagai
tempat pemeliharaan kepiting.
Faktor yang perlu dipertimbangkan dalam pemilihan lokasi pemeliharaan kepiting,
antara lain: (1) Air yang digunakan bebas dari pencemaran dan jumlahnya cukup;
(2) Tersedia pakan yang cukup dan terjamin kontinyuitasnya; (3) Terdapat sarana
dan prasarana produksi dan pemasarannya, (4) Tenaga yang terampil dan
menguasai teknis budidaya kepiting.
b) Disain dan Konstruksi Tambak
Konstruksi pematang dan pintu air perlu diperhatikan secermat mungkin sehingga
kepiting yang mencapai kondisi biologis matang telur tidak mampu meloloskan
diri, dengan jalan memanjat dinding/pagar atau dengan cara membuat lubang pada
pematang.
Pada pematang dapat dipasang pagar kere bambu atau dari waring, hal ini akan
mnegurangi kemungkinan lolosnya kepiting.
c) Penebaran
Benih alam didapat secara alami pada saat pasang surut air. Setelah beberapa bulan
mulai dilakukan panen selektif dengan memungut kepiting yang berukuran siap
jual.
Kepiting yang sudah mencapai ukuran tsb dilepas kembali ke dalam petak
pembesaran untuk memperoleh ukuran atau kegemukan yang lebih besar.
Pada budidaya sistem monokultur benih kepiting dengan ukuran benih 20 – 50
gr/ekor ditebar dengan kepadatan 5000-15000 ekor/Ha.
d) Usaha Penggemukan/Pembesaran
26
Penggemukan. dapat dilakukan dengan menggunakan kurungan bambu atau
karamba bambu apung..
Kepiting yang dipelihara pada usaha penggemukan ini adalah kepiting berukuran
ekspor dari jenis kelamin jantan maupun betina yang masih keropos.
Jangka waktu penggemukan sekitar 5-10 hari, kepiting sudah akan menjadi gemuk
dan berisi bila pemeliharaannya secara baik.
Untuk pemeliharaan kepiting berjenis kelamin betina, bahkan akan menjadi
kepiting bertelur. Untuk menghindari mortalitas akibat perkelahian antara jantan
dan betina, sebaiknya pemeliharaan dilakukan secara monosex.
e) Pakan
Berbagai jenis pakan: ikan rucah, usus ayam, kulit sapi, kulit kambing, bekicot,
keong sawah, dll. Ikan rucah segar lebih baik ditinjau dari fisik maupun kimiawi
dan peluang untuk segera dimakan lebih cepat karena begitu ditebar akan segera
dimakan oleh kepiting.
Pemberian pakan pada usaha pembesaran hanya bersifat suplemen dengan dosis
sekitar 5%.
Kepiting bertelur dan penggemukan, pemberian pakan harus lebih diperhatikan
dengan dosis antara 5-15% dari erat kepiting yang dipelihara.
Kepiting muda membutuhkan sejumlah makanan yang cukup banyak untuk
pertumbuhan dan proses ganti kulit.
Kepiting sedang bertelur kemauan makan akan berkurang dan puncaknya setelah
telur keluar sepertinya kepiting berpuasa.
f) Pasca Panen Kepiting Bakau
Untuk mengatasi kepiting yang baru ditangkap saling capit maka kepiting harus
segera diikat. Penanganan kepiting yang telah disusun dalam keranjang yang perlu
mendapat perhatian ialah tetap menjaga suhu tidak lebih tinggi dari 26°C dan
kelembaban yang baik adalah 95%.
Cara yang dapat dilakukan untuk menjaga suhu dan kelembaban ideal bagi
kelangsungan hidup kepiting selama dalam pengangkutan ialah : celupkan kepiting
ke dalam air payau (salinitas 15-25‰) selama kurang lebih 5 menit sambil
digoyang-goyangkan agar kotoran terlepas. Setelah kepiting disusun kembali di
dalam wadah. tutuplah wadah dengan karung goni basah.
29
PERENCANAAN BISNIS
Perencanaan usaha adalah suatu cetak biru tertulis (blue-print) yang
berisikan tentang misi usaha, rincian finansial, strategi usaha, peluang pasar yang
mungkin diperoleh, dan kemampuan serta keterampilan pengelolanya.
Perencanaan usaha sebagai persiapan awal memiliki dua fungsi penting, yaitu : (1)
sebagai pedoman untuk mencapai keberhasilan manajemen usaha, dan (2) sebagai
alat untuk mengajukan kebutuhan permodalan yang bersumber dari luar.
Menurut Zimmerer (1993), ada beberapa unsur yang harus ada dalam
perencanaan usaha, yaitu (1) Ringkasan pelaksanaan, (2) Profil usaha, (3) Strategi
usaha, (4) Produk dan jasa, (5) Strategi pemasaran, (6) Analisis pesaing, (7)
Ringkasan karyawan dan pemilik, (8) Rencana operasional, (9) Data finansial,
(10) Proposal/usulan pinjaman, (11) Jadwal operasional. Sedangkan menurut
Peggy Lambing (2000), perencanaan bisnis membuat sejumlah topik, yang
meliputi:
1) Ringkasan eksekutif (executive summary)
2) Pernyataan misi (mission statement)
3) Lingkungan usaha (business environment)
4) Perencanaan pemasaran (marketing plan)
5) Tim manajemen (management team)
6) Data finansial (financial data)
7) Aspek-aspek legal (legal consideration)
8) Jaminan asuransi (insurance requirements)
9) Orang-orang penting (key person)
10) Pemasok (suppliers)
11) Risiko (risk)
Ringkasan eksekutif (executive summary) menjelaskan tentang: (1)
maksud usaha, (2) usulan finansial, (3) permintaan dana, (4) cara menggunakan
dana dan cara pembayaran kembali pinjaman. Secara rinci, komponen-komponen
yang tercantum dalam format usaha tersebut meliputi:
(1) Ringkasan eksekutif (executive summary), dibuat tidak lebih dari dua
halaman yang memuat tentang:
30
a. Nama, alamat dan nomor telepon perusahaan
b. Nama, alamat dan nomor telepon key person
c. Laporan singkat gambaran perusahaan
d. Laporan singkat gambaran pasar untuk produk
e. Laporan singkat gambaran aksi-aksi strategis untuk meraih keberhasilan
perusahaan
f. Laporan singkat gambaran manajerial dan pengalaman teknik dari key
person
g. Laporan keperluan dana dan cara menggunakannya
h. Rekening penerimaan dan neraca saldo
(2) Perencanaan usaha
a. Latar belakang usaha
Laporan singkat sejarah perusahaan
Situasi yang ada saat ini
b. Gambaran usaha secara detail
Keunikan usaha yang dimiliki
Bagaimana keunikan itu menciptakan nilai
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan (seperti harga
persaingan, kualitas, ketahanan, sifat-sifat teknik dan sebagainya)
c. Analisis pasar
Potensi pembeli terhadap barang (dispesifikasikan)
Motivasi mereka membeli
Ukuran pasar (jumlah pelanggan di pasar)
Pembelanjaan total tahunan
Sifat-sifat pembelian, apakah barang tahan lama? Apakah produk
hanya dibeli pada musim tertentu?
Target pasar spesifik, apakah kita mengetahui konsumen potensial
yang akan kita tuju
Pengaruh pasar eksternal, bagaimana masing-masing kekuatan
eksternal mempengaruhi penjualan
Faktor ekonomi, seperti inflasi, resesi dan tinggi-rendahnya tingkat
pengangguran
31
Faktor sosial, seperti usia pelanggan, lokasi, tingkat pendapatan,
ukuran rumah tangga, dan sifat khusus masyarakat
d. Analisis pesaing, memuat gambaran tentang:
Pesaing yang ada, jumlah pesaing yang kita kenal dan kepercayaan
pelanggan terhadap kita
Perusahaan yang mungkin masuk pasar, siapa, kapan, dan mengapa
masuk pasar? Apa dampak dari masuknya pesaing baru terhadap pasar
kita
Kekuatan dan kelemahan pesaing
e. Perencanaan strategi usaha
Rencana untuk memasarkan produk, khususnya yang berkenaan
dengan strategi pemasaran, seperti harga, promosi dan periklanan dan
pelayanan pada pelanggan
Bandingkan produk kita dengan produk yang sudah ada di pasar
f. Spesifikasi organisasi dan manajemen
Bagaimana perusahaan diorganisir baik secara legal (seperti
perusahaan umum, partnership atau yang lainnya) maupun secara
fungsional
Orang-orang kunci dalam perusahaan, beserta latar belakang, dan sifat-
sifat spesifik lain yang mempengaruhi keberhasilan usaha
g. Perencanaan keuangan (finansial)
Jumlah uang yang diperlukan untuk memproduksi barang dan jasa
serta untuk operasional usaha
Ciptakan pembelanjaan kas untuk ditujukan kepada bank atau investor
lain yang akan membantu pendanaan perusahaan
Proyeksi biaya operasional secara realistis untuk membiayai material,
tenaga kerja, peralatan pemasaran dan biaya lainnya
Proyeksi dan aktulisasi neraca dan laporan laba rugi perusahaan
Analisis pulang pokok (break even analisis)
h. Perencanaan aksi strategis
Penjelasan misi kita dalam perusahaan
Penampilan tujuan dan sasaran yang spesifik
32
Pernyataan strategi produksi dan pemasaran
Bagaimana strategi akan dikonversikan ke dalam perencanaan
operasional
Prosedur pengawasan untuk menjaga perusahaan dari serangan
Setelah membuat ringkasan eksekutif, langkah berikutnya adalah
menentukan misi usaha (business mission). Misi bisnis menggambarkan maksud-
maksud bisnis dan filosofi manajemen perusahaan. Sebagai contoh dapat dilihat
misi bisnis sebagai berikut:
“Kita yakin bahwa produk yang dibuat memiliki kualitas terbaik dan memiliki
nilai lebih karena berkhasiat untuk menyegarkan tubuh dan dibuat oleh orang-
orang yang berpengalaman selama puluhan tahun”
Selain membuat format ringkasan eksekutif, seorang calon pengusaha juga
harus membuat usulan atau proposal usaha. Usulan usaha dimaksudkan untuk
mengajukan dana kepada penyandang dana, seperti investor, banker dan lembaga
keuangan lainnya yang siap membantu perusahaan. Beberapa aspek yang
biasanya dimuat dalam proposal usaha meliputi: (1) manajemen usaha, (2)
pemasaran, (3) produksi/operasional, dan keuangan perusahaan.
36
Lampiran 6. Daftar hadir peserta demonstrasi Pembesaran Kepiting Bakau
dengan Sistem Silvofishery
37
Lampiran 7. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan ujicoba
Pembesaran Kepiting dengan Sistem Silvofishery oleh anggota
kelompok pembudidaya
46
Lampiran 9. Dokumen kegiatan pemantauan dan pendampingan Penerapan
Manajemen Usaha oleh anggota kelompok pembudidaya
52
Lampiran 10. Dokumentasi kegiatan IbM
Dokumentasi 1. Sosialisasi IbM Usaha Pembesaran Kepiting Bakau Melalui
Sistem Silvofishery
Top Related