Laboratorium Analisis Bahan Pangan
Semester V 2013
LAPORAN PRAKTIKUM
ANALISIS BAHAN PANGAN
Disusun Oleh :
Nama : ST. Rukayah Idris
NIM : 331 11 009
Pembimbing : Muh. Saleh, ST., M.Si
JURUSAN TEKNIK KIMIA
POLITEKNIK NEGERI UJUNG PANDANG
2013
ii
KATA PENGANTAR
Bismillahi Rahmanirrahim.
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’al
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan
Praktikum pada laboratorim “Analisis Bahan Pangan”.
Dalam proses penyusunan laporan ini, penulis banyak memperoleh
bantuan dari berbagai pihak, sehingga Laporan ini dapat terselesaikan. Oleh
karena itu, kami banyak berterima kasih terutama kepada Bapak Muhammad
Saleh, S.T.,M.Si selaku pembimbing praktikum, dan teman-teman atas segala
bantuannya.
Kami menyadari bahwa hasil yang dicapai dalam penulisan Laporan ini
masih mengandung berbagai kelemahan dan kekurangan. Untuk itu, kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
Laporan ini. Semoga Laporan ini dapat menjadi satu sumber referensi bagi semua
pihak.
Makassar, Desember 2013
Penulis
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .................................................................................. i
KATA PENGANTAR ............................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................ v
PERCOBAAN I PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA
A. Tujuan Percobaan ............................................................................... 1
B. Perincian Kerja .................................................................................. 1
C. Alat dan Bahan ................................................................................... 1
D. Dasar Teori ......................................................................................... 2
E. Prosedur Kerja ................................................................................... 3
F. Data Pengamatan ................................................................................ 3
G. Perhitungan .......................................................................................... 4
H. Hasil dan Pembahasan ....................................................................... 4
I. Kesimpulan ........................................................................................ 5
PERCOBAAN II HIDROSIANIDA (HCN)
A. Tujuan Percobaan ............................................................................... 6
B. Perincian Kerja .................................................................................. 6
C. Alat dan Bahan ................................................................................... 6
D. Dasar Teori ......................................................................................... 7
E. Prosedur Kerja ................................................................................... 7
F. Data Pengamatan ................................................................................ 8
G. Perhitungan .......................................................................................... 8
H. Hasil dan Pembahasan ....................................................................... 9
I. Kesimpulan ........................................................................................ 9
PERCOBAAN III ANALISA KADAR GULA PEREDUKSI
A. Tujuan Percobaan .............................................................................. 10
B. Perincian Kerja ................................................................................. 10
C. Alat dan Bahan .................................................................................. 10
iv
D. Dasar Teori ........................................................................................ 11
E. Prosedur Kerja .................................................................................. 15
F. Data Pengamatan ............................................................................... 15
G. Perhitungan ......................................................................................... 15
H. Hasil dan Pembahasan ...................................................................... 16
I. Kesimpulan ....................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17
v
LEMBAR PENGESAHAN
Mata Kuliah : Laboratorium analisa bahan pangan
Penyusun : Rabiah / 331 11 020
Laporan ini telah diperiksa dan disetujui sebagai hasil laporan praktikum yang
telah kami lakukan.
Makassar, Desember 2013
Menyetujui :
Pembimbing, Penyusun,
( Muhammad Saleh, S.T.,M.Si ) ( ST. Rukayah Idris )
196710081993031001 331 11 020
1
PERCOBAAN I
PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA
A. TUJUAN
Menghitung bilangan peroksida pada sampel yang digunakan yaitu minyak
goreng baru dan minyak goreng bekas.
Untuk menentukan degradasi/ derajat kerusakan pada minyak goreng.
B. PERINCIAN KERJA
- Menyiapkan sampel
- Mendiamkan di ruangan gelap
- Proses titrasi
C. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan:
Erlenmeyer 250 mL
Gelas Ukur 100 mL
Buret
Pipet tetes
Labu Semprot
Bahan yang digunakan:
Minyak Goreng Baru
Minyak Goreng Bekas/Jelantah
Asam Asetat Glacial
Kloroform
KI
Natrium Tiosulfat 0,1 N
Indikator Kanji
Aquadest
2
D. DASAR TEORI
Bilangan peroksida adalah indeks jumlah lemak atau minyak yang telah
mengalami oksidasi Angka peroksida sangat penting untuk identifikasi tingkat
oksidasi minyak. Minyak yang mengandung asam- asam lemak tidak jenuh dapat
teroksidasi oleh oksigen yang menghasilkan suatu senyawa peroksida. Cara yang
sering digunakan untuk menentukan angka peroksida adalah dengan metoda titrasi
iodometri. Penentuan besarnya angka peroksida dilakukan dengan titrasi
iodometri
Salah satu parameter penurunan mutu minyak goreng adalah bilangan
peroksida Pengukuran angka peroksida pada dasarnya adalah mengukur kadar
peroksida dan hidroperoksida yang terbentuk pada tahap awal reaksi oksidasi
lemak. Bilangan peroksida yang tinggi mengindikasikan lemak atau minyak sudah
mengalami oksidasi, namun pada angka yang lebih rendah bukan selalu berarti
menunjukkan kondisi oksidasi yang masih dini. Angka peroksida rendah bisa
disebabkan laju pembentukan peroksida baru lebih kecil dibandingkan dengan
laju degradasinya menjadi senyawa lain, mengingat kadar peroksida cepat
mengalami degradasi dan bereaksi dengan zat lain Oksidasi lemak oleh oksigen
terjadi secara spontan jika bahan berlemak dibiarkan kontak dengan udara,
sedangkan kecepatan proses oksidasinya tergantung pada tipe lemak dan kondisi
penyimpanan. Minyak curah terdistribusi tanpa kemasan, paparan oksigen dan
cahaya pada minyak curah lebih besar dibanding dengan minyak kemasan.
Paparan oksigen, cahaya, dan suhu tinggi merupakan beberapa faktor yang
mempengaruhi oksidasi. Penggunaan suhu tinggi selama penggorengan memacu
terjadinya oksidasi minyak. Kecepatan oksidasi lemak akan bertambah dengan
kenaikan suhu dan berkurang pada suhu rendah.
Peroksida terbentuk pada tahap inisiasi oksidasi, pada tahap ini hidrogen
diambil dari senyawa oleofin menghasikan radikal bebas. Keberadaan cahaya dan
logam berperan dalam proses pengambilan hidrogen tersebut. Radikal bebas
yang terbentuk bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi, selanjutnya
3
dapat mengambil hidrogen dari molekul tak jenuh lain menghasilkan peroksida
dan radikal bebas yang baru
Peroksida dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor
yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida lebih dari 100
meq peroksid/kg minyak akan bersifat sangat beracun dan mempunyai bau yang
tidak enak. Kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak
akan berbau tengik.
Selain itu, peroksida dapat menyebabkan destruksi beberapa macam
vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan
sejumlah kecil vitamin B). Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran
darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E meningkat lebih besar. Padahal
vitamin E dibutuhkan untuk menangkal radikal bebas yang ada dalam tubuh.
E. PROSEDUR KERJA
5 gram contoh dilarutkan dalam 30 ml campuran larutan dari asam asetat glasial
dan kloroform (2 : 3). Tambahkan larutan KI jenuh sebanyak 0,5 ml sambil
dikocok dan 30 ml aquades. Selanjutnya titrasi dengan larutan standar natrium
tiosulfat 0,1 N dengan larutan kanji/pati sebagai indikator hingga warna kuning
hilang. Blanko dibuat dengan cara yang sama. Bilangan peroksida dihitung
dengan rumus :
Bilangan peroksida (mekv/1000 g) m
1000 x N x )V(V 0 1
Keterangan : V1 = Volume larutan natrium tiosulfat untuk minyak (ml)
V0 = Volume larutan natrium tiosulfat untuk blanko (ml)
N = Normalitas larutan standar natrium tiosulfat
m = Berat minyak (gram)
F. DATA PENGAMATAN
Berat sampel
Minyak baru : 5,02 g
Minyak bekas : 5,07 g
4
Volume titrasi
Minyak baru : 0,8 ml
Minyak bekas : 1,5 ml
G. PERHITUNGAN
Minyak Bekas
100% x g 5.07
0.008 x ek/L 0.1 x ml 0)(1.5
= 0.024 mekv/O2 mg
Minyak Baru
100% x g 5.02
0.008 x 0.1 x ml 0)(0.8
= 0.013 mekv/O2 mg
H. HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari hasil perobaan kami, diperoleh nilai bilangn peroksida pada minyak
goreng baru yaitu 0,013 mekv/O2 mg sedangkan untuk minyak goreng bekas
0.024 mekv/O2 mg.
Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat
kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat meningkatkan
oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida
terbentuk akibat pemanasan yang mengakibatkan kerusakan pada minyak atau
lemak. Pada minyak goreng, angka peroksida menunjukkan ketengikan minyak
goreng akibat proses oksidasi serta hidrolisis.
-
C) akan mengakibatkan keracunan dalam tubuh dan berbagai macam
penyakit misalnya diarhea, pengendapan lemak dalam pembuluh darah (artero
sclerosis), kanker dan menurunkan nilai cerna lemak.
Minyak goreng yang memiliki kadar peroksida tinggi memiliki ciri-ciri
yang khas, diantaranya. Jika dilihat secara kasat mata minyak goreng tersebut
5
cenderung berwarna coklat tua sampai kehitaman, jika dibandingkan dengan
minyak goreng yang kadar peroksidanya sesuai standar masih berwarna kuning
sampai coklat muda. Warna gelap pada minyak goreng disebabkan oleh proses
oksidasi terhadap tekoferol (vitamin E).
Minyak goreng dengan kadar peroksida yang sudah melebihi standar
memiliki endapan yang relatif tebal, keruh, berbuih sehingga membuat minyak
goreng lebih kental dari pada minyak goreng yang kadar peroksidanya masih
sesuai standar. Standar mutu menurut SNI menyebutkan kriteria minyak goreng
yang baik digunakan adalah yang berwarna muda dan jernih, serta baunya normal
dan tidak tengik. Bau minyak goreng yang memiliki kadar peroksida melebihi
standar, baunya terasa tengik, jika dicium, tingkat ketengikan minyak goreng
berbanding lurus dengan jumlah kadar peroksida.
I. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang kami lakukan dapat disimpulkan bahwa nilai
bilangan peroksida pada sampel minyak goreng yang telah digunakan (bekas)
cukup tinggi dibandingkan dengan minyak goring baru, ini dapat dilihat dari hasil
perhitungan yang kami peroleh yaitu :
- Minyak goreng baru : 0.013 mekv/O2 mg
- Minyak goreng bekas : 0.024 mekv/O2 mg.
6
Percobaan II
Hidrosianida (HCN)
A. TUJUAN
Mengetahui apa yang dimaksud dengan asam sianida.
Mengetahui produk-produk pertanian yang mengandung asam sianida.
Mengetahui bahaya asam sianida bagi tubuh.
B. PERINCIAN KERJA
- Proses maserasi/perendaman sampel
- Proses destilasi
- Proses titrasi
C. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan :
Lumpang
Erlenmeyer
Gelas ukur
Gelas kimia
Pipet ukur
Bahan yang digunakan :
Kacang panjang dan Buncis
AgNO3
Asam Nitrat pekat
Indikator ferri
Aquadest
Natrium tio sulfat
7
D. DASAR TEORI
Asam sianida seperti halida hidrogen, adalah zat molekular yang kovalen,
namun mampu terdisosiasi dalam larutan air, merupakan gas yang sangat beracun
(meskipun kurang beracun dari H2S), tidak bewarna dan terbentuk bila sianida
direaksikan dengan sianida. Dalam larutan air, HCN adalah asam yang sangat
lemah, pK25°= 9,21 dan larutan sianida yang larut terhidrolisis tidak terbatas
namun cairan murninya adalah asam yang kuat.
Asam bebas HCN mudah menguap dan sangat berbahaya, sehingga semua
eksperimen, dimana kemungkinan asam sianida akan dilepas atau dipanaskan,
harus dilakukan didalam lemari asam (Vogel, 1990).
Asam sianida cepat terserap oleh alat pencernaan dan masuk kedalam aliran
darah lalu bergabung dengan hemoglobin di dalam sel darah merah. Keadaan ini
menyebabkan oksigen tidak dapat diedarkan dalam sistem badan. Sehingga dapat
menyebabkan sakit atau kematian dengan dosis mematikan 0,5-3,5 mg HCN/kg
berat badan.
Glikosida sianogenetik merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan
makanan nabati dan secara potensial sangat beracun karena dapat terurai dan
mengeluarkan hidrogen sianida. Asam sianida dikeluarkan dari glikosida
sianogenetik pada saat komoditi dihaluskan, mengalami pengirisan atau
mengalami kerusakan.
Senyawa glikosida sianogenetik terdapat pada berbagai jenis tanaman dengan
nama senyawa berbeda-beda, seperti amigladin pada biji almond, apricot, dan
apel, dhurin pada biji shorgun dan linimarin pada kara dan singkong. Nama kimia
amigladin adalah glukosida benzaldehida sianohidrin, dhurin adalah glukosida p-
hidroksi-benzaldehida sianohidrin dan linamarin glikosida aseton sianohidrin
(Winarno, 2002).
E. PROSEDUR KERJA
Potong-potong kecil sampel ( kacang panjang dan buncis), kemudian
digerus hingga halus, lalu ditimbang 10 – 12 gram
Masukkan kedalam Erlenmeyer dan menambahkan 100 ml aquades
8
Maserasi selama 2 jam sesekali dikocok, dan penyimpanannya diruang
yang gelap atau tertutup
Setelah meserasi, pindahkan sampel kedalam labu destilasi dan bilas
dengan 100 ml aquadest
Destiasli dengan uap, destilasi ditampung dalam erlemeyer yang sudah
diisi dengan 20 ml AgNo3 dan 1 ml HNO3
Setelah destilat mencapai 150 ml, destilasi dihentikan
Kelebihan AgNo3 dalam destilat dititrasi dengan K-thiosianat memakai
indikator ferri.
F. DATA PENGAMATAN
Sampel Volume Titrasi (ml)
Blangko 1.4
Kacang Panjang 1 1.3
Kacang Panjang 2 1.4
Buncis 1 1.4
Buncis 2 1.35
G. PERHITUNGAN
1 ml AgNO3 = 0,54 mg HCN.
( )
Kacang Panjang
( )
= 0.0077 mg
Buncis
( )
9
= 0.0038 mg
H. PEMBAHASAN
Asam Sianida dapat pula disebut dengan nama Hidrogen sianida.
Hidrogen sianida merupakan salah satu senyawa dari berbagai contoh
senyawa sianida lainnya. Sianida dihasilkan oleh beberapa bakteri, jamur dan
ganggang. Contoh dari senyawa sianida lainnya adalah Sodium sianida
(NaCN) dan Potasium Sianida (KCN). Sianida juga dapat ditemukan di
sejumlah makanan dan secara alami terdapat di berbagai tumbuhan.
Dari hasil percobaan yang kami lakukan, diperoleh kadar asam sianida
dari kacang panjang yaitu 0,0077 mg sedangkan dari buncis yaitu 0,0038 mg.
Dari data ini dapat dilihat bahwa kadar asam sianida pada kedua sampel
tersebut rendah dan aman untuk dikomsumsi.
Asam sianida bersifat cair, tidak berwarna dan larut dalam air.
Didalam air, asam sianida akan terurai menjadi ammonium formiat dan zat-
zat amorf yang tak larut dalam air. Oleh karenanya, salah satu cara untuk
mengurangi kadar asam sianida dalam bahan pangan perlu dilakukan
perendaman atau pencucian.
Kandungan asam sianida dalam satu komoditi dapat berbeda satu
sama lain. Kadar asam sianida dipengaruhi oleh cara pemanenan serta waktu
pemanenan.
I. KESIMPULAN
Dari percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa kadar
sianida dalam sampel bahan pangan yaitu kacang panjang dan buncis
tergolong rendah, hal ini dapat dilihat dari hasil perhitungan kadar sianida
yaitu :
- Kacang Panjang : 0.0077 mg
- Buncis : 0.0038 mg
10
Percobaan III
ANALISA KADAR GULA PEREDUKSI
A. TUJUAN
untuk dapat mengetahui cara analisa kadar gula pereduksi dari teh gelas dan
kopi gelas.
Dapat mengatahui kadar gulapereduksi dari teh gelas dan kopi gelas
B. RINCIAN KERJA:
- Proses refluks
- Proses titrasi
C. ALAT DAN BAHAN
Alat yang digunakan:
Erlenmeyer asah
Buret asam 50 mL
Gelas kimia 100, 400 mL
Pipet volume 25 mL
Pipet ukur 25 mL
Bulb
Labu ukur 250 mL
Bahan yang digunakan:
Teh gelas
Kopi gelas
Indicator amilum
H2SO4 25%
Na2S2O3 0.1 N
Larutan KI 20%
Aquadest
11
Larutan Luff Schoorl
D. DASAR TEORI
Gula adalah suatu istilah umum yang sering diartikan bagi setiap
karbohidrat yang digunakan sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan
biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa (gula pasir), gula yang diperoleh
dari bit atau tebu.
Karbohidrat telah menjadi sumber energi utama untuk metabolisme pada
manusia dan sarana untuk memelihara kesehatan saluran pencernaaan manusia.
Karbohidrat adalah penyumbang utama dari komponen yang membentuk produk
pangan baik sebagai komponen alami maupun bahan yang ditambahkan.
Karbohidrat meliputi lebih dari 90% dari berat kering tanaman. Karbohidrat
banyak tersedia dan murah. Penggunaannya sangat luas dan jumlah
penggunaannya cukup besar (Fennema 1996) baik untuk pemanis, pengental,
penstabil, gelling agents dan fat replacer (Christian dan Vaclavik 2003).
Karbohidrat dapat dimodifikasi baik secara kimia dan biokimia dan modifikasi itu
digunakan untuk memperbaiki sifat dan memperluas penggunaannya.
Menurut strukturnya karbohidrat dapat dibagi menjadi kelompok sakarida:
monosakarida, oligosakarida dan polisakarida. Monosakarida adalah gula
sederhana yang tidak dapat dipecah lagi menjadi molekul yang lebih kecil dan
monosakarida inilah yang menjadi unit penyusun dari oligosakarida dan
polisakarida. Oligosakarida dan polisakarida tersusun dari monosakarida yang
dihubungkan dengan ikatan glikosidik.5
a. Monosakarida
Monosakarida terdiri dari tiga sampai delapan karbon atom, tetapi umumnya
hanya lima atau enam yang biasa ditemukan. Biasanya monosakarida digolongkan
berdasarkan jumlah atom karbonnya, misalnya triosa (C3H6O3), tetrosa
(C4H8O3), pentosa (C5H10O5) dan heksosa (C6H12O6).
Dari golongan tersebut dapat dibagi lagi berdasarkan gugus fungsional yang ada,
misalnya dari golongan heksosa ada aminoheksosa (C6H13O5N), deoksiheksosa
12
(C6H12O5) dan asam heksuronat (C6H10O7). Contoh monosakarida adalah
glukosa dan fruktosa.
b. Oligosakarida
Oligosakarida terdiri dari beberapa monosakarida (2-10) yang saling terikat oleh
ikatan glikosidik. Tetapi ada juga yang mengklasifikasikan sendiri karbohidrat
dengan dua gugus gula sebagai disakarida. Menurut Christian dan Vaclavik
(2003) disakarida terdiri dari dua molekul monosakarida yang bergabung dengan
ikatan glikosidik. Contoh disakarida di pangan adalah maltosa, selubiosa, dan
sukrosa. Oligosakarida yang memiliki lebih dari tiga gugus gula contohnya adalah
rafinosa dan stakiosa.
c. Polisakarida
Polisakarida merupakan polimer dari gula sederhana yang tersusun atas lebih dari
sepuluh monomer gula sederhana. Contoh polisakarida di makanan adalah pati,
pektin dan gum. Ketiganya adalah polimer karbohidrat kompleks dengan sifat
yang berbeda, tergantung unit gula penyusunnya, tipe ikatan glikosidik dan derajat
percabangan molekul.
Metode yang telah dikembangkan untuk analisis karbohidrat sangat
banyak, dan tergantungjuga oleh jenis analisis (kuantitatif atau kualitatif) dan tipe
karbohidrat yang dianalisis. Sehingga metode pengukuran karbohidrat sangat
beragam mulai dari metode kromatografi dan elektroforesis (Kromatografi Lapis
Tipis, Kromatografi Likuid Kinerja Tinggi dan Kromatografi Gas); metode kimia
(metode titrasi Lane Eynon, metode gravimetri Munson Walker, metode Luff
Schoorl, metode kolorimetri seperti anthrone sulfat dan fenol sulfat); metode
enzimatis; metode fisik (polarimetri, indeks refraktif, densitas dan infra merah)
serta metode immunoassay. Uji karbohidrat yang resmi ditetapkan oleh BSN
dalam SNI 01-2891-1992 yaitu analisis total karbohidrat dengan menggunakan
metode Luff Schoorl. Pada tahun 1936 International Commission for Uniform
Methods of Sugar Analysis mempertimbangkan Metode Luff-Schoorl sebagai
salah satu metode yang digunakan untuk menstandarkan analisis gula pereduksi
karena metode Luff Schoorl saat itu menjadi metode yang resmi dipakai di pulau
13
Jawa, di samping nominator lainnya yaitu metode Lane-Eynon. Tetapi pada saat
itu metode kolorimetri belum banyak berkembang dan dalam catatan komisi itu
terdapat agenda untuk melakukan penyeragaman analisis gula dengan metode
kolorimetri.
Berikut ini adalah beberapa jenis analisis total karbohidrat langsung:
1. Analisis total karbohidrat dalam SNI 01-2891-1992
Seluruh senyawa karbohidrat yang ada dipecah menjadi gula-gula sederhana
(monosakarida) dengan bantuan asam yaitu HCl dan panas. Monosakarida yang
terbentuk kemudian dianalisis dengan Metode Luff-Schoorl. Prinsip analisis
dengan Metode Luff-Schoorl yaitu reduksi Cu2+ menjadi Cu 1+ oleh
monosakarida. Monosakarida bebas akan mereduksi larutan basa dari garam
logam menjadi bentuk oksida atau bentuk bebasnya. Kelebihan Cu2+ yang tidak
tereduksi kemudian dikuantifikasi dengan titrasi iodometri (SNI 01-2891-1992).
Osborne dan Voogt (1978) mengatakan bahwa Metode Luff-Schoorl dapat
diaplikasikan untuk produk pangan yang mengandung gula dengan bobot
molekuler yang rendah dan pati alami atau modifikasi.
Kemampuan mereduksi dari gugus aldehid dan keton digunakan sebagai
landasan dalam mengkuantitasi gula sederhana yang terbentuk. Tetapi reaksi
reduksi antara gula dan tembaga sulfat sepertinya tidak stoikiometris dan sangat
tergantung pada kondisi reaksi. Faktor utama yang mempengaruhi reaksi adalah
waktu pemanasan dan kekuatan reagen. Penggunaan luas dari metode ini dalam
analisis gula adalah berkat kesabaran para ahli kimia yang memeriksa sifat
empiris dari reaksi dan oleh karena itu dapat menghasilkan reaksi yang
reprodusibel dan akurat (Southgate 1976).
Pada metode Luff Schoorl terdapat dua cara pengukuran yaitu
1. Penentuan Cu tereduksi dengan I2
2.Menggunakan prosedur Lae Eynon
Metode LuffSchoorl mempunyai kelemahan yang terutama disebabkan
oleh komposisi yang konstan. Hal ini diketahui dari penelitian A.M Maiden yang
menjelaskan bahwa hasil pengukuran yang diperoleh dibedakan oleh pebuatan
reagen yang berbeda.
14
Monosakarida akan mereduksikan CuO dalam larutan Luff menjadi Cu2O.
Kelebihan CuO akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2. I2
yang dibebaskan tersebut dititrasi dengan arutan Na2S2O3. Pada dasarnya prinsip
metode analisa yang digunakan adalah Iodometri karena kita akan menganalisa I2
yang bebas untuk dijadikan dasar penetapan kadar. Dimana proses odometri
adalah proses titrasi terhadap iodium (I2) bebas dalam larutan. Apabila terdapat
zat oksidator kuat (missal H2SO4) dalam larutannya yang bersifat netral atau
sedikit asam penambahan ion iodide berlebih akan membuat zat oksidator tersebut
tereduksi dan membebaskan I2 yang setara jumlahnya dengan dengan banyaknya
oksidator. I2 bebas ini selanjutnya akan dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3
sehinga I2 akan membentuk kompleks iod-amilum yang tidak larut dalam air.
Oleh karena itu, jika dalam suatu titrasi membutuhkan indicator amilum, maka
penambahan amilum sebelum titik ekivalen.Metode Luff Schoorl ini baik
digunakan untuk menentukan kadar karbohidrat yang berukuran sedang. Dalam
penelitian M.Verhaart dinyatakan bahwa metode Luff Schoorl merupakan metode
tebaik untuk mengukur kadar karbohidrat dengan tingkat kesalahan sebesar 10%.
Dalam proses pengujian ini yang menjadi indikator proses analisa berhasil atau
tidak yaitu saat penambahan larutan sampel dengan amilum. Bila terbentuk warna
biru tua maka prosesnya benar, namun bila tidak terbentuk warna biru tua berarti
larutan KI yang telah ditambahkan telah menguap dan proses dikatakan salah.
Pada sampel yang kelompok kami uji, yaitu larutan pisang, setelah melalui
serangkaian tahap dan pada saat penambahan KI 20% mengalami perubahan
warna menjadi biru tua hampir hitam. Hal ini menandakan proses analisa yang
kami lakukan benar dan sesuai dengan teori. Untuk mengetahui kadar I2 yang
bebas dilakukan titrasi dengan Natrium Thiosulfat karena banyaknya volume
Na.Thiosulfat yang digunakan sebanding dengan banyaknya I2 bebas yang
dianggap sebagai kadar gula. Titrasi ini dihentikan hingga warna biru tua hilang
dan larutan berubah warna menjadi putih..
15
E. PROSEDUR KERJA
Memipet 25 mL sampel kedalam gelas ukur 250 mL.
Memipet 25 mL sampel, 25 mL lufff School, dan 25 mL aquadest kedalam
Erlenmeyer
Refluks selama 10 menit , kemudian dinginkan dengan cepat
Menambahkan 25 mL H2SO4 25%, 15 mL KI 20%, dan indicator kanji.
Menitar dengan larutan Na2S2O3 0.1 N hingga berubah warna putih susu.
Lakukan titrasi blanko
F. DATA PENGAMATAN
Volume blanko = 24. 6 mL
Volume teh gelas = 15.4 mL
Volume kopi gelas = 24.2 mL
Berat sampel = 25 mL = 25000 mg
G. PERHITUNGAN
Teh gelas
Volume Titrasi
( )
( )
glukosa = 22.4 mg + (0.2 x 2.6) mg
4 mg + 0.52 mg
92 mg
Kadar gula pereduksi (glukosa) =
= 0.92 %
16
Kopi gelas
Volume Titrasi
( )
( )
glukosa = (0.4 x 2.5) mg
mg
Kadar gula pereduksi (glukosa) =
= 0.04%
H. PEMBAHASAN
Penentuan kadar gula pereduksi digunakan metode luff school, dimana
monosakarida akan mereduksi CuO dalam luff menjadi Cu2O. Kelebihan CuO
akan direduksikan dengan KI berlebih, sehingga dilepaskan I2, I2 yang dibebaskan
tersebut dititar dengan larutan Na2S2O3. Reaksi yang terjadi adalah reaksi oksidasi
reduksi sehingga dilakukan titrasi iodometri dengan memngunakan indicator
amilum (kanji).
Kadar gula pereduksi yang diperoleh dari sampel teh gelas adalah 0.92 %
dan kadaar gula pereduksi pada kopi gelas adalah 0.04%. Berdasarkan SNI 01-
3743-1995 kadar gula pereduksi maksimal 10%, jadi gula pereduksi pada teh
gelas dan kopi masih aman untuk dikonsumsi karena tidak mengandung terlalu
banyak gula, dimana gula dapat menyebabkan diabetes jika terlalu banyak
mengkonsumsinya.
I. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan diperoleh kadar gula pereduksi pada teh gelas yaitu
0,92% dan kope gelas yaitu 0,04%.
17
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, Anton., dkk 1988. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi
IPB,Bogor.
Sudarmadji, Slamet, H.Bambang, Suhardi.2003. Analisa Bahan Makanan dan
Pertanian. Liberty. Yogyakarta.
Winarno, F.G. 2008. Kimia pangan dan gizi. Jakarta : Gramedia.
Azhari, ikhsan. 2013. Penetapan Bilangan Peroksida (Lemak).
Tersedia online : anonim.2012.olahan pangan.
Agustini dkk. 2013. penuntun Pratikum kima pangan.
Shelvia. 2012. gula reduksi metode luff school. (online)
www.shelashelvia.blogspot.com. Diakses 10 Desember 2013.
Sitti Nurrahma. 2013. Penentuan angka peroksida pada minyak.(online), www.
sistinurrahmah.blogspot.com. Diakses 5 November 2013
Top Related