7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
1/122
LAPORAN INVESTIGASI
KECELAKAAN LUWENG SERPENG 2
Dusun Serpeng, Desa Pacar Rejo, Kecamatan Semanu
Kabupaten Gunungkidul, DIY
Tim Investigasi Kecelakaan Luweng Serpeng 2
Daerah Rawan saat
penelusuran musim hujan
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
2/122
ABSTRAK
"Kesalahan pada sebuah sub sistem diawal sistem sebuah kegiatan akanmembawa kesalahan sistemik di sub sistem turunan dibawahnya"
Secara berkala dan rutin HIKESPI telah mengadakan kursus speleologi dariberbagai jenjang sejak 1983. Pada tahun 2013 kegiatan dilaksanakan diKabupaten Gunungkidul, Provinsi DIY . Rangkaian kegiatan meliputi kursusjenjang Assistant Instructor dan Instructur, serta Kursus Dasar dan Kursus Lanjutan.Panitia dan instruktur berasal dari dalam dan luar kota Jogjakarta, mereka
adalah lulusan berbagai level kursus yang diselenggarakan HIKESPI.
Pada tanggal 19 Maret 2013 peserta Kursus Lanjutan dibagi ke tiga lokasi guayang berbeda, yaitu Luweng Ceblok, Luweng Ngingrong, dan Luweng Serpeng2 untuk melakukan praktik teknik rigging, mapping dan pengambilan dataSOSMED.
Musibah menimpa kelompok 3 di Luweng Serpeng 2 yang mengakibatkan 3
orang meninggal dunia karena terjebak banjir.
Untuk mendapatkan fakta kejadian yang obyektif dan membuat rekomendasiuntuk perbaikan dimasa datang, HIKESPI berinisiatif menyusun Tim Investigasi. Timini terdiri dari orang-orang berasal dari berbagai organisasi dan institusi yangmewakili kegiatan Speleologi, Akademisi, SAR dan organisasi asal dari parakorban.
Laporan ini berisi tentang hasil investigasi yang meliputi aspek alam, manajemen
dan teknis. Investigasi ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primermelalui wawancara dengan panitia, korban selamat, penduduk setempat,kelompok-kelompok kegiatan pertolongan (rescue), serta rekonstruksi kejadiandi lapangan, baik di permukaan maupun di dalam gua. Pengumpulan datasekunder dilakukan dengan cara mendokumentasikan data video, foto, curahhujan dan arsip kegiatan dari panitia. Berdasarkan data-data tersebut,kemudian dilakukan analisis untuk mendapatkan fakta kejadian, menyusunkrologi kejadian dan rekomendasi.
Luweng Serpeng 2 merupakan lubang pengeringan (swallow hole) dari sebuaharea tangkapan air seluas 0,929 km2. Luweng ini mempunyai 2 buah entrance,menurut peta dan diskripsi Cave Survey Mc Donald 82-84, luweng berbentukvertikal multipitch/ berundak. Dipetakan melalui Entrance 2, urutan lintasanberurutan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan, panjang danarah lorong horisontal diantaranya
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
3/122
Hujan terjadi di sekitar mulut gua pada pukul 15.15 WIB. Sekitar pukul 15.43 WIBterjadi banjir fase I di sekitar mulut gua yang kemudian diikuti banjir fase II padapukul 16.03 WIB.
Pada tanggal tersebut terjadi 2 kejadian hujan di lokasi. Kejadian pertamapada saat perjalanan tim ke Luweng Ngingrong. Langit cerah namun turungerimis sebentar. Kejadian ke dua pada saat perjalanan tim dari LuwengNgingrong ke Luweng Serpeng 2. Hujan turun lebat sebentar, kemudian panaslagi.
Saat kejadian banjir peserta terbagi menjadi tiga posisi yang berbeda, satu
orang didasar P17, lima orang bertahan di ceruk di pinggir sisi kanan bibir P17,satu orang tertahan di ketinggian 3-5 meter dilintasan P30. Lima orang yangbertahan di ceruk terhanyut, terseret dan tertahan dibibir P17, bergantungpada tali yang mengarah dibackup anchor dengan masing-masingmenggunakan jammer sebagai pengaman. Saat rescuer pertama kali sampaidiposisi korban, tiga dari lima orang yang tertahan dibibir P17 dinyatakan sudahmeninggal. Usaha pertolongan berikutnya dilakukan internal Hikespi denganbantuan polisi, tim SAR, PMI dan masyarakat sekitar. Upaya pertolongan danpengangkatan korban dari dalam gua ke permukaan berakhir pada jam 24.00WIB, dan semua korban dibawa ke RSUD Wonosari .
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
4/122
DAFTAR ISI
Halaman Sampul iAbstrak iiDaftar Isi ivAnggota Tim Investigasi vKata Pengantar dan Ucapan Terimakasih viLembar Tanda Tangan Persetujuan Seluruh Anggota Tim Terhadap IsiLaporan di Yogyakarta, 24 April 2013 vii
BAB I. KODE ETIK, KEWAJIBAN, DAN BAHAYA PENELUSURAN GUA 1
1.1. Kode Etik Penelusuran Gua 11.2. Kewajiban Penelusur Gua 31.3. Bahaya Penelusuran Gua 5
BAB II. KONDISI LUWENG SERPENG 2 DAN DAERAH TANGKAPAN AIRNYA 16
2.1. Lokasi Luweng Serpeng 2 162.2. Iklim 182.3. Daerah Tangkapan Air Luweng Serpeng 2 182.4. Batuan dan Tanah 202.5. Tutupan Lahan 21
BAB III. HASIL INVESTIGASI DAN FAKTA-FAKTA KEJADIAN 23
3.1. Kejadian Hujan dan Banjir serta Kronologinya 233.2. Profil dan Karakter Luweng Serpeng 2 303.3. Manajemen 33
3.4. Teknik Penelusuran Gua Vertikal, Rigging dan Kejadian Kecelakaan,Operasional Rescue. 39
3.5. Kronologi Kejadian 49
BAB IV. SARAN DAN REKOMENDASI 774.1. Aspek Manajemen dan Persiapan 774.2. Aspek Manajemen Alam : Morfologi Karst, Cuaca, Musim dan. Gua 77
4.3. Aspek Teknik Penelusuran Gua Vertikal 804.5. Aspek Teknik Rigging 80TERMINOLOGI 82Lampiran: Silabus dan Kompetensi Kursus Penelusuran Goa HIKESPI 84
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
5/122
ANGGOTA TIM INVESTIGASI
No Nama Lembaga/Organisasi Nomer Kontak Keterangan1 Dr. Eko Haryono Fakultas Geografi UGM,
Yogyakarta08122711480 Ketua Tim
Investigasi
2 Thomas Suryono ASC, Yogyakarta 081352226926 Koordinator TimTeknis
3 Galang Harindito ASC, Yogyakarta 081349241901
4 JuswonoBudisetiawan, S.Si.
M.Sc.
MATALABIOGAMA,Yogyakarta
08122719439
5 Pipit Noviyani MATALABIOGAMA,Yogyakarta
083867054706
6 Susilo Hadi, M.Si.PhD.
Fakultas Biologi UGM,Yogyakarta
08122940504
7 Zuliadhi Mulantosi Arisan CavingYogyakarta, SEKBERPPA DIY
0815787787212
8 Yohanis Setitit Arisan CavingYogyakarta, SEKBERPPA DIY
085643351519
9 Subekti ISI Yogyakarta 08995391230
10 Dr. Pindi Setiawan WANADRI, Bandung 081316077565
11 Sugeng Triyono(Jabrik)
SARDA DIY 081807345624 Koordinator TimManajemen
12 Agus Fitriyanto H(Kenyung)
PPA Gunungkidul 087838225282
13 Sukamto SAR BARON 087843115907
14 Naibul Umam, M.Si Mapala Satria UMP 08156553864
15 Priyo AriefWicaksono
Mapala Satria UMP 085747941291
16 Bayu Mandra Putra Mapala Satria UMP 085726545488
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
6/122
KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMAKASIH
Dengan ucapan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa Tim Investigasi
kecelakaan Luweng Serpeng 2 mengakhiri tugas yang diemban selama kurang
lebih 1 bulan sejak dibentuk. Tim investigasi mengemban tugas secara langsung
dari presiden Himpunan Kegiatan Speleologi Indonesia (HIKESPI) dan tugas
amanah terutama dari keluarga korban, pihak terkait, segenap masyarakat dan
secara khusus para speleologiwan. Tugas utama tim adalah mengumpulkan
data-data, mencari fakta, serta menyusun kronologis secara benar dan lengkap
atas kejadian kecelakaan di luweng serpeng 2 pada acara kegiatan Kursus
Dasar dan Kursus lanjutan (KDKL) HIKESPI. Dalam tugas ini telah dilakukan
pengumpulan data yang berasal dari wawancara dengan berbagai pihak,
data sekunder yang berupa foto udara, citra, data kejadian hujan sekitar waktu
kejadian, pustaka, dan peninjauan lapangan serta rekonstruksi di sekitar dan di
dalam luweng khususnya di titik-titik penting yang berkaitan dengan kejadian,
serta berbagai diskusi analisa data dan informasi yang telah terkumpul.
Hasil tim investigasi terutama adalah fakta-fakta kejadian, kronologi
kejadian, serta saran dan rekomendasi untuk kebaikan semua pihak serta
pelajaran penelusuran untuk kegiatan berikutnya yang lebih baik. Hasil tim tidak
dalam bentuk penentuan keputusan kesalahan atau pembenaran kejadian,
namun lebih bersifat menyajikan informasi serta pemberian rekomendasi untuk
keadaan yang lebih baik.
Dalam melaksanakan tugas, banyak pihak yang sangat membantu danberperan, sehingga tim dapat menyelesaikan tugas. Untuk itu tim sangat
berterima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian
laporan ini.
Mohon maaf apabila terdapat kekurangan dan kesalahan. Mudah-
mudahan rekan-rekan yang menjadi korban meninggal mendapat
pengampunan atas segala kesalahan dan mendapat tempat yang baik dari
Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang. Mudah-mudahan keluarga dan
rekan mendapat kesabaran dan petunjuk sehingga kejadian ini dapat menjadi
hikmah. Mudah-mudahan hasil ini bermanfaat dan menjadi kebaikan bagi
kegiatan speleologi Indonesia. Amin.
Ketua Tim beserta anggota
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
7/122
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
8/122
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
9/122
BAB I
KODE ETIK, KEWAJIBAN, DAN BAHAYA PENELUSURAN GUA
1.1. Kode Etik Penelusuran Gua
Penelusuran gua dilarang:
Mengambil sesuatu kecuali mengambil foto
Meninggalkan sesuatu kecuali meninggalkan jejak kaki
Membunuh sesuatu kecuali membunuh waktu
Kode etik ini pertama kali dicetuskan oleh National Speleological Society
(Amerika Serikat). Karena mudah dipahami setiap penelusuran gua, maka kode
etik ini diterima secara internasional dan menjadi pegangan bagi semua
penelusuran gua. Setiap penelusuran gua dilarang mengeluarkan atau
memindahkan sesuatu dari bahan gua tanpa tujuan jelas. Bila dilakukan untuk
tujuan ilmiah maka tindakan itu harus selektif dan dilaksanakan oleh yang
berwenang. Mengambil binatang dalam gua untuk tujuan identifikasi
(taksonomi) misalnya, harus disertai kesadaran bahwa jumlah binatang unik itu
mungkin sangat terbatas. Dengan demikian, jumlahnya harus dievaluasi terlebih
dahulu dan hanya diambil satu atau dua spesimen untuk penelitian.
Sebelumnya wajib diketahui, bahwa tidak ada peneliti lain yang sudahmengambil binatang yang sama, dari gua yang sama, untuk penelitian pula.
Kegiatan penelusuran gua wajib dilaksanakan secara tertib, hati hati dan
penuh pengertian. Hindarilah penelusuran gua belantara, yang belum dikelola
untuk kunjungan umum, secara masal.
Menelusuri gua belantara oleh banyak orang sekaligus, dengan aneka sumber
cahaya untuk penerangan akan merubah iklim mikro gua. Hal ini akan mengusik
kehidupan binatang khas gua: apabila kalau para penelusur itu hiruk pikuk.
Kelelawar dan burung walet penghuni gua senantiasa terganggu oleh
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
10/122
Ingat bahwa tidak semua orang yang berkeinginan memasuki gua menjiwai
kode etik dan moral penelusuran gua. Banyak di antaranya masih bersifat
vandalis yang sering mengotori gua, mencoret-coretinya, bahkan mematahkan
dekorasi gua berumur ribuan tahun atau menangkap binatang khas gua untuk
cindera mata (suvenir). Karenanya jangan mengajak sembarang orang masuki
gua dengan tujuan untuk mempertontonkan kebolehan, keberanian atau
keterampilan si pengajak. Bila suatu gua dirusak vandalis yang ternyata pernah
diajak seorang penelusur gua, maka si pengajak yang bertanggung jawab.
Penelusur gua wajib bertindak wajar. Tidak melampui batas kemampuan fisik
maupun teknik dan kesiapan mental dirinya sendiri. Tidak memandang rendah
kesanggupan sesama penelusur.
Cukup sering terjadi atau kecelakaan dalam gua karena penelusur
memaksakan dirinya melakukan tindakan tindakan teknis yang belum dikuasaisecara sempurna. Hal ini dilakukan karena rasa malu terhadap sesama
penelusur yang lebih terampil atau dicemoohkan bila terbukti tidak mampu. Itu
sebabnya pemimpin penelusur gua wajib mengenal keadaan fisik, mental dan
derajat ketrampilan masingmasing penelusur gua. Ketrampilan teknis, mental
dan fisik penelusur gua yang paling tidak mampu harus dijadikan patokan
intensitas penelusuran gua.
Senantiasa menunjukkan respek pada penelusur gua lain dengan cara
Tidak mengambil atau memindahkan alat atau perlengkapan yang sedang
digunakan atau ditinggalkan mereka tanpa izin pemiliknya.
Tidak melakukan tindakantindakan yang membahayakan penelusur gua
lain.
Tidak menghasut pihak ke tiga untuk menghalangi penelusur gua lainnya
memasuki gua.
Tidak melakukan duplikasi penelitian yang sedang dilakukan peneliti lain,
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
11/122
atau belum memiliki kode etik dan moral penelusuran gua, untuk mengunjungi
gua tersebut.
Secara internasional butir kode etik ini dipegang teguh. Bila suatu lokasi gua
belantara dipublikasikan dalam media massa, diimbuhi dengan deskripsi
keindahan, keunikan atau tantangan gua tersebut, maka berita demikian
senantiasa menjadi daya tarik bagi petualang lain, yang belum tentu memiliki
ketrampilan yang memadai dan etika konservasi lingkungan alam bawah
tanah. Akibatnya ialah rusaknya gua tersebut atau musibah yang dialami oleh
penelusur yang belum siap mental, fisik dan teknis. Publikasi untuk umum dalam
media massa boleh dilakukan, asal proporsional. Tidak dilebih-lebihkan, dan
pakailah nama maupun lokasi fiktif gua. Yang diutamakan ialah laporan
lengkap yang diserahkan kepada instansi yang berhak mendapatkannya dan
para pemberi rekomendasi serta izin penelusuran gua. Bila dibutuhkan surat
rekomendasi untuk mendapat izin menelusuran suatu gua, maka penerimarekomendasi dan izin wajib membuat laporan selekasnya, yang diserahkan
kepada pihak pihak tersebut.
1.2. Kewajiban Penelusur Gua
Penelusur gua berkewajiban untuk:
Senantiasa memperhatikan keadaan cuaca. Tidak memasuki gua yang mudah
kebanjiran pada musim hujan.
Senantiasa menyadari, bahwa kegiatan penelusuran gua bukan merupakan
hak, tetapi wajib dianggap sebagai suatu anugrah, rahmat, karunia dan
berkah (privilege)
Memilih sebagai tujuan utama penelusuran gua: koservasi (pencagaran) gua
dan lingkungannya. Karenanya wajib menjaga kebersihan gua dan
lingkungannya.
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
12/122
Mengikuti secara patuh dan seksama semua prosedur perizinan yang
dipersyaratkan dan memberi laporan kepada pemberi izin.
Wajib memberitahukan kepada sesama penelusur, bila dijumpai bagian
bagian yang berbahaya dalam gua tertentu.
Bila mengalami suatu musibah, maka hal itu tidak boleh dirahasikan. Wajib
dilaporkan kepada penduduk dan pemerintahan daerah setempat,
kepada pengawas dan pengelola wilayah tersebut dan semua penggiat
penelusur gua yang dikenal, untuk disebarluaskan, agar jangan sampaimusibah tersebut terulang kembali.
Bila ada rencana menelusuri gua, wajib memberitahukan kepada keluarga,
rekan atau sesama anggota perkumpulan, penduduk dan kepala desa
terdekat data sebagai berikut:
1. Maksud dan tujuan menelusuri gua, rencana waktu masuk, rencana waktu
keluar, daftar nama penelusur lengkap alamat dan nomor telepon.
2. Bila sampai terjadi muzibah, atau belum keluar pada waktu yang
sudah ditentukan, siapa yang harus dihubungi dan dengan cara apa.
3. Wajib memilih dan patuh kepada pemimpin penelusur gua yang
kompeten, berwibawa dan sudah berpengalaman. Khususnya dalam
menentukan kesiapan mental, fisik dan derajat ketrampilan
penelusuran gua, yang wajib disesuaikan dengan derajat kesulitan
gua.
Wajib mempelajari semua acuan yang dibutuhkan sebelum memasuki gua:
peta geologi, peta topografi, keadaan iklim, khususnya curah hujan, peta-peta
gua yang ada, l iteratur terkait, menghubungi nara sumber, mengumpulkan dan
menganalisa informasi penduduk setempat atau jurukunci perihal gua tersebut.
Wajib mempersiapkan diri secara fisik, mental dan ketrampilan menggunakan
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
13/122
1.3. Bahaya Bahaya Penelusuran Gua
Apabila hendak membicarakan BAHAYA penelusuran gua, maka
secara konseptual dan diakui secara INTERNASIONAL ialah adanya dua
pengertian yang berbeda pendekatannya.
Kedua pengertian itu harus diperhatikan secara bersama, tidak boleh terpisah
dan keduanya harus ditangai secara bersama. Baik dari segi perizinan,
rekomendasi, kegiatan penelusuran gua, pendataan gua, konsep pengolahan
gua, untuk tujuan apapun.1. Pengertian ANTROPOSENTRISME.
2. Pengertian SPELEOSENTRISME.
1. Antroposentrisme
Dalam pemikiran ANTROPOSENTRISME, yang diperhatikan sebagai obyek utama
ialah MANUSIA PENGUNJUNG GUA. MANUSIALAH yang perlu dilindungi
terhadap bahaya. Ia harus aman, nyaman menelusuri gua. Hal ini terutama
dianut secara salah, karena hanya memperhatikan satu segi saja) oleh para
konsultan, pihak berwenang, pada waktu membuka gua untuk umum. Karena
hanya mengutamakan keselamatan manusia, maka gua dikorbankan dan
akan rusak.
Bahaya dari sudut pandang ANTROPOSENTRISME:
a. Terpeleset/terjatuh dengan akibat fatal, atau gegar otak, terkilir, terluka,
patah tulang, dsb. Hal ini paling sering terjadi, antara lain karena: penelusur
terburu-buru, loncat, salah menduga jarak yang dilangkahi, dsb.
b. Kepala terantuk atap gua/stalaktit/bentukan gua lainnya.
Akibatnya: luka memar, luka berdarah, gegar otak. Wajib pakai helm.c. Tersesat.
Terutama bila lorong bercabangcabang dan daya orintasi pemimpin regu
penelusuran gua kurang baik. Karenanya setiap penelusur wajib dilakukan
dengan penuh perhatian oleh setiap penelusur Bentuk lorong yang telah
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
14/122
menelusi gua sambil mengukurnya dengan tali topofil. Pulangnya tinggal ikuti
tali tersebut sambil menggulungnya kembali. Hal ini tambah penting, apabila
kecuali bercabang gua bertingkat banyak.
d. Tenggelam. Terutama apabila nekat memasuki gua pada musim hujan tanpa
mempelajari topografi dan hidrologi karst maupun sifat sungai di bawah
tanah. Bahaya menjadi semakin nyata kalau harus melewati air terjun atau
jeram deras. Apabila kalau harus melakukan penyelaman bebas tanpa alat
dan penelusur kurang mahir berenang/menyelam. Mengarungi sungai yang
dalam, harus pakai tali pengaman dengan lintasan tetap.
e. Kedinginan (hipotermia). Hal ini terutama bila lokasi gua jauh di atas
permukaan laut, penelusur beberapa jam terendam air, dan adanya angin
kencang yang berhembus dalam rolong tersebut. Diperberat apabila
penelusur lelah, lapar, tidak pakai pakian memadai. Karenanya harus tepat
tahu lokasi mulut gua dan lorong-lorong, ketinggiannya di atas permukaanlaut (diukur pakai altimeter), suhu air dan udara dalam gua. Harus pula masuk
gua dalam keadaan fisik sehat, cukup makan dan bawa makanan
cadangan bergizi tinggi.
f. Dehidrasi, Kekurangan cairan. Hal ini sudah merupakan bahan penelitian
cermat di Perancis (lihat Warta Speleo No 9 1987, halaman 49-53). Hampir
senantiasa, bila sudah timbul rasa haus, sudah ada gejala dehidrasi dan
minum cairan sudah terlambat: tidak akan memenuhi kebutuhan lagi.
Karenanya sudah merupakan suatu kewajiban yang tidak dapat ditawar lagi
lagi, bahwa sebelum memasuki gua, setiap penelusur harus minum
secukupnya. Semakin mengeluarkan tenaga, harus cukup istirahat dan
minum kembali. Cairan paling tepat untuk menghindari dehindrasi ialah
larutan oralit atau garam anti-diare.
g. Keruntuhan atap atau dinding gua.
Ini memang nasib sial, tetapi sudah cukup sering terjadi di luar negeri menaiki
tebing dengan andalan pada paku tebing yang dindingnya rapuh. Atau bila
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
15/122
memperhatikan apakah lapisan lapisan batu gamping yang menunjung
atap itu kuat sudah terlihat terlepas.
h. Radiasi dalam gua. Hal ini belum diperhatikan sama sekali di Indonesia,
padahal di luar negeri sudah merupakan bahaya nyata. Terutama akibat gas
radioaktif RADON dan turunannya. Penelusur yang sering memasuki gua yang
ber gas Radon ini, dapat menyerap secara akumulatif gas ini ke dalam paru
parunya, dan terbukti, apabila penelusur gemar merokok, maka bahaya
menderita kanker paruparu akan berlipat ganda. Itu sebabnya sangat
dicela penghisap rokok menjadi penelusur gua. Merokok di dalam gua
dilarang mutlak karena meracuni udara gua dan merusak paru-paru
penelusur lainnya yang tidak merokok.
i. Keracuanan gas. Ini yang paling ditakuti awam. Memang bahaya itu ada,
terutama bila sirkulasi dalam gua kurang baik. Gas yang senantiasa ada
dalam gua ialah gas CO2, karena tetasan air dari dinding dan atap gua
senantiasa mendifusikan gas CO2 ini. Lebih-lebih bila terlihat menjuntai akar-
akar pohon, atau banyak bahan organik yang membusuk di atas lantai gua
(daun, ranting, dsb yang hanyut ke dalam gua sewaktu banjir). Gejalanya:
nafas akan sesak, frekuensi bertambah banyak, melebihi keadaan normal.
Dengan mengeluarkan tenaga yang relatif ringan, nadi bertambah cepat
secara tidak seimbang. Karenanya setiap penelusur gua wajib mengetahui
frekuensi nadinya masing-masing pada saat pada saat istirahat dan
mengeluarkan tenaga. Gerakan nafas menjadi dalam. Jantung berdebar,
mata berkunang-kunang. Kemudian kepala menjadi pening, mual, hilang
orentasi, bahkan tidak ingat nama teman. Timbul kemudian halusinasi,
pingsan dan mati.Wajib bagi kita bawa lilin. Nyalakan bila mulai timbul gejala sulit bernafas. Bila
kandungan CO2rendah, lilin, bahkan korek api tidak akan menyala. Jangan
andalkan cahaya lampu karbit. Lampu karbit masih menyala, padahal si
pemakainya mungkin sudah pinsang Gas racun dapat juga akibat
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
16/122
Gua yang banyak kelelawarnya juga tinggi kandungan CO2-nya (Gua
Ngerong, Tuban; Gua Lawa, Nusakambangan; dsb). Hal ini karena kelelawar
membutuhkan banyak O2sewaktu terbang, terusik oleh masuknya orang ke
dalam gua (sehingga orangnya juga kekurangan O2) dan tumpukan guano
(khususnya bila jenis kelelawarnya pemakan buah atau penghisap, nectar),
yang mengalami proses fermentasi/peragian, akan menghasilkan banyak
gas CO2.
Gua yang banyak kelelawarnya hanya boleh dimasuki pada malam hari,
saat gua itu tidak ada kelelawarnya. Lorong penuh kelelawar harus dihindari.
j. Penyakit penyakit akibat kuman/virus, dsb.
1). Histoplasmosis.Teramat sering diderita penelusuran gua di AS, terutama
bila lorongnya penuh guano kering. Parasit Histoplasmosis capsulatum bila
terhirup, akan menginfeksi paru-paru. Gejalanya sering mirip TBC, lengkap
dengan batuk berdarah, sesak nafas, tubuh lemah, dan sering pula gagaldiobati dokter, karena menyangka adanya TBC paru-paru (juga menurut
gambaran Rontgen). Pasien wajib memberitahukan pada dokter akan
kemungkinan penyakit ini, yang baru terungkap setelah dilakukan tes
darah tertentu (titer histoplasma diperiksa dan akan memberi hasil
tertinggi).
Parasit ini bahkan bisa menyebar ke seluruh darah, ginjal dan otak,
dengan akibat kematian. Karenanya wajib menghindari gua kelelawar
dan bila tetap ingin menelusurinya wajib memakai tutup hidung khusus.
Tutup hidung itu dapat dibeli di beberapa toko besi atau pakai tutup
hidung ahli bedah.
2) Rabies. Hal ini sungguh mengejutkan pada penelusur gua di TEXAS, karenaada 7 penelusur sekaligus mati, terinfeksi rabies, padahal tidak digigit
kelelawar, yang terkadang memang terinfeksi virus rabies. Gua FRIO yang
mereka masuki memang banyak sekali kelelawarnya. Ketika ada tim
dokter yang meneliti udara dalam gua ternyata penuh dengan tetesan
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
17/122
hidung). Di Indonesia belum ada yang meneliti apakah kelelawar ada
yang sakit rabies. Yang jelas di Indonesia tidak ada vampir, penghisap
darah. Kelelawar terjangkit rabies akibat menghisap darah ternak atau
binatang yang menderita rabies. MULUS FEET. Ketika tim Inggris menelusuri
gua-gua di Mulu (Serawak) selama beberapa minggu banyak yang kulit
kaki dan jari-jarinya rusak. Terinfeksi berat, bahkan sampai membusuk.
Diduga bahwa hal ini ditimbulkan oleh gabungan infeksi jamur dan
bakteri. Kaki harus tetap kering, dan bila basah terendam air, jangan
dibiarkan basah berjam-jam lamanya. Sebaiknya secara teratur
mengganti kaos kaki dan ditaburi bedak antibiotika.
3) Gatal-gatal terutama di bagian-bagian yang tidak tertutup pakaian. Hal
ini sering sekali terjadi di Indonesia. Diduga bahwa gatal-gatal ini, yang
berupa bintil-bintil dan persisten selama beberapa bulan.dtimbulkan oleh
gigitan kutu (ektoparasit) kelelawar, yang juga mungkin dijumpai dalamguanonya.
4). Leptospisis. Hal ini banyak makan korban pada penelusur gua di Mulu.
Badan mengigil, demam, pegal-pegal, lemas. Diduga malaria, ternyata
pada saat diteliti secara serologis, di Inggris terbukti akibat tertular kuman
leptospira, yang biasanya ditemukan dalam kencing tikus. Hal ini
terutama serta minumnya tercemar kencing tikus gua.
4). Gigitan binatang beracun.
Ular, kalajengking, Lipan. Ular terjerumus dalam gua melalui lubang atap
atau hanyut akibat banjir. Ular tersebut menjadi pemangsa kelelawar.
Gigitan binatang apapun harus dianggap serius, dan penelusur yang
digigit atau disengat harus keluar gua. Itu sebabnya setiap langkah
dalam gua harus dilakukan dengan hati-hati, penuh kewaspadaan.
Apalagi bila memegang sesuatu pada dinding atau atap gua untuk
menjadi keseimbangan.Keracuan bahan pencemar air dalam gua.
Berbagai insektisida dan pupuk kimia, dapat merupakan polutan dan
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
18/122
k. Sambaran petir. Tidak ada yang menyangka, bahwa masuk dalam gua tidak
menghindarkan seseorang dari sambaran petir. Hal ini berulang kali terbukti,
bahwa jauh ke dalam gua, petir masih dapat menyambar pula.
l. Bahaya akibat kesalahan atau kegagalan peralatan
Hal ini terutama terjadi, apabila kurang persiapan membawa sumber
cahaya. Betapa mudahpun suatu gua, penelusur tetap akan mati, bila tidak
cukup sumber cahaya. Apabila kalau sampai terserang banjir berjam-jam
lamanya. Setiap penelusur gua paling sedikit harus bawa tiga sumber cahaya
yang berbeda (termasuk lilin). Sumber cahaya utama harus dipadamkan
sewaktu terjebak banjir. Bila perlu selama beberapa jam harus digelapkan,
agar masih cukup tersedia sumber cahaya untuk keluar gua setelah banjir
lewat.
m). Akibat CAVE DIVING. Di AS (Florida) dalam kurun waktu 10 tahun, yang mati
akibat kegiatan CAVE DIVING sudah belasan. Hal ini justeru dialami oleh yangmahir OPEN DIVING (di laut / danau). Mereka kurang hati-hati, dan kurang
tingkat disiplinnya terhadap waktu dan jarak tempuh. Berbeda dengan
penyelaman di udara terbuka, di atas penyelam gua menghadang atap
gua. Bila sudah terdesak waktu dan setiap kali terantuk atap gua, maka
penyelam gua biasanya panik dengan akibat fatal karena menghabiskan
udara yang dibutuhkan.
Pada umumnya dianut pameo bahwa, menelusuri gua itu jauh lebih
aman daripada naik kendaraan menuju gua atau pulang dari
penelusuran gua. Jalan raya adalah tempat yang jauh lebih rawan
daripada gua.
Keamanan menelusuri gua sangat tergantung kepada sikapdan tindak tanduk
si penelusur gua itu sendiri. Untuk memudahkan si penelusur gua mengingat
semua tindakan pengaman, maka HIKESPI telah menyusun ringkasan singkat
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
19/122
Empat orang adalah jumlah MINIMAL yang dianggap aman untuk menelusuri
gua. Bila satu yang celaka, satu menemaninya, dua yang keluar gua
minta pertolongan.
Alat-alat yang dibawa harus memadahi. Setiap pemakai harus paham betul
cara menggunakannya.
Membawa TIGA SUMBER CAHAYA, lengkap dengan cadangan perlatannya,
merupakan kewajiban mutlak.
Ajak selalu orang yang berpengalaman dalam teknik penelusuran dan
berwibawa. Ia juga harus mengetahui seluk beluk lingkungan di bawah
tanah.
Nafas sesak dan tersengal-sengal merupakan pertanda, bahwa ruang gua
penuh karbodioksida. Karenanya harus cepat keluar gua.
Akal sehat, ketrampilan, persiapan matang, perhitungan cepat dan tepat, serta
pengalaman, menjadi PEGANGAN PENELUSURAN GUA, bukan adu nasib
atau kenekatan.
Naluri keselamatan yang ada pada setiap penelusur gua harus dikembangkan
dan diperhatikan, karena naluri ini sering diandalkan sebagai factor
pengaman ampuh.
2. SPELEOSENTRISME.
Perlu diketahui, bahwa pemikiran dari segi BAHAYA PENELUSUR TERHADAP GUA,
tidak mendapat perhatian yang seimbang. Hal ini disebabkan akibat
keacuhan, kurang pengertian terhadap bentukan alam yang begitu peka,
rendah daya dukungnya, rendah daya lentingnya. Akibat orang masuk gua
dapat dipelajari dari serial foto yang sering dibuat di Eropa dalam jangka waktu
10 sampai 50 tahun. Apa yang pada tahun 1800 masih merupakan gua utuh,
pada tahun 1850 sudah mulai rusak.pada tahun 1900 sudah rusak sebagaian
besar, pada tahun 1950 sudah rusak total. Di Jawa boleh dijadikan contoh Gua
Intan sebelah Gua Jatijajar, yang semula indah (sebelum PD II), kini sudah rusak
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
20/122
melalui media massa, adalah pelanggaran kode etik terberat,
apabila si penemunya belum yakin, ada instansi yang dapat
melindungi gua itu. Belum ada yang kompeten mengelolanya.
b. HARUS DITETAPKAN SISTEM PERIZINAN DAN REKOMENDASI KETAT
untuk menelusuri gua belantara yang belum dibuka untuk umum. Hal
ini secara konsekuen harus diikuti oleh perorangan atau instansi
manapun yang ingin memasuki gua tertentu, dan harus jelas apa
tujuannya. Harus ditindaklanjutkan dengan penyerahan laporan yang
bermutu. Pemberi rekomendasi harus berani bertanggung jawab dan
ikut dipersalahkan, bila sampai gua itu rusak atau terjadi hal hal
yang menyebabkan kemuduran kualitas gua itu.
c. SECARA KONSEKUEN DITETAPKAN UNDANG UNDANG TEPAT YANG
MELINDUNGI GUA DAN BIOTA DALAM GUA
Di AS setiap gua didenda minimal US$ 500,-. Undang-Undang
lingkungan hidup dan perlindungan jenis harus ditetapkan secara
konsisten.
d. AKSES TETAP DIBIARKAN SULIT
Sekali akses dipermudah, para vandalis dengan berbondong
bondong akan mendatangai gua dan merusaknya.
e. LARANGAN MEDIA MASSA MENERBITKAN ARTIKEL MENGENAI GUA-GUA
INDAH DAN PEKA
Hal ini sulit diterapkan dan butuh pengertian dari media massa.
Redaksi harus sadar, bahwa PUBLIKASI mengenai lokasi gua hampir
senantiasa berbau publisitas, untuk memenuhi ego si penyebar berita.
Hampir tidak ada pemikiran atau tanggung jawab moral dari si
penyebar berita, akan bahaya perusakan gua oleh tindakannya itu.
Jadi si penyebar berita TIDAKLAH MANUSIA YANG BERTANGGUNG
JAWAB
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
21/122
pengajak pertama. Pada gilirannya masuklah para vandalis.
Mengantarkan peminat masuk gua, padahal belum kenal pada
peminat itu, juga pelanggaran etika. Sering hanya didasari inginpamer dan agar dirinya dianggap orang berpengalaman atau orang
terkenal. Padahal ia sebenarnya orang yang tidak bertanggung
jawab.
g. GUA DITUTUPBiasanya dengan pintu gua (CAVE GATE) desain khusus, sehingga
tidak mengusik keluar-masuknya biota gua, khususnya kelelawar dan
burung kapinis dan wallet.
h. MENGSAKRALKAN GUA
Biar dianggap keramat. Dijaga jurukunci, yang senantiasa mengawasi
penelusur gua.
i. MELARANG TOTAL MEMASUKI GUA
Hal ini perlu diberlakukan, bagi gua yang memiliki nilai ilmiah tinggi,
amat peka, atau mempunyai nilai strategis tinggi. Juga apabila
memiliki nilai ekonomis tinggi oleh adanya sarang wallet, misalnya.
Pelarangan harus secara konsekuen dilakukan dengan
menempatkan penjaga di dekat mulut gua.
k. TIDAK MENYEBARKANLUASKAN LAPORAN DAN PETA GUA.
Laporan hanya untuk diserahkan kepada instansi pemberi izin dan
rekomendasi. Atau pada instansi yang mempunyai kepentingan
(PUSLIT ARKENAS, LIPI, dsb).
Bahaya yang dapat ditimbulkan oleh penelusur gua terhadap gua dan isinya
banyak sekali. Bahaya itu berupa perusakan yang sifatnya PERMANEN atau
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
22/122
seperti pernah dianjurkan seorang pakar geologi untuk memugar suatu gua di
Jawa Tengah.
Sedimen merupakan tapak sejarah yang tidak dapat diganti, apabila dibuang.
Para ahli arkeologi, lapis demi lapis meneliti sedimen untuk menemukan fosil-fosil
zaman prasejarah. Para ahli paleontologi, palinologi, sedimentologi
(paleomagnetisme) akan kehilangan jejak, apabila sedimen terusik, diangkat,
demi untuk memudahkan turis umum memasuki gua.
Efek KUMULATIF terjadi bila banyak orang mengakibatkan gangguan yangsifatnya penjumlahan sederhana. Misalnya 10 orang meninggalkan jejak 10 kali
lebih banyak dari 1 orang.
Efek SINERGISTIK terjadi bila timbul penjumlahan efek negatif secara deret ukur.
Jauh lebihbanyak daripada penjumlahan sederhana. Contoh : 5 kali memasuki
gua yang banyak kelelawarnya dalam satu hari, menimbulkan gangguan yang
tidak sama dengan penjumlahan sederhana ( lima kali terganggu). Kelelawar
begitu terusik, sehingga akan pindah tempat.
Efek negatif itu bisa berupa:
Memasukkan bakteri, cendawan, ragi dari dunia luar ke dalam dan
merusak gua mikroekosistem gua.
Hiruk pikuknya penelusur gua mengusik ketenangan abadi gua dan
karenanya juga mengganggu biota gua yang sudah mengadaptasi diri
mereka pada kesepian abadi.
Lampu terang benderang mengusik biota gua. Dapat menumbuhkan
algae yang merusak.
Bau karbit, Asap obor, dapat merusak lingkungan gua dan mengganggubiota gua.
Coret-coret, pengecatan dinding dan dekorasi gua.
Pematahan dekorasi gua untuk dibawa pulang sebagai cindera mata.
P bil ti M i j k f i k l it t i
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
23/122
Untuk menjaga keutuhan lingkungan gua, HIKEPSI berhasil pula menyusun
ringkasan policyyang mudah diingat:
Kepekaan gua dan lingkungannya terhadap setiap bentuk pencemaran harus
selalu diingat oleh penelusur gua.
Otoritas yang berwenang dalam konservasi alam hendaknya dihubungi untuk
diajak bekerja sama.
Nasehat dari ilmuwan dan saran-saran mereka senantiasa harus diperhatikan
dan dijadikan NARA SUMBER.
Sumber daya AIR, BIOTA, FORMASI dan SEDIMEN GUA perlu dijaga
kelestariannya.
Ekologi di dalam dan di luar gua ERAT HUBUNGANNYA dan berada dalam
KESEIMBANGAN DINAMIS.
Rehabilitasi kerusakan gua dan lingkungannya sangat mustahil dilakukan.
Vandalisme amat merusak gua dan lingkungannya. Harus aktif ditentang atau
dihindari.
Amankan gua dan lingkungannya, agar bebas coretan dan pencemaran.
Sadarkan semua pihak akan pentingnya hampir semua gua sebagai sumber
daya alam, yang karenanya perlu dilindungi.
Inisiatif ikut menjaga kelestarian gua dan lingkungannya, besar artinya bagi
NUSA, BANGSA dan GENERASI yang akan datang.
Yang penting saat ini ialah MENDATA SELURUH GUA yang ada di Indonesia
secara terintegrasi, karena tanpa pendataan tepat, mungkin gua - gua akan
lenyap dari bumi persada Indonesia.
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
24/122
BAB II
KONDISI LUWENG SERPENG 2
DAN DAERAH TANGKAPAN AIRNYA
2.1. Lokasi Luweng Serpeng 2
Luweng Serpeng 2 atau masyarakat biasa menyebut Gua Seropan 2,
masuk dalam wilayah Dusun Serpeng, Desa Pacarrejo, Kecamatan Semanu,
Kabupaten Gunungkidul (Gambar 1). Luweng Serpeng 2 terletak disebuah alur
sungai musiman yang akan teraliri ketika musim hujan. Mulut luweng berada
pada level terendah sehingga akan menjadi akumulasi tangkapan air hujan.
Sistem perguaan di bawah terbentuk karena kontrol struktur/kekar. Mulut gua
terbentuk karena aktifitas air permukaan, membentuk koridor penghubung
dengan sistem perguaan di bawah.
Luweng Serpeng 2 memiliki dua buah entrance terpisah yangberdekatan. Entrance (1) disebelah kanan terletak diposisi lebih atas,
menghubungkan langsung dengan dasar P17, entrance ini terbentuk terlebih
dahulu sebelum lintasan sungai pada level ketinggian sekarang. Entrance (2)
sebelah kiri berbentuk koridor vertikal yang simetris, sekarang merupakanlobang
pengeringan air hujan daerah tangkapannya.
Luweng Serpeng 2 (melewati Entrance(2) sebagai mulut gua) menurut
peta Cave Survey Mc Donald 82-84 adalah gua vertikal multipitch/ berundak
dengan urutan lintasan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan
lorong horisontal diantaranya (Gambar 2.1.).
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
25/122
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
26/122
2.2. Iklim
Iklim di sekitar luweng Serpeng 2 dipengarui oleh angin muson
barat dan timur. Hujan terjadi November hingga April, sedangkan musim
kemarau terjadi pada bulan Mei hingga Oktober. Puncak hujan tertinggi
terjadi pada Bulan Januari dan Februari. Mulai Bulan Maret, intensitas
hujan mulai menurun. Rata-rata tebal hujan pada saat kejadian di stasiun
terdekat dari Luweung Serpeng 2 sebesar 255 mm dengan rata-rata hari
hujan 15 hari, atau dengan kata lain pada Bulan Maret terjadi hujansetiap dua hari sekali. Penduduk lokal mengistilahkan hujan pada bulan
Maret sebagai hujan prt-pret yang biasanya terjadi sebentar dengan
intensitas yang tidak terlalu besar. Pada bulan April, hujan terus mengecil
dengan dengan intensitas yang lebih rendah, sehingga penduduk
menyebutkan hujan pril-pril. Puncak musim kemarau terjadi pada BulanAguastus dan September.
Tabel 2.1.Rata-rata hujan bulanan di Karst Gunungsewu dan sekitarnya dalam mm
2.3. Daerah tangkapan Air Luweng Serpeng 2
Luweng Serpeng 2 (Seropan) merupakan satu dari tiga luweng yang ada
komplek Gua Serpeng. Luweng Serpeng 2 dalam hal ini merupakan dasar
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
27/122
doline serpeng termasuk dalam doline orde 2. Doline Serpeng 2 ini sekaligus
merupakan daerah tangkapan air dari Luweng Serpeng 2.
Gambar 2.2.Daerah Tangkapan Luweng Serpeng 2
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
28/122
Posisi mulut Luweng Serpeng 2 merupakan bagian terendah dari Doline Serpeng
2 yang berada di ketinggian 120 m dari muka laut. Kemiringan lereng dearah
tangkapan air rata-rata sebesar 7,2 %. Dasar lembah menjadi alur alir pada saathujan berupa bongkah-bongkah singkapan batugamping.
2.4. Batuan dan Tanah
Batuan yang terdapat di daerah tangkapan Luweng Serpeng 2 sebagian
besar adalah batugamping. Sebagian kecil di bagian Baratlaut mulut luweng
merupakan endapan tuf vulkanik dan batulempung. Batulempung menutup
bagian atas setebal kurang lebih 40 cm dan bagian bawahnya berupa tuf
vulkanik sekunder hingga setebal kurang lebih dua meter. Tuff dan lempung
tersingkap sekitar 100 meter di sebelah utara mulut Luweng Serpeng 2. Bagian
Tenggara seluruhnya berupa batugamping. Tanah penutuh di Doline Serpeng 2
juga dibedakan menjadi dua tipe. Di bagian utara-baratlaut merupakan tanah
hasil lapukan dari tuff vulkanik yang berwarna putih kehitaman dan di bagian
selatan dan tenggara merupakan tanah bertekstur pasir lempungan yang
berwarna kemerahan (terarosa).
Gambar 2.3.Gambar kiri adalah kondisi tanah di bagian baratlaut Luweng Serpeng,gambar kanan adalah kondisi tanah di bagian tenggara Luweng Serpeng 2
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
29/122
2.5. Tutupan Lahan
Secara umum tutupan lahan di area tangkapan hujan Luweng Serpeng 2
dapat dibedakan atas dua bagian yakni tegalan dan hutan. Area tersebuttersusun mulai dari strata pohon, semak, herba dan rumput. Tutupan lahan
tersebut bukan merupakan hasil dari suksesi pertumbuhan vegetasi liar secara
alami, namun dominan diusahakan oleh aktivitas manusia. Area tegalan yang
meliputi sekitar sepertiga dari total area adalah sebuah lembah sempit yang
bermuara di mulut Luweng. Dari sekitar mulut Luweng, area tegalan terbentang
kearah utara sampai ke pemukiman penduduk. Jenis-jenis tanaman
penyusunnya didominasi oleh tanaman-tanama pangan seperti ketela pohon,
ubi jalar, jagung, dan kedelai yang ditanam berselang seling. Walaupun ketela
pohon mendominasi area tegalan, namun demikian tidak ditemukan pola
monokultur di area ini. Sedangkan untuk tanaman tahunan, dapat dibedakan
atas tanaman-tanaman buah seperti jambu dan mangga yang ditanam dekat
lokasi pemukiman, dan tanaman hutan seperti jati yang dominan tumbuh di
area tegalan. Struktur jati di area nampak seragam dengan diameter rata-rata
kurang dari 10 cm dan ketinggian tajuk sekitar 10 meter.
Untuk area hutan, yang meliputi dua pertiga dari total area, terbentang
di sebelah Selatan dan Timur Luweng. Area hutan ini umumnya berada di
sekitar batang sungai Kedaton, Ngarep Gudang dan sungai Kudu. Vegetasiyang membentuk tegaan hutan ini didominasi oleh jati dan akasia dengan
ketinggian tajuk sekitar 10 meter dan diameter antara 10-15 cm. Secara umum
tajuk pohon-pohon ini seragam dan posisi tanam yang sudah terstruktur. Di area
hutan, tanaman jati dan akasia memiliki blok-blok tanam yang berbeda. Pada
lokasi tertentu, masyarakat setempat memanfaatkan ruang-ruang antar pohon
tersebut dengan menanam ketela pohon dan atau rumput gajah.
Terdapat berbagai jenis-jenis herba, semak dan tanaman lantai hutan
dan tegalan, seperti amarantus, eupatorium, ageratum dan berbagai jenis
rumput. Sekalipun demikian secara umum terlihat bila tutupan lantai
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
30/122
Gambar 2.4.Area hutan sekitar Luweng Serpeng 2 yang didominasi tegakan jati dandiselingi tanaman ketela pohon
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
31/122
BAB III
HASIL INVESTIGASI DAN FAKTA-FAKTA KEJADIAN
3.1. Kejadian Hujan dan Banjir serta Kronologinya
Hujan yang terjadi pada tanggal 19 Maret 2013 tidak merata di wilayah
Gunungkidul, Luweng Serpeng 2, dan sekitarnya. Demikian juga dalam hal
waktu kejadian hujan, dalam satu hari dapat terjadi lebih dari satu kali
kejadian hujan dengan internsitas yang berbeda. Hal ini dapat tergambar
dari kejadian hujan di Luweng Serpeng 2, Bedoyo dan Gombang. Hujantanggal 19 Maret 2013 di Bedoyo terjadi pada pk 17:19:54, di Gombang
pada pukul 16:26:43 (lihat tabel 3.1A dan B). Sedangkan menurut masyarakat
(Bp. Gunarto dan Mbah Gito), di luweng Serpeng 2 terjadi hujan pada pukul
15.15. Berdasarkan data hujan dari stasiun Bedoyo dan Gombang, hujan juga
terjadi pada hari-hari sebelumnya dengan intensitas ringan sampai sangat
lebat (lihat tabel 3.1 A dan B). Data tersebut menunjukkan karakter kejadian
hujan pada daerah ini dan sekitarnya.
Tabel 3.1. A.Data kejadian hujan dari stasiun hujan Gombang (49 M 465853, 9114035)
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
32/122
Tabel 3.1. B Data kejadian hujan dari stasiun hujan Bedoyo (49 M 471598, 9113708)
Tabel 3.1. C Data kejadian hujan dari stasiun hujan Sumbergiri (49 M 469509, 9119485)
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
33/122
Tabel 3.1. D Data kejadian hujan dari stasiun hujan Tambak Kromo. (49 M 474768,9122378)
Tabel 3.1. E Data kejadian hujan dari stasiun hujan Ngipak. (49 M 463733, 9120247)
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
34/122
lapangan. Data ini merupakan salah satu acuan yang digunakan untuk
pengambilan keputusan kegiatan-kegiatan lapangan (sumber: diskusi tim-
panitia di fak. Geografi, UGM, 2/4/13).Tabel 3.2.Informasi cuaca dari panitia (HIKESPI) pada saat kegiatan dan sebelum KDKL
Tanggal Kegiatan Lokasi Keterangancuaca
Sumber
Pada kegiatan sebelum KDKL dilakukan kegiatan kursus instruktur danasisten Instruktur yang dimulai pada tanggal 8 maret 2013
8/03/13 Tes calon INstruktur Jomblang(pacarejo)
Cerah Peserta &Panitia
9/03/13 Materi + prakteklapangan (goaSodong)
Jomblang(pacarejo)&Pracimantoro
Sekitar pukul09.00 terjadihujan kecil 1jam dan setelahitu cerah panassaat kegiatan digoa sodong
Peserta &Panitia
10/03/13
Penelusuran GoaJati & Gilap
Ponjong Cerah panas Peserta &Panitia
11/03/13
Materi & praktek Jomblang/pacarejo
cerah panas Peserta &Panitia
12/03/13
Penelusuran PuleIreng & Ngepoh
Tepus Cerah Panas Peserta &Panitia
13/03/13
Pemetaan Kali Suci/ Pacarejo Cerah panas Peserta&panitia
14/03/13
Tes Jomblang/Pacarejo
Hujan padapagi hari kurang
lebih sekitar 1jam, pada sianghari cerah panas
Peserta &panitia
Pelaksanaan kegiatan kursus Dasar dan Kurus Lanjutan penelusuran Goayang dimulai pada tanggal 15 maret 2013
15/03/13
Materi Jomblang/pacarejo
Cerah Panas Peserta&panitia
16/03/1
3
Field trip & praktek Museum Karst &
jomblang/Pracimantoro&pacarejo
Cerah panas Peserta &
panitia
17/03/13
Praktek Song Ciut/Pacarejo
Cerah panas,namun padasore hari sekitar
Peserta danpanitia
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
35/122
Kronologi hujan dan banjir sungai sekitar Gua Serpeng pada Hari Selasa,
19 Maret 2013 dengan kejadian hujan dapat dijelaskan berdasarkan kronologi
sebagai berikut. Diawali dengan hujan dengan intensitas rendah pada pukul10.30-11.00, hujan awal ini belum mengakibatkan aliran permukaan namun
meningkatkan kejenuhan tanah. Kejadian hujan kedua dengan intensitas lebih
banyak dimulai pada pukul 14.30/15.00, fase kedua hujan ini dimungkinkan
telah menyebabkan aliran permukaan namun dengan debit rendah.
Berdasarkan rekaman video (gambar 3.1), pukul 15.43 banjir di mulut Luweng
Serpeng 2 menghasilkan aliran air berwarna keputihan, dimungkinkan awal
banjir terjadi beberapa menit sebelumnya. Air berwarna keputihan tersebut
berasal dari daerah tangkapan bagian utara-baratlaut. Pukul 16.03 terjadi
puncak banjir hingga menutupi hampir keseluruhan bibir Luweng Serpeng 2.
Debit banjir sungai berlangsung selama 20 menit hingga pukul 16.25 kemudian
debit banjir mulai surut, debit bertahan dalam waktu yang lama.
Gambar 3.1.Kondisi banjir di mulut Luweng Serpeng pada saat kecelakaan. Gambar kirisesaat setelah hujan banjir datang dengan warna air putih dan tidak terlalu besar (pukul
15.43). Air berwarna putih tersebut berasal dari tangkapan air di sisi utara danbaratdaya dari mulut luweng. Sekitar 15 menit kemudian gelombang banjir ketigadatang dengan air berwarna merah. Air ini berasal dari daerah tangkapan air yanglebih luas berada di sisi selatan/timurlaut mulut luweng. Tanda panah merahmenunjukkan batu yang tertutup pada saat puncak banjir. Kedalaman air di depanmulut luweng pada saat banjir 80 cm, lebar lembah 3 meter.
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
36/122
berada di ladang, gambar 3.2) merupakan hujan terlebat yang terjadi di tahun
ini. Hujan disertai dengan angin dan berlangsung sangat cepat dari langit
cerah, tiba-tiba gelap dan akhirnya turut hujan. Kejadian hujan ekstrim di bulanmaret tersebut tidak diperkirakan sebelumnya oleh panitia. Menurut
pemahaman panitia pada bulan Maret tidak pernah terjadi hujan lebat. Hujan
pada umumnya datang dengan intensitas rendah dan sesaat.
Gambar 3.2. Tinggi air pada saat banjir menurut kesaksian petani yang saat kejadianhendak menyeberang. Lokasi lembah berada 400 meter dari mulut Luweng Serpeng 2ke arah baratdaya. Ditengah lembah banjir setinggi pusar saksi
Berdasarkan pengamatan data lapangan dan data spasial peta kondisi
sungai sekitar Gua Serpeng dapat ditentukan lebar lembah selebar 2,5 meter;
panjang lembah 1,28 km; luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sebesar 0,937 km2 ;
serta curah hujan pada tanggal 19 Maret 2013 diasumsikan sebesar 10 mm/
jam, selama 3 jam (berdasar stasiun hujan Bedoyo dan Gombang) maka akan
didapatkan dengan metode rasional (salah satu pendekatan penentuan debit
sungai) debit puncak banjir sebesar 468.216 m3. Secara terperinci ditunjukkan
oleh perhitungan berikut
Q = 0,028 * C*I*A
= 0,028 * 0,6 * 0,03 * 937000 m2
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
37/122
Selain analisis debit aliran diperlukan pula analisis waktu tempuh aliran sungai
yang dikaitkan dengan kejadian hujan sesaat waktu itu. Sehingga akan
diperoleh informasi seberapa lama waktu yang dibutuhkan hujan menjadi aliranpermukaaan hingga mencapai titik Luweng Serpeng 2. Pengukuran waktu
tempuh didekati dengan metode Manning`s dengan rumus sebagai berikut
V = dan Q =
keterangan :
v= kecepatan aliran (Spesific discharge) (m/dtk) ; Q= debit; R= radius hidrolik
(m); didapat dari R = A/P; A = luas penampang basah (m2); P = perimeter
basah; n = koefisien roughness Manning`s (diantara 0,025 saluran alami); S =
kemiringan sungai
Penentuan kecepatan (V) dengan waktu tempuh (T) dan panjang sungai (L)
didekati dengan rumus
T = L/60 V
maka dengan informasi yang didapat dapat diperoleh hasil pengukuransebagai berikut:
Luas Penampang Sungai
(Trapesium)1,4 M
perimeter basah 2,3 M
R 0,61 Radius hidraulik
S 0,001 Kemiringanlereng
N 0,055Koefisien
manning
V 0.53 m/dt
T 39 Menit
Hasil pengukuran menunjukkan bahwa dengan hujan sebesar 10 mm/jam yangditurunkan pada karakteristik sungai sekitar Gua Serpeng akan menghasilkan
karakteristik aliran debit puncak banjir sebesar 468,2 m3 dimana alih ragam
hujan menjadi aliran dapat mencapai mulut Gua Serpeng selama 39 menit
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
38/122
3.2. Profil dan Karakter Luweng Serpeng 2
Luweng Serpeng 2 atau masyarakat biasa menyebut Luweng Seropan 2
termasuk dalam wilayah Dusun Serpeng, Desa Pacarrejo, Kecamatan Semanu,
Kabupaten Gunungkidul. Terletak diujung/ muara sebuah alur sungai
intermitten/ musiman yang akan teraliri ketika musim hujan karena terletak
disebuah daerah tangkapan. Mulut gua berada pada level terendah sehingga
akan menjadi akumulasi tangkapan air hujan. Sistem perguaan di bawah
terbentuk karena kontrol struktur/ kekar. Mulut gua terbentuk karena aktifitas air
permukaan, membentuk koridor vertikal penghubung dengan sistem perguaan
di bawah.
Luweng Serpeng 2 memiliki dua buah entrance terpisah yang
berdekatan. Entrance 1 disebelah kanan terletak diposisi lebih atas,
menghubungkan langsung dengan dasar P17, entrance ini terbentuk terlebih
dahulu sebelum lintasan sungai pada level ketinggian sekarang. Entrance 2sebelah kiri berbentuk koridor vertikal yang simetris, sekarang merupakan lobang
pengeringan air hujan dari daerah tangkapannya.
Luweng Serpeng 2 menurut peta Cave Survey Mc Donald 82-84 (gambar
3.3) adalah gua vertikal multipitch/ berundak. Dipetakan melalui Entrance 2
dengan urutan lintasan P3, P30, P17, P7, P7, P5, R3, R3 dengan variasi bentukan,
panjang dan arah lorong horisontal diantaranya.
Pada keselurahan gambaran lorong Luweng Serpeng2, secara umum tiap
posisi terjunan atau titik jatuh air menjadi tempat yang berbahaya, karena selain
air dimungkinkan material yang lain ikut hanyut. Lintasan P3 hingga dasar P30
adalah daerah berbahaya karena merupakan corong lintasan banjir masuk dari
mulut gua.
Dasar P30 berupa kolam statis dengan luas sekitar 4X4 m2 dengan
daratan ada di bibir P17 dengan lebar sekitar 1.5 m. Daerah ini juga berbahaya
karena merupakan titik jatuh air dari mulut gua. Dasar P17 adalah sebuah
l k l l t d h j di l f il h
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
39/122
Gambar 3.3.Peta Luweng Serpeng 2. Sumber: Cave Survey, Mc Donald 1982-1984
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
40/122
Daerah Rawan saatpnlusuranmusim hujankarena Resiko Banjir
A B
DEntrance (1)
Entrance (2)
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
41/122
3.3. Manajemen
3.3.1 Bentuk Kegiatan, Jadwal Kegiatan, Susunan Kepanitiaan dan Daftar
Peserta Pendidikan
Secara berkala dan rutin HIKESPI mengadakan kursus speleologi untuk
berbagai jenjang. Pada tanggal 8-14 Maret 2013 diadakan kursus untuk jenjang
Assistant Instructor dan Instructor HIKESPI. Setelah itu rangkaian kursus dilanjutkan
dengan jenjang Kursus Dasar pada tanggal 15-18 Maret 2013 dan Kursus
Lanjutan pada tanggal 19-21 Maret 2013. Kecelakaan di Luweng Serpeng 2
pada tanggal 19 Maret 2013 adalah terjadi pada salah satu kegiatan dalam
rangkaian kegiatan lapangan pada jenjang Kursus Lanjutan.
Susunan kepanitian, daftar peserta dan jadwal kegiatan disampaikan
sebgai berikut:
3.3.1.1 Daftar Susunan Panitia Kursus Dasar Kursus Lanjutan HIKESPI 2013
Penanggung jawab : Cahyo Alkantana (President Hikespi)
Ketua Panitia : Ardian Dinata (Instructor)
Sekretaris : Christiana Kartikasari (Instructor)
Bendahara : Febrianti Nur Azizah (Assistant Instructor)
Dokumentasi : Nikki Adam Budiman (Eks KD KL 2011)Logistik : M. Taufik (Assistant Instructor)
Rahadyan Arka Shunu (Assistant Instructor)
Saddam Surbakti (Assistant Instructor)
Time Keeper : Fransiskus (Assistant Instructor)
Oktaviana Palobo (Assistant Instructor)
Transportasi : Reza (Eks KD KL 2011)
Wawan Kirnanto (Assistant Instructor)
P3K : Alex Machmudin Ali (Assistant Instructor)
Hilary Reinhart (Assistant Instructor)
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
42/122
Djuhariono/Sodom (Chief Instructor)
Baby Wenas (Assistant Instructor)
M. Iqbal Willyanto/Bim-bim (Master Instructor)
Bachruddin Affandi/Udin (Master Instructor)
Kuat Budi Santosa/Petrik (Master Instructor)
Harto Dharmono/Cipit (Instructor)
Fajar Utama (Instructor)
Kawek (Master Instructor)
Kurniawan Adi Wibowo/Pitik (Instructor)
Galih Novianto/Limpunk (Assistant Instructor)
Dedi Eryadi/Kondim (Assistant Instructor)
Maman Suryaman (Assistant Instructor)
Yayum Kumai (eks KDKL 2012)
Chevy (eks KDKL 2012)
3.3.1.2. Jadwal Umum Kegiatan
Tanggal Kegiatan Lokasi
Pada kegiatan sebelum KDKL dilakukan kegiatan kursus instruktur dan asisten
Instruktur yang dimulai pada tanggal 8 maret 20138/03/13 Tes calon Instruktur Jomblang (pacarejo)9/03/13 Materi + praktek lapangan
(goa Sodong)Jomblang (pacarejo)&Pracimantoro
10/03/13 Penelusuran Goa Jati &Gilap
Ponjong
11/03/13 Materi & praktek Jomblang/pacarejo12/03/13 Penelusuran Pule Ireng &
NgepohTepus
13/03/13 Pemetaan Kali Suci/ Pacarejo14/03/13 Tes Jomblang/ PacarejoPelaksanaan kegiatan kursus Dasar dan Kurus Lanjutan penelusuran Goayang dimulai pada tanggal 15 maret 2013
15/03/13 Materi Jomblang/pacarejo
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
43/122
3.3.1.3. Daftar Peserta dan Instruktur ( Tanggal 19 Maret 2013 )
1. Tim Luweng Serpeng 2
A. Peserta:
No. Nama Asal Organisasi/Instansi
1 Dina Santana Kamapala
2 Inu F. Ghaniy Dimpa UMM3 Novianus Tangala Mapala UVRI Makassar4 Anna Dian Setiawati MAPAGAMA UGM5 Yores PALAWA UAJY
6 Febri Surya Pratama Mapala SAKAI
7 Faizal Rochim OPA DIAZ Malang8 Herdinan SWATALA UMB9 Ridha Yana Mapala Stienas Banjarmasin10 Dodik Setyawan Pokdarwis Kalisuci11 Wahyu Febrianto Pokdarwis Kalisuci12 Harun Wulawarman MAREPAL UNRIYO13 Siti Nur Aisyiah WAPEALA UNDIP14 Qhodirun GAMAPALA
15 Oktavius Ekapranata PALAWA UAJY16 Ganang Samudra ISI Yogyakarta17 Hevin Faharisa MAPALA SATRIA UMP18 Dian Putri Permatasari MATALABIOGAMA UGM19 Wildan Supriansyah MAPALA SIGINJAI UNJA
20 Sri Hidayati OPA SIKLUS ITS
B. Panitia :
No. Nama Level Asal1 Nafikur Rochman Chief Instructor Tuban2 Cipit Instructor Malang3 Wawan K. Assistant Instructor Gunung Kidul4 Fransiskus (anchor) Assistant Instructor Yogyakarta5 Febrianti Nur Ajizah Assistant Instructor Yogyakarta
2. Tim Gua Ceblok
A. Peserta:No. Nama Asal Organisasi/Instansi
1 Mustafaenal Achyar M.Z Mapala STIEM Palopo2 Fuad Hilmi Swatala UMB3 Diah Anggraeni Wapeala UNDIP
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
44/122
12 Sobirin Umum
13 Fuadi Sejahtera PMPA Palawa UNPAD14 Ainur Rosyadah Soraya Mahipal Unirow
15 Eri Mulizar Edelweis Aceh16 M. Haikal Muthaqin Mapala Semak Aceh17 Tsalisus Syadiyah MPA Ghubatras18 Resnu Faskar Mapala STTL19 Rifzi Ali Haihata20 Khairunnisa Mapala Stienas Banjarmasin
B. Panitia:
No. Nama Level Asal
1 Kawek Master Instructor Jakarta2 Ardian Dinata Instructor Palembang3 Alex Assitant Instructor Buniayu4 Kondim Assitant Instructor Tasikmalaya
5 Limpung Assitant Instructor Yogyakarta6 Djuhariono Chief Instructor Surabaya
3. Tim Gua Ngingrong
A. Peserta:
No. Nama Asal Organisasi/Instansi1 Wiji Utomo Mapala Satria UMP2 Sulfitriani Mapala 09 SMFT-UH3 Puput Nur Alfidah Mahipal Unirow4 Indra Safii Mapagama5 Fredikus Viktorianus Dasilva Mapalista6 Ria Riska Tompusmera Teksapala7 Ade Hamid Arif PMPA Palawa UNPAD
8 Fadel Mukti Hardiman PLH Siklus ITS9 Rangga Yudistira Gamapala10 Akip Saputra Malimpa UMS11 Moh. Fityan Fathanah Haihata
12 Toucher Laode Mapala Unsultra Kendari13 Yulyasri Christiani Saragi Palawa UAJY14 Aulia Rahman PMPA Palawa UNPAD15 Ruli Junaidi Eka Citra UNJ
16 Pratiwi MK Mapala Salawat Umpar17 Sri Nurfianti Mapala Salawat Umpar18 Ade Kurniawan Palmater19 Wildan Suprian Syah Siginjai UNJA20 Kodrat Agusti Syahputra Mapala Sakai
B. Panitia:
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
45/122
3.3.2. Manajemen terkait Aspek Persiapan dan Pengorganisasian Kegiatan.
Manajemen kegiatan dalam hal pemilihan lokasi (luweng) dalam
kegiatan KDKL Hikespi adalah Hit and Run. Jika lokasi dianggap layak saat akan
mulai kegiatan maka kegiatan dilaksanakan, jika tidak maka akan dicari lokasi
lain yang dianggap layak.. Tidak ada survey awal kondisi gua dan
lingkungannya, yang diikuti oleh seluruh pendamping/instruktur kegiatan.
Beberapa pendamping dan instruktur datang pada saat hari berlangsungnya
rangkaian kegiatan pendidikan HIKESPI. Survey awal sebagai persiapan
kegiatan untuk menganalisa resiko tidak dilaksanakan dengan alasan bahwa
kegiatan sudah beberapa kali dilakukan di lokasi yang sama, jadi dianggap
sekalipun dilakukan survey dan terjadi hujan pada saat pelaksanaan maka
hasilnya sama saja , menunda penelusuran gua. (Pernyataan Presiden Hikespi,
22 Maret 2013)
Mengacu pada materi Kewajiban Penelusur Gua, yaitu: "senantiasa
memperhatikan keadaan cuaca, serta tidak memasuki gua yang mudah
kebanjiran pada musim hujan"(sumber: Materi Kewajiban Penelusur Gua, KDKL
HIKESPI), mengacu pada materi aspek Bahaya penulusuran gua, antara lain:
bahaya-bahaya, antroposentrisme (Materi KDKL HIKESPI, Bahaya-bahaya
Antroposentrisme, point 1.4), mengacu pada kompetensi materi Geomorfologi
Karst HIKESPI: "Dapat mencirikan bentukan spesifik di kawasan Karst baik
di permukaan maupun di bawah permukaan " (Sumber Silabus dan
Kompetensi Kusrsus HIKESPI) , dan mengacu pada kompetensi materi
Hidrologi Karst HIKESPI: "Dapat menganalisa hidrologi Karst secara aplikatif
serta aplikasinya pada kegiatan penelusuran goa ( bahaya banjir, survei
sungai bawah tanah, dll ) (Sumber Silabus dan Kompetensi Kusrsus
HIKESPI), maka dapat dikatakan bahwa melakukan penelusuran gua yang
terletak di sistim aliran permukaan yang terhubung pada catchment areapada
waktu musim hujan adalah suatu tindakan yang beresiko tinggi terkait bahaya
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
46/122
3.3.3. Manajemen terkait Aspek alam: Morfologi Karst Cuaca/ Musim.
Pada hari kejadian kecelakaan, 19 Maret 2013, kegiatan lapangan
penelusuran luweng peserta KDKL HIKESPI dilaksanakan pada tiga gua yang
berbeda, yaitu Luweng Ngingrong, Luweng Serpeng 2, dan Luweng Ceblok.
Ketiganya mempunyai faktor ancaman yang sama, yaitu terletak didaerah
tangkapan air hujan dan kegiatan dilakukan pada saat musim hujan belum
berakhir. Hampir pada waktu yang bersamaan ketiga gua tersebut mengalami
banjir yang sama Kegiatan di Luweng Ceblok hampir selesai ketika aliran air
memasuki luweng. Kegiatan di Luweng Ngingrong baru selesai ketika banjirdatang. (Sumber : wawancara panitia KDKL, 23 Maret 2013). Gambar 3.10
menunjukkan banjir pada pk 17.11 WIB di Luweng Ngingrong, setelah kegiatan
penelusuran selesai.
Gambar 3 5 Foto kejadian banjir di gua Ngingrong beberapa saat setelah kegiatan
dil k k d t i h j ih b l b khi Di ki k d
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
47/122
dilakukan pada saat musim hujan masih belum berakhir. Dimungkinkan dengan
adanya kejadian hujan di hari-hari sebelumnya (Tabel 3.1 A B C D E Kejadian
hujan dari stasiun Gombang, Bedoyo, Sumbergiri, Tambak Kromo, Ngipak),
walaupun tidak sampai banjir, sudah jadi aliran permukaan dan masuk kedalam
gua. Terlihat masih ada genangan air di depan mulut gua dan di static pool di
dasar P30 (Gambar 3.6 A dan B).
Gambar 3.6 A: Foto dasar P3/ bibir P30 yang masih terdapat genangan air di statik pool(Sumber dokumentasi KDKL 2013). B: Foto static pool dasar P30 saat rekonstruksi. Padahari kejadian 19/03/2013 saat sebelum terjadi banjir, kondisi static pool ini penuh air,berwarna lebih terang (Sumber: Keterangan Cipit saat rekonstruksi, Sumber foto :rekonstruksi 23 Maret 2013)
Pada saat tanggal 19/03/2013 dimungkinkan kondisi lapisan tanah
penutup di daerah catchment area masih jenuh air. Ketika datang hujan
dengan intensitas yang cukup, segera menjadi aliran permukaan dengan
kecepatan dan debit yang cukup besar sehingga menimbulkan banjir.
3.4. Teknik Penelusuran Gua Vertikal, Rigging dan Kejadian Kecelakaan,
Operasional Rescue
3.4.1. Teknik Penelusuran Gua Vertikal
AB
B C
3 4 1 1 A di g
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
48/122
3.4.1.1 Ascending
Dalam Frog Rig System , proses ascending menggunakan sebuah hand
ascender dan sebuah chest ascender yang secara bergantian akan bergerak
ke atas dan menambatkan beban penelusur ke tali. Hand ascender/ jammer
dihubungkan dengan sebuah cowstail(sisi panjang) ke seat harness penelusur.
Hand ascender dihubungkan dengan footloop digunakan untuk tumpuan kaki
saat mengangkat badan ke atas. Selain itu sebuah chest ascenderyang biasa
dipakai adalah croll, yang dihubungkan dengan seat harness dan diikatkan
pada dada dengan menggunakan sebuah chest harness. Croll ini digunakanuntuk menambatkan beban penelusur pada saat menaiki tali (gambar 3.7. A
dan B).
Prosesi kerjanya adalah sebagai berikut. Pada kondisi diam di tali,
penelusur akan menggantungkan beban tubuhnya pada croll, kemudian
mendorongkan jammer keatas untuk mendapatkan jarak dengan croll nya.
Langkah selanjutnya penelusur akan berdiri bertumpu pada footloop yang
tertambat padajammer, pada langkah ini croll akan bergerak mendekati posisi
jammer bersamaan dengan naiknya badan. Langkah berikutnya penelusur
akan duduk kembali dan menggantungkan beban tubuhnya pada croll,
demikian proses ini berulang.
3.4.1.2. Descending
Peralatan descending biasa menggunakan descender auto stop
maupun simple stop. Alat ini bekerja dengan memanfaatkan friksi antara tali
dengan roda statis pada descender. Pada SRT kecepatan bukanlah hal yang
diutamakan saat melakukan descending(Gambar 3.7 A dan C)
3 4 2 Rigging dan Kejadian Kecelakaan
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
49/122
3.4.2 Rigging dan Kejadian Kecelakaan
3.4.2.1. Rigging
Rigging adalah teknik untuk menambatkan dan membuat lintasan tali
baik vertikal maupun horisontal. Tambatan yang digunakan bisa berupa
tambatan alam, dan juga tambatan buatan (artifitial anchor). Variasi rigging
juga beragam yang disesuaikan dengan bentuk medan guanya dan fungsinya.
3.4.2.1.1. Lintasan dari Entrance 2 ke P3 m:
Backup anchormenggunakan sebuah pohon di sisi kiri pada alur sungai,
bila kita menghadap kearah luar gua. Main anchor terletak di sebuah batu di
sebelah kanan alur air yang ke dalam gua (Gambar 3.8a Adan B).
Gambar 3.8A. Panah menunjukkan posisi backup anchor, B. Panah menunjukkan posisimain anchor (sumber rekonstruksi lapangan 23 Maret 2013.
3.4.2.1.2. Lintasan P30 (Dari dasar P3 ke dasar P30 )
Lintasan ini menggunakan sisa tali yang sama dari lintasan P3, artinya
anchor di lintasan P3 akan berfungsi menjadi backup anchor untuk lintasan
section ini Main anchor berbentuk Y anchor sisi kiri tali ditambatkan pada
Alpine Butterfly Kedua posisi anchor sangat dekat dengan lantai gua yang
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
50/122
Alpine Butterfly. Kedua posisi anchor sangat dekat dengan lantai gua, yang
merupakan alur air masuk ke dalam gua.
Gambar 3.9. A. Foto yang diambil dari dalam gua menggambarkan posisi dan bentukh t d bibi P30 ( b k t k i 23 t 2013) B F t
Disetiap perubahan arah lorong ini dipasang sebuah padding untuk melindungi
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
51/122
Disetiap perubahan arah lorong ini dipasang sebuah paddinguntuk melindungi
tali dari friksi.
Gambar 3.10. . Foto diambil dari bibir P30, menggambarkan arah lorong menujudasar P 30, dan panah menunjukkan posisi pemasangan padding (sumberdokumentasi kegiatan KDKL Hikespi 2013)
Menjelang 5 meter dasar P30, terpasang sebuah simpul sambungan tali
(2 buah tali 50 meter), menjelang 3 meter dasar pitch lintasan berbentuk
overhang, dititik ini dipasang sebuah padding untuk melindungi tali darigesekan.
3.4.2.1.3. Lintasan P17 (Dari dasar P30 ke dasar P17) :
Lintasan untuk menuruni P17 menggunakan sisa tali dari atas (P30).
dipasang sebuah backup anchor pada dinding diposisi berlawanan arah
dengan bibir P 17. Kemudian dipasang sebuah main anchor pada lobang
tembus di lantai dasar P 30 menggunakan webbing. Tali ditambatkan
menggunakan simpul butterfly. Fall factor diperkecil dengan cara
memperpendek lengkungan tali lintasan dengan menggabungkan dua bagian
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
52/122
Gambar 3.11. A. Ilustrasi bentuk rigging lintasan P 17, B. foto rekonstruksi bentukrigging dan posisi main anchor lintasan P 17, C. rekonstruksi bentuk rigging dan posisibackup anchor P17 (Sumber: Analisa hasil rekonstruksi, Foto-foto rekonstruksi
Kecelakaan Luweng Serpeng2, 23 maret 2013)
3.4.2.2. Kejadian Kecelakaan
Pada saat kelima korban di dasar P30 terjebak banjir, mereka bertahan di
sebuah cerukan sisi kanan bibir P17 (gambar 3.12), mengamankan diri dengan
cara menambatkan jammer pada tali lengkungan yang titik tambatnya ada
pada backup anchorl intasan P17 (sumber: keterangan dari wawancara Cipit di
ruangan dan di lapangan). Komposisi peserta banding instruktur adalah 1
instruktur (Cipit) dan 4 peserta (Dodon, Sam, Dian, dan Hevin)
Arah titik jatuh tali dari backup anchorlintasan P17 mengarah pada bibir
P17. Jika terjadi aliran air dari atas, titik jatuh tali akan berada tepat pada aliran
terjunan di bibir pitch 17 yang menuju ke dasar pitch. Pada saat kejadian banjir
para korban tidak sempat membuat tambatan tambahan di sekitar dinding
atau atap ceruk tempat mereka berlindung yang dapat mencegah titik jatuh
mereka mengarah ke bibir P17. Lima korban yang terseret air tertahan di bibir
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
53/122
Gambar 3.12 A. Gambaran saat para penelusur berlindung di ceruk (1) ketika banjir.Mereka menambatkan diri pada tali (2) yang terhubung dengan backup anchor (3)sebagai titik tambatan, yang titik jatuhnya mengarah ke bibir P 17 (4) tepat posisimengalirnya air ke dasar pitch.B. Gambaran saat para penelusur terseret air, tertahanpada bibir P17, menggantung pada tali yang titik jatuhnya berada di bibir P 17, tepatsebagai tempat mengalirnya air ke dasar pitch (Sumber: Hasil analisa berdasarkanwawancara dan rekonstruksi dengan Instruktur korban)
Pada saat kejadian, dari Entrance (2) hingga dasar P17 ketinggian
anchor terpasang dimasing-masing lintasan ada diposisi rendah mendekati
lantai atau alur aliran air kecuali backup anchor untuk P17 Posisi main anchor
BA
1
2
4
1
23
4
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
54/122
3.4.3. Operasional Cave Rescue
Usaha rescue dengan ancaman banjir menjadi sangat genting dalam sisi
emergency respon, Juga sangat susah untuk menilai setiap tindakan yang
diambil team maupun personel rescue karena terbatasnya gambaran/
informasi kondisi gua (debit dan tinggi muka air), ancaman resiko banjir susulan,
kondisi korban, jumlah peralatan, jumlah dan kemampuan teknis personel, jaring
kerja dan komunikasi, dan lain-lainya. Aspek rescue yang dibahas hanya
menampilkan fakta dan memberi gambaran pilihan keputusan yang mungkindilaksanakan.
3.4.3.1.Instalasi Rescue
Instalasi Lintasan Rescue dipilih melalui Entrance 1, karena titik ini akan
aman dari jatuhan air banjir dan langsung menuju dasar P17. Di posisi Entrance 1
terdapat 3 personil yang bertugas mengawasi dan mengontrol pergerakan
korban ketika dievakuasi, juga komanado utama untuk personel hauling
lainnya.
3.4.3.1.1. Lintasan Searching (A)
Lintasan Searching digunakan untuk rescuer ketika melakukan pencarian
posisi korban kecelakaan ketika banjir. Lintasan ini dipasang melalui Entrance1,
dengan sedikit lintasan traverse di bawah bibir pitch. Lintasan ini akan langsung
menuju dasar P17, dengan panjang hampir 50 meter. Tambatan yang
digunakan adalah gabungan beberapa lobang tembus di sekitar Entrance1.
3.4.3.1.2. Lintasan Rescuer (B)Digunakan untuk rescuer mendampingi dan mengarahkan korban ketika
dievakuasi keatas/ hauling. Lintasan ini dipasang melalui Entrance1, lintasan tali
ini akan langsung menuju dasar P17, dengan panjang hampir 50 meter.
3.4.3.1.3. Lintasan Hauling (C)
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
55/122
Digunakan untuk mengevakuasi korban keatas, kearah luar gua. Lintasan
ini dipasang melalui Entrance1, untuk melindungi tali dari gesekan , titik-titik friksi
dipasang lembaran padding. Lintasan ini memanjang ke arah luar gua, dikunci
pergerakan talinya dengan menggunakan dua buah jammer di pohon yang
sama yang digunakan sebagai backup anchor lintasan P3. Di titik ini
dioperasikan oleh 5 orang, sebagai operator kerjajammerdan penarik. Tali terus
memanjang lebih ke arah luar, disebuah pohon dikunci pergerakannya dengan
descender. Titik ini sebagai tempat menarik korban dari dasar gua sesuai aba-aba operator dan rescuer di Entrance 1. Tali ditarik oleh sekitar 30 orang, instalasi
tanpa menggunakan Z-rig system adalah pilihan tepat mengingat adanya
kemungkinan bahaya banjir kembali sehingga membutuhkan kecepatan, dan
cukup banyaknya personel yang membantu menarik.
3.4.3.2. Mekanisme Rescue
Korban dievakuasi keatas dengan tetap menggunakan set SRT lengkap,
tali hauling di tambatkan pada seat harness dan pada chest ascender, dan
supaya posisi korban tetap dekat tali dibantu sebuah webbing. Tiap satu korban
di hauling, dengan didampingi satu rescueruntuk memosisikan korban terutama
saat melewati titik friksi/ overhang.
Tiga orang operator di Entrance1 bertugas mengawasi dan mengontrol
pergerakan korban. Memberi aba-aba kecepatan tarikan haulingkepada para
personel penarik. Lima orang operator pada pohon pertama akan
mengoperasikan pergerakan dua buah ascender sebagai pengunci gerakan
dan ikut menarik tali hauling.
Tiga puluh orang pada pohon kedua bertugas menarik tali hauling,dengan selalu memperhatikan aba-aba operator dan rescuer di Entrance 1,
satu orang lainya mengoperasikan descender sebagai pengunci ke dua.
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
56/122
Gambar 3.13. Gambaran instalasi dan mekanisme evakuasi korban dari Entrance1.(Sumber: Hasil analisa rekonstruksi lapangan, Foto-foto PMI Kabupaten Gunungkidul,Yogyakarta).
3.5.Kronologi Kejadian
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
57/122
3.5.1 Rangkuman Kronologi Kejadian
Kronologi kejadian meliputi sebelum kecelakaan, pada saat kecelakaan,
dan proses evakuasi korban dirangkum dalam Gambar 3.14. Warna hijau
menunjukkan kronologi kegiatan, warna hitam menjelaskan krologi kejadian
alam (hujan dan banjir).
Gambar 3.14. Diagram Fish Bone yang memberikan gambaran Kronologi Kejadian-kejadian sebelum sampai sesudah terjadinya kecelakaan Luweng Serpeng 2 (Sumber:Hasil analisa Tim Investigasi berdasarkan kumpulan fakta dan rekonstruksi lapangan)
3.5.2. Detil Kronologi Kecelakaan Luweng Serpeng 2
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
58/122
Pada tulisan berikut ini disampaikan kronologi kecelakaan luweng serpeng
2 yang terjadi pada kursus KDKL HIKESPI - 19 maret 2013 dalam bentuk rangkaian
fakta-fakta yang dikumpulkan dari berbagai sumber.
KRONOLOGI KECELAKAAN LUWENG SERPENG 2
1. Waktu : 07.00 08.00 WIB
Tempat : Pendopo resort Gua Jomblang
Keterangan : Peserta mulai sarapan, pembagian kelompok
Gambar 1 A, B : Foto suasana sarapan sebelum kegiatan, C : Foto pembagiankelompok (Sumber: pribadi peserta ( folder Inu Dimpa ), Kamera : Canon Power Shot)
CA
2. Waktu : 08.00 08.33 WIB
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
59/122
Tempat : Gua Jomblang
Keterangan : Briefing eksplorasi gua
- Cahyo memberikan briefing kepeserta. Soal gambaran lokasi gua untuk
kegiatan. (Sumber :Foto kegiatan gambar 2B )
- Briefing pagi mulai sekitar dari jam 08.00. (Sumber : Ana,peserta)
- Sebelum berangkat ada briefing terlebih dahulu dari Cahyo Alkantana
yang menyampaikan SOP secara garis besar. Pada briefing deskripsi gua
telah dijelaskan, pemetaan, peralatan, dan lain-lain. Pada saat itu cuaca
cerah dan langit biru. (Sumber : Cahyo, Nafik, Cipit, Instruktur). Tim
Ngingrong ditekankan untuk hati-hati karena bahaya saat musim hujan
(sumber: Ana, peserta). Setelah itu Cahyo melakukan kegiatan lain di
pantai Indrayanti.
Gambar 2 A: Foto briefing oleh para instruktur/ pendamping, Gambar 2B : Foto briefing
oleh Cahyo Alkantana (Sumber : pribadi peserta, folder Inu Dimpa, Kamera : Canon PowerShot)
A B B
3. Waktu : 09.00 - 10.00 11.00 WIB
T t C J bl P j l Ti
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
60/122
Tempat : Camp Jomblang, Perjalanan Tim
Keterangan : Keberangkatan tim
Kejadian Alam :
- 10.30 - 11.00 WIB. Gerimis sebentar lalu terang (Sumber: Gunarto warga
Serpeng)
Kejadian Teknis :
- Peserta mulai berangkat jam 09.00 dengan Tim Ceblok berangkat terlebih
dahulu, Tim Serpeng 2 dan Ngingrong standby di Jomblang menunggutruk.
- Tiga puluh menit kemudian ruk kembali lagi ke Jomblang dan berangkat
mengangkut 2 tim. Dalam perjalanan ke Luweng Ngingrong cuaca
sempat mendung dan grimis sebentar. (sumber : catatan harian Ana,
peserta)
- Tim Ngingrong turun di dekat lokasi. Tim Serpeng 2 melanjutkan
perjalanan menuju lokasi, berteduh hujan turun lagi dan lumayan deras
tapi cuma sebentar. Lima menit kemudian perjalanan sampai di jalan
setapak menuju Luweng Serpeng 2. Rombongan sempat tersesat
(Sumber : Ana,peserta)
A
4. Waktu : 11.20 WIB
Tempat : Entrance Luweng Serpeng 2
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
61/122
Tempat : Entrance Luweng Serpeng 2
Keterangan : Sampai di Luweng Serpeng 2
- Rombongan sampai di luweng Serpeng 2, tim dibagi 2, 10 orang
eksplorasi gua, 10 orang lainnya Sosbud. Tim eksplorasi langsung
dilakukan briefing dan membagi tim dalam 2 kelompok kerja, mapping,
dan rigging. Waktu kegitan dibatasi sampai jam 17.00 WIB (Sumber :
Cahyo, Nafik, Cipit)
- Koordinator tim keseluruhan Dodon, tim rigging Dian dan Sam,koordinator tim mapping Dina dengan anggota Ana dan Hevin. (Sumber
: Ana, peserta)
- Di depan gua ada kubangan air tetapi di sekitarnya kering. Tim tidak
membawa pelampung karena Luweng Serpeng 2 termasuk gua kering
dan tanpa membawa HT. (Sumber : Cahyo,Nafik,Cipit)
5. Waktu : 11.30 14.30 WIB
Tempat : Luweng Serpeng 2
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
62/122
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Rigging lintasan, mapping, pengambilan data sosial
budaya.
Keterangan rinci :
a.Waktu : 11.30 12.30 WIB
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Rigging Lintasan P3 dan P30, pemetaan, pelaksanaan
sosial budaya- Seharusnya peserta yang membuat rigging sendiri karena ini kursus
lanjutan. Karena kesulitan lalu diambil alih pendamping, membuat
lintasan awal dari mulut gua (entrance 2) untuk melihat ke dalam
karena pertimbangan tingkat kesulitan gua, jika pendamping bilang
rope free berarti peserta ikut turun. Pendamping membuat lintasan
dengan variasi sederhana (menggunakan 4 padding) karena
pertimbangan kemampuan peserta baik karena ada wanita maupun
beberapa peserta yang kemampuan SRTnya terbatas. (Sumber :
Cipit,instruktur)
- Peserta makan siang untuk persiapan turun ke Luweng Serpeng. Lalu
peserta di beri waktu dari panitia untuk rigging P30, karena terlalu lama
akhirnya rigging dibantu oleh instruktur yang bernama Cipit. (Sumber :
Dina,peserta)
- Tidak memilih lintasan di luar lintasan air di sebelah kanan karena
peserta harus sedikit manjat dan kondisi batuan yang rawan runtuh. Jadi
diputuskan membuat lintasan diposisi jalur air masuk tapi agak ke sisi kiri
dengan pertimbangan kalau ada aliran air masuk yg tidak terlalu
besar masih bisa dilewati.(Sumber: Nafik,Instruktur)
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
63/122
Gambar 5 A : Dian dan Dodon masih didasar P3 (Sumber : 110_03 ok gambarIMG_6760, kamera : Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 12.25.)Gambar 5 B: Ana dan Dina di depan mulut gua melakukan pemetaan gua (Sumber :Foto : Dokumentasi peserta (Sumber : folder 110_03 ok gambar IMG_6758) kamera :Canon Powershot A810 Tanggal:19 mar 2013, 12.21.)
A
DC
b.Waktu : 12.30 13.30
Tempat : Luweng Serpeng 2
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
64/122
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Rigging Lintasan P30. Peserta mulai turun
(Sam,Dodon,Dian). Pelaksanaan sosial budaya
- Peserta yang pertama kali turun adalah Sam, kemudian Dodon, Dian,
Dina.(Sumber : Dina)
- Peserta mulai turun. Nafik disekitar lokasi mulut gua, Febri ada di bibir
P3 m, Fransiskus (Anchor) di bibir P 30 meter, Cipit di dasar P30. Sam
turun kesulitan melewati deviasi. Cipit naik lagi untuk memperbaiki
lintasan, diganti dengan padding. Dodon turun tidak mengalami
kesulitan, lalu Dina menyusul turun. Setelah itu diikuti Dian, dia merasa
titik jatuh lintasan condong ke arah kiri, diperintahkan untuk berusaha
menggeser pergerakan kearah kanan, Dian sampai bawah.(Sumber :
Cipit,Instruktur)
c.Waktu : 13.30 14.30
Tempat : Luweng Serpeng 2
Keterangan : Rigging Lintasan P17. Dina,Ana,Hevin mulai turun P3
dan P30. Kepulangan tim sosial budaya
- Mas Cipit ada rigging untuk P17. Awal menggunakan Y-anchor agak
mepet dengan dinding jalur air. Dodon turun ke Dasar P17 disusul Sams
dan Dina.(Sumber : Dodon,peserta)
- Dina mulai menuruni lintasan P30, sesampai di dasar terlihat Dodon
sudah sampai dasar P17. Setelah itu berurutan Sam dan Dina turun ke
dasar P17.(Sumber : Dina,peserta)- 13.34 - 13.41 WIB. Ana dan Hevin masih didepan mulut gua, Peserta
Sosbud kembali kedepan mulut Luweng Serpeng 2
- 13.36 WIB. Nafik mengecek lintasan P30.
Disarankan untuk tetep tenang jika ada banjir dan mencari tempat
aman.
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
65/122
- Setelah itu Dian mengutarakan keinginannya untuk turun. Hevin mulai
turun dari bibir P30, dia adalah peserta yang terakhir turun P30. Setelah
Sampai di dasar P30 Hevin hampir jatuh. (Sumber : Ana,peserta)
Gambar 6 A: Ana masih didepan mulut Gua. (Sumber : Inu Dimpa gambar IMG_2979kamera: Canon Powershot Tanggal:19 mar 2013, 13.34.)
6. Waktu : 14.30 15.30
Tempat : Luweng Serpeng 2
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
66/122
Keterangan : Kegiatan eksplorasi
Kejadian Alam :
- 14.30 - 15.00 WIB. Awan mulai gelap, bergerak, dari selatan ke timur,
hujan sepertinya jatuh ( sumber : Gunarto, penduduk).
- 15.15 WIB. Hujan dengan angin sampai dimulut gua (Sumber : Mbah Noto
Daki, penduduk)
Kejadian Teknis :
- Nafik turun ke dasar P30 mengkondisikan peserta yang di dalam untuk
naik.karena waktu eksplorasi akan habis. Tiga peserta didasar P3
diperintahkan juga naik ke mulut gua. Beberapa lama kemudian gerimis
dan berubah cerah. (Sumber : Nafik,instruktur)
- Setelah Dina Sampai di dasar P17, Dodon naik ke dasar P30. Dian turun ke
dasar P17 (lintasan digunakan bergantian). Komposisi di dasar P17
menjadi bertiga yaitu Sam,Dian,Dina. (Sumber : Dina,peserta)
- Wawan menuruni lintasan P30 sampai ditengah lintasan, menanyakan
apa sisa talinya bisa digunakan untuk membuat satu lintasan di P30, agar
peserta lebih cepat naiknya (Sumber Dodon, peserta).
- Karena tidak ada sisa tali lagi lalu di instruksi penelusur dibawah untuk
naik karena sudah sore dan takut hujan. Setelah sampai di atas Wawan
berteriak rope free. (Sumber : Ana,peserta)
- Wawan turun dan pada saat itu masih ada peserta yang naik dari P 17,
sehingga wawan memtuskan untuk kembali dan mengintruksikan apabila
yang P 17 sudah selesai akan dibawa naik sisa tali untuk membuat 2
ada 5 orang Hevin, Ana, Cipit, Dodon dan Sam, didasar P17 ada 2 orang,
Dina dan Dian. (Sumber : Dodon,peserta)
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
67/122
- Setelah itu Cipit mengistruksikan ke Ana untuk naik duluan, Ana
mengencangkan crollnya agar pada saat ascending menjadi
cepat.(Sumber : Ana,peserta)
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
68/122
Febri
Fransiskus (Anchor)
Cipit (Hitam Coklat)Dodon (Biru Putih)Sam (Orange Coklat)
Ana (Kuning Kuning)Hevin (Merah putih)
Dina (Biru Muda Putih)
Dian (Merah hitam, Putih )
7. Waktu : 15.30 17.00
Tempat : Luweng Serpeng 2
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
69/122
Keterangan : Banjir. Kecelakaan. Kegiatan pencarian, rescue Ana.
a.Waktu : 15.30 15.44
Tempat : Luweng Serpeng 2
Kejadian Alam :
- 15.45 WIB. Banjir fase 1
Kejadian Teknis :Keterangan : Proses Ascending P30 (Ana), Ascending P17 (Dian), Nafik
descending P3.
- Dina menanyakan waktu ke Dian, kemudian Dian menjawab sekarang jam
15.30, dan Dian menanyakan apakah Dina sudah sholat? Dina menjawab
nanti saja di atas. Kemudian ada instruksi ke Dina untuk naik ke bibir P17,
karena Dian yang akan melakukan cleaning lintasan P17. Lalu ada insruksi
dari atas Dian yang duluan naik, saat itu Dian sedang mengambil wudhu.
Instruksi berikutnya dari Cipit yang berada di bibir P17 adalah lintasan P17
tidak usah di cleaning karena takut hujan. Walaupun Dina merasa takut di
bawah, dia tetap menyuruh Dian untuk naik duluan karena Dian
perempuan. (Sumber: Dina, Peserta)
- Ana sudah mulai naik dari dasar pitch 30m. Dian naik dari dasar P 17,
Peserta didasar P30 berlindung di cerukan dinding sebelah kanan. Dina
tetep di dasar P17 karena sempitnya dasar P30. Ada informasi dari Wawan
bahwa di luar mendung. (Sumber : Cipit, instruktur)
- Baru ascending sekitar 3-5 meter Ana melihat simpul sambungan tali di
lintasan, dan dia berhenti untuk melewati sambungan tali. Jammer baru
pindah posisi di atas simpul dan croll masih dibawah simpul Ana
saat Dian akan sampai di bibir P17, ada teriakan dari atas kalau di luar
banjir, dalam hitungan detik air datang. Dina lari kesamping menuju
7/22/2019 Laporan Final Investigasi Kecelakaan Serpeng II
70/122
batuan (keseberang air terjun,atas instruksi Cipit), setelah itu Dina berdiri
disana sambil melihat atas. Dina melihat air datang tepat ke muka Dian,
Dian sangat panik dan berteriak teriak. Pada saat itu juga Dina melihat
ada yang menarik Dian dari bibir P17 (Cipit), tetapi tidak tahu siapa.
Setelah mencoba untuk melihat lagi, Dina sudah tidak bisa melihat apa -
apa karena tertutup air. Setelah lama berdiri di batuan air naik lalu Dina
melepas sepatu dan memanjat me
Top Related