Laporan Kelompok 2
Problem Based Learning (PBL)
Gastristis
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
Krisna Widya B 115070200131011 Dwi Setyo Purnomo 115070201131003
Saifullah Alfaruqi 115070200131012 Laili Rohmawati 115070201131004
Kartika Puspa A.P 115070200131013 Ifmi Nurul Hidayah 115070201131005 Kadek Nova P.D 115070201131001 Masita Widiyani 115070201131006
1. Definisi
Gastritis berasal dari bahasa yunani yaitu gastro, yang berarti
perut/lambung dan itis yang berarti inflamasi/peradangan. Gastritis bukan
merupakan penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang
kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Biasanya,
peradangan tersebut merupakan akibat dari infeksi oleh bakteri yang sama
dengan bakteri yang dapat mengakibatkan borok di lambung yaitu Helicobacter
pylori. Tetapi factor – factor lain seperti trauma fisik dan pemakaian secara terus
menerus beberapa obat penghilang sakit dapat juga menyebabkan gastritis.
Gastritis adalah peradangan pada lapisan lambung. Gastritis adalah proses
inflamasi pada lapisan mukosa dan sub mukosa lambung (Suyono, 2001). David
Ovedorf (2002) mendefinisikan gastritis sebagai inflamasi mukosa gaster akut
atau kronik. Pengertian yang lebih lengkap dari gastritis yaitu peradangan lokal
atau menyebar pada mukosa lambung yang berkembang bila mekanisme protektif
mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan lain (Reeves, 2002).
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering
diakibatkan oleh kebiasaan makanyaitu waktu makan yang tidak teratur, serta
tidak terlalu banyak makan makanan yang pedas dan asam .terifeksi oleh alkohol ,
aspirin , refluks empedu atau terapi radiasi (brunner 2002)
2. Etiologi dan Faktor Resiko
Menurut Mansjoer, 2001 penyebab gastritis adalah :
a. Gastritis Akut
Penggunaan obat-obatan seperti aspirin dan obat anti inflamasi nonsteroid
dalam dosis rendah sudah dapat menyebabkan erosi mukosa lambung.
Alkohol
Alkohol dapat mengiritasi dan mengikis mukosa pada dinding lambung dan
membuat dinding lambung lebih rentan terhadap asam lambung walaupun
pada kondisi normal.
Gangguan mikrosirkulasi mukosa lambung : trauma, luka bakar
Stress
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan perdarahan pada lambung.
b. Gastritis Kronik
Terinfeksi Helikobakter Pylori
Telah terbukti saat ini bahwa infeksi yang disebabkan oleh helikobakter
pylori pada lambung biasa menyebabkan peradangan mukosa lambung
yang disebut gastritis, proses ini biasa berlanjut sampai ulkus bahkan
kanker lambung. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi oleh bakteri H.
Pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi dinding
lambung. Walaupun tidak sepenuhnya tidak dimengerti bagaimana bakteri
tersebut dapat ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut melalui
jalur oral atau akibat memakan makanan yang terkontaminasi oleh bakteri
ini.
Kelainan autoimune
Disebut sebagai gastritis autoimun diakibatkan karena perubahan dari sel
parietal, yang menimbulkan atropi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan
dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada
fundus atau korpus dari lambung.
Asam empedu
Asam empedu adalah cairan yang membantu pencernakan lemak. Cairan
ini diproduksi di hati dan dialirkan ke kantong empedu. Ketika keluar dari
kantong empedu, asam empedu akan di alirkan ke usus kecil (duodenum).
Secara normal cincin pylorus (pada bagian bawah lambung) akan
mencegah cairan asam empedu ke dalam lambung setelah dilepaskan ke
duodenum tetapi apabila cincin itu rusak sehingga tidak dapat menjalankan
fungsinya dengan normal maka asam empedu dapat mengalir ke lambung
dan akan mengakibatkan peradangan.
Radiasi dan kemoterapi
Perawatan terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat
mengakibatkan peradangan pada dinding lambung yang selanjutnya dapat
berkembang menjadi gastritis dan peptic ulcer. Ketika tubuh terkena
sebagian kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tetapi
dalam dosis besar dapat mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi
permanen dan dapat mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-
kelenjar penghasil asam lambung.
Terlalu sering memakan makanan yang mengandung nitrat (bahan
pengawet) atau terlalu asam (cuka), kafein seperti pada the dan kopi serta
kebiasaan merokok dapat memicu terjadinya gastritis. Karena bahan
tersebut bila terlalu sering kontak dengan dinding lambung akan memicu
sekresi asam lambung berlebih sehingga dapat merusak lapisan mukosa
lambung.
Frekuensi makan : Orang yang memilih pola makan tidak teratur mudah
terserang penyakit gastritis. Pada saat perut harus diisi, tapi dibiarkan
kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan mencerna lapisan
mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri (ester, 2001). Secara alami
lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam
jumlah yang kecil, setelah 4 - 6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa
dalam darah telah banyak terserap dan terpakai sehingga tubuh akan
merasakan lapar, pada saat itu jumlah asam lambung terstimulasi. Bila
seseorang telat makan sampai 2-6 jam, maka asam lambung yang
diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi
mukosa lambung serta menimbulkan nyeri di sekitar epigastrum (baliwati,
2004)
Sumber lain
a. Infeksi virus oleh Sitomegalovirus
b. Infeksi jamur: Candidiasis, Histoplasmosis, Phycomycosis
c. Kehamilan; karena saat hamil sekresi prostaglandin menurun sehingga terjadi
iritasi lambung yang dapat menyebabkan mual, mual tersebut mengakibatkan
nafsu makan menurun dan timbulah gastritis
d. Makanan pedas secara berlebihan, dapat merangsang pencernaan terutama
lambung dan kontraksi usus, mengakibatkan rasa panas dan nyeri di ulu ati
yang disertai dengan mual dan muntah sehingga nafsu makan menurun. Bila
kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari satu kali dalam satu
minggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus menerus dapat menyebabkan
iritasi pada lambung dan beresiko gastritis
e. Usia: usia tua lebih beresiko untuk menderita gastritis daripada usia muda
karena seiring dengan bertambahnya usia, mukosa gaster cenderung menjadi
tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi H. pylori atau gangguan
autoimun daripada yang lebih muda. Jika pada usia muda lebih berhubungan
dengan pola hidup
f. Stress psikis: meningkatkan produksi asam lambung jika dibiarkan dapat
mengiritasi mukosa lambung dan beresiko gastritis.
(Mansjoer, 2001; Muttaqin dan Sari, 2011)
3. Patofisiologi
(Terlampir)
4. Manifestasi
Menurut Mansjoer (2001), tanda dan gejala pada gastritis adalah:
a. Gastritis akut
- Nyeri epigastrum, hal ini terjadi karena adanya peradangan pada mukosa
lambung
- Mual, kembung, dan muntah merupakan salah satu keluhan yang sering
muncul. Hal ini dikarenakan adanya regenerasi mukosa lambung sehingga
terjadi peningkatan asam lambung yang mengakibatkan mual dan muntah
- Ditemukan pula keberadaan saluran cerna berupa hematemesis dan melena
(keluarnya feses hitam yang diwarnai oleh darah), kemudian disusul dengan
tanda-tanda anemia pasca perdarahan
b. Gastritis kronis
- Pada pasien gastritis kronis umumnya tidak mempunyai keluhan. Hanya
sebagian kecil mengeluh nyeri di ulu ati, anoreksia, nausea, dan pada
pemeriksaan fisik tidak ditemukan kelainan.
Selain itu, tanda dan gejala yang sering muncul, ialah:
- Rasa terbakar di lambung dan akan menjadi semakin parah ketika makan
- Tekanan darah menurun, pusing
- Keringat dingin
- Nadi cepat
- Kadang berat badan menurun
- Nafsu makan menurun secara drastic, wajah pucat, suhu badan naik, keluar
keringat dingin
- Perut terasa nyeri (kembung dan sesak) di bagian atas perut (ulu ati)
- Merasa lambung sangat penuh sehabis makan
- Sering sendawa ketika sedang lapar
- Sulit untuk tidur karena gangguan rasa sakit pada daerah perut
- Flatus atau kentut: terjadinya flatus lebih sering diakibatkan oleh produksi dari
bakteri di saluran cerna atau usus besar berupa hydrogen atau methan pada
keadaan banyak mengkonsumsi kandungan gula dan polisakarida
5. Pemeriksaan Diagnostik
Endoskopi : akan tampak erosi multi yang sebagian biasanya berdarah dan
letaknya tersebar.
Pemeriksaan Hispatologi : akan tampak kerusakan mukosa karena erosi tidak
pernah melewati mukosa muskularis.
Pemeriksaan radiology.
Pemeriksaan laboratorium.
Analisa gaster : untuk mengetahui tingkat sekresi HCL, sekresi HCL menurun
pada klien dengan gastritis kronik.
Kadar serum vitamin B12 : Nilai normalnya 200-1000 Pg/ml, kadar vitamin B12
yang rendah merupakan anemia megalostatik.
Kadar hemagiobi, hematokrit, trombosit, leukosit dan albumin.
Gastroscopy: untuk mengetahui permukaan mukosa (perubahan)
mengidentifikasi area perdarahan dan mengambil jaringan untuk biopsi.
Distensi abdomen: biasanya oleh karena gas. Dengan melakukan perkusi
dapat dibedakan antara masa solid, kistik atau gas. Kemungkinan disebabkan
oleh; fat, cairan, flatus, feses, hipertrofi otot, pembesaran organ, lordosis yang
berlebihan (Mansjoer, 2000).
Menurut sumber lain untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan
dengan berbagai macam tes, diantaranya :
1.Tes Darah
Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori.
Hasil test yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami kontak
dengan bakteri Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan
berarti seseorang telah terinfeksi Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat
digunakan untuk mengecek terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan oleh
perdarahan karena gastritis (Anonim, 2010).
2.Breath Test
Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk mengetahui
apakah ada infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh seseorang.
3.Stool Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam sampel tinja
seseorang. Hasil test yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi
Helicobacter pylori. Biasanya dokter juga menguji adanya darah dalam tinja yang
menandakan adanya perdarahan dalam lambung karena gastritis.
4.Rontgen
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat
dilihat dengan sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih
dahulu sebelum dilakukan rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan
akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
6. Penatalaksanaan Medis
Gastritis Akut
Kurangi minum alkohol dan makan teratur dan sehat sampai gejala-gejala
menghilang; ubah menjadi diet yang tidak mengiritasi.
Jika gejala-gejala menetap, mungkin diperlukan cairan IV.
Jika gastritis terjadi akibat menelan asam kuat atau alkali, encerkan dan
netralkan asam dengan antasida umum, misalnya aluminium hidroksida,
antagonis reseptor H2, inhibitor pompa proton, antikolinergik dan sukralfat
(untuk sitoprotektor).
Jika gastritis terjadi akibat menelan basa kuat, gunakan sari buah jeruk yang
encer atau cuka yang di encerkan.
Jika korosi parah, hindari emetik dan bilas lambung karena bahaya perforasi.
Antasida : Antasida merupakan obat bebas yang dapat berbentuk cairan atau
tablet dan merupakan obat yang umum dipakai untuk mengatasi gastritis
ringan. Antasida menetralisir asam lambung dan dapat menghilangkan rasa
sakit akibat asam lambung dengan cepat.
Penghambat asam : Ketika antasida sudah tidak dapat lagi mengatasi rasa
sakit tersebut, dokter kemungkinan akan merekomendasikan obat seperti
cimetidin, ranitidin, nizatidin atau famotidin untuk mengurangi jumlah asam
lambung yang diproduksi.
Gastritis Kronis
Modifikasi diet, reduksi stress, dan farmakoterapi.
Cytoprotective agents : Obat-obat golongan ini membantu untuk melindungi
jaringan-jaringan yang melapisi lambung dan usus kecil. Yang termasuk ke
dalamnya adalah sucraflate dan misoprostol. Jika meminum obat-obat AINS
secara teratur (karena suatu sebab), dokter biasanya menganjurkan untuk
meminum obat-obat golongan ini. Cytoprotective agents yang lainnya adalah
bismuth subsalicylate yang juga menghambat aktivitas H. Pylori.
Penghambat pompa proton : Cara yang lebih efektif untuk mengurangi asam
lambung adalah dengan cara menutup “pompa” asam dalam sel-sel lambung
penghasil asam. Penghambat pompa proton mengurangi asam dengan cara
menutup kerja dari “pompa-pompa” ini. Yang termasuk obat golongan ini
adalah omeprazole, lansoprazole, rabeprazole dan esomeprazole. Obat-obat
golongan ini juga menghambat kerja H. pylori.
H. phylory mungkin diatasi dengan antibiotik (mis; tetrasiklin atau amoxicillin)
dan garam bismuth (pepto bismol) atau terapi H.Phylory. Terapi terhadap H.
Pylori. Terdapat beberapa regimen dalam mengatasi infeksi H. pylori. Yang
paling sering digunakan adalah kombinasi dari antibiotik dan penghambat
pompa proton. Terkadang ditambahkan pula bismuth subsalycilate. Antibiotik
berfungsi untuk membunuh bakteri, penghambat pompa proton berfungsi
untuk meringankan rasa sakit, mual, menyembuhkan inflamasi dan
meningkatkan efektifitas antibiotik. Terapi terhadap infeksi H. pylori tidak selalu
berhasil, kecepatan untuk membunuh H. pylori sangat beragam, bergantung
pada regimen yang digunakan. Akan tetapi kombinasi dari tiga obat tampaknya
lebih efektif daripada kombinasi dua obat. Terapi dalam jangka waktu yang
lama (terapi selama 2 minggu dibandingkan dengan 10 hari) juga tampaknya
meningkatkan efektifitas. Untuk memastikan H. pylori sudah hilang, dapat
dilakukan pemeriksaan kembali setelah terapi dilaksanakan. Pemeriksaan
pernapasan dan pemeriksaan feces adalah dua jenis pemeriksaan yang sering
dipakai untuk memastikan sudah tidak adanya H. pylori. Pemeriksaan darah
akan menunjukkan hasil yang positif selama beberapa bulan atau bahkan lebih
walaupun pada kenyataanya bakteri tersebut sudah hilang.
Pemberian vitamin B12
Adapun pedoman bagi perawat dalam memberikan obat:
a. Cimetidine: menghambat enzim oksidatif hati sehingga perombakan obat-
obat lain dapat diperlambat. Berikan obat ini secara tunggal sebelum makan,
untuk mengurangi sekresi asam lambung yang diinduksikan oleh makanan
b. Ranitidine: berikan sebelum makan, begitu jusa famotidin
c. Antasida: hindari pemberian antasida bersama dengan obat-obat oral lain
karena antasida dapat memperlambat absorbs obat, sehingga diberikan 1-
2 jam sesudah pemberian obat lain
(Muttaqin dan Sari, 2011)
7. Komplikasi
Gastritis Akut
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh gastritis akut adalah perdarahan
saluran cerna bagian atas (SCBA) berupa hematemesis dan melena, dapat
berakhir sebagai syock hemoragik. Khusus untuk perdarahan SCBA, perlu
dibedakan dengan tukak peptik. Gambaran klinis yang diperlihatkan hampir
sama. Namun pada tukak peptik penyebab utamanya adalah H. pylory, sebesar
100% pada tukak duodenum dan 60-90 % pada tukak lambung. Diagnosis pasti
dapat ditegakkan dengan endoskopi.
Gastritis Kronis
Komplikasi yang timbul Gastritis Kronik, yaitu gangguan penyerapan
vitamin B 12, akibat kurang pencerapan, B 12 menyebabkan anemia pernesiosa,
penyerapan besi terganggu dan penyempitan daerah antrum pylorus. Gastritis
Kronis juka dibiarkan dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan
ulkus peptik dan pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis
dapat meningkatkan resiko kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan
secara terus menerus pada dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di
dinding lambung.
Komplikasi Gastritis Kronis menurut (Mansjoer 2001):
a. Atrofi lambung dapat menyebabkan gangguan penyerapan terhadap vitamin
b. Anemia pernisiosa yang mempunyai antibody terhadap factor intrinsic dalam
serum dan cairan gasternya akibat gangguan penyerapan terhadap B12
c. Gangguan penyerapan zat besi
d. Kanker lambung terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada
dinding lambung dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung
8. Asuhan Keperawatan
Pengkajian
a. Identitas klien :
Nama : tidak terkaji
Jenis kelamin : perempuan
Usia : 22 tahun
b. Status kesehatan saat ini :
Keluhan utama
Pasien mengeluh nyeri di ulu hati disertai rasa perih.
Faktor pencetus
Lupa makan
Faktor pemberat
Beberapa hari ini bekerja terus menerus sampai lupa makan dan perasaan
gugup karena akan menghadapi sidang tugas akhir 2 hari lagi.
Lama keluhan
Sejak satu hari yang lalu
c. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Lemah
TTV :
TD : 100/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit
RR : 20 x/menit
Suhu : 37,8 derajat Celcius
Distensi abdomen : positif
d. Upaya yang telah dilakukan :
Pemberian antasida
e. Kesimpulan :
Gastritis
Analisa Data
Data Etiologi Masalah
Ds:
Mengeluh nyeri
disertai rasa perih
Lupa makan, dan
perasaan gugup
Mengeluh nyeri di
uluhati
Nyeri dirasakan
sejak 1 hari yang
lalu
Klien minum
antasida tetapi tidak
berpengaruh
Faktor resiko
↓
Kerja terus menerus, lupa makan,
stress
↓
Asam lambung meningkat
↓
Iritasi lambung
↓
Nyeri pada uluhati
↓
Nyeri Akut
Nyeri Akut
Ds:
Keluhan nafsu
makan menurun
Mual-mual
Perut kembung
Muntah 4x
Do:
Faktor resiko
↓
Iritasi lambung
↓
Asam lambung meningkat
↓
Nausea
Pasien tampak
lemah
Distensi abdomen
(+)
Perut kembung, nafsu makan
menurun
↓
Distensi abdomen (+), pasien
tampak lemah
↓
Asam naik ke tenggorokan
↓
Mual – mual (nausea)
Ds :
Klien mengeluh
mual-mual dan
muntah 4x
Serta nafsu makan
menurun
Do :
Nadi : 90x/menit,
Suhu : 37.8 c
Klien mual-mual dan muntah 4x
↓
Nafsu makan menurun
↓
Meningkaktnya keluaran cairan dan
elektrolit
↓
Resiko ketidakseimbangan elektrolit
Resiko
ketidakseimbangan
elektrolit
Rencana Asuhan Keperawatan
1. Nyeri Akut b.d agen cedera biologis
Tujuan : Setelah dilakukan perawatan selama 1 x 24 jam rasa nyeri klien dapat
berkurang
Kriteria Hasil :
no Pain Control 1 2 3 4 5
1. Recognizes pain onset
2. Describes causal factor
3. Uses analgesics as
recomended
4. Report pain controlled
Note :
1. Never demonstrated
2. Rarely demonstrated
3. Sometimes demonstrated
4. Often demonstrated
5. Consistently demonstrated
Intervensi :
1. Kaji nyeri pasien secara menyeluruh termasuk, lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas, intensitas, dan keparahannya.
2. Jelaskan kepada klien apa yang menyebabkan klien merasakan nyeri pada tubuhnya.
3. anjurkan klien untuk menggunakan pereawatan analgesic
4. kolaborasi obat analgesic yang akan diberikan ke klient dengan tenaga kesehatan
yang lainnya misal : dokter
5. memonitor perubahan rasa nyeri yang dirasakan klien
2. Nausea b.d iritasi lambung
Tujuan : setelah dilakukan tindakan asuhan keperawatan selama 1x24 jam mual
yang dirasakan klien dapat berkurang
Kriteria Hasil :
no Nausea and vomiting severity 1 2 3 4 5
1. Frequency of nausea
2. Intensity of nausea
3. Weight loss
4. Heart burn
5. Gastric pain
Note:
1. Severe
2. Substantial
3. Moderate
4. Mild
5. None
Intervensi: Nausea Managenent
1. Encourage for monitor own nausea experience
2. Perform complete assessment of nausea including frequency, duration, severity and
precipitating factors, using such tool as self care journal
3. Encourage eating small amount of food that are appealing to the nauseated person
4. Provide information about nausea, such as causes of the nausea and how long it will
last
5. Instruct in high carbohydrate and low fat food, as appropriate
3. Resiko ketidakseimbangan elektrolit b.d muntah
Tujuan : Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1 x 24 jam resiko
ketidakseimbangan elektrolit berkurang disertai dengan kriteria hasil sebagai berikut :
Kriteria Hasil
No Electrolite & Acid / base
Balance
1 2 3 4 5
1. Respiratory rate √
2. Fatigue √
3. Nausea √
4. Serum pH √
Note :
1. Severe deviation from normal range
2. substantial deviation from normal range
3. moderate deviation from normal range
4. mild deviation from normal range
5. no deviation from normal range
Intervensi :
1. monitor hilangnya cairan
2. berikan supplement elektrolit bila perlu
3. lakukan tes lab serum elektrolit
4. monitor serum elektrolit yang abnormal
5. monitor status hemodinamik
Daftar Pustaka
Bruner & Sudart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol. 2, Edisi 8. Jakarta :
EGC.
Diane C. Baughman, 2000, Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC.
Doengoes, Marilyn E. dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Grace, Pierce & Borley Neil. 2007. At A Glance : Ilmu Bedah Edisi 3. Jakarta : Erlangga.
Mansjoer, Arif, et all. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius
Misnadiarly. 2009. Mengenal Penyakit Organ Cerna: Gastritis (Dyspepsia atau maag),
Infeksi Mycobacteria pada Ulser Gastrointestinal. Jakarta: Pustaka Populer
Obor.
Muttaqin, Arif dan Sari, Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal: Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika
Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner
& Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica
Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.
Wilkinson, Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta: EGC, 2007
OBAT NSAID
BLOKADE ENZIM
SIKLOOKSIGENASE
MENGHAMBAT
PROD.
PROSTAGLANDIN
↓ ALIRAN DARAH
KE LAMBUNG
↓ SEKRESI MUKOSA
DAN HCO3 ; ↑ HCl
PENURUNAN BARIER
LAMBUNG TERHADAP
ASAM
LAPISAN MUKOSA
LAMBUNG RUSAK
RADANG /
INFLAMASI
KAFEIN
↓ PRODUKSI
HCO3
MAKANAN
TERKONTAMINA
SI BAKTERI H.
PYLORI
BAKTERI MASUK
LAMBUNG
BAKTERI MELEKAT
DI DINDING
LAMBUNG
BAKTERI MELEKAT
DI DINDING
LAMBUNG
MERANGSANG
PRODUKSI IL- 8
KELAINAN AUTO
IMUN
SISTEM IMUN
MENYERANG SEL
SEHAT DINDING
LAMBUNG
ATROFI PROGRESIF JAR.
EPITEL + KEHILANGAN
SEL PARIETAL DAN SEL
CHIEF
MENGHANCURKAN SEL
PEGHASIL HCO3 DAN
GANGGUAN PRODUKSI
FAKTOR INTRINSIK
↓ SEKRESI MUKOSA
DAN HCO3 ; ↑ HCl
PENURUNAN BARIER
LAMBUNG TERHADAP
ASAM
STRESS / FAKTOR
PSIKOLOGIS
↑ HORMON
KORTISOL DAN
ADRENALIN
MENGHAMBAT
PROD.
PROSTAGLANDIN
MEMPENGARUHI
SISTEM GIT
↓ ALIRAN DARAH
KE LAMBUNG
↓ SEKRESI MUKOSA DAN
HCO3 ; ↑ HCl
PENURUNAN BARIER
LAMBUNG TERHADAP
ASAM
LAPISAN MUKOSA
LAMBUNG RUSAK
GASTRITIS
GASTRITIS
RADANG /
INFLAMASI
RASA PERIH,
NYERI, PANAS /
TERBAKAR
MK : NYERI
MENURUNKAN
KEPEKAAN
SENSORI UNTUK
MAKAN
ANOREKSIA
MK : PERUBAHAN
NUTRISI KURANG
DARI KEBUTUHAN
TUBUH
↑ SEKRESI HCl
MAKANAN
MENJADI
LEBIH ASAM
MERUSAK FILLI
USUS
GANGGUAN
ABSORBSI
MAKANAN
CAIRAN
BERLEBIHAN DI
USUS
MK : DIARE
↑ SPASME LAMBUNG +
GANGGUAN SFINGTER
ESOPHAGUS
IRITASI
LAMBUNG
MERANGSANG
MEDULA
OBLONGATA
GELOMBANG
PERISTALTIK NAIK KE
USUS HALUS
ISI USUS HALUS
KEMBALI KE
LAMBUNG DAN
DUODENUM
MK : MUAL DORONGAN
EKSPULSI ISI
LAMBUNG KE
MULUT MK : MUNTAH
GANGGUAN
PERISTALTIK
LAMBUNG
UDARA YG MENUJU
SALURAN PEMBUANGAN
TERHAMBAT
AKUMULASI
UDARA DI
LAMBUNG
DISTENSI
ABDOMEN
KEMBUNG
MUKOSA LAMBUNG
KEHILANGAN
INTEGRITAS
JARINGAN
PERDARAHAN
MK : DEFISIT
VOLUME CAIRAN
MK : MUAL MK : MUNTAH
NAFSU MAKAN ↓
MK : RESIKO
KETIDAKSEIMBANGAN
ELEKTROLIT