LAPORAN
SGD 1 BLOK 9 LBM 1
NYERI OROFACIAL
Anggota Kelompok :
1. Ali Jawad 31101200298
2. Siti Fatma Rohadatul 31101200313
3. Alifia Medistiana 31101400400
4. Azkia Aviani 31101400410
5. Denis Yusfa
6. Dhika Rizky Wahyudi 31101400419
7. Efty Aulia Andarini 31101400421
8. Nisa Safitri 31101400449
9. Noni Tuhlifi Miadani 31101400450
10. Nova Dwi Lestari 31101400453
11. Syuhada 31101400460
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG (UNISSULA)
SEMARANG
2015
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN TUTORIAL
SGD 1 BLOK 9 LBM 1
NYERI OROFACIAL
Telah Disetujui oleh :
Semarang, September 2015
Tutor
Drg. Siti Chumaeroh, MS
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN......................................................................................... ii
DAFTAR ISI..................................................................................................................iii
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................................... 1
B. Skenario.............................................................................................................. 1
C. Identifikasi Masalah............................................................................................ 2
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
A. Landasan Teori.................................................................................................... 4
B. Kerangka Konsep................................................................................................ 14
BAB III : Penutup
A. Kesimpulan......................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................... 16
iii
Seorang ibu berusia 40 tahun datang ke dokter gigi mengeluhkan rasa nyeri hebat di rongga mulutnya. Rasa nyeri dirasakan sejak 4 hari sebelumnya, dan terdapat riwayat pencabutan gigi bawah kanan seminggu yang lalu. Rasa nyeri menyebar dari bekas pencabutan gigi dan menjalar hingga pelipis dan telinga kiri.
Pasien pernah mengkonsumsi obat analgetik tetapi rasa sakit hanya hilang sementara lalu muncul kembali. Menurut penjelasan dokter, pasien mengalami nyeri orofacial.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri orofacial adalah nyeri yang terdapat pada bagian wajah dan mulut.
Bagian orofacial penting untuk dipelajari oleh mahasiswa kedokteran gigi karena
merupakan sebuah lapangan yang harus dikuasai oleh para dokter gigi nantinya.
Mahasiswa kedokteran gigi harus menyadari betapa pentingnya menguasai
pelajaran mengenai nyeri orofacial karena sangat sering dijumpai pada praktek
dokter gigi. Ketidakfahaman akan hal ini dapat berakibat fatal.
B. Skenario
Judul : Aduh, nyerinya sampai ke pelipis
C. Identifikasi Masalah
1. Pengertian nyeri secara umum dan khusus
2. Klasifikasi, jenis, dan macam nyeri
3. Penyebab terjadinya nyeri orofacial
1
4. Faktor etiologi dan patofisiologi nyeri
5. Faktor yang menyebabkan fariasi individual dalam merespon nyeri
6. Mekanisme nyeri secara umum dan khusus
7. Skala nyeri verbal
8. Cara pengukuran skala nyeri
9. Alasan rasa nyeri bisa menjalar ke pelipis dan telinga kiri
10. Penyebab rasa sakit muncul kembali padahal sudah dikasih obat analgetik
11. Syaraf yang mempengaruhi nyeri orofacial?
12. Perawatan nyeri?
13. Konsep IDI (Islam Disiplin Ilmu) mengenai nyeri
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. LANDASAN TEORI
1. Pengertian Nyeri Orofacial
Nyeri menurut International Association for the Study of Pain adalah
pengalaman sensorik dan motorik yang tidak menyenangkan sehubungan dengan
kerusakan jaringan baik aktual maupun potensial.
Nyeri orofasial adalah pengalaman sensoris atau emosional yang tidak
menyenangkan yang berhubungan dengan kemungkinan atau memang terjadinya
kerusakan pada jaringan daerah wajah, mulut dan gigi (Scully, C. 2008)
Nyeri tidaklah selalu berhubungan dengan derajat kerusakan jaringan yang
dijumpai. Namun nyeri bersifat individual yang dipengaruhi oleh genetik, latar
belakang cultural, umur dan jenis kelamin.
2. Klasifikasi Nyeri
a. Nyeri Berdasarkan Tempatnya
Pheriperal Pain
Pheriperal pain adalah nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri
ini termasuknyeri pada kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk
menimbulkan nyeri di kulit dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi,
atau listrik. Apabila hanya kulit yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai
menyengat, tajam, meringis, atau seperti terbakar (Price & Wilson, 2002).
Deep Pain
Deep pain adalah yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam
(nyeri somatik) atau pada organ tubuh visceral (nyeri visceral). Nyeri somatis
mengacu pada nyeri yang berasal dari otot, tendon, ligamentum, tulang, sendi,
dan arteri. Stuktur-stuktur ini memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga
lokalisasi nyeri sering tidak jelas (Price & Wilson, 2002).
Reffered Pain
Reffered pain adalah nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit
organ/struktur dalam tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah
yang berbeda, bukan dari daerah asal nyeri. Misalnya, nyeri pada lengan kiri
atau rahang berkaitan dengan iskemia jantung atau serangan jantung (Brunner
& Suddarth, 2001).
3
Central Pain
Central pain adalah nyeri yang terjadi karena perangsangan pada sistem
saraf pusat, spinal cord, batang otak, talamus, dan lain-lain (Luckmann &
Sorensen’s, 1987).
b. Nyeri Berdasarkan Sifat
Incidental Pain
Incidental pain adalah yaitu nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu
menghilang. Incidental ini terjadi pada pasien yang mengalami nyeri kanker
tulang (IASP, 1979).
Steady Pain
Steady pain adalah nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan
dalam waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut
merupakan salah satu jenis steady pain. Tingkatan nyeri yang konstan pada
obstruksi dan distensi
Proximal Pain
Proximal pain adalah nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat
sekali. Nyeri tersebut biasanya menetap ±10-15 menit, lalu menghilang,
kemudian timbul lagi. Nyeri ini terjadi pada pasien yang mengalami Carpal
Tunnel Syndrome.
c. Nyeri Berdasarkan Ringan Beratnya
Nyeri Ringan
Nyeri ringan adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang ringan.
Pada nyeri ringan biasanya pasien secara obyektif dapat berkomunikasi dengan
baik.
Nyeri Sedang
Nyeri sedang adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang.
Pada nyeri sedang secara obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat
menunjukkan lokasi nyeri dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah
dengan baik
Nyeri Berat
Nyeri berat adalah nyeri yang timbul dengan intensitas yang berat. Pada
nyeri berat secara obyektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang
4
d. Nyeri Berdasarkan Waktu Serangan
Nyeri Akut
Nyeri akut merupakan nyeri yang mereda setelah intervensi atau
penyembuhan. Awitan nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan
masalah spesifik yang memicu individu untuk segera bertindak menghilangkan
nyeri. Nyeri berlangsung singkat (kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila
faktor internal dan eksternal yang merangsang reseptor nyeri dihilangkan.
Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor penyebabnya dan umumnya dapat
diperkirakan.
Nyeri Kronis
Nyeri kronis adalah nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6
bulan atau lebih. Nyeri ini berlangsung di luar waktu penyembuhan yang
diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan penyebab atau cedera
spesifik.
Klasifikasi Nyeri Menurut Smith (2009):
a. Nosiseptif
Rasa nyeri yang ditimbulkan karena adanya rangsangan dari luar. Besar
rasa nyerinya sebanding dengan besar kerusakan yang dialami.
b. Neuropatik
Ditimbulkan karena adanya jejas pada sistem saraf. Besar rasa nyerinya
tidak sebanding dengan besar kerusakan yang dialami.
c. Mixed Pain
Rasa nyeri yang ditimbulkan oleh rangsang nosiseptif bersamaan dengan
adanya jejas pada sistem saraf.
d. Idiopatik
Rasa nyeri yang tidak dapat diidentifikasi lesi penyebabnya dan besarnya
tidak sebanding dengan kerusakan yang dialami.
3. Faktor Etiologi dan Patofisiologi Nyeri
Faktor etiologi nyeri meliputi:
a. Local disorders
Kelainan pada gigi dan jaringan penyangganya
Rahang
Antrum maksilaris
Kelenjar saliva
5
Hidung dan faring
Mata
b. Neurogical disorders
Neuralgia trigeminal idiopatik
Neoplasma maligna yang melibatkan saraf trigeminal
Neuralgia glosofaringeal
Herpes zoster (termasuk neuralgia posterpetik)
Sklerosis multipel
SUNCT (Severe Unilateral Neuralgia and Conjuctival Tearing) syndrome
c. Kemungkinan penyebab psikogenik
Nyeri wajah atipikal (atypical facial pain)
Burning mouth syndrome
Nyeri disfungsi temporomandibular
d. Vascular disorders
Migrain
Neuralgia migrain
Giant cell artritis
Paroxysmal hemicrania
Neuralgia-inducing Cavitation Osteonecrosis (NICO)
e. Reffered pain
Nyeri pada nasofaringeal
Okuler
Aural
Respirasi jantung (cardiorespiratory)
Angina
Luka pada leher atau dada (termasuk kanker paru-paru)
(Scully C.2008.Oral)
Patofisiologi nyeri meliputi:
a. Tranduksi
Terjadi perpindahan cairan kimia pada sel sehingga impuls berjalan ke
spinal cord.
Dimulai ketika terjadi injury pada sel, yang memicu pengeluaran bahan
kimia seperti prostaglandin, bradikinin, histamin, dan glutamat.
6
Nosiseptor yang terdapat pada kulit, tulang, sendi, otot, dan organ dalam
terstimuli.
b. Transmisi
Dimulai ketika nosiseptor terstimuli.
Transmisi nyeri terjadi melalui serabut saraf yang terdiri dari 2 macam,
yaitu:Serabut Aδ yang peka terhadap nyeri yang tajam, panas, dan first
pain.
Serabut C yang peka terhadap nyeri yang tumpul dan lama, second pain.
c. Modulasi
Ditimbulkan oleh stimulus yang sama, akan tetapi sangat berbeda pada
situasi dan individu berbeda.
Pada fase ini dilepaskan bahan neurochemical yang berfungsi
mengurangi rasa nyeri seperti endogenous opioid dan GABA.
d. Persepsi nyeri
Setelah sampai otak, stimulus yang dibawa oleh saraf tersebut dirasakan
secara sadar dan akan menimbulkan respon individu terhadap rangsangan
tersebut.
Persepsi baru akan timbul bila ambang nyeri tercapai oleh stimulus
sehingga dapat mencapai otak.
Pain treshold cenderung sama pada setiap orang akan tetapi persepsi
orang bisa berbeda-beda.
(Scully, C. 2008)
4. Faktor Yang Menyebabkan Fariasi Individual Dalam Merespon Nyeri
a. Jenis kelamin
Pada umumnya wanita menunjukkan ekspresi emosional yang lebih
kuat pada saat mengalami nyeri. Menangis misalnya, adalah hal atau perilaku
yang sudah dapat diterima pada wanita sementara pada laki-laki hal ini
dianggap hal yang memalukan (Lewis, 1983).
b. Usia
Usia merupakan variabel yang penting dalam merespon nyeri. Cara
lansia merespon nyeri dapat berbeda dengan orang yang berusia lebih muda.
Lansia cenderung mengabaikan nyeri dan menahan nyeri yang berat dalam
waktu yang lama sebelum melaporkannya atau mencari perawatan kesehatan
(Brunner & Suddarth, 2001).
7
c. Budaya
Budaya mempunyai pengaruh bagaimana seseorang berespon terhadap
nyeri (Brunner & Suddarth, 2001). Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Zborowski (1969, dalam Niven 1994), ekspresi perilaku berbeda antara satu
kelompok dengan kelompok yang lain di satu lingkungan rumah sakit.
Perbedaan tersebut dianggap terjadi akibat sikap dan nilai yang dianut oleh
kelompok etnik tersebut.
d. Ansietas
Menurut Racham dan Philips (1975, dalam Niven 1994), ansietas
mempunyai efek yang besar terhadap kualitas maupun terhadap intensitas
pengalaman nyeri. Ambang batas nyeri berkurang karena adanya peningkatan
rasa cemas dan ansietas menyebabkan terjadinya lingkaran yang terus berputar,
karena peningkatan ansietas akan mengakibatkan peningkatan sensivitas nyeri
(Melzack, 1973).
e. Pengalaman Masa Lalu
Cara seseorang berespon terhadap nyeri adalah akibat dari banyak
kejadian nyeri selama rentang kehidupannya. Individu yang mengalami nyeri
selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun dapat menjadi mudah marah,
menarik diri, dan depresi (Brunner & Suddarth, 2001).
f. Pola Koping
Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri
mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan
hasil akhir suatu peristiwa, seperti nyeri (Gill, 1990 dalam Potter & Perry,
2005). Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal,
mempersepsikan faktor-faktor lain di dalam lingkungan mereka, seperti
perawat, sebagai individu yang bertanggungjawab terhadap hasil akhir
peristiwa. Individu yang memiliki lokus kendali internal melaporkan
mengalami nyeri yang tidak terlalu berat daripada individu yang memiliki
lokus kendali eksternal (Schulteis, 1987 dalam Potter & Perry, 2005).
g. Dukungan Sosial dan Keluarga
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan, dan
perlindungan. Walaupun klien tetap merasakan nyeri, tetapi akan menurangi
rasa kesepian dan ketakutan ( Potter & Perry, 2005).
8
5. Mekanisme Nyeri
a. Proses Transduksi (Transduction)
Proses transduksi merupakan proses dimana suatu stimuli nyeri
diubah menjadi suatu aktifitas listrik yang akan diterima ujung-ujung saraf.
Stimuli ini dapat berupa stimuli fisik (tekanan), suhu (panas) atau kimia
(substansi nyeri) (Luckmann & Sorensen’s, 1987).
b. Proses Transmisi (Transmision)
Proses transisi dimaksudkan sebagai penyaluran impuls melalui saraf
sensoris menyusul proses transduksi. Impuls ini akan disalurkan oleh serabut
saraf A delta dan serabut C sebagai neuron pertama, dari perifer ke medulla
spinalis dimana impuls tersebut mengalami modulasi sebelum diteruskan ke
thalamus oleh traktus sphinotalamikus sebagai neuron kedua. Dari thalamus
selanjutnya impuls disalurkan ke daerah somato sensoris di korteks serebri
melalui neuron ketiga, dimana impuls tersebut diterjemahkan dan dirasakan
sebagai persepsi nyeri (Luckmann & Sorensen’s, 1987).
c. Proses Modulasi (Modulation)
Proses modulasi adalah proses dimana terjadi interaksi antara sistem
analgesik endogen yang dihasilkan oleh tubuh pada saat nyeri masuk ke kornu
posterior medula spinalis. Proses acendern ini di kontrol oleh otak.
Sistem analgesik endogen ini meliputi enkefalin, endorfin, serotonin, dan
noradrenalin memiliki efek yang dapat menekan impuls nyeri pada kornu
posterior medulla spinalis. Kornu posterior ini dapat diibaratkan sebagai pintu
yang dapat tertutup atau terbukanya pintu nyeri tersebut diperankan oleh sistem
analgesik endogen tersebut di atas. Proses modulasi inilah yang menyebabkan
persepsi nyeri menjadi sangat subyektif pada setiap orang (Luckmann &
Sorensen’s, 1987).
d. Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Pada saat
individu menjadi sadar akan nyeri, maka akan terjadi reaksi yang kompleks
(Potter & Perry, 2005).
6. Skala Nyeri
a. Skala Nyeri Verbal
Ada beberapa skala nyeri yang dapat digunakan. Pada umumnya skala ini dibagi
atas skala kategorik (tidak sakit,sakit ringan, sakit sedang, dan sakit berat).
9
Ataupun penggunaan skala yang digambarkan sebagai garis horizontal atau
vertical yang ujung-ujungnya diberi nilai “0” menandakan tidak ada nyeri dan
“10” menandakan nyeri yang hebat.
Verbal Rating Scale
Verbal Rating Scale terdiri dari beberapa nomor yang menggambarkan tingkat
nyeri pada pasien. Pasien ditanya bagaimana sifat dari nyeri yang dirasakannya.
Peneliti memilih nomor dari skor tingkat nyeri tersebut dari apa yang dirasakan
pasien. Skor tersebut terdiri dari empat poin yaitu :
• 0 = Tidak ada nyeri atau perasaan tidak enak ketika ditanya
• 1 = Nyeri yang ringan yang dilaporkan pasien ketika ditanya
• 2 = Nyeri sedang yang dilaporkan pasien ketika ditanya
• 3 = Nyeri dihubungkan dengan respon suara, tangan atau lengan tangan, wajah
merintih atau menangis
b. Skala Nyeri Non Verbal
Biasanya digunakan untuk pasien yang mengalami limitasi verbal baik karena
usia, kognitif, maupun karena berada dibawah pengaruh obat sedasi dan di
dalam mesin ventilator. Berdasarkan guidelines yang dikeluarkan AHCPR
tahun 1992 menyatakan penggunaan baik fisiologis dan respon tingkah laku
terhadap nyeri untuk dilakukan penilaian ketika self-report tidak bisa
dilakukan.
7. Pengukuran skala nyeri
Wong-Baker Faces Pain Rating Scale :
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai dari
senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada pasien
dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien yang
kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal setempat.
10
Verbal Rating Scale (VRS) Pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan
berdasarkan skala lima poin ; tidak nyeri, ringan, sedang, berat dan sangat berat.
11
Numerical Rating Scale (NRS) Pertama sekali dikemukakan oleh Downie dkk pada
tahun 1978, dimana pasien ditanyakan tentang derajat nyeri yang dirasakan dengan
menunjukkan angka 0 – 5 atau 0 – 10, dimana angka 0 menunjukkan tidak ada
nyeri dan angka 5 atau 10 menunjukkan nyeri yang hebat.
12
Visual Analogue Scale (VAS) Skala yang pertama sekali dikemukakan oleh Keele
pada tahun 1948 yang merupakan skala dengan garis lurus 10 cm, dimana awal
garis (0) penanda tidak ada nyeri dan akhir garis (10) menandakan nyeri hebat.
Pasien diminta untuk membuat tanda digaris tersebut untuk mengekspresikan nyeri
yang dirasakan. Penggunaan skala VAS lebih gampang, efisien dan lebih mudah
dipahami oleh penderita dibandingkan dengan skala lainnya. Penggunaan VAS
telah direkomendasikan oleh Coll dkk karena selain telah digunakan secara luas,
VAS juga secara metodologis kualitasnya lebih baik, dimana juga penggunaannya
realtif mudah, hanya dengan menggunakan beberapa kata sehingga kosa kata tidak
menjadi permasalahan. Willianson dkk juga melakukan kajian pustaka atas tiga
skala ukur nyeri dan menarik kesimpulan bahwa VAS secara statistik paling kuat
rasionya karena dapat menyajikan data dalam bentuk rasio. Nilai VAS antara 0 – 4
cm dianggap sebagai tingkat nyeri yang rendah dan digunakan sebagai target untuk
tatalaksana analgesia. Nilai VAS > 4 dianggap nyeri sedang menuju berat sehingga
pasien merasa tidak nyaman sehingga perlu diberikan obat analgesic penyelamat
(rescue analgetic).
13
8. Alasan rasa nyeri bisa menjalar ke pelipis dan telinga kiri Pada skenario, gigi yang bawah kanan yang dicabut, saraf yang
mempersyarafi gigi bawah adalah n.alveolaris inferior cabang dari n.mandibularis
yang merupakan devisi ketiga dari nervus trigeminus, devisi mandibularis
berhubungan dengan devisi lainnya, yaitu devisi ophtalmicus bercabang menjadi
tiga nervus, yaitu : n.lakrimalis, n.frontalis, dan n.nasosiliaris. n. Lakrimalis
mempersyarafi glandula lakrimalis dan dahi, n. Frontalis mempersyarafi kelopak
mata bagian atas dan n.nasosiliaris mempersyarafi hidung.
Oleh karena itu pencabutan gigi rahang bawah, nyeri yang dirasakan juga
menyebar hingga pelipis dan telinga kiri.
9. Penyebab rasa sakit muncul kembali padahal sudah dikasih obat analgetik
Karena obat analgetik hanya berfungsi sebagai pereda bukan penghilang
jadi setelah dosisnya sudah terpakai maka rasa sakit akan muncul kembali
10. Syaraf yang mempengaruhi nyeri orofacial?
a. * N. Trigeminus ( N. V )
b. * N. Facialis ( N. VII )
c. * N. Glossopharyngeus ( N. IX )
d. * N. Vagus ( N. X )
e. * N. Hypoglosus ( N. XII )
11. Perawatan nyeri?
* Farmakologi (dengan obat)
Pengobatan nyeri harus dimulai dengan analgesik yang paling ringan sampai ke
yang paling kuat
Tahapannya:
o Tahap I Æanalgesik non-opiat : AINS
o Tahap II Æanalgesik AINS + ajuvan (antidepresan)
o Tahap III Æanalgesik opiat lemah + AINS + ajuvan
o Tahap IV Æanalgesik opiat kuat + AINS + ajuvan
* Non Farmakologi
14
Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk membantu
penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi fisik (dingin,
panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk nyeri kronik
(gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis (musik, hipnotis, terapi
kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik pada sistem ), TENS ( Trans
Cutaneus Electrical Stimulation ) yaitu Menggunakan bantal khusus yang
dihubungkan dengan mesin kecil yang menghantarkan aliran listrik lemah ke
permukaan kulit dari area nyeri.
12. Konsep IDI (Islam Disiplin Ilmu) mengenai nyeri
Saat seseorang mengalami sakit, hendaknya ia menyadari bahwa Rasulullah
yang ملسو هيلع هللا ىلص merupakan manusia termulia sepanjang sejarah juga pernah
mengalaminya.
Bahkan dengan adanya sakit, banyak orang menyadari kekeliruannya
selama ini sehingga sakit itu mengantarkannya menuju pintu taubat. Justru ketika
sakit itu tidak ada, malah membuat banyak orang sombong dan congkak. Lihatlah
Fir’aun yang tidak pernah Allah timpa ujian sakit sepanjang hidupnya, membuatnya
sombong terlampau batas sampai-sampai berani menyatakan, “Akulah tuhan
tertinggi kalian!” (QS. An Nazi’at: 24)
Allah SWT berfirman (yang artinya), “Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus (para rasul) kepada umat-umat sebelum kamu, kemudian Kami siksa
mereka dengan kesengsaraan dan kemelaratan agar mereka memohon (kepada
Allah) dengan tunduk merendahkan diri.” (QS. Al An’am: 42)
Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah
Allah menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal
ini sebagaimana yang disabdakan Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص:
ف�اء� ش� �ه� ل ل� ز� �ن أ �ال� إ د�اء� الله� ل� ز� �ن أ م�ا
“Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan
penawarnya.” (HR Bukhari).
Imam Muslim ‘merekam’ sebuah hadits dari Jabir bin ‘Abdullah
radhiyallahu ‘anhu, dari Rasulullah ملسو هيلع هللا ىلص, bahwasannya beliau bersabda,
ج�ل� و� ع�ز� الله� �ذ ن� �إ ب� أ �ر� ب الد�اء� د�و�اء� ب� �ص�ي أ �ذ�ا ف�إ د�و�اء�، د�اء& �ل' �ك ل
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit,
penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah SWT”
15
B. Kerangka Konsep
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Nyeri adalah suatu gejala dalam merasakan subyek dan pengalaman
emosional serta termasuk suatu komponen sensori, komponen diskriminatori,
respon-respon yang mengantarkan ataupun reaksi-reaksi yang ditimbulkan oleh
stimulus dalam suatu kasus nyeri.
Biasanya dirasakan hanya dalam bentuk suatu sensasi, dengan gambaran
yang dapat dibandingkan dengan sensasi lain (seperti sentuhan atau penglihatan)
yang mengikuti untuk membedakan kualitas, lokasi, durasi dan intensitas dari suatu
stimulus.
16
Nyeri neuropatik
Nyeri Nosiseptik
Mekanisme
PerawatanPenyebabKlasifikasi
Nyeri orofacial
Nyeri
Nyeri sangat penting sebagai mekanisme proteksi tubuh yang timbul
bilamana jaringan sedang dirusak dan menyebabkan individu bereaksi untuk
menghilangkan rangsang nyeri ini.
Persepsi nyeri sangat bersifat individual, banyak dipengaruhi oleh berbagai
faktor non fisik, bukan hanya merupakan gangguan fisik tetapi merupakan
kombinasi dari faktor fisiologis, patologis, emosional, psikologis, kognitif,
lingkungan dan sosial.
DAFTAR PUSTAKA
Scully C.2008.Oral & Maxillofacial Medicine. The Basis of Diagnosis and Treatment.
Churchill Livingstone Elsevier.Edinburg.p.4-17, 233-238
Sudibjo, Subagio, Santoso, Alimsardjono. Anatomi Paket III. Laboratorium Anatomi
Histologi. Fakultas Kedokteran Univ. Airlangga
Bricker S, Langlais R, Miller C. 2002. Oral Diagnosis, Oral Medicine, and Treatment
Planning. 2nd edition. BC Decker Inc. London.
Dionne R, Phero J, Becker D. 2002. Management of Pain & Anxiety in the Dental Office
WB Saunders Company.
17