LAPORAN
PERTANGGUNGJAWABAN
SEMINAR PENDIDIKAN INTERNASIONAL
“ IMPLEMENTASI PENDIDIKAN INKLUSIF DI
ERA GLOBALISASI ”
Medan, 16 November 2016
Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
PENGESAHAN LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN
1. Judul Kegiatan : Seminar Pendidikan Internasional
2. Ketua Tim/Panitia :
Nama lengkap : Muhammad Hidayat
Jenis Kelamin : Laki-laki
Jabatan Organisasi : Bendahara Umum
Fakultas/Jurusan : Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan/Pendidikan Matematika
Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
Alamat PT : Jalan Williem Iskandar Pasar V Medan Estate
Telepon dan HP : 085262704281
Email : [email protected]
3. Anggota Tim/Panitia : 40 (Orang)
4. Waktu pelaksanaan : Rabu, 16 November 2016
5. Realisasi Dana : Rp. 20.000.000
Mengetahui, Selasa, 17 Januari 2017
Pimpinan Perguruan Tinggi Ketua Panitia,
Bidang Kemahasiswaan
Dr. Mesiono, S.Ag., M.Pd. Muhammad Hidayat
NIP. 19710727 200701 1031
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
BAB I
PENDAHULUAN
A. KRONOLOGI KEGIATAN
Pada hari Rabu, 16 November 2016 telah dilaksanakannya Seminar Pendidikan
Internasional dengan tema “Implementasi Pendidikan Inklusif di Era Globalisasi”. Acara
seminar ini diikuti oleh sebanyak 440 orang peserta yang terdiri dari berbagai jurusan dan
universitas di Sumatera Utara. Peserta seminar juga dihadiri oleh mahasiswa/I di luar
Provinsi Sumatera Utara yaitu peserta dari Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Langsa
sebanyak 25 orang. Acara seminar dimulai pada pukul 10.00 WIB dan sebelum acara
dimulai peserta diharuskan untuk melakukan registrasi ulang pada pukul 09.00 WIB s.d.
10.00 WIB. Pembukaan acara seminar ini dibawakan oleh MC yaitu Fahrozi dan Adelia
Fadilah dengan susunan acara yang pertama adalah pembukaan oleh MC. Kemudian
dilanjutkan dengan pembacaan Ayat Suci Al Qur’an oleh Muhammad Zukfikarazmi
Manurung. Selanjutnya menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya yang dipandu oleh
Adinda Pratiwi.
Susunan acara berikutnya dilanjutkan dengan laporan ketua panitia oleh Muhammad
Hidayat dan sambutan dari Ketua Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika
oleh Al Fajri Bahri. Sambutan terakhir dan sekaligus membuka secara resmi acara Seminar
Pendidikan Internasional oleh Wakil Dekan III bidang Kemahasiswaan yaitu Dr. Mesiono,
M.Pd. Selanjutnya pembacaan do’a yang dipimpin oleh Anwar Sadat yang kemudian
dilanjutkan dengan hiburan tari daerah Batak Toba yang dibawakan oleh mahasiswi
jurusan Pendidikan Matematika. Susunan acara terakhir yaitu penutup oleh MC. Setelah
pembukaan acara seminar selesai kemudian dilanjutkan dengan kegiatan inti seminar yang
dimoderatori oleh Nanda Tia Losi.
Materi pertama disampaikan oleh Mr. Daiki Yokoyama dengan tema Pendidikan
Inklusif di negara Jepang, dilanjutkan oleh Tuan Amidzal Fadzli bin Rajali sebagai
pemateri kedua dengan tema Pendidikan Inklusif di negara Malaysia dan yang terakhir
dilanjutkan oleh Dr. Edi Surya dengan tema Pendidikan Inklusif di negara Indonesia.
Peserta sangat antusias mendengar materi yang disampaikan. Setelah pemateri
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
memaparkan materinya kemudian dilanjutkan dengan sesi tanya jawab untuk 3 orang
peserta yakni Retno Windasari, Rizky Ardiansyah dan Hidayatun Nisa.
Setelah peserta diberi kesempatan untuk bertanya kemudian dilanjutkan dengan
penyerahan cenderamata kepada para pemateri dan ditutup oleh moderator.
B. WAKTU DAN TEMPAT
Kegiatan ini telah dilaksanakan pada :
hari, tanggal : Rabu, 16 November 2016
waktu : 10.00 WIB s/d Selesai
tempat : Aula Lantai II UIN-SU
C. PANITIA PELAKSANA
Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan Matematika (HMJ PMM) Fakultas
Ilmu Tarbiyah Dan Keguruan UIN Sumatera Utara dalam kegiatan ini merupakan
panitia pokok yang telah ditunjuk dan di sahkan oleh pihak universitas untuk
merencanakan, mensukseskan, dan memberikan tanggung jawabnya terhadap kegaiatan
ini, sampai acara ini benar-benar terlaksana dan tercapai tujuannya, sehingga menjadi
pengalaman dan pengetahuan bagi panitia khususnya dan menjadi bahan pelajaran bagi
para peserta lainnya.
D. NARASUMBER DAN PESERTA
Narasumber kegiatan :
1. Consul General Japan in Medan
“Mr. Daiki Yokoyama”
2. Consul General Malaysian in Medan
“Tuan Amizal Fazdli bin Rajali”
3. Ketua Jurusan UNIMED
Dr. Edi Surya, M.Si
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
Peserta kegiatan :
1. Mahasiswa dari berbagai universitas yang ada di Sumatera Utara yaitu :
a. Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
b. Universitas Negeri Medan
c. Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara
d. Universitas Sumatera Utara
e. Universitas Al Washliyah
f. Universitas Muslim Nusantara
g. IAIN Langsa
2. Tenaga Pendidik yaitu mencakup guru, dosen, konselor dan pendakwah yang
berkecimpung dalam dunia pendidikan.
3. Pemerhati Pendidikan yaitu para pengawas-pengawas yang telah ditugaskan pihak
Dinas untuk mengawasi lembaga-lembaga pendidikan, akan kami undang untuk
menghadiri acara tersebut, semoga dapat menjadi bahan masukan dan kami dapat
melakukan kerjasama dalam bidang pendidikan kedepannya.
4. Undangan yaitu para pelaku pendidikan di lingkungan Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara :
a. Rektor Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
b. Dekanat Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
c. Ketua Jurusan di lingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
d. Dosen di lingkungan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
e. Dinas Pendidikan Sumatera Utara
f. Himpunan Alumni Jurusan Pendidikan Matematika
E. REALISASI ANGGARAN
1. Administrasi Kesekretariatan
No Jenis Kebutuhan Volume Satuan Jumlah
1. Cetak Proposal 20 set @ 20.000 Rp. 400.000
2. Amplop 2 kotak @ 35.000 Rp. 70.000
3. Stempel + Bantalan + Tinta 1 set @ 120.000 Rp. 120.000
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
4. Cetak Tiket Peserta 500 lbr @ 1.000 Rp. 500.000
5. Cetak Sertifikat
1. Peserta 440 lbr @ 4000 Rp. 1.760.000
2. Panitia 40 lbr @ 5000 Rp. 200.000
6. Fotocopy Modul Seminar 500 set @ 10.000 Rp. 5.000.000
Jumlah Rp. 8.050.000
2. Publikasi dan Dokumentasi
No Jenis Kebutuhan Volume Satuan Jumlah
1. Cetak Brosur 700 lbr @ 1.000 Rp. 700.000
2. Cetak Spanduk Kegiatan
a. Back Drop 24 m3 @ 20.000 Rp. 480.000
b. Foto Booth 9 m3 @ 20.000 Rp. 180.000
c. Promosi 6 m3 @ 20.000 Rp. 120.000
Jumlah Rp. 1.480.000
3. Peralatan dan Perlengkapan
No Jenis Kebutuhan Volume Satuan Jumlah
1. Sewa Tempat Aula 1 hari @ 800.000 Rp. 800.000
2. Sewa Sound System 1 hari @ 500.000 Rp. 500.000
Jumlah Rp. 1.300.000
4. Akomodasi dan Konsumsi
No Jenis Kebutuhan Volume Satuan Jumlah
1. Snack Narasumber 3 orang @ 50.000 Rp. 150.000
2. Makan Narasumber 3 orang @ 100.000 Rp. 300.000
3. Honorer Narasumber 3 orang @ 1.000.000 Rp. 3.000.000
4. Snack Undangan 30 orang @ 15.000 Rp. 450.000
5. Snack Peserta 440 orang @ 8.000 Rp. 3.520.000
6. Snack Panitia 40 orang @ 10.000 Rp. 400.000
7. Makan Panitia 40 orang @ 15.000 Rp. 600.000
Jumlah Rp. 8.420.000
5. Bingkisan dan Penghargaan
No Jenis Kebutuhan Volume Satuan Jumlah
1. Plakat 3 buah @ 200.000 Rp. 600.000
2. Piagam 3 buah @ 50.000 Rp. 150.000
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
Jumlah Rp. 750.000
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
BAB II
LAPORAN KEGIATAN
A. HASIL KEGIATAN
Berdasarkan beberapa hal yang disampaikan kami selaku panitia pelaksana kegiatan
seminar sehari menyatakan bahwa kegiatan seminar yang kami laksanakan berjalan dengan
baik, meskipun beberapa hal yang menyebabkan pelaksanaan pelaksanaan kurang lancar.
Kami menyadari ada beberapa hal yang masih perlu diperbaiki lagi. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun senantiasa kami harapkan sebagai bahan renungan dan
perbaikan untuk kegiatan-kegitan kami selanjutnya agar berjalan baik dan lancar
sebagaimana yang telah diharapkan.
B. KENDALA DAN HAMBATAN
1. Waktu
Dalam pelaksanaan kegiatan seminar ini kami terkendala masalah waktu yang kerap
kali tidak sesuai dengan jadwal yang telah disiapkan, semisal waktu registrasi peserta dan
pemateri yang terlalu lama menyampaikan materi pembahasannya.
2. Fasilitas
Fasilitas yang diberikan oleh pihak pengelola aula yang kurang baik, karena ruangan
aula yang kotor satu hari sebelum pelaksanaan dan selesai dibersihkan dua jam sebelum
pelaksanaan.
3. Panitia
Kurangnya koordinasi di setiap lini sehingga ketua panitia kesulitan dalam mengatur
kegiatam agar berjalan dengan sistim manajerial yang baik
C. PELUANG DAN HARAPAN
Peluang dan harapan kegiatan seminar ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman
bagi para mahasiswa, guru, dosen dan pemerhati pendidikan pada layanan pendidikan
untuk siswa berkebutuhan khusus, juga untuk meningkatkan kerja sama antara negara-
negara peserta dalam pengembangan dan penelitian tentang pendidikan inklusif. Selain itu,
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
kegiatan ini dalam rangka untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan dan persamaan
hak pendidikan bagi semua anak berkebutahan khusus tersebut, semua negara perlu
melakukan kerja sama untuk sharing pengalaman, sehingga hasil tukar pengalaman akan
menemukan best practices yang dapat diimplementasikan di masing-masing negara sesuai
dengan akar budayanya.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
BAB III
LAPORAN KEUANGAN
A. REKAPITULASI KEUANGAN
No Jenis Kebutuhan Jumlah
1. Administrasi Kesekretariatan Rp. 8.050.000
2. Publikasi dan Dokumentasi Rp. 1.480.000
3. Peralatan dan Perlengkapan Rp. 1.300.000
4. Akomodasi dan Konsumsi Rp. 8.420.000
5. Bingkisan dan Penghargaan Rp. 750.000
Jumlah Total Rp. 20.000.000
B. RINCIAN PENGELUARAN
No Jenis Kebutuhan Tanggal Volume Satuan Jumlah
1. Cetak Proposal 2 Oktober 2016 20 set @ 20.000 Rp. 400.000
2. Amplop 2 Oktober 2016 2 kotak @ 35.000 Rp. 70.000
3. Stempel + Bantalan +
Tinta
2 Oktober 2016 1 set @ 120.000 Rp. 120.000
4. Cetak Tiket Peserta 2 Oktober 2016 500 lbr @ 1.000 Rp. 500.000
5. Cetak Brosur 2 Oktober 2016 700 lbr @ 1.000 Rp. 700.000
6. Cetak Spanduk Kegiatan 2 Oktober 2016 6m3 @ 20.000 Rp. 120.000
7. Cetak Sertifikat
a. Peserta 9 November
2016
440 lbr @ 4000 Rp. 1.760.000
b. Panitia 9 November
2016
40 lbr @ 5000 Rp. 200.000
8. Plakat
9 November
2016 3 buah @ 200.000 Rp. 600.000
9. Piagam
9 November
2016 3 buah @ 50.000 Rp. 150.000
10. Snack Peserta 9 November
2016
440 orang @ 8.000 Rp. 3.520.000
11. Snack Panitia 9 November
2016
40 orang @ 10.000 Rp. 400.000
12. Cetak Spanduk Kegiatan
a. Back Drop
11 November
2016 24m3 @ 20.000 Rp. 480.000
b. Foto Booth
11 November
2016 9m3 @ 20.000 Rp. 180.000
13. Fotocopy Modul 13 November 500 set @ 10.000 Rp. 5.000.000
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
Seminar 2016
14. Sewa Sound System 13 November
2016
1 hari @ 500.000 Rp. 500.000
15. Snack Narasumber 13 November
2016
3 orang @ 50.000 Rp. 150.000
16. Snack Undangan 13 November
2016
30 orang @ 15.000 Rp. 450.000
17. Sewa Tempat Aula 14 November
2016
1 hari @ 800.000 Rp. 800.000
18. Makan Narasumber 16 November
2016
3 orang @ 100.000 Rp. 300.000
19. Honorer Narasumber 16 November
2016
3 orang @ 1.000.000 Rp. 3.000.000
20. Makan Panitia 16 November
2016
40 orang @ 15.000 Rp. 600.000
Jumlah Rp. 20.000.000
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
HIMPUNAN MAHASISWA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
Sekretariat : Kantor DEMAF FITK UIN-SU Tarbiyah II Jl. Williem Iskandar Pasar V Medan Estate 20371
BAB IV
PENUTUP
A. MATERI-MATERI (MAKALAH NARASUMBER) (Terlampir)
B. DAFTAR HADIR PESERTA (Terlampir)
C. BUKTI PENGELUARAN (Terlampir)
D. FOTOCOPY BUKU TABUNGAN, NO REKENING DAN SURAT KETERANGAN
AKTIF DARI BANK, NPWP, KTP KETUA LEMBAGA KEMAHASISWAAN
(Terlampir)
E. DOKUMENTASI KEGIATAN (Terlampir)
2. Materi dari Dr. Edi Surya, M.Si
IMPLEMENTASI DAN PERMASALAHAN PENDIDIKAN INKLUSIF
Oleh :
Dr. Edy Sury, M.Si
Dosen Matematika FMIPA Unimed Medan
Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi
sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap
siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan. Hambatan yang ada bisa terkait
dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan lain-lain. Di Indonesia
pendidikan inklusi ini masih tergolong baru dan masih banyak juga masyarakat yang
belum mengetahuinya.
Pentingnya Pendidikan Inklusi
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin
keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban
untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa
terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti
yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di
Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya
segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan
perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas
segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar
menghormati realitas kehidupan dalam masyarakat.
Pendidikan inklusi adalah hak asasi manusia, di samping merupakan pendidikan
yang baik dan dapat menumbuhkan rasa sosial. Itulah ungkapan yang dipakai untuk
menggambarkan pentingnya pendidikan inklusi. Ada beberapa argumen di balik
pernyataan bahwa pendidikan inklusi merupakan hak asasi manusia: (1) semua anak
memiliki hak untuk belajar bersama; (2) anak-anak seharusnya tidak dihargai dan
didiskriminasikan dengan cara dikeluarkan atau disisihkan hanya karena kesulitan belajar
dan ketidakmampuan mereka; (3) orang dewasa yang cacat, yang menggambarkan diri
mereka sendiri sebagai pengawas sekolah khusus, menghendaki akhir dari segregrasi
(pemisahan sosial) yang terjadi selama ini; (4) tidak ada alasan yang sah untuk
memisahkan anak dari pendidikan mereka, anak-anak milik bersama dengan kelebihan dan
kemanfaat untuk setiap orang, dan mereka tidak butuh dilindungi satu sama lain (CSIE,
2005).
Permasalahan yang dialami sekolah-sekolah dalam mengadakan pendidikan inklusif
Sekalipun perkembangan pendidikan inklusi di negara kita cukup mendapat
perhatian, apresiasi dan antusiasme dari berbagai kalangan, terutama para praktisi
pendidikan, namun sejauh ini dalam tataran implementasinya di lapangan masih
dihadapkan kepada berbagai isu dan permasalahan.
Hambatan dalam pelaksanaan pendidikan inklusi di Indonesia
1. Jumlah ABK di Indonesia masih sedikit yang terdaftar di sekolah.
Menurut data UNESCO tahun 2009, ranking Indonesia dalam penyelenggaraan
pendidikan inklusi bagi anak berkebutuhan khusus atau ABK terus mengalami
kemerosotan. Pada 2007, ranking Indonesia berada di urutan ke-58 dari 130 negara,
sedangkan pada 2008 turun ke ranking ke-63 dari 130 negara. Pada 2009, ranking
Indonesia bahkan kian merosot hingga di peringkat ke-71 dari 129 negara. Semua hal
di atas dikarenakan jumlah ABK di Indonesia masih sedikit yang terdaftar di sekolah.
2. Kurikulum yang tersusun kaku dan kurang tanggap terhadap kebutuhan anak yang berbeda.banyak negara
mendorong kebutuhan pendidikan dasar tanpa memerhatikan isu pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Namun, pendidikan inklusi tidak kemudian mensyaratkan kurikulum yang terpisah karena itu
justru akan menciptakan segregasi. Kurikulum pendidikan inklusi harus masuk dalam kurikulum
arus utama. Inisiatif para stakeholders, guru dan sekolah, serta masyarakat masih parsialterhadap
penyelenggaraan pendidikan inklusi, sehingga akses Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mengenyam
pendidikan masih begitu sempit.
3. Kebijakan yang kurang mendukung kebijakan pemerintah tidak memisahkan komponen pendidikan khusus
ini, harusnyat idak lagi dibedakan. Pendidikan inklusi sudah bukan lagi tambahan, tetapi masuk dalam
pengaturan umum.
4. Kurangnya ketersediaan anggaran
Minimnya anggaran yang disediakan pemerintah adalah sisi lain akibat tidak adanya dukungan kebijakan
pemerintah.
5. Dukungan Sumber Daya Manusia (SDM)
Paradigma/ Pandangan Masyarakat Terhadap Pendidikan Inklusi Pendidikan inklusi memang tidak popular
dalam masyarakat. Masyarakat hanya disibukan dengan urusan meningkatkan kualitas pendidikan
secara horizontal maupun vertical.Sehingga anak bangsa yang memiliki kebutuhan yang terbatas ini
sering termarginalkan (kaum yang tersisih). Pelayanan pendidikan ini memang memerlukan sarana dan
prasarana yang cukup besar tapi bukan berarti harus ditinggalkan karenamereka mempunyai hak yang sama
untuk mendapatkan pendidikan. Kita harus meninggalkan persepsi konvensional bahwa anak dengan
berkebutuhan terbatas misalnya untuk anak tuna netra hanya dicetak menjadi Tukang Pijat.
Berdasarkan hasil penelitian Sunardi (2009) terhadap 12 sekolah penyelenggara
inklusi di Kabupaten dan Kota Bandung, secara umum saat ini terdapat lima kelompok
issue dan permasalahan pendidikan inklusi di tingkat sekolah yang perlu dicermati dan
diantisipasi agar tidak menghambat, implementasinya tidak bisa, atau bahkan
menggagalkan pendidikan inklusi itu sendiri, yaitu : pemahaman dan implementasinya,
kebijakan sekolah, proses pembelajaran, kondisi guru, dan support system. Salah satu
bagian penting dari suppor system adalah tentang penyiapan anak. Selanjutnya, berdasar
isu-isu tersebut, permasalahan yang dihadapi adalah sebagai berikut:
1. Pemahaman inklusi dan implikasinya
a. Pendidikan inklusif bagi anak berkelainan/penyandang cacat belum dipahami
sebagai upaya peningkatan kualitas layanan pendidikan. Masih dipahami sebagai
upaya memasukkan disabled children ke sekolah regular dalam rangka give
education right and kemudahan access education, and againt discrimination.
b. Pendidikan inklusi cenderung dipersepsi sama dengan integrasi, sehingga masih
ditemukan pendapat bahwa anak harus menyesuiakan dengan sistem sekolah.
c. Dalam implementasinya guru cenderung belum mampu bersikap proactive dan
ramah terhadap semua anak, menimbulkan komplain orang tua, dan menjadikan
anak cacat sebagai bahan olok-olokan.
2. Kebijakan sekolah
a. Sekalipun sudah didukung dengan visi yang cukup jelas, menerima semua jenis anak
cacat, sebagian sudah memiliki guru khusus, mempunyai catatan hambatan belajar
pada masing-masing ABK, dan kebebasan guru kelas dan guru khusus untuk
mengimplementasikan pembelajaran yang lebih kreatif dan inovatif, namun
cenderung belum didukung dengan koordinasi dengan tenaga profesional, organisasi
atau institusi terkait.
b. Masih terdapat kebijakan yang kurang tepat, yaitu guru kelas tidak memiliki
tangung jawab pada kemajuan belajar ABK, serta keharusan orang tua ABK dalam
penyediaan guru khusus.
3. Proses pembelajaran
a. Proses pembelajaran belum dilaksanakan dalam bentuk team teaching, tidak
dilakukan secara terkoordinasi.
b. Guru cenderung masih mengalami kesulitan dalam merumusakan flexible
curriculum, pembuatan IEP, dan dalam menentukan tujuan, materi, dan metode
pembelajaran.
c. Masih terjadi kesalahan praktek bahwa target kurikulum ABK sama dengan siswa
lainnya serta anggapan bahwa siswa cacat tidak memiliki kemampuan yang cukup
untuk menguasai materi belajar.
d. Karena keterbatasan fasilitas sekolah, pelaksanaan pembelajaran belum
menggunakan media, resource, dan lingkungan yang beragam sesuai kebutuhan
anak.
4. Kondisi guru
a. Belum didukung dengan kualitas guru yang memadai. Guru kelas masih dipandang
not sensitive and proactive yet to the special needs children.
b. Keberadaan guru khusus masih dinilai belum sensitif dan proaktif terhadap
permasalahan yang dihadapi ABK.
5. Sistem dukungan
a. Belum didukung dengan sistem dukungan yang memadai. Peran orang tua, sekolah
khusus, tenaga ahli, perguruan tinggi – LPTK PLB, dan pemerintah masih dinilai
minimal. Sementara itu fasilitas sekolah juga masih terbatas.
b. Keterlibatan orang tua sebagai salah satu kunci keberhasilan dalam pendidikan
inklusi, belum terbina dengan baik. Dampaknya, orang tua sering bersikap kurang
peduli dan realistik terhadap anaknya.
Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait guru berdasarkan kategori yang
muncul, terdapat sepuluh kategori permasalahan yang diungkapkan guru (Tarnoto, 2016).
Dari 18 Sekolah Inklusi tingkat SD di Yogyakarta yang bersedia di jadikan tempat
penelitian hanya terkumpul 112 data dari guru. Permasalahan utama yang banyak
dikeluhkan guru adalah kurangnya Guru Pendamping Kelas (GPK) sebesar 27,39%,
kurangnya kompetensi guru dalam menangani ABK sebanyak 19,64%, guru kesulitan
dalam Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) sebanyak (17,86%), kurangnya pemahaman
guru tentang ABK dan Sekolah Inklusi sebanyak (16,67%), latar belakang pendidikan guru
yang tidak sesuai (5,95%), beban administrasi yang semakin berat untuk guru (5,36%),
kurangnya kesabaran guru dalam menghadapi ABK (2,39%) dan terakhir guru mengalami
kesulitan dengan orangtua (1,78%).
Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait Orangtua yang paling banyak
dikeluhkan oleh guru adalah: kepedulian orangtua terhadap penanganan ABK kurang
(47,27%), selanjutnya permasalahan yang muncul adalah pemahaman orangtua tentang
ABK kurang (41,21%), orangtua merasa malu sehingga menginginkan anaknya
disekolah umum (3,64%), toleransi dari orangtua siswa reguler terhadap ABK
kurang (3,64%), orangtua buta huruf (2,42%), orangtua kurang sabar menangani
ABK (1,21%), pengasuhan orangtua tunggal (0,61%).
Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait siswa yang dikemukakan guru
adalah: ABK dengan permasalahan berbeda dan memerlukan penanganan yang berbeda
(35,29%), ABK mengalami Kesulitan mengikuti materi pelajaran (21,18%), sikap ABK
yang belum bisa mengikuti aturan sehingga mengganggu proses KBM (20%),
permasalahan siswa regular terhadap ABK (14,71%), dan permasalahan terakhir yang
muncul terkait siswa adalah jumlah ABK yang melebihi Kuota dalam tiap kelasnya
(8,82%).
Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait Manajemen Sekolah yang
dikemukakan oleh guru adalah: belum siapnya sekolah dengan program sekolah inklusi
baik dari segi administrasi dan SDM (75%), proses KBM yang belum berjalan maksimal
(17,86%), dan terakhir permasalahan yang muncul terkait orangtua adalah belum adanya
program pertemuan rutin dengan orangtua yang diadakan sekolah (7,14%).
Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait Pemerintah yang dikemukakan oleh
guru adalah: perhatian dan kepedulian pemerintah terhadap pelaksanaan sekolah inklusi
kurang (24.64%), kebijakan terkait pelaksanaan sekolah inklusi belumjelas (21.74%),
belum adanya modifikasi kurikulum khusus sekolah inklusi (20.29%), kurangnya pelatihan
tentang pendidikan inklusi kepada guru (18.84%), Perhatian pemerintah terhadap tenaga
professional yang mendukung sekolah inklusi kurang baik dari segi jumlah dan
kesejahteraannya (10.87%), program yang dilakukan pemerintah belum berkelanjutan
(2.90%), belum ada lembaga khusus yang menangani pelatihan pendampingan ABK
(0.72%).
Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait Masyarakat yang dikemukakan
oleh guru adalah: minimnya pengetahuan masyarakat terkait pendidikan inklusi dan ABK
(41.76%), pandangan negatif masyarakat terhadap ABK dan sekolah inklusi, Kurangnya
dukungan masyarakat terkait pelaksanaan inklusi (24.17%).
Permasalahan-permasalahan yang muncul terkait yang lainnya adalah:
kurangnya sarana dan prasarana yang mendukung pelaksanaan inklusi (87.10%),
kurangnya keterlibatan dari semua pihak (akademisi, tenaga ahli, guru, sekolah, orangtua,
dan pemerintah) terkait pelaksanaan sekolah inklusi (6,45%), latar belakang sosial yang
mempengaruhi ABK (3.23%), predikat sekolah inklusi membuat sekolah kehilangan
siswa-siswa cerdas (1.61%), belum ada kesepahaman tentang pelaksanaan inklusi antara
berbagai pihak (1.61%). Permasalahan yang muncul antara satu dengan yang lain bila
dikaji lebih lanjut akan saling berkaitan antara satu dengan yang lain, baik dari
permasalahan guru, siswa, sekolah, masyarakat, maupun pemerintah. Pertama terkait
permasalahan guru, guru mengeluhkan bahwa kurang kompetensi dalam menangani ABK.
Hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman guru tentang ABK dan sekolah inklusi
yang kemudian berdampak pada permasalahan yang muncul selanjutnya yaitu guru
kesulitan dalam kegiatan belajar mengajar. Hal ini juga didukung dengan kenyataan bahwa
ada beberapa guru yang memiliki latar pendidikan yang tidak sesuai dan kurangnya Guru
Pendamping Kelas sehingga semakin menambah beban kerja guru yang berat baik beban
administrasi maupun beban mengajar hal ini juga secara tidak langsung memberi dampak
pada bagaimana guru menangani siswa di sekolah menjadi tidak maksimal,
Kondisi di lapangan dalam penerapan pendidikan inklusif
Pada sekolah yang secara alami mengembangkan pendidikan inklusif (penulis
observasi di SD Negeri Pecarikan Prembun Kebumen), beberapa kecenderungan yang
terjadi di lapangan, diantaranya (Zahidi, A, 2012):
1. Secara formal belum berpredikat sebagai sekolah inklusif, bahkan sampai sekarang
belum tersentuh proyek sosialisasi dan pelatihan di bidang pendidikan inklusi
2. Para guru awalnya sempat khawatir akan menurunkan citra sekolah.
3. Adanya protes terhadap kenaikan ABK, sementara ada anak normal yang tidak naik
kelas.
4. Tidak ada guru khusus, tetapi ini justru tantangan untuk menemukan metode baru
(kreatif) melalui kebersamaan, saling diskusi, saling berbagai.
5. Perubahan dan proses adaptasi pembelajaran dilakukan terus menerus melalui kerja
sama, saling memotivasi, saling membantu, saling mendukung, komunikasi, dan belajar
dari pengalaman.
6. Mengembangkan kerjasama antar guru dan meningkatkan jalinan komunikasi dengan
orang tua.
7. Sekalipun diakui menambah beban tambahan, namun diterima sebagai tantangan.
Implementasi Pendidikan Inklusi
Dalam menangani anak berkelainan diperlukan keahlian tersendiri karena tidak
semua aktivitas di sekolah dapat diikuti oleh anak cacat, missal anak cacat netra tak
mampu mengikuti pelajaran menggambar atau olah raga begitu pula anak tuna rungu sulit
mengikuti pelajaran seni suara dan cacat yang lain perlu penanganan khusus karena
keterbatasannya. Maka sangat diperlukan guru pembimbing khusus yang mampu
memehami sekaligus menangani keberadaan anak cacat termasuk di dalamnya memahami
karakter dari masing-masing jenis kecacatannya.
Di samping membutuhkan guru khusus, juga perlu membekali pengetahuan tentang
karakter anak cacat terhadap guru umum, siswa yang normal maupun masyarakat sekitar
dnegan harapan anak cacat tersbut dapat diperlalukan secara wajar. Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusi memang tidak sesederhana menyelenggarakan sekolah umum.
Kenyataan di lapangan memerlukan sarana yang cukup, misalnya gedung sekolah dengan
menyesuaikan kondisi anak. Peralatan pendidikan yang memadai, contoh bagi tuna netra
perlu alat tulis Braille, tuna rungu perlu alat Bantu dengar, tuna daksa perlu kursi roda dan
masih banyak lagi fasilitas yang harus disediakan dengan harapan anak cacat dapat
berkembang kemampuannya secara optimal.
Mengingat mahalnya fasilitas yang harus disediakan maka sampai tahun 2005, di
seluruh Indonesia baru ada 504 Sekolah Inklusi yang tersebar di seluruh penjuru tanah air.
Sebenarnya cukup banyak sekolah regular yang mengajukan menjadi Sekolah Inklusi,
yakni 1200 sekolah, sedang yang dilaksanakan baru 504 sekolah dan yang lain perlu
dipelajari kesiapan karena konsekuensinya Pemerintah memberikan subsidi Rp. 5 juta di
setiap sekolah dan fasilitas lain sebagai penunjang kegiatan bagi anak yang cacat tersebut.
Keberadaan anak cacat (diffable) tak lepas dari peran serta tenaga ahli. Apabila
Pendidikan Inklusi benar-benar diselenggarakan secara ideal setiap sekolah harus ada,
sebab tanpa pengawasan dan penanganan secara khusus dapat erakibat fatal. Suatu contoh :
anak cerebral Palsy (jenis tuna dasa) perlu dokter syaraf, orthopedic dan psikolog, sebab
anak seperti ini memerlukan ketenangan jiwa sehingga mampu menjaga kondisi yang
prima. Belum lagi cacat yang lain.
Konsekuensi dari penyelenggaraan program ini harus embutuhkan biaya yang mahal,
sehingga idealnya pemerintah mengambil peran agar benar-benar pendidikan ini dapat
terlaksana dengan baik. Untuk menopang suksesnya penyelenggaraan Pendidikan Inklusi
perlu kerjasama dengan semua pihak mengingat kemampuan Pemerintah untuk membantu
masih sangat terbatas sementara anak cacat yang belum tertampung mengikuti pendidikan
formal semakin banyak sehingga dapat menjadikan kendala suksesnya Wajar 9 Tahun.
Keterpaduan kerjasama sangat mendesak sehingga pemerintah tak perlu menunggu
waktu lama dengan alasan dana pendidikan terbatas. Alokasi 20 % masih sangat jauh dan
sebagainya. Namun, memfungsikan beberapa unsur terkait dapat mengalokasikan program
ini. Apabila di sekolah-sekolah umum kekurangan guru khusus dapat mengangkat lulusan
SGPLB dan S1 PLB atau mengoptimalkan guru-guru khusus di sekolah terpadu dengan
system guru kunjung.
Tentang masalah tenaga ahli dapat kerjasama dengan puskesmas atau rumah sakit
terdekat dengan cara menjalin kerjasama antara departemen atau institusi dengan diperluas
adanya SKB (Surat keputasan Bersama) para pejabat pemerintah.
Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam memperoleh pendidikan adalah
siswa penyandang cacat. Tapi ini bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan
pendidikan lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi keberagaman
kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat mencari anak-anak yang belum
mendapatkan pendidikan.
Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya, sesuai dengan
Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa Tahun 2006 dan Pembinaan
Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah Departemen
Pendidikan Nasional Pendidikan adalah sebagai berikut :
1. Tuna Netra
2. Tuna Rungu
3. Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
4. Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
5. Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
6. Tuna Grahita Berat (IQ < 25)
7. Tuna Daksa
8. Tuna Laras (Dysruptive)
9. Tuna Wicara
10. Tuna Ganda
11. HIV AIDS
12. Gifted : Potensi kecerdasan istimewa (IQ > 125 ) J. Talented : Potensi bakat
istimewa (Multiple Intelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-spatial,
Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal, Natural, Spiritual).
13. Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD, Dyslexia/Baca,
Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung, Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
14. Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
15. Autis
16. Korban Penyalahgunaan Narkoba
17. Indigo
Pendekatan secara kurikulum nasional dikaitkan dengan Anak Berkebutuhan
Khusus (ABK). Kurikulum pendidikan nasional yang diterapkan saat ini ternyata sangat
menyulitkan anak-anak yang berkebutuhan khusus (ABK), seperti yang terjadi di sekolah-
sekolah inklusi. Kebutuhan sekolah inklusi ini bukan kurikulum yang berfokus bagaimana
mengarahkan siswa agar sesuai harapan standar kurikulum yang berangkat dari sekedar
bagaimana mengatasi keterbatasan siswa, tetapi berangkat dari penghargaan, optimisme
dan potensi positif anak yang berkebutuhan khusus. Tetapi kenyataan yang ada sekarang,
kurikulum pendidikan nasional masih kaku, arogan dan tidak mau mengalah. Bahkan
terhadap siswa yang termasuk ABK, dimana siswanyalah yang harus mengalah dan
menyesuaikan diri, bukan kurikulum yang menyesuaikan diri dengan potensi siswa.
Kondisi tersebut sangat menyulitkan anak-anak berkebutuhan khusus yang berada dalam
kelas inklusi.
Selain kurikulum yang menjadi hambatan bagi pengembangan sekolah inklusi
adalah, banyak guru yang masih belum memahami program inklusi. Kalaupun ada yang
paham, keterampilan untuk menjalankan sekolah inklusi, itupun masih jauh dari harapan.
Bahkan ketersediaan guru pendamping khusus juga belum mencukupi. Salah satu program,
mendesak yang harus dikuasai guru dalam program sekolah inklusi tersebut adalah
menambah pengetahuan dan ketrampilan deteksi dini gangguan dan potensi pada anak.
Pendidikan inklusi berarti juga harus melibatkan orang tua secara bermakna dalam proses
perencanaan, karena keberhasilan pendidikan inklusi tersebut sangat bergantung pada
partisipasi aktif orang tua bagi pendidikan anaknya.
Model Kelas Inklusi.
Direktorat PLB (2007: 7) menjelaskan tentang penempatan anak berkelainan di sekolah
inklusi dapat dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:
1. Kelas reguler (inklusi penuh). Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal)
sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan kurikulum yang sama.
2. Kelas reguler dengan cluster. Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di
kelas reguler dalam kelompok khusus.
3. Kelas reguler dengan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler namun dalam
waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber untuk belajar dengan
guru pembimbing khusus.
4. Kelas reguler dengan cluster dan pull out
Anak berkelainan belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok
khusus, dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruang sumber
untuk belajar dengan guru pembimbing khusus.
5. Kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler, namun dalam
bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler.
6. Kelas khusus penuh
Anak berkelainan belajar di dalam kelas khusus pada sekolah reguler.
Pentingnya Pendidikan Inklusi
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin
keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki kewajiban
untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap warganya tanpa
terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam kemampuan (difabel) seperti
yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun sayangnya sistem pendidikan di
Indonesia belum mengakomodasi keberagaman, sehingga menyebabkan munculnya
segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan
perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas
segmentasi lembaga pendidikan ini telah menghambat para siswa untuk dapat belajar
menghormati realitas kehidupan dalam masyarakat.
Pendidikan inklusi adalah hak asasi manusia, di samping merupakan pendidikan
yang baik dan dapat menumbuhkan rasa sosial. Itulah ungkapan yang dipakai untuk
menggambarkan pentingnya pendidikan inklusi. Ada beberapa argumen di balik
pernyataan bahwa pendidikan inklusi merupakan hak asasi manusia: (1) semua anak
memiliki hak untuk belajar bersama; (2) anak-anak seharusnya tidak dihargai dan
didiskriminasikan dengan cara dikeluarkan atau disisihkan hanya karena kesulitan belajar
dan ketidakmampuan mereka; (3) orang dewasa yang cacat, yang menggambarkan diri
mereka sendiri sebagai pengawas sekolah khusus, menghendaki akhir dari segregrasi
(pemisahan sosial) yang terjadi selama ini; (4) tidak ada alasan yang sah untuk
memisahkan anak dari pendidikan mereka, anak-anak milik bersama dengan kelebihan dan
kemanfaat untuk setiap orang, dan mereka tidak butuh dilindungi satu sama lain (CSIE,
2005).
Adapun alasan-alasan di balik pernyataan bahwa pendidikan inklusi adalah
pendidikan yang baik: (1) penelitian menunjukkan bahwa anak-anak akan bekerja lebih
baik, baik secara akademik maupun sosial, dalam setting yang inklusif; (2) tidak ada
pengajaran atau pengasuhan dalam sekolah yang terpisah/khusus yang tidak dapat terjadi
dalam sekolah biasa; (3) dengan diberi komitmen dan dukungan, pendidikan inklusif
merupakan suatu penggunaan sumber-sumber pendidikan yang lebih efektif. Dan argumen-
argumen dibalik pernyataan bahwa pendidikan inklusi dapat membangun rasa sosial: (1)
segregasi (pemisahan sosial) mendidik anak menjadi takut, bodoh, dan menumbuhkan
prasangka; (2) semua anak membutuhkan suatu pendidikan yang akan membantu mereka
mengembangkan relasi-relasi dan menyiapkan mereka untuk hidup dalam arus utama; dan
(3) hanya inklusi yang berpotensi untuk mengurangi ketakutan dan membangun
persahabatan, penghargaan dan pengertian (CSIE, 2005).
Pertimbangan filosofis yang menjadi basis pendidikan inklusi paling tidak ada
tiga. Pertama, cara memandang hambatan tidak lagi dari perspektif peserta didik, namun
dari perspektif lingkungan sekolah. Lingkungan sekolah harus memainkan peran sentral
dalam transformasi hambatan-hambatan peserta didik. Kedua, perspektif holistik dalam
memandang peserta didik. Dengan perspektif tersebut, peserta didik dipandang mampu dan
kreatif secara potensial. Sekolah bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan di
mana potensi-potensi tersebut berkembang. Ketiga, prinsip non-segregasi. Dengan prinsip
ini, sekolah memberikan pemenuhan kebutuhan kepada semua peserta didik. Organisasi
dan alokasi sumber harus cukup fleksibel dalam memberikan dukungan yang dibutuhkan
kelas. Masalah yang dihadapi peserta didik harus didiskusikan terus menerus di antara staf
sekolah, agar dipecahkan sedini mungkin untuk mencegah munculnya masalah-masalah
lain (UNESCO, 2003).
Hasil penelitian Zakia (2015) menunjukkan bahwa Guru Pendamping Khusus (GPK)
masih bertugas seperti guru pada umumnya yaitu berdiri di kelas dan mengajar anak-anak
berkebutuhan khusus. GPK ini mengajar layaknya guru kelas dan bahkan ada juga yang
menjadi guru kelas karena permasalahan kekurangan guru yang dialami pihak sekolah.
Dampak yang dialami sekolah dengan tidak tersedianya guru pembimbing khusus dalam
pendidikan inklusi adalah pemenuhan kebutuhan ABK terutama program khususnya tidak
terpenuhi, ABK dianggap sebagai pengganggu dalam kelancaran pelaksanaan program
pendidikan; guru kelas tidak dapat memfasilitasi kebutuhan ABK di kelas; kebijakan
sekolah untuk menerima siswa-siswa normal dan ABK dengan tingkat hambatan yang
ringan. Sedangkan ABK dengan tingkat hambatan sedang dan berat langsung diarahkan ke
SLB. Untuk mengatasi tidak tersedianya GPK dilakukan upaya dengan mengangkatGPK
honorer, bekerja sama dengan SLB terdekat untuk mendatangkan guru kunjung,
Kesimpulan
Pendidikan inklusif sebagai suatu sistem layanan ABK menyatu dalam layanan
pendidikan formal. Konsep ini menunjukkan hanya ada satu sistem pembelajaran dalam
sekolah inklusif, tetapi mampu mengakomudasi perbedaan kebutuhan belajar setiap
individu. Dalam Sistem persekolahan Nasional yang selama ini masih cenderung
menerapakan layanan pembelajaran dengan “model ketuntasan hasil belajar bersama”
melalui bentuk belajar klasikal berdampak kurang memberikan kefleksibelan penerapan
pendidikan inklusif, terutama bagi ABK dengan kondisi kemampuan mental rendah.
Sekalipun perkembangan pendidikan inklusi di Indonesia saat ini semakin diterima
dan berkembang cukup pesat, namun dalam tataran implementasinya masih dihadapkan
kepada berbagai problema, isu, dan permasalahan yang harus disikapi secara bijak
sehingga implementasinya tidak menghambat upaya dan proses menuju pendidikan
inklusif itu sendiri serta selaras dengan filosofi dan konsep-konsep yang mendasarinya.
DAFTAR PUSTAKA
Centre for Studies on Inclusive Education. 2005. Supporting, Inclusion, Challenging
Exclusion. Inclusion U-turn Dismays Campaigners.
Yusuf, Abdul Salim Choiri munawir. 2009. Pendidikan Anak Nerkebutuhan Khusus
Secara Inklusif. FKIP .UNS
Hossain, Md. Mokter dan Shahidullah, Kazi Kl. 2012. Inclusive Education in The United
States. University of Dhaka Bangladesh dan Institute of Education and Research.
Suparno. 2008. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Tarnoto, Nissa. 2016. Permasalaham-Permasalahan yang Dihadapi Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif pada Tingkat SD. Humanitas, Vol. 13, No. 1
hal. 50-61.
UNESCO. 2003. Conseptual Paper: UNESCO Inclusive Education, a Challenge and a
Vision. http://portal.unesco.org/education/en/ev.php.
Zahidi A., Syukron. 2012. Permasalahan-Permasalahan dalam Implementasi Pendidikan
Inklusif. FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Zakia, Dieni Laylatul. 2015. Guru pembimbing Khusus (GPK). Pilar Pendidikan Inklusi.
Prosiiding Seminar Nasional Pendidikan. Meretas Sukses Publikasi Ilmiah Bidang
Pendidikan Jurnal Bereputasi, Surkarta, 21 November 2015.
Lampiran
DOKUMENTASI KEGIATAN
Seminar Pendidikan Internasional Himpunan Mahasiswa Jurusan Pendidikan
Matematika Universitas Islam Negeri Sumatera Utara
“Implementas Pendidikan Inklusif di Era Gobalisasi”
Rabu, 16 November 2016
Pembukaan Acara Seminar Pendidikan Internasional oleh Master of Ceremony
Fahrozi dan Adeli Fadilah
Panitia Registrasi Peserta Seminar Pendidikan Internasional
Suasana Registrasi Peserta Seminar Pendidikan Internasional
Peserta Seminar Pendidikan Internasional
Narasumber Seminar Pendidikan Internasional
Pembukaan Susunan Acara Seminar Pendidikan Internasional oleh MC
Fahrozi dan Adelia Fadilah
Pembacaan Ayat Suci Al Qur’an oleh Muhammad Zulfikarazmi Manurung
Menyanyikan lagu Indonesia Raya dipandu oleh Adinda Pratiwi
Laporan Ketua Panitia oleh Muhammad Hidayat
Kata Sambutan Ketua Umum HMJ Pendidikan Matematika oleh Al Fajri Bahri
Kata Sambutan sekaligus membuka acara Seminar Pendidikan Internasional oleh Wakil
Dekan III bidang Kemahasiswaan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Kegurun yaitu
Dr. Mesiono, M. Pd
Pembacaan Doa oleh Anwar Sadat
Hiburan Tari Daerah Batak Toba oleh Mahasiswi Pendidikan Matematika
Moderator Seminar Pendidikan Internasional oleh Nanda Tia Losi
Penyampaian dari Pemateri Pertama oleh Mr. Daiki Yokoyama
Penyampaian dari Pemateri Kedua oleh Tuan Amizal Fazdli bin Rajali
Penyampaian dari Pemateri Ketiga oleh Dr. Edi Surya, M.Si
Penyerahan cendera mata kepada Mr. Daiki Yokoyama
Penyerahan cendera mata kepada Mr. Daiki Yokoyama
Penyerahan cenderamata kepada Tuan Amizal Fazdli bin Rajali
Top Related