Download - Laporan Praktikum IMPAK1

Transcript

LAPORAN PRAKTIKUM

LABORATORIUM TEKNIK MATERIAL I

MODUL F UJI IMPAK

Oleh:

Nama

: Retnadiah Puteri UtamiNIM

: 13713008Kelompok: 13Anggota : Rudy Yohansya (13712026)

Retnadiah Puteri Utami (13713008)

Puti Keswara Sudarsono(13713029)

Hasan Basri Nasution(13713032)

Mardi Longolayuk

(13713033)

Tanggal Praktikum:3 Maret 2015Nama Asisten

: Dimas Palgunadi(13711058)Tanggal Penyerahan: 6 Maret 2015

LABORATORIUM METALURGI

PROGRAM STUDI TEKNIK MATERIAL

FAKULTAS TEKNIK MESIN DAN DIRGANTARA

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2015BAB IPENDAHULUAN

I. LATAR BELAKANG

Suatu material tentulah mempunyai sifat-sifat tersendiri yang menjadikannya berbeda dengan material lainnya. Sifat material merupakan karakter dari sebuah material yang pada umumnya dapat diquantifikasi. Sifat-sifat material terdiri dari sifat fisik berupa densitas, titik cair atau beku, koefisien muai panjang, konduktivitas termal dan listrik. Sifat mekanik berupa kekuatan, kekerasan, ketangguhan, keuletan, modulus young. Sifat kimia berupa ketahana korosi. Serta sifat teknologi berupa mampu las, mampu cor, mampu tempa, mampu mesin atau ketermesinan.

Sifat mekanik dari suatu material dapat dievaluasi dengan beberapa cara yakni dengan pemberian beban terhadap material tersebut. Pembebenan terhadap material dibedakan menjadi 2 yaitu pembebanan statik yang terdiri dari uji tarik, uji tekan, uji puntir, uji lentur, uji keras, uji mulur, dan uji bentur, serta pembebanan dinamik yang terdiri dari uji lelah dan uji impak. Pada uji impak terjadi pembebanan cepat (rapid loading) yaitu adanya penyerapan energi beban yang menumbuk oleh spesimen. Dari proses inilah, dapat diketahui respon material seperti deformasi plastis, terjadi patah ulet atau patah getas.

Dengan uji impak kita dapat mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan kegagalan pada suatu material akibat pembebanan dinamis yang berulang-ulang. Diantara salah satu faktornya ialah adanya temperatur transisi yang menyebabkan suatu material berubah sifat yang semula beersifat ulet menjadi getas. Alasan inilah yang menjadi dasar dilakukannya pengujian impak. Seperti yang telah terjadi pada kapal titanic yang sedang berlayar dilautan es dan menabrak gunung es sehinga kapal tersebut terbelah dan kemudian tenggelam. Hal ini terjadi karena kegagalan material dari kapal tersebut dalam menahan beban impak pada suhu yang sangat rendah.II. TUJUAN PRAKTIKUM

1. Menentukan harga impak dari baja dan alumunium pada temperatur 25oC, 45oC, 80oC, -20oC,-30oC.2. Menentukan jenis patahan yang terbentuk pada temperatur 25oC, 45oC, 80oC, -20oC,-30oC3. Menentukan kurva antara temperatur terhadap energi yang diserap oleh spesimen4. Menentukan pengaruh temperatur pada ketangguhan baja dan alumunium.

5. Menentukan temperatur transisi pada baja dan alumuniumBAB II

DASAR TEORI

Untuk menentukan sifat perpatahan suatu logam, keuletan maupun kegetasannya, dapat dilakukan suatu pengujian yang dinamakan dengan uji impak. Umumnya pengujian impak menggunakan batang bertakik. Berbagai jenis pengujian impak batang bertakik telah digunakan untuk menentukan kecenderungan benda untuk bersifat getas. Dengan jenis uji ini dapat diketahui perbedaan sifat benda yang tidak teramati dalam uji tarik. Hasil yang diperoleh dari uji batang bertakik tidak dengan sekaligus memberikan besaran rancangan yang dibutuhkan, karena tidak mungkin mengukur komponen tegangan tiga sumbu pada takik.

Prinsip pengukuran uji impak adalah dengan menghitung energi yang diserap oleh spesimen ketika menerima beban secara tiba-tiba. Energi yang terserap oleh benda dapat diukur dari perbedaan harga energi potensial dari bandul pada saat sebelum dan sesudah menumbuk spesimen. Energi yang diserap ini, dinyatakan dalam Joule, terbaca secara langsung pada cakra angka pada alat uji. Harga impak dinyatakan sebagai energi yang diserap per satuan luas penampang spesimen yang dinyatakan dalam persamaan :

Keterangan :

HI = Harga impak (Joule/mm2)

E = Energi yang diserap (Joule)

m = massa bandul (kg)

g = percepatan gravitasi (m/s2)

h1 = tinggi pusat massa bandul ke spesimen sebelum dilakukan pengujian (mm)

h2 = tinggi pusat massa bandul sesudah dilakukan pengujian (mm)

A = luas permukaan spesimen dibawah takikan = h x l (mm2)

Gambar 1. Contoh spesimen ujo charpy dan izod

Pengujian impak yang dilakukan pada praktikum ini sesuai dengan ASTM E 23 untuk metode Charpy dan Izod. Metode yang digunakan pada praktikum ini adalah metode Charpy.

Gambar 2. Metode Izod dan Charpy

Gambar 3. Ukuran standar spesimen Charpy dan Izoda. Metoda CharpyBatang impak biasa, banyak di gunakan di Amerika Serikat. Benda uji Charpy mempunyai luas penampang lintang bujursangkar (10 x 10 mm) dan mengandung takik V-45o, dengan jari-jari dasar 0,25 mm dan kedalaman 2 mm. Benda uji diletakan pada tumpuan dalam posisi mendatar dan bagian yang tak bertakik diberi beban impak dengan ayunan bandul (kecepatan impak sekitar 16 ft/detik). Benda uji akan melengkung dan patah pada laju regangan yang tinggi, kia-kira 103detik.b. Metoda Izod

Dengan batang impak kontiveler. Benda uji Izod lazim digunakan di Inggris, namun saat ini jarang digunakan. Benda uji Izod mempunyai penampang lintang bujursangkar atau lingkaran dan bertakik V di dekat ujung yang dijepit.

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya patah getas pada suatu material :

1. Triaxial state of stress

2. Temperatur rendah

3. Kecepatan pembebanan

BAB III

DATA PERCOBAAN

Data Uji ImpakJenis Mesin

: Wolpert

Kapasitas mesin: 300 J

Standar Pengujian: ASTM E 23

Penguji

: Dimas PalgunadiTanggal Pengujian: 3 Maret 2015Asisten

: Dimas Palgunadi

BahanplThTLuasEnergiHIPermukaan Patahan

mmmmmmmmoCMm2JouleJoule/mm2

Baja A611010825,5801702,125Ulet

Baja B611010845801812,2625Ulet

Baja C61101088080690,8625Ulet

Baja D6110108-208030,0375Getas

Baja E6110108-308030,0375Getas

Alumunium A6088625,548120,25Ulet

Alumunium B609974563110,1746Ulet

Alumunium C609978063500,7936Ulet

Alumunium D60997-2063600,9523Ulet

Alumunium E60997-3063210,3333Ulet

Pengolahan Data

ABaja A = h x l

AAlumunium A = h x l

= 8 mm x 10 mm

= 6 mm x 8 mm

= 80 mm2

= 48 mm2ABaja B = h x l

AAlumunium B= h x l

= 8 mm x 10 mm

= 7 mm x 9 mm

= 80 mm2

= 63 mm2ABaja C = h x l

AAlumunium C = h x l

= 8 mm x 10 mm

= 7 mm x 9 mm

= 80 mm2

= 63 mm2ABaja D = h x l

AAlumunium D = h x l

= 8 mm x 10 mm

= 7 mm x 9 mm

= 80 mm2

= 63 mm2ABaja E = h x l

AAlumunium E = h x l

= 8 mm x 10 mm

= 7 mm x 9 mm

= 80 mm2

= 63 mm2

HI =

HI = Harga Impak (Joule/mm2)HIBaja A =

HI Alumunium A =

= 2,125 Joule / mm2

= 0,25Joule/mm2

HIBaja B =

HI Alumunium B =

= 2,2625 Joule / mm2

= 0,1746 Joule / mm2HIBaja C

=

HI Alumunium C =

= 0,8625Joule / mm2

= 0,7936 Joule / mm2

HIBaja D =

HI Alumunium D =

= 0,0375 Joule / mm2

= 0,9523 Joule / mm2

HIBaja E =

HI Alumunium E =

= 0,0375Joule / mm2

= 0,3333 Joule/ mm2 Grafik 1. Kurva Energi Yang Diserap Terhadap Temperatur

Grafik 2. Kurva Harga Impak Terhadap Temperatur

BAB IV

ANALISIS

Pada percobaan yang kami lakukan kali ini, kami menggunakan metoda charpy. Metoda ini kami gunakan dikarenakan selain lebih menguntungkan karena hasil yang didapatkan lebih akurat dibandung metoda izod dan pembacaan energinya dapat langsung dilihat melalui jarum pada mesin tersebut juga karena tidak adanya mesin pengujian untuk metoda izod. Energi yang terbaca pada mesin penguji didapatkan dari hasil perubahan energi yang terjadi pada pendulum saat sebelum menumbuk spesimen dan saat menumbuk spesimen. Perubahan energi ini terjadi karena adanya perbedaan ketinggian dari pendulum tersebut.

Spesimen yang kami gunakan merujuk pada spesimen standart ASTM E23, namun belum terlalu spesifik dikarenakan ukuran dimensinya masih banyak berbeda. Aadanya takikan pada spesimen bertujuan untuk menginisiasi tegangan tiga sumbu. Tegangan tiga sumbu ini akan menyebabkan gaya geser yang bekerja menjadi berkurang. Takikan juga akan menyebabkan konsentrasi tegangan tiga sumbu lebih terpusat pada daerah takikannya sehingga menyebabkan material lebih mudah patah. Bentuk takikan yang digunakan adalah bentuk V-notch. Bentuk ini lebih mudah patah jika dibandingkan dengan bentuk U-notch dan key hole-notch karena takikan V-notch memiliki luas penampang lebih kecil dibandingkan dua jenis takikan tersebut. Tegangan yang dialami material akan lebih besar jika luas penampangnya lebih kecil. Spesimen yang kami gunakan kali ini adalah 5 buah spesiemen terbuat dari baja dan 5 buah spesimen terbuat dari alumunium. Alasan digunakannya spesimen yang terbuat dari baja dan alumunium karena kami ingin melihat perbedaan struktur kristal antara baja dan alumunium serta hubungannya terhadap energi yang diserapnya di berbagai temperatur yang diberikan. Disini dapat terlihat bahwa struktur kristal yang dimiliki oleh baja adalah BCC sedangkan alumunium FCC, itu dapat dibuktikan dengan kurva antara energi yang diserap terhadap temperatur bahwa struktur kristal FCC tidak terlalu dipengaruhi oleh temperatur artinya cenderung konstan, sebaliknya struktur kristal BCC dipengaruhi oleh temperatur.

Berdasarkan data dan kurva yang kami dapatkan, ternyata pada kurva energi yang diserap terhadap temperatur untuk alumunium menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan energi yang terserap yang besar untuk setiap perubahan temperatur. Dengan kata lain, gradiennya sangat kecil dan tidak terlalu besar. Hal ini sesuai dengan teori dari literatur yang menyebutkan bahwa struktur kristal alumunium selalu sama untuk temperature berapapun, sehingga tidak punya temperature transisi. Namun salah satu yang bertolak belakang dari hasil yang kami dapatkan dengan literatur adalah saat kami menaikkan suhu dari 25oC menjadi 45oC energi yang diserap ternyata lebih kecil dibanding energi yang diserap sebelumnya, yakni dari 12 Joule menjadi 11 joule, hal ini terjadi kemungkinan adalah karena terlalu lamanya saat pendulum dilepaskan dari ketinggiannya sampai menumbuk spesimen, mungkin temperatur saat pendulum mulai turun menuju spesimen sudah turun melebihi 25oC sehingga energi yang terbaca menjadi lebih kecil. Alumunium selalu bersifat ulet pada temperature berapapun karena struktur kristalnya FCC. Struktur kristal FCC mempunyai slip plant dan slip direction yang lebih banyak dibandingkan dengan struktur kristal BCC artinya besar dislokasi yang terjadi juga semakin besar hasil yang kami dapatkan sesuai dengan literatur yakni struktur alumunium merupakan FCC dan patahaannya bersifat ulet. Serta energi yang diserap tidak dipengaruhi oleh perbedaan temperatur.Pada baja, percobaan yang kami lakukan cukup berhasil karena kurva yang kami dapatkan berbentuk seperti kenyatannya pada literature. Pada suhu rendah, energy yang diserap rendah sehingga bersifat getas. Sementara itu, pada suhu tinggi, sifatnya berubah jadi ulet. Fenomena tersebut sebenarnya berkaitan dengan struktur Kristal baja yang bersifat BCC pada suhu rendah dan FCC pada suhu tinggi. Pada kurva hasil uji impak pada baja, kami juga mendapatkan adanya perubahan energi yang cukup tinggi pada temperatur anatar -200 C sampai 450C. Pada selang ini terjadi perubahan sifat baja dari ulet menjadi getas. Daerah inilah yang disebut temperatur transisi.

Patahan yang terbentuk pada spesimen alumunium adalah kasar berserat dan terlihat terjadi deformasi plastis. Sifat-sifat patahan tersebut menunjukkan patah ulet. Artinya, alumunium bersifat ulet baik pada temperatur kamar, temperature rendah dan temperature tinggi. Hal ini sesuai dengan literature. Sementara itu, patahan baja bervariasi. Pada sampel B dan C (baja dipanaskan), baja tidak patah namun hampir patah. Pada patahannya, timbul serat-serat dan kasar serta bekas deformasi. Artinya, baja bersifat ulet pada temperatur tinggi. Sementara itu, pada sampel nomor D dan E( baja didinginkan), patahan baja lebih halus dan rata. Permukaannya mengkilap dan tidak terlihat bekas deformasi plastis. Jadi, pada suhu rendah, baja bersifat getas. Akan tetapi, pada sampel nomor 1 yang bersuhu kamar, serat-serat dan bekas deformasi tidak terlalu banyak. Hal ini dikarenakan pada temperatur ini baja sedang dalam peralihan dari sifat getas menjadi ulet.BAB V

KESIMPULAN DAN SARANA. KESIMPULAN1. Harga Impak dari baja dan alumnium pada suhu 25oC, 45oC, 80OC, -20OC, -30OC berturut turut adalah :

Baja : 2,125 Joule/mm2; 2,2625 Joule/mm2; 0,8625 Joule/mm2; 0,0375 Joule/mm2; 0,0375 Joule/mm2.Alumunium : 0,25 Joule/mm2; 0,1746 Joule/mm2; 0,7936 Joule/mm2; 0,9523 Joule/mm2; 0,3333 Joule/mm22. Jenis patahan yang terbentuk oleh baja dan alumunium pada temperatur 25oC, 45oC, 80OC, -20OC, -30OC berturut turut adalah :

Baja : pada suhu 25oC, 45oC dan 80OC baja bersifat ulet sedangkan pada temperatur -20OC dan-30OC bersifat getas. Alumunium: Semua alumunium pada temperatur manapun patahannya bersifat ulet3. Kurva antara temperatur terhadap energi yan diserap oleh spesimen baja dan alumunium

4. Pengaruh temperatur pada ketangguhan baja dan alumunium.

Temperatur mempengauhi harga impak dari suatu material. Semakin rendah suatu temperatur maka ketangguhan atau energi yang diserap oleh material tersebut semakin kecil, sehingga kemungkinan kegagalannya dalam menerima beban impak lebih tinggi dan patahannya bersifat getas. Sebaliknya semakin tinggi temperatur maka ketangguhan atau energi yang diserap oleh material tersebut juga semakin tinggi dan patahan yang terbentuk bersifat ulet.5. Temperatur transisi baja : -200C sampai 450C.

Temperatur transisi aluminium tidak ada.

Kegunaan dari temperatur transisi adalah untuk mengetahui pada temperatur berapa, suatu material akan mengalami perubahan sifat dari ulet menjadi getas. Dengan mengetahui temperatur transisi, terjadinya patah getas dapat dihindari sehingga produk yang menggunakan material tersebut masih dapat berfungsi dengan baikB. SARAN1. Ukuran sampel atau spesimen sebaiknya dibuat seragam sehingga kita tidak perlu mengukur satu-satu lagi dimensinya

2. Kesigapan saat pengukuran temperatur dan pelepasan pendulum sehingga penurunan temperatur tidak terlalu jauh dan hasilnya akan lebih akurat. DAFTAR PUSTAKA

1. Callister, William D. 1994.Materials Science and Engineering: An Introduction. John Wiley&Sons, Inc.

2. Dieter, George E. 1976.Mechanical Metallurgy. Second Edition. McGraw-Hill Inc.

3. Sitohang, Ramona D. R. 2010. Laporan Praktikum Laboratorium Teknik Material I Modul F Uji Impak.4. http://yopyhenpristian.blogspot.com/2013/06/uji-impak.html. Dikutip pukul 21.50 tanggal 5 februari 2015LAMPIRANTUGAS SETELAH PRAKTIKUM

1. Buatlah kurva yang menghubungkan antara Temperatur dengan Energi yang diserap oleh spesimen, baik Aluminum dengan Baja, dengan menggunakan Microsoft Excel!

2. Tentukan temperatur dari kedua material tersebut! Apakah kegunaan dari Temperatur transisi suatu material! Jelaskan dengan baik dan tepat!

berdasarkan, kurva di atas, kita dapat melihat bahwa batas temperature transisi sekitar suhu -20 0C hingga 450 C. Jadi FTP = 45 0C dan NDT = -200C. Sementara itu, FATT kita dapatkan dengan merata-ratakan NDT dan FTP. FATT = (-20 + 45 )/2 = 12,50C

Sementara itu, pada lumunium, tidak ditemukan selang temperatur transisi karena sifatnya yang selalu ulet pada temperature berapapun.

Temperatur transisi berguna untuk mencari daerah aman material. Daerah aman yang dimaksud adalah daerah dimana material tersebut tidak berubah menjadi getas secara tiba-tiba. Jadi, kita dapat menghindari terjadinya patah getas karena telah mengetahui daerah di mana material mengalami patah ulet dan patah getas.

3. Buatlah analisis mengenai bentuk permukaan patahan untuk semua spesimen!MaterialTemperatur

(oC)Permukaan

PatahanAnalisis

Baja A25,5Ulet-GetasDi bagian tengah permukaan ulet, namun pada bagian pinggir permukaan getas. Hal ini disebabkan Baja A berada pada temperatur ruang yang berada pada temperatur transisi

Baja B45UletTerjadi patahan trans-granular. Terjadi pada suhu transisi

Baja C80UletTerjadi patahan trans-granular. Terjadi pada suhu transisi

Baja D-20GetasKarena memasuki temperatur rendah (NDT) saat materialnya berubah dari ulet menjadi rendah

Baja E-30GetasKarena memasuki temperatur rendah (NDT) saat materialnya berubah dari ulet menjadi rendah

MaterialTemperatur

(oC)Permukaan

PatahanAnalisis

Alumunium A25,5UletKarena struktur kristalnya FCC,

sehingga patahan inter-granuler

Alumunium B45UletKarena struktur kristalnya FCC,

sehingga patahan inter-granuler

Alumunium C80UletKarena struktur kristalnya FCC,

sehingga patahan inter-granuler

Alumunium D-20UletKarena struktur kristalnya FCC,

sehingga patahan inter-granuler

Alumunium E-30UletKarena struktur kristalnya FCC,

sehingga patahan inter-granuler

kristalnya FCC

RANGKUMAN PRAKTIKUM

Uji impak merupakan salah satu uji destruktif yaitu uji yang benda kerjanya mengalami kerusakan dan tidak bisa digunakan kembali

Daerah elastis menghasilkan toughness (ketangguhan) yang diukur salah satunya melaluii uji impak.Dibandingkan dengan uji tarik uji impak itu lebih mudah untuk mengukur ketangguhan karena pada uj impak niali energinya sudah langsung dapat dibaca pada alat, sedangkan pada uji tarik harus menggunakan banyak rumus

Daerah elastis + plastis maka akan menghasilkan modulus of toughnessHarga Impak = Energi / Luas daerah dibawah takikMaterial mengalami deformasi plastis ketika beban mekaniknya melebihi yield strengthnyaAlasan digunakannya alumunium dan baja karena selain massa jenisnnya yang berbeda alumunium dan baja memiliki struktur kristal yang berbeda yatu Alumunium FCC baja BCC sehingga keduanya memiliki sifat yang berbeda dan temperatur transisinya juga berbeda

Dislokasi adalah suatu cacat garis

Slip adalah proses terjadinya deformasi plastis karena pergerakan dislokasiSlip system merupakan gabungan antara slip direction dan slip plane. Dislokasi tidak bergerak pada arah yang sama. Terdapat sebuah bidang yang bergerak dengan arah tertentu ketika terjadi pergerakan dislokasi. Bidang tersebut mengikuti arah pergerakan dan arah tersebut disebut slip direction.Slip system adalah kombinasi antara slip plant dan slip directionSlip plane kerapatan atomnnya paling tinggi

Slip direction

Pada BCC mempunyai 8 slip direction dan 6 slip plane sehingga total slip systemnya menjadi 48Sedangkan pada FCC slip planenya ada 12 dan slip directionnya ada 6, sehingga total slip systemnya ada 72

Semakin banyak slip direction maka makin besar dislokasi yang terjadi dan makin uletlah material tersebut, oleh sebab itu alumunium bersifat ulet karena dia tidak punya temperatur transisi

Energi impak FCC tidak terlalu dipengaruhi oleh perubahan temperturPatahan ulet terjadi karena mengikuti batas butir

Patah ulet disebabkan oleh adanya tegangan geser pada spesimen, sedangkan patah getas terjadi apabila terdapat tegangan normal pada spesimen. Pada takikan, hanya terdapat tegangan normal pada tiga sumbu dan tidak ada tegangan geser. Tanpa adanya tegangan geser, material tidak dapat mengalami deformasi plastis. Hal tersebut membuat material mengalami patah getas.

Gambar Lingkaran Mohr untuk tegangan tiga sumbuFoto Hasil Patahan yang Terbentuk

Spesimen Baja A

Spesimen Baja C

Spesimen Baja D

Spesimen Baja E

Spesimen Alumunium B

Spesimen Alumunium C

Spesimen Alumunium D

Spesimen Alumunium ETUGAS TAMBAHAN.1. Jelaskan 50% patahan (Effect of Metal Alloying, ASM)!

2. Jelaskan cara menghitung kerapatan atom!

Kerapatan atom dapat dihitun dengan menggunakan persamaan

3. Jelaskan pengaruh aspek metalurgi terhadap temperatur transisi!

Temperatur transisi bergantung pada berbagai hal, salah satunya aspek metalurgi material, yaitu kadar karbon. Material dengan kadar karbon yang tinggi akan semakin getas, dan harga impaknya kecil, sehinga temperatur transisinya lebih besar. Tempartur transisi akan mempengaruhi ketahan material terhadap perubahan temperatur. Jika temperatur transisinya kecil maka material tersebut tidak tahan terhadap perubahan temperatu.

Material yang memiliki kadar karbon yang tinggi memiliki sifat yang kuat dan getas sehingga membutuhkan energy yang tidak besar. Sedangkan material yang kadar karbonnya rendah memiliki sifat yang ulet dan lunak sehingga membutuhkan energy yang besar dalam perpatahannya.

4. Jelaskan pengaruh pengerolan pada spesimen!

Dalam proses pengerolan maka material yang melalui alat pengerol akan memiliki kekerasan yang merata karena pada saat mengerol tekanan pada tiap titik akan sama. Dalam hal ini proses pengerolan akan lebih unggul dalam kekerasan yang merata, berbeda dengan cara pengerjaan konvensional yang kekerasannya belum tentu rata akibat dari gaya yang berbeda-beda.

5. Cari jenis-jenis Notch1.Takik Segitiga V

Memiliki energi impact yang paling kecil, sehingga paling mudah patah. Hal ini disebabkan karena distribusi tegangan hanya terkonsentrasi pada satu titik saja, yaitu pada ujung takikan.

2.Takik Setengah Lingkaran U

Memiliki energi impact yang terbesar karena distribusitegangan tersebar pada setiap sisinya, sehingga tidak mudah patah.

3.Takik Segi Empat

Memiliki energi yang lebih besar pada takikan segitiga karena tegangan terdistribusi pada 2 titik pada sudutnya.

EMBED Equation.3

_1487066875.unknown