Outline Makalah IPAL THAILAND
By: Wina dan Murti
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang masalah
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Ruang lingkup
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
1. Pengolahan Air Limbah di Negara Berkembang
2. Jenis- Jenis Pengolahan Air Limbah di Negara Berkembang
3. Permasalahan Pengolahan Air Limbah di Negara Berkembang
BAB III Gambaran umum Negara Thailand
A. Profil Negara Thailand
B. Kondisi Kualitas Air Permukaan
Sumber Air Permukaan
Kualitas Air Permukaan
C. Sumber Penghasil Limbah
D. Kondisi Pengolahan Air Limbah
BAB IV Sistem Penanganan dan Pengolahan Air Limbah di Negara Thailand
A. Regulasi dan Standar yang ditetapkan Terkait Penanganan Limbah di Negara Thailand
B. Kelembagaan yang berwenang menangani permasalahan air Limbah di Thailand
a. Struktur Organisasi (jika ada)
C. Jenis teknologi pengolahan air limbah kota di Thailand
D. IPAL ….. dibahas secara mendetail mengenai pengelolaannya atau sekilas saja??
a. Data Teknis
b. Kelembagaan yang mengelola
c. Permasalahan IPAL
E. Permasalahan Local Government Authorities
a. Permasalahan Umum
b. Tarif Retribusi yang ditetapkan oleh masing
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Secara global negara-negara di Asia terikat upaya mewujudkan pembangunan berkelanjutan,
sebagaimana rekomendasi pada KTT Bumi di Johannesburg 2000, dimana salah satu sasarannya
adalah bidang penyediaan air minum dan sanitasi. Sasaran tersebut diagendakan dalam
Millenium Development Goals (MDGs)dengan menetapkan horizon pencapaian sasaran pada
tahun 2015 dan sasaran kuantitatif; ”Mengurangi 50% proporsi jumlah penduduk yang kesulitan
memperoleh akses terhadap air minum aman dan sanitasi yang memadai”.
The Sanitation Drive to 2015 (Gerakan Sanitasi dalam Menyongsong 2015) mengimbau seluruh
negara di dunia untuk meningkatkan investasi, seraya melakukan penargetan yang lebih baik dari
pendanaan guna memenuhi target Millennium Development Goal (MDG) 7c – untuk mengurangi hingga
separuhnya proporsi penduduk tanpa akses berkelanjutan terhadap sanitasi dasar pada tahun 2015. Baik
untuk pengembangan sosial maupun ekonomi, sanitasi merupakan investasi ekonomi yang sangat bagus,
dengan pengembalian rata-rata sebesar US$5.50 untuk setiap dolar yang diinvestasikan
Menurut Peter Warr (2003), disampaikan mengenai progress pencapaian target MDGs yang
telah dicapai oleh Negara-negara di Asia Tenggara. Dua negara yang memiliki pencapaian
terbaik adalah negara Malaysia dan Thailand. Dimana negara tersebut dapat mencapai target-
target MDGs yang dapat ditetapkan dan berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang
berkelanjutan. Namun terdapat hal yang harus diperhatikan secara khusus oleh Thailand adalah
dalam masalah lingkungan dan untuk Malaysia adalah masalah kasus HIV/AIDS.
Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh UNICEF terkait pencapaian target MDGs diketahui
bahwa pada Tahun 2010, Negara Thailand sebanyak 95.4% penduduknya telah memperoleh
sanitasi yang layak dengan menempati peringkat pertama melebih Negara Malaysia. Berbeda
halnya dengan Negara Indonesia yang hanya 53,57% penduduknya yang memperoleh sanitasi
layak (UNICEF, 2012).
Saat ini negara Thailand dianggap sebagai salah satu Negara yang paling penting didunia
untuk produksi pangannya. Thailand saat ini dianggap sebagai Negara industri ekonomi yang
baru. Dimana, ekspor produk Thailand ke mancanegara sangat tinggi, dengan perhitungan
ekspornya melebihi dua pertiga dari total produksi domestiknya. Jumlah penduduk Thailand
pada tahun 2009 sekitar 66 juta jiwa, yang mana akan semakin meningkat pesat ditahun 2010
dan 2011. Rata-rata pertumbuhan penduduk sampai tahun 2010 adalah 0,65%. Grafik
pertumbuhan penduduk tersebut dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Air limbah menjadi salah satu dari banyak masalah lingkungan yang serius di banyak
Negara-negara industry dan berkembang, termasuk Negara Thailand. Pada tahun 2003, sekitar 14
juta m3/hari umumnya air limbah dihasilkan oleh penduduk di Thailand dan dibuang ke badan
air penerima serta lingkungan sekitar (simachaya, 2009).
Untuk mengetahui bagaimana Thailand dapat mengelola limbahnya, maka diperlukan adanya
studi literatur mengenai hal tersebut. Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai
pengelolaan air limbah di Kota Thailand dan permasalahan yang ada di negara Thailand.
1.2 Maksud dan Tujuan Makalah
Penyusunan makalah ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran dan informasi mengenai
kondisi sanitasi di Thailand mengenai pengolahan air limbah di Thailand, dengan tujuan sebagai
berikut:
1. Mengetahui jenis-jenis pengolahan air limbah di Thailand
2. Mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan air limbah di Thailand
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Limbah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001, air limbah adalah
sisa dari hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair. Selain itu, dalam Peraturan Menteri PU
Nomor 16/PRT/M/2008 disebutkan bahwa air limbah adalah air buangan yang berasal dari rumah tangga,
termasuk tinja manusia dari lingkungan permukiman. Air limbah dapat dikategorikan sebagai berikut,
yaitu:
1. Air limbah yang berasal dari kegiatan rumah tangga (air limbah domestik), terdiri dari yaitu:
a. Black Water dengan komponen utama adalah tinja manusia (faeces),
b. Yellow Water dengan komponen utama adalah urine manusia, dan
c. Grey Water yang merupakan air bekas cuci, mandi dan kegiatan lainnya yang dilakukan
oleh manusia.
Kuantitas dari air limbah domestik adalah sekitar 80% dari total air yang dikonsumsi oleh
manusia tiap harinya. Air limbah domestik mengandung bahan organik, sehingga
memudahkan dalam pengelolaannya.
2. Air limbah yang berasal dari kegiatan industri, yaitu air buangan yang berasal dari berbagai
jenis kegiatan industri. Air limbah ini mengandung zat-zat yang ckup berbahaya, seperti logam
berat, amonia dan lainnya. Air limbah industri membutuhkan pengolahan yang lebih rumit
untuk mencegah terjadinya polusi lingkungan.
3. Air limbah yang berasal dari kegiatan jasa, yaitu air buangan yang berasal dari fasilitas publik,
seperti perdagangan, perkantoran dan sebagainya. Umumnya air limbah jenis ini memiliki
kandungan zat serupa dengan air limbah rumah tangga.
2.2 Sistem Penyaluran Air Limbah di Negara Berkembang
Sistem penyaluran air limbah adalah suatu rangkaian bangunan air yang berfungsi untuk
mengurangi atau membuang air limbah dari suatu kawasan/lahan baik itu dari rumah tangga
maupun kawasan industri. Sistem penyaluran biasanya menggunakan sistem saluran tertutup
dengan menggunakan pipa yang berfungsi menyalurkan air limbah tersebut ke bak interceptor
yang nantinya di salurkan ke saluran utama atau saluran drainase. Sistem penyaluran air limbah
ini pada prinsipnya terdiri dari dua macam yaitu: sistem penyaluran terpisah dan sistem
penyaluran campuran, dimana sistem penyaluran terpisah adalah sistem yang memisahkan aliran
air buangan dengan limpasan air hujan, sedangkan sistem penyaluran tercampur
menggabungkan aliran buangan dan limpasan air hujan
Air limbah domestik dikumpulkan dalam pipa bawah tanah yang disebut ' Selokan' . Aliran
dalam saluran pembuangan biasanya dialirkan secara gravitasi , dengan pompa induk hanya yang
digunakan saat tidak dapat dihindari. Desain sewerage konvensional (sistem saluran pembuangan
yang digunakan dalam negara-negara industri dan di daerah pusat kota-kota dalam di negara
berkembang) dijelaskan dalam beberapa teks (misalnya Metcalf dan Eddy , Inc , 1986) dan
dalam kode sewerage nasional ( misalnya untuk India , Kementerian Perkotaan Pembangunan,
1993). Namun, hal ini sangat mahal . Sebuah biaya yang jauh lebih rendah alternatif, yang cocok
untuk digunakan di kedua daerah miskin dan kaya sama, adalah pembuangan kotoran
'disederhanakan', kadang-kadang disebut 'condominial' pembuangan kotoran. Desain sewerage
disederhanakan sepenuhnya rinci oleh Mara et al ( 2001a * ) .
Di banyak negara berkembang, saluran air limbah pribadi maupun publik masih sangat
kurang, malah cenderung tidak ada.Untuk mengurangi atau menghindari permasalahan lebih
lanjut dari kondisi lingkungan di negara tersebut, maka air limbah yang dihasilkan harus diolah.
Jika berbicara mengenai permasalahan kandungan organik yang ada dalam limbah domestik,
fasilitas wisata, maka pendekatan dengan menggunakan saluran pengumpul limbah secara
desentralisasi menjadi pendekatan yang paling memungkinkan dengan menerapkan teknologi
sederhana yang disesuaikan dengan kondisi lingkungan setempat. Pemilihan teknologi yang
sesuai sangat bergantung pada beberapa factor, diantaranya adalah komposisi dari air limbah,
ketersediaan lahan, ketersediaan dana, dan keahlian untuk mengelolanya. Perbedaan dalam cara
pengoperasian dan pemeliharaan harus menjadi pertimbangan dalam pemilihan teknologi agar
menjamin keberlanjutan dari sistem yang akan dibangun dengan memperhitungkan ketersediaan
sumber daya lokal dan sumber daya manusia yang ada di masing-masing tempat.
2.3 Jenis- Jenis Pengolahan Air Limbah di Negara Berkembang
Sanitasi tepat guna dalam bidang pembuangan air limbah domestik terdiri 2 (dua) sistem,
yaitu. 1. Sistem pembuangan setempat (on-site system) 2. Sistem pembuangan terpusat (off-site
system) Sistem pembuangan setempat adalah fasilitas sanitasi yang berada di dalam daerah
persil (batas tanah yang dimiliki). Sarana sistem pembuangan setempat dapat dibagi 2 (dua)
yaitu: - Sistem individual: tangki septic, cubluk - Sistem komunal: MCK Sedangkan sistem
pembuangan terpusat adalah fasilitas sanitasi yang berada di luar persil. Contoh sistem sanitasi
ini adalah sistem penyaluran air limbah yang kemudian dibuang ke suatu tempat pembuangan
(disposal site) yang aman dan sehat, dengan atau tanpa pengolahan sesuai dengan kriteria baku
mutu dan besarnya limpahan.
Pembuangan air kotor dan air bekas secara setempat (on-site) di negara berkembang
biasanya lebih murah daripada sistem terpusat (off-site). Namun ada hal-hal/keadaan tertentu,
dimana kondisi tanah tidak memungkinkan untuk diterapkannya sistem setempat, sehingga
dalam keadaan seperti ini maka penanganan air limbah dengan sistem terpusat mutlak diperlukan
dengan pilihan teknologi yang lebih murah dibandingkan konvensional sewerage yaitu small
bore sewer dan shallow sewer.
Shallow sewer merupakan sewerage kecil yang terpisah dan dipasang secara dangkal dengan
kemiringan yang lebih landai dibandingkan sewerage konvensional dan bergantung pada pembilasan air
limbah untuk mengangkut benda padat. Prinsip shallow sewer adalah sebagai berikut.
– Mengalirkan air saja/campuran antara air dan padatan (tinja)
– Menggunakan jaringan pipa berdiameter kecil ( 100-200 mm)
– Jaringan saluran terdiri dari :
• Pipa persil
• Pipa servis
• Pipa lateral
• IPAL
– Ditanam di tanah, dangkal dari permukaan tanah
– Bahan Pipa dapat dari bahan tanah liat, PVC dll
– Cocok digunakan untuk daerah kecil, misalnya tingkat RW, kelurahan, dll. Dengan kepadatan
menengah sampai tinggi, 300-500 orang/Ha
– Digunakan untuk penduduk yang sudah sebagian besar mempunyai sambungan air limbah dan
jamban/kakus pribadi dengan sistem pembuangan yang memadai
– Pemilihan Lokasi :
• Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 4 %
• Daerah tersebut belum mendapat program, misalnya Program Perbaikan Kampung
Sedangkan ketentuan teknis untuk shallow sewer adalah sebagai berikut.
– Aliran maksimum (hanya lokal) = 3 x Aliran rata-rata;
– Diameter pipa minimum 100 mm;
– Kecepatan minimum 0,50 m/detik;
– Faktor gesekan pipa (FRP) = 0,06; Pipa tanah liat (Vitrified Clay Pipe = 0,06)
– Kemiringan > 2 %
Small bore sewer (SBS) merupakan suatu sistem penyaluran air limbah dengan diameter kecil,
karena zat padat sudah ditampung pada suatu tangki interceptor . Secara umum sistem SBS ini adalah
sebagai berikut.
• Merupakan system saluran air limbah ber kecil ( 100-200 mm)
• Untuk menerima limbah cair, limbah dari tangki septic yang bebas dari benda padat
• Melayani air limbah yang berasal dari :
– Pipa persil;
– Pipa servis menuju ke lokasi pembuangan akhir (IPAL).
• Sistem ini dilengkapi dengan IPAL
• Pemilihan lokasi:
– Pada daerah yang mempunyai kemiringan > 1 %;
– Cocok untuk daerah dengan kepadatan menengah sampai tinggi, 300-500 orang/Ha;
– Daerah tersebut sebagian besar sudah memiliki tangki septik, tapi fasilitas ini tidak
efektif bila permiabilitas tanahnya buruk, tidak ada lahan untuk bidang resapan dan air
tanahnya tinggi
Sedangkan ketentuan teknis pada sistem Small Bore Sewer adalah sebagai berikut.
– Aliran maksimum = 1 x Aliran rata-rata;
– Pipa minimum;
• Sambungan rumah 50 mm;
• Sewer 100 mm.
– Kecepatan minimum tidak ada batas;
– Faktor gesekan pipa, ks : Pipa PVC 0,03, Pipa Beton = 0,15; Fiber Reinforced Pipe (FRP) = 0,06; Pipa
tanah liat (Vitrified Clay Pipe) = 0,06;
– Kemiringan > 2%.
2.4 Permasalahan Pengolahan Air Limbah di Negara Berkembang
Di daerah-daerah sekitar pemukiman, adanya sungai selain sebagai saluran alamiah air, sering
pula pada sungai digunakan sebagai tempat pembuangan air limbah. Aktifitas rumah tangga atau
industri selalu membutuhkan tempat kosong untuk membuang benda-benda tidak berguna, bekas
kegiatannya. Sungai pun tidak terlepas dari sampah yang dihasilkan manusia. Beragam limbah sering
dibuang oleh manusia ke sungai, menjadikan sungai kotor dan keruh.
Air limbah yang dibuang secara langsung ke sungai tanpa proses pengolahan dapat
membahayakan kehidupan biota di dalamnya dan penurunan kualitas air. Disadari atau tidak limbah
detergen yang dihasilkan dari perumahan telah menimbulkan kerusakan yang tidak terlihat.
Umumnya, air tercemar dapat terlihat dari fisiknya, yaitu semula jernih menjadi keruh atau
kehitaman-hitaman bahkan sering menimbulkan bau tidak enak. Masyarakat umumnya tidak
mengetahui dari efek bahaya dari detergen yang dibuang ke sungai. Kurangnya sosialisasi dari
produsen dan pemerintah tentang bahaya dari sisa detergen ke lingkungan memperlihatkan
ketidakpedulian pada masyarakat dan alam. Sekali lagi kepentingan ekonomi dan keuntungan
pribadi menjadi alasan pokok permasalahan tersebut.
Dibandingkan dengan negara maju di Eropa yang membangun tempat pengolahan limbah
rumah tangga pada setiap daerah penduduk, pemerintah Indonesia tidak banyak berbuat apapun.
Memang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan rata-rata pendapatan per kapita
warganya hanya US$ 3.452 per orang per tahun. Sehingga permasalahan dalam rangka mengelola air
buangan domestik masih perlu mendapat perhatian khusus Pemerintah.
BAB IV
PENGELOLAAN AIR LIMBAH DI THAILAND
4.1. Regulasi dan Standar yang ditetapkan Terkait Penanganan Limbah di Negara
Thailand
Murtiiii… tolong akuu.. ada bahan.. tapi ga ngerti nii mau masukin yang mana
4.2 Kelembagaan yang berwenang menangani permasalahan air Limbah di Thailand
Negara Thailand merupakan negara yang menerapkan sistem otonomi daerah, sehingga
dalam organisasi yang ada terdiri dari Local Government Authorithies dan terdapat satu
organisasi yang berada pengawasannya langsung di bawah Minister of Interior yaitu Bangkok
Metropolitan Administration.
Simachaya (2009) melaporkan status pabrik pengolahan air limbah di Thailand. Sekitar 95
pabrik pengolahan air limbah yang telah dibangun (sekitar 3 juta m3/hari dengan kapasitas
pengolahan 22% dari total limbah). Total biaya investasi untuk 95 tanaman adalah 67 miliar
Baht. Bangkok telah memiliki kapasitas terbesar untuk pengolahan air limbah
Berdasarkan data di atas dapat dilihat data instalasi pengolahan air limbah yang ada di
negara Thailand baik itu yang dikelola oleh BMA maupun oleh masing-masing LGAs.
4.2.1 Instalasi Pengolahan Air Limbah di Bawah BMA
Sebuah Studi tentang Thailand Development Research Institute (TDRI) pada tahun 1988
menunjukkan bahwa sumber domestic tercatat sebesar 75% air limbah yang dihasilkan di
Bangkok sementara sumber industri sisanya sebesar 25%. Kemudian pada tahun 1996,
Departemen Pengendalian Polusi (PCD) memperkirakan limbah industri di wilayah Bangkok
menjadi lebih rendah daripada yang diperkirakan oleh rencana sebelumnya (475.980 m3/hari
pada tahun 2000 dan 167.410 m3/hari pada tahun 2016). Hal ini karena pemerintah mendorong
industri untuk kembali direlokasi di luar area Bangkok dengan kebijakan pajak ringan dan
pembebasan bea (Studi untuk Master Plan pengolahan limbah padat/Pembuangan dan Reklamasi
penggunaan air Limbah di Bangkok, 1999). Saat ini, sumber utama pencemaran air di Bangkok
jelas berasal dari sektor domestik.
Berdasarkan data tahun 2009, terdapat 7 rencana pengolahan air limbah yang beroperasi
dibawah kewenangan Bangkok Metropolitan Administration (BMA) seperti Sipraya,
Rattanakosin, Chongnonsi, Nongkham, Tungkru, Dindang dan Jatujak WWTPs. Total daerah
layanan dari tujuh bangunan WWTP tersebut adalah 191,7 km2 atau sekitar 12,22 % dari total
luas kota Bangkok. Sedangkan Total kapasitas pengolahan tersebut adalah 992.000 m3/hari atau
sekitar 40 % dari total volume limbah cair yang dihasilkan di Bangkok. Selain itu, semua system
pengolahan air limbah yang dirancang telah dikombinasikan dengan saluran pembuangan,
dengan kadar BOD yang rendah dari air limbah.
4.3 Jenis teknologi pengolahan air limbah kota di Thailand
Ada lima jenis IPAL yang digunakan di Thailand yaitu kolam stabilisasi, aerated lagoon,
proses lumpur aktif, bangunan wetland, dan rotating biological contactor (RBC). Jumlah
tanaman yang menggunakan setiap pengolahan disajikan pada tabel di bawah ini.
Dari gambar di atas, jenis utama dari teknologi pengolahan air limbah di Thailand adalah kolam
stabilisasi, yaitu sekitar 45% dari semua jenis teknologi pengolahan air limbah. Metode ini
adalah teknologi sederhana dari instalasi pengolahan air limbah. Rincian masing-masing metode
yang disebutkan akan dijelaskan pada bagian berikutnya.
4.3.1 Kolam stabilisasi
Kolam stabilisasi ini juga disebut sebagai teknologi kolam fakultatif, merupakan metode
alami untuk pengolahan air limbah. Kolam stabilisasi terdiri dari cekungan dangkal buatan
manusia yang terdiri dari satu atau beberapa seri anaerob, fakultatif atau kolam pematangan
(maturasi). Perlakuan utama berlangsung di kolam anaerobik, yang terutama dirancang untuk
menghilangkan padatan tersuspensi, dan beberapa elemen larut dari bahan organik (BOD).
Selama tahap pengolahan sekunder di kolam fakultatif, sebagian besar kandungan BOD tersisa
dikeluarkan melalui aktivitas alga dan bakteri heterotrofik. Fungsi utama dari pengolahan limbah
tersier di kolam pematangan (maturasi) adalah penghilangan patogen dan nutrisi (terutama
nitrogen).
4.3.2 Aerated Lagoon
Aerated lagoon ini adalah sebuah kolam pengolahan yang disediakan proses aerasi buatan
untuk proses oksidasi biologis dalam mengolah air limbah. Ada banyak proses biologis lainnya
untuk pengolahan limbah cair, misalnya lumpur aktif, trickling filter, Rotating biological
contactors dan biofilter. Pengolahan tersebut memiliki kesamaan dalam prosesnya yaitu
menggunakan oksigen (atau udara) dan aktivitas bakteri untuk mengolah air limbah secara
biologis.
4.3.3 Lumpur Aktif
Lumpur aktif merupakan proses untuk mengolah limbah dan air limbah industri
menggunakan udara dan padatan biologis terdiri dari bakteri dan protozoa. Proses ini melibatkan
udara atau oksigen yang dimasukkan ke dalam campuran dari pengolahan awal atau penyaringan
limbah atau limbah industri (disebut air limbah mulai dari sekarang) dikombinasikan dengan
organisme untuk mengembangkan padatan biologis, yang mengurangi kandungan organik dari
limbah. Bahan ini, yang mana dalam lumpur yang baik adalah sebuah flok cokelat, sebagian
besar terdiri dari bakteri saprotrophic, tetapi juga memiliki flora protozoa penting terutama
terdiri dari amuba, Spirothichs, Peritrichs termasuk Vorticellids dan berbagai spesies makanan
penyaring lainnya. Konstituen penting lainnya termasuk motil dan Rotifers yang menetap. Dalam
pengolahan lumpur aktif yang kurang, berbagai bakteri berserabut mucilaginous dapat
berkembang termasuk natans Sphaerotilus yang menghasilkan lumpur yang sulit untuk stabil dan
dapat menghasilkan selimut lumpur dekantisasi yang meluber diatas bendung dalam tangki
pengolahan sehingga dapat mencemari kualitas efluen akhir. Bahan ini sering digambarkan
sebagai jamur limbah, namun kelompok jamur ini sebenarnya relatif jarang.
4.3.4. Konstruksi Wetland
Wetland adalah lahan basah buatan, rawa atau danau yang dibuat sebagai habitat baru atau
pemulihan bagi kehidupan alami, untuk pembuangan antropogenik seperti limbah, limpasan air
hujan, atau pengolahan limbah, reklamasi lahan setelah penambangan, kilang, atau ekologi
lainnya yang terganggu seperti yang diperlukan untuk mitigasi lahan basah alami yang hilang
dalam perkembangan. Lahan basah alami bertindak sebagai biofilter, menghilangkan sedimen
dan polutan seperti logam berat dari air, dan konstruksi wetland dapat dirancang untuk meniru
bentuk ini.
4.3.5 Rotating Biological Contactor (RBC)
RBC adalah proses pengolahan biologis yang digunakan dalam pengolahan air limbah
setelah pengolahan pertama. Proses pengolahan pertama menghilangkan pasir dan padatan
lainnya melalui proses penyaringan diikuti dengan waktu pengendapan. Proses RBC
memungkinkan melibatkan air limbah untuk kontak dengan media biologis yang bertujuan untuk
menghilangkan polutan dalam air limbah sebelum dibuang ke lingkungan, biasanya badan air
(sungai, danau atau laut). RBC adalah jenis proses pengolahan sekunder. Pengolahan Ini terdiri
dari serangkaian cakram paralel yang terpasang pada poros yang berputar yang berada tepat di
atas permukaan air limbah. Mikroorganisme tumbuh di permukaan cakram dimana degradasi
biologis dari air limbah polutan berlangsung.
4.4 IPAL ……….
Contoh IPAL.. (terserah Murti)
4.5 Permasalahan Pengelolaan Air Limbah di Thailand Secara Umum
Berdasarkan data yang ada sebanyak 80% dari instalasi pengolahan air limbah perkotaan yang
terbangun di Thailand tidak berfungsi sesuai dengan yang direncanakan, terdapat empat isu dalam
pengelolaan air limbah domestik di Thailand, sebagai berikut (Chevakidagarn, 2006):
Kinerja sistem yang tidak sesuai dengan perencanaan; instalasi pengolahan eksisting biasanya
terlalu besar kapasitasnya dan menggunakan pengolahan lanjutan yang tidak diperlukan jika
dibandingkan dengan aliran masuk yang lebih rendah dari yang diperkirakan karena sistem
pengumpul yang belum seluruhnya terbangun.
Rendahnya kadar BOD5 : Dua hal yang mendasari fenomena ini adalah
bahwa sebenarnya air limbah dari masing-masing rumah telah dipisahkan
antara greywater dan blackwater. Di mana black water dibuang dari toilet
dan mengalir ke septic tank dan overflownya mengalir ke selokan atau
merembes ke dalam tanah, sebagaimana dikontrol oleh regulasi perkotaan.
Grey Water yang mengalir ke saluran tanpa melalui pengolahan. Tingginya
waktu retensi di dalam Septic Tank yang menyebabkan konsentrasi BOD5
yang dibuang ke saluran lebih rendah dari yang seharusnya.
Selain itu, kebanyakan dari sistem penyaluran air limbah di Thailand
menggunakan sistem saluran terbuka yang dibangun sebelum sistem
pengolahan terpusat dibangun. Maka dari itu, merupakan sistem penyaluran air limbah
kombinasi (antara air hujan dan air limbah). Alasan inilah yang menyebabkan rendahnya level
BOD5 dari level yang ditentukan dalam desain yaitu BOD5 (200 mg/L). Berdasarkan hasil survey
level BOD5 selalu di bawah 100 mg/L.
Kekurangan operator yang andal. Setelah konstruksi selesai, instalasi
pengolahan air limbah tersebut dioperasikan oleh organisasi administratif
lokal. Namun, mereka tidak selalu mampu mengoperasikan dan memelihara
pelayanan secara teknis . Beberapa teknisi lokal terampil dalam
mengoperasikan sistem. Mereka tidak bisa menguasai dengan baik dengan
mengenai permasalahan teknik dan ilmiah. Oleh karena itu, pemerintah kota
atau kantor administrasi lokal perlu membuat tambahan kontrak dengan
perusahaan konsultan. Titik lemah adalah bahwa perusahaan konsultan
terkemuka, yang selalu mendapatkan kontrak, yang terletak di Bangkok.
Mereka sering mengirimkan insinyur mereka sekali sebulan untuk merawat
instalasi, hanya untuk memenuhi kriteria kontrak.
Kekurangan dana untuk biaya operasi dan pemeliharaan: Kesulitan
keuangan dan teknis dalam hal operasi dan pemeliharaan terutama pada
bagian instalasi di stasiun pompa dan instalasi pengolahan, merupakan
permasalahan yang serius. Di Negara Thailand, pembiayaan untuk konstruki
dibiayai oleh Pemerintah, tetapi tidak untuk operasi dan pemeliharaan, yang
harus didanai oleh dana pemerintah kota, dan bukan dari Pemerintah Pusat.
Pemerintah daerah harus menyediakan pembiayaan untuk O&M, termasuk
biaya gaji, energi, bahan kimia dan biaya pemeliharaan tahunan.
eningkatan dan Konservasi
Kualitas Lingkungan Nasional Undang-Undang , B.E. 2535 (1992 )
mengumumkan bahwa otoritas lokal instansi pemerintah yang bertanggung
jawab untuk operasi dari instalasi pengolahan air limbah dan harus memiliki
kekuatan dan tugas untuk mengumpulkan biaya layanan , denda ,
dan klaim untuk kerusakan . Biaya layanan harus digunakan sebagai
pengeluaran untuk operasi dan pemeliharaan dari instalasi pengolahan air
limbah terpusat . Namun, saat ini , ada banyak hambatan untuk penegakan
hukum retribusi. Ketidakmengertian untuk kebutuhan retribusi oleh
pengguna adalah kendala utama. Selain itu, politisi lokal takut kehilangan
kepercayaan jika membuat keputusan yang tidak popular. Walupun biaya
yang dikenakan untuk mengolah sangat rendah, misalnya : 2-3 baht/m3
untuk air limbah domestik .
4.5.1 Permasalahan LGAs (LOCAL GOVERNMENTAL AUTHORITIES)
A. Permasalahan Instalasi Pengolahan Air Limbah (WWT)
Dalam mengevaluasi efisiensi kinerja instalasi pengolahan air limbah di Thailand pada
tahun 2003 (Dikutip dalam Simachaya 2009), kondisi dikelompokkan menjadi 4 kelas sesuai
dengan tingkat layanan, yaitu A, B, C dan D. Hasil dari evaluasi disajikan di bawah ini.
Table 4.1 : Status of wastewater treatment in Thailand (Cited in Simachaya, 2009)
Dari apa yang telah disebutkan di atas, ternyata hanya sejumlah kecil dari instalasi
pengolahan air limbah yang berada dalam kondisi baik sedangkan sisanya tidak . Permasalahan
yang LGAs menghadapi dalam mengoperasikan instalasi pengolahan air limbah dijelaskan
sebagai berikut: Peralatan di pabrik perawatan biasanya dalam kondisi rusak dan tidak berfungsi.
terlalu tinggi muka air permukaan dan air tanah yang terinfiltrasi ke dalam sistem pengolahan
juga merupakan salah satu alasan yang menyebabkan masalah. LGAs tidak bisa mengoperasikan
sistem pengolahan secara efektif karena mereka memiliki cukup sedikit keterlibatan dalam
perencanaan dan merancang sistem. LGAs juga tidak memiliki latar belakang dalam pelatihan
operasi dan pemeliharaan sistem . Masalah yang paling penting adalah bahwa dana tersebut tidak
cukup untuk mengoperasikan standar tinggi instalasi pengolahan air limbah di negara ini .
Sebagai contoh, semua pabrik pengolahan air limbah di bawah BMA menghadapi masalah
dengan biaya konsumsi daya , yaitu sekitar 50 % dari total biaya operasi dan perawatan.
Distribusi biaya O & M dari BMA IPAL disajikan pada Gambar X, seperti di bawah ini :
Figure 27: Distribution of operation and maintenance cost in 2002 (BMA, 2002)
B. Tarif/Retribusi Air Limbah
Hal ini bertujuan untuk mendanai pengeluaran LGA 's untuk pengelolaan IPAL yang efektif dan
pengembangan sistem masa depan. Prinsip-prinsip yang digunakan untuk pembangunan tarif meliputi;
Pencemar di bidang layanan IPAL akan menanggung tanggung jawab ini
Tarif awal didasarkan pada biaya O & M tergantung pada jenis IPAL sebagai berikut
Tabel 4.2: Proposed Prices of WWTP (Simachaya, 2009)
Namun, hanya ada tiga LGAs sukses untuk memberlakukan dan menerapkan peraturan tarif, termasuk:
Patong (Phuket province)
o 400 baht /house/year for domestic customer
o 600 baht/room/year for hotel owner
Pattaya (Chonburi province)
o Initial rate is 2.5 baht/m 3 on 2001 and it increase annually 0.25 baht/m 3
Saensuk (Chonburi Province)
o 2.0 baht/m 3 for BOD< 200 mg/L
Faktor-faktor yang membatasi pengembangan tarif dilaporkan termasuk (Simachaya 2009):
Kurangnya komitmen Pemerintah Kerajaan Thailand untuk pelaksanaan tariff
Rasa lemah kepemilikan oleh LGAs mungkin membatasi keterlibatan mereka dalam perencanaan,
pendanaan dan konstruksi, dll
Kurangnya kesediaan untuk membayar dan kemauan untuk membiaya
adanya politisasi proses penetapan tarif
Kemampuan LGAs terbatas, dukungan eksternal diperlukan
4.6 KEMUNGKINAN APLIKASI DARI ( DOWN-FLOW HANGING SPONGE REACTOR )
TEKNOLOGI DHS THAILAND
Pengolahan air limbah kota di Bangkok : sifat-sifat air limbah kota wilayah Bangkok yang berbeda
dari sifat-sifat air limbah kota di Eropa . Konsentrasi organik ( kebutuhan oksigen biologis yaitu: BOD 5)
cukup rendah dan penerapan proses pengobatan konvensional seperti proses lumpur aktif tidak efektif.
DHS proses pengolahan air limbah yang telah menunjukkan kinerja yang lebih baik dari mengobati air
limbah dengan konsentrasi organik rendah mungkin memiliki potensi lebih tinggi untuk mengobati air
limbah ini yang biasanya menunjukkan BOD5 s kurang dari 100 mg / L.
Air kanal di wilayah Bangkok : The saluran air permukaan di wilayah Bangkok sangat tercemar dengan
sumber titik dan titik non berbatasan . Seringkali tingkat kualitas air dari beberapa kanal ini melebihi
standar pembuangan air limbah buangan . Oleh karena itu menggunakan air kanal ini untuk keperluan
produktif seperti mengairi rumput , aplikasi resapan air tanah terbatas . Untuk menghindari kondisi yang
tidak nyaman diciptakan karena kanal-kanal tersebut , pemerintah menerapkan teknik pengobatan
sederhana seperti aerasi. Ada potensi aplikasi teknologi DHS untuk mengobati saluran air permukaan
yang dipilih di wilayah Bangkok dan menggunakan kembali mereka untuk irigasi rumput dan jenis-jenis
kegiatan.
Figure 28: Polluted canals in Bangkok
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. KESIMPULAN
Kualitas air permukaan memburuk di Thailand jelas dihasilkan dari pabrik pengolahan air limbah
tidak efektif. Hampir semua instalasi pengolahan air limbah terpusat yang menghadapi banyak
masalah diperbaiki oleh LGA(s), setelah menerima instalasi pengolahan air limbah dari
pemerintah. Masalah yang paling penting adalah bahwa LGAs kekurangan dana untuk operasi
secara efektif instalasi pengolahan air limbah, di mana bahan kimia, listrik, tenaga kerja, dan
lain-lain yang diperlukan.
Dalam kasus BMA , tidak ada masalah untuk operasi yang efektif dari instalasi pengolahan air
limbah mereka. Namun, pertanyaan yang diajukan adalah "Apakah instalasi pengolahan air
limbah besar memiliki biaya investasi yang tinggi dan operasi pemeliharaan yang diperlukan
untuk pengolahan air limbah yang sedikit tercemar ( BOD rendah 5 nilai)?" Karena pengenceran
air hujan. Selain itu, karena pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang cepat, instalasi
pengolahan air limbah baru diperlukan untuk melayani Volume air limbah yang dihasilkan besar
di masa depan. Biaya modal yang tinggi karena harga tanah dan biaya konstruksi menjadi
keterbatasan yang penting untuk konstruksi mereka. Oleh karena itu, teknologi pengolahan yang
membutuhkan area kecil memiliki peluang yang tinggi untuk implementasi. Selain itu, teknologi
yang menunjukkan biaya operasi dan pemeliharaan rendah termasuk energi yang rendah dan
konsumsi bahan kimia, tidak ada beban pengolahan lumpur dan tidak ada persyaratan staf
berpendidikan tinggi adalah teknologi pengobatan yang paling berkelanjutan untuk LGAs dalam
jangka panjang. Selain itu, teknologi harus efektif dengan BOD5 rendah air limbah yang
dihasilkan di daerah monsun seperti Thailand .
Ada potensi tinggi aplikasi teknologi DHS atas teknologi pengobatan konvensional ( proses
lumpur aktif yaitu ) untuk pengobatan air limbah kota yang memiliki BOD5. Demikian pula
potensi mengolah perairan permukaan yang tercemar dan menggunakan limbah diperlakukan
untuk diolah kembali seperti mengairi rumput di wilayah Bangkok tinggi
5.2 Saran
References
1. BMA (2002). Operation and Maintenance Cost of BMA WWTP in 2002 . Bangkok Metropolitan
Administration.
2. Indexmundi (2011). Thailand Population. Retrieved on February, 2011. Retrieved from:
http://www.indexmundi.com/g/g.aspx?c=th&v=21
3. Klean industries (2010). Market news. Retrieved on February, 2011.
http://www.kleanindustries.com/s/environmental_market_Industry_news.asp?ReportID=2 97894
4. PCD (2009). The presentation in the topic of “The directorate of human settlements Ministry of Public
Works, Indonesia ”. Pollution Control Department (PCD), Ministry of natural Resources and
Environment, Thailand.
5. PCD (2010). The presentation in the topic of “International Conference on Construction and
Environment ”, at Tokyo, Japan, on February 2010. Pollution Control Department (PCD), Ministry of
natural Resources and Environment, Thailand.
6. Simachaya, W. (2009). Wastewater tariffs in Thailand. Ocean & Coastal Management , 52 , 378–
382
7. WQM (2011). Wastewater Treatment Plant. Water Quality Management Office (WQM), Bangkok
Metropolitan Administrati on. Retrieved on February, 2011.
http://dds.bangkok.go.th/wqm/Thai
8. Asian Secretary http://mdgs.un.org/unsd/mdg/Resources/Attach/Capacity/manila/Presentations/
S2_P2.1_1_ASEAN%20Statistical%20Report%20on%20MDGs%20Nove%202011-1.ppt
9. http://www.unicef.org/indonesia/id/UNICEF_Annual_Report_(Ind)_130731.pdf
10. Warr, Peter, 2003. MDG Progress in Southeast Asia: Implications for Child Poverty. John Crawford
Professor of Agricultural Economic. Arndt-Corden Division of Economics, Research School of Pacific and
Asian Studies. Australian National University
11.http://www.sswm.info/sites/default/files/reference_attachments/NATURGERECHTE%20TBW
%202001%20Decentralised%20wastewater%20treatment%20methods%20for%20developing
%20countries.pdf
Daftar Pustaka