Download - Laporan Upaya Pemberantasan Penyakit Menular Dan Tidak Menular

Transcript

Laporan Upaya Pemberantasan Penyakit Menular dan Tidak MenularKUNJUNGAN RUMAH TERHADAP TEMUAN KASUS BARU CAMPAK DI DESA SIDAKATON KECAMATAN TANJUNG

Disusun Oleh:dr. Duhita Ganes P.

Pendamping:dr. Ign. Adhi Pujo Astowo

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIAPUSKESMAS TANJUNG KABUPATEN BREBES2013LEMBAR PENGESAHANLAPORAN F. UPAYA PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR DAN TIDAK MENULARKUNJUNGAN RUMAH TERHADAP TEMUAN KASUS BARU CAMPAK DI DESA SIDAKATON KECAMATAN TANJUNG

Brebes, Desember 2013

Peserta Program Internsip Dokter Indonesia

dr. Duhita Ganes PrabaningswastiPendamping Program Internsip Dokter Indonesia

dr. Ign. Adhi Pujo AstowoNIP: 19720229 200212 1 002

BAB ILATAR BELAKANG

Campak adalah suatu penyakit akut yang sangat menular yang disebabkan oleh virus (Widoyono, 2005). Campak juga disebut rubeola, morbili atau measles. Campak biasanya menyerang anak-anak berusia 5-10 tahun sebelum pengguna vaksin campak. Setelah masa imunisasi (mulai tahun 1977), penyakit ini sering menyerang anak usia remaja dan orang dewasa muda yang tidak mendapat vaksinasi sewaktu kecil atau yang diimunisasi pada saat usianya lebih dari 15 bulan (Setiawan, 2008). Campak biasanya menyerang anak-anak dengan derajat ringan sampai sedang. Campak dapat meninggalkan gejala sisa kerusakan neurologis akibat peradangan otak (ensefalitis) (Widoyono, 2005). Diperkirakan sekitar 76% orang yang rentan dalam rumah tangga akan menderita penyakit bila terpapar virus campak.Pada sidang CDC/PAHO/WHO, tahun 1996 menyimpulkan bahwa penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host)/reservoir campak hanya pada manusia, serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85%, dan diperkirakan eradikasi dapat dicapai 10-15 tahun setelah eliminasi. Pada Technical Consultative Groups (TCG) Meeting, di Dakka, Bangladesh tahun 1999, menetapkan bahwa reduksi campak di Indonesia berada pada tahap reduksi dengan pencegahan kejadian luar biasa (KLB).Di Indonesia sendiri, pada tahun 2012, dilaporkan terdapat 15.987 kasus campak dari 32 provinsi yang melaporkan adanya kasus. Jumlah kasus meninggal sebanyak 4 kasus, yang dilaporkan dari 2 provinsi, yaitu Kalimantan Barat 3 kasus dan Sulawesi Selatan 1 kasus. Incidence Rate pada tahun 2012 sebesar 6,5 per 100.000 penduduk, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2011 yang sebesar 9,22 per 100.00 penduduk.

BAB IIPERMASALAHANBerdasarkan profil kesehatan Jawa Tengah tahun 2012, jumlah kasus Campak di Provinsi Jawa Tengah tahun 2012 sebanyak 18 kasus (positif campak) sedangkan campak klinis (suspect) sebanyak 416 kasus, lebih sedikit dibanding tahun 2011 (1.873 kasus). Kasus campak positif terbanyak terdapat di Kabupaten Jepara (3 kasus). Terdapat 29 Kabupaten/Kota yang tidak terdapat kasus campak. Penemuan kasus campak selama lima tahun terakhir dapat dilihat pada gambar berikut.

Campak merupakan penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Status imunisasi campak pada suatu daerah menentukan faktor risiko penularan campak dan terjadinya KLB campak. Status imunisasi campak di wilayah kerja puskesmas Tanjung secara kumulatif sampai dengan November 2013 yaitu sebesar 71%, masih jauh dari target yaitu 95%. Di Puskesmas Tanjung sendiri, Pada tahun 2012 tidak ditemukan kasus baru campak. Adanya temuan kasus baru campak tentunya perlu ditindaklanjuti supaya tidak terjadi KLB campak.

BAB IIITINJAUAN PUSTAKAA. PENYAKIT CAMPAK1. Definisi a. Kasus Campak KlinisKasus dengan gejala bercak kemerahan di tubuh berbentuk makulo papular selama 3 hari atau lebih disertai panas badan 38 derajat C atau lebih (teraba panas) dan disertai salah satu gejala batuk pilek atau mata merah (WHO).b. Kasus Campak KonfirmasiKasus campak klinis disertai salah satu kriteria : Pemeriksaan laboratorium serologis (IgM positip atau kenaikan titer antibodi 4 kali) dan atau isolasi virus campak positip. Kasus campak yang mempunyai kontak langsung (hubungan epidemiologi) dengan kasus k onfirmasi, dalam periode waktu 1-2 minggu.2. EtiologiPenyakit ini disebabkan oleh virus campak dari famili Paramyxovirus genus Morbilivirus. Virus ini merupakan virus RNA serat negatif yang berenvelop (Soedarto, 2007). RNA virus ini mempunyai 2 fungsi yaitu 1).Sebagai template/cetakan untuk mensintesis mRNA 2).Sebagai template/ cetakan untuk mensintesis serat anti genom (+). Virus campak dapat bertahan selama beberapa hari pada temperatur 0oC dan selama 15 minggu pada sediaan beku. Di luar tubuh manusia virus ini mudah mati. Pada suhu kamar sekalipun, virus ini akan kehilangan infektivitasnya sekitar 60% selama 3-5 hari. Virus ini mudah hancur oleh sinar ultraviolet (Madsen, 2007).3. PenularanVirulensi campak sangat tinggi terutama pada anak yang rentan dengan kontak keluarga yang menderita campak. Campak dapat ditularkan melalui droplet di udara oleh penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai 4 hari sesudah munculnya ruam. Masa inkubasinya antara 10-12 hari (Mandal, 2006). Ibu yang pernah menderita campak akan menurunkan kekebalannya kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta, dan kekebalan ini bisa bertahan sampai bayinya berusia 4-6 bulan. Pada usia 9 bulan bayi diharapkan membentuk antibodinya sendiri secara aktif setelah menerima vaksinasi campak. Dalam waktu 12 hari setelah infeksi campak sampai puncak titer sekitar 21 hari, IgM akan terbentuk dan akan cepat menghilang untuk kemudian digantikan oleh IgG (Setiawan, 2008). Menurut Mandal (2008) kekebalan setelah infeksi alami akan berlangsung seumur hidup.4. Tanda dan GejalaSekitar 10 hari setelah infeksi akan muncul demam yang biasanya tinggi, diikuti dengan koriza/pilek, batuk dan peradangan pada mata (Barlow, 2006). Menurut Widoyono. (2005) gejala penyakit campak dikategorikan dalam tiga stadium:a. Stadium masa inkubasi, berlangsung 10-14 hari.b. Stadium masa prodromal.Biasanya berlangsung 2-5 hari. Gejala utama yang muncul adalah demam yang terus meningkat hingga mencapai puncaknya suhu 39,440,6oC pada hari ke 4 atau 5 yaitu pada saat ruam muncul. Selain itu biasanya terdapat lemas,anoreksia, batuk yang makin berat, koriza/pilek, peradangan mata dan muncul bercak putih pada mukosa pipi yang merupakan tanda diagnostik dini penyakit campak yang disebut Kopliks spots. Bercak koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dikelilingi eritema. Kopliks spot pertama muncul pada mukosa pipi yang berhadapan dengan molar, selanjutnya menyebar dengan arah sentrifugal dan menutupi seluruh permukaan mukosa pipi dan labialis.c. Erupsi (Rash)Terjadinya eritema berbentuk makulopapular disertai meningkatnya suhu badan. Ruam ini muncul pertama kali pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga kemudian menyebar dengan cepat pada seluruh muka, leher, lengan atas dan bagian atas dada pada sekitar 24 jam pertama. Selama 24 jam berikutnya ruam menyebar ke seluruh punggung, abdomen, seluruh lengan, dan paha. Menurut Rosenman (2009) ruam tersebut dapat bertahan selama 5-6 hari. Suhu meningkat dengan mendadak ketika ruam muncul dan sering mencapai 40C. Dapat timbul batuk dan diare yang berat, sehingga anak bisa mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Tidak jarang pula disertai muntah, anoreksia dan perdarahan ringan pada kulit. 2 hari kemudian biasanya suhu akan menurun dan gejala penyakit mereda. Ruam kulit akan mengalami hiperpigmentasi (berubah warna menjadi lebih gelap) dan mungkin mengelupas. Keterlibatan jaringan limfe secara menyeluruh dapat mengakibatkan terjadinya limfadenopati, splenomegali ringan dan apendisitis.5. DiagnosisPenyakit campak dapat didiagnosis berdasarkan gejala klinis yang klasik menurut CDC (Centre for Disease Control and Prevention) dengan kriteria sebagai berikut: a. Terdapat ruam papulomakuler menyeluruh yang terjadi dalam waktu 3 hari atau lebih.b. Demam 38,3oC (101oF).c. Terdapat salah satu dari gejala berikut, batuk, koriza/pilek atau konjungtivitis (Setiawan, 2008).Tetapi menurut Soedarto (2007) gejala klinis pada penyakit campak sering mengalami modifikasi misalnya penyakit campak dapat timbul tanpa disertai demam dan tanpa timbul ruam-ruam pada kulit. Hal seperti ini sering terjadi pada anak atau bayi yang sangat muda, penderita dengan immunocompromised, anak dengan malnutrisi atau bisa pada anak yang sebelumnya telah mendapat imunisasi campak. Karena banyak penderita menunjukkan gejala yang tidak jelas, maka untuk memastikan diagnosis perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium (Setiawan, 2008).6. PengobatanPenatalaksanaan menurut Barlow (2006):a. Farmakologi SimtomatikParasetamol untuk menurunkan demam dosis 10-15mg/kg BB. Vitamin A dosis 400.000 IU, untuk reepitelisasi.b. Non Farmakologi Bed rest, pasien campak harus diisolasi karena penyakit ini sangat infeksius. Pemberian nutrisi dan cairan yang cukup.7. Pencegahana. Imunisasi aktifDiberikan vaksin campak pada umur 9 bulan dan 6 tahun dengan dosis 1000 TCID50 atau sebanyak 0,5 ml secara subkutan.b. Imunisasi Pasif (Imunoglobulin)Indikasi : Anak usia > 12 bulan dengan immunocompromised belum mendapat imunisasi, kontak dengan pasien campak, dan vaksin MMR merupakan kontraindikasi. Bayi berusia < 12 bulan yang terpapar langsung dengan pasien campak mempunyai resiko yang tinggi untuk berkembangnya komplikasi penyakit ini, maka harus diberikan imunoglobulin sesegera mungkin dalam waktu 7 hari paparan. Setelah itu vaksin MMR diberikan sesegera mungkin sampai usia 12 bulan, dengan interval 3 bulan setelah pemberian imunoglobulin (Meldgaard, 2006).B. TAHAPAN PEMBERANTASAN CAMPAKWHO mencanangkan beberapa tahapan dalam upaya pemherantasan campak, dengan tekanan strategi yang berbeda-beda pada setiap tahap yaitu : 1. Tahap Reduksi Tahap ini dibagi dalam 2 tahap : a. Tahap pengendalian campak Pada tahap ini ditandai dengan upaya peningkatan cakupan imunisasi campak rutin dan upaya imunisasi tambahan di daerah dengan morbiditas campak yang tinggi. Daerah-daerah ini masih merupakan daerah endemis campak, tetapi telah terjadi penurunan insiden dan kematian, dengan pola epidemiologi kasus campak menunjukkan 2 puncak setiap tahun. b. Tahap Pencegahan KLB Cakupan imunisasi dapat dipertahankan tinggi > 80% dan merata, terjadi penurunan tajam kasus dan kematian, insiden campak telah bergeser kepada umur yang lebih tua, dengan interval KLB antara 4-8 tahun. 2. Tahap Eliminasi Cakupan imunisasi sangat tinggi > 95% dan daerah-daerah dengan cakupan imunisasi rendah sudah sangat kecil jumlahnya. Kasus campak sudah jarang dan KLB hampir tidak pernah terjadi. Anak-anak yang dicurigai rentan (tidak terlindung) harus diselidiki dan diberikan imunisasi campak. 3. Tahap Eradikasi. Cakupan imunisasi sangat tinggi dan merata, serta kasus campak sudah tidak ditemukan. Transmisi virus campak sudah dapat diputuskan, dan negara-negara di dunia sudah memasuki tahap eliminasi.C. STRATEGI REDUKSI CAMPAKStrategi reduksi campak di Indonesia meliputi : 1. Imunisasi rutin pada bayi 9-11 bulan (UCI desa > 80%) 2. Imunisasi tambahan (suplemen) 3. Surveilans (Surveilans rutin,SKD-respon KLB & Penyelidikan KLB). 4. Tata laksana kasus (case management) 5. Pemeriksaan Laboratorium 6. Penanggulangan KLB.D. PENYELIDIKAN DAN PENANGGULANGAN KLBCampak dinyatakan sebagai KLB apabila terdapat 5 atau lebih kasus klinis dalam waktu 4 minggu berturut-turut yang terjadi mengelompok dan dibuktikan adanya hubungan epidemiologis. Dalam tahap reduksi campak maka setiap KLB campak harus dapat dilakukan penyelidikan epiderniologi balk oleh surveilans puskesmas maupun bersama-sama dengan surveilans dinas kesehatan. lndikasi penyelidikan KLB Campak dilakukan apabila hasil pengamatan SKD KLB/PWS kasus campak ditemukan indikasi adanya peningkatan kasus dan penyelidikan Pra KLB menunjukkan terjadi KLB, atau adanya laporan peningkatan kasus atau kematian campak dari rnasyarakat, media masa dll. Strategi penanggulangan KLB Campak : 1. Penyelidikan Epidemiologi KLB campak KLB campak harus segera diselidiki untuk melakukan diagnosa secara dini (early diagnosis), agar penanggulangan dapat segera dilaksanakan. 2. Penanggulangan KLB campak Penanggulangan KLB campak didasarkan analisis dan rekomendasi hasil penyelidikan KLB campak, dilakukan sesegera mungkin agar transmisi virus dapat dihentikan dan KLB tidak meluas serta rnembatasi jumlah kasus dan kematian. KLB campak harus segera didiagnosa secara dini (early diagnosis) dan segera ditanggulangi (out break respons) agar KLB tidak meluas dan membatasi jumlah kasus dan kematian. 3. Pemeriksaan Laboratorium Untuk mendukung diagnosa campak pada saat KLB, maka perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu dengan mengambil spesimen darah sebanyak 10-15 penderita baru, dan waktu sakit kasus kurang dari 21 hari, serta beberapa sampel urine kasus campak untuk isolasi virus.BAB IVINTERVENSI

Metode yang digunakan yaitu kunjungan rumah ke dua temuan kasus baru campak di Desa Sidakaton Kecamatan Tanjung. Kunjungan rumah bertujuan untuk menilai kondisi pasien pasca rawat inap di Puskesmas dan mencari risiko penularan di lingkungan pasien.Pelaksanaan KegiatanHari/Tanggal: Rabu, 18 Desember 2013Tempat: Rumah An. N dan An. R di desa Sidakaton Kecamatan Tanjung Kabupaten BrebesKegiatan: a. Perkenalan dan penyampaian tujuan dilakukannya kunjungan rumahb. Tanya jawab tentang kondisi pasien pasca perawatan di Puskesmas dan faktor-faktor risiko penularanc. Diskusi dan edukasid. Dokumentasi

BAB VPEMECAHAN MASALAH

I. DATA KUNJUNGAN RUMAH AN. NNama: An. NUmur: 8 bulan Alamat: Desa Sidakaton, Kecamatan TanjungNama Ibu: Ny. DNama Ayah : Tn. A

a. Riwayat PenyakitBerdasarkan tanya jawab dengan ibu An. N, gejala awal yang muncul adalah demam tinggi, disertai batuk dan pilek. An. N kemudian dibawa periksa ke dokter, tetapi setelah itu muncul bintik-bintik merah dan mata bengkak, merah, dan berair. Munculnya bintik-bintik merah pertama kali di leher dan belakang telinga, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Pasien kemudian dirawat di Puskesmas Kecipir pada tanggal 5-8 Desember 2013. Pada tanggal 9 Desember pasien mendapat suplemen vitamin A dan diambil darah di Puskesmas Tanjung untuk dikirim ke dinas kesehatan. Saat kunjungan rumah, bintik merah pada pasien sudah hilang dan gerak geriknya aktif.b. Riwayat ImunisasiAn. N telah mendapat imunisasi BCG, polio, hepatitis, dan DPT lengkap. Imunisasi campak belum diberikan karena masih berusia 8 bulan.c. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit campak pada keluarga: disangkal Riwayat penyakit lain disangkald. Lingkungan Fisik, Keluarga, dan Sosial Lingkungan FisikPasien tinggal di rumah dengan bangunan permanen, dinding tembok, lantai keramik, dan beratap genting. Ventilasi dan pencahayaan cukup, sirkulasi udara cukup baik. Rumah pasien sudah memiliki WC sendiri dan mengguanakan air sumur sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Lingkungan KeluargaPasien tinggal serumah dengan ayah, ibu, seorang kakak kandung, seorang bibi, seorang paman, dan tiga orang sepupu. Artinya, terdapat 2 balita dan 1 anak-anak dalam satu rumah yang memiliki kontak dengan pasien. Tentunya saudara dan sepupu An. N tersebut memiliki risiko tertular campak. Untungnya saudara dan sepupu An. N sudah mendapat imunisasi campak. Lingkungan SosialPasien sering diajak berbelanja oleh ibunya. Selain itu, ibu pasien sering membawa pasien mengikuti pengajian, arisan, atau menengok tetangga yang sakit.II. DATA KUNJUNGAN RUMAH AN. RNama: An. RUmur: 8 bulan Alamat: Desa Sidakaton, Kecamatan TanjungNama Ibu: Ny. RNama Ayah : Tn. J e. Riwayat PenyakitBerdasarkan tanya jawab dengan ibu An. R, gejala awal yang muncul adalah demam tinggi, disertai batuk, pilek, dan diare. An. R kemudian dibawa ke IGD Puskesmas Tanjung dan dirawat. Pada hari kedua dirawat, muncul bintik-bintik merah dan mata bengkak, merah, dan berair. Munculnya bintik-bintik merah pertama kali di dahi dan leher, kemudian menyebar ke seluruh tubuh. Pasien dirawat di Puskesmas Tanjung pada tanggal 2-6 Desember 2013. Pada tanggal 9 Desember pasien disarankan untuk diambil darah di Puskesmas Tanjung untuk dikirim ke dinas kesehatan tetapi Orang tua pasien keberatan karena merasa sudah diambil darah saat dirawat. Walaupun petugas sudah menjelaskan bahwa sampel darah ini akan dikirim ke dinas kesehatan tetapi orang tua pasien tetap menolak. Saat kunjungan rumah, bintik merah pada pasien masih ada dan gerak geriknya aktif.f. Riwayat ImunisasiAn. R telah mendapat imunisasi BCG, polio, hepatitis, dan DPT lengkap. Imunisasi campak belum diberikan karena masih berusia 8 bulan.g. Riwayat Penyakit Keluarga Riwayat penyakit campak pada keluarga: disangkal Riwayat penyakit lain disangkalh. Lingkungan Fisik, Keluarga, dan Sosial Lingkungan FisikPasien tinggal di rumah dengan bangunan permanen, dinding tembok, lantai keramik, dan beratap genting. Ventilasi dan pencahayaan cukup, sirkulasi udara cukup baik. Rumah pasien sudah memiliki WC sendiri dan mengguanakan air sumur sebagai sumber air untuk keperluan sehari-hari. Lingkungan KeluargaPasien tinggal serumah dengan ayah, ibu, dan nenek pasien. Tidak ada balita lain yang tinggal serumah dengan An. R. Lingkungan SosialNenek pasien memiliki warung yang menjual kebutuhan sehari-hari dan sayur-mayur. Ibu pasien sering menunggu warung bersama pasien. Pembeli yang datang ke warung terkadang membawa anak-anak dan balita saat berbelanja. Hal ini tentunya menjadi risiko penularan campak.III. RANTAI PENULARAN CAMPAK PADA AN. N DAN AN. R

An. TPenderita yang pertama kali menunjukkan gejala campak adalah An. T (6 tahun). An. T bukanlah penduduk asli desa Sidakaton. An. T berasal dari Jakarta, dan tinggal untuk sementara di rumah neneknya di Desa Sidakaton karena rumah di Jakarta sedang di renovasi. Rumah An T dan An. R berhadap-hadapan. Sebelum menunjukkan gejala penyakit, An. T diajak ibunya ke rumah An. R. Pada hari itu, An. T dan An. R bermain bersama selama beberapa jam sambil menunggu ibunya bekerja. Saat An. T sakit, ibu An. N pernah membawa An. N menjenguk An. T dan pernah membawa An. N berbelanja ke rumah An R. Setelah sembuh, An. T langsung kembali ke Jakarta sehingga tidak bisa dilakukan kunjungan rumah.

bermain bersamamembesuk

berbelanjaAn. RAn. N

BAB VIKESIMPULAN

Penyakit campak merupakan penyakit yang sangat menular. Virulensi campak sangat tinggi terutama pada anak yang rentan dengan kontak keluarga yang menderita campak. Campak dapat ditularkan melalui droplet di udara oleh penderita sejak 1 hari sebelum timbulnya gejala klinis sampai 4 hari sesudah munculnya ruam. Penyakit campak dapat dieradikasi, karena satu-satunya pejamu/reservoir campak hanya pada manusia, serta tersedia vaksin dengan potensi yang cukup tinggi yaitu effikasi vaksin 85%. Program imunisasi campak di Indonesia dimulai sejak tahun 1982, tetapi sampai saat ini penyakit campak di Indonesia masih belum dapat di eliminasi. Untuk mencegah penyakit campak, diperlukan imunisasi karena pengobatan campak saat ini hanyalah pengobatan simptomatis, belum bersifat kausatif. Sayangnya, cakupan imunisasi campak di Puskesmas Tanjung belum memenuhi target. Hal ini tentunya perlu ditingkatkan supaya penyakit campak dapat dicegah dan dikendalikan. Perlu diperhatikan juga apabila ditemukan satu kasus pada desa dengan cakupan tinggi (>90%), rnasih perlu diwaspadai pula mengingat adanya kemungkinan kesalahan rantai dingin vaksin atau karena cakupan imunisasi yang kurang dipercaya.Untuk ke depannya, dibutuhkan upaya peningkatan cakupan imunisasi dasar lengkap dan peningkatan UCI. Penyuluhan rutin tentang imunisasi juga diperlukan supaya para orangtua mau mengimunisasi anak-anaknya.DAFTAR PUSTAKA1. Barlow, EW dkk. 2006. The Risk of Seizures After Receipt of Whole-Cell Pertussis or Measles, Mumps and Rubella Vaccine. N Engl J Med, Vol. 345, No. 9.2. Padri, Salma. 2006. Efikasi Vaksin Campak pada Balita (15-59 bulan).Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI.3. Rosenman, M dkk. 2009. Global Measles Mortality 20002008. PubMed, Vol. 58 / No. 47. 1321-1326.4. Setiawan, I Made. 2008. Penyakit Campak. Jakarta: Sagung Seto.5. Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya: Airlangga University Press.6. Widoyono. 2005. Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan Pembeantasannya. Jakarta: Erlangga.7. Meldgaard, Kreesten. 2006. A Population-Based Study Of Measles, Mumps, And Rubella Vaccination And Autism. N Engl J M ed, Vol. 347, N o. 19.8. Depkes RI. 2012. Profil Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Kemenkes RI9. Dinkes Jateng. 2012. Profil Kesehatan Jawa Tengah 2012. Semarang: Dinkes Prov. Jateng10. Depkes RI. Pedoman SKD KLB Campak. Jakarta: Kemenkes RI.