LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
CEREBRAL PALSY
DISUSUN OLEH:
WAHYUDI QORAHMAN
NIM : 2010.C.02a.0080
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN EKA HARAP
PALANGKA RAYA
2015
A. KONSEP DASAR
1. DEFINISI
Cerebral palsy ialah suatu gangguan nonspesifik yang disebabkan oleh
abnormalitas system motor piramida (motor kortek,basal ganglia dan otak kecil)yang
ditandai dengan kerusakan pergerakan dan postur pada serangan awal (Suriadi Skep :
2006).
Cerebral palsy adalah kerusakan jaringan otak yang kekal dan tidak
progresif,terjadi pada waktu masih muda (sejak dilahirkan) serta merintangi
perkembangan otak normal denga gambaran klinik dapat berubah selama hidup dan
menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan,disertai kelainan neurologis
berupa kelumpuhan spastis ,gangguan ganglia basal dan sebelum juga kelainan
mental (Ngastiyah : 2000)
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan sebagai
kelainan postur dan gerakan non-progresif,sering disertai dengan epilepsy dan
ketidak normalan bicara,penglihatan, dan kecerdasan akibat dari cacat atau lesi otak
yang sedang berkembang (Behrman:1999).
Jadi dapat disimpulkan, Cerebral Palsy ialah suatu keadaan kerusakan jaringan
otak yang kekal dan tidak progresif, terjadi pada waktu masih muda (sejak
dilahirkan) dan merintangi perkembangan otak normal dengan gambaran klinis dapat
berubah selama hidup dan menunjukkan kelainan dalam sikap dan pergerakan,
disertai kelainan neurologis berupa kelumpuhan spastis, gangguan ganglia, basal,
cereblum dan kelainan mental.
2. ETIOLOGI
Penyebab dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
a. Pranatal
Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin,
misalnya oleh lues, toksoplasmosis, rubela dan penyakit iklusi sitomegalik. Kelainan
yang menyolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental. Anoxia dalam
kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan
“cerebral palsy”.
b. Perinatal
1) Anoksia / hipoksia
Penyebab yang terbanyak ditemukan dalam masa perinatal ialah brain injury.
Kelainan inilah yang menyebabkan anoksia. Hal ini terdapat pada keadaan persentase
bayi abnormal, disproporsi sefalo-pelviks, partus lama, plasenta previa, infeksi
plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu dan lahir dengan sectio
caesar.
2) Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat terjadi bersama-sama, sehingga sukar
membedakannya, misalnya perdarahan yang mengelilingi batang otak, mengganggu
pusat pernafasan dan peredaran darah, sehingga terjadi anoksia. Perdarahan dapat
terjadi di ruang subaraknoid akan menyebabkan penyumbatan CSS, sehingga
mengakibatkan hidrocefalus. Perdarahan di subdural dapat menekan korteks serebri,
sehingga timbul kelumpuhan spastis.
3) Prematuritas
Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih
banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor
pembekuan darah dan lain-lain masih belum sempurna.
4) Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang
kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada kelainan
inkompatibilitas golongan darah.
5) Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa“cerebral palsy”.
c. Pascanatal
Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan „cerebral palsy‟. Misalnya pada trauma kapitis, meningitis ensefalitis
dan luka parut.
3. PATHWAY
4. GEJALA KLINIS
Gangguan motorik berupa kelainan dan lokalisasi serta kelainan bukan motorik yang
menyulitkan gambaran klinis „cerebral palsy‟.
a. Spastisitas
Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan
refleks Babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang
meskipun penderita dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya
pada suatu gabungan otot, karena itu tampak sikap yang khas dengan kecendrungan
terjadi kontraktur. Golongan spastitis ini meliputi 2/3 – ¾ penderita „cerebral palsy‟
Bentuk kelumpuhan spastitis tergantung kepada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
1) monoplegia/monoparesis
kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih
hebat dari yang lainnya
2) hemiplegia/diparesis
kelumpuhan lengan dan tungkai dipihak yang sama
3) diplegia/diparesis
kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat dari pada
lengan
4) tetraplegia/tetraparesis
Kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya
dibandingkan dengan tungkai
b. Tonus otot yang berubah
Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flasio dan berbaring
seperti kodok terlentang, sehingga tampak seperti kelainan pada „lower motor
neuron‟.
c. Koreo-atetosis
Kelainan yang khas ialah sikap yang abnormal dengan pergerakan yang
terjadi sendirinya („involuntary movement‟).
d. Ataksia
Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flasid
dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat.
e. Gangguan pendengaran
Terdapat pada 5 – 10% anak dengan „cerebral palsy‟. Gangguan berupa
kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-
kata. Terdapat pada golongan koreo- atetosis.
f. Gangguan bicara
Disebabkan oleh gangguan pendengaran atau retardasi mental.
Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar
mengontrol otot-otot tersebut, sehingga anak sulit membentuk kata-kata dan sering
tampak anak berliur.
g. Gangguan mata
Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refraksi.
Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% derita „cerebral
palsy‟ menderita kelainan mata.
5. PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
“cerebral palsy‟ ditegakkan
b. Fungsi lumbal harus dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
penyebabnya suatu proses degeneratif. Pada „cerebral palsy‟, CSS normal.
c. Pemeriksaan EGG dilakukan pada penderita kejang atau pada golongan
hemiparesis baik yang disertai kejang maupun yang tidak.
d. Foto rontgen kepala
e. Penilaian psikologis perlu kerjakan untuk tingkat pendidikan yang dibutuhkan.
f. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi
mental.
6. PENGOBATAN
Pengobatan khusus tidak ada, hanya simtomatik. Pada keadaan ini perlu
kerjasama yang baik dan merupakan suatu „team‟ antara dokter anak, neurolog,
psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli ortopedi, psikologi, fisioterapi,
„occupational therapist‟, pekerja sosial, guru sekolah luar biasa dan orang tua
penderita.
Selain itu dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti di bawah ini:
a. Fisioterapi
b. Pendidikan
c. Obat-obatan
7. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan terdiri dari:
a. Non pembedahan: Pemberian acetazolamide, isosorbide atau furosemid
mengurangi produksi cairan setebrospinal.
b. Pembedahan: Pengangkatan penyebab obstruksi misalnya: Neoplasma, kista, atau
hematom, pemasangan shunt yang bertujuan untuk mengalirkan cairan
serebrospinal yang berlebihan dari ventrikel ke ruang ekstra kranial, misalnya
kerongga peritonium, atrium kanan, dan rongga pleural
BAB II
PROSES KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identifikasianak yang mempunyai resiko
2. Jenis kelamin : Laki-laki lebih banyak daripada wanita
3. Kaji iritabel anak, kesukaran dalam makan, perkembangan terlambat,
perkembangan pergerakan kurang, postur tubuh yang abnormal, refleks bayi
persisten, ataxic, kurangnya tonus otot.
4. Monitor respon untuk bermain
5. Kap fungsi intelektual
a. Pemeriksaan Fisik
1) Muskuluskeletal : spastisitas, Ataksia
2) Neurosensory : gangguan menangkap suara tinggi, Gangguan bicara, Anak
berliur, Bibir dan lidah terjadi gerakan dengan sendirinya, Strabismus
konvergen dan kelainan refraksi
3) Eliminasi : konstipasi
4) Nutrisi : intake yang kurang
b. Pemeriksaan Laboraturium dan Penunjang
1) Pemeriksaan pendengaran ( untuk menentukan status pendengaran )
2) Pemeriksaan penglihatan ( untuk menentukan status fungsi penglihatan )
3) Pemeriksaan serum, antibody : terhadap rubela, toksoplasmosis dan herpes
4) MRI kepala / CT scan menunjukkan adanya kelainan struktur maupun
kelainan bawaan : dapat membantu melokalisasi lesi, melihat ukuran / letak
vertikal.
5) EEG : mungkin terlihat gelombang lambat secara fokal atau umum
( ensefalins ) / volsetasenya meningkat ( abses )
6) Analisa kromosom
7) Biopsi otot
8) Penilaian psikologik
B. DIAGNOSA DAN INTERVENSI KEPERAWATAN
1. Gangguan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular dengan kelemahan otot.
TUJUAN:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 5 kali pertemuan
mobilisasi anak membaik.
KRITERIA HASIL:
- Keseimbangan tubuh
- Perpindahan otot
- Jalannya
INTERVENSI:
1. Terapi mobilitas
R: mengurangi resiko dekubitus
2. ikut serta memindahkan untuk mengurangi risiko kolaborasi dengan terapi
fisik
R: untuk melatih kemampuannya
3. motifasi pasien untuk pemulihan
R: motifasi untuk memberikan dukungan agar tidak putus asa
4. jelaskan kepada pasien atau keluarga tentang tujuan dan rencana untuk ikut
serta latihan gerak badan
R: agar keluarga dapat mempraktikkan sendiri dan mengajar anaknya ketika
bersama
5. monitor lokasi dan kegelisahan atau aktivitas untuk pengalihan nyeri
R: cara untuk mengalihkan nyeri
6. beri pakaian pasien yang tidak membatasi
R: agar pasien leluasa dalam bergerak
7. beri PROM atau gerakan AROM
R: kolaborasi
2. Risiko injuri b.d ifeksi pada otak besar dan pergerakan yang tidak terkontan.
TUJUAN:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam
diharapkan keamanan diri pasien terjamin
KRITERIA HASIL :
- Deskripsi langkah-langkah untuk mengurangi risiko cedera disengaja
- Deskripsi ukuran untuk mencegah jatuh
- Deskripsi tingkah laku yang beresiko tinggi
INTERVENSI:
1. identifikasi tingkah laku dan faktor yang dapat menyebabkan resiko jatuh
R: untuk mengetahui faktor2 yang menyebabkan resiko jatuh agar dapat
meminimalkan resiko jatuh
2. identifikasi karakteristik dari lingkungan yang dapat meningkatkan potensial
untuk jatuh
R: untuk mengetahui lingkungan yang berbahaya untuk pasien sehingga
dapat menghindari lingkungan tersebut
3. ajarkan pasien bagaimana cara jatuh yang dapat meminimalkan cedera
R: untuk meminimalisasi cedera, agar tidak terlalu parah
4. ajarkan anggota keluarga tentang faktor resiko jatuh dan bagaimana mereka
dapat menurunkan resiko
R: agar keluarga mengetahui faktor2 yang dapat memberikan resiko pasien
untuk jatuh, sehingga harapannya keluargaa dapat menghindarkan pasien
dari faktor resiko jatuh
5. sarankan adaptasi rumah untuk meningkatkan keamanan
R: supaya keamanan pasien terjamin
3. Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d gangguan sistem
nervous.
TUJUAN:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi klien seimbang/adekuat.
KRITERIA HASIL :
Pemasukan vitamin, karbohidrat, kalsium, protein dan kalori adekuatINTERVENSI:
1. Monitor makanan atau cairan dan pemasukan kalori harian bila diperukan
R: Untuk mengetahui apakah nutrisi pada anak terpenuhi atau tidak
2. Pilih suplemen yang tepat
R: Untuk menambah nafsu makan
3. Anjurkan makan yg tinggi kalsium
R: Untuk meningkatkan kebutuhan kalsium dan gizi seimbang
4. Kaji nutrisi makanan yg lengkap
R: Untuk mengetahui status gizi anak
5. Anjurkan pasien duduk setelah makan
R: Agar makanan yang sudah ada di lambung tidak dikeluarkan kembali/ di
muntahkan
6. Anjurkan pemasukan makanan yang tinggi potasium secara tepat
R: Untuk melengkapi gizi seimbang
7. Berikan pasien dan keluarga sampel diet pada cerebral palsy
R: Keluarga dapat menyiapkan menu sesuai dengan kebutuhan anak
8. Pastikan diet mengandung yang tinggi serat untuk mencegah konstipasi
R: Untuk mencegah konstipasi
9. Atur pola makan
R: Pola makan yang teratur agar pemenuhan kebutuhan nutrisi pada anak
terpenuhi.
10. Sediakan pasien dengan makanan yang tinggi protein, kalori, kolaborasi
dengan ahli nutrisi dan minuman yang siap dikonsumsi
R: Kolaborasi terapi gizi
11. Oral hygiene
R: Menjaga kebersihan mulut
12. Monitor hasil lab.
R: Untuk mengetahui adanya gangguan
4. Keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan b.d proses penyakit.
TUJUAN:
Setelah dilakukan tindakan kep. Selama 5x pertemuan orangtua pasien
mengerti tentang pemberian stimulasi kepada anak.
KRITERIA HASIL :
a. Menstimulasikan pertumbuhan spiritual dan emosional
b. Menstimulasikan perkembangan kognitif
c. Berinteraksi baik dengan anak
d. Memilih suplemen tambahan yang tepat
e. Menyediakan pengawasan untuk anak dengan tepat
f. Bina hubungan kasih sayang
g. Menyediakan kebutuhan fisik anak
h. Menggunakan bahasa yang positif saat berbicara dengan anak
i. Berempati dengan anak
INTERVENSI:
1. Menyanyi dan bicara pada anak
R: Untuk melatih kerja otak anak
2. pasilitasi anak untuk berhubungan dengan teman sebaya
R: Agar anak memiliki teman dan tidak bosan
3. bangun interaksi satu sama lain
R: Agar tercipta hubungan saling percaya
4. sediakan aktivitas yang dianjurkan untuk berinteraksi dgn teman
sebayanya
R: Aktifitas merupakan cara untuk menghilangkan stress
5. berikan perhatian saat dibutuhkan
R: Perhatian merupakan kebutuhan yang sangat dibutuhkan agar anak
tidak merasa kesepian
6. ajarkan anak untuk mencari pertolongan dari orang lain
R:bila anak perlu bantuan, anak tahu cara untuk meminta tolong.
7. pasilitasi perhatian atau kontak dengan teman kelompoknya
R: Untuk menghilangkan stress dan meraakan udara segar
8. identifikasi kebutuhan spesial anak.
R: Untuk melatih anak agar tidak tergantung pada orang lain
C. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
Implementasi merupakan komponen dari proses keperawatan, dimana tindakan
yang digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Implementasi dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan yang telah dibuat sebelumnya berdasarkan masalah
keperawatan yang ditemukan dalam kasus, dengan menuliskan waktu pelaksanaan
dan respon klien (Patricia A. Potter, 2005).
D. EVALUASI KEPERAWATAN
Evaluasi menentukan respons klien terhadap tindakan keperawatan dan
seberapa jauh tujuan perawatan telah terpenuhi ((Patricia A. Potter, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 2009. Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktik Klinis,
Edisi 9. Jakarta: Penerbit buku Kedokteran EGC..
Potter, Patricia A. 2005. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik
Edisi 4. Jakarta: EGC.
Soetjiningsih. 2012. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Ngastiyah. 2000. Perawatan Anak Sakit.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Wilkinson,M,Judith. 2012. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Adnyana, I Made Oka. 2007. Cerebral Palsy Ditinjau dari Aspek Neurologi.
Available from: http://www.cerminduniakedokteran.com. (Diunduh pada
tanggal 18 Desember 2014)
Anggra. 2009. Cerebral palsi. Available from: http://sugengrawuh.blogspot.com.
(Diunduh pada tanggal 5 Desember 2010)
Eaton, Marilyn, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatn Pediatrik, Volume 2. Jakarta:
EGC.
http://www.indonesiaindonesia.com/f/12784-cerebral-palsy/. (Diunduh pada tanggal
18 Desember 2014)