DASAR-DASAR FILOSOFIS PENDIDIKAN ISLAM
HAKIKAT KEBENARAN DAN PENGETAHUAN
NILAI KEBAIKAN DAN KEINDAHAN
Oleh
* Sahrahman & Nazeli Rahmatina
Apa itu hakikat? Hakikat ialah realitas; realitas adalah “real” artinya
kenyataan yang sebenarnya. jadi, hakikat adalah kenyataan yang sebenarnya, keadaan
sebenarnya sesuatu, bukan keadaan sementara atau keadaan yang menipu, bukan
keadaan yang berubah. Jika kita berbicara tentang teori hakikat, maka sangat luas
sekali. Segala yang ada dan yang mungkin ada, yang boleh juga mencakup
pengetahuan dan nilai (hakikat pengetahuan dan hakikat nilai). Oleh karena itu, kajian
hakikat ini dalam kajian filosofis dinamakan ontologi. Dalam makalah ini akan kita
bahas tentang hakikat kebenaran dan pengetahuan, serta nilai kebaikan dan
keindahan.
A. HAKIKAT PENGETAHUAN DAN KEBENARAN
Pengetahuan dan kebenaran adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan.
Pengetahun merupakan hasil dari pencarian sebuah kebenaran. Kebenaran adalah
hasil dari rasa ingin tahu. Jadi antara pengetahuan dan kebenaran selalu bersama-
sama. Banyak pendapat tentang pengetahuan maupun kebenaran yang mengatakan
keduanya saling terkait. Akan tetapi banyak orang masih bingung tentang apa itu
pengetahuan ataupun kebenaran.
Berfikir merupakan suatu kegiatan untuk menemukan pengetahuan yang
benar. Banyak orang merasa bahwa tujuan pengetahuan adalah mencari kebenaran,
namun masalahnya tidak sampai disitu saja. Problem kebenaran inilah yang memicu
tumbuh dan berkembangnya efestimologi.
1. Definisi Pengetahuan
Pengetahuan dalam pandangan filsafat memiliki 3 teori, yakni teori
pengetahuan yang membicarakan cara memperoleh pengetahuan yang disebut
epistemologi. Kedua teori hakikat yang membicarakan pengetahuan itu sendiri
yang disebut ontologi. Ketiga, teori nilai yang membicarakan guna pengetahuan
itu yang disebut aksiologi.
Ada sebagian ahli yang berpandangan bahwa pengetahuan dengan ilmu
tidaklah berbeda. Pengetahuan bagi mereka tidak ubahnya sebagai ilmu, sehingga
ilmu dengan pengetahuan tidak berbeda. Sebagian lagi memahami bahwa
pengetahuan berbeda dengan ilmu atau ilmu pengetahuan atau pengetahuan ilmiah.
Sebagaimana dinyatakan M. Thoyibi (1994: 35), pengetahuan ilmiah tidak lain
adalah ‘a higner level’ dalam perangkat pengetahuan manusia dalam arti umum
sebagaimana kita saksikan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan menurut
Amsal Bakhtiar (2005), pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia
untuk tahu.1
1Drs. A. Susanto, M. P.d, Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara, 2011, h. 46--47
Menurut Jujun S. Suriasumantri (1990: 105) pengetahuan pada
hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui tentang objek tertentu,
termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan demikian, ilmu merupakan bagian
dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai pengetahuan
lainnya, seperti seni dan agama.2
Secara etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris
yaitu knowledge. Dalam Encyclopedia of philosophy dijelaskan bahwa definisi
pengetahuan adalah keparcayaan yang benar (knowledgw is justified true belief).3
Sedangkan Maufur (2008:30), menjelaskan bahwa ilmu adalah sebagian dari
pengetahuan yang memiliki dan memenuhi persyaratan tertentu, artinya ilmu
tentu saja merupakan pengetahuan, tetapi pengetahuan belum tentu ilmu. Karena
pengetahuan untuk dapat dikategorikan sebagai ilmu harus memenuhi beberapa
persyaratan, yakni sistematis, general, rasional, objektif, menggunakan metode
tertentu , dan dapat dipertanggung jawabkan.
Menurut Drs. Sidi Gazalba pengetahuan adalah apa yang diketahui atau
hasil pekerjaan tahu. Pekerjaan tahu tersebut adalah hasil dari kenal, sadar, insaf,
mengerti dan pandai. Pengetahuan itu adalah semua milik atau isi pikiran.
2 Ibid h. 473 Paul Edward , The Encyclopedia of Philosopy, (New York: Macmillan Publishing, 1972),
vol. 3
Dengan demikian pengetahuan merupakan hasil proses usaha dari manusia untuk
tahu.4
Menurut kamus filsafat dijelaskan bahwa pengetahuan (knowledge)
adalah proses kehidupan yang diketahui manusia secara langsung dari
kesadarannya sendiri. Dalam peristiwa ini yang mengetahui (subjek) memiliki
yang diketahui (objek) didalam dirinya sendiri sedemikian aktif sehingga yang
mengetahui itu menyusun yang diketahui pada dirinya sendiri dalam kesatuan
aktif.5 Orang pragmatis, tertuma John Dewey tidak membedakan pengetahuan
dengan kebenaran (antara knowledge dengan truth). Jadi pengetahuan itu harus
benar, kalau tidak benar adalah kontradiksi. 6
Beranjak dari pengetahuan adalah kebenaran dan kebenaran adalah
pengetahuan, maka didalam kehidupan manusia dapat memiliki berbagai
pengetahuan dan kebenaran. Burhanuddin salam, menjelaskan bahwa
pengetahuan yang dimiliki manusia ada empat yaitu:
1. Pengetahuan biasa, yakni pengetahuan yang dalam filsafat dikatakan dengan
istilah common sense, dan yang diartikan dengan good sense, karena sesorang
memiliki sesuatu dimana ia menerima secara baik. Bola itu dikatakan bulat
4 Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat, Jakarta: Bulan Bintang, 1992, cet. I, h. 45 Lauren Bagus, Kamus Filsafat, Jakarta: Gramedia, 1996, Cet. I, h.8036 Burhabnuddin Salam, Logika Materiil, Jakarta: Rineka Cipta, 1997, cet. I, h. 28
karena memang berbentuk bulat, air jika dipanaskan akan mendidih dan
sebagainya. Pengetahuan ini diperoleh dari kehidupan sehari-hari.
2. Pengetahuan ilmu (secience), yaitu ilmu dalam pengertian yang sempit
diartikan untuk menunjukkan ilmu pengetahuan alam yang sifatnya kuantitatif
dan obyektif.
3. Pengetahuan filsafat, yakni pengetahuan yang diperoleh dari pemikiran yang
bersifat kontemplatif dan spekulatif. Filsafat membahas segala hal dengan
kritis sehingga dapat diketahui secara mendalam tetntang apa yang sedang
dikaji.
4. Pengetahuan agama, yakni pengetahuan yang hanya diperoleh dari Tuhan
lewat utusan-Nya, sehingga pengetahuan ini bersifat mutlak dan wajib
diyakini oleh para pemeluk agama. 7
Adapun Scheler membedakan jenis pengetahuan menurut wujudnya dan
menurut ketertiban abadi daripada realita dalam skala sebagai berikut:
Pengetahuan theologis
Pengetahuan filosofis
Pegetahuan tentang yang lain, baik kolektif maupun individual
Pengetahuan tentang dunia lahir
7 Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, M.A. Filsafat Ilmu, Jakarta: Rajawali pres, 2012. Cet. 11, h. 87-88
Pengertahuan teknis, dan
Pengetahuan ilmiah. 8
Abd. Aziz, M.Pd.I membedakan pengetahuan manusia menjadi tiga jenis
pengetahuan yaitu:
1. Pengetahuan Ilmiah: yaitu pengetahuan yang diperoleh dan dipertanggung
jawabkan kebenarannya secara ilmiah atau dengan menggunakan cara kerja
atau metode ilmiah.
2. Pengetahuan Moral: dalam hal moral tidak ada klaim kebenaran yang absah.
Penilaian dan putusan moral adalah soal perasaan pribadi atau produk budaya
tempat orang lahir dan dibesarkan.
3. Pengetahuan Religius: yakni pengetahuan kita tentang Tuhan yang
sesungguhnya berada diluar lingkup pengetahuan manusia. 9
2. Hakikat dan sumber pengetahuan
Pengetahuan berkembang dari rasa ingin tahu, yang merupakan ciri khas
manusia karena manusia adalah makhluk yang mengembangkan pengetahuan
secara sungguh-sungguh. Manusia mengembangkan pengetahuannya untuk
mengatasi kebutuhan-kebutuhan kelangsungan hidup ini. Dia memikirkan hal-hal
baru, karena dia hidup bukan sekedar untuk kelangsungan hidup, namun lebih dari
itu manusia mmpunyai tujuan tertentu dalam hidupnya yang lebih tinggi dari
sekedar kelangsungan hidupnya. Inilah yang menyebabkan manusia
8 H. Endang Saifuddin Anshari, MA, Ilmu, Filsafat dan Agama, Surabaya: PT. Bina Ilmu, 1982, cet III, h. 45
9 Abd. Aziz,M.Pd.I, Filsafat Pendidikan Islam, Yogyakarta: 2009, cet I, h. 95-96
mengembangkan pengetahuannya, dan pengetahuan ini jugalah yang mendorong
manusia menjadi makhluk yang bersifat khas di muka bumi.
Pengetahuan ini mampu dikembangkan manusia yang disebabkan oleh dua
hal utama, yakni pertama manusia mempunyai bahasa yang mampu
mengkomonikasikan informasi tersebut. Kedua, yang menyebabkan manusia
mampu mengembangkan pengetahuannya dengan cepat dan mantap adalah
kemampuan berfikir menurut suatu alur kerangka berfikir tertentu. 10
Ada dua teori untuk dapat mengetahui hakikat dari sebuah pengetahuan.
Yaitu teori Realisme dan idealisme.
a. Teori realisme mengatakan bahwa pengetahuan adalah kebenaran yang sesuai
dengan fakta. Apa yang ada dalam fakta itu dapat dikatakan benar. Dengan teori
ini dapat diketahui bahwa kebenaran obyektif juga di butuhkan bukan hanya
mengakui kebenaran subyektif. Contoh kita mengetahui bahwa pohon itu
memang tertancap ditanah karena kenyataannya memang begitu dan obyeknya
terlihat sangat nyata. Jadi teori ini mengakui adanya apa yang mengetahui dan
apa yang diketahui.
b. Teori idealisme memiliki perbedaan pendapat dengan realisme. Pada teori ini
dijelaskan bahwa pengetahuan itu bersifat subyaktif. Oleh karena itu
pengetahuan menurut teori ini tidak menggambarkan hakikat kebenaran, yang
10 Jujun S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,1998, Cet. Ke_ II, h. 40
diberikan pengetahuan hanyalah gambaran menurut pendapat atau penglihatan
orang yang mengatahui (subjek).11
Kalau realisme mempertajam perbedaan antara yang mengatahui dan yang
diketahui, idealisme adalah sebaliknya. Bagi idealisme dunia dan bagian-
bagiannya harus dipandang sebagai hal-hal yang mempunyai hubungan seperti
organ tubuh dengan bagian-bagiannya. Sebenarnya realisme dan idealisme
memiliki kelemahan-kelamahan tertentu. Realisme ekstrim bisa sampai pada
materialistik atau dualisme.
Dengan adanya kedua teori tersebut dapat dikatakan semua orang memiliki
pengetahuhan walaupun dasar yang mereka pakai berbeda-beda. Selain itu
pengetahuan diperoleh pula dari sumber yang lebih dari satu. Yaitu sumber
empirisme, rasionalisme, intuisi dan wahyu.
1. Empirisme menyatakan bahwa manusia memperoleh pengetahuan dengan
pengalaman yang dialaminya. Teori ini bersifat inderawi jadi antara satu
dengan yang lain memiliki perbedaan. Akal dalam teori ini hanyalahmengelola
konsep gagasan inderawi saja dan tidak dikedepankan. Jhon locke (1632-1704)
mengemukakan teori tabula rasa. Maksudnya manusia pada awalnya kosong
kemudian pengalaman mengisi kekosongan tersebut sehingga menjadi
pengetahuan. Pengalaman di dapat dari indera yang awalnya sederhana menjadi
sangat komplek jadi sekomplek apapun pengetahuan akan dapat kembali pada
11 Prof. Dr. Amsal Bahtiar, M.A, Filsafat Ilmu, Opcit. H. 94-96
sumbernya yaitu indera. Jadi pengetahuan yang tidak dapat di indera bukan
pengetahuan yang benar karena indera adalah sumber pengetahuan. Teori ini
menjadi lemah karena indera manusia memiliki keterbatasan.
2. Rasionalisme menjelaskan bahwa akal adalah dasar kepastian pengetahuan.
Pengetahuan yang benar diukur dan diperoleh dari akal. Teori ini membenarkan
pemakaian indera untuk memperoleh pengetahuan akan tetapi harus di olah
dengan akal. Jadi sumber kebenarannya adalah akal. Di sini juga dapat
mengetahui tentang konsep-konsep pengetahuan yang abstrak. Namun toeri ini
memiliki kelemahan karena data-data tidak selalu sempurna sehingga akal tidak
dapat menmukan pengetahuan yang benar-benar sempurna.
3. Intuisi menerangkan bahwa pengetahuan diperoleh dari pemikiran tingkat
tinggi. Kegiatan intuisi dan analisis bisa saling membantu untuk menemukan
kebenaran. Mereka yang menggunakan intuisi biasanya memperoleh
pengetahuan dengan perantara hati bukan indera maupun akal. Sehingga teori
ini menggunakan metode perenungan yang mendalam untuk mencari
kebenaran.
4. Sumber yang terakhir adalah wahyu yang menjelaskan bahwa pengetahuan di
peroleh langsung dari Tuhan melalui perantara Nabi. Pengetahuan yang seperti
ini tidak memerlukan waktu untuk berfikir ataupun merenung. Pengetahuan
didapatkan kemudian dikaji lebih lanjut sehingga dapat meningkatkan
keyakinan tentang kebenarannya. Berbeda dengan ilmu pengetahuan yang
melakukan penelitian terlebih dahulu baru kemudian mendapat pengetahuan
dan di ketahui kebenarannya.Wahyu Allah (agama) berisikan pengetahuan, baik
mengenai kehidupan seseorang yang terjangkau oleh pengalaman, maupun
yang mencakup masalah transedental, seperti latar belakang dan tujuan
penciptaan manusia, dunia, dan segenap isinya serta kehidupan di akhirat
nanti.12
3. Defenisi Kebenaran
Adapun kebenaran dapat didefinisikan sebagai kesetiaan pada realitas
objektif, yaitu suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras
dengan situasi. Kebenaran adalah persesuaian (Agreement) antara pernyataan
(statement) mengenai fakta dengan fakta aktual; atau antara putusan (judgement)
dengan situasi seputar (environmental situation) yang diberi interpretasi.13
Dalam tradisi Yunani kebenaran dibahas dari segi hakikat dan sifatnya.
Kaum sofis berpendapat bahwa kebanaran relatif dan subjektif. Setiap orang
memiliki kebenaran sendiri-sendiri. Phrotagoras salah satu tokoh Sufis
mengatakan bahwa manusia adalah ukuran kebenaran segala sesuatu.14
Dalam filsafat pengkajian tentang standar kebenaran amat penting karena
salah satu defenisi filsafat adalah mencari kebenaran. Al-Gajali adalah ilmuan
Islam yang sangat serius mencari kebenaran, sampai dia mengalami keraguan yang
sangat hebat, sehingga melemahkan fisiknya. Pertama kali ia mempelajari ilmu
12 Prof. Dr. Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, opcit, hal. 94-11013 Ibid, hal. 11314 K. Bertens, Sejarah Filsafat Yunani, Yogyakarta: Kanisius, 1978, hal.71
kalam, tetapi dalil ilmu kalam tidak memuaskan dan mendatangkan kebenaran
serta belum bisa mengobati keraguannya. Menurut Al-Gajali, dalam ilmu kalam
terdapat beberapa aliran yang bertentangan. Selanjutnya, setiap pendapat atau
golongan merasa dirinya yang paling benar, sehingga timbul tanda Tanya dalam
dirinya, aliran manakah yang paling benar dari semua aliran. Keinginan Al-Gajali
adalah mencari kebanaran yang hakiki, yaitu kebenara adalah mencari kebenaran
yang hakiki, yaitu kebenaran yang tidak diragukan lagi, seperti sepuluh lebih
banyak dari tiga. Al-Gajali sampai pada kebenaran yang demikian dalam tasawuf
setelah ia mengalami proses yang panjang dan berbelit-belit. Tasawuflah yang
menghilangkan keraguannya. Pengetahuan mistik menurutnya adalah cahaya yang
diturunkan oleh Allah SWT ke dalam dirinya. Cahaya itu adalah cahaya yang
menyinari dirinya seseorang sehingga itu adalah cahaya yang menyinari dirinya
seseorang sehingga terbukanya tabir yang merupakan sumber segala
pengetahuan.15
4. Tingkatan dan kriteria kebenaran
Kebenaran bersifat relatif sehingga semua orang memiliki kriteria
kebenaran yang berbeda-beda. Tingkatan kebenaran dari yang terendah ke
pemahaman yang tertinggi adalah sebagai berikut. Pertama, adalah kebenaran
inderawi. Inderawi merupakan kebenaran yang paling sederhana. Sesuatau
dikatakan benar jika dapat dilihat dengan indera tanpa berfikir lebih lanjut.
Kedua, adalah kebenaran ilmiah (sains). Kebenaran pada tingkatan ini didasarkan 15Al-Gajali, Al-Munqi Min al-Dhalal, Kairo: Dar al-Kutub al- Hadisah,1974, hal 130
pada indera dan diolah menggunakan rasio. Sehingga kebenaran dapat diakui jika
dapat dirasio dan di lihat atau dirasakan dengan indera. Ketiga, adalah kebenaran
filsafat. Kebenaran pada tingkatan ini diperoleh dari rasio dan pemikiran lebih
mendalam (perenungan) tentang suatu hal. Sehingga dapat diketahui kebenaran
yang lebih mendalam. Yang terakhir kebenaran religius. Kebenaran ini bisa juga
dikatakan kebenaran yang mistis karena tidak dapat dilihat dengan indera dan di
rasio. Kebenaran ini bersifat mutlak karena kebenaran ini bersumber dari tuhan.
5. Teori kebenaran
Ada beberapa teori yang muncul tentang kebenaran, antara lain :
1. Teori koherensi
Koherensi merupakan teori kebenaran yang menegaskan bahwa suatu
proposisi (pernyataan suatu pengetahuan, pendapat, kejadian, atau imformasi)
akan diakui shahih/dianggap benar pabila memiliki hubungan dengan gagasan
dari proposisi sebelumnya yang juga shahih dan dapat dibuktikan secara logis
sesuai dengan kebutuhan-kebutuhan logika. Misalnya semua makhluk hidup
akan mati, pohon termasuk makhluk hidup jadi suatu saat pohon akan mati.
2.Teori korespondensi
Sesuatu dikatakan benar apabila sesuai dengan objek yang dituju. Contoh
ibu kota Indonesia adalah Jakarta, maka pernyataan ini adalah benar sebab
pernyataan itu dengan obyek yang bersifat faktual yakni Jakarta memang
menjadi Ibu Kota Republik Indonesia.
3.Teori pragmatik
Merupakan teori kebenaran yang mendasarkan diri ada kreteria tentang
fungsi atau tidaknya suatu pernyataan atau tidaknya suatu pernyataan dalam
ruang lingkup dan waktu tertentu. Sesuatu dikatakan benar jika memiliki
manfaat dan sudah diuji. Selama belum diuji belum dikatakan benar atau tidak.
4.Teori positivisme
Aguste Comte (1798-18570 menyatakan cara pandang dalam memahami
dunia dengan berdasarkan sains adalah pandangan yang menganggap bahwa
yang dapat diselidiki atau dipelajari hanyalah “data-data yang nyata/ empiris”
yang mereka nampakkan positif.
5. Teori esensialisme
Pendidikan yang didasarkan kepada nilai-nilai kebudayaan yang telah ada
sejak awal peradaban umat manusia.Esensialisme memandang bahwa
pendidikan harus berpijak ada nilai-nilai yang memeliki kejelasan dan tahan
lama yang memberikan kestabilan dan nilai-nilai terpilih yang mempunyai tata
yang jelas.
6.konstruktivisme
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran generatif adalah
tindakan mencipta suatu makna dari apa yang dipelajari.
7.Teori relegiusme
Teori ini memaparkan bahwa manusia bukanlah semata-semata makhluk
jasmaniah, tetapi juga makhluk rohaniah.Teori religius ini kebenaran nya secara
ontologis dan aksiologis bersumber dari sabda Tuhan yang disampaikan melalui
wahyu dan bersifat mutlak.16
B. NILAI KEBAIKAN DAN KEINDAHAN
Sebagaimana diketahui bahwa secara keilmuan, filsafat berada dalam posisi
seperti pohon yang memiliki cabang-cabang yang disebut aksiologi yang mempelajari
tentang hakikat nilai. Dimana ada 3 nilai yang dipersoalkan, yaitu nilai keindahan,
nilai kebaikan, dan nilai kebenaran. Nilai keindahan dipersoalkan secara khusus
dalam cabang filsafat Estetika. Nilai Kebenaran dipersoalkan dalam cabang filsafat
Efestemologi, dan nilai kebaikan dipelajari dalam cabang filsafat Etika.
Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan.17 Menurut Riserri Frondizi, nilai itu merupakan kualitas yang tidak
tergantung pada benda-benda adalah sesuatu yang bernilai. Ketidaktergantungan ini
16 Drs. H. Muhammad Adib, MA, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011, cet II, h. 121-124
17 W.JS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), hal. 667
mencakup setiap bentuk emperis, nilai adalah kualitas priori.18 Menurut Louis
O.Kattsof nilai diartikan sebagai berikut:
1. Nilai merupakan kualitas emperis yang tidak dapat didefenisikan, tetapi kita
dapat mengalami dan memahami secara langsung kualitas yang terdapat dalam
objek itu. Dengan demikian nilai tidak semata-semata subjektif, melainkan ada
tolak ukur yang pasti terletak pada esensi objek tertentu.
2. Nilai sebagai objek dari suatu kepentingan, yakni suatu objek yang berada dalam
kenyataan maupun pikiran dapat memperoleh nilai jika suatu ketika berhubungan
dengan subjek-subjek yang memiliki kepentingan.
3. Sesuai dengan pendapat Dewey, nilai adalah sebagai hasil dari pemberian nilai,
nilai itu diciptakan oleh situasi kehidupan.
4. Nilai sebagai esensi nilai adalah hasil ciptaan yang tahu, nilai sudah sejak
semula, terdapat dalam setiap kenyataan namun tidak bereksistensi, nilai itu
bersifat objektif dan tetap.19
5. Nilai Kebaikan
Telah diketahui secara umum bahwa etika adalah suatu studi filosifis
mengenai moral (Philosophical study of morals). Jadi persoalan pokoknya adalah
tentang ‘hakikat moral’. Moral adalah masalah tingkah laku dalam hubungannya
dengan diri sendiri dan sesamanya, sejauh mana mengandung nilai kebaikan
18 Risersi Frondizi, Pengantar Filsafat Nilai, terj. Cuk Ananta Wijaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2001), hal. 1
19 Loiss Kattsoff, Pengantar Filsafat, terj. Soejono soemargono, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 1986), hal.333
Hakikat kebaikan yang menjadi persoalan sentral etika adalah ‘nilai baik’ menurut
semua segi. Dipandang dari sisi manapun, nilai kebaikan tidak pernah
mengalami perubahan. Jadi bersifat mutlak. Hal-hal seperti kesehatan, ketenangan,
ketentraman, kemakmuran, kebahagiaan dan sebagainya, tetap mengandung nilai
kebaikan. Hanya saja jenis perilaku mana yang bersesuaian dengan nilai kebaikan
itu? Sebab, tidak semua jenis perilaku berbanding lurus dengan nilai kebaikan.
Berdasar pada sistematika filsafat, nilai keindahan, kebenaran, kebaikan
berada saling berhubungan secara integral menurut hokum kausalitas. Maksudnya,
yang bernilai baik seharusnya benar dan indah, yang bernilai benar seharusnya
baik dan indah, dan yang bernilai indah seharusnya benar dan baik. Tetapi apakah
fakta perilaku mencerminkan dimensi hubungan seperti itu?
Pada hakikatnya, kehidupan ini indah, ketika semua pihak bekarja sama
untuk saling menolong dan memberi dalam ikatan kebersamaan yang harmonis
Jadi, hakikat nilai kebaikan itu berada di dalam perilaku. Dengan demikian,
hakikatnya dapat diketahui dari fakta perilaku. Apakah perilaku itu bersesuaian
dengan derajat nilai kemanusiaan ataukah tidak. Sedangkan derajat nilai
kemanusiaan itu terletak pada apakah suatu perilaku mampu menumbuhkan moral
menolong, memberi, sehingga menjadikan semua pihak mampu hidup mandiri,
kreatif, cakap, dan terampil dalam kehidupannya.20
Dari segi bahasa baik atau kebaikan dalah terjemahan dari kata Khoir, al-
Birr, al- Ma’ruf (dalam bahasa Arab). Good (dalam bahasa Inggris). Dikatakan
20 Suparlan Suhartono, M.Ed. Ph. Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006. hal. 140
bahwa yang disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan,
kepuasan, kesenangan dan persesuaian.
Sedang ‘baik’ menurut ethik adalah sesuatu yang berharga untuk tujuan,
sesuatu yang mendatangkan dan memberikan rasa senang dan bahagia.
Sebaliknya yang tidak berharga, tidak berguna untuk tujuan dan merugikan maka
disebut buruk. Jadi disebut baik atau kebaikan adalah sesuatu yang diinginkan,
yang diusahakan dan menjadi tujuan manusia. Walaupun tujuan orang atau
golongan di dunia ini berbeda-beda, sesungguhnya pada akhirnya semuanya
mempunyai tujuan yang sama sebagai tujuan akhir tiap-tiap sesuatu.
Bagi seorang Muslim berbuat kebaikan adalah kebutuhan yang oleh Allah
SWT akan diberi balasan di akhirat dengan pahala. Selain pahala berbuat kebaikan
bagi seorang Muslim merupakan dakwah kepada orang disekitarnya agar timbul
kasih sayang terhadap sesama dan wujud penghargaan atas nikmat yang di berikan
Allah SWT kepada kita. Firman Allah:
Artinya: “Demi masa, sesugguhnya manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebaikan, serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasehati dalam kesabaran”.21
6. Nilai Keindahan
21 Departemen Agama Islam, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an,1984).hal. 1099, zuz 30
Berbicara tentang keindahan (estetika), Semiawan (2005:159) menjelaskan
sebagai “the study of nature of beauty in the fine art”, mempelajari tentang hakikat
keindahan di dalam seni.22 Estetika merupakan cabang filsafat yang mengkaji
tentang hakikat indah dan buruk. Estetika membantu mengarahkan dalam
membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengetahuan ilmiah agar ia dapat
dengan mudah dipahami oleh khalayak luas.
Keindahan adalah persesuaian antara bermacam-macam pengalaman dalam
diri seseorang satu dengan yang lainnya untuk menghasilkan efek yang maksimal.
Keindahan merupakan hubungan antara unsur-unsur realitas disamping hubungan
dengan kebendaan. Oleh sebab itu sesuatu bagian dari pengalaman dapat menjadi
bahagian yang indah.
Tuhan itu indah dan menyukai keindahan, menurut sebuah ungkapan. Apa
yang dimaksud indah? Menurut Jalal al-Din Rumi (1207-1273 M) keindahan
adalah manifestasi cinta, kepada Tuhan sebagai keindahan sejati maupun keadaan
selain-Nya sebagai keindahan imitasi. 23
Menurut Thomas Aquinas (1224-1274) dan Jacques Maritain, keindahan
adalah realitas indah yang ada pada objek yang kemudian memberikan perasaan
enak dan senang pada objek. Keindahan bersifat objektif, sebaliknya menurut
George Santyana (1863-1952 M), indah adalah perasaan nikmat atau suka dari
22 Drs.A. Susanto, M.pd. Opcit. Hal. 11923 William C. Chittick, Jalan Cinta sang Sufi Ajaran Spritual Rumi, terj. Sadat Ismael,
(Yogya, Qalam, 200), 246
subjek pada suatu objek yang kemudian menganggapnya sebagai milik objek,
artinya apa yang disebut indah sangat subjektif.24
Jadi dapat kita katakan bahwa kalau alam ini adalah hasil buatan zat yang
tidak terbatas, maka keindahan ini ada artinya, sedangkan perkataan lain kalau
Tuhan ada maka pengalaman keindahan adalah suatu hal yang harus kita rasakan.
Menurut Al-Gajali, keindahan mempunyai persyaratan seperti:
1. Perwujudan dari kesempurnaan yang dapat dikenali kembali dalam suatu
dengan sifatnya
2. Memiliki perfeksi yang karakteristik
3. Semua sifat pada sesuatu yang indah, merupakan representasi (mewakili)
keindahan yang bernilai tinggi
4. Nilai keindahan dari suatu yang indah, sebanding dengan nilai keindahan yang
terdapat didalamnya. Dalam sebuah karangan (tulisan) harus memiliki sifat-
sifat perfeksi yang khas, keharmonisan huruf-huruf, hubungan arti yang tepat
satu sama lain, pelanjutan dari spasi yang tepat serta susunan kata dan kalimat
yang menyenangkan.
24 Laouis Kattsoff, Pengantar Filsafat, hal. 386-388
5. Syarat lain untuk keindahan adalah tercakupnya nilai-nilai spiritual, moral,
dan agama.25
Oleh karena itu, hakikat keindahan yang paling esensial sangat ditentukan
antara lain
Rasa menyenangkan dan menimbulkan rasa senang
Adanya hubungan antara bagian-bagian sebagai suatu keseluruhan (obyek,
subyek) sebagai suatu kesatuan didalam suatu keseluruhan.
Tercakup unsur kebaikan, sehingga dapat memupuk rasa kemoralan
Antara keindahan dan kebaikan memiliki keterdekatan. Karena intisari mutlak
dari hakikat yang indah itu harus baik, mengandung keharmonisan, nyata dan
teraga, berguna serta lebih bermamfaat.
Harus terkait dengan nilai-nilai spiritual, moral dan agama.
Walaupun keindahan itu tidak tetap sifatnya. Berdasarkan rumusan-
rumusan yang dikemukakan, namun dapat disimpulkan bahwa hakikat keindahan
itu terletak didalam keabadian dari keindahan itu sendiri. Walaupun cara
memandang, mengamati, menghayati sesuatu yang indah senantiasa ditentukan
oleh alur pikiran dan perasaan masing-masing.
25 Http://www. Katailmu.com/2013/03/hakikat-keindahan.html#sthash.vxS2oo10.dpuf
C. KESIMPULAN
Pengetahuan pada hakikatnya merupakan segenap apa yang kita ketahui
tentang objek tertentu, termasuk di dalamnya adalah ilmu. Dengan demikian, ilmu
merupakan bagian dari pengetahuan yang diketahui oleh manusia disamping berbagai
pengetahuan lainnya, seperti seni dan agama. Hakikat pengetahuan dapat diketahui
melalui dua teori yaitu realisme dan idealisme. Sedangkan sumber pengetahuan dapat
diketahui melalui teori emperisme, rasionalisme, intuisi dan wahyu. Pengetahuan
yang dimiliki manusia ada empat, yakni pengetahuan biasa, penegetahuan ilmu
(secience), pengetahuan filsafat, dan pengetahuan agama.
Adapun kebenaran adalah merupakan kesetiaan pada realitas objektif, yaitu
suatu pernyataan yang sesuai dengan fakta atau sesuatu yang selaras dengan situasi.
Kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan mengenai fakta dengan fakta aktual,
atau antara putusan dengan situasi seputar yang diberi interpretasi. Teori yang
berkaitan dengan kebenaran diantaranya, teori koherensi, teori korespondensi, teori
pragmatis, tori positivism, teori esensialisme, teori konstroktivisme dan teori
relegiusme. Adapun tingkatan kebenaran meliputi kebenaran indrawi, kebenaran
imiah, kebenaran filsafat, dan kebenaran relegius.
Kebaikan atau disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan,
kepuasan, kesenangan dan persesuaian. Adapun keindahan adalah persesuian antara
bermacam-macam pengalaman dalam diri seseorang satu dengan yang lainnya untuk
menghasilkan efek yang maksimal. Keindahan berdiri sendiri dan bersifat obyektif.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, muhammad, Filsafat Ilmu, Yogjakarta:Pustaka Pelajar, 2011.
Ahmad Khudori Saleh, M.Ag. Wacana Baru Filsafat Islam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2012
Abd. Aziz, M.PdI, Filasafat Pendidikan Islam.Yogyakarta: Teras, 2009
Bakhtiar, Amsal, Filsafat Ilmu, Jakarta: PT. Rajagrafindo Persada, 2010.
Drs. A. Susanto, M. P.d, Filsafat Ilmu, Jakarta: Bumi Aksara, 2011
Departemen Agama Islam, Al-Qur’an dan Terjemahnya, Jakarta: Proyek Pengadaan Kitab Suci Al-Qur’an, 1984
H. Endang Saifuddin Anshari, M.A, Ilmu, Filsafat, dan Agama. Surabaya: PT Bina Ilmu, 1985
W.JS. Purwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999
Louis Katsoff, Pengantar Filsafat, ter. Soejono Sumargono, Yogya: Tiara Wacana, 1992
Suparlan Suhartono, M.Ed. Ph. Filsafat Pendidikan, Jogjakarta: Ar-Ruzz, 2006.
Paul Edward. The Encyclopedia of Philosopy. New York: Macmillan Publishing.1972
William C. Chittick, Jalan Cinta Sang sufi Ajaran Spritual Rumi. Terj. Sadat Ismael, Yogya: Qalam, 200
Http://www. Katailmu.com/2013/03/hakikat-keindahan.html#sthash.vxS2oo10.dpuf