MAKALAH PEMBERANTASAN PENYAKIT MENULAR MELALUI UDARA (TBC)
Untuk memenuhi tugas Dasar Pemberantasan Penyakit
Disusun oleh:
FAJRIANA AYU .R YULI ASTUTI RETNO WULANDARI MAFTUKHAH ARIFATUN NISAA
(J 410080018) ( J410080020) ( J 410080024) (J 410080025) (J 410080026)
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan berkat dan rahmat-NYA penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah mata kuliah Dasar Pemberatasan Penyakit dengan temaPemberantasan Penyakit melalui Udara Makalah ini penulis susun guna untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar Pemberantasan Penyakit. Makalah ini kami susun sedemikian rupa sehingga agar dapat berguna dan bermanfaat bagi kita semuan khususnya bagi mahasiswa dan masyarakat pada umumnya. Penulis menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan yang terdapat dalam makalah ini.Untuk itu penulis mohon maaf atas segala kekhilafan dan kekurangan dalam penyusulan makalah ini.Serta tak lupa kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sekitarnya dapat membangun.Terima kasih
Surakarta,
Maret 2010
Penulis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Micobacterium tuberculosis (TB) telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia, menurut WHO sekitar 8 juta penduduk dunia diserang TB dengan kematian 3 juta orang per tahun (WHO, 1993). Di negara berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita TB berada di negara-negara berkembang Dengan munculnya epidemi HIV/AIDS di dunia jumlah penderita TB akan meningkat. Kematian wanita karena TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan serta nifas (WHO). WHO mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit TB pada tahun 1993 karena diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB. Penyakit TBC dilaporkan meningkat secara drastis pada dekade terakhir ini di seluruh dunia. Demikian pula di Indonesia, Tuberkulosis / TBC merupakan masalah kesehatan, baik dari sisi angka kematian (mortalitas), angka kejadian penyakit (morbiditas), maupun diagnosis dan terapinya. Dengan penduduk lebih dari 200 juta orang, Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita di antara 22 negara dengan masalah TBC terbesar di dunia.Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes RI tahun 1992, menunjukkan bahwa Tuberkulosis / TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian, sedangkan pada tahun 1986 merupakan penyebab kematian keempat. Pada tahun 1999 WHO Global Surveillance memperkirakan di Indonesia terdapat 583.000 penderita Tuberkulosis / TBC baru pertahun dengan 262.000 BTA positif atau insidens rate kira-kira 130 per 100.000 penduduk. Kematian akibat Tuberkulosis / TBC diperkirakan menimpa 140.000 penduduk tiap tahun.Jumlah penderita TBC paru dari tahun ke tahun di Indonesia terus meningkat. Saat ini setiap menit muncul satu penderita baru TBC paru, dan setiap dua menit muncul satu penderita baru TBC paru yang menular. Bahkan setiap empat menit sekali satu orang meninggal akibat TBC di Indonesia.Kenyataan mengenai penyakit TBC di Indonesia begitu mengkhawatirkan, sehingga kita harus waspada sejak dini & mendapatkan informasi lengkap tentang penyakit TBC . Simak semua
informasi mengenai penyakit TBC, pengobatan TBC, Uji TBC dan Klasifikasi TBC, Obat TBC dan pertanyaan seputar TBC yang ada di website ini. Penyakit yang disebabkan oleh mikrobakterium ini merupakan penyebab utama kecacatan dan kematian hampir di sebagian besar negara diseluruh dunia. Infeksi awal biasanya berlangsung tanpa gejala; tes tuberkulin akan memberikan hasil yang positif 2 10 minggu kemudian. Lesi awal pada paru umumya akan sembuh dengan sendirinya tanpa meninggalkan gejala sisa walaupun sangat jarang terjadi kalsifikasi pada kelenjar limfe paru dan kelenjar limfe trakeobronkial. Hampir 90 95% mereka yang mengalami infeksi awal akan memasuki fase laten dengan risiko terjadi reaktivasi seumur hidup mereka. Pemberian kemoterapi preventif yang sempurna dapat mengurangi risiko terjadinya TB klinis seumur hidup sebesar 95% dan kemoterapi preventif ini sangat efektif pada penderita HIV/AIDS. Hanya 5% dari orang normal dam 50% penderita HIV/AIDS yang terinfeksi TB akan berkembang menjadi TB paru klinis atau menjadi TB ekstrapulmoner. Akibat serius infeksi TB awal lebih sering terjadi pada bayi, dewasa muda dan pada orang dengan kelainan imunitas. TB ekstrapulmoner lebih jarang terjadi dibandingkan dengan TB paru. Anak-anak dan orang-orang dengan imunodefisiensi seperti halnya pada penderita HIV/AIDS lebih mudah mendapatkan TB ekstrapulmoner, namun TB paru tetap merupakan bentuk klinis yang menonjol dari infeksi TB di seluruh dunia. Infeksi TB dapat juga menyerang organ-organ lain dalam tubuh manusia seperti kelenjar limfe, pleura, perikardium, ginjal, tulang dan sendi, laring, telinga bagian tengah, kulit, usus, peritonium dan mata. TB Paru progresif muncul dari reinfeksi eksogen atau muncul dari reaktivasi endogen dari fokus laten infeksi primer. Penderita TB progresif jika tidak diobati dengan benar akan meninggal dalam waktu lima tahun, rata-rata dalam waktu 18 bulan. Status klinis ditentukan dengan ditemukannya basil TB dalam sputum atau dari gambaran foto thorax. Gambaran densitas abnormal pada foto thorax sebagai tanda adanya infiltrat pada paru, kavitasi dan fibrosis. Gambaran ini bisa muncul sebelum timbul gejala klinis: lesu, demam, berkeringat dimalam hari, berat badan turun, dapat muncul lebih awal. Sedangkan gejala lokal seperti batuk, sakit dada, suara serak dan batuk darah menonjol pada stadium lanjut dari penyakit. Orang dengan imunokompeten jika terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis, M. africanum atau M. bovis akan memberikan hasil tes tuberkulosis dengan reaksi intermedier. Tes tuberkulosis menggunakan 5 IU International Standard of Purified Protein Deriva Standard (PPD-S). Reaksi dikatakan positif jika muncul indurasi
dengan ukuran 5, 10 atau 15 mm tergantung pada tingkat pemajanan penyakit. Sekitar 10 20% penderita TB aktif tidak memberikan reaksi positif terhadap PPD. Dengan demikian, tes tuberkulin yang hasilnya negatif tidak berarti bahwa seseorang tidak menderita TB aktif. Hasil tes tuberulin dengan indurasi lebih dari 5 mm dianggap positif untuk anggota rumah tangga atau mereka yang kontak dengan penderita TB aktif. Sedangkan orang dengan gambaran foto thorax yang abnormal menandakan penderita TB lama yang sudah sembuh atau mereka yang terinfeksi oleh HIV/AIDS, sedangkan tes tuberkulin dengan diameter 10mm dianggap positif untuk orang-orang dengan faktor risiko (diabetes mellitus, pecandu obat dan alkohol), orang-orang yang tinggal didaerah prevalensi TB tinggi, orang-orang yang tinggal di daerah dengan status sosial ekonomi rendah, penghuni dan staf suatu institusi seperti penjara dan rumah tahanan serta untuk anak-anak usia dibawah 4 tahun. Sedangkan hasil tes tuberkulin dengan diameter 15 mm atau lebih dianggap positif pada oang dewasa dan anak-anak usia diatas 4 tahun yang tinggal didaerah dengan prevalensi TB rendah. Tes tuberkulin terhadap penderita energi tidak dianjurkan walaupun untuk penderita dengan risiko tinggi seperti penderita dengan infeksi HIV. Tes tuberkulin untuk semua akan tidak lagi dilakukan di AS. Tes tuberkulin dilakukan segera terhadap anak-anak yang diduga menderita TB aktif, terhadap mereka yang berkunjung kedaerah endemis dan kontak penderita, terhadap migran dari daerah endemis. Terhadap penderita penyakit kronis yang tidak bisa sembuh dan terhadap penderita HIV/AIDS dilakukan tes tekulin setiap tahun. Terhadap anak-anak yang terpajan dengan orang dengan risiko tinggi, tes tuberkulin dilakukan setiap 2 3 tahun. Tes tuberkulin untuk anak usia 4 6 tahun dan usia 11 12 tahun dilakukan bila orang tua mereka adalah imigran dari daerah endemis atau jika anak-anak tersebut tinggal didaerah risiko tinggi. Kadang kala pada penderita TB terjadi hipersensitivitas tertunda terhadap tes tuberkulin yang akan menghilang dengan berjalannya waktu. Pada orang ini jika dilakukan tes tuberkulin, akan memberikan hasil yang negatif. Namun dapat juga terjadi tes tuberkulin pertama yang dilakukan akan merangsang tubuh untuk memberikan reaksi positif pada tes tuberkulin berikutnya. Reaksi boosted ini sering disalah artikan sebagai infeksi baru. Boosting juga terjadi pada orang yang mendapatkan vaksinasi BCG. Untuk membedakan reaksi boosted ini dengan infeksi baru dilakukan tes tuberkulin dua tahap. Apabila tes pertama dinyatakan negatif maka dilakukan tes tuberkulin yang kedua 1 3 minggu kemudian. Hasil positif pada tes kedua kemungkinan karena reaksi boosted. Berdasarkan hasil
tes kedua, orang ini dianggap sebelumnya telah terinfeksi dan harus ditangani sebagaimana mestinya dan tidak dianggap sebagai konversi hasil tes tuberkulin. Jika tes kedua hasilnya juga negatif maka orang ini dianggap belum pernah terinfeks
B. Tujuan Tujuan dibuatnya makalah ini adalah : a. Untuk mengetahui cara pemberantasan penyakit melalui udara b. Untuk mengetahui cara pencegahan dan penggulangan penyakit TBC. c. Untuk mengetahui hambatan-hambatan dari upaya pemberantasan TBC
BAB II ISIA. Definisi Tuberculosis ( TBC )
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini merupakan bakteri basil yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia.TBc atau dikenal juga dengan Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh basil tahan asam disingkat BTA nama lengkapnya Mycobacterium Tuberculosis.Walaupun TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh ,namaun kuman ini paling sering menyerang organ Paru.Infeksi Primer terjadi pada individu yang sebelumya belum memiliki kekebalan tubuh terhadap M Tuberculosis.Basil TBC terhisap melalui saluran pernapasan masuk kedalam paru ,kemudian basil masuk lagi ke saluran limfe paru dan dari ini basil TBC menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. TBC atau dikenal juga dengan Tuberkulosis adalah infeksi yang disebabkan oleh basil tahan asam disingkat BTA nama lengkapnya Mycobacterium Tuberculosis. Walaupun TBC dapat menyerang berbagai organ tubuh ,namaun kuman ini paling sering menyerang organ Paru. Infeksi Primer terjadi pada individu yang sebelumya belum memiliki kekebalan tubuh terhadap M Tuberculosis.Basil TBC terhisap melalui saluran pernapasan masuk kedalam paru ,kemudian basil masuk lagi ke saluran limfe paru dan dari ini basil TBC menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah.Melalui aliran darah inilah basil TBC menyebar keberbagai Organ tubuh.B. Penyebab Penyakit
Tubercolosis Penyebab penyakit ini adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis. Mycobacteria termasuk dalam famili Mycobacteriaceae dan termasuk dalam ordo Actinomycetales. kompleks Mycobacterium tuberculosis meliputi M. tuberculosis, M. bovis, M. africanum, M. microti, dan M. canettii. Dari beberapa kompleks tersebut, M. tuberculosis merupakan jenis yang terpenting dan paling sering dijumpai.
C. Cara Penularan
Secara teoritis seorang penderita tetap menular sepanjang ditemukan basil TB didalam sputum mereka. Penderita yang tidak diobati atau yang diobati tidak sempurna, dahaknya akan tetap mengandung basil TB selama bertahun tahun. Tingkat penularan sangat tergantung pada hal-hal sebagai berikut : - Jumlah basil TB yang dikeluarkan - Virulensi dari basil TB - Terpajannya basil TB dengan sinar ultra violet - Terjadinya aerosolisasi pada saat batuk, bersin, bicara atau pada saat bernyanyi. Tindakan medis dengan risiko tinggi seperti pada waktu otopsi, intubasi atau pada waktu melakukan bronkoskopi. Pemberian OAT yang efektif mencegah terjadinya penularan dalam beberapa minggu paling tidak dalam lingkungan rumah tangga. Anak-anak dengan TB primer biasanya tidak menular.
D. Pencegahan Penyakit 1). Temukan semua penderita TB dan berikan segera pengobatan yang tepat. Sediakan fasilitas untuk penemuan dan pengobatan penderita. 2). Sediakan fasilitas medis yang memadai seperti laboratorium dan alat rontgen agar dapat melakukan diagnosa dini terhadap penderita, kontak dan tersangka. Sediakan juga fasilitas pengobatan terhadap penderita dan mereka dengan risiko tinggi terinfeksi; sediakan fasilitas tempat tidur untuk mereka yang perlu mendapatkan perawatan. Di daerah dengan indensi penyakit yang tinggi pemeriksaan spuntum baik langsung secara mikroskopis maupun dengan kultur jika memungkinkan segera dilakukan terhadap penderita yang datang memeriksakan diri di fasilitas kesehatan karena adanya keluhan sakit didada. Biasanya hasil pemeriksaannya mempunyai nilai diagnosis yang tinggi. 3). Beri penyuluhan kepada masyarakat tentang cara-ara penularan dan cara-cara pemberantasan serta manfaat penegakan diagnosa dini. 4). Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi risiko terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian.
5). Program pemberantasa TB harus ada di seluruh fasilitas kesehatan dan difasilitas dimana penderita HIV/penderita imunosupresi lainnya ditangani (seperti di Rumah Sakit, tempat rehabilitasi, pemakai Napza, panti asuhan anak terlantar). 6). Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis.
E. Cara Pemberantasan 1). Hal yang paling utama adalah penyuluhan, tanpa dengan penyuluhan diberbagai wilayah sehingga penderita penyakit akan memeriksakan diri secara sadar ke puskesmas/ rumah sakit. Dan tanpa penyuluhan, orang tidak akan memahami selukbeluk penyakit dan cara pencegahan serta pengobatannya sehingga akan menghambat upaya penaggulangan tbc. penyuluhan tersebut tidak perlu mengumpulkan banyak orang, tetapi bisa dilakukan dengan menyebarkan brosur/ selebaran, bisa juga melalui media cetak dan elektronik. 2). Laporkan segera kepada instansi kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB atau yang diduga menderita TB. Penyakit TB wajib dilaporkan di AS dan hampir di semua negara di dunia kelas 2A (lihat tentang pelaporan penyakit menular). Penderita TB perlu dilaporkan jika hasil pemeriksaan bakteriologis hasilnya positif atau tes tuberkulinnya positif atau didasarkan pada gambaran klinis dan foto rontgen. Departemen Kesehatan mempertahankan sistem pencatatan dan pelaporan yang ada bagi penderita yang membutuhkan pengobatan dan aktif dalam kegiatan perencanaan dan monitoring pengobatan. 3). Isolasi: Untuk penderita TB paru untuk mencegah penularan dapat dilakukan dengan pemberian pengobatan spesifik sesegera mungkin. Konversi sputum biasanya terjadi dalam 4 8 minggu. Pengobatan dan perawatan di Rumah Sakit hanya dilakukan terhadap penderita berat dan bagi penderita yang secara medis dan secara sosial tidak bisa dirawat di rumah. Penderita TB paru dewasa dengan BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam ruangan khusus dengan ventilasi bertekanan negatif. Penderita diberitahu agar menutup mulut dan hidung setiap saat batuk dan bersin. Orang yang memasuki ruang perawatan penderita hendaknya mengenakan pelindung pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran
submikron. Isolasi tidak perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi penderita yang tidak batuk dan bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons yang baik terhadap pengobatan). Penderita remaja harus diperlakukan seperti penderita dewasa. Penilaian terus menerus harus dilakukan terhadap rejimen pengobatan yang diberikan kepada penderita. Terapkan sistem DOPT apabila secara finansial dan logistik memungkinkan dan diterapkan pada penderita yang kemungkinan mengalami resistensi terhadap pengobatan, adanya riwayat compliance yang jelek, diberlakukan juga terhadap mereka yang hidup dalam lingkungan dimana kalau terjadi relaps dapat menularkan kepada banyak orang. 4). Investigasi kontak, sumber penularan dan sumber infeksi: Tes PPD direkomendasikan untuk seluruh anggota keluarga bila ada kontak. Bila hasil negatif harus diulang 2-3 bulan kemudian. Lakukan X-ray bila ada gejala yang positif. Terapi preventif bila ada reaksi positif dan memiliki risiko tinggi terjadi TBC aktif (terutama untuk anak usia 5 tahun atau lebih) dan mereka yang kontak dengan penderita HIV (+), diberikan minimal sampai skin tes negatif. Sayang sekali di negara berkembang penelusuran kontak didasarkan hanya pada pemeriksaan sputum pada orang yang memiliki gejala-gejala TBC. 5). Memutus rantai penularan. Penemuan penderita dan pengobatan hingga tuntas akan membantu memutus rantai penularan dan mengurangi penyebarannya. jika pengobatan trhadap penderita tbc tidak sempurna/ terputus ditengah jalan, maka si penderita justru akan menjadi resisten terhadap berbagai obat dan akhirnya memerlukan biaya sangat tinggi untuk mengobatinya. 6). Sejak tahun 1996 upaya penanggulangan dan pemberantasan tbc dilakukan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment Shortcoursechemotherapy). Terapi spesifik: Pengawasan Minum obat secara langsung terbukti sangat efektif dalam pengobatan TBC di AS dan telah direkomendasikan untuk diberlakukan di AS. Pengawasan minum obat ini di AS disebut dengan sistem DOPT, sedangkan Indonesia sebagai negara anggota WHO telah mengadopsi dan mengadaptasi sistem yang sama yang disebut DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse). Penderita TBC hendaknya diberikan OAT kombinasi yang tepat dengan pemeriksaan sputum yang teratur. Untuk penderita yang belum resisten terhadap OAT diberikan regimen selama 6 bulan yang terdiri dari isoniazid (INH), Rifampin (RIF) dan pyrazinamide
(PZA) selama 2 bulan kemudia diikuti dengan INH dan PZA selama 4 bulan. Pengobatan inisial dengan 4 macam obat termasuk etambutol (EMB) dan streptomisin diberikan jika infeksi TB terjadi didaerah dengan peningkatan prevalensi resistensi terhadap INH. Namun bila telah dilakukan tes sensititvitas maka harus diberikan obat yang sesuai. Jika tidak ada konversi sputum setelah 2-3 bulan pengobatan atau menjadi positif setelah beberapa kali negatif atau respons klinis terhadap pengobatan tidak baik, maka perlu dilakukan pemeriksaan terhadap kepatuhan minum obat dan tes resistensi. Kegagalan pengobatan umumnya karena tidak teraturnya minum obat dan tidak perlu merubah regimen pengobatan. Perubahan Supervisi dilakukan bila tidak ada perubahan respons klinis penderita. Minimal 2 macam obat dimana bekteri tidak resisten harus ada dalam regiemen pengobatan. Jangan sampai menambahkan satu jenis obat baru pada kasus yang gagal. Jika INH atau rifampisin tidak dapat dimasukkan kedalam regimen maka lamanya pengobatan minimal selama 18 bulan setelah biakan menjadi negatif. Untuk penderita baru TBC paru dengan BTA (+) di negara berkembang, WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2 bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan EMB selama 6 bulan. Walaupun pengobatan jangka pendek dengan 4 macam obat lebih mahal daripada pengobatan dengan jumlah obat yang lebih sedikit dengan jangka waktu pengobatan 12- 18 bulan namun pengobatan jangka pendek lebih efektif dengan komplians yang lebih baik. Penderita TBC pada anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit modifikasi. Kasus resistensi pada anak umumnya karena tertular dari penderita dewasa yang sudah resisten terlebih dahulu.Anak dengan limfadenopati hilus hanya diberikan INH dan RIF selama 6 bulan. Pengobatan anak-anak dengan TBC milier, meningitis, TBC tulang/sendi minimal selama 9-12 bulan, beberapa ahli menganjurkan pengobatan cukup selama 9 bulan. Etambutol tidak direkomendasikan untuk diberikan pada anak sampai anak cukup besar sehingga dapat dilakukan pemeriksaan buta warna (biasanya usia > 5 tahun). Penderita TBC pada anak dengan keadaan yang mengancam jiwa harus diberikan pengobatan inisial dengan regimen dengan 4 macam obat. Streptomisin tidak boleh diberikan selama hamil. Semua obat kadang-kadang dapat menimbulkan
reaksi efek samping yang berat. Operasi toraks kadang diperlukan biasanya pada kasus MDR. 7). Pengadaan program pemberantasan TB paru diberbagai wilayah.
F. Hambatan
Kendala yg paling utama dlm pemberantasan TB adalah kekebalan M.tuberculosis terhadap obat. Kendala yg lain antara lain: 1. Masih belum adanya komitmen di semua pihak untuk melaksanakan program pemberantasan TB.Sarana prasarana cukup memadai, tetapi kurang didukung oleh semua pihak (LSM, tokoh masyarakat,tokoh agama) dalam rangka menyebar luaskan program TB pada masyarakat. 2. Masyarakat banyak yg belum tahu dan mengerti apa itu TB. 3. Masyarakat jangan hanya sekedar menjadi obyek, Masyarakat juga harus dijadikan subyek agar mereka sadar pentingnya kesehatan. 4. Adanya stigmatisasi buruk terhadap pasien.Stugma masyarakat membuat mereka bersembunyi supaya penyakit tetap tidak diketahui. Ini harus dihilangkan karena jika tidak, si penderita akan menularkan ke orang lain yg lebih banyak 5. Akses pasien terhadap pengobatan.Jauhnya pusat pengobatan (puskesmas,rs, dll) dari rumah penderita hingga penderita memutuskan hanya dirawat di rumah saja. 6. Banyak pasien yg gagal menuntaskan pengobatan dan angka kejadian penyakit semakin tinggi.Adanya obat gratis TB dari pemerintah kurang disosialisasikan pada masyarakat.Saat 2 minggu menerima pengobatan mereka merasa cukup membaik dan menghentikan pengobatan padahal sebenarnya itu belum sembuh total. Penderita yg belum menuntaskan pengobatan masih mengandung Mycobacterium Tuberculosis yg bisa menyebar kemana-mana melalui udara dan menularkan ke orang lain yg kondisi tubuhnya tidak prima.
PENUTUP
Kesimpulan Dari uraian diatas dapat disimpulkan: TBC merupakan penyakit kedua penyebab kematian
Mengetahui cara pencegahan dan penanggulangan penyakit tuberkulosis. Hambatan dari pemberantasan TBC 1. Masih belum adanya komitmen di semua pihak untuk melaksanakan program pemberantasan TB. 2. Masyarakat banyak yg belum tahu dan mengerti apa itu TB. 3. Masyarakat jangan hanya sekedar menjadi obyek, Masyarakat juga harus dijadikan subyek agar mereka sadar pentingnya kesehatan. 4. Adanya stigmatisasi buruk terhadap pasien. 5. Akses pasien terhadap pengobatan. 6. Banyak pasien yg gagal menuntaskan pengobatan dan angka kejadian penyakit semakin tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
http://ekajayamateri.blogspot.com/2009/12/penyakit-ditularkan-melaluiudara.html http://www.smallcrab.com/kesehatan/520-5-macam-penyakit-akibat-pencemaranpartikel-debu-di-udara http://www.hd.co.id/info-medis/penyakit-yang-ditularkan-lewat-udara http://www.smallcrab.com/kesehatan/520-5-macam-penyakit-akibat-pencemaranpartikel-debu-di-udara http://www.anakciremai.com/2009/10/makalah-kesehatan-tentangepidemiologi.html I NYOMAN KANDUN, MPH. 2000. Manual Pemberantasan Penyakit Menular. Edisi 17.