Download - Makalah Pencemaran Makanan pada Jajanan Anak Sekolahan

Transcript

PengetahuanPedagang, Orang Tua dan Pihak SekolahTerhadap Penambahan Zat Berbahaya

pada Jajanan Anak di Sekolah Dasar Negeri 05 Indralaya

Tahun 2012

Tugas Mata Kuliah Pencemaran LingkunganDosen Pembimbing : Hamzah Hasyim, S.KM, M.Kes

Disusun Oleh :

M. Fansuri Habibi (10091001003)Rahmatus Sakinah (10091001004)Dalyla (10091001008)Dwi Nur Yunindha (10091001018)Rega Oktariansyah (10091001024)Utari Kusuma N (10091001025)Defi Andita AHS (10091001035)

Rismawati (10091001036)Siska Putri P (10091001044)Fori Herfina (10091001049)Islach Dani Waskito (10091001051)Repil Ansen (10091001053)Renni Sipahutar (10091001058)Elvina Agnestin (10091001060)

Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Sriwijaya

2012

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT, Rabb

semesta alam, karena berkat rahmat dan taufik-Nya akhirnya kelompok kami

dapat menyelesaikan penyusunan tugas penelitian kualitatif mengenai pencemaran

makanan yang berjudul “Pengetahuan Pedagang, Orang Tua dan Pihak

Sekolah Terhadap Penambahan Zat Berbahaya pada Jajanan Anak di

Sekolah Dasar Negeri 05 Indralaya”. Sholawat teriring salam semoga tetap

tercurah kepada suri teladan bagi umat manusia sepanjang zaman, Nabi besar

Muhammad SAW beserta para sahabat, keluarga dan pengikutnya hingga akhir

zaman.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

Bapak Hamzah Hasyim, S,KM., M.KM. selaku dosen pembimbing mata kuliah

pencemaran lingkungan yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

penyusunan laporan penelitian ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

Terima kasih juga kami sampaikan kepada Kepala Sekolah SD 05 Indralaya yang

telah memberikan izin kepada kami melakukan penelitian di SD tersebut. Selain

itu, rasa terima kasih juga patut kami sampaikan kepada semua informan yang

sudah membantu kami memberikan jawaban atas pertanyaan kami. Terakhir kami

juga berterima kasih kepada orang tua, teman-teman seperjuangan, serta semua

pihak terkait yang telah membantu kami yang tentu saja tidak dapat kami

sebutkan satu-persatu namanya disini. Semoga apa yang telah kalian berikan

kepada kami senantiasa dibalas Allah SWT dengan balasan yang setimpal.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan penelitian ini, masih

banyak kekurangan. Untuk itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari

semua pihak dalam rangka penyempurnaan laporan ini. Akhir kata, semoga karya

kecil kami ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca

umumnya.

Inderalaya, Maret 2012

Penulis

DAFTAR ISI

Halaman Judul......................................................................................... i

Kata Pengantar ....................................................................................... ii

Daftar Isi ............................................................................................... iii

Daftar Tabel............................................................................................. vi

BAB I PENDAHULUAN

1.1......................................................................Latar Belakang

1

1.2..................................................................Rumusan Masalah

4

1.3..................................................................Tujuan Penelitian

4

1.4.................................................................Manfaat Penelitian

5

1.5.....................................................Ruang Lingkup Penelitian

5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1.............................................................Definisi Pengetahuan . . .7

2.2..................................Pengertian Makanan/Minuman Jajanan . . .7

2.3.......................................Bahan Tambahan Makanan (BTM) . . .8

2.3.1. Definisi Bahan Tambahan Makanan................................. 8

2.3.2. Manfaaat Bahan Tambahan Makanan............................... 9

2.3.3. Penggolongan Bahan Tambahan Makanan....................... 10

2.4..................................Bahan Tambahan Makanan Berbahaya . 15

2.4.1. Formalin............................................................................ 15

2.4.2. Boraks................................................................................ 18

2.4.3. Pewarna Tekstile............................................................... 19

2.5.....................................................Penyakit Bawaan Makanan . 19

2.6.....................Upaya Pencegahan Penyakit Bawaan Makanan . 21

2.7.......................................................................Kerangka Teori . 22

BAB III KERANGKA PIKIR................................................................. 23

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian........................................................................... 24

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................... 24

4.3. Informan Penelitian.................................................................... 24

4.4. Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data.................................... 25

4.4.1. Jenis Data .......................................................................... 25

4.4.2. Cara Pengumpulan Data.................................................... 25

4.4.3. Alat Bantu Pengumpulan Data.......................................... 27

4.5. Pengolahan dan Penyajian Data................................................. 28

4.6. Validitas Data............................................................................. 29

4.7. Analisis Data.............................................................................. 29

4.8. Definisi Istilah............................................................................ 31

BAB V HASIL WAWANCARA

5.1. Gambaran Umum....................................................................... 33

5.2. Hasil Wawancara........................................................................ 33

5.2.1. Pendapat tentang Jajanan di Sekolah................................. 33

5.2.2. Pendapat tentang Bahaya dari Makanan dan Apa Saja

Bahaya yang pernah terjadi............................................... 35

5.2.3. Pendapat tentang Pengawasan Jajanan di Sekolah............ 37

5.2.4. Kondisi Jajanan Makanan di SD N 05 Indralaya.............. 39

BAB VI PEMBAHASAN

6.1...........................................................Keterbatasan Penelitian . 41

6.2.............................................................................Pembahasan . 42

BAB VII PENUTUP

7.1.............................................................................Kesimpulan . 49

7.2.......................................................................................Saran . 50

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................. 52

LAMPIRAN............................................................................................. 53

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Dampak Buruk Formalin bagi Tubuh Manusia..................... 16

Tabel 2.2. Beberapa Penyakit Bawaan Makanan..................................... 20

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Makanan/Minuman jajanan adalah makanan/minuman yang

tidak mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam

bentuk bubuk atau cair yang mengandung bahan-bahan tambahan

lainnya baik alami maupun sintetik yang dikemas dalam kemasan

siap untuk di konsumsi (Cahyadi,2005). Makanan yang aman

merupakan faktor yang penting untuk meningkatkan derajat kesehatan.

Dalam Undang-undang RI No. 7 Tahun 1996 tentang pangan, keamanan

pangan didefinisikan sebagai kondisi dan upaya yang diperlukan untuk

mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, benda-benda

lain yang dapat mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan

manusia.

Semakin canggihnya tekhnologi, membuat segala sesuatunya mudah

untuk dibuat, termasuk jajanan makanan. Demi untuk menekan biaya

produksi, membuat para pedagang tidak lagi memikirkan kandungan zat yang

ada didalam jajanan makanan itu sendiri,sehingga penambahan bahan

makanan, menjadi hal yang membantu untuk menaikkan kualitas suatu

produk tanpa harus membeli bahan makanan yang mahal

(Budiyanto,2004), tentunya hal ini tidak salah bila seorang

pedagang tidak melewati batas-batas dosis yang telah

dianjurkan. Namun, menjadi suatu masalah ketika pedagang

sudah tidak lagi memperdulikan dosis atau ukuran zat

tambahan makan kedalam jajanan mereka, karena yang

membedakan suatu zat berbahaya atau tidak adalah

dosisnya (anonim).

Jajanan yang rasanya manis disertai dengan bentuk dan warna yang

menarik tentu digemari anak-anak, khusunya anak sekolah. Jajanan tersebut

tentu mengandung bahan tambahan makanan. Penggunaan bahan tambahan

makanan yang berlebihan atau dilarang akan berbahaya bila dikonsumsi oleh

manusia, baik dalam waktu yang cepat maupun lama. Hal ini dikarenakan

bahwa pengaruh bahan tambahan makanan terhadap

kesehatan umumnya tidak langsung dapat dirasakan atau

dilihat, maka produsen sering kali tidak menyadari bahaya

penggunaan bahan makanan yang tidak sesuai dengan

peraturan (Syah,2005).

Pengawasan Obat dan Makanan (POM), menyatakan bahwa sebagian

makanan jajanan anak sekolah mengandung bahan kimia berbahaya. Dari 163

sampel jajanan anak yang diuji di 10 provinsi pada tahun 2003, sebanyak 80

sampel atau 50 persennya tidak memenuhi syarat mutu dan keamanan.

Kebanyakan jajanan yang bermasalah itu mengandung boraks, formalin, zat

pengawet, zat pewarna berbahaya serta tidak mengandung garam beryodium

(Evy, 2008).

Serupa dengan kasus diatas, ternyata didapatkan bahwa sebenarnya

pemanis buatan sama sekali tidak memiliki nilai gizi dalam kandungannya,

disebutkan bahwa, pemanis sintetik (buatan) merupakan bahan

tambahan yang dapat menyebabkan rasa manis dalam

makanan tetapi tidak memiliki nilai gizi (Yuliarti, 2005), hal ini

lagi-lagi menjadi koreksi utama kita bersama.

Berikutnya pada bulan November 2005, Badan POM menguji makanan

jajanan pada 195 sekolah dasar di 18 provinsi. Dari sampel yang diuji yakni

es sirop/es cendol, minuman ringan/limun, kue, makanan gorengan, kerupuk

dan saus yang mengandung rhodamin B (Yulianti, 2007).

Sementara sepanjang tahun 2007 Badan POM beserta ke-26 Balai POM

seluruh provinsi kembali melakukan survey, dari 2000 makanan yang

disurvei di lingkungan sekolah, 45% tercemar bahaya pangan yakni formalin,

boraks dan pewarna tekstil. Wujud fisik makanan berbahaya yang ditemukan

di sekolah umumnya berbentuk jeli, sirop, kerupuk dan makanan ringan (Evy,

2008).

Bahkan, untuk penelitian baru-baru ini didapatkan

pengaruh yang cukup signifikan antara jajanan yang dimakan

oleh anak sekolah (SD), terutama untuk pemenuhan energy,

akan berkoneksi dengan kemampuan penurunan perilaku

positif anak, seperti gangguan tidur, gangguan konsentrasi,

gangguan emosi, gangguan bicara, hiperaktif hingga

memperberat gejala pada penderita autism (Widodo, 2006).

SD Negeri 05 Indralaya yang memiliki murid terbanyak di wilayah

Indralaya, tentunya memiliki resiko yang sangat besar sebagai sasaran para

pedagang jajanan makanan. Dari survey yang telah dilakukan di lingkungan

sekolah beberapa pedagang yang menjual beranekaragam makanan dan

minuman jajanan antara lain sosis, nasi goreng, nasi gemuk, batagor, es gogo,

es the manis, kerupuk, tekwan, siomay, makanan kemasan, minuman

kemasan dan makanan gorengan.

Berdasarkan hasil tinjauan dan pertimbangan-pertimbangan tersebut

diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana pengetahuan pedagang,

orangtua dan pihak sekolah terhadap bahan tambahan makanan tertentu pada

jajanan anak, khususnya di SD Negeri 05 Indralaya.

1.2. Rumusan Masalah

Jajanan anak yang dijual di lingkungan sekolah banyak mengandung

bahan tambahan makanan yang dilarang atau tidak diizinkan dengan dosis

yang melebihi batas. Jajanan ini membahayakan kesehatan terutama pada

anak-anak yang mengkonsumsinya. Berdasarkan hal tersebut peneliti tertarik

untuk mengetahui bagaimana pengetahuan pedagang, orangtua dan pihak

sekolah terhadap bahan tambahan makanan tertentu pada jajanan anak di SD

Negeri 05 Indralaya.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengetahuan pedagang, orang tua dan pihak sekolah

terhadap penambahan zat berbahaya pada jajanan anak di Sekolah Dasar Negeri

05 Inderalaya Tahun 2012.

1.3.2. Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui pengetahuan pedagang terhadap penambahan

zat berbahaya pada jajanan anak di Sekolah Dasar Negeri 05

Inderalaya.

2. Untuk mengetahui pengetahuan orang tua terhadap penambahan

zat berbahaya pada jajanan anak di Sekolah Dasar Negeri 05

Inderalaya.

3. Untuk mengetahui pengetahuan pihak sekolah terhadap

penambahan zat berbahaya pada jajanan anak di Sekolah Dasar

Negeri 05 Inderalaya.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Bagi Peneliti

Sebagai sarana dalam mengaplikasikan ilmu yang didapat selama

belajar di FKM UNSRI dan menambah pengalaman dalam bidang

penelitian.

1.4.2. Bagi FKM UNSRI

Dapat digunakan sebagai untuk mengetahui lebih lengkap mengenai

kebiasaan jajanan anak sekolah dan sebagai bahan referensi untuk

penelitian selanjutnya.

1.4.3. Bagi SDN 05 Inderalaya

Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah agar dapat menetapkan

aturan mengenai jajanan di sekolah, meningkat pengawasan terhadap

jajanan anak dan kebiasaan jajan anak. Pihak sekolah diharapkan

berkontribusi terhadap jajanan anak sekolah dengan menyediakan kantin

sehat dan tempat cuci tangan.

1.4.4. Bagi Orang Tua Murid

Dapat menambah pengetahuan bagi orang tua yang mempunyai anak

sekolah agar dapat menerapkan jajanan sehat bagi anak-anak

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

1.5.1. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan pada hari selasa, tanggal 28 Februari 2012.

1.5.2. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini dilakukan di SDN 05 Kecamatan Inderalaya kabupaten

Ogan Ilir.

1.5.3. Ruang Lingkup Materi

Dalam penelitian ini membahas tentang pengetahuan pedagang,

orangtua dan pihak sekolah terhadap bahan tambahan makanan tertentu

pada jajanan anak di SD Negeri 05 Inderalaya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan

penginderaan terhadap obyek tertentu (Notoatmodjo, 2007). Penginderaan

terjadi melalui panca indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba.

Menurut pendekatan kontruktivistis, pengetahuan bukanlah fakta dari

suatu kenyataan yang sedang dipelajari, melainkan sebagai konstruksi

kognitif seseorang terhadap obyek, pengalaman, maupun lingkungannya.

Pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah ada dan tersedia dan sementara

orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan adalah sebagai suatu

pembentukan yang terus menerus oleh seseorang yang setiap saat mengalami

reorganisasi karena adanya pemahaman-pemahaman baru.

Dalam pengertian lain, pengetahuan adalah berbagai gejala yang

ditemui dan diperoleh manusia melalui pengamatan akal. Pengetahuan

muncul ketika seseorang menggunakan akal budinya untuk mengenali benda

atau kejadian tertentu yang belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya.

Misalnya ketika seseorang mencicipi masakan yang baru dikenalnya, ia akan

mendapatkan pengetahuan tentang bentuk, rasa, dan aroma masakan tersebut.

2.2. Pengertian Makanan / Minuman Jajanan

Makanan/minuman jajanan adalah makanan/minuman yang tidak

mengandung alkohol, merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk atau

cair yang mengandung bahan-bahan tambahan lainnya baik alami maupun

sintetik yang dikemas dalam kemasan siap untuk di konsumsi

(Cahyadi,2005).

Fungsi makanan/minuman jajanan itu tidak berbeda jauh dengan

minuman lainnya yaitu sebagai minuman untuk melepaskan dahaga

sedangkan dari segi harga, ternyata minuman karbonasi relatif lebih mahal

dibandingkan minuman non-karbonasi. Hal ini disebabkan teknologi proses

yang digunakan dan kemasan yang khas yaitu dalam kemasan kaleng atau

botol seperti sprite (Cahyadi,2005).

2.3. Bahan Tambahan Makanan (BTM)

2.3.1. Definisi Bahan Tambahan Makanan (BTM)

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau zat aditif merupakan zat

tambahan yang biasanya diberikan pada sejumlah makanan dan

minuman. Pemberian zat aditif dimaksudkan untuk menjadikan makanan

lebih enak dan lebih menarik sehingga dapat meningkatkan selera makan.

Bahan Tambahan Makanan (BTM) dalam pengertian luas adalah

bahan yang ditambahkan ke dalam produk pangan selain bahan baku

utama. Secara khusus BTM adalah bahan yang ditambahkan ke dalam

pangan untuk mempengaruhi sifat atau karakteristik pangan, baik yang

mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi. BTM dapat ditambahkan

pada proses produksi, pengemasan, transportasi atau penyimpanan.

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun

1996 Tentang Pangan, Yang dimaksud "bahan tambahan pangan" adalah

bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat

atau bentuk pangan, antara lain, bahan pewarna, pengawet, penyedap

rasa, anti gumpal, pemucat dan pengental.

Peraturan pemerintah nomor 28 tahun 2004 tentang keamanan,

mutu, dan gizi pangan pada bab 1 pasal 1 menyebutkan, yang dimaksud

dengan bahan tambahan pangan adalah bahan yang ditambahkan ke

dalam makanan untuk mempengaruhi sifat atau bentuk pangan atau

produk panga.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.722/Menkes/Per/IX/1988 tentang bahan tambahan pangan atau aditif

adalah suatu bahan yang ditambahkan dan dicampurkan kedalam bahan

pangan sewaktu pengolahan untuk meningkatkan mutu.

Pemakaian Bahan Tambahan Pangan di Indonesia diatur oleh

Departemen Kesehatan. Sementara, pengawasannya dilakukan oleh

Direktorat Jenderal Pengawasa Obat dan Makanan (Dirjen POM).

2.3.2. Manfaat Bahan Tambahan Makanan

a. Mempertahankan konsistensi produk makanan.

Misalnya : Emulsifier menjadikan produk makanan mempunyai

tekstur yang konsisten; contoh, susu yang diawetkan tidak terpisah

b. Memperbaiki atau memelihara nilai gizi.

Contohnya adalah vitamin dan mineral yang umumnya

ditambahkan ke dalam makanan seperti susu, tepung, dan lain-lain

dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan gizi orang yang

kekurangan gizi, atau untuk mempertahankan bahkan

meningkatkan atau memperbaiki kandungan gizi bahan makanan

tsb yang kemungkinan hilang akibat pemrosesan.

c. Menjaga cita rasa dan sifat produk makanan secara keseluruhan.

Contoh : Bahan pengawet mempertahankan mutu produk makanan

dari mikrobia yang dapat menyebabkan kerusakan produk, misal

berjamur atau busuk.

d. Menjaga tingkat keasaman atau kebasaan makanan yang

diinginkan.

Contoh : Bahan pengembang menghasilkan gas karbon dioksida

sehingga tekstur biskuit, cake dan produk sejenis lainnya

mengembang.

e. Memperkuat rasa atau memberikan warna tertentu yang

dikehendaki. Beberapa bumbu dan penyedap rasa baik buatan

maupun alami memperkuat rasa makanan. Warna kuning dari

pewarna kuning buatan (BTP) tartrazine atau kurkumin dari kunyit

memberi warna khas pada produk.

2.3.3. Penggolongan Bahan Tambahan Makanan

Pada umumnya bahan tambahan makanan dapat dibagi menjadi dua

golongan besar, yaitu sebagai berikut:

a. Bahan tambahan pangan yang ditambahkan dengan sengaja ke dalam

makanan, dengan mengetahui komposisi bahan tersebut dan maksud

penambahan itu dapat mempertahankan kesegaran, cita rasa dan

membantu pengolahan, sebagai contoh pengawet, pewarna dan

pengeras.

b. Bahan tambahan pangan yang tidak sengaja ditambahkan, yaitu

bahan yang tidak mempunyai fungsi dalam makanan tersebut,

terdapat secara tidak sengaja, baik dalam jumlah sedikit atau cukup

banyak akibat perlakuan selama proses produksi, pengolahan, dan

pengemasan. Bahan ini dapat pula merupakan residu atau

kontaminan dari bahan yang sengaja ditambahkan untuk tujuan

produksi bahan mentah atau penanganannya yang masih terus

terbawa kedalam makanan yang akan dikonsumsi. Contoh bahan

tambahan pangan dalam golongan ini adalah residu pestisida

(termasuk insektisida, herbisida, fungisida, dan rodentisida),

antibiotik, dan hidrokarbon aromatik polisiklis.

Bahan tambahan makanan atau zat aditif dapat berupa bahan

pewarna, penyedap, pemanis, pengawet, dan antikempal.

a. Bahan Pewarna

Bahan pewarna yang terdapat dalam bahan tambahan makanan

dibedakan menjadi bahan pewarna alami dan buatan. Bahan pewarna

alami seperti warna kuning dari kunyit dan warna hijau dari daun

suji tidak membahayakan kesehatan. Bahan pewarna buatan dapat

bersifat racun (toksik) dan dapat menimbulkan kanker (karsinogen).

b. Bahan Penyedap

Bahan penyedap rasa dan aroma yang masih bagi kesehatan

ialah vetsin atau monosodium glutamate (MSG). Meskipun masih

pada batas aman, penggunaan MSG yang berlebihan dapat

menimbulkan rasa pusing dan sedikit mual. Gejala ini disebut

Chinese restaurant syndrome. Sebagai pengganti rasa gurih,

sebenarnya pada makanan cukup ditambahkan garam dan rempah-

rempah.

c. Bahan Pemanis

Bahan pemanis buatan ialah bahan pemanis yang dihasilkan

melalui reaksi-reaksi kimia organic di laboratorium dalam skala

industri. Pemakaian bahan pemanis buatan yang berlebihan dengan

dosis tinggi dapat mengakibatkan gejala-gejala kanker dalam waktu

relatif lama. Efek pemakaian pemanis buatan tidak langsung, tetapi

mungkin menunggu 20-30 tahun kemudian. Contoh bahan pemanis

buatan ialah sakarin, siklamat, dan aspartam.

d. Bahan Pengawet

Tim riset Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB Bogor

berhasil menemukan bahan alami sebagai pengawet makanan yang

dibuat dari limbah udang dan rajungan. Bahan pengawet alami

tersebut dinamakan chitosan. Chitosan berupa Kristal berwarna putih

yang dapat larut dalam larutan asam organic seperti asam asetat.

Beberapa bahan kimia yang disalahgunakan untuk pengawetan

bahan makanan ialah asam borat (boraks) dan formalin.

e. Bahan Antikempal

Bahan tambahan pangan lain yang digunakan ialah antikempal.

BTP ini biasanya digunakan pada produk tepung-tepungan seperti

terigu dan susu bubuk. Tujuannya agar tepung-tepung tersebut tidak

menggumpal. Antikempal yang diizinkan antara lain aluminium

silikat, kalsium silikat, magnesium oksida, dan magnesium silikat.

Pengelompokan bahan tambahan makanan yang diizinkan

penggunaannya dalam makanan menurut Permenkes RI.722/Per/IX/88

sebagai berikut :

a. Antioksidan, fungsinya melindungi suatu hasil produk terhadap

pengaruh proses oksidasi warna dan baunya.

Contoh : Asam Askorbat, digunakan sebagai anti oksidan pada

produk daging dan ikan serta sari buah kalengan, Butil

Hidroksianisol (BHA) dipakai sebagai antioksidan pada lemak,

minyak dan margarin.

b. Pengatur asam, yaitu bahan tambahan makanan yang dapat

mengasamkan, menetralkan dan mempertahankan derajat keasaman.

Contoh : Asam Asetat, Asam Sitrat, Asam Malat, Asam Suksinat,

Asam Tartrat dan Asam Laktat.

c. Pemanis Buatan, yaitu bahan tambahan makanan yang menyebabkan

rasa manis pada makanan, yang tidak atau hampir tidak mempunyai

nilai gizi.

Contoh : Sakarin, Siklamat, Aspartam

d. Pemutih, digunakan dalam produksi tepung agar warna putih yang

merupakan ciri khas tepung dapat terjaga dengan baik.

Contoh : Benzoil Peroksida

e. Pengental, bahan makanan yang merupakan cairan dapat dikentalkan

dengan menggunakan gumi dan bahan polimer sintetik.

Contoh : Ekstrak rumput laut, Gelatin

f. Pengawet adalah bahan tambahan yang digunakan untuk

menghambat fermentasi atau penguraian terhadap makanan yang

disebabkan oleh mikroorganisme.

Contoh : Asam Benzoat dan garamnya, Asam Sorbat serta garam dan

kaliumnya, efektif untuk menghambat pertumbuhan bakteri, jamur

dan ragi, biasaya dipake dalam keju, margarin, acar, buah kering,

jelli, pekatan sari buah dan minuman ringan mengandung CO2.

g. Pengeras adalah bahan tambahan yang dapat memperkeras atau

mencegah melunaknya makanan.

Contoh : Aluminium Sulfat, Kalsium Klorida, Kalsium Glukonat dan

Kalsium Sulfat pada buah yang dikalengkan misalnya apel dan

tomat.

h. Penyedap rasa adalah bahan tambahan yang diberikan untuk

menambahkan atau mempertegas rasa atau aroma.

Contoh : MSG (Mono Sodium Glutamate).

i. Pewarna adalah bahan tambahan makanan/minuman yang dapat

memperbaiki atau memberikan warna pada makanan/minuman.

Contoh : Tartrazin (kuning jingga), Carmoisine (merah).

Beberapa bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan,

menurut Permenkes RI No. 1168/Menkes/Per/X/1999 diantaranya sebagai

berikut:

1. Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya

2. Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt)

3. Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC)

4. Dulsin (Dulcin)

5. Kalium Klorat (Potassium Chlorate)

6. Kloramfenikol (Chloramphenicol)

7. Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils)

8. Nitrofurazon (Nitrofurazone)

9. Formalin (Formaldehyde)

10.Kalium Bromat (Potassium Bromate)

Sedangkan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI

No.722/Menkes/Per/IX/1988, selain bahan tambahan diatas masih ada

bahan tambahan kimia yang dilarang seperti rhodamin B (pewarna merah)

dan methanyl yellow (pewarna kuning).

Bahan tambahan pangan yang digunakan hanya dapat dibenarkan

apabila :

1. Dimaksudkan untuk mencapai masing-masing tujuan penggunaan

dalam pengolahan;

2. Tidak digunakan untuk menyembunyikan penggunaan bahan yang

salah atau yang tidak memenuhi persyaratan;

3. Tidak digunakan untuk menyembunyikan cara kerja yang

bertentangan dengan cara produksi yang baik untuk pangan;

4. Tidak digunakan untuk menyembunyikan kerusakan bahan pangan.

2.4. Bahan Tambahan Makanan Berbahaya

Menurut Badan POM, bahan kimia yang umum digunakan pada bahan

makanan antara lain formalin, rodhamin, methanil yellow, dan boraks.

2.4.1. Formalin

Formalin adalah bahan kimia yang kegunaannya untuk urusan

luar tubuh. Contohnya untuk pembunuh hama, pengawet mayat, bahan

disinfektan dalam industri plastik, busa, dan resin untuk kertas. Di

dalam formalin terkandung sekitar 37 persen formaldehid dalam air.

Biasanya ditambahkan metanol hingga 15 persen sebagai pengawet.

Akibat masuknya formalin pada tubuh bisa akut maupun kronis.

Kondisi akut tampak dengan gejala alergi, mata berair, mual, muntah,

seperti iritasi, kemerahan, rasa terbakar, sakit perut, dan pusing. Kondisi

kronis tampak setelah dalam jangka lama dan berulang bahan ini masuk

ke dalam tubuh. Gejalanya iritasi parah, mata berair, juga gangguan

pencernaan, hati, ginjal, pankreas, sistem saraf pusat, menstruasi, dan

memicu kanker.

Tabel 2.1. Dampak Buruk Formalin bagi Tubuh Manusia

Kulit :

Mata :

Hidung :

Saluran Pernapasan :

Saluran Pencernaan :

Hati :

Paru-paru :

Saraf :

Ginjal :

Organ Reproduksi :

Iritatif, kulit kemerahan, kulit seperti

terbakar, alergi kulit

Iritatif, mata merah dan berair,

kebutaan

Mimisan

Sesak napas, suara serak, batuk kronis,

sakit tenggorokan

Iritasi lambung, mual muntah, mules

Kerusakan hati

Radang paru-paru karena zat kimia

(pneumonitis)

Sakit kepala, lemas, susah tidur,

sensitif, sukar konsentrasi, mudah lupa

Kerusakan ginjal

Kerusakan testis, ovarium, gangguan

menstruasi, infertilitas sekunder

Sumber : Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia

Ciri makanan berformalin:

1. Mi basah:

a. Bau sedikit menyengat.

b. Awet, tahan dua hari dalam suhu kamar (25 Celsius). Pada

suhu 10 derajat C atau dalam lemari es bisa tahan lebih 15 hari.

c. Mi tampak mengkilat (seperti berminyak), liat (tidak mudah

putus), dan tidak lengket.

2. Tahu:

a. Bentuknya sangat bagus.

b. Kenyal

c. Tidak mudah hancur dan awet (sampai tiga hari pada suhu

kamar 25 derajat Celcius). Pada suhu lemari es 10 derajat

Celcius tahan lebih dari 15 hari.

d. Bau agak menyengat

e. Aroma kedelai sudah tak nyata lagi.

3. Ikan:

a. Warna putih bersih.

b. Kenyal.

c. Insangnya berwarna merah tua dan bukan merah segar.

d. Awet (pada suhu kamar) sampai beberapa hari dan tidak

mudah busuk.

e. Tidak terasa bau amis ikan, melainkan ada bau menyengat

4. Bakso:

a. Kenyal.

b. Awet, setidaknya pada suhu kamar bisa tahan sampai lima hari.

5. Ikan asin

a. Ikan berwarna bersih cerah.

b. Tidak berbau khas ikan.

c. Awet sampai lebih dari 1 bulan pada suhu kamar (25 derajat

C).

d. Liat (tidak mudah hancur).

2.4.2. Boraks

Boraks adalah bahan solder, bahan pembersih, pengawet kayu,

antiseptik kayu, dan pengontrol kecoak. Sinonimnya natrium biborat,

natrium piroborat, natrium tetraborat. Sifatnya berwarna putih dan sedikit

larut dalam air.

Sering mengonsumsi makanan berboraks akan menyebabkan

gangguan otak, hati, lemak, dan ginjal. Dalam jumlah banyak, boraks

menyebabkan demam, anuria (tidak terbentuknya urin), koma,

merangsang sistem saraf pusat, menimbulkan depresi, apatis, sianosis,

tekanan darah turun, kerusakan ginjal, pingsan, bahkan kematian.

Ciri makanan berboraks : Sama seperti formalin, cukup sulit

menentukan apakah suatu makanan mengandung boraks. Hanya lewat uji

laboratotium, semua bisa jelas. Namun, penampakan luar tetap memang

bisa dicermati karena ada perbedaan yang bisa dijadikan pegangan untuk

menentukan suatu makanan aman dari boraks atau tidak.

1. Bakso

a. Lebih kenyal dibanding bakso tanpa boraks.

b. Bila digigit akan kembali ke bentuk semula.

c. Tahan lama atau awet beberapa hari

d. Warnanya tampak lebih putih. Bakso yang aman berwarna abu-

abu segar merata di semua bagian, baik di pinggir maupun

tengah.

e. Bau terasa tidak alami. Ada bau lain yang muncul.

f. Bila dilemparkan ke lantai akan memantul seperti bola bekel.

2. Gula Merah

a. Sangat keras dan susah dibelah.

b. Terlihat butiran-butiran mengkilap di bagian dalam.

2.4.3. Pewarna Textile

Selain formalin dan boraks, beberapa jenis bahan makanan yang

diuji BPOM juga mengandung bahan berbahaya seperti pewarna tekstil,

kertas, dan cat (Rhodamin B), methanyl yellow, amaranth.

Pemakaian ini sangat berbahaya karena bisa memicu kanker serta

merusak ginjal dan hati. Payahnya lagi, bahan-bahan ini ditambahkan

pada jajanan untuk anak-anak seperti es sirop atau cendol, minuman

ringan seperti limun, kue, gorengan, kerupuk, dan saus sambal.

Ciri makanan yang mengandung Rhodamin B:

1. Warna kelihatan cerah (berwarna-warni), sehingga tampak menarik.

2. Ada sedikit rasa pahit (terutama pada sirop atau limun).

3. Muncul rasa gatal di tenggorokan setelah mengonsumsinya.

4. Baunya tidak alami sesuai makanannya.

2.5. Penyakit Bawaan Makanan

Penyakit bawaan makanan adalah penyakit umum yang dapat diderita

seseorang akibat memakan sesuatu makanan ynag terkontaminasi mikroba

pathogen, kecuali keracunan. Beberapa penyakit bawaan makanan yang

masih seringkali dapat di Indonesia dapat disebabkan oleh virus, bakteri,

protozoa, dan metozoa.

Makanan dapat terkontaminasi mikroba karena beberapa hal:

a. Mengolah makanan atau makan dengan tangan kotor,

b. Memasak sambil bermain dengan hewan peliharaan,

c. Menggunakan lap kotor untuk membersihkan meja, perabotan

bersih, dan lain-lainnya,

d. Dapur, alat masak dan makan yang kotor,

e. Makanan yang sudah jatuh ke tanah masih dimakan,

f. Makanan disimpan tanpa tutup sehinggan serangga dan tikus dapat

menjangkaunya,

g. Makanan mentah dan matang disimpan bersama-sama,

h. Makanan dicuci dengan air kotor,

i. Mekanan terkontaminasi kotoran akibat hewan yang berkeliaran di

sekitarnya,

j. Sayuran dan buah-buahan yang ditanam pada tanah yang

terkontaminasi,

k. Pengolahan makanan yang sakit atau carrier penyakit,

l. Pasar yang kotor, banyak insekta, dan sebagainya.

Tabel 2.2. Beberapa Penyakit Bawaan Makanan

Penyakit Penyebab

Viral :

Diare Rotavirus

Hepatitis Virus Hepatitis A

Bakterial

Cholera Vibrio cholerae

Dysentrie bacillaris Shigella sp.

Thypus abdominalis Salmonella typhi

Tuberculosa (usus) Mycobacterium tuberculosa

Protozoa :

Dysentrie amoeba Entamoeba histolytica

Metazoa :

Ascariasis Ascaris lumbricoides

Oxyuriasis Enterobius vermicularis

Trichinosis Trichinella spiralis

Trichuriasis Trichuris trichiura

Ancylostomiasis Ancylostoma duodenale

Dracontiasis Dracunculus medinensis

Diphyllobothriasis Diphyllobothrium latum

Cysticercosis Cysticercus cellulusae

Taeniasis Taenia saginata

Taenia solium

Fasciopsiasis Fasciolopsis buski

Sumber : Benenson, Abram S., (1970)

2.6. Upaya Pencegahan Penyakit Bawaan Makanan

Pencegahan penyakit ini dpat dilakukan sebagai berikut :

1. Pemilihan bahan baku yang sehat, tidak busuk, warna yang segar;

2. Penyimpanan bahan baku jangan sampai terkena serangga, tikus, atau

jangan sampai membusuk;

3. Pengolahan makanan yang higienis serta prosesnya dapat mematikan

penyebab penyakit dan peralatan masak harus bersih;

4. Pengolahan makanan bukan carrier penyakit, dan tidak sakit;

5. Penyajian makanan tidak terkena lalat, debu, dan udara kotor, peralatan

makan yang higienis (terutama di tempat umu);

6. Penyajian makanan harus mendapat surat keterangan sehat;

7. Penyimpanan makanan matang jangan sampai terkontaminasi dan

membusuk.

Demikian pula dengan penyakit yang disebabkan bahan kimia seperti

Cd, Hg, Co, dan seterusnya, pencegahannya tidak jauh berbeda, yang paling

penting adalah pemilihan bahan baku. Kesehatan makanan ini tidak saja

penting untuk kesehatan masyarakat secara langsung, tetapi dapat juga

menimbulkan kerugian besar pada pengusaha yang mengexpor produk

makanan.

2.7. Kerangka Teori

Keturunan

Pelayanan Kesehatan Status Kesehatan Lingkungannnnn

Perilaku atauDukungan PedagangDukungan Orangtua

Dukungan Pihak Sekolah

Faktor Pendorong 1. Sikap dan perilaku petugas Kesehatan

Faktor Pendukung 1. Fasilitas Kesehatan

Faktor Predisposisi :1. Pengetahuan2. Sikap3. Tindakan4. Kepercayaan5. Keyakinan6. Nilai-nilai

Kerangka teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Teori

Perubahan Perilaku Lawrence Green (1980), Teori Status Kesehatan H.L.Blum

(1968), dan Teori Bentuk Dukungan Keluarga Friedman (1998).

Kerangka Teori

Sumber : Green, L (1980) dalam Notoatmodjo, S (2003)

Sumber : H.L. Blum (1968) Notoatmodjo, S (2003)

Sumber : Friedman dalam Keliat (1998)

BAB III

Dukungan PedagangDukungan Orangtua

Dukungan Pihak Sekolah

Pengetahuan PedagangPengetahuan Orangtua

Pengetahuan Pihak Sekolah

Tindakan Orang TuaTindakan Pihak Sekolah

Bahaya Jajanan Makanan

KERANGKA PIKIR

Merujuk dari kerangka teori, penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan

informasi yang mendalam tentang pengetahuan dan tindakan dari orang tua siswa,

para pedagang makanan disekolah dan juga pihak sekolah terhadap bahaya jajanan

makanan yang dijual di SD N 05 Indralaya, maka disusunlah kerangka pikir

penelitian berdsasarkan teori H.L. Blum.

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kualitatif, yang bertujuan mendapatkan informasi

yang mendalam tentang pengetahuan pedagang, orang tua dan pihak sekolah

terhadap penambahan zat berbahaya pada jajanan anak di Sekolah Dasar

Negeri 05 Indralaya. Adapun caranya dengan mengeksplorasi sumber-sumber

informasi dari pihak sekolah dan pedagang jajanan di sekitar sekolah tersebut

serta orang tua atau wali murid yang sedang menunggu siswa sekolah.

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sekolah Dasar Negeri 05 Indralaya Kabupaten

Ogan Ilir. Penelitian ini dilaksanakan selama satu hari yaitu pada hari Selasa,

28 Februari 2012.

4.3. Informan Penelitian

Sampel dalam penelitian kualitatif bukan dinamakan responden, tetapi

sebagai informan. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel secara

purposive sampling yaitu teknik penentuan sampel yang didasarkan pada

suatu pertimbangan tertentu yang dibuat oleh peneliti berdasarkan ciri atau

sifat-sifat populasi yang sudah diketahui sebelumnya (Notoatmodjo, 2002).

Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi

tentang situasi dan kondisi latar penelitian, mempunyai banyak pengalaman,

dan secara sukarela menjadi anggota penelitian (Moleong, 2009).

Informan dalam penelitian terdiri dari :

1. Dua orang guru

2. Tiga orang pedagang jajanan

3. Tiga orang orang tua/wali murid

Responden dalam penelitian ini adalah guru, pedagang dan orang tu/wali

murid dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Sehat jasmani dan rohani.

2. Responden merupakan guru yang mengajar di SD N 05 Indralaya,

pedagang yang berjualan di sekitar area sekolah serta orang tua/wali

murid yang sedang menunggu siswa di sekolah tersebut.

Menurut Nasution (1988) menjelaskan bahwa penentuan unit sampel

(responden) dianggap telah memadai apabila telah sampai kepada taraf

redundancy (datanya telah jenuh, ditambah lagi responden tidak memberikan

informasi yang baru), artinya bahwa dengan menggunakan responde

selanjutnya boleh dikatakan tidak lagi diperoleh tambahan informasi baru

yang berarti.

4.4. Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data

4.4.1. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian merupakan data primer.

Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil

wawancara mendalam kepada informan di SD N 05 Indralaya, data

observasi lapangan terhadap orang tua/wali murid sewaktu mengantar

siswa ke sekolah, para pedagang jajanan dan pihak sekolah.

4.4.2. Cara Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode

wawancara mendalam semi terstruktur, yaitu wawancara bebas yang

mengandung informasi tentang hal-hal yang dimaksud dengan

menggunakan pedoman wawancara dan observasi lapangan.

Alasan kenapa peneliti mengunakan data tersebut karena peneliti

ingin mengetahui sedalam-dalamnya dan seluas-luasnya informasi yang

akan digali di lapangan guna mendapatkan data yang valid dan reliabel,

karena penelitian kualitatif lebih condong pada ketajaman peneliti itu

sendiri untuk mencari celah dan menjadikan sebuah kesimpulan yang

berarti dan menjadi penemuan dan pengetahuan baru.

Untuk memperoleh data tentang masalah yang akan diteliti, maka

penulis menggunakan beberapa metode antara lain:

a. Metode Observasi

Metode observasi yaitu metode pengumpulan data dengan

pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fakta-fakta

yang diselidiki. Menurut Sutrisno Hadi, observasi adalah metode

ilmiah yang diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan dengan

sistematis fenomena-fenomena yang diselidiki (Hadi, 1991 dalam

Nopemberia, 2011).

Data observasi dituangkan dalan transkrip yang kemudian

dideskripsikan observasi secara jelas sebagian dari hasil penelitian.

Observasi yang dilakukan nantinya akan melihat tingkat pengetahuan

informan terhadap penambahan zat berbahaya pada jajanan anak di

Sekolah Dasar Negeri 05 Indralaya, hasil observasi ini diharapkan

dapat membantu terkumpulnya data yang diperlukan oleh peneliti

secara maksimal.

b. Wawancara Mendalam

Penelitian ini menggunakan wawancara sebagai cara

pengumpulan data. Wawancara adalah percakapan dengan maksud

tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu

pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan

terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan itu. Jenis wawancara yang digunakan yaitu wawancara

bebas terpimpin (semi-structuredinterviews), yaitu wawancara yang

dilakukan berpedoman pada daftar pertanyaan, tetapi tidak berupa

kalimat-kalimat yang permanen. Data wawancara dituangkan dalam

bentuk transkip, yang kemudian dideskripsikan secara jelas sebagai

sebagian dari hasil penelitian (Rahayu,2005).

Wawancara ini bertujuan mengungkapkan hal-hal, seperti

pengetahuan informan terhadap penambahan zat berbahaya pada

jajanan anak yang tersedia di sekitar SD 05 Indralaya tersebut.

c. Dokumentasi

Metode pengumpulan data dan pencatatan terhadap buku, berkas

atau dokumentasi yang ada hubunganya dengan masalah yang akan

di bahas. Dalam penelitian ini dokumentasi yang dipergunakan

adalah foto dan video. Hal ini bertujuan sebagai pelengkap data.

(Soerjono,1986).

4.4.3. Alat Bantu Pengumpulan Data

Pencatatan data selama penelitian penting sekali karena data dasar

yang akan dianalisis berdasarkan kutipan hasil wawancara dan observasi.

Oleh karena itu, pencatatan data harus dilakukan dengan cara yang sebaik

dan setepat mungkin. Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif

cukup rumit, untuk itu diperlukan instrumen atau alat penelitian agar

dapat membantu peneliti dalam pengumpulan data (Moleong, 2005).

Alat bantu yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Alat Perekam (Handphone)

Alat perekam digunakan untuk memudahkan peneliti untuk

mengulang kembali hasil wawancara yang telah dilakukan. Dengan

adanya hasil rekaman wawancara tersebut akan memudahkan

peneliti apabila ada kemungkinan data yang kurang jelas sehingga

peneliti dapat bertanya kembali kepada responden. Penggunaan alat

perekam ini dilakuakan setelah memperoleh persetujuan dari

responden. Selain itu penggunaan alat perekam memungkinkan

peneliti untuk lebih berkonsentrasi pada apa yang akan dikatakan

oleh subjek, alat perekam dapat merekam nuansa suara dan bunyi

aspek-aspek wawancara seperti tertawa, desahan, sarkasme secara

tajam (Padget, 1998 dalam Nopemberia, 2011).

b. Pedoman Wawancara

Pedoman wawancara digunakan untuk mengingatkan peneliti

mengenai aspek-aspek yang harus dibahas, sekaligus menjadi daftar

pengecek (checklist) apakah aspek-aspek relevan tersebut telah

dibahas atau dinyatakan (Poerwandari, 2001). Pedoman wawancara

bertujuan agar wawancara yang dilakukan tidak menyimpang dari

tujuan penelitian dan juga sebagai alat bantu untuk

mengkategorisasikan jawaban sehingga memudahkan pada tahap

analisa data.

c. Lembar Observasi

Lembar observasi dan catatan responden digunakan untuk

mempermudah proses observasi yang dilakukan. Lembar observasi

ini digunakan untuk mencatat tampilan fisik responden penelitian,

suasana lingkungan, sikap dan reaksi responden, serta hal-hal

menarik dan unik lainnya yang muncul selama wawancara.

4.5. Pengolahan dan Penyajian Data

Pengolahan data dilakukan sebagai berikut:

Data Primer, berupa hasil wawancara diolah dengan cara:

a. Hasil wawancara dari alat perekam dipindahkan menjadi transkrip

lengkap untuk setiap informan.

b. Transkrip dikelompokkan sesuai dengan variabel yang diteliti.

c. Data disusun per variabel untuk setiap informan.

d. Data dipilah dengan memilih data yang memiliki kaitan dengan variabel

dalam bentuk matriks. Data yang diperoleh dari hasil wawancara ditulis

dalam bentuk transkrip, setelah itu dari hasil transkrip baru dibuat resume

dalam bentuk matriks, kemudian dianalisa dengan membandingkan teori

yang ada.

4.6. Validitas Data

Untuk menjaga validitas data dan menguji hasil penelitian kualitatif,

digunakan uji validitas data dengan menggunakan triangulasi (Modul

Metodologi Penelitian Kesehatan, 2007) :

1. Triangulasi Sumber

Dilakukan dengan cara cross check data dengan fakta dari sumber

lainnya. Sumber tersebut mungkin berupa informan yang berbeda, teknik

riset yang berbeda untuk menggali topik yang sama, atau hasil dari

sumber lainnya dan dari studi riset yang sama. Datanya harus

memperkuat atau tidak ada kontradiksi satu dengan yang lain.

2. Triangulasi Metode

Menggunakan beberapa metode dalam mengumpulan data terkait

penelitian. Dalam penelitian ini dilakukan dengan metode wawancara

mendalam dan observasi serta dokumentasi.

4.7. Analisis Data

Jenis analisis data yang digunakan dalam penelitian ini hasil analisis isi

(content analysis). Menurut Setiawan (2006) dalam Sofa (2008), analisis isi

adalah penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu

informasi tertulis atau tercetak (transkrip wawancara, dokumen, dan lainnya)

berdasarkan topik masalah yang menjadi penelitian. Dalam penelitian ini

masalah yang diteliti mengenai zat tambahan berbahaya pada jajanan yang

ada di sekitar SD N 05 Indralaya, semua data yang diperoleh dari data primer

dikelompokan sesuai dengan variabel yang terdapat di kerangka pikir

kemudian dianalisis berdasarkan teori yang ada.

Proses analisis data adalah sebagai berikut:

1. Menyusun data yang telah diperoleh dari penelitian secara rapi,

sistematis, dan lengkap untuk memperoleh kualitas data yang baik,

mendokumentasikan analisa yang dilakukan, serta menyimpan data dan

analisa yang berkaitan dalam penyelesaian penelitian.

2. Koding dan analisa dilakukan dengan menyusun transkrip verbatim atau

catatan lapangan sehingga ada kolom kosong yang cukup besar di sebelah

kanan dan kiri transkrip untuk tempat kode-kode atau catatan tertentu,

kemudian secara urut dan kontinyu melakukan penomoran pada baris-

baris transkrip, lalu memberikan nama untuk masing-masing berkas

dengan kode tertentu.

3. Pengujian terhadap dugaan, berkaitan erat dengan upaya mencari

kejelasan yang berbeda mengenai data yang sama. Peneliti akan

mengikutsertakan berbagai perspektif untuk memungkinkan keluasan

analitis serta memeriksa bias-bias yang tidak disadari.

4. Strategi analisa, proses analisa dapat melibatkan konsep-konsep yang

muncul dari jawaban atau kata-kata subjek maupun konsep yang dipilih

atau dikembangkan peneliti untuk menjelaskan fenomena yang di analisa.

5. Interpretasi, yaitu upaya untuk memahami data secara lebih ekstensif dan

mendalam. Peneliti memiliki perspektif mengenai apa yang sedang

diteliti dan menginterpretasikan data melalui perspektif tersebut. Peneliti

beranjak melampaui apa yang secara langsung dikatakan informan untuk

mengembangkan struktur-struktur dan hubungan-hubungan bermakna

yang tidak segera tertampilkan dalam teks (data mentah atau transkrip

wawancara).

4.8. Definisi Istilah

No

.

Istilah Definisi

1. Makanan atau

Minuman Jajanan

Makanan atau minuman jajanan adalah makanan

atau minuman yang tidak mengandung alkohol,

merupakan minuman olahan dalam bentuk bubuk

atau cair yang mengandung bahan-bahan

tambahan lainnya baik alami maupun sintetik

yang dikemas dalam kemasan siap untuk di

konsumsi (Cahyadi,2005)

2. Bahaya Jajanan Bahaya jajanan merupakan suatu dampak negatif

bagi kesehatan tubuh atau menyebabkan

seseorang menderita sakit yang disebabkan oleh

jajanan yang dikonsumsi

3. Bahan Tambahan

Makanan (BTM)

Bahan Tambahan Makanan (BTM) atau zat aditif

merupakan zat tambahan yang biasanya diberikan

pada sejumlah makanan dan minuman. Pemberian

zat aditif dimaksudkan untuk menjadikan

makanan lebih enak dan lebih menarik sehingga

dapat meningkatkan selera makan. Bahan

tambahan makanan dapat berupa pewarna

makanan, pamanis buatan, penyedap dan

sebagainya

4. Pedagang Sekelompok orang yang berjualan makanan

ringan (jajanan) untuk dijual kepada siswa di area

SD N 05 Indralaya

5. Orang Tua/Wali Murid Orang tua siswa maupun keluarga siswa yang

berada di sekitar sekolah dengan maksud

menunggu siswa yang bersangkutan pulang

sekolah atau pun orang tua/wali siswa yang

mengantar dan menjemput siswa ke dan dari

sekolah

6. Pihak Sekolah Orang yang memiliki wewenang dalam

kepengurusan di sekolah tersebut. Dalam hal ini

yang termasuk pihak sekolah antara lain Kepala

Sekolah, Guru, Pegawai, Pengurus Sekolah, dan

sebagainya.

BAB V

HASIL WAWANCARA

5.1. Gambaran Umum

SD Negeri 05 Indralaya merupakan salah satu SD di Indralaya yang

berlokasi diantara Kantor Camat Indralaya dengan Puskesmas Indralaya.

Sekolah ini bersebelahan (satu komplek) dengan SDN 21, yang berlokasi di

Jalan Lintas Timur KM 37 Indralaya Ogan Ilir. Di dalam lingkungan Sekolah

tersebut, belum terdapat kantin yang menyediakan jajanan bagi siswa dan

guru. Hal ini menyebabkan maraknya pedagang yang berjualan di luar

lingkungan sekolah. Sebagian pedagang sudah mendapatkan izin dari sekolah

karena lokasinya berada di rumah penduduk yang ada disekitar sekolah.

Namun tidak sedikit juga pedagang kaki lima yang berjualan jajanan di lokasi

yang tidak sewajarnya. Misalnya di pinggir-pinggir jalan yang pada umumnya

di lewati oleh kendaraan bermotor. Pihak sekolah sendiri kurang dalam

mengawasi, sehingga mereka bebas jajan.

5.2. Hasil Wawancara

5.2.1. Pendapat tentang jajanan yang ada disekolah

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan orang tua, mantan

pedagang dan guru didapatkan informasi tentang jajanan di Sekolah

Dasar Negeri 05 Indralaya. Hal ini dapat dilihat pada kutipan hasil

wawancara sebagai berikut :

“………..jajanan di sekolah ini, ya” lumayan lah,…… masalahnya

anak ibu bawa bekal dari rumah. Ya....klo disini ada banyak dijual, yang

nasi gorenglah, roti tawarlah, nasi gemuk lah. Banyaklah

dijual….uhm….kalau jualan dibelakang kebanyakan jual nasi…..kalau

yang digoreng-goreng, ada dibelakang, tapi jualannya itu sehat mbak”

dak yang sembarangan itu mbak.,,,ya…paling ada satu, jual sosis itu

na……., yang sosis,,yang biasa bukan yang lain-lainnya” yang biasa

sosisnya mbak bukannya yang mahal itu, uhm…dan tidak bermerek itu.

Paling harganya tiga 2 ribu, tiga 2 ribu ………….,kalau jual minum-

minuman berwarna-warni itu , banyak yang datangan,kaluu yang biasa

jualan tidak jualan itu disini. Banyak yang datang dari sd-sd lain jualan

kesni.(EN: orangtua).

……..“.. nah dak tau kalau yang jualan di belakang sano. Kalau

adek kesekolah bawa bekal dak boleh jajan apo lagi beli sosis .”(Fitri:

Orang Tua)

“hmm jajanan di sekolah ini menurut ibu dek sudah bagus, sudah

keliatan dari kebersihan orang-orang yang berjualan disitu, kan kalo

penjualannyo sudah bersih, insyaallah makanan yang dibuatnyo jugo

bersih dan aman lah untuk anak-anak kami” (Me, Orang Tua Siswa)

“...ya kayak ini lah jualan disini, paling yo sosis tu yang paling

banyak dicari anak-anak samo mainan. Yo kalau pedagang disini dek

kadang juga ada pedagang datang. Ibu jugo kadang jualan di SD lainyo

namonya budak-budak pacak bosan kalau kita jualan terus disini”..

(mantan pedagang makanan).

“………Kantinnya ada dan tempatnya sudah ada namun belum ada

petugas khusus untuk mengelola kantin. Jajanan sekolah yang ada disini

masih berada di pinggiran seputaran sekolah. Kami cukup prihatin

dengan keadaan ini karena takutnya jajanan yang ada ditambahkan

pemanis, pewarna ataupun pengawet yang bukan untuk makanan” .

Untuk melarang para pedagang jajanan ini tidak mungkin karena

pekerjaan mereka untuk mencari uang dan memenuhi kebutuhannya

sehari-hari dengan cara ini. Dengan melihat keadaan seperti ini, guru-

guru hanya bisa mengarahkan kepada anak-anak untuk jajan makanan

yang sehat seperti nasi goreng atau nasi gemuk”…….( ibu ER: guru).

“kalo menurut ibu jajanan di sekolah ini tidak ada yang aman dek,

kan adek tadi sudah liat dewek bagaimana keadaan jajanan yang dijual

dan lingkungan tempat mereka berjualan. Semuanya itu tidak ada yang

aman, dan manurut ibu semuanya itu berbahaya bagi kesehatan anak-

anak yang mengkonsumsi jajanan itu” (AT, Guru Kelas 2A).

5.2.2. Pendapat tentang Bahaya Dari Makanan dan Apa Saja Bahaya

yang Pernah Terjadi.

“…………..gak ada mbak. Ya masalah yang dijual ini ,ini apa ,

yang dijualnya itu , dibuatnya kan didepan kita mbak”, bukan dirumah

tapi kan disini mbak’ . kayak nasi kan , beras nya yang wortel itu mbak’

digoreng, kemplang pun dibuat disini. Uhm…paling yang berbahaya itu’

sosis’ itulah mbak, karena sosisnya yang murah dan tidak bermerek itu.

Tapi anak saya tidak jajan itu mbak, bawa bekal dari rumah,agek bawa

roti. Paling jajan dibelakang jajanan mainan. Anak saya , saya

perhatikan mbak”(EN:orang tua).

……..“ada mbak,pernah terjadi, banyak yang jualan di belakang

ado nasi uduk, nasi goreng lasung di masak di belakang, paling

gorengan kayak bakwan. Ado pernah aaadek mencret waktu dia jajan

sosis di sekolah sudah itu dak boleh lagi dia beli jajanan itu. Kalau yang

lainnya dak tau...”(Fitri : orangtua/wali )

“... yo ado juga dek bahayanya kalau aku takut kagek mati budak

gara-gara makan makonyo aku lebih milih jualan ini sekarang dek aku

be dulu 10 tahun jualan sosis dak bosan-bosan anak makan itu. Namonya

anak kecik dak bisa di larang ya namonyo sosis itu mungkin jugo makek

pelemak makanan itu bisa sampe 10 ribu habis makan sosis be. Kadang

tu warna sosis tu lah berubah dek masih be dijual ya pedagang tu beda-

beda. 1 kampil sosis tu 12 ribu dek isi 12 batang jual 2 ribu perbatang

lah berapo untungnyo mano paling banyak di cari. Sosis tu buatan cino

dek mana tau kito di enjuknyo apo mungkin juga dikasihnya formalin apo

pewarna apo itu pacak merah nian. Apo lagi minuman dek zaman bak

ini paling yang warna ijo, kuning, samo merah yang masih pacak di

minum warno item itu cak pelitus itu warna wantex caro budak minuman

warno-warno paling suko budak buyan. Kalau pecak es teh itu dek

segelas be 3 ribu kalau di warung ini 500 untuk kantong sekilo pastilah

pake pemanis, belum lagi saos itu masem kan yang di nasi goreng merah

nian itu dek pacak manis kayak itu. Itu laah aku dek dak lagi nak jualan

makanan banyak nian duso nyo….(mantan pedagang)

Sesuai dengan hasil wawancara orang tua, salah satu narasumber

memberikan jawaban bahwa anaknya pernah mengalami sakit diare

setelah mengkonsumsi jajanan sosis yang ada di samping sekolah. Kami

menanyakan pendapat hal ini kepada seorang guru. Berikut hasil

wawancara kami.

“...Kami dari pihak sekolah belum mengetahui tentang kejadian ini

dan tidak ada pemberitahuan secara langsung dari wali/orang tua anak-

anak kepada pihak sekolah. Tetapi tentang bahaya dari jajanan ini kami

sudah mengetahui. Adanya pedagang yang menggunakan “umak gule”

dalam minuman dagangan mereka dan itu sudah dihimbau kepada

pedagang untuk tidak menggunakannya. “ Adanya pedagang yang

menggunakan pewarna “wantex” warna merah pada semangka itu

sudah diingatkan kepada pedagang secara langsung tetapi prilaku untuk

tidak menggunakan pewarna ini hanya bertahan selama seminggu dan

kedepannya berubah lagi. Hal ini dilakukan karena dagangan dengan

menggunakan pewarna menjadi menarik bagi anak-anak untuk dibeli

dan sebaliknya jika tanpa pewarna,,,,,…”( ibu ER: guru)

“Ohh itu sangat berbahaya sekali dek, apalagi yang

mengkonsumsinya itu kan anak-anak. Di sekolah ini saja pernah terjadi

kasus siswa yang mengalami muntah-muntah. Tapi dek kondisi disini ni

memang susah untuk diperbaiki, kebanyakan orang tua yang anaknyo

sekolah disini itu bekerja di swasta, banyak yang jualan dipasar. Mereka

kan mulai berjualan waktu jam 4 pagi jadi kemungkinan mereka tu

kurang kepeduliannyo untuk menyiapkan sarapan dan bekal anak untuk

makan di sekolah. Jadi mau dak mau anak-anak banyak dak sarapan di

rumah jadinyo mereka pagi-pagi sudah jajan di sekolah. Itulah sebabnyo

mereka tu banyak jajan di sekolah. Ditambah lagi kondisi jajanan di

sekolah ini dak memenuhi syarat kesehatan. Itu lah yang buat jajanan

anak-anak di sekolah ini berbahaya”. (AT, Guru )

5.2.3. Pendapat tentang Pengawasan Jajanan Di Sekolah

“………perlu itu. Kan banyak yang jualan di samping dari pagar.

Uda dilarang,tapi masih banyak yang jualan dari tempat lain. Masalah

nya juga kan itu merusak pemandangan, apalagi dsne mbak berhadapan

dengan kantor camat…….kemarin kan ada kantin, tapi pengawasnya lah

niinggal, kemarin ada mbak….sebelumnya juga sudah dilarang jualan

dari pagar. Dulu ada waktu pak Zaini jadi kepala sekolah,,,,sekarang ya

lah ganti mbak, sekarng pak Usman, sejak itu kantin nya idak bejalan

mbak. Perlu ditingkatkan lagi pengawasan pada pedagang-pedagang

khususya pedagang yang dari SD lain itu,,,yang sembarangan na mrka

datang, ya namanya juga anak-anak, diunjuk makanan galak be mereka,

mana mreka idak tau apo be di dalamnya. Selain itu kantin nya perlu

dibuka lagi mbak, anak kita lemak makan disana, klo bawa bekal pun

lemak mbak. Dan guru juga harus memperhatikan mereka, biar dak ado

lagi yang lompat pagar nak beli jajanan diluar.(EN: orang tua)

……..“.. yaaa dak tau kayak itu lah..”(fitri: orang tua/wali)

“... tempo hari ada dek pengawasanya ninggal orang nya,

penjaganya juga dulu menjaga sekolah, sekarang dak ado palingan

bapak yang dulu guru olahraga di sekolah ini sering ngingatin anak-

anak ni kalau lagi jajan. Atau dak tu waktu upacara kepala sekolahnya

ngomong tentang pedagang-pedagang ini Cuma kayak itu lah dek

seminggu sudah tu ngulang lagi namonyo orang nyari duit dek kalau

idak tu dak laku daganganya..” (mantan pedagang).

“Perlu, tetapi untuk disekolah ini belum ada peraturan (kontrak

tertulis) yang jelas untuk mengatur perdagangan jajanan sekolah.

Pengawasan yang dilakukan pun tidak bersifat terpadu tetapi hanya satu

atau dua pihak sekolah (guru) yang mengingatkan pedagang untuk

memperhatikan kesehatan dari jajanan……..” Selama ini bentuk

pengawasan yang ada hanya berupa himbauan saja kepada para

pedagang. Karena kami dari pihak sekolah juga tidak berhak untuk

melarang orang mencari rezekinya…..” Baru minggu kemarin, pihak

Puskesmas Indralaya mengadakan penyuluhan kesehatan jajanan

sekolah di SD ini. Tetapi ini sifatnya tidak rutin hanya sebatas keperluan

Puskesmas saja. Penyuluhan ini mengajak anak-anak untuk membawa

bekal makanan sendiri dari rumah”( ibu ER:Guru)

“Iyo lah dek sudah pasti itu, kalo dak diawasi pasti bakal tambah

bahayo. Kalo disekolah ini upaya yang sudah dilakukan memang belum

maksimal dek, tapi kalo ibu dewek ngawasinyo dengan ngasih tau ke

anak-anak yang ibu ajari kalo jajanan yang cak sosis tu dari daging

tikus. Memang biso merubah kebiasaan jajan mereka dek, tapi itu-tu

Cuma biso bertahan paling lamo 2 hari dek, sudah itu ngulang lagi

mereka jajan sosis tu. Selain itu dek sebenernyo di sekolah ini ni ado

kantin, tapi berhubung yang jualan disano tadi sudah dak ado lagi

(meninggal) sudah itu belum ado penggantinyo, jadi dak ado yang jualan

dikantin itu. Padahal ruangannyo ado di sebelah ruang kelas tu. Upaya

dari pihak sekolah sebatas upayo kito ngasih nasehat kalau jual jajanan

itu yang bersih , …….., ya kalo nak jual makanan itu yang sehat, kamu

liat dewek kan. Dari Puskes bae dak biso ngatasinyo, susah nak ngasih

taunyo paling sehari dua hari tahannyo.(AT, Guru)

5.2.4. Kondisi Jajanan Makanan di SDN 5 Indralaya.

Dalam pengamatan kami, kami mengamati kondisi pedagang-

pedagang liar yang berjualan di sekitar sekolah. Kami mengamati cara

pembuatan dan cara penyajian serta menanyakan lansung ke pedagang

tentang bahan-bahan yang mereka gunakan dalam barang dagangan

mereka.

Sebagian besar mereka menggunakan bahan-bahan tambahan

makanan, misalnya pewarna, penguat rasa,pemanis buatan dan

pengawet. Kondisi jajanan makanan di sekolah ini cukup

mengkhawatirkan bagi guru dan orang tua.

a. Wawancara dengan pedagang batagor

Pada saat wawancara kami juga memperhatikan cara

sipedagang “batagor” sebut “mr. X menyajikan semangkok

batagor untuk kami. Dengan gunting yang tidak terlalu bersih

karena sisa makanan tertempel digunting, mr.X memotong-motong

batagor dan pansit. Dan setelah gunting selesai, beliau

meletakkannya begitu saja di tempat yang sembarangan, dan jika

akan digunakan tidak dibersihkan tapi lansung dipakai.

Kami juga menanyakan warna dan tekstur pansit sangat lain

dari biasanya. Kami mencoba jajanan batagor” dan rasanya pun ada

perbedaan dengan yang biasanya. Kami menanyakan bagaimana

pembuatan saus batagor dan pansit tersebut. Apakah menggunakan

bahan tambahan makanan.

…..“ hah dak kateq yang lain-lain mbak.….kalau saus nya

buat dewek di rumah. Ya….paling kacang, tapi kacang nya asli ya

mbak,ditambah dengan pengental sedikit mbak….bumbu

rahasianya sih garam dan royco itu. Kalau manisnya

……..uhm……kadang make pemanis tambahan, makanya mbak

rasa tadi ado manis nya.

b. Wawancara dengan pedagang es teh dan pangsit goreng

Kami mengamati kondisi penjual es teh dan pansit goring

dan menanyakan warna dari teh dan pangsit goring yang dijual

pedagang tersebut apakah menggunakan pewarna atau tidak.

‘’ah untuk tehnyo deq, idak ado pewarna ataupun pemanis,

ya…. saya menggunakan bubuk teh biasa ’yang saya beli dari

pasar. Menurut bapak, itu amanlah dek, bahan-bahan yang bapak

tu terdaftar di menkes tu lah”.

“…kalau pangsit goreng itu, pake pewarna’’ biar agak

kuning, jadinya warna nya kan bagus. Anak-anak pun lebih

suka…..pewarna yang bapak gunakan pewarna cap layang-layang

dek”….

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Keterbatasan Penelitian

Penggunaan rancangan penelitian kualitatif dilakukan dengan tujuan

untuk mendapatkan informasi yang mendalam tentang study deskripti

pengetahuan orang tua, guru, dan pedagang di Sekolah Dasar Negeri 05

Palembang.

Berikut ini beberapa keterbatasan penelitian dalam penelitian ini :

1. Terdapat pedagang yang enggan untuk melakukan wawancara dan

menghindari pertanyaan. Hal ini menyebabkan peneliti mengalami

kesulitan dalam mengumpulkan informasi.

2. Informan memberikan jawaban yang bertele-tele, tidak jujur dan

terkesan menutup-nutupi. Sehingga peneliti mengalami kesulitan dalam

menginterpretasikan jawaban dari narasumber

Penelitian kualitatif adalah sejumlah informatif yang secara khusus

memberikan untuk memperoleh jawaban atau informasi mendalam tentang

pendapat atau perasaan seseorang. Masalah yang sering muncul adalah

berhubungan dengan subjektifitas penelitian, karena sangat ditekan pada

interprestasi tentang makna yang tersirat. Masalah yang terakhir, riset

kualitatif mempunyai tingkat fleksibilitas yang tinggi dan tidak memerlukan

format pertanyaan standar. Oleh karena itu, peneliti mempunyai peluang yang

amat besar untuk menyimpang dari issue penelitian karena ketidakdisisplinan

atau perbedaan dalam proses berfikir (Komariah, 2010). (Erlita Aisah, 2011).

6.2. Pembahasan

6.2.1. Pedagang

Beragam tanggapan yang diberikan para pedagang mengenai kondisi

jajanan di SD Negeri 05 Indralaya berdasarkan pandangan mereka masing-

masing. Secara keseluruhan, para pedagang berpendapat bahwa makanan

jajanan yang dijual di lingkungan sekolah sudah baik dan bersih. Mayoritas

dari pedagang mengatakan jajanan yang diperjualkan aman dan layak

dikonsumsi terutama oleh anak-anak.

Berbeda halnya dengan pendapat salah satu mantan pedagang

makanan yang beralih menjual mainan untuk anak-anak. Dia berpendapat

bahwa sebagian besar penjual makanan di sekolah tersebut tidak

memperhatikan jajanan yang mereka jual. Menurut informan ini pedagang

tersebut hanya menjual makanan yang diminati anak-anak dan mampu

menghasilkan keuntungan yang besar tanpa memperhatikan kualitas.

Tapi satu hal yang menarik ketika kami menanyakan hal ini kepada

pedagang sosis, yaitu pedagang tersebut ketika ditanya bahaya jajanan yang

dijualnya maka ia langsung memperlihatkan kemasan dari sosis yang

dijualnya dan memperlihatkan bahwa makanan tersebut sudah mendapat izin

dari BP POM dan pada kemasannya sudah ada label halal. Hal ini sungguh

memprihatinkan, karena tidak sedikit produk-produk sosis siap pakai

tersebut mendapat izin yang tidak legal. Selain itu pengawet makanan yang

dipakai oleh produsen sosis untuk membuat sosisnya tahan lama juga sangat

berbahaya bagi kesehatan. Selain pengawet makanan, bahan tambahan

makanan lain seperti pewarna, penyedap, dan bahan tambahan lainnya juga

ikut berpengaruh membuat sosis tersebut tidak aman dikonsumsi anak-anak.

Tidak bisa menyalahkan para pedagang juga, memang kondisi

pengawasan dari pihak sekolah dan guru-guru masih dilakukan kurang baik.

Belum ada tindakan konkrit terkait pelaksanaan pengawasan untuk para

pedagang dan anak-anak mengenai jajanan ini sehingga hal ini menunjukkan

masih lemahnya komitmen pihak sekolah terhadap tindakan kecurangan

yang dilakukan oleh pedagang.

6.2.2. Orangtua

a. Pendapat Orang Tua terhadap Jajanan yang dijual di SD 05

Indralaya

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan orang tua sebagai

informan, diketahui bahwa jajanan di sekolah tersebut masih tergolong

lumayan aman, meskipun ada beberapa makanan yang tidak sehat menurut

orang tua karena harga makanan/minumannya sangat murah. Misalnya sosis

dan minuman berwarna-warni , orang tua setuju makanan itu tidak sehat dan

berbahaya bagi kesehatan. Namun ada sebagaian orang tua yang

tidak/kurang mengetahui kondisi jajanan yang ada di sekolah tersebut.

Bahkan orang tua menyatakan bahwa, anaknya jarang untuk jajan karena

orang tua telah mempersiapkan bekal dari rumah. Hal ini didapat dari hasil

wawancara dengan orang tua.

b. Pendapat Orang Tua tentang Bahaya Makanan dan Dampak yang

Pernah Terjadi di SD 05 Indralaya

Menurut orang tua yang diwawancarai oleh penulis, bahwa mereka

kurang mengetahui bahaya dari makanan yang tidak sehat di sekolah

tersebut. Karena makanan yang dijual kebanyakan dibuat di depan orang

tua bukan di rumah si pedagang, jadi tanpa mengetahui kondisi bahan dan

prosedur sebelumnya, orang tua sudah percaya dengan pedagang bahwa

makanan itu tidak terlalu berbahaya. Mereka sudah yakin bahwa sebagian

makanan itu diolah dengan baik dan aman bagi kesehatan. Namun menurut

orang tua terdapat beberapa makanan yang dicurigai tidak aman, seperti

sosis. Bahkan ada orang tua yang mengakui bahwa anaknya pernah

mencret setelah mengkonsumsi sosis tersebut.

Pada umumnya pengetahuan orang tua masih kurang dalam

mengetahui bahaya dari setiap makanan yang dijual. Orang tua hanya

melihat bahayanya dalam jangka waktu pendek, misalnya mencret.

Padahal efek yang paling besar adalah penyakit yang muncul dalam jangka

panjang dengan prinsip tertimbunnya zat-zat berbahaya didalam tubuh

yang berakumulatif. Dalam beberapa kurun waktu, akan menyebabkan

gangguan pada sistem tubuh (penyakit degenaratif), misalnya penyakit

kanker dan gangguan pada saraf, dan lainnya.

c. Pendapat orang tua tentang Pengawasan Jajanan di SD 05

Indralaya

Semua orang tua setuju adanya pengawasan jajanan di sekolah

tersebut. Terutama pedagang yang jualan di samping pagar. Itu sangat

meresahkan karena hal ini merusak pemandangan berhubung sekolah

tersebut dekat dengan kantor camat dan puskesmas induk. Orang tua

berharap pihak sekolah tidak memberikan izin berdagang di pagar sekolah.

Dan solusi bagi pedagang, pihak sekolah menyediakan kantin sekolah yang

layak dan mengawasi pedagang yang berjualan jika kantin sudah disediakan.

Pihak sekolah juga harus mengawasi pedagang-pedagang dari sekolah lain

yang datang setiap jam istrahat sekolah.

6.2.3. Pihak Sekolah

a. Pendapat Guru Sekolah Dasar terhadap Jajanan yang dijual di SD

05 Indralaya

Dari dua responden yang merupakan guru di SD Negeri 05 Indralaya

didapatkan informasi bahwa mereka setuju bahwa jajanan yang dijual di SD

05 Indralaya tidak aman untuk dikonsumsi anak-anak. Mereka juga ikut

prihatin dengan keadaan jajanan yang ada di SD tersebut. Namun mereka

menyatakan bahwa mereka juga tidak bisa berbuat banyak untuk mengatasi

masalah tersebut, karena mereka juga tidak bisa melarang para pedagang

yang ikut berdagang di sekolah tersebut.

b. Pendapat Guru Sekolah Dasar tentang Bahaya Makanan dan

Dampak yang Pernah Terjadi di SD 05 Indralaya

Pada item pertanyaan ini, terdapat perbedaan jawaban antara dari

kedua guru. Salah satu guru belum mengetahui adanya dampak dari jajanan

terhadap keadaan tubuh para siswa. Namun guru yang lainnya menyatakan

bahwa pernah terjadi kasus muntah-muntah yang dialami para siswa ketika

mereka berada dalam lingkungan sekolah. Dari wawancara tersebut juga

diketahui bahwa pihak sekolah sudah berulang kali mengingatkan para

pedagang untuk tidak menggunakan bahan berbahaya seperti pemanis dan

pewarna makanan pada jajanan yang mereka jual. Selain itu salah satu guru

juga mengatakan bahwa mayoritas orang tua murid bekerja di bidang swasta

sebagai pedagang di Pasar Indralaya. Jadi menurut pendapat responden

(guru) tersebut hal inilah yang membuat orang tua memiliki kepedulian yang

kurang terhadap keamanan makanan yang dikonsumsi oleh anak mereka saat

berada di sekolah. Hal ini disebabkan oleh orang tua mulai bekerja dari jam

4 pagi dan mereka tidak sempat menyiapkan sarapan dan bekal untuk anak

mereka saat berada di sekolah.

c. Pendapat Guru Sekolah Dasar tentang Pengawasan Jajanan di SD

05 Indralaya

Semua guru menyatakan perlu diadakan pengawasan terhadap jajanan

yang dijual di SD tersebut. Namun keduanya juga menyetujui bahwa

pengawasan yang sudah dilakukan di sekolah tersebutbelum maksimal.

Salah satu guru menyatakan belum ada kontrak tertulis dan resmi mengenai

peraturan pedagang jajanan di sekolah tersebut. Guru yang lainnya

mengatakan bahwa haya beberapa guru saja yang sering mengingatkan para

siswa untuk tidak mengokonsumsi/ membeli jajanan yang berbahaya

(Contoh: sosis). Selain itu hanya beberapa kali saja pihak sekolah

menghimbau kepada para pedagang untuk menjaga kebersihan dan keamaan

jajanan yang mereka jual.

Masih terkait dengan pengawasan jajanan di sekolah tersebut, para

guru juga mengatakan bahwa sebernarnya di sekolah tersebut terdapat ruang

kantin untuk para siswa, namun karena pedagang yang berjualan di kantin

tersebut tidak ada (meninggal) dan sampai sekarang belum ada

penggantinya, maka pengawasan pedagang di sekolah tersebut juga tidak

bisa dilakukan secara maksimal.

Berdasarkan analisis dari hasil wawancara dengan berbagai informan yang

berstatus sebagai orang tua/wali murid didapatkan informasi bahwa sebagian besar

informan menganggap jajanan yang dijual di sekolah tersebut sudah aman dan

memenuhi syarat kesehatan walaupun ada juga orang tua yang menganggap

beberapa jenis jajanan yang dijual di sekolah tersebut tidak aman, seperti sosis dan

minuman berwarna. Dari jawaban orang tua murid dapat disimpulkan bahwa

pengetahuan yang dimiliki orang tua terhadap jajanan disekolah tersebut masih

kurang.

Dari hasil wawancara dengan guru, didapatkan informasi bahwa secara garis

besar kondisi dari makanan yang dijajakan oleh pedagang disekitar sekolah tidak

aman dikonsumsi untuk anak-anak. Hal ini dapat dili hat dari kemasan, proses

pembuatan, dan lokasi yang disediakan pihak sekolah untuk para pedagang

menjajakan makanannya.

Dari hasil wawancara lapangan dengan para orang tua siswa dan pihak

sekolah, kami mendapatkan informasi-informasi yang menyatakan bahwa secara

keseluruhan jajanan anak yang dijual di SD 05 Indralaya belum memenuhi syarat

kesehatan. Namum berbeda halnya ketika kami menanyakan hal itu kepada para

pedagang, mayoritas pedagang mengatakan bahwa makanan yang dijual disekolah

tersebut sudah aman dan layak untuk dikonsumsi anak-anak.

Berbeda halnya dengan pendapat salah satu mantan pedagang makanan yang

beralih menjual mainan untuk anak-anak. Dia berpendapat bahwa sebagian besar

penjual makanan di sekolah tersebut tidak memperhatikan jajanan yang mereka

jual. Menurut informan ini pedagang tersebut hanya menjual makanan yang

diminati anak-anak dan mampu menghasilkan keuntungan yang besar tanpa

memperhatikan kualitas.

Selama wawancara kami juga menanyakan mengenai pendapat para

informan terkait dengan bahaya dari jajanan yang tidak aman, rata-rata semua

informan setuju bahwa makanan yang tidak aman akan membawa dampak yang

besar terhadap kesehatan anak yang mengkonsumsinya. Tapi satu hal yang

menarik ketika kami menanyakan hal ini kepada pedagang sosis, yaitu pedagang

tersebut ketika ditanya bahaya jajanan yang dijualnya maka ia langsung

memperlihatkan kemasan dari sosis yang dijualnya dan memperlihatkan bahwa

makanan tersebut sudah mendapat izin dari BP POM dan pada kemasan nya sudah

ada label halal. Hal ini sungguh memprihatinkan, karena tidak sedikit produk-

produk sosis siap pakai tersebut mendapat izin yang tidak legal. Selain itu

pengawet makanan yang dipakai oleh produsen sosis untuk membuat sosisnya

tahan lama juga sangat berbahaya bagi kesehatan. Selain pengawet makanan,

bahan tambahan makanan lain seperti pewarna, penyedap, dan bahan tambahan

lainnya juga ikut berpengaruh membuat sosis tersebut tidak aman dikonsumsi

anak-anak.

Kami menanyakan bahaya-bahaya yang pernah terjadi di sekolah tersebut

terkait dengan kondisi jajanan yang dijual di lingkungan sekolah. Berdasarkan

analisis dari hasil wawancara dengan orang tua, diketahui bahwa mereka

menyadari bahwa ada bahaya dari mengkonsumsi jajanan yang dijual tersebut,

namun karena pengaruh teman, sulit bagi orang tua mengontrol anaknya. Tetapi

ada juga orang tua yang menyiapkan bekal sekolah untuk anaknya. Menurut

pengakuan orang tua, anaknya pernah mencret setelah mengkonsumsi sosis yang

dijual di lingkungan sekolah.

Analisis wawancara kami dengan salah satu guru, bahwa ia tidak pernah

mendapat laporan dari orang tua/wali siswa tentang bahaya yang pernah terjadi.

Guru hanya mengetahui bahwa makanan yang dijual oleh pedagang-pedagang

tersebut berbahaya bagi kesehatan. Namun kami mendapat informasi yang

berbeda ketika bertanya dengan guru lainya bahwa di sekolah tersebut pernah

terjadi kejadian muntah-muntah yang dialami oleh siswa, selain itu pernah juga

terjadi kecelakaan saat siswa menggoreng sendiri sosis yang dijual disekolah itu,

namun karena banyak siswa yang ada didekat tempat penggorengan sosis tersebut,

maka terjadi kecelakaan salah satu tangan siswa mengenai penggorengan sosis

tersebut.

BAB VII

PENUTUP

7.1. Kesimpulan

1. Dari jawaban orang tua murid dapat disimpulkan bahwa pengetahuan

yang dimiliki orang tua terhadap jajanan disekolah tersebut masih

kurang.

2. Dari jawaban guru dapat diketahui bahwa guru mengetahui jika jajanan

yang dijual di sekolah tersebut tidak aman.

3. Dari jawaban mantan pedagang jajanan makanan, diketahui bahwa

sebagian besar jajanan di sekolah menggunakan bahan yang berbahaya

bagi kesehatan. Selain itu didapat informasi bahwa sering kali para

penjual jajanan anak di sekolah melakukan tindakan-tindakan yang

dapat membuat makanan yang dijualnya tidak aman. Seperti

menggunakan bahan tambahan makanan diluar takaran yang

diperbolehkan.

4. Mengenai bahayanya, orang tua mengakui pernah terjadi gangguan

kesehatan pada anaknya setelah mengkonsumsi salah satu makanan

yang dijual oleh pedagang di lingkungan sekolah tersebut.

5. Kami juga berkesimpulan bahwa kejadian muntah-muntah yang

dialami setelah mengkonsumsi makanan di sekolah mengindikasikan

bahwa jajanan di sekolah tersebut perlu diadakan pengawasan.

6. Kesimpulan terakhir yang dapat diambil dari wawancara tersebut yaitu

hampir semua informan yang diwawancarai mengatakan setuju

diadakan pengawasan terhadap jajanan makanan disekolah.

7. Ketika ditanya mengenai peranan yang pernah dilakukan pihak sekolah

terhadap pengawasan jajanan anak, dari pihak sekolah mengatakan

bahwa terkadang mereka melakukan pembinaan kepada para

muridnya, selain itu dari sekolahnya sendiri sebenarnaya sudah ada

kantin tetapi tidak ada sumber daya manusia yang mengelola kantin

tersebut.

7.2. Saran

Antara semua pihak yang terlibat perlu diadakan komunikasi untuk

memindahakan lokasi kantin ke tempat yang telas disediakan agar dapat

menciptakan lingkungan kantin yang aman dan bebas dari pencemaran

makanan.

Selain itu karena berdekatan dengan Puskesmas Indralaya, maka perlu

diadakan penyuluhan mengenai makanan secara kontinyu.

Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Kepada Orang Tua Siswa

a. Menyiapkan kepada sarapan untuk anak-anaknya sebelum

berangkat sekolah agar kebiasaan jajan anak dapat diturunkan

b. Menyiapkan bekal kepada anaknya untuk dimakan di sekolah. Hal

ini dirasa cukup efektif untuk menghilangkan kebiasaan jajan anak.

c. Ikut peduli melakukan pengawasan mandiri terhadap jajanan yang

dikonsumsi anaknya saat berada disekolah.

d. Melakukan pembinaan kepada anaknya untuk tidak membel

makanan yang tidak aman dikonsumsi anak-anaknya.

e. Tidak memberikan uang jajan yang terlalu besar agar kebiasaan

jajan anak dapat ditekan saat mereka ada di sekolah.

2. Kepada Para Pedagang

a. Ikut berperan aktif mencari informasi mengenai keamanan

makanan yang dijualnya.

b. Tidak menggunakan Bahan Tambahan Makanan (BTM) melebihi

batas keamanan pangan.

3. Kepada Pihak Sekolah

a. Terus-menerus melakukan pembinaan kepada para siswa agar tidak

mengkonsumsi jajanan yang tidak memenuhi syarat-syarat

kesehatan.

b. Melakukan pengawasan kepada pedagang di sekitar sekolah

mengenai keamanan pangan yang dijual di sekolah tersebut.

c. Menyiapkan kantin sekolah yang dapat menyediakan makanan

yang benar-banar aman dan bergizi bagi seluruh siswanya.

DAFTAR PUSTAKA

Conant, Jeff dan Pam Fadem. 2008. Panduan Masyarakat untuk Kesehatan

Lingkungan. Yayasan Tambuhak Sinta, Kalimantan Tengah.

Slamet, Juli Soemirat. 2009. Kesehatan Lingkungan. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Setiowati, Tetty & Deswaty Furqonita. 2007. Biologi Interaktif Untuk SMA/MA

Kelas XI. Jakarta: Azka Press.

Suci, Eunike Sri Tyas. 2009. Gambaran Perilaku Jajan Murid Sekolah Dasar di

Jakarta. Hlm, 29-38.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

1168/Menkes/Per/X/1999 Tentang Bahan Tambahan Makanan. 1999.

Jakarta.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan.

1996. Jakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka

Cipta.

Nopemberia, Izajah. 2011. Skripsi : Analisis Bentuk Dukungan Keluarga

Terhadap Pencegahan Kekambuhan Penderita Skizofrenia Di Rawat

Inap Rs Dr. Ernaldi Bahar Palembang Tahun 2011. Unsri : Fakultas

Kesehatan Masyarakat

LAMPIRAN

LAMPIRAN

Hasil Diskusi Kelompok Pencemaran Makanan

1. Pertanyaan dari Okky Thernando

1) Dari pemaparan tadi menyatakan bahwa seharusnya guru melakukan

penyuluhan kesehatan kepada siswanya, apakah ini etis dilakukan oleh

guru padahal sekolah tersebut dekat dengan puskesmas (pelayanan

kesehatan) ? (Alasannya)

2) Mengapa dipenelitian ini kalian menggunakan kata investigasi

seharusnyakan observasi ?

Jawaban : (Oleh Dwi Nur Yunindha)

1. Pada dasarnya pelayanan kesehatan, dalam hal ini puskesmas, telah sering

melakukan penyuluhan rata-rata satu bulan satu kali. Namun, tentu saja hal

itu tidak akan cukup, mengingat pola budaya dan kebiasaan membuat

anak-anak SDN 05 Indralaya sulit mengubah perilaku mereka, sehingga

tentunya harus ada turun tangan pihak sekolah yang mengetahui kebutuhan

dan karakter anak didik mereka untuk mengubah perilaku mereka untuk

jajan di sekolah. Namun, bukan berarti tidak ada koordinasi antara pihak

pelkes dan sekolah, justru terkadang kegiatan sekolah perah berkolaborasi

dengan pihak guru SDN 05 Indralaya.

2. Penelitian ini kami menggunakan istilah investigasi bukan observasi,

sebenarnya kami tidak begitu paham dengan perbedaan dari kedua kata

tersebut, namun menurut pandangan kami, bahwa jika memakai kata

investigasi, maka kita melakukan interaksi dengan responden yang kita

wawancarai, akan berbeda dengan observasi, yang hanya mengamati tanpa

ada usaha intervensi/perlakuan kepada responden. Pada dasarnya itu hanya

permainan kata, tidak terlalu substansional.

2. Pertanyaan dari Heni Putri Agustini

Di pasar itu banyak sekali makanan yang mengandung pewarna makanan

namun masih tetap dijual dan pada kasus ini susah untuk menghentikan para

produsen yang menggunakan bahan tambahan makanan tersebut. Ketika ada

masalah, baru pihak BPOM memeriksa ke pasar tersebut. Bagaimana solusi

menghentikan penyebarluasan zat pewarna makanan (bahan tambahan

makanan) tersebut oleh BPOM di pasaran ?

Jawaban : (Oleh Islach Dani Waskito)

Fenomena ini memang sering kita jumpai dimasyarakat, namun perlu kita

pahami bersama bahwa tidak semua bahan makanan tersebut dilarang

penggunaannya pada berbagai makanan khususnya jajanan yang ada di pasar. Ada

beberapa bahan tambahan makanan yang masih diperbolehkan penggunaannya

dalam proses produksi makanan, namun perizinan penggunaan BTM tersebut juga

membawa masalah yakni tidak sedikit produsen makanan (khususnya jajanan

pasar) menggunakan BTM tersebut dengan dosis yang sembarangan.

Untuk permasalahan diatas, kami juga mencoba menanyakan kepada

responden penelitian kami, yaitu pedagang es lilin. Ia menjawab bahwa pada

dasarnya perilaku produsen yang menggunakan BTM juga didorong oleh

permintaan sebagian besar konsumen untuk membeli makanan dengan harga yang

murah. Hal ini yang mendorong para pedagang makanan menggunakan BTM

sintetik dibanding pewarna alami untuk mengurangi biaya produksi agar dapat

menjual produk yang mereka buat dengan harga yang murah. Dalam hal ini dapat

dilihat adanya rantai yang membelenggu keamanan produk yang akan dikonsumsi

masyarakat. Dimana konsumen menginginkan produk dengan harga yang murah,

namun untuk memenuhi keinginan konsumen tersebut, produsen harus memutar

otak untuk dapat menurunkan biaya produksi agar dapat menjual produk yang

diinginakan konsumen yakni produk dengan harga murah. Untuk memutus mata

rantai penggunaan BTM berbahaya tersebut diperlukan adanya partisipasi dan

kesadaran dari semua pihak yang terlibat di dalamnya untuk dapat mengubah

perilaku terkait dengan keamanan pangan yang akan dikonsumsi masyarakat.

Seperti konsumen yang lebih memperhatikan dan peka terhadap pangan yang

berbahaya yang dapat mereka peroleh dengan harga murah. Selain itu partisipasai

produsen yang menghasilkan makanan juga harus ditingkatkan yaitu dengan

menggunakan BTM sintetik yang aman dan dalam kadar yang diperbolehkan atau

lebih baik lagi jika menggunakan bahan tambahan makanan yang alami.

Untuk mengatasi masalah ini, saya mewakili kelompok saya menyarankan

kepada BPOM untuk melakukan pendampingan dan pembinaan terhadap aktivitas

produksi dari makanan jajanan pasar, selain itu BPOM juga diharapkan peran

aktifnya dalam melakukan pengawasan terhadap produsen makanan yang dijual di

wilayah kerja BPOM tersebut. Peran panting lainnya yaitu BPOM hendaknya

memberikan edukasi secara berkala kepada para produsen makanan mengenai

BTM yang aman untuk diguanakan dan sampai batas mana BTM tersebut (dosis)

dinyatakan masih aman untuk dikonsumsi oleh manusia.

Kunci keberhasilan dari penghentian penyebarluasan zat BTM berbahaya ini

adalah paritsipasi aktif dari masing-masing pihak yang terlibat serta kesadaran

yang tinggi akan nilai-nilai kesehatan.

3. Pertanyaan dari Erly Yuni Manalu

Dari pemaparan persentasi kelompok anda tadi menyatakan bahwa batagor

yang dijual di sekolah tersebut mengandung plastik. Apakah ada buktinya dan

alasannya ?

Jawaban : (Oleh Elvina Agnestin)

Batagor yang dijual di SD Negeri 5 Indralaya ini diduga mengandung bahan

plastik, hal ini terkait dengan kondisi fisik dari batagor yang masih tetap renyah

padahal sudah dingin dan telah berjam-jam di suhu lingkungan. Pada umumnya

makanan yang digoreng dengan berbahan dasar murni tepung akan lembek dalam

waktu yang tidak lama kecuali jika makanan tersebut berada pada tempat ‘hot

holding’. Gorengan berplastik yang dikonsumsi dalam waktu lama dapat memicu

penyakit kanker.