NILAI-NILAI PENDIDIKAN AKHLAK DALAM
KITAB AL-ARBA’IN AL-NAWAWIYAH KARYA
IMAM NAWAWI
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi Syarat
Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan (S. Pd.)
Oleh
MUHAMMAD RIFAI JUAINI
NIM 1112011000036
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019 M/1440 H
i
ABSTRAK
Muhammad Rifai Juaini (NIM: 1112011000036) Nilai-Nilai Pendidikan
Akhlak dalam Kitab al-Arba’in al-Nawawiyah Karya Imam Nawawi.
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk mengetahui nilai-nilai pendidikan
akhlak yang terkandung daam kitab al-Arba’in al-Nawawiyah, (2) untuk
mengetahui implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah.
Metode penelitian yang digunakan oleh penulis adalah jenis penelitian
kualitatif melalui library research (kajian studi kepustakaan), dengan cara
mengumpulkan data atau bahan-bahan yang berkaitan dengan tema pembahasan
dan permasalahannya, yang diambil dari sumber-sumber kepustakaan, kemudian
dianalisis dengan metode content analisis, analisis ini mengupas nilai-nilai
pendidikan akhlak dari isi kitab al-Arba’in al-Nawawiyah. Untuk mendukung
penelitian ini, penulis menggunakan sumber data utama yaitu, kitab hadist al-
Arba’in al-Nawawiyah karya Imam Nawawi.
Berdasarakan hasil penelitian ini, penulis memperoleh bahwa dalam kitab
al-Arba’in al-Nawawiyah terkandung nilai-nilai pendidikan akhlak, secara garis
besar terbagi menjadi dua bagian, yakni: akhlak kepada Allah Swt dan akhlak
kepada makhluk. Pertama, Akhlak kepada Allah meliputi: ketauhidan, takwa,
doa, malu, dan tawakal, kedua, Akhlak kepada makhluk meliputi: akhlak
terhadap sesama manusia (berkata baik, dermawan, menahan amarah, menjaga
kehormatan, nasihat, persaudaraan, penolong, pemaaf), akhlak terhadap diri
sendiri (memelihara kebersihan dan keindahan dan zuhud), akhlak terhadap
tetangga dan tamu, akhlak terhadap binatang. Beberapa nilai pendidikan tersebut
dapat diimplementasikan di sekolah dan di dalam kehidupan sehari-hari dengan
menggunakan beberapa metode diantaranya metode mau’izah (nasihat), metode
uswatuh hasanah (keteladanan), metode ta’wid (pembiasaan) dan metode targhib
dan tarhib.
Kata kunci: Nilai; Pendidikan; Akhlak; Kitab al-Arba’in al-Nawawiyah
ii
ABSTRACK
Muhammad Rifai Juaini (NIM: 1112011000036) Values of Moral Education
in Kitab al-Arba’in al-Nawawiyah The work of Imam Nawawi.
The purpose of this research are: (1) the values of moral education contain
which in the book al-Arba’in al-Nawawiyah (2) and the implementation of
mmoral values in in the book al-Arba’in al-Nawawiyah.
The research method used by the writer is the type of qualitative research
through library research (literature study)by collecting data or materials related
to the theme of the discussion and its problems, and those are cited from the
sources of literature, then analyzed by content analisis. To support this research,
the writer use the main sources of the book, the hadith book al-Arba'in al-
Nawawiyah by Imam Nawawi.
Based on the results of this study, the authors obtained that in the book al-
Arba'in al-Nawawiyah contained the values of moral education, broadly divided
into two parts, namely: morality to Allah Swt and morality to beings. First,
morality to God includes: monotheism, piety, prayer, shame, and tawakal,
secondly, morals to beings include: morals towards fellow human beings (saying
good, generous, holding anger, guarding honor, advice, brotherhood, help,
forgiving), morals towards oneself (maintaining cleanliness and beauty and
zuhud), morals towards neighbors and guests, morals towards animals. Some of
the values of education can be implemented in schools and in everyday life by
using several methods including the method of wishing (advice), the method of
uswatun hasanah (exemplary), the method of ta'wid (habituation) and the method
of targhib and tarhib.
Keywords: Value; Education; Moral; The Book al-Arba’in al-Nawwiyah
iii
KATA PENGATAR
Bismillahirrahmanirrahiim.
Assalamua’alaikum Warohmatullahi Wabarakatuh
Segala Puji bagi Allah atas limpahan rahmat-Nya, atas segala nikmat yang
telah diberikan, baik nikmat islam, iman dan sehat wal afiat. Shalawat dan salam
penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah diberikan
keistimewaan oleh Allah SWT yakni Jawami’ulkalim(ungkapan yang singkat
namun maknanya padat).
Penulis bersyukur atas rahmat dan berkah-Nya, sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan judul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam kitab al-Arba’in
al-Nawawi karya Imam Nawawi”. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan
memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd).
Penelitian ini terselesaikan tentunya tidak dengan hasil kerja penulis pribadi,
melainkan mendapat bantuan dari berbagai pihak, maka dari itu penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Amany Burhanuddin Umar Lubis, Lc., M.A. selaku Rektor
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Pendidikan UIN Syarif Hidayatullah
Ibu Dr. Sururin, M.Ag.
3. Terima kasih saya ucapkan kepada Bapak Dr. Abdul Majid Khon, M.Ag
selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam.
4. Terima kasih pula kepada Ibu Hj. Marhamah Saleh, Lc, MA. Selaku
Sekertaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.
5. Bapak Dr. Akhmad Sodiq, M.Ag selaku dosen pembimbing penulisan
Skripsi yang telah meluangkan waktu dan tenaganya sehingga skripsi di
selesaikan. Semoga Allah Swt membalas segala amal baik beliau dengan
sebaik-baiknya balasan.
6. Bapak Drs. Achmad Gholib, M.Ag selaku dosen pembimbing akademik.
iv
7. Segenap pada Dosen jurusan Pendidikan Agama Islam yang telah
memberikan banyak ilmu dan membantu baik prihal akademik maupun hal
lainnya.
8. Kedua Orang tua Ayahanda H. Nasin Effendi dan Ibunda Hj. Siti Rohani
yang tanpa henti memberikan Do’a, dukungan dan bimbingannya kepada
penulis.
9. Kepada para sahabat seperjuangan Fadli, Abqori, Rizki, Qori, Asep, Bowo
dan sahabat-sahabat Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Angkatan 2012
terutama kelas PAI-A yang telah memberikan banyak kesan baik selama
berkecimpung di dunia perkuliahan. Semoga Allah membalas segala amal
baik kalian.
Dan kepada semua pihak, teman-teman yang lain dimanapun kalian berada
yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu yang telah membantu terselesaikannya
skripsi ini semoga dimanapun kalian berada senantiasa diberikan kesehatan dan
dilancarkan segala urusan. Penulis meminta maaf karena pasti terdapat
kekurangan dalam penulisan ini, Olehkarenanya, saran dan kritik yang
membangun dari berbagai pihak senantiasa penulis harapkan demi terciptanya
penelitian yang lebih baik lagi.
Tangerang, 18 April 2019
Muhammad Rifai Juaini
v
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ........................................................................................................ i
ABSTRACT ...................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iii
DAFTAR ISI ..................................................................................................... v
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................. 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................... 6
C. Pembatasan Masalah ................................................................... 6
D. Perumusan Masalah .................................................................... 6
E. Tujuan Penelitian ........................................................................ 6
F. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
BAB II KAJIAN TEORI ............................................................................ 8
A. Teori Nilai Pendidikan Akhlak ................................................. 8
1. Nilai ....................................................................................... 8
2. Pendidikan Akhlak ................................................................ 9
a. Pengertian Pendidikan Akhlak .......................................... 9
b. Urgensi Pendidikan Akhlak .............................................. 11
c. Landasan Pendidikan Akhlak ........................................... 13
d. Tujuan Pendidikan Akhlak ............................................... 14
e. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak .................................. 17
g. Upaya Pembinaan Akhlak ................................................ 23
B. Al-Arba’in Al-Nawawiyah ......................................................... 28
1. Biografi Imam Nawawi ......................................................... 28
2. Karya-karya Imam Nawawi .................................................. 30
3. Karakteristik Kitab Al-Arba’in Al-Nawawi .......................... 31
C. Hasil Penelitian Relevan ............................................................. 33
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................. 35
A. Objek dan Waktu Penelitian ....................................................... 35
B. Metode Penelitian ....................................................................... 35
C. Fokus Penelitian ......................................................................... 36
D. Prosedur Penelitian ..................................................................... 36
1.Pengumpulan Data ................................................................. 36
vi
2.Analisis Data .......................................................................... 36
BAB IV HASIL PENELITIAN .................................................................. 38
A. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Arba’in Al-
Nawawiyah ...................................................................................... 38
1. Akhlak Kepada Allah ........................................................... 38
a. Ketauhidan ----------------------------------------------------- 38
b. Takwa ----------------------------------------------------------- 41
c. Doa -------------------------------------------------------------- 43
d. Malu ------------------------------------------------------------ 46
e. Tawakal --------------------------------------------------------- 47
2. Akhlak kepada Makhluk ---------------------------------------- 49
a. Akhlak Terhadap Sesama Manusia ------------------------- 49
1) Berkata Baik ----------------------------------------------- 49
2) Dermawan -------------------------------------------------- 53
3) Menahan Amarah ----------------------------------------- 55
4) Menjaga Kehormatan ------------------------------------- 58
5) Nasihat ------------------------------------------------------ 61
6) Persaudaraan ----------------------------------------------- 64
7) Penolong ---------------------------------------------------- 66
8) Pemaaf ------------------------------------------------------ 67
b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri ------------------------------- 68
1) Memelihara Kebersihan dan Keindahan --------------- 68
2) Zuhud ------------------------------------------------------- 71
c. Akhlak Terhadap Tetangga dan Tamu ----------------- 73
d. Akhlak Terhadap Binatang ------------------------------ 75
B. Konsep Implementasi Nilai-nilai pendidikan Akhlak dalam Kitab
Al-Arba’in Al-Nawawiyah dalam Pembelajaran Pendidikan Islam 77
1. Penanaman Akhlak melalui Mau’izah (Nasihat) .................... 78
2. Penanaman Akhlak melalui Uswatun Hasanah (Keteladanan)
..................................................................................................... 80
3. Penanaman Akhlak melalui Ta’wid (Pembiasaan) ................. 81
4. Penanaman Akhlak melalui Targhib dab Tarhib .................... 82
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 85
A. Kesimpulan ................................................................................. 85
B. Saran ........................................................................................... 86
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kitab al-Arba’in al-Nawawiyah merupakan kitab kumpulan hadist
yang sangat terkenal karya Imam Abu Zakariya Yahya bin Asyraf An-
Nawawi, yang selanjutnya lebih dikenal dengan nama Hadist Arbain
Nawawi. Penyebutan nama kitab ini berdasarkan jumlah hadist yang
terhimpun ada 40-an.1
Imam Nawawi telah menyusun kitab hadist arba’in yang sangat
populer dan masyhur dikalangan umat islam, sehingga dijadikan salah satu
rujukan dan kurikulum yang harus dikuasai dan dipahami dan bahkan
dihafal oleh para siswa/siswi madrasah dan santriwan/santriwati pada
berbagai jenjang dalam lembaga pendidikan yang ada di Indonesia.2
Mengenai kitab arba’in, Imam Nawawi sendiri telah menegaskan
bahwa amatlah patut bagi mereka yang ingin pahala akhirat supaya
mengetahui hadist-hadist ini, karena kandungannya yang meliputi perkara-
perkara yang penting dan berisi peringatan dalam segala urusan ketaatan.3
Imam Nawawi juga menyatakan sebagaimana terdapat dalam kitab
Syarah al-Arba'in al-Nawawi karya Ibnu ‘Atthar:
ن ي الد د اع و ق ن م ة م ي ظ ع ة د اع اق ه ن م ث ي د ح ل ك و
“Setiap hadis yang terdapat pada (al-Arba’in al-Nawawiyah)
merupakan kaidah (pondasi) yang agung di antara kaidah-kaidah
agama Islam.”4
Apa yang ditegaskan beliau memanglah benar. Karena dalam kitabnya
ini disusun hadist-hadist Rasul mengenai dasar agama, seperti hadist yang
1 Imam Nawawi, Syarh Arbain An-Nawawiyah, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2017), terj.
Fathoni Muhammad & Muhammad Muhtadi, Cet. ke-3, h. v. 2 Imam Nawawi, Syarah Hadist Arba’in, Terj: Ubay Tanzil, (Jakarta: Khazanah Ilmu,
1996), h. 7. 3 Mustafa Abdul Rahman, Hadist Empat Puluh (Terjemah dan Syarahnya), (Kuala
Lumpur: Dewan Pustaka Fajar, 1989), h. 44. 4 Ibnu ‘Atthar, Syarah Al-Arbain An-Nawawiyah. (Beirut: Dar Al-Basyair Al-Islamiyah,
2008), h. 39.
2
menitikberatkan soal iman, islam, ibadat, akhlak, dan lain-lain yang pada
keseluruhannya berkaitan dengan amal hidup setiap hari.5
Namun masih banyak orang termasuk penulis sendiri hanya sekedar
mempelajarinya saja dan tidak berusaha untuk mengkaji lebih dalam
mengenai isi atau makna yang terkandung di dalam kitab tersebut, padahal
sebagaimana keterangan di atas bahwa kitab al-Arba’in al-Nawawi ini
tersusun hadist-hadist Rasul mengenai dasar agama yang pada
keseluruhannya berkaitan dengan amal hidup setiap hari, seperti hadist
yang berkaitan dengan akhlak.
Dalam konteks Indonesia pada masa kini, dari sudut akhlak mulia kita
mengamati fenomena yang memprihatinkan.6 Kerusakan moral bangsa
sudah dalam tahap sangat mencemaskan karena terjadi di hampir semua
lini, baik di birokrasi pemerintahan, aparat penegak hukum, maupun
masyarakat umum.7 Mari kita lihat saja apa yang sekarang terjadi. Korupsi
bermunculan; eksploitasi orang-orang miskin semakin menjadi. Yang
miskin pun tak punya kesadaran bahwa dirinya ditindas, kemudian malah
“memakan” sesama kaum miskin. Kejahatan, kriminalitas, pencurian, dan
kekerasan horizontal menunjukkan bahwa antara sesama orang miskin
masih saling menjahati dan mengeksploitasi.8
Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh orang Indonesia
adalah agama yang melarang (mengharamkan) perbuatan zalim. Nabi Saw
bersabda sebagaimana yang termaktub dalam kitab hadsit al-Arba’in al-
Nawawiyah:
اي ر و ي ه ع نر ب ه ل م ف ي م س ص ل ىللا ع ل ي ه و للا ع ن ه ع ن الن ب ي ذ ر ا ل غ ف ار ير ض أ ب ع ن
ن ك م م ر م ا ع ل ت ه ب ي ج و ي الظ ل م علىن ف س ر م ت ح إ ن ع ب اد ي :ي ل أ ن ه ق ال ج و ع ز
5 Musthafa Abdul Rahman, loc. cit. h. 44. 6 Mohammad Ardani, Akhlak Tasawuf “Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam Ibadat &
Tasawuf, (Jakarta: CV Karya Mulia, 2005), Cet. ke-2, h. v. 7 Fatchul Muin, Pendidikan Karakter Kontruksi Teoriritk dan Prkatik, (Jakarta, Ar-Ruzz
Media, 2011), h. 5. 8 Ibid., h. 9.
3
ف ل ت ظ ال م و ا
Dari Abu Dzar al-Ghifarai ra. berkata, Nabi saw. mensabdakan
firman Allah swt: “Wahai hamba-Ku, sesungguhnya Aku telah
mengharamkan kedzaliman atas diri-Ku dan Aku telah menetapkan
haramnya (kedzaliman itu) di antara kalian, maka janganlah kalian
saling berlaku zalim.”9
Kerusakan moral kini bukan hanya terjadi di kalangan birokrasi
pemerintahan dan aparat penegak hukum, melainkan juga sudah meracuni
masyarakat. Pelanggaran moral menyebar diberbagai lapisan masyarakat,
termasuk dalam institusi pendidikan.10
Persoalan terbesar dalam dunia pendidikan saat ini adalah budaya
kekerasan yang hadir dan mempengaruhi perkembangan karakter
seseorang.11
Komisi Perlindungan Anak Indonesia atau KPAI mencatat kasus
tawuran di Indoesia meningkat 1,1 persen sepanjang 2018. Komisioner
Bidang Pendidikan KPAI Retno Listiyarti mengatakan, pada tahun lalu,
angka kasus tawuran hanya 12,9 persen, tapi tahun ini menjadi 14 persen.
"Padahal 2018 belum selesai, tapi angkanya sudah melampaui tahun
sebelumnya," ujarnya saat ditemui Tempo di kantornya, Jakarta Pusat,
Rabu, 12 September 2018. Buktinya, kata Retno, sejak 23 Agustus 2018
hingga 8 September 2018, pihaknya menerima empat laporan tawuran di
Jakarta. “Keempat kasus tawuran melibatkan siswa,” katanya. Keempat
kasus tawuran pelajar itu terjadi di Permata Hijau, Jalan Ciledug Raya
wilayah Kota Tangerang, Jalan Ciledug Raya wilayah Kreo, dan kolong
jalan tol JORR Wiyoto Wiyono. Tawuran di Permata Hijau terjadi pada
Sabtu dinihari, 1 September 2018. Sekolah yang terlibat adalah SMA
Muhammadiyah 15 Slipi melawan geng Gusdon beranggotakan siswa
SMAN 32 Jakarta, Madrasah Anajah, dan Husni Thamrin. Akibat
9 Ibnu Atthar, op.cit., h. 131. 10 Fatchul Muin, op. cit., h. 5. 11 Budy Munawar-Rachman, Pendidikan Karaker Pendidikan Menghidupkan Nilai untuk
Pesantren, Madrasah dan Sekolah, (The Asia Foundation, 2017), Cet. ke-3, h. 17.
4
tawuran ini, seorang siswa berinisial AH, 16 tahun, tewas karena sabetan
senjata tajam. AH juga disiram menggunakan air keras oleh pelaku.
Tawuran di Jalan Ciledug Raya wilayah Kota Tangerang terjadi pada 23
Agustus 2018, serta melibatkan SMK Yuppentek dan SMA Kosgoro
Ciledug, Tangerang. Penyebab tawuran diduga karena saling ejek saat
berpapasan.12
Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin artinya Islam
merupakan agama yang membawa rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh
alam semesta, termasuk hewan, tumbuhan dan jin, apalagi sesama
manusia.13 Seorang muslim belum memiliki keimanan yang sempurna
melainkan jika sudah tertanam pada dirinya sifat kasih sayang (rahmat).
Dalam kitab hadist al-Arba’in al-Nawawiyah hadist ke-13 Nabi saw
bersabda:
ل م ،ع ن للا ع ل ي ه و س ص ل ي للا ر س و ل اد م للا ع ن ه ،خ ي كر ض
ح ز ة أ ن سبنم ال ا ب ع ن
ه ل ن ف س ي ه م اي ب خ ل ب ي ح د ك م حت أ ح ن :ل ي م ل م ق ال ص ل يللا ع ل ي ه و س الن ب
)رواهالبخاريومسلم(
Dari Abu Hamzah, Anas bin Malik ra pelayan Rasulullah berkata, Rasulullah saw bersabda: “Tidak (sempurna) keimanan seorang
diantara kalian hingga dia mencintai saudaranya sebagaimana ia
mencintai dirinya sendiri.” (HR Bukhari dan Muslim)14
Akan halnya kasih sayang ini, Abu Abdillah Syammi bertemu
Thawus. Berkata Thawus kepadanya, “Bahwa jika isi Taurat, Injil dan Al-
Qur-an disingkat hanya berisi tiga hal: (1) Takut kepada Allah, hingga
tiada yang kau takuti, kecuali Allah. (2) Berharaplah kepada-Nya, miliki
12 Tempo, KPAI: Tawuran Pelajar 2018 Lebih Tinggi Dibanding Tahun Lalu, 2018,
(https://metro.tempo.co/read/1125876/kpai-tawuran-pelajar-2018-lebih-tinggi-). 13 Prajuritillahi, Islam adalah Agama Rahmatan Lil ‘Alamin, 2018,
(https://saidalfaraby.wordpress.com/2009/12/29/islam-adalah-agama-rahmatan-lil). 14 Ibnu ‘Atthar, op. cit., h. 97.
5
rasa takutmu kepada-Nya. (3) Cintailah kepada sesamamu, seperti engkau
menyintai dirimu sendiri.”15
Fenomena kemerosotan akhlak tersebut semakin mempertegas urgensi
dan pentingnya pemberdayaan kembali pendidikan akhlak. Hemat penulis,
pendidikan akhlak merupakan faktor penentu atau instrument kunci dalam
upaya memproduk, membangun, atau mengembangkan individu dan
masyarakat yang beradab, sesuai dengan nilai-nilai akhlaq al-karimah.
Dalam Islam, akhlak menempati posisi sentral (inti ajaran islam).
Pembuktian statement ini didasarkan pada pengakuan Muhammad Saw
bahwa misi kerasulan beliau adalah untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia:
ل ق ل ت م م ك ار م ا ل خ إ ن اب ع ث ت
“Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan akhlak yang
mulia.” (HR. Malik)16
Ini bermakna bahwa Islam didakhwahkan Rasulullah adalah suatu
sistem syari’ah yang menata idealitas hubungan seorang muslim dengan
Allah Swt, dengan diri sendiri, sesama manusia dan alam semesta.17
Hadits sebagai sumber hukum Islam kedua setelah al-Qur'an
merupakan pedoman dalam berkahlak bagi umat Islam. Dan sebagaimana
telah dipaparkan di atas terkait dengan kitab hadist al-Arba’in al-
Nawawiyah yang terdapat di dalamnya nilai-nilai luhur akhlak tentunya
harus diambil sebagai sebuah pelajaran dan perenungan untuk dijadikan
pedoman berkahlak bagi umat Islam. Oleh karena itu, penulis tertarik
untuk melakukakn sebuah penelitan dengan judul “Nilai-Nilai
Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Arba’in Al-Nawawiyah Karya
Imam Nawawi”
15 Jejen Musfah, Bahkan Tuhan Pun Bersyukur, (Jakarta: Penerbit Hikmah, 2003), h. 50. 16 Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, terj. Wawan Djunaedi Soffandi
(Jakarta: Mustaqiim, 2004), h. 13. 17 Edi Sucipno, Urgensi Pendidikan Akhlak (Membentuk Karakter Islami), 2018,
(http://ustadedi.blogspot.com/2015/10/urgensi-pendidikan-akhlak-membentuk.html).
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah dalam
penelitian ini dapat diidentifikasi sebagai berikut
1. Kurangnya pengetahuan para pembaca kitab al-Arba’in al-Nawawiyah
terhadap isi kandungan nilai-nilai akhlak yang terdapat di dalam kitab
al-Arba’in al-Nawawiyah.
2. Dekadensi moral yang terjadi di berbagai lini.
3. Maraknya Tindak kekerasan dalam dunia pendidikan.
4. Kurangnya nilai pendidikan akhlak zaman sekarang.
C. Pembatasan Masalah
Dari identifikasi masalah di atas maka pembatasan masalah pada
penelitian ini dibatasi pada nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat di
dalam kitab al-Arba’in al-Nawawiyah.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan Identifikasi Masalah di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja nilai-nilai pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab al-
Arba'in al-Nawawiyah?
2. Bagaimana relevansi nilai-nilai pendidikan akhlak kitab al-Arba'in al-
Nawawiyah dalam pembentukan pribadi islami?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian dalam
penelitian ini adalah untuk mengetahui:
1. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang terkandung dalam kitab al-Arba'in
al-Nawawiyah.
2. Relevansi nilai-nilai Pendidikan Akhlak kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah dalam pembentukan pribadi islami.
7
F. Manfaat Penelitian
Penulis berharap melalui penelitian ini memberikan banyak manfaat
bagi perkembangan pendidikan Islam. Secara terperinci manfaat yang
diharapkan sebagai berikut:
1. Bagi Penulis
Menambah wawasan tentang nilai-nilai pendidikan akhlak, sehingga
dapat menjadi acuan dalam bersikap dan bertingkah laku serta sebagai
tugas akhir untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
2. Bagi Lembaga Pendidikan Formal
Penelitian ini diharapkan menjadi rujukan dalam membangun akhlak
yang luhur pada seluruh lapisan lembaga pendidikan selain itu dapat
menjadi pertimbangan untuk diterapkan dalam pendidikan Islam
sebagai solusi dalam membentuk akhlak umat, bangsa dan negara.
3. Bagi Umat Islam Secara Umum
penelitian ini diharapkan dapat menambah khazanah keilmuan di
dunia Islam terutama tentang pendidikan akhlak, juga sebagai bahan
referensi dalam ilmu pendidikan akhlak sehingga memperkaya
wawasan dan pengetahuan.
8
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Teori Nilai Pendidikan Akhlak
1. Nilai
Nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang
diyakini sebagai suatu identitas yang memberikan corak yang khusus
kepada pola pemikiran, perasaan, keterkaitan maupun prilaku.18
Menurut Khoiron Rosyadi, ia mengemukakan bahwa “nilai adalah
ukuran untuk menghukum atau memilih tindakan dan tujuan
tertentu.”19 Disini, nilai difungsikan untuk mengarahkan, dan
mentukan kelakuan seseorang, karena nilai dijadikan standar perilaku.
Dengan adanya nilai maka seseorang dapat menetukan bagaimana ia
harus bertingkah laku agar tingkah lakunya tersebut tidak menyimpang
dari norma yang berlaku, karena di dalam nilai terdapat norma-norma
yang dijadikan suatu batasan tingkah laku seseorang.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata nilai berasal dari
bahasa Inggris “value” termasuk dalam bidang kajian filsafat. Nilai
diartikan harga atau sifat-sifat (hal-hal) yang penting bagi manusia.20
Menurut Elly M Setiadi, nilai adalah sesuatu yang baik yang selalu
diinginkan, dicita-citakan dan dianggap penting oleh seluruh manusia
sebagai anggota masyarakat.21 Sedangkan menurut Achmad Samusi,
“secara sederhana, nilai bisa dimaknai sebagai sesuatu yang penting,
berharga, yang sehaursnya, yang semestinya, yang bermakna, dan
seterusnya.22 Artinya, sesuatu dianggap memiliki nilai apabila sesuatu
itu berharga, mempunyai kegunaan, kebenaraan, kebaikan dan
18 A. Sadeli, Dasar-dasar Agama Islam Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada
Perguruan Tinggi Umum, (Jakarta: Bintang-Bintang, 1984), h. 260. 19 Khoiron Rosyadi, Pendidikan Profetik, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004), h. 114. 20 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2007), Cet. ke-3, h. 783. 21 Elly M Setiadi dkk., Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. (Jakarta : Kencana. 2009), Cet.
Ke-5, hal. 31. 22 Achmad Sanusi, Sistem Nilai (Alternatif Wajah-Wajah Pendidikan), (Bandung:
Penerbit Nuansa Cendikia, 2015), h. 16.
9
keindahan. Itulah sebabnya, nilai seringkali dipahami sebagai hal-hal
yang dianggap baik, indah, benar dan pantas. Sebaliknya hal-hal yang
buruk, tidak indah, salah dan tidak pantas dianggap tidak bernilai.
Dari definisi-definisi di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa
nilai adalah suatu perangkat keyakinan ataupun perasaan yang
dianggap sebagai sesuatu yang penting, baik, benar, indah dan
berharga, sehingga nilai menjadi dasar pertimbangan seseorang dalam
memilih dan juga menetukan sikap serta mengambil keputusan.
2. Pendidikan Akhlak
a. Pengertian Pendidikan Akhlak
Kata pendidikan akhlak merupakan dua rangkaian kata yang
terdiri dari kata pendidikan dan akhlak. Sebelum penulis
menjelaskan mengenai pendidikan akhlak, terlebih dahulu penulis
akan jelaskan mengenai pengertian pendidikan, kemudian
pengertian akhlak dan selanjutnya pengertian pendidikan akhlak
yang merupakan penggabungan dari kata pendidikan dan kata
akhlak.
Dalam islam, kata “pendidikan” menurut bahasa berkaitan
dengan kata at-tarbiyah yang berasal dari kata rabaa yarbuu yang
artinya bertambah dan berkembang, rabiya, yarba yang berarti
tumbuh, subur dan berkembang, dan rabba yarubbu, yang berarti
memperbaiki dengan kasih sayang. Kata at-ta’lim yang artinya
mengajar, melatih. Dan kata at-ta’dib berasal dari kata addaba
yu’addibu ta’diban, yang artinya beradab, sopan santun, tata
krama, adab, budi pekerti, akhlak, moral dan etika.23
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia “Pendidikan” adalah
proses perubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok
23 Abuddin Nata, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012), h. 17-21.
10
orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan; proses, cara, perbuatan mendidik.24
Menurut Ahmad D. Marimba pendidikan adalah bimbingan
atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap
perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya
kepribadian yang utama.25
Dari pengertian-pengertian yang telah disebutkan di atas,
penulis dapat menyimpulkan bahwa pendidikan adalah proses
bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap si
terdidik terhadap perkembangan jasmani dan rohaninya menuju
terbentuknya kepribadian yang utama agar menghasilkan manusia
berbudaya tinggi untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya.
Sedangkan pengertian dari sisi akhlak menurut bahasa
(etimologi) perkataan akhlak ialah bentuk jamak dari khuluq
(khuluqun) yang berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau
tabiat.26
Di dalam Ensiklopedia Pendidikan dikatakan bahwa akhlak
ialah budi pekerti, watak, kesusilaan (kesadaran etik dan moral)
yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang
benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.27
Secara etimologi, akhlak menurut Imam al-Ghazali
sebagaimana yang dikutip oleh Moh. Ardani adalah:
ة خ اس ر ة ئ ي ه ه ن ع ر د ص ت س ف الن ف ة اج ح ي غ ن م ة ل و ه س و ر س ي ب ال ع ف اال
ة ي و ر و ر ك ف ل إ
24 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014), Cet. ke-19, h. 10. 25 Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013),
cet. 4, h. 27. 26 Muhammad Yatimin Aabdullah, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Quran, (Jakarta:
Amzah, 2007), h. 2. 27 Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. ke-
2, h. 2.
11
“Suatu sikap (bay’ah) yang mengakar dalam jiwa yang
darinya lahir berbagai perbuatan dengan mudah dan
gampang, tanpa perlu kepada pikiran dan pertimbangan”28
Sedangkan Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI
megutip definisi akhlak menurut M. Abdullah Diroz sebagai suatu
kekuatan dalam kehendak yang mantap, kekuatan berkombinasi
membawa kecendrungan pada pemilihan pihak yang benar (akhlak
baik) atau pihak yang jahat (akhlak rendah) 29
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan di atas, penulis
dapat menyimpulkan bahwa akhlak adalah perbuatan-perbuatan
terpuji atau tercela yang dilakukan dengan mudah tanpa
memerlukan pemikiran maupun pertimbangan sebagai wujud dari
daya atau kekuatan sifat yang tertanam kuat dalam jiwa seseorang.
Setelah dijelaksan secara terpisah mengenai pengertian
pendidikan dan akhlak, maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan
akhlak adalah sebuah proses yang dilakukan secara sadar oleh
pendidik kepada si terdidik melalui upaya bimbingan, pimpinan,
pengajaran dan pelatihan dalam rangka menanamkan nilai-nilai
akhlak islami yakni yang berlandasakan pada alquran dan Sunah.
Jadi, nilai pendidikan akhlak adalah sifat atau hal-hal penting
terkait dengan akhlak islami yakni yang berlandasakan pada
alquran dan sunah, diperoleh melalui proses usaha bimbingan,
binaan, pelatihan dan pengajaran yang dilakukakn secara sadar
oleh pendidik kepada si terididik.
b. Urgensi Pendidikan Akhlak
28 Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf “Nilai-Nilai Akhlak/BudiPekerti dalam Ibadat &
Tasawuf”, ( tt. p.: PT Mitra Cahaya Utama, 005), Cet. ke-2, h. 28-29. 29 Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan FIP-UPI, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, (PT
Imperial Bhakti Utama, 2009), Cet. ke-3, h. 29.
12
Ada beberapa pemikiran yang mendasari tentang pentingnya
membahas tentang akhlak dalam hubungannya dengan pendidikan
sebagai berikut:
a. Naluri dasar manusia baik secara individu, maupun sosial
menginginkan sebuah kehidupan yang tertib, aman, damai, dan
nyaman, sehingga memungkinkan mereka dapat
mengaktualisasikan seluruh potensinya, berupa cipta, rasa dan
karsanya secara optimal, dalam bentuk kebudayaan dan
peradaban. Guna mewujudkan keadaan yang demikian itu
diperlukan adanya norma, akhlak, aturan dan nilai-nilai moral
yang disepakati bersama dan digunakan sebagai acuan.30
Dengan demikian dengan adanya akhlak, norma/ aturan-aturan,
akan menjadikan sebuah bangsa akan berjaya dan sebaliknya
jika sebuah bangsa yang tidak memiliki akhlak maka bangsa itu
akan hancur dan binasa.
b. Akhlak merupakan misi dari para Nabi dan Rasul. Setiap Nabi
dan Rasul pada umumnya datang atau diutus oleh Allah kepada
suatu wilayah yang masyarakatnya dalam keadaan yang kacau
yang disebabkan karena akhlaknya yang menyimpang. Seperti
Nabi Muhammad Saw yang diutus untuk kaumnya yang sedang
rusak aqidah, ibadah, sistem sosial, ekonomi, politik, hukum
dan kebudayaanya. Itulah sebabnya, Nabi Muhammad Saw
bersabda bahwa ia diutus untuk menyempurnakan akhlak.
c. Akhlak merupakan sesuatu yang sangat berat untuk
diperbaiki.31 Sehingga dirumuskanlah oleh para ulama-ulama
sufi tentang cara-cara menanamkan akhlak mulia dan
menghilangkan akhlak tercela dengan mujahadah, riyadhah,
dan lain-lain.
30 Abuddin Nata, op. cit., h. 205. 31 Ibid., h. 206.
13
d. Menanamkan akhlak mulia dan membersihkan akhlak yang
tercela dari diri seseorang adalah salah satu tugas utama dari
pendidikan. Hal ini misalnya dapat dilihat dari berbagai
rumusan tentang tujuan pendidikan yang intinya ingin
mewujudkan sosok manusia yang berakhlak.
e. Inti ajaran Agama yang dibawa oleh para Nabi dan Rasul
berisikan tentang ajaran akhlak yang mulia.32
c. Landasan Pendidikan Akhlak
Dalam Islam, dasar atau alat pengukur yang menyatakan bahwa
sifat seseorang itu baik atau buruk adalah Alquran dan Sunah.
Segala sesuatu yang baik menurut alquran dan sunah, itulah yang
baik untuk dijadikan pegangan dalam kehidupan sehari-hari.
Sebaliknya, segala sesuatu yang buruk menurut alquran dan sunah,
berarti tidak baik dan harus dijauhi.33
Ketika ditanya tentang akhlak Rasulullah Saw, Aisyah
menjawab:
ان ر ق ال ه ق ل خ ان ك
“Akhlak Rasulullah adalah Alquran.” (HR. Imam Ahmad) 34
Maksud dari perkataan Aisyah adalah segala tingkah laku dan
tindakan Rasulullah Saw, baik yang dzahir maupun yang batin
senantiasa mengikuti petunjuk dari alquran. 35
Sunah Rasulullah meliputi perkataan dan tingkah laku beliau,
merupakan sumber akhlak yang kedua setelah alquran.36 Hal ini
karena Allah Swt memerintahkan kepada orang beriman agar
32 Ibid., h. 207. 33 Rosihon Anwar, Akhlak Tasaswuf, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2010), Cet. ke-10, h.
22. 34 Ibid., h. 20. 35 Ibid. 36 Muhammad Yatimin Abdullah, op. cit., h. 4.
14
mereka selalu mengikuti jejak Rasulullah dan tunduk kepada apa
yang dibawa oleh beliau. Firman Allah Swt:
ف خ ذ وه و م ىك مع نه ف و م اء ات ىك م ٱلر س ول ه وا ٱنت ان ه
“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan
apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah.” (QS. Al-
Hasyr (59): 7).37
Di samping itu, Allah Swt telah memuji akhlak Rasulullah dan
mengabarkan kepada orang beriman bahwa pada diri Rasulullah
Saw terdapat akhlak luhur sebagai teladan bagi mereka.
Firman Allah Swt:
ع ظ ي ل ع ل ىخ ل ق م و إ ن ك
“Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi
pekerti yang agung.” (QS. Al-Qalm (68): 4)38
ك ان ل ك مف ن ل ق د ٱلل أ سو ة ح س ة ر س ول
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagi kalian.” (QS.Al-Ahzab [33]: 21)39
Hal di atas menunjukkan bahwa Alquran dan Sunah adalah
dasar dan pijakan pendidikan akhlak, sekaligus juga sebagai
sumber syari’at dalam Islam yang harus dipegang secara utuh.
d. Tujuan Pendidikan Akhlak
Istilah “tujuan” atau “sasaran” atau “maksud”, dalam bahasa
Arab dinyatakan dengan ghayat atau ahdhaf atau maqasid.
Sedangkan dalam bahasa inggris, istilah tujuan dinyatakan dengan
goal atau purpose atau objective atau aim, secara umum istilah-
istilah itu mengandung pengertian yang sama, yaitu perbuatan yang
37 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 546. 38 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 864. 39 Rosihon Anwar, h. 22.
15
diarahkan kepada suatu tujuan tertentu, atau arah, maksud yang
hendak dicapai melalui upaya atau aktivitas.40
Tujuan adalah sesuatu yang dikehendaki, baik individu maupun
kelompok.41 Sedangkan tujuan menurut Zakiah Daradjat, adalah
sesuatu yang diharapkan tercapai setelah suatu usaha atau kegiatan
selesai. Meskipun banyak pendapat tentang pengertian tujuan, akan
tatapi pada umumnya pengertian itu berpusat pada usaha atau
perbuatan yang dilaksanakan untuk suatu maksud tertentu.42
Tujuan utama dari pendidikan akhlak adalah supaya setiap
muslim mempunyai budi pekerti, tingkah laku, perangai serta adat
istiadat yang baik sesuai dengan ajaran Islam, yakni yang
bersumber dari al-qur'an dan as-sunnah.43
Menurut Ramayulis, tujuan pendidikan akhlak dalam Islam
adalah “untuk membentuk manusia yang bermoral baik, keras
kemauan, sopan dalam berbicara dan perbuatan, mulia dalam
tingkah laku, bersifat bijaksana, sempurna, sopan dan beradab,
ikhlas, jujur dan suci, dengan kata lain pendidikan akhlak bertujuan
melahirkan manusia yang memiliki keutamaan (al-fadhilah).44
Sedangkan Abudin Nata menyatakan bahwa “tujuan
pendidikan akhlak adalah untuk memberikan pedoman bagi
manusia dalam mengetahui perbuatan yang baik atau buruk
terhadap perbuatan yang baik ia berusaha melaksanakannya, dan
terhadap perbuatan yang buruk ia berusaha menghindarinya.”45
Berdasarkan definisi di atas, maka tujuan pendidikan akhlak
adalah untuk menanamkan dan mendisiplinkan nilai-nilai, norma-
norma, atau kaedah-kaedah tentang baik-buruk atau terpuji-tercela
40 Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cet. ke-4, h. 178. 41 Muhammad Yatimin Abdullah, op. cit., h. 1. 42 Ramayulis, h. 178. 43 Rosihon Anwar, h. 25. 44 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cet. Ke-12, h. 149. 45 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), h. 13.
16
yang berpedoman pada Alquran dan Sunah ke dalam diri muslim
agar ia berkemampuan memilih untuk menampilkan prilaku yang
baik atau terpuji dan menghindari atau meninggalkan prilaku buruk
atau tercela dalam kehidupannya.
e. Ruang Lingkup Pendidikan Akhlak
Ruang lingkup Ajaran akhlak adalah sama dengan ruang
lingkup ajaran Islam itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan
pola hubungan.46 Akhlak dalam ajaran islam itu sendiri mencakup
berbagai aspek, dimulai dari akhlak terhadap Allah, hingga kepada
sesama makhluk (manusia, bintang, tumbuh-tumbuhan, dan benda-
benda yang tak bernyawa). Berbagai bentuk dan ruang lingkup
akhla Islami yang demikian itu dapat dipaparkan sebagai berikut:
1) Akhlak terhadap Allah Swt (khaliq).
Akhlak kepada Allah dapat diartikan sebagai sikap atau
perbuatan yang seharusnya dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk, kepada Tuhan sebagai khalik.
Menurut Abudin Nata sekurang kurangnya ada empat
alasan mengapa manusia perlu berakhlak kepada Allah.
Pertama, karena Allah-lah yang telah menciptakan manusia .
dan dia menciptakan manusia dari air yang ditumpahkan ke
luar dari antara tulang punggung dan tulang rusuk. Dalam ayat
lain Allah juga menyatakan bahwa manusia diciptakan dari
tanah yang kemudian diproses menjadi benih yang disimpan
dalam tempat yang kokoh (rahim), setah ia menjadi segumpal
darah, segumpal daging, dijadikan tulang dan dibalut dengan
daging, dan selanjutnya diberi roh. Dengan demikian sebagai
yang diciptakan sudah sepantasnya berterima kasih kepada
yang menciptakannya.
46 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), Cet. Ke-2, h. 152.
17
Kedua, karena Allah-lah yang telah memberikan
perlengkapan panca indra, berupa pendengaran, pengelihatan,
akal pikiran dan hati sanubari, disamping anggota tubuh yang
kokoh dan sempurna kepada manusia.
Ketiga, karena Allah-lah yang telah menyediakan berbagai
bahan dan sarana yang diperlukan bagi kelangsungan hidup
manusia, seperti bahan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, air, udara, binatang ternak dan sebagainya.
Keempat, Allah-lah yang telah memuliakan manusia
dengan diberikannya kemampuan menguasai daratan dan
lautan.47 Itulah empat alasan mengapa kita sebagai makhluknya
harus menunjukkan akhlak kita kepada sang khaliq, dan sudah
sepatutnya bagi manusia yang telah diberikan berbagai nikmat
oleh Allah Swt untuk berakhlak baik kepada Allah Swt.
Banyak cara yang dapat dilakukan dalam berakhlak kepada
Allah Swt. Diantaranya adalah :
a. Menauhidkan-Nya. Allah Swt berfirman:
ٱلل ف ٱعل مأ ن ه ۥل إ ل ه إ ل
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, tuhan) selain Allah Swt.” (QS. Muhammad
[47]: 19)
b. Takwa. Allah Swt berfirman:
ٱلل ٱت ق وا ت ح ي ي ه اٱل ذ ين ء ام ن وا ات ه ق ق
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dengan sebenar-benar takwa kepada-Nya.” (QS. Ali
Imran [3]: 102)
c. Ridha dan ikhlas terhadap segala keputusan-Nya.
Firman-Nya
47 Abudin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: Rajawali Pres, 2013), h. 149.
18
ٱل ذ يب ي د ه ٱل ش ت ب ك ك ل ع ل ى و ه و د ير ق ي ئ م لك
“Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya-lah segala
kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
(QS. Al-Mulk [67]: 1)
d. Bertaubat
ٱلل ت وب ي ي ه اٱل ذ ين ء ام ن وا إ ل ص وح ان ة ت وب وا
“Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada
Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-
murninya).” (QS. At-Tahrim [66]: 8)
e. Selalu berdoa kepada-Nya. Allah Swt berfirman:
بل ك م أ ست ج ر ب ك م ٱدع ون و ق ال
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku,
niscaya akan Kuperkenankan bagimu.". (QS. Ghafir
[40]: 60)48
f. Selalu bersyukur kepada-Nya. Allah Swt berfirman:
ٱشك رل أ ن
“Bersyukurlah kepada-Ku” (QS. Luqman [31]: 14)
2) Akhlak terhadap Makhluk
Akhlak terhadap makhluk terbagi dua yaitu akhlak terhadap
sesama manusia dan akhlak terhadap lingkungan hiudup.
Dengan penjelasan sebagai berikut:
a) Akhlak terhadap sesama Manusia
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Alquran dan
hadist berkaitan dengan perlakuan terhadap sesama
manusia. Diantaranya ialah:
(a) Rasa persuadaraan (al-Ikha); yaitu sikap jiwa yang
selalu ingin berhubungan baik dan bersatu dengan
48 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 474.
19
orang lain, karena ada keterkaitan batin dengannya.
Nabi Saw bersabda:
و ان ن و اع ب اد للا إ خ و ك و
“Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang
bersaudara.” (HR. Muslim)49
(b) Memberi nasihat (al-Nasihah); yaitu upaya untuk
memberi petunjuk-petunjuk yang baik kepada orang
lain dengan manggunakan perkataan. Nabi Saw
bersabda:
ي ح ة أ لد ي ن الن ص
“Agama (Islam) adalah nasihat” (HR. Muslim)50
(c) Memberi pertolongan (al-Nashru); yaitu suatu upaya
untuk membantu orang lain. Allah Swt berfirman:
ع ل ىٱلب و ٱلت قو ى و ت ع او ن وا
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa.”(QS. Al-Maidah [5]: 2).51
(d) Menahan amarah (Kazmu al-Ghaizi); yaitu upaya
menahan emosi agar tidak dikuasai oleh perasaan marah
terhadap orang lain. Allah Swt berfirman:
و ٱلع اف ني ع ن ٱلن اس ٱلغ يظ و ٱلك ظ م ني
“Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan
memaafkan (kesalahan) orang.” (QS. Ali Imran [3]:
143)
Akhlak terhadap sesama manusia diklasifikasikan
secara khusus sebagai berikut:
49 Imam Nawawi, h. 100. 50 Ibid., h. 27. 51 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 106.
20
a. Akhlak terhadap Rasulullah Saw
Untuk membuktikan akhlak kita kepada Rasul ialah
dengan meneladani dan mencontohnya. Rasul penuntun
manusia seluruh dunia (Nabi Muhammad Saw.), tetapi
bukan untuk pamer, berbangga-bangga dan bukan pula
untuk alat mencari pangkat, jabatan dengan cara
mempertontonkan datang ke masjid.
Sebagai Nabi penutup ia ditugasi membawa wahyu
dan risalah yang berisi pokok-pokok akidah, ibadah dan
akhlak yang berlaku sepanjang masa yang wajib
diteladani setiap muslim. Dan sebagai manusia biasa
yang berasal dari bangsa Arab ia mempunyai tradisi dan
perilaku dalam kehidupan sehari-hari yang tak wajib
diteladani (meskipun merupakan contoh yang baik
diikuti apabila ada kesanggupan)52
Seperti halnya akhlak kepada Allah Swt. harus
beriman kepada-Nya, maka akhlak manusia terhadap
Nabi Muhammad Saw, yaitu percaya beliau adalah
betul nabi dan Rasul (utusan) Allah Swt. kepada seluruh
umat manusia.
Bagi orang yang ingin beragama islam, iman kepada
Allah Swt adalah modal utama di samping iman kepada
Allah Swt sebab kedua hal ini disebutkan dalam dua
kalimat syahadat islam yang menjadi gerbang masuk
kedalam Agama Islam. orang-orang tidak mungkin
menjadi muslim dan tidak sah kemuslimannya, kalau
hanya beriman kepada salah satunya saja dengan
mengingkari kepada yang lain.
Iman bukan hanya sekedar percaya terhadap sesuatu
yangdiyakini, tetapi harus dibuktikan dengan amal
52 Moh Ardani, h. 71.
21
perbuatan. Amal perbuatan yang dijelaskan di dalam
Alquran dan Hadist, tentang bagaimana bersikap
kepada Rasulullah Saw, itulah yang dinamakan akhlak
kepada Rasulullah Saw.53
Diantara perilaku atau macam-macam akhlak yang
harus dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah
terhadap Rasulullah Saw, ialah sebagai berikut:
(a) Ikhlas beriman kepada Nabi Muhammad Saw
(b) Mengucapkan shalawat dan salam
(c) Taat kepada Nabi Saw
(d) Cinta kepada Nabi Saw
(e) Percaya atas semua berita yang disampaikan Nab
Saw
(f) Tidak boleh mengabaikan Nabi Saw
(g) Menghormati pewaris Nabi Saw yakni para ulama
(h) Laksanakan hukum Allah Swt dan Nabi Saw
(i) Berbicara dengan suara rendah54
b. Akhlak terhadap diri sendiri.
Setiap manusia memiliki kewajiban moral terhadap
dirinya sendiri, jika kewajiban tersebut tidak dipenuhi
maka akan mendapat kerugian dan kesulitan. Dengan
demikian kewajiban manusia terhadap dirinya sendiri
menurut Hamzah Ya’kub adalah sebagai berikut:
(a) Memelihara kesucian diri baik jasmani maupun
rohani.
(b) Memelihara kerapian diri disamping kebersihan
jasmani dan rohani perlu diperhatikan faktor
kerapian sebagai manifestasi adanya disiplin dan
keharmonisan pribadi.
53 Ibid., h. 73. 54 Ibid., h. 74.
22
(c) Berlaku tanang (tidak terburu-buru).
(d) Menambah pengetahuan.
(e) Membina disiplin pribadi.55
c. Akhlak terhadap tetangga.
Akhlak terhadap tetangga adalah dengan saling
mangunjungi, membantu saat senang maupun susah,
dan hormat-menghormati.
d. Akhlak terhadap masyarakat.
Akhlak dalam bermasyarakat adalah dengan
memuliakan tamu, menghormati nilai dan norma yang
berlaku, menaati putusan/ peraturan yang telah diambil,
bermusyawarah dalam segala urusan untuk kepentingan
bersama.56
b) Akhlak terhadap lingkungan hidup.57
Yang dimaksud lingkungan hidup disini adalah
memelihara kelestarian lingkungan, memanfaatkan dan
menjaga alam terutama hewani, nabati, fauna dan flora,
yang kesemuanya diciptakan Allah Swt untuk kepentingan
manusia dan makhluk-makhluk lainnya.58
Berdasarkan uraian di atas, maka ruang lingkup akhlak
adalah seluruh aspek kehidupan seseorang sebagai individu,
yang bersinggungan dengan sesuatu yang ada di luar
dirinya. Karena sebagai individu, dia pasti berinteraksi
dengan lingkungan alam sekitarnya, dan juga berinteraksi
dengan berbagai kelompok kehidupan manusia secara
sosiologis, dan juga berinteraksi secara metafisik dengan
Allah Swt sebagai pencipta alam semesta.
55 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,
2012), Cet. Ke- 2, h. 10-11. 56 Rois Mahfud, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, (tt. p.: Erlangga, 2011), h. 99-101. 57 Ibid., 101. 58 Ibid.
23
f. Upaya Pembinaan Akhlak
Menurut Abuddin Nata, pembinaan akhlak dapat diartikan
sebagai “usaha sungguh-sungguh dalam rangka membentuk anak,
dengan menggunakan sarana pendidikan, pembinaan yang
terprogram dengan baik dan dilaksanakan dengan sungguh-
sungguh dan konsisten.”59 Suksesnya pendidikan tidak ditentukan
hanya dengan angka-angka semata. Lebih dari itu, pendidikan
Islam harus selalu menjadikan akhlak sebagai titik penilaian
kesuksesan pembelajaran.
Usaha-usaha pembinaan akhlak melalui berbagai lembaga
pendidikan dan melalui berbagai macam metode terus
dikembangkan. Macam-macam metode yang dapat diaplikasikan
dalam usaha membina akhlak, diantaranya:
1) Metode Keteladanan
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan, bahwa
“Keteladanan” dasar katanya “teladan” yaitu: dicontoh. Oleh
karena itu “keteladanan” adalah hal-hal yang dapat ditiru atau
dicontoh.60
Pada umumnya manusia memerlukan figur identifikasi
(uswah al-hasanah) yang dapat membimbing manusia ke arah
kebenaran, untuk memenuhi keinginan tersebut itu Allah
mengutus Muhammad Saw menjadi tauladan bagi manusia.
Kemudian kita diperintahkan untuk mengukuti Rasul,
diantaranya memberikan tauladan yang baik. Untuk menjadi
sosok yang ditauladani, Allah memerintahkan kepada manusia
selaku khlaifah fi al-Ardh mengerjakan perintah Allah dan
Rasul sebelum mengajarkannya kepada orang yang
59 Abuddin Nata, h. 158 60 Ibid., h. 117.
24
dipimpinnya. Termasuk dalam hal ini sosok pendidik yang
dapat ditauladani oleh anak didik.61
Pendidik dengan teladan berarti pendidikan dengan
memberi contoh, baik berupa tingkah laku, sifat, cara berfikir
dan sebagainya. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya
dengan pelajaran, intruksi dan larangan, sebab tabiat jiwa untuk
menerima keutamaan itu tidak cukup dengan hanya seorang
guru mengatakan kerjakan ini dan jangan kerjakan itu.
Pendidikan tidak akan sukses melainkan jika disertai dengan
pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.62
Menurut Abdullah Nasih Ulwan, keteladanan merupakan
kunci dari pendidikan akhlak seseorang. Dengan keteladanan
yang diperolehnya dilingkungan rumah dan sekolah, seorang
akan mendapatkan kesempurnaan dan kedalaman akidah,
keluhuran moral, kekuatan fisik serta kematangan mental
pengetahuan.63
2) Metode pembiasaan
Yang dimaksud dengan pembiasaan, adalah memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa
mengamalkan ajaran agamanya dan/atau akhlakul karimah.64
Contoh sederhana misalnya membiasakan mengucapkan
salam pada waktu masuk dan keluar rumah, membaca
Basmallah setiap memulai sesuatu pekerjaan dan mengucapkan
Hamdallah setelah meyelesaikan pekerjaan.
Pembiasaan meruapakan cara yang sangat efektif dalam
menanamkan nilai-nilai moral ke dalam jiwa anak didik. Dan
agama sangat mementingkan pendidikan pembiasaan, karena
61 Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2015), Cet. Ke-12, h. 297. 62 Abuddin Nata, op.cit., h. 165. 63 Ibid. 64 Ramyulis, op. cit., h. 298.
25
dengan pembiasaan itulah diharapkan peserta didik
mengamalkan ajaran agamanya secara berkelanjutan.
Menurut Muhammad Ustman Najati “Jika seseorang
melakukan kebiasaan secara berulang-ulang maka kebiasaan itu
akan berurat akar dalam dirinya. Kebiasaan ini akan muncul
dengan sendirinya tanpa pertimbangan.
3) Metode ‘Ibrah
Menurut an-Nahlawi kata ibrah dan mau’izah mempunyai
perbedaan secara makna. Ibrah berarti suatu kondisi psikis
yang menyampaikan manusia kepada intisari sesuatu yang
disaksikan, dihadapi dengan menggunakan nalar yang
menyebabkan hati mengakuinya.65 Dengan demikian, ‘ibrah
atau ‘itibar itu merupakan kondisi psikologis yang
mengantarkan manusia menuju pengetahuan yang dimaksud
dan dirujuk oleh satu perkara yang dilihat, diselidiki,
ditimbang-timbang, diukur, dan ditetapkan oleh manusia
menurut pertimbangan akalnya sehingga dia sampai kepada
suatu kesimpulan yang dapat mengkhusyukan kalbunya
sehingga kekhusyuan itu mendorongnya untuk berprilaku logis
sesuai dengan kondisi masyarakat.66
Penggunaan ‘ibrah dalam alquran maupun sunah ternyata
berbeda-beda sesuai dengan objek ‘ibrah itu sendiri.
Pengambilan ibrah dari kisah hanya akan dapat dicapai oleh
orang yang berfikir sadar dan orang yang hawa nafsunya tidak
mengalahkan akal dan hatinya seperti firman Allah berikut:
ك ٱل ل ق د ل و ل ر ة ع ب م ه ق ص ص ف ك ب ب لان ح د يثا ي فت م ا و ل ك نان ر ى
ك ل يل يه و ت فص ي د ٱل ذ يب ني ي ؤم ن ون ر ح ة ل ق وم و ى ه دو يء ش ت صد يق
65 Heri Gunawan, h. 279. 66 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,
(Jakarta: Gema Insani, 1995), hlm. 279
26
“Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat
pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al
Quran itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi
membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan
rahmat bagi kaum yang beriman.” (Q.S Yusuf [12]: 111)
Esensi ‘ibrah dalam kisah ini ialah bahwa Allah berkuasa
menyelamatkan yusuf setelah dilemparkan ke dalam sumur
yang gelap, meninggikan kedudukannya setelah dimasukkan ke
dalam penjara dengan cara menjadikannya raja Mesir setelah
dijual sebagai hamba (budak). Kisah ini menjelaskan tentang
kekuasaan Allah. Allah mengatakan bahwa ibrah (pelajaran)
dari kisah ini hanya dapat dipahami oleh orang yang disebut
ulul al-bab yakni orang yang berfikir dan berzikir.
4) Metode Mau’izah (Nasihat)
Metode Mau’izah adalah nasihat yang lembut yang
diterima oleh hati dengan cara menjelaskan pahala atau
ancamannya.67 Kata wa’z juga dapat diartikan bermacam-
macam.
Pertama berarti nasihat, yaitu sajian bahasa tentang
kebenaran dengan maksud mengajak orang yang dinasihati
untuk mengamalkannya. Nasihat yang baik itu harus bersumber
dari yang maha baik, yakni Allah SWT. yang menasehati juga
harus terlepas dari kepentingan-kepentingan dirinya secara
duniawi, dan ia harus ikhlas dengan semata-mata karena
menjalankan perintah Allah.68
Kedua, mau’izah berarti tadzkir (peringatan). Pemberi
peringatan yang dalam hal ini, si pemberi nasihat harus
menuturkan kembali konsep-konsep dan peringatan ke dalam
ingatan objek nasihat sehingga konsep dan peringatan itu dapat
67 Ahmad Tafsir, h. 145. 68 Ibid.
27
menggugah berbagai perasaan, afeksi, dan emosi yang
mendorongnya untuk beramal saleh dan bersegera menuju
ketaatan kepada Allah secara pelaksanaan berbagai perintah-
Nya.69
5) Metode Kisah
Menurut al-Razi kisah merupakan penulusuran terhadap
kejadian masa lalu. Metode kisah mengandung arti suatu cara
dalam menyampaikan materi pelajaran dengan menuturkan
secara kronologis tentang bagaimana terjadinya sesuatu hal
baik yang sebenarnya terjadi ataupun hanya rekaan saja.70
Metode kisah ini dapat diambil di dalam al-qur’an, hadist-
hadist nabawi, kisah para ulama dan orang-orang sholeh. Kisah
dalam pendidikan akhlak sangat penting. Dikatakan sangat
penting alasannya antara lain sebagai berikut:
1. Kisah selalu memikat karena mengundang pembaca atau
pendengarnya untuk mengikuti peristiwa-peristiwanya.
Merenungkan maknanya. Selanjutnya makna-makna itu
akan menimbulkan kesan bagi pembaca maupun
pendengarnya.
2. Kisah Qur’ani dan Nabawi dapat menyentu hati manusia
karena kisah itu menampilkan tokoh dalam konteksnya
yang menyeluruh. Karena tokoh cerita ditampilkan dalam
konteks yang menyeluruh, pembaca atau pendengar dapat
ikut menghayati atau merasakan hal tersebut. Seolah-olah ia
sendiri yang menjadi tokohnya. Seperti kisah kesabaran
nabi Ibrahim, kisah nabi Yusuf dan kisah-kisah lainnya di
dalam al-Qur'an.
3. Kisah Qur’ani mendidik perasaan keimanan.
Membangkitkan berbagai perasaan seperti khauf, ridha,
69 Abdurrahman an-Nahlawi, op.cit., h. 291. 70 Armai Arief, h. 160.
28
cinta dan lain-lain. Melibatkan pendengar atau pembaca ke
dalam kisah itu sehingga ia terlibat secara emosional.71
6) Metode Targhib dan Tarhib (Pemberian Janji dan
Ancaman)
Metode targhib adalah pendidikan dengan menyampaikan
berita gembira/harapan dalam konteks kebahagiaan hidup
akhirat kepada pelajar melalui lisan maupun tulisan, agar
pelajar menjadi manusia yang bertakwa.72 Anak berakhlak
baik, atau melakukan kesalehan akan mendapatkan
pahala/ganjaran atau semacam hadiah dari gurunya, hal ini
dianggap dapat mengubah motivasi anak agar berbuat
kebaikan.
Sedangkan metode tarhib adalah pendidikan dengan
menyampaikan berita buruk/hukuman (ancaman Allah Swt)
akibat perbuatan dosa yang dilakukan kepada pelajar melalui
lisan maupun tulisan agar pelajar menjadi manusia yang
bertakwa.73 Sanksi dalam pendidikan mempunyai arti penting,
pendidikan terlalu lunak akan membentuk anak kurang disiplin
dan tidak mempunyai keteguhan hati.
B. Al-Arba’in Al-Nawawiyah
1. Biografi Penulis Kitab Al-Arba’in Al-Nawawiyah
Beliau adalah Yahya bin Syaraf bin Hasan bin Husein bin Jam’ah al-
Hazi Muhyidin Abu Zakariya An-Nawawi Asy-Syafi’i Al-Allamah,
Syaikhul Madzhab dan termasuk fuqaha senior.74
Beliau lahir di Nawa, sebuah desa di selatan Damsyiq pada tahun 631
H. beliau tumbuh dan melihat lailatul qadar tatkala berumur tujuh tahun
dan tanda-tanda kebagusannya telah nampak pada diri beliau. Syaikh
71 Abdurrhaman An-Nahlawi, log. cit., h. 291. 72 Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam: Fakta Teoritis-Filosofis dan Aplikatif-normatif,
(Jakarta: Amzah, 2013), h. 143. 73 Ibid. 74 Ibnu Daqiq Al-‘Ied, Syarh Matan Al-Arba’in An-Nawawiyah, Terj. Abu Umar
Abdullah Asy-Syarif, (Solo: At-Tibyan, 2002), h. 12.
29
Yasin bin Yusuf Al-Marakisyi berkata, “Aku melihat Syaikh tatkala beliau
berumur 10 tahun di Nawa, anak-anak yang lain memaksa beliau untuk
diajak bermain, namun beliau lari dari mereka sembari menangis karena
dipaksa bermain-main dengan mereka. Beliau menghafal al-Qur’an pada
umur tersebut dan jadilah al-Qur’an itu sesuatu yang dicintai hatinya.75
Beliau senantiasa berkutat dengan ilmu dan meniti jejak para salaf
dalam beribadah, baik dalam hal shalat, shiyam, wara dan tidak menyia-
nyiakan waktu sedikitpun, beliau membaca 12 pelajaran setiap harinya
dari para syaikh berupa penjelasan maupun pendalaman dari kitab Al-
Wasith, juga Al-Muhadzdzab, Al-Jam’u baina Shahihain, Shahih Muslim,
Al-Lam’u, karya Abu Ishaq Asy-Syairazi, Ushul Al-Fiqh, Al-Muntakhib,
karya Fakhru Ar-Razi, nama-nama rijalul hadist dan tentang pokok-pokok
dien. Beliau juga menta’liq apa-apa yang berkaitan dengan kitab-kitab
tersebut, menerangkan yang sulit dan menjelaskan kaidah-kaidah
bahasanya. Allah memberkahi waktu beliau dan membantunya untuk
meraih apa yang beliau tekadkan.76
Dengan semangat beliau yang tinggi dalam hal ilmu ini, beliau tidak
tidur malam melainkan sebentar saja. Beliau tidur sejenak bersandarkan
buku-bukunya kemudian bangun untuk mengulangi pelajaran dan ilmu.
Beliau tidak menyia-nyiakan waktu malam ataupun siangnya. Selalu
beliau gunakan waktunya untuk sibuk dengan ilmu dan ibadah, sampai-
sampai manakala beliau berpergian, ketika berada di jalan beliau tetap
asyik mengulang-ulang hafalannya, terlebih dengan banyaknya beliau
membaca al-Qur’an Al-Karim dan kebiasaan beliau untuk senantiasa
berdzikir serta berpaling dari dunia menghadapkan wajahnya ke akhirat.77
Syaikh An-Nawawi hidup dengan meneladani para syaikh dan
pendahulu mereka (para salaf), meniti jejak mereka membuat hidup beliau
dipenuhi dengan takwa dan qana’ah, wara’, merasa diawasi Allah baik
tatkala sendiri maupun di saat ramai, beliau tinggalkan lezatnya makanan
75 Ibid., h. 12. 76 Ibid., h. 13. 77 Ibid., h. 14.
30
dan mewahnya pakaian, beliau mencukupkan diri dengan sedikit makan
dan berpakaian yang sederhana.78
Manakala ajal beliau mulai dekat, beliau pergi ke Kairo untuk
berziarah ke makam Imam Asy-Syafi’i. Tatkala beliau melihat lokasi
pemakaman beliau, tiba-tiba beliau berhenti dan tidak melangkah menuju
ke arahnya. Maka dikatakan kepada beliau, “Mengapakah anda tidak
melangkah maju?’ Beliau menjawab, “Kalau saja Imam Syafi’i masih
hidup, niscaya saya akan berhenti dengan hanya melihat rumahnya,” lalu
beliau pulang tanpa diketahui oleh seorang pun dari keluarganya. Beliau
mengembalikan kitab-kitab yang beliau pinjam dari orang lain dan beliau
kunjungi kuburan para syaikhnya lalu mendoakan mereka seraya
meneteskan air mata, juga mengunjungi sahabat-sahabatnya yang masih
hidup dan berpamitan dengan mereka. Selanjutnya beliau melakukan safar
ke Nawa dan disana beliau menderita sakit dan wafat pada malam Rabu
tanggal 24 Rajab tahun 676 H dan disanalah beliau dikebumikan.79
2. Karya-Karya Beliau
Beliau memiliki karya yang berjumlah banyak, bermanfaat besar dan
berfaedah agung. Di antara bab-babnya ada yang telah beliau sempurnakan
adapula yang belum disempurnakan. Di antara karya beliau adalah:
a. Al Arba’in Fii Al Hadist
b. Al- Irsyad fii Ushul Al Hadist
c. Al-Isyaaraat ila Bayaani Al Asmaa’ Al-Mubhimat fii Mutuunni Al
Asaanid
d. Al Ushul wa Dhawaabith fii Al Mazhab
e. Al Idhaah fii Manaasik Al Hajj
f. Bustan Al ‘Arifin
g. At-Tibyan fii Adabi Hamlati Al-Qur’an
h. At-Tahrir fii Syarhi At-Tanbih li Abi Ishaq Asy-Syairaazi
i. Tuhfah At-Thaalib An-Nabiih fii Syarhi At-Tanbih
78 Ibid., h. 14. 79 Ibid, h. 17
31
j. Thufat Al-Waliid wa Baghiyatu Ar-Ra’id
k. At-Thaqiiq
l. At-Tarkhish fii Al-Ikram bil Qiyaami li Dzawil Fadhl wa Maziyah min
Ahli Al-Islam
m. At-Taqrib wa At-Taisir li Ma’rifah Sunan Al-Basyir An-Nadziir
n. Taqriib Al-Irsyad ila Ilmi Al-Isnad
o. Tahdzib Al-Asma wa Al-Lughat
p. Al-Adzkar
q. Khulashah Al-Ahkam fii Muhimmaat As-Sunan wa Qawa’id Al-Islam
r. Ruuh Al-Masa’il fii Al-furu’
s. RiyadhuAsh-Shalihin
t. Syarh Al-Jami Ash-Shahih lil Bukhari ila Akhiri Kitaabi Al-Iman
u. Uyunu Al-Masa’il Al-Muhimmah
v. Ghits An-Nafi fii Al-Qiraa’at As-Sab’i
w. Al-Mubhim ‘ala Hurufi Al-Mu’jam
x. Al-Majmu fii Syarhi Al-Muhadzdzab li Abi Ishaq Asy-Syairazi (belum
Sempurna
y. Mir’atu Az-Zamaan fii Taarikh Al-A’yaan
z. Manasik Al-Hajj Tsalasatu Shugra wa Wustha wa Kubra
aa. Al-Mantsuurat wa Uyuun Al-Masail Al-Muhimmat
bb. Al-Minhaj lisyarhi Shahih Muslim bin Hajjaj
cc. Minhaj Ath Thalibin fi Al-Furu80
3. Karakteristik Kitab Al-Arba’in Al-Nawawiyah
Kitab ini diawali dengan mukadimah dari Imam An-Nawawi,
kemudian tiap-tiap hadits dibuatkan tema pokok tersendiri untuk lebih
memperjelas makna- makna lafal hadits tersebut yang masih samar.
Adapun tema-tema pokok tersebut adalah:
a. Niat
b. Pokok-pokok Dinul Islam
c. Rukun Islam
80Ibid, h. 14-15.
32
d. Sunatullah
e. Bid`ah
f. Syubhat (perkara-perkara yang tidak jelas halal atau haramnya)
g. Nasihat-Menasihati
h. Orang-orang Yang Wajib Diperangi
i. Banyak Pertanyaan dan Perselisihan
j. Makanan yang Baik (halal) hubungan dengan Diterimanya Do’a
k. Meninggalkan Perkara-perkara yang Meragukan
l. Meninggalkan Hal yang Tidak Berguna
m. Cinta kepada Sesama Muslim
n. Orang-orang yang Halal Darahnya
o. Berbicara Baik, Memuliakan Tetangga dan Tamu
p. Marah
q. Membunuh dan Menyembelih dengan Baik
r. Takwa dan Budi Pekrti yang Baik
s. Nasib Baik dan Buruk sudah Tersurat
t. Malu
u. Iman dan Istiqomah
v. Mengerjakan Perintah dan Meninggalkan Larangan
w. Kebersihan, Dzikir, Shalat, Sedekah dan Sabar
x. Kesabaran, Kekayaan, dan Kemegahan Alam
y. Sedekah tidak hanya dengan Harta
z. Amalan-amalan yang Sederajat dengan Sedekah
aa. Kebajikan dan Dosa
bb. Takwa, Taat akan Perintah, Mengikuti Sunnah Nabi dan Menjauhi
Bid’ah
cc. Amal yang dapat Memasukan ke Surga
dd. Batas-batas Allah
ee. Perbuatan yang Dicintai Allah dan Dicintai Manusia
ff. Larangan Saling Memudharatkan
gg. Pendakwa yang Mendakwa
33
hh. Mencegah Perbuatan Munkar
ii. Hubungan Seorang Muslim dengan Sesama Muslim
jj. Membantu/menolong Sesama Muslim
kk. Pahala Kebaikan
ll. Taqarub kepada Allah dengan Amalan Fardhu dan Sunnah
mm. Allah Mengampuni Dosa Orang yamg Dipaksa
nn. Larangan Bergantung Kepada Dunia
oo. Beramal Sesuai dengan Sunnah Nabi
pp. Berdoa dan Berharap kepada Allah.81
C. Hasil Penelitian Yang Relevan
1. Skripsi yang terkait dengan penelitian ini adalah skripsi Azka Nuhla
mahasiswa Fakultas Tarbiyah UIN Walisongo Semarang yang judul
penelitiannya adalah “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-
Akhlak Li Al-Banin Jilid 1 Karya Umar bin Ahmad Baraja” Persamaan
penelitian di atas dengan penelitian yang akan diteliti ini adalah objek
skripsi di atas sama-sama pendidikan akhlak. Perbedaan skripsi di atas
dengan penelitian ini adalah pada subyek penelitian, pada skripsi di
atas subyek penelitian adalah kitab Al-Akhlak Li Al-Banin, sedangkan
pada penelitian ini adalah kitab Al-Arba’in Al-Nawawiyah.
2. Lalu Skripsi Farid Alsuni, dari Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, dengan judul skripsi “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak
dalam Kitab Washiyatul Musthafa karya Syeikh Abdul Wahhab Asy-
Sya‟rani dan relevansinya terhadap peserta didik di Mts/SMP”,
persamaan skripsi di atas dengan penelitian ini adalah pada obyek
penelitian yakni sama-sama meneliti tentang pendidikan akhlak.
Perbedaan skripsi di atas dengan penelitian ini adalah pada subyek
penelitian, pada skripsi di atas subyek penelitian adalah kitab
Washiyatul Musthafa, sedangkan pada penelitian ini adalah kita Al-
Arba’in Al-Nawawiyah.
81 Ibid., h. 9-10.
34
3. Lalu skripsi yang terkait dengan penelitian ini adalah skripsi Ahmad
Muhlasin mahasiswa Fakultas Tarbiyah IAIN Salah Tiga yang judul
penelitiannya adalah “Pendidikan Akhlak Anak (telaah kitab Al-Akhlak
Li Al-Banin Karya Syekh Umar Baraja)”. Persamaan penelitian di atas
dengan penelitian yang akan diteliti ini adalah objek skripsi di atas
sama-sama pendidikan akhlak, lalu perbedaan penelitian di atas dengan
penelitian ini adalah pada sumber penelitiannya, sumber penelitian di
atas adalah kitab Al-Akhlak Li Al-Banin Karya Syekh Umar Baraja,
sedangkan sumber penelitian ini adalah kitab Al-Arba’in Al-
Nawawiyah.
35
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian.
Menurut Sugiyono pengertian objek penelitian yaitu sesuatu atribut
atau sifat atau nilai dari orang, objek atau kegiatan yang mempunyai
variasi tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
kemudian ditarik kesimpulannya.82 Dalam penelitian ini objek
penelitiannya adalah Nilai-nilai Pendidikan Akhlak yang terdapat dalam
kitab al-Arba’in al-Nawawiyah, dimana di dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah itu sendiri mengandung nilai-nilai luhur akhlak.
Penelitian yang berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Akhlak dalam
Kitab Al-Arba’in Al-Nawawiyah Karya Imam Nawawi” dilaksanakan dari
September 2018 sampai Pebruari 2019, digunakan untuk pengumpulan
data mengenai sumber-sumber tertulis yang diperoleh dari buku, jurnal,
dan internet yang berhubungan dengan penelitian.
B. Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penelitian kualtitatif.
Menurut Lexy J. Moleong, “penelitian kualitatif adalah penelitian yang
bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll.,
secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbaai metode alamiah.83
Dalam hal ini, penulis menggunakan pendekatan content analisis
dengan menggunakan metode kajian analisis berupa studi kepustkaan
(Library Research). Menurut Mestika Zed, studi pustaka ialah
“serangkaian kegiatan yang berkenaan dengan metode pengumpulan data
82 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta,2012), h. 38.
83 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), Cet. ke 31, h. 6.
36
pustaka, membaca dan mencatat serta mengolah bahan penelitian. Oleh
karena itu, analisis dapat dilakukan dengan cara membaca, mengkaji,
menelaah, mendeskripsikan, dan menganalisa buku-buku teks, baik yang
bersifat teroritis maupun empiris.
C. Fokus Penelitian
Fokus penelitian ini adalah pemusatan konsentrasi terhadap tujuan
penelitian yang sedang dilakukan, yakni untuk mengetahui nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terkandung dalam kitab al-Arba’in al-Nawawiyah
karya Imam Nawawi serta konsep implementasinya dalam pembelajaran
PAI.
D. Prosedur Penelitian
1. Pengumpulan Data
Dalam penulisan penelitian ini, penulis mengumpulkan beberapa
literatur-literatur atau buku-buku yang terdiri dari data primer dan data
sekunder, yaitu:
a. Sumber data primer, yaitu sumber data langusng yang dikaitkan
dengan objek penelitian. Dalam hal ini, sumber data primer yang
digunakan adalah kitab al-Arbain al-Nawawiyah karya Imam
Nawawi.
b. Sumber data sekunder, yaitu sumber data yang diperoleh dari
sumber-sumber lain yang masih berkaitan dengan masalah
penelitian dan memberi intrepretasi terhadap sumber primer, data
sekunder yang penulis gunakan diantaranya:
1) Buku-buku yang berkaitan dengan pendidikan dan akhlak
2) Kamus-kamus yang terdiri dari kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI) dan kamus al-Munawwir.
3) Kitab-kitab hadist seperti Shahih Bukari, Shahih Muslim,
Sunan Ibnu Majah dan lain-lain.
2. Analisis Data
37
Analisis data kualitatif sesungguhnya sudah dimulai saat peneliti
mulai mengumpulkan data, dengan cara mengorganisasikan data,
memilih mana data yang sesungguhnya penting atau tidak, ukuran
penting atau tidaknya mengacu pada kontribusi data tersebut pada
upaya menjawab fokus penelitian, mensintesiskannya, mencari dan
menemukan pola dan hubungan-hubungan.84
Dalam penelitian ini, data yang diperoleh berupa data deksriptif.
Oleh karena itu, lebih tepat jika dianalisa menurut dan sesuai dengan
isi pesannya yang disebut dengan content analysis. Analisis ini
mengupas nilai-nilai pendidikan akhlak dari isi kitab al-Arbain al-
Nawawiyah.
Setelah data-data terkumpul, berikutnya peneliti membaca,
menelaah dan meneliti data-data yang relevan yang mendukung pokok
bahasan, dan selanjutnya peneliti menulis dan menyimpulkan dalam
satu pembahasan utuh.
84 Ibid., h. 248.
38
BAB IV
HASIL PENELITAN
A. Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab Al-Arbain Al-Nawawiyah
Setelah melakukan penelitian terhadap kitab al-Arbain al-Nawawiyah
karya Imam Nawawi dengan jumah keseluruhan hadist adalah 42, penulis
setidaknya berhasil menemukan 17 nilai pendidikan akhlak, enam hadist
tedapat didalamnya nilai akhlak kepada Allah Swt yaitu, hadist ke-2, 3, 19,
20, 18, dan 28 dan 12 hadist terdapat didalamnya nilai akhlak kepada
makhluk yaitu, hadist ke-2, 31, 15, 25, 16, 35 14, 7, 28, 36 42 dan 17.
Dengan paparan sebagai berikut :
1. Nilai-Nilai Akhlak Kepada Allah
a. Ketauhidan
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak ketauhidan:
Hadist ke-2
للا إ له إ ل أ نل ه د ت ش أ ل س ل م :أ ن
“Islam adalah engkau bersaksi bahwasanya tiada tuhan
kecuali Allah. (HR. Muslim)”85
Hadist ke-3
ب للا ل إ له إ نل أ ة اد ه :ش س يخ ل ع م ل س ال ن
“Islam dibangun atas lima perkara: Kesaksian bahwa tiada
tuhan kecuali Allah. (HR. Bukhari dan Muslim)”86
Kata tauhid berasal dari bahasa Arab “توحيد” diambil dari
masdar wahada-yuwahidu, tauhidan yang artinya keyakinan atas
ke-Esa-an Allah swt.87
85 Imam Nawawi, Hadist Arba’in Nawawiyah. (tt. p: Maktabah Dakwah dan Bimbingan
Jaliyat Rabwah, 2010), terj. Abdullah Haidhir, h. 5. 86 Ibid., h. 14. 87 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
(Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1997), h. 1543.
39
Secara istilah tauhid adalah pengakuan bahwa Allah swt satu-
satunya yang memliki sifat rububiyyah dan uluhiyyah, serta
kesempurnaan nama dan sifat.
Tauhid terbagi kedalam tiga bagian:
1) Tauhid Rububiyyah, yaitu meyakini bahwa Allah lah satu-
satunya pencipta alam ini, yang memilikinya, yang
mengatur perjalanannya, yang menghidup dan mematikan
yang menurunkan rizki kepada makhluk, yang berkuasa
mendatangkan manfaat dan menimpakan mudharat, yang
mengabulkam doa dan permintaan hamba ketika mereka
terdesak, yang berkuasa melaksanakan apa yang
dikehendakinya, yang memberi dan mencegah, ditangannya
segala kebaikan dan bagi-Nya penciptaan dan juga segala
urusan.
2) Tauhid uluhiyah, yaitu mengimani Allah swt sebagai satu-
satunya ma’bud (yang disembah).
3) Tauhid asma dan sifat.88
Inti dari konseptual tauhid secara sederhana diformulasikan
dalam kalimat “Laa ilaaha illallah” yang bermakna “tiada Tuhan
selain Allah”.89
Sesungguhnya Nabi Muhammad Saw diutus oleh Allah kepada
manusia dengan misi menyampaikan kalimat tauhid, yaitu
menyembah kepada Allah semata dan tidak menyembah kepada
selain-Nya.90
Bukan hanya Nabi Muhammad yang membawa misi tauhid ini,
tetapi juga nabi-nabi sebelumnya, seperti nabi Nuh, Ibrahim, Musa,
Isa, dan nabi-nabi lainnya.91
88 Rosihon Anwar, op.cit., h. 90. 89 Ibid., h. 142. 90 M. Alaika Salamullah, Akhlak Hubungan Vertikal, Yogyakarta: Psutaka Insan Madani ,
2008), h. 14. 91 Ibid., h. 15
40
Karena itu, ajaran tauhid ini hendaknya ditanamkan sejak awal,
seperti yang dilakukan oleh Lukman ketika menasihati anaknya.
ي ع ظ ه ۥي ب ن ل ن ل ٱبن ه ۦو ه و ل قم ل ظ لم ع إ ٱلل هر كب ت شو إ ذق ال رك م ظ ين ٱلش
“Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, ketika
dia memebri pelajaran kepadanya: "Wahai anakku! Janganlah
kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya
mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang
besar.” (QS. Luqman [31]: 13)92
Abu A’la al-Maududi menyebutkan pengaruh akidah tauhid
sebagai berikut:
1) Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan
picik.
2) Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu
harga diri.
3) Membentuk manusia menjadi jujur dan adil
4) Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam
menghadapi setiap persoalan dan situasi.
5) Membentuk pendirian yang teguh, kesabaran, ketabahan
dan optimisme.
6) Menanamkan sifat kesatria, semangat dan berani, tidak
gentar mengahadapi resik, bahkan tidak takut kepada mati.
7) Menciptakan sikap hidup damai dan ridha, dan
8) Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin
menjalankan peraturan ilahi.93
Prinsip tauhid begitu pokok dalam bangunan keimanan dan
keislaman seseorang, karena itu, prinsip ini harus menancap kuat
dalam relung hati seorang mukmin.94
92 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 412. 93 Muhammad Alim, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), h. 131. 94 M. Alaika Salamullah, op. cit., h. 16.
41
b. Takwa
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak takwa:
Hadist ke-18
ك ن ت ث م ا ي ح للا إ ت ق
“Bertaqwalah kepada Allah di mana pun engkau berada. (HR.
Tirmidzi)”95
Hadist ke-28
ي ك م ب ت ق و ىللا أ و ص “Aku berpesan kepada kalian agar kalian bertaqwa kepada
Allah. (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)”96
Takwa, yaitu sikap yang sadar penuh bahwa Allah selalu
mengawasi kita, kemudian kita berusaha berbuat hanya sesuatu
yang diridhai Allah, dengan manjauhi atau menjaga diri dari
sesuatu yang tidak diridhai-Nya.97 Dengan kata lain takwa
sebagaimana dijelaskan oleh para ulama yaitu, imtisal al-awamir
wajtinabu an-nawahi (melaksanakan apa yang diperintahkan
Allah, dan menjauhi segala larangan-Nya).98
Allah Swt di dalam kitab-Nya banyak mengaitkan takwa
dengan kebiakan dan keberuntungan yang besar, diantaranya:
1) Kebersamaan dengan Allah Swt
م ع أ ن ٱلل و ٱعل م وا ٱلل لم ت ٱو ٱت ق وا ق ني
“Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah
bersama orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah [2]:
194)
2) Memperoleh Ilmu laduni
95 Imam Nawawi, h. 53. 96 Ibid., h. 83. 97 Abdul Majid & Diana Andayani , op. cit., h. 93. 98 Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,
2013), h. 104.
42
ٱ و و ٱت ق وا هي ع ل م ك م ٱلل لل
“Bertakwalah kepada Allah dan Allah akan mengajarkan
(ilmu) kepada kalian.” (QS. Al-Baqarah [2]: 282)
3) Cahaya yang menunjukkan pada kebenaran (furqan).
ٱ إ نت ت ق وا ق ان ك مف رع لل ي لل ي ي ه اٱل ذ ين ء ام ن وا
“Hai orang-orang beriman, jika kamu bertakwa kepada Allah,
Kami akan memberikan kepadamu Furqaan.” (QS. Al-Anfal
[8]: 29)
4) Selamat dari api neraka
ي س ب ف از ت مل ٱت ق وا ٱل ذ ين يٱلل م ٱلس ه و ي ن ج و ل ز ه وء ن ون مي
“Dan Allah menyelamatkan orang-orang yang bertakwa
karena kemenangan mereka, mereka tiada disentuh oleh azab
(neraka dan tidak pula) mereka berduka cita.” (QS.Az-Zumar
[39]: 61)
5) Jalan keluar dari kesulitan, memperoleh rizki, memperoleh
kemudahan, dan pahala yang besar
ر ج ع لل ه ۥم
ي ٱلل يح م نو ي رز قه ا و م ني ت ق ي ل ث ب ت س
“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezeki
dari arah yang tiada disangka-sangkanya.” (QS. Ath-Thalaq
[65]: 2-3)
نأ مر ه ۦي سر ع لل ه ۥم ي ٱلل او م ني ت ق
“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya
Allah menjadikan baginya kemudahan dalam urusannya.”
(QS. Ath-Thalaq [65]: 4)
ي ك ف و م ني ت ق أ جر ال ت ه ۦو ي عظ مئ ارع نه س ي ٱلل ه ۥ
“Dan barangsiapa yang bertakwa kepada Allah, niscaya Dia
akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan akan melipat
gandakan pahala baginya.” (QS. Ath-Thalaq [65]: 5)
43
6) Masuk Surga
ٱل ن ة ٱل ت نع ب اد ن ت لك م ك ان ت ق ي ن ور ث ام ن
“Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba
Kami yang selalu bertakwa.” (QS. Maryam [19]: 63)
7) Kemuliaan di dunia dan akhirat
ق ىك مٱلل أ ت إ ن أ كر م ك مع ند
“Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi
Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu.” (QS. Al-
Hujurat [49]: 13)99
Imam Abdullah Al-Haddad menyatakan tentang takwa
sebagaiman terdapat dalam an-Nasaihuddiniyyah wal
Washayal'imaniyyah:
خ ي ع اج ل إ ل ي ه ف م ام ن الت ق و ىس ب ي ل م و ص و ط ن إ ل ب ظ اه ر و ل ل آج و ل ل
الت ق و ى و ط ن إ ل ب ظ اه ر و ل ل آج و ل ل ش ر ع اج ل ة م ب ل غ ة ل ه و م ام ن ي و س و
ن ه و ني ل لس ل م ة م ص ن ح ص ح ر ز ح ر ي ز و ض ر ر ه ح اة م ن الن ج
“Tidak ada satu pun kebaikan baik cepat atau lambat, dhzahir
ataupun bathin, melainkan takwa adalah jalan yang
menyampaikan dan cara yang paling ampuh untuk
mendapatkan itu semua. Dan tidak ada satu pun keburukan
baik cepat atau lambat, dhzahir ataupun bathin, melainkan
takwa adalah penjaga dan benteng untuk selamat darinya dan
selamat dari keburukannya.” 100
c. Doa
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak doa:
Hadist ke-19
99 Imam Abdullah Al-Haddad, An-Nashaihuddiniyyah Walwashayal'imaniyyah, (Hawi:
Limaqom Imam Al-Haddad, 2011), h. 21-23. 100 Ibid., h. 21.
44
للا أ ل ف اس لل ب ن ع ت اس ف ت ن ع ت ااس ذ إ و إ ذ اس أ ل ت
“Jika engka meminta, maka mintalah kepada Allah, dan
apabila kamu memohon pertolongan, maka mintalah
pertolongan kepada Allah. (HR. Tirmidzi)”101
Ulama berpendapat bahwasanya doa adalah perkataan yang
dipanjatkan yang menunjukkan rasa memohon dengan ketundukan
hati.102
Al-Khaththabi berkata, “Hakikat dari doa adalah permohonan
pertolongan seorang hamba kepada Allah dan menunjukkan
kebutuhannya kepada-Nya.”103
Ada beberapa hal yang mewajibkan manusia harus berdoa
kepada Allah, antara lain sebagai berikut.
1) Karena Allah memerintahkan kepada manusia untuk berdoa
kepada-Nya. Allah Swt berfirman:
بل ك م أ ست ج ر ب ك م ٱدع ون و ق ال
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya
akan Kuperkenankan bagimu.". (QS. Ghafir [40]: 60)104
2) Manusia diciptakan Allah dalam keadaan lemah. Firman-Nya:
ن س ان ض ع ي ف ا ال خ ل ق
“Karena manusia diciptakan (bersifat) lemah.” (QS. An-Nisa
[4]: 28)105
101 Imam Nawawi, op.cit., h. 55. 102 Bakar Abdul Hafizh, Tafsir dan Makna Doa-Doa dalam Al-Qur'an, (Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2016), terj. Andi Muhammad Syahril, h. 5. 103 Ibid. 104 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 474. 105 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 83.
45
3) Ilmu manusia diberikan Allah sangat sedikit, masalah yang
dihadapinya sangat banyak. Sedangakan ilmu Allah sangat
luas. Allah berfirman:
ك ل ش يء ع لم او س ع ر ب
“Ilmu Tuhanku meliputi segala sesuatu.” (QS. Al-An’Am [6]:
80)106
4) Allah senang jika manusia meminta kepada-Nya, Allah
mengabulkan, Allah menganggap doa adalah perbutan yang
amat mulia.107 Nabi Saw bersabda:
أ ن ع الن ن ع –ه ن ع للا ي ض ر –ة ر ي ر ه ب س ي :ل ال ق م ل س و ه ي ل ع يللا ل ص ب
ان ه يللا ل ع م ر ك أ ئ ي ش اء ع الد ن م س ب ح
Dari Abu Hurairah ra, dari nabi Saw beliau bersabda, “Tiada
sesuatu yang lebih mulai bagi Allah melebihi doa. (HR. Ibnu
Majah)”108
اق ع ن ه ع ائ ش ة ر ض ي للا ع ل ي ه و س ل م إ ن للا ع ن للا ص ل ىللا ر س و ل :ق ال ال ت
الد ع اء ني ف ا ل مل ح ج ل ي ب و ع ز
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang merintih
dalam berdoa. (HR. Imam Ahmad)” 109
5) Doa adalah sebab terjaganya hamba dari musibah secara umum
د ع اؤ ك م ل ول ب ك مر ب ق لم اي عب ؤ ا
106 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 137. 107 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 137. 108 Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, (tt. p.: Dar Ihya Al- Kutub Al-Islamiyah, 2009), Juz.
2, h. 1258. 109 Abu Ja’far Al-Uqaili, Ad-Dhuafau Al-Kabir, (Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2014),
h. 452.
46
“Katakanlah, Tuhanku tidak perduli kepada kalian, kalua
bukan karena doa dan permohonan kalian kepada-Nya. (QS.
Al-Furqan [25]: 77)110
Setiap hamba pasti ingin doanya dikabulkan oleh Allah. oleh
karena itu, ketika berdoa hendaklah menjaga adab-adabnya.
1) Berniat ikhlas karena Allah
2) Berdoa dalam keadaan suci
3) Mengangkat tangan
4) Memulai dengan memuji Allah Swt dan bershalawat kepada
Nabi Muhammad Saw.
5) Bersungguh-sungguh dalam berdoa
6) Menghadirkan hati dan meyakini doanya dikabulkan
7) Tidak berdoa untuk suatu dosa dan memutus silaturahmi
8) Tidak tergesa-gesa dalam meminta pengabulan doa
9) Memperbanyak berdoa dan menggunakan bahasa yang singkat
10) Memperhatikan waktu-waktu yang mustajab seperti doa di hari
jum’at, doa disepertiga malam, doa sewaktu sujud, doa antar
adzan dan iqamat, dao ketika orang berbuka puasa, dan
sebagainya.111
d. Malu
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak malu:
Hadist ke-20
الن ب و ك ل م م ن الن اس ن ع إ ن م اأ د ر ك ف اص ت ح ت س إ ذ ال أ ت ة ال و ل م اش
“Sesungguhnya salah satu perkara yang telah diketahui
manusia (secara turun-temurun) dari kalimat kanabian
terdahulu adalah, Jika engkau tidak malu maka berbuatlah
sesukamu. (HR. Bukhari)’”112
110 Said, Fadlu Ad-Dua’ Wa Adabih, (Ad-Duhah: t. p., 2018), h. 10. 111 Ainul Millah & Nur Kholis Bibit Suardi, Adab-Adab Islam Membentuk Karakter
Muslim Sejati, (Solo: Tiga Serangkai, 2008), h. 2-9. 112 Imam Nawawi, h. 59.
47
Sifat malu termasuk akhlak mulia yang harus dimiliki oleh
setiap muslim. Malu adalah perasaan mundur seseorang sewaktu
lahir atau tampak dari dirinya sesuatu yang membawa ia tercela.113
Yang dimaksud malu disini adalah malu terhadap Allah dan
malu terhadapa diri sendiri dikala melanggar peraturan-peraturan
Allah.114 Bagi orang mukmin rasa malu kepada Allah merupakan
basis nilai-nilai keutamaan dan menjadi dasar akhlak yang mulia
(akhlakul karimah).115
berkaitan dengan sifat malu, Zaid bin Abi Thalhah ra
meriwayatkan bahwa Rasulullah saw bersabda,
ال ي اء خ ل ق ال س ل م د ي ن خ ل ق و إ ن ل ك ل
“Setiap agama memiliki etika, dan etika (utama agama) Islam
adalah malu.” (HR. Ibnu Majjah; hadist shahih)116
Malu termasuk salah satu cabang iman. Nabi saw bersabda:
ي ان م ن ال ال ي اء
“Malu itu sebagian dari pada iman”. (HR. Tirmidzi)117
Dengan demikian dalam konteks kehidupan sosial, perasaan,
sikap mental atau sifat malu tidak akan membuahkan sesuatu bagi
masyarakat kecuali hanya kebaikan, juga dalam kehidupan
individual akan mewujudkan hasil yang sama.
Nabi Saw bersabda:
ك ل ه )رواهمسلم( ي ر خ أ ل ي اء
“Mempunyai rasa malu, seluruhnya jadi baik” (HR.
Muslim)118
113 Ridwan Saidi, Islam dan Moralitas Pembangunan, (Jakarta: PT Pustaka Panjimas,
1983), h. 50. 114 Yusran Razak, Pendidikan Agama untuk Perguruan Tinggi, (Jakarta: Laboratorium
Sosiologi Agama, 2009), h. 276. 115 Ridwan Saidi, op. cit., h. 50. 116 Ibid. 117 Ibn Hajar Al-‘Atsqalani, Fath Al-Bari Fi Syarh Shahih Al-Bukhari, (Beirut: Dar-Al-
Kutub Al-Ilmiyah, t.t.), h. 251.
48
e. Tawakal
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arbain al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak tawakal:
Hadist ke-19
ن أ م ل اع و ي ش ب ك و ع ف ن ني أ ىل ع ت ع م ت اج و ل ة م ال ي ش ب ل إ ك و ع ف ن ي ل ء
د ق ء
ت م ع وك ل للا ه ب ت ك و ل و اج ء ق د ب ش ي إ ل ي ض ر وك ل ء ب ش ي اع ل يأ ني ض ر وك
الص ح ف ال ق ل م و ج ف ت ر ف ع ت ع ل ي ك ت ب ه للا ك
“Ketahuilah bahwa seandainya suatu umat berkumpul untuk
memberikan manfaat kepada mu, tidaklah mereka dapat
memberikan manfaat apapun kepada mu melainkan sesuatu
yang telah di tetapkan oleh Allah kepadamu. Sebaliknya, jika
mereka berkumpul untuk memberi suatu kemadharatan
kepadamu, maka mereka tidak dapat memberi kemadharantan
kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan
atasmu. Pena telah diangkat dan lembaran-lembaran telah
kering.” (HR. Bukhari)119
Makna tawakal adalah berpegang teguhnya hati kepada Allah
dalam mengharapkan kemanfaatan dan menghindarkan
kemudharatan, baik dalam urusan duniawi maupun urusan
ukhrawi.120
Bertawakal termasuk perbuatan yang diperintahkan oleh Allah
Swt. Friman Allah Swt: ن ون ٱلم ؤم و ع ل ىٱلل ف لي ت و ك ل
“Dan hanya kepada Allah saja hendaknya orang-orang
beriman bertawakkal.” (QS. Ibrahim [14]: 11)121
118 Imam Nawawi, Terjemahan Lengkap Riyadush Shalihin, (Solo: Cordova Mediatama,
2010), terj. Muhammad Zaini & M. Yazid Nuruddin, h. 24. 119 Imam Nawawi, h. 55. 120 Abdullah, Zuhud, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2012), terj. Beni Hamzah, h. 699. 121 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 257.
49
Imam Abdullah Al-Haddad menyatakan tentang takwa
sebagaiman terdapat dalam Risalah Al-Mua’wanah:
ك ف اه و أ غ ن اه و ت و ك ل ع ل ىللا ت و ل ه إ ن م ن
“Orang yang bertawakal kepada Allah niscaya Allah akan
mencukupinya dan membantunya.”122
Hal ini sebgaimana firman Allah Swt:
ح سب ه و م ني ت و ك لع ل ىٱلل ف ه و
“Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya
Allah akan mencukupkan (keperluan)nya.” (QS. Ath-thalaq
[65]: 3)123
Mewujudkan tawakal bukan berarti meniadakan ikhtiar atau
mengesampingkan usaha. Ibnu Rajab menegaskan, “Tawakal
tidak serta merta menafikan ikhtiar untuk memilih sebab-sebab
yang telah ditetapkan Allah Swt, tidak pula menafikan
menjalani sunatullah yang telah ditetapkan.”124
Takdir Allah swt dan sunnatullah terhadap makhluk-Nya
terkait erat dengan ikhtiar makhluk itu sendiri sebab Allah swt
yang telah memerintahkan hamba-Nya untuk berikhtiar. Pada
saat yang sama, Dia juga memerintahkan hamba-Nya untuk
bertawakal. Ikhtiar itu adalah perintah-Nya terhadap jasad
lahiriah kita, sedangkan tawakal adalah perintah-Nya terhadap
hati kita sebagai manifestasi dari keimanan kita kepada Allah
swt.125
2. Akhlak Kepada Makhluk
122 Imam Abdulullah Al-Hadadd, Risalah Al-Mua’wanah Wa Al-Mudhzaharah Wa Al-
Mua’zarah “Lirraghibin Minalmu'minin Fi Suluk Thariq Al-Akhirah, (Jakarta: Dar Al-Hijrah,
2011), h. 124. 123 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 557. 124 Rosihon Anwar, op. cit., h. 95. 125 Ibid.
50
a. Akhlak Terhadap Sesama Manusia
1) Berkata Baik
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya akhlak berkata baik.
Hadist ke-15
ر ف خ ال ال ي و م لل و ي ؤ م ن ب كا ن ل ي ص م ت م ن ي ر اأ و ل ي ق ل خ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah ia berkata baik atau diam. (HR. Bukhari dan
Muslim)”126
Manusia sebagai anak Adam telah dimuliakan oleh Allah
dan dilebihkan atas makhluk-makhluk lainnya.127
Allah Swt berfirman:
ر من اب ن ء اد م ك و ل ق د
“Dan sesungguh, Kami telah memuliakan anak cucu
Adam.” (QS. Al-Isra' [17]: 70)128
Diantara Bentuk penghormatan kepada manusia adalah
berkata baik. Nabi Saw bersabda:
ل س ا ل م و ن م ن س ل م ال م س ل م م ن ي د ه أ ل م س ن ه و
“Orang Muslim adalah orang yang tidak mengganggu
orang muslim lain baik dengan lidah maupun tangannya.”
(HR. Bukhari)129
Allah memberi tuntunan kepada manusia, agar manusia
berbicara dengan perkataan yang baik dan membiasakan diri
dengan ucapan-ucapan yang baik. Berkata yang baik dengan
sesama manusia artinya pembicaraan kita disesuaikan dengan
126 Imam Nawawi, h. 46. 127 Shalahuddin Sanusi, Integritas Umat Islam, (Bandung: Iqamatuddin, 1967), h. 68. 128 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 289. 129 Ibn Hajar Al-‘Atsqalani, h. 242.
51
keadaan dan kedudukan mitra bicara serta harus berisi
perkataan yang benar.130
Oleh karena itu tidak boleh seseorang menghinakan dan
memandang rendah orang lain. tidak boleh seseorang
melakukan tindakan-tindakan atau mengeluarkan perkataan-
perkataan yang merugikan, menyakiti dan menyinggung
perasaan orang lainnya.131
Perkataan yang perlu dipelihara agar tidak menimbulkan
bahaya, sakit hati, tersinggung, kesal, marah dan benci antara
lain sebagai berikut.
a) Ghibah (gunjing)
أ ح د ك أ ي ب ي غت بب عض ك مب عض ا أ نمو ل
يه م يم أ ك ل ل ي م وه ف ك ر هت ا تخ
“Dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah
seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa
jijik kepadanya.” (QS. Al-Hujurat [49]: 12)132
b) Fitnah
ٱلق تل ن ة أ ش د م ن و ٱلف ت
“Dan fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan.” (QS.
Al-Baqarah [2]: 191)133
c) Namimah
خ ل ال ن ة ن ام ي د ل
“Tidak masuk surga orang yang suka melakukakan
namimah.” (HR. Bukhari dan Muslim)134
130 Heri Gunawan, Pendidikan Karakter Konsep dan Implementasi, (Bandung: Alfabeta,
2012), Cet. ke-2, h. 11. 131 Shalahuddin Sanusi, op. cit., h. 68. 132 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 515. 133 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 30. 134 Ali Muhsin Syaqir, Afatu Al-Lisan fi Daui Al-Kitab Wa As-Sunnah, (Beirut: Dar Al-
Hadi, 2008), h. 188.
52
d) Cela
ق وي ي ه اٱل ذ ي ر ي سخ ء ام ن وا ل ع وق م نم ن أ ني ك ون وم ه ما ا خ يس ىن م
ه ن م يا خ ي ك ن أ نع س ىن س اء م نن س اء و ل ن
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan
orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh
jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan
jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan
kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih
baik.” (QS. Al-Hujurat [49]: 11)135
e) Bohong
د ي ي ه ال ف ج و ر و إ ن ال ف ج و ر إ ل د ي ي ه ف إ ن ال ك ذ ب ال ك ذ ب و إ ي ك م و إ ل
اب ك ذ ع ن د للا ت ب ي ك ح ت و ي ت ىال ك ذ ب ذ ب الر ج ل ي ك م اي ز ال الن ار و
“Jauhilah oleh kalian berkata bohong, karena bohong
membawa seseorang kepada kejahatan dan kejahatan
mengantarkan seseorang ke nereaka. Dan jika seseorang
senantiasa berbohong dan memilih kebohongan maka akan
di catat disisi Allah sebagai pembohong.” (HR. Mulsim)136
f) Bisik-Bisik
“Apabila kalian beritiga, maka janganlah berbisik-bisik
berudaan sementara yang ketiga tidak diajak, sampai
kalian bergaul dengan manusia. Karena hal ini bisa
membuat orang yang ketiga tadi bersedih.” (HR. Mutafaq
Alaih)
g) Caci Maki
ل م ف س و ق ال م س ب اب س
“Mencaci-maki seorang Muslim adalah suatu kefasikan”.
(HR. Bukhari Muslim).137
135 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 515. 136 Ibn Hajar, Buluughul Maraam Min Adilatil Ahkam, (Bandung: CV. Gema Risalah
Press, 2009), terj. Masdar Helmy, Cet. ke-5, h. 650. 137 Ibid., h. 640.
53
h) Julukan atau panggilan buruk
ب ٱل لق ب ت ن اب ز وا و ل
“Dan janganlah kamu panggil-memanggil dengan gelaran
yang buruk.” (QS. Al-Hujurat [49]: 11)138
2) Dermawan
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak dermawan:
Hadist ke-25
أ م و ال م ق و ن ب ف ض و ل ي ت ص د و
“Dan mereka bersedekah dengan kelebihan harta mereka.”
(HR. Muslim)139
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, dermawan
diartikan sebagai pemurah hati atau orang yang suka berderma
(beramal dan bersedekah).140
Islam mengajarkan kepada pemeluknya untuk berbuat
kebajikan yang tidak ada putus-putusnya kepada sesamanya,
dalam bentuk pengorbanan harta benda, berderma dan
bershadaqah kepada siapapun. Oleh karena itu Islam
menasehatkan kepada setiap muslim agar menyambut dorongan
berderma dan segi-segi kebajikan yang tidak ada putus-
putusnya baik yang dilakukakn secara terang-terangan maupun
yang tersembunyi.141 Allah Swt berfirman:
138 Muhsin, Bertetangga dan Bermasyarakat dalam Islam, (Jakarta: Al-Qalam, 2004), h.
28-32. 139 Imam Nawawi, h. 73. 140 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm
171. 141 Muhammad Al-ghazali, op. cit., h. 231.
54
أ مو ل ي نف ق ون و ٱلن ٱل ذ ين ن ي ة و ع ر أار س ه مب ٱل يل و ل ر ب مع ند جر ه مأ ف ل ه مل
ز ن ون ه مو ل ع ل يه مخ وف ي
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di malam dan
di siang hari secara tersembunyi dan terang-terangan,
maka mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada
kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka
bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah [2]: 274)142
Keutamaan dermawan
a) Mendaptkan pahala yang berlipat ganda
أ ضع اف ي ض ع ف ه ث ف اۥل ه ۥ ة ي ك
“Maka Allah akan meperlipat gandakan pembayaran
kepadanya dengan lipat ganda yang banyak.” (QS. Al-
Baqarah [2]: 245)143
b) Dapat mencegah murka Allah
ل ت ط ف ئ غ ض ب ق ل ت ق ة و ل و اإ ن الص د لر ب
“Sesungguhnya Sedekah benar-benar meredam kemurkaan
Allah.” (HR. Abu Ya’la dengan Sanad Shahih)144
c) Menghapus dosa-dosa
اي ط ف ئ ك م ئ ة ق ة ت ط ف ئ ال ط ي الص د اء الن ار و ال م
“Sedekah itu dapat menghapus dosa sebagaimana air
memadamkan api.” (HR. Tirmidzi, dia mengatakan ini
adalah hadist hasan shahih) 145
d) Terhindar dari neraka
ت ر ة ق ب ش و ل و إ ت ق و االن ار
142 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 46. 143 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 39. 144 Imam As-Sya’rani, Lawawqih Al-Anwar Al-Qudusiyyah Fi Bayan Al-Uhud Al-
Muhammadiyyah, (Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2011), h. 110. 145 Imam Nawawi, h.
55
“Hindarkan dirimu dari neraka walaupun hanya dengan
separuh butir kurma.” (HR. Bukhari)146
e) Memberi keberkahan pada harta
م ال م ان ق ق ة م ن ص د ص ت
“Harta tidak akan berkuang dengan sedekah.” (HR.
Muslim)147
f) Dekat dengan Allah, dekat dengan surga dan dekat dengan
manusia
م ن ال م ن للا ق ر ي ب ق ر ي ب ي أ لس خ م ن الن اس ن ة ق ر ي ب
“Orang dermawan itu dekat dengan Allah, dekat dengan
surga dan dekat dengan manusia.” (HR. Tirmdzi)148
Adab dalam memberi
a) Memberi semata-mata mencari keridhaan Allah
ن ر يد م نك مج ز اإ ن ان طع م ك مل و جه ٱلل ور اش ك ل و ء ل
“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu
hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak
menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan)
terima kasih.” (QS. Al-Insan [76]: 9)149
b) Memberi dengan harta yang baik
ب ل ي ق ل ط ي ب إ ن للا ط ا أ ي ه االن اس ي با ل
“Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu thayib
(baik). Allah tidak menerima sesuatu melainkan dari yang
thayib (baik).” (HR. Muslim)150
c) Tidak merendahkan dan menyakiti penerima
146 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Mesir: Dar Al-Hadist, 2004), Juz. 4, h. 107. 147 Imam Muslim, Shahih Muslim, (Riyadh: Dar As-Salam, 1998), h. 1131. 148 Ahmad, Albukhalau, (Beirut: Dar Ibnu Hibban, 2000), h. 61-62. 149 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 578. 150 Imam Nawawi, h. 35.
56
ٱلل س ب يل أ مو ل مف م تب ع ون م اأ ني ل ث ٱل ذ ين ي نف ق ون ول أ ذ ينا ف ق وا
“Orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah,
kemudian mereka tidak mengiringi apa yang
dinafkahkannya itu dengan menyebut-nyebut pemberiannya
dan dengan tidak menyakiti (perasaan si penerima).” (QS.
Al-Baqarah [2]: 262)151
3) Menahan Amarah
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in Al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak menahan
amarah:
Hadist ke-16
لن ل ال ق ل خ ر ن أ د د ر ف ب ض غ ت ل ال ق ن ي ص و أ م ل س و ه ي ل ع يللا ل ص ب
ب ض غ ت ل ال ق اار ر م
“Seseorang berkata kepada nabi Saw “berwasiatlah
kepadaku.” Beliau bersabda, “Jangan engakau marah!”
Orang itu terus mengulanginya (meminta nasihat berkali-
kali) kepada beliau, lalu nabi Saw menjawab, “Jangan
engkau marah!” (HR. Bukhari)152
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, marah adalah
sangat tidak senang (krna dihina, diperlakukan tidak
sepantasnya, dsb)153
Ketika seseorang marah, maka akan timbul perbuatan-
perbutan yang diharamnkan, seperti membunuh, memukul dan
berbagai macam kezaliman lainnya dan akan keluar kata-kata
yang diharamkan, seperti memfitnah, mencaci, dan berucap
151 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 44. 152 Imam Nawawi, op. cit., h. 49. 153 Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), hlm
715.
57
kata-kata yang keji bahkan tidak jarang sampai kepada derajat
mengkufurkan.154
Syariat telah mengajarkan kepada kita bagaimana cara atau
langkah-langkah agar amarah dapat diredam, diantarnya:
a) Berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk
:أ ع ق ال د ،ل و ع ن ه م اي ق ال اذ ه ب ة ل و ك ل م ل ع ل م إ ن لل م ن وذ ب
ي م الش ي ط ان الر ج
Nabi Saw bersabda, “Sesungguhnya aku mengetahui
sebuah kalimat yang seandainya pria itu mengatakannya,
maka akan hilang amarah yang ada padanya, jika sekrinya
ia mau membaca ‘A’udzubillahi minasyaithanirrajim (Aku
berlindung kepad Allah dari syaithan yang terkutuk).
Niscaya hilang kemarahan yang dialaminya”(HR.
Bukhari)155
b) Berdzikir (ingat kepada Allah)
ب ذ كر ٱلل ت طم ئ ن ٱلق ل وب أ ل
“Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram.” (QS. Ar-Ra’du [13]:28)156
c) Berwudhu
و إ ن الش ي الش ي ط ان م ن الن ار و إ ن إ ن ال غ ض ب م ن ات ط ف أ ط ان خ ل ق
أ ح د ك م ف ل ي ت الن ار ل م اء ف إ ذ اغ ض ب و ض أ ب
“Sesungguhnya amarah itu dari setan dan setan diciptakan
dari api. Api akan padam dengan air. Apabila salah
seorang dari kalian marah, hendaknya berwudu.” (HR.
Abu Dawud)157
d) Merubah posisi
154 Nada Abu Ahmad, La Tahgdhab Wa Laka Al-Jannah, (tt. p.: Al-Alukah, 2017), h. 2. 155 Mus’ad Husein Muhammad, La Taghdhab, (Iskandariyah: Ad-Daru Al-‘Alamiyah Li
An-Nasyhri Wa At-Tauzi’, 2010), h. 50. 156 Ibid., h. 51. 157 Sulaiman, Sunan Abu Dawud, (Mesir: Al-Quds, 2009), Juz 1, Cet. ke-2, h. 395..
58
و إ ل إ ذ اغ ض ب ع ن ه ال غ ض ب ف إ ذ اذ ه ب ل س ق ائ م ف ل ي ج أ ح د ك م و ه و
ع ف ل ي ض ت ج
“Jika salah seorang dari kalian marah saat berdiri,
hendaknya ia duduk, kalua belum pergi amarahnya,
hendaknya dia berbarng.” (HR. Abu Dawud)158
e) Diam
Datang seorang pria kepada Salman ra, maka berkataah
pria tersebut:
ك د ي و ك ان س ل ك ل ام ف ت ب ض غ ن إ ف يأبعبدللاأوصن،قال:
“Wahai Aba ‘Abdillah berilah wasiat kepada ku, maka
Salman ra pun memberi wasiat kepadanya: “Apabila kamu
marah, maka jagalah lisanmu (diam)dan tanganmu.”159
f) Memaafkan
ه مي غف ر ون ب وا و إ ذ ام اغ ض
“Dan apabila mereka marah mereka memberi maaf.” (QS.
Asy-Syura [42]: 37)160
g) Takut kepada siksaan Allah apabila marah sampai bertindak
dzalim
ل ش د يد ر ب ك إ ن ب طش
“Sesungguhnya azab Tuhanmu benar-benar keras.” (QS.
Al-Buruj [85]: 7)161
4) Menjaga Kehormatan
158 Ibid. 159 Nada Abu Ahmad, op. cit., h. 12. 160 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 487. 161 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 590.
59
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak menjaga
kehormatan:
Hadist ke-35
ام ر ىء م ن ب س ب ل م ع ل ىال م س ل م ك ل ال م س ل م اهال م س أ خ الش ر أ ني ق ر
ح ر ام :د م ه و م ال ه و ع ر ض ه
“Cukuplahh seseorang dikategorikan jahat jika dia
menghina saudaranya sesama muslim. Darah, harta, dan
kehormatan setiap muslim adalah suci terpelihara.” (HR.
Muslim)162
Hadist ke-14
ل م ي ل د م ام ر ىء م س ل
“Tadak halal darah seorang muslim yang bersaksi tidak
ada tuhan selain Allah dan Aku adalah Rasul-Nya.” (HR.
Bukhari dan Muslim)163
Dalam teologi Islam ditegaskan, bahwa manusia diciptakan
oleh Allah Maha Pencipta sebagai jenis makhluk yang
dimuliakan (al-Isra' 70), dan dia harus dihormati sebagai
‘manusia’ apapun warna kulitnya, dari manapun asalnya,
apapun agama yang diyakininya.164
Dalam berbagai sunnahnya Nabi Muhammad berusaha
untuk mengahpuskan diskriminasi. Ketika beliau menunaikan
ibadah haji terakhir, beliau beramanat dipadang arafah sebagai
berikut:
اف ك ح ر م ة ي و م ك م ه ذ ح ر م ع ل ي ك م د م اء ك م و أ م و ال ك م و أ ع ر اض ك م ف إ ن للا
ا اف ب ل د ك م ه ذ ر ك م ه ذ ش ه
162 Imam Nawawi, h. 100. 163 Ibid., h. 49. 164 Muhammad Tholhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural, (Jakarta:
Lantabora Press, 2005), h. 288.
60
“Sesungguhnya Allah telah mengharamkan atas sesama
kalian darah kalian (untuk ditumpahkan) dan harta kalian
(untuk dirampas) dan kehormatan kalian (untuk dirusak)
seperti haramnya (mulianya) hari kalian ini, bulan kalian
ini dan negeri kalian ini (Mekah).”(HR. Bukhari) 165
Islam sebagai sebuah sistem nilai, telah menjelaskan
tentang segi kemanusiaan dan hak-hak manusia, yaitu:
a) Hak untuk hidup
ت قت ل نإ مل و ل أ ول د ك مم ه مو ز ق ك من رن ن ق وا إ ي
“Janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut
kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan
kepada mereka.” (QS. Al-An’am [6]: 151)166
b) Hak persamaan derajat
ل قن ك مم نذ ك ي ه اٱلن اس ي خ و ق ب ائ ل ش ع وب ع لن ك مو ج نث ىو أ ر إ ن ل ت ع ار ف وا
ق ىك ٱلل ع ند أ كر م ك مإ ن مأ ت
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu
saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling
mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling
takwa diantara kamu.” (QS. Al-Hujurat [49]: 13)167
c) Hak memperoleh keadilan
ي ن ئ ان ق وو ل أ م ر م ن ك مش ت ل ع ل ىه د ع إ عد ل وا ل لت قو ىل وا ر ب
أ ق و
“Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu
kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku
165 Said, Affatu Al-Lisan fi Dhaui Al-Kitab Wa Al-Sunnah, (tt. p.: t. p., 1999), Cet. ke-3, h.
99. 166 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 129. 167 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 517.
61
adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa.” (QS.
Al-Maidah [5]: 8)168
d) Hak Perlindungan Harta
ن ك مب ٱلب أ مو ل ك مب ي ك ل وا
ت ب دل وا و ت ط ل و ل ف ر يٱل ك اإ ل ك ل وا
ل ت أ م ناق ام
ث ٱلن اس أ مو ل ن ت عل م وو أ نت مب ٱل
“Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta
sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang
bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu
kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian
daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu mengetahui.” (Al-Baqarah [2]: 188)169
e) Hak Kebebasan Beragama170
ق دت ب ني ٱلر ٱلد ين ه ن ٱلغ د م شل إ كر اه ف ي
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam);
sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan
yang sesat.” (QS. Al-Baqarah [2]: 256)
م نف ل م ن ك و ل وش اء ر ب ك ه مل ٱل رض
ت كر ج يع ا أ ف أ نت ح ت ه ٱلن اس
م ؤم ن ني ي ك ون وا
“Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman
semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah
kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi
orang-orang yang beriman semuanya?” (QS. Yunus [10]:
99)171
5) Nasihat
168 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 107. 169 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 29. 170 Muhammad Tholhah Hasan, op. cit., h. 289-291. 171 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 209.
62
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak nasihat:
Hadist ke-7
ي ح ة أ لد ي ن الن ص
“Agama (Islam) adalah nasihat” (HR. Muslim)172
Haidts ke-28
ن ه ا م ج ل ت ع ل ي ه و س ل م م و ع ظ ة ب ل ي غ ة و للا ص ل يللا ر س و ل و ع ظ نا
ال ع ي و ن ذ ر ف ت و الق ل و ب
“Rasulullah saw menasihati kami dengan nasihat yang
membuat hati kami luluh, dan air mata kami berderai.”
(HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, dan dia mengatakan bahwa
ini adalah hadist hasan shahih)173
Menurut Jurjani nasihat adalah mengajak orang lain untuk
melaksanakan sesuatu yang mengandung kemaslahatan dan
melarang mengerjakan sesuatu yang mengandung kerusakan.174
Dalam agama Islam, nasihat memiliki tempat yang penting
karena dapat menyebabkan terciptanya kesejahteraan,
ketentraman, dan kebersihan masyarakat.175
Oleh karena itu, Rasulullah Saw menaruh perhatian besar
kepada para sahabatnya terhadap nasihat, hingga beliau
bertanya kepada mereka, “siapa yang memberikan nasihat dan
siapa yang dinasihati?”176
Adab-adab memberikan nasihat
a) Niat untuk memperbaiki, bukan untuk pamer diri
172 Imam Nawawi, h. 27. 173 Ibid., h. 83. 174 Mahmud Al-Misri, Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, (Jakarta: Pena Pundi
Akara, 2011), terj. Abdul Amin dkk, Cet. ke-2, h. 875. 175 Ibid., h. 874. 176 Umar, Mawai’dhzu Ash-Shahabah “Mawai’dhzu Imiyah Manhajiyah wa
Tarbawiyah”, (Riyadh:Al-Maktabah Al-Arabiyah Al-Suu’diyah, 2013), h. 5.
63
Rasulullah Saw bersabda:
لن ي ة ب إ ن اال ع م ال
“Sesungguhnya amal perbuatan itu tergantung dengan
niatnya).” (HR. Bukhari dan Muslim)177
b) Memberi nasihat cukup empat mata saja
Imam Syafi’i berkata mengenai nasihat sebagaimana
terdapat dalam Diwan Asy-Syafi’i sebagai berikut:
ن ان ف ر اد ي#و ج ف ك ال م ب ن ت ع م د ن ب ن ص ح ي ح ة ف اع ه الن ص
ن و ع #م الن اس ت م ف إ ن الن ص ح ب ني أ ر ض ىاس ل ب ي خ الت و اع ه ن
ق و ل #ف ت ن و ع ص ي ت خا ل ف ط او إ ن ت ع ط ت ز ع إ ذ ال ع ه ل
“Berilah nasihat kepadaku ketika aku sendiri # dan
jauhilah memberi nasihat di tengah-tengah keramaian.
Karena nasihat di tengah-tengah keramian manusia # itu
termasuk satu jenis pelecehan yang aku tidak suka
mendengarnya. Jika engaku menyelisih dan menolak
saranku # maka janganlah engaku marah jika kata-katamu
tidak aku turuti.”178
c) Sampaika nasihat dengan kata-kata lembut dan cara terbaik
ل ه ۥق و ش ىي أ وي ت ذ ك ر ل ع ل ه ۥل ي نا ل ف ق ول
“Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun)
dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia
ingat atau takut". (QS. Taha [20]: 44)179
d) Nasihat dari diri sendiri terlebih dahulu sebelum orang lain
ت فع ل ون م ال ٱلل أ نت ق ول وا م قت اع ند ب ر ك
177 Imam Nawawi, h. 4. 178 Imam Asy-Syafi’i, Diwan Asy-Syafi’i, (Mesir: Maktabah Al-Kitab Al-Azhariyah,
1985), Cet. ke-2, h. 90. 179 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 314.
64
“Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu
mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS.Ash-
Shaf [61]: 3)180
e) Nasihatilah dengan ilmu bukan dengan nafsu
Mu’adz bin Jabal ra berkata sebagaiman terdapat dalam
Tazkiyatun Nafs karya Ibnu Taimiyah sebagai berukut:
ه ع ب ت ل م ع ال و ل م ع ال ام م إ م ل ع ل أ
“Ilmu adalah imamnya amal, dan amal adalah
pengikutnya.” 181
f) Tetap sabar dalam memberi nasihat,
ن ني و ٱصب ٱلم حس يع أ جر ي ض ل ف إ ن ٱلل
“Dan bersabarlah, karena sesungguhnya Allah tiada
menyia-nyiakan pahala orang-orang yang berbuat
kebaikan.” (QS. Hud [11]: 115)182
Jika hal tersebut ditegakkan disegala aspek kehidupan,
setidaknya kita akan mendapatkan manfaat dan hikmah berikut.
a) Nasihat dari orang lain merupakan kontrol sosial pada saat
kita terlena dan tidak mampu melakukan introspeksi
(muhasabah)
b) Mengingatkan diri sendiri untuk konsekuen (jika kita
sebagai pemberi nasihat)
c) Selalu menjaga kebersihan hati dan pikiran dari niat dan
rencana kotor/tercela
d) Terjaganya lingkungan dari kemaksiatan dari penyakit dan
penyakit sosial
180 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), 551. 181 Ibnu Taimiyah, Tazkiyatun Nafs Menyucikan Jiwa dan Menjernihkan Hati dengan
Akhlak yang Mulia, (Jakarta: Darus Sunnah Press, 2008), terj. M. Rasikh & Muslim Arif, h. 41. 182 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 234.
65
e) Terjalin persatuan dan persaudaraan antara pemerintah dan
semua lapisan masyarakat
f) Terciptanya keadilan, keamanan, ketentraman, dan
kedamaian dalam masyarakat.
g) Mendapat balasan kebaikan dari Allah Swt di dunia dan
akhirat.183
6) Persaudaraan
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak
persaudaraan:
Hadist ke-35
و و ان ن و اع ب اد للا إ خ ك و
“Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”
(HR. Muslim)184
Persaudaraan adalah sikap jiwa yang selalu ingin
berhubungan baik dan bersatu dengan orang lain, karena ada
keterkaitan batin dengannya.185
Di antara sifat orang Muslim adalah kecintaanya pada
semua saudara dan temannya, cinta yang benar-benar tulus,
bukan cinta yang dimaksudkan untuk mendapatkan sesuatu,
dan yang lepas dari segala macam niat buruk. Itulah cinta
persaudaraan yang tulus, yang kejernihannya bersumber dari
cahaya wahyu dan petunjuk Nabi Saw.186 Allah Swt berfirman;
ة إ ن اٱلم ؤم ن ون إ خو
183 Siti Khoiriyah, Hikmah dan MAnfaat Nasihat, 2019, (http://www.nyekolah.com
/2015/12/hikmah-dan-manfaat-nasihat.html). 184 Imam Nawawi, h. 100. 185 Mahjuddin, h. 23. 186 Muhammad Ali, h. 137.
66
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara.”
(QS. Al-Hujurat [49]:10)187
Yang demikian itu karena ikatan yang disambungkan
seorang muslim dengan saudaranya apa pun kebangsaan, jenis
kulit dan bahasanya, yaitu ikatan keimanan kepada Allah Swt.
Allah Swt berfirman:
ٱلل ف ٱعل مأ ن ه ۥل إ ل ه إ ل
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah
(sesembahan, tuhan) selain Allah.” (QS. Muhammad [47]:
19).188
Dan persaudaraan karena iman itu merupakan ikatan jiwa
yang erat, ikatan hati yang paling kuat, dan ikatan akal dan
rohani yang paling tinggi nilainya.
Penyakit-penyakit Ukhuwah (persudaraan)
a) Berbagai pertentangan yang terjadi sering diakibatkan oleh
pemahaman Islam yang tidak komprehensif dan tidak
kaffah (aspek pemahaman)
b) Ta’asub dan fanatisme yang berlebih-lebihan terhadap
kelompoknya sendiri dan cenderung meremehkan
(menihilkan) kelompok lain, padahal masih sesama umat
Islam.
c) Kurang tasamuh ‘toleransi’ terhadap perbedaan-perbedaan
yang terjadi, sehingga menutup pintu dialog yang kreatif
dan terbuka.
d) Kurang bersedia untuk saling ber-tausiyyah (saling
menasihati) antara sesama umat Islam untuk mengurangi
187 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 516. 188 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 508.
67
(menghilangkan) berbagai kelemahan dan kekurangan yang
ada (aspek keikhlasan).189
7) Penolong
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak tolong-
menolong:
Hadist ke-36
ك ر ب ك ر ب ة م ن ع ن ه للا ن ي ان ف س الد ك ر ب ك ر ب ة م ن ع ن ال م ؤ م ن ن ف س م ن
ر ة خ ال ن ي او الد ع ل ي ه ف للا ر ي س ر ع ل ىم ع س ي س ر م ن ال ق ي ام ة و ي و م
“Barang siapa yang membebaskan seorang mukmin dari
kesusahan di dunia, pasti Allah akan membebaskannya dari
kesusahannya di hari kiamat. Dan siapa yang memudahkan
orang yang sedang kesulitan niscaya akan Allah mudahkan
baginya di dunia dan akhirat.”(HR. Muslim)190
Umat Islam merupakan satu kesatuan umat yang keutuhan
kesatuannya telah diibaratkan oleh Rasulullah Saw sebagai
suatu bangunan yang bagian-bagiannya kuat menguatkan.191
Tolong-menolong adalah sikap yang senag menolong orang
lain, baik dalam bentuk material maupun dalam bentuk tenaga
dan moril.192
Allah Swt memerintahkan kepada kaum muslimin agar
mereka saling tolong-menolong. Allah Swt berfirman:
و ل ع ل ىٱلب و ٱلت قو ىه ع ل ىاو ن ع ت و ت ع او ن وا و ٱلع وا ث ٱل دو ن
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam
berbuat dosa dan permusuhan.” (QS. Al-Maidah [5]: 2).193
189 Didin Hafidhuddin, Islam Apllikatif, (Jakarta, Gema Insan Press, 2008), h.158. 190 Imam Nawawi, h. 103. 191 Salahuddin Sanusi, h. 79. 192 Muhammad Al-Ghazali, h. 121. 193 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 106.
68
8) Pemaaf
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arbain al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak pemaaf:
Hadist ke-42
ع ن ان الس ي اب ن آد م :ل ذ ن و ب ك ب ل غ ت و ت غ ف ر ت ن غ ف ر ت اس ث ك ل ما ء
“Hai anak adam, seandainya dosa kalian membumbung
setinggi langit lalu kalian memohon ampun kepada-Ku,
pasti Ku-ampuni.” (HR. Tirmidzi) 194
Kafawi mengatakan, al-‘afw (maaf) adalah menahan diri
dari perbuatan yang menimbulkan mudharat bagi orang lain,
padahal ia mampu melakukannya. Jika seseorang sebenarnya
berhak memberikan balasan atas sesuatu kesalahan orang lain
lalu ia membiarkannya maka hal itu disebut al-‘afw (maaf).195
Pemaaf, yaitu sifat pemaaf yang timbul karena sadar bahwa
manusia bersifat dhaif tidak lepas dari kesalahan dan
kekhilafahan.196
Diantara hikmah yang dapat dirasakan dari sikap pemaaf di
antaranya adalah:
a) Orang yang pemaaf akan mendapatkan perlakuan yang
lebih baik dari orang yang dimaafkan. Orang yang
dimaafkan meresa mendapatkan perhatian dan
penghormatan dengan dimaafkannya apa yang telah
dilakukan, sehingga dia akan memberikan balasan yang
lebih baik dari sekedar sikap pemaaf yang diterima.
b) Orang yang pemaaf akan memperkuat tali silaturahim
dengan orang lain, termasuk orang yang dimaafkan.
Dengan demikian, dia akan tetap memiliki hubungan yang
baik dengan siapapun.
194 Imam Nawawi, h. 118. 195 Mahmud Al-Misri, h. 708. 196 M. Yatim Abdullah, h. 44.
69
c) Sikap pemaaf menunjukkan konsistensi seseorang dalam
bertakwa. Artinya, orang yang tidak memiliki sikap pemaaf
berarti dia tidak disebut bertakwa dalam arti yang
sebenarnya.197
b. Akhlak Terhadap Diri Sendiri
a) Memelihara Kebersihan dan Keindahan
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak
memelihara kebersihan dan keindahan:
Hadist ke-2
ع ل ط ذ إ م و ي ات ذ م ل س و ه ي ل ع ىللا ل ص للا ل و س ر د ن ع س و ل ج ن ان م ن ي ب
ر ف الس ه ي ل ىع ر ي ل ر ع الش اد و س د ي د ش اب ي الث اض ي ب د ي د ش ل ج ار ن ي ل ع
“Suatu hari, kami duduk dekat Rasulullah saw tiba-tiba
muncul seorang laki-laki mengenakan pakaian yang sangat
putih dan rambutnya hitam legam tak terlihat tanda-tanda
bekas perjalanan jauh.” (HR. Muslim)198
Rasulullah Saw telah mengkategorikan penampilan yang
kurang bagus, kondisi yang acak-acakan serta mengabaikan
penampilan dan berpakaian amburadul sebagai suatu hal yang
buruk, dan semuanya itu termasuk hal yang dibenci dan
sekaligus dilarang oleh Islam.199
Dalam sebuah hadist dinyatakan sebagai berikut:
ام ا أ م او ج د ه ذ ف ق ال ر أ س ه ش ع ث س ل م ر ج ل ع ل ي ه و ر أ ىالن ب ص ل ى للا
ام ا د ه ذ أ م اي و س خ ة ف ق ال ع ل ي ه ث ي اب ي س ك ن ب ه ش ع ر ه و ر أ ىآخ ر
ب ه )رواهأبوداود( ل ب ه ث و ي غ س
197 Marzuki, Pemaaf, 2019, (https://www.google.com) 198 Imam Nawawi, h. 9. 199 Muhammad Ali, Jati Diri Muslim, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsarh, 1999), terj. M.
Abdul Ghoffar, h. 41.
70
Dari Jabir bin Abdullah ra ia berkata: Nabi Saw melihat
seorang laki-laki rambutnya ksust berdebu. Beliau
bersabda: “Apakah dia tidak mempunyai tempat tinggal
untuk memelihara rambutnya?” Lalu melihat seorang laki-
laki yang lainnya yang bajunya kotor. Lalu beliau
bersabda: “Apakah ia tidak mempunyai sesuatu untuk
mencuci bajunya.” (HR. Abu Dawud)200
Memlihara kebersihan, keindahan dan kesehatan jasmani
termasuk hal-hal yang mendapat perhatian besar dari Islam.
Nabi Saw bersabda:
ال م ال ج ي ل ي ب إ ن للا
“Sesungguhnya Allah itu Maha Indah dan menyukai
keindahan.” (HR. Imam Ahmad)201
Islam memerintahkan agar setiap muslim di setiap saat dan
keadaan bagaimanapun, menampilkan dirinya dalam keadaan
baik. Inilah merupakan bagian dari pada akhlak, dan
pelaksanaannya telah digabungkan dalam tata-tertib dalam
melakukan shalat.202
Firman Allah Swt
م ي ب ن ء اد م خ ذ وا ك ل د ج سز ين ت ك مع ند
“Wahai anak cucu Adam, pakailah pakaianmu yang bagus
pada setiap (memasuki) masjid.” (QS. Al-A’raf [7]: 31)203
Pakaian adalah nikmat dan anugrah Allah yang besar
diberikan kepada hamba-hamba-Nya. Allah memuliakan
mereka dengan pakaian tersebut, sebab ia dapat menutupi dan
melindungi anggota tubuhnya, menghadirkan keindahan,
200 Imam Abu Dawud, Shahih Sunan Abi Dawud, (Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif, 1998),
h. 511. 201 Ismail, Kasyful Khafa Wa Muzilul Ilbas, (tt. p.: Maktabah Al-Qudsi, 1932), Juz. 1, h.
224. 202 Muhammad Al-Ghazali, Akhlaq Seorang Muslim, (Semarang: Wicaksono, 1986), h.
310. 203 Muhammad Sahib Tohar, Al-Qur’an Al-Karim, (Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009), h. 153.
71
karena itu kebutuhannya kepada pakaian merupakan hal yang
pokok yang harus terpenuhi. Pakaian dari sudut pandang akal
dan syariat adalah baik.204
Pakaian memiliki hukum taklif terdiri dari lima bagian,
yaitu:
1) Pakaian yang wajib yaitu yang berfungsi menutup aurat,
menjaga dari panas serta bahaya-bahaya yang lain.
2) Pakaian yang disukai, tujuannya berfungsi sebagai
perhiasan dan memperlihatkan kenikmatan tanpa disertai
sikap sombong dan berlebih-lebihan.
3) Yang diharamkan yaitu pakaian dan perhiasan yang Allah
haramkan karena sebuah hikmah yang Allah kehendaki.
4) Yang dibenci (makruh), pakaian yang dikenakan secara
berlebih-lebihan dan sombong.
5) Yang diperbolehkan (mubah) yaitu pakaian yang bagus
untuk berhias yang bersih dari sikap berlebih-lebihan.205
Dalam memakai dan melepas pakaian ada beberapa sunnah
yang mengaturnya, yaitu:
1) Membaca bismillah ketika ingin memakainya atau ingin
melepasnya.
2) Doa berpakaian
ش ر ه و ش ر م ن أ ع و ذ ب ك ل ه و خ ي ه و خ ي م اه و م ن أ ل ك أ لل ه م إ ن أ س
ل ه م اه و
“Ya Allah aku meminta kepada-Mu kebaiaknnya (pakaian
ini) dan kebaikan yang tercipta untuknya, dan aku
berlindung kepada-Mu dari keburukannya (pakaian ini)
dan keburukan yang tercipta untuknya”.206
204 Abdul Wahab Abdussalam Thawilah, Adab berpakaian dan Berhias, (Jakarta: Pustaka
Kautsar, 2006), h. 3. 205 Ibid., h. 12-13. 206 Imam An-Nawawi, Al-Adzkar, (Iskandariyah: Dar Al-Aqidah, 2006), h. 23.
72
3) Memulai dengan sisi kanan ketika memakainya.
4) Membuka pakainnya dan celananya dimulai sisi kiri.207
b) Zuhud
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak zuhud:
Hadist ke-31
ف ي و ا ز ه د للا ن ي اي ب ك الد ف ي ب إ ز ه د الن اس الن اس م اع ن د ك
“Zuhudlah terhadap dunia, pasti Allah mencintaimu, dan
zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia, pasti
manusia pun mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)208
.
Zuhud menurut Ibrahim bin Adham adalah kosongnya hati
dari hal-hal keduniaan tanpa harus hidup miskin.”209
Zuhud termasuk salah satu ajaran agama yang sangat
penting dalam rangka mengendalikan diri dari pengaruh
kehidupan dunia. Allah Swt berfirman:
ي ان ت غ ر ن ك م ٱل ي وة ٱلد ف ل
“Maka janganlah kehidupan dunia memperdayakan
kamu.” (QS. Al-Fatir [35]: 5)210
Orang yang zuhud lebih mengutamakan atau mengejar
kebahagian hidup di akhirat yang kekal dan abadi, dari pada
mengejar kehidupan dunia yang fana dan sepintas lalu.211
Allah Swt berfirman:
ي ر ة خ ل ٱل وم ن ل ك ر و ل لخ
207 Ibid., h. 5. 208 Imam Nawawi, h. 92. 209 Abdul Qadir ‘Isa, Hakekat Tasawuf, (Jakarta: Qisthi Press, 2005), terj. Khairul Amru
Harahap dkk, h. 221. 210 Abdul Wahab Afif, Mushaf Al-Bantani dan Terjemahannya, (Serang: Pemerintah
Provinsi Banten, 2010), h. 435. 211 Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011), Cet. ke-
10, h. 194-197.
73
“Dan sesungguhnya akhirat itu lebih baik bagimu daripada
dunia.” (QS. Adh-Dhuha [93]: 4)212
Orang yang memiliki pandangan yang demikian tidak akan
mau mengorbankan kebahagiaan hidupnya di akhirat hanya
karena mengejar dunia yang sementara. Orang yang demikian
akhirnya akan terpelihara dari melakukan hal-hal yang negatif.
Ia selalu berbuat yang baik-baik saja.
Manfaat Zuhud
Pertama: agar engkau dapat bersikap istiqomah dalam
beribadah serta memperbanyak kuantitas dan kualitas
ibadahmu. Sebab, kesenangan terhadap dunia itu akan
menyibukanmu secara lahir dan batin. Sibuk secara lahir ialah
dengan mencari kesenangan tersebut, sedang secara batin
dengan menginginkan dan meangan-angankannya di dalam
jiwa. Keduanya akan membuatmu malas untuk menegakkan
ibadah.
Kedua: Zuhud itu akan menambah jumlah nilai amalmu,
memperbesar kadar dan juga kemuliannya.
Nabi Saw bersabda,
“Dua rakaat yang dikerjakan oleh seorang yang alim dan
zuhud hatinya adalahh lebih baik dan lebih disukai olehh
Allah ‘Azza wa Jalla dari pada ibadah orang-orang yang
taat beribadah (tapi tidak termasuk alim dan zuhud),
hingga akhir masa selama-lamanya.”213
c. Akhlak terhadap Tetangga dan Tamu
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya akhlak berbuat baik
terhadap tetangga dan memuliakan tamu:
Hadist ke-15
212 Imam Jalalain, TafsirAl-Qur’an Al-Karim, (Surabaya: Dar Al-Ilm, t.t.), h. 625. 213 Imam al-Ghazali, h. 56-59.
74
ال ي و م لل و ي ؤ م ن ب كا ن م ن ر م ج ار ه و ر ف ل ي ك خ ال ال ي و م لل و ي ؤ م ن ب كا ن م ن
ف ه ر م ض ي ر ف ل ي ك خ ال
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,
hendaklah dia mengormati tetangga barang siapa yang
beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia
memuliakan tamu.” (HR. Bukhari dan Muslim)214
Ada atsar yang menunjukkan bahwa tetangga adalah empat
puluh rumah (yang berada di sekitar rumah) dari setiap penjuru
mata angin.215 Artinya tetangga itu adalah yang berdekatan dengan
rumahmu.
Begitu pentingnya mengenai tetangga ini, Rasulullah bersabda:
ظ ن ن ل ار ح ت ب ي ل ي و ص ني ب ج ي و ر ي ث ه م از ال أ ن ه س ت
“Jibril senantiasa berwasiat kepadaku untuk berbuat baik
kepada tetangga hingga aku mengira dia akan menetapkan hak
waris untuknya.” (HR. Bukhari)216
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan mengenai tetangga,
di antaranya:
a) Menghromati tetangga
b) Tidak menyakiti tetangga dengan perkataan atau perbuatan
c) Berbuat baik kepada tetangga
d) Memberikan hadiah atau oleh-oleh jika datang dan berpergian
e) Mendahulukan tetangga yang paling dekat pintu rumahnya
f) Menjenguknya apabila sakit
g) Mengucapkan selamat apabila tetangga mendapatkan
kesenangan
h) Menghiburnya apabila mendaptkan musibah
i) Mendahuluinya dengan sapaan salam
214 Imam Nawawi, h. 46. 215 Rosihon Anwar, h. 111. 216 Imam Bukhari, h. 105.
75
j) Sabar terhadap tetangga yang tidak baik. 217
Tamu adalah yang datang berkunjung. Nabi Saw menyukai
dan memuliakan tamu. Bahkan beliau mencari tamu. Memuliakan
tamu merupakan salah satu akhlak beliau yang paling agung.218
Ketahuilah bahwa tamu datang membawa rezeki, dan pergi
membawa dosa penghuni rumah.219
Secara moral, tamu memiliki hak yang semestinya oleh yang
dikunjungi, karena itu, di bawah ini dipaparkan beberapa akhlak
yang patut diperhatikan dalam menerima tamu.
a) Menjawab salam tamu apabila tamu mengucapkan salam.
b) Membukakan pintu untuk tamu dan mempersilahkan tamu
dengan penuh hormat.
c) Berpakaian yang sopan dalam menemui tamu .
d) Apabila sang tamu bukan muhrim bagi tuan rumah, hendaknya
sang tuan rumah mengajak saudaranya untuk menemani.
e) Tuan rumah dianjurkan mengeluarkan hidangan kepada tamu
semampunya.
f) Mengajak tamunya bercakap-cakap denga penuh santun dan
diliputi rasa kekeluargaan
g) Apabila tamu datang untuk mengadu dan menumpahkan keluh
kesahnya, tuan rumah harus mendengarkannya dengan penuh
perhatian.
h) Apabila tamu datang untuk meminta nasihat, maka tuan rumah
harus memberikan nasihat.
i) Apabila tamu datang untuk meminta pertolongan, maka tuan
rumah harus menolongnya sesuai dengan kemampuan yang
217 Ainul Millah & Nur Khalis Bibit Suardi, Adab-Adab Islami, (Solo: Tinta Medina,
2018), h. 154-156. 218 Muhammad, Fattabiuni-Ikuti Sunnahku Agar Rumah Diterangi Sunnah, (Jakarta: PT
Mizan Publika, 2016), terj. Fedriand Hasmand, h. 103. 219 Ibid., h. 101.
76
dimiliki.kalau tamu hendak pulang, hendaknya taun rumah
mengantarkannya sampai di depan pintu rumah.220
d. Akhlak terhadap Binatang
Berikut adalah penggalan hadist dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah yang menunjukkan adanya nilai akhlak terhadap
binatang:
Hadist ke-17
)رواهمسلم(ه ت ح ي ب ذ ح ي ل و ه ت ر ف ش م ك د ح أ د ح ي ل و ة ب واالذ ن س ح أ ف م ت ب اذ ذ إ و
“Dan jika menyembelih, sembelihlah dengan baik, tajamkan
pisau dan jangan membuat hewan sembelihan itu menderita.”
(HR. Muslim)221
Tuntunan Islam bagi umatnya yang memberikan kasih sayang,
bukan saja terhadap sesama manusia, tetapi juga terhadap binatang.
Manusia dituntut untuk menjadi khalifah di bumi ini, di mana
terhampar persadanya aneka makhluk Allah.
Sebagai khalifah, manusia berkewajiban memelihara dengan
baik dan mengantar makhluk-makhluk tersebut menuju tujuan
penciptaannya masing-masing yang pada akhirnya membuahkan
kesejahteraan duniawi dan ukhrawi.222
Oleh karena itu, Islam menggariskan sejumlah akhlak dalam
berinteraksi dengan binatang. Di antaranya adalah:
a) Menyayangi binatang
ال ف م ن ي ر ح ك ف ال ر ض س م اء إ ر ح م م ن
220 M. Alaika Salamullah, Akhlak Hubungan Horizontal, (Yogyakarta: Pustaka Insan
Madani, 2008), h. 216-222 221 Imam Nawawi, h. 51. 222 Hamka, Akhlakul Karimah, (Depok: Gema Insani, 2017), h. 290.
77
“Sayangilah segala yang dibumi, niscaya engkau akan
disayangi para penghuni langit.” (HR. Abu Daud dan
Tarmidzi; hadist shahih)223
b) Mencukupi kebutuhan hidup binatang
c) Menolong bintang yang kesakitan
d) Tidak menyiksa binatang
ت ه اح ت م ع ذ ب تام ر أ ة ف ه ر ة ح ب س ف ي ه االن ار ف د خ ل ت ات ت
“Seorang perempuan disiksa gara-gara seekor kucing. Dia
mengurung kucing itu sampai mati. Karena itulah dia
masuk neraka.” (HR. Muslim).224
e) Hanya memakan dan memanfatkan bintang yang dihalalkan.
f) Tidak memakan binatang yang haram
م و ل م و ٱلد ت ة
ي ٱلم ع ل يك م و م ل نٱح ر م ت ل غ ي ز ير أ ه ل ب ه ۦا ٱلل
ن ق ة و ٱل وق وذ ة و ٱلم ت ر د ي و ٱلم نخ ت مو م اأ ك ل ٱن ط يح ة و ٱلة م ي م اذ ك إ ل لس ب ع
و م اذ ب ح ع ل ىٱلن ص ب
“Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging
babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang
ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat
kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang
disembelih untuk berhala.” (QS. Al-Maidah [5]: 3)
g) Menyembelih dengan baik
h) Tidak buang hajat dilubang sarang binatang.
i) Dobolehkan membunuh binatang-binatang yang
membahayakan, seperti anjing penggigit, serigala, ular,
kalajengking, tikus, dan sebagainya.
223 Muhammad Ash-Shalihi, Al-Arbain Fi Fadli Ar-Rahmah Wa Ar-Rahimin, (Beirut: Dar
Ibn Hazm, 1995), h. 15. 224 Imam Muslim, h. 995.
78
أ ة و ال ك ل ب و ال د ال غ ر اب ت ل ف ال ر م ق ت ق اف و اس ك ل ه الد و اب م ن خ س
و ال ف ار ة و ال ع ق ر ب ال ع ق و ر
“Lima binatang yang membahayakan yang boleh dibunuh
walau di tanah suci, yaitu, burung gagak, burung rajawali,
anjing yang suka melukai, kalajengking dan tikus.” (HR.
Muslim)225
j) Mengeluarkan zakat binatang, jika termasuk bintang yang
wajib di zakati.226
B. Konsep Implementasi Nilai-Nilai Pendidikan Akhlak dalam Kitab al-
Arba’in al-Nawawiyah dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, konsep adalah “rancangan
kasar dari sebuah tulisan.”227 Salah satu alternatif yang dapat dilakukan
dalam melaksanakan nilai-nilai pendidikan akhlak di sekolah adalah
dengan merancang serta mengoptimalkan pembelajaran materi Pendidikan
Agama Islam (PAI). Pendidikan Agama Islam merupakan sarana
transformasi pengetahuan dalam aspek keagamaan (aspek kognitif),
sebagai sarana transformasi norma serta nilai akhlak untuk membentuk
sikap (aspek afektif), yang berperan dalam mengendalikan perilaku (aspek
psikomotorik) sehingga tercipta kepribadian manusia seutuhnya.
Nilai-nilai pendidikan akhlak dalam kitab al-Arba’in al-Nawawiyah
yang terdiri dari ketauhidan, doa, malu, takwa, tawakal, memelihara
kebersihan dan keindahan, zuhud, berkata baik, dermawan, menahan
amarah, menjaga kehormatan, nasihat, pemaaf, persaudaraan, penolong,
menghormati tetangga, memuliakan tamu dan menyangi bintang
sebagaimana di atas, dapat diimplementasikan dalam pendidikan Islam
dengan berbagai cara, antara lain yaitu sebagai berikut:
225 Ibid., h. 497-498. 226 M. Alaika Salmulloh, h. 245-260. 227 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bashasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2002), Ed 3, Cet. ke-2, h. 449.
79
1. Penanaman Akhlak melalui Mau’izah (Nasihat)
Diantara metode pengajaran yang cukup berhasil dalam
pembentukan akidah anak dan mempersiapkannya secara moral,
emosional, dan sosial yaitu pendidikan anak dengan memberikan
nasihat dan petuah kepadanya. Nasihat berarti mengingatkan orang lain
dengan kebaikan yang dapat meluluhkan hatinya serta mengajak orang
lain untuk melaksanakan sesuatu yang mengandung kemaslahatan dan
melarang mengerjakan sesuatu yang mengandung kerusakan.228
Nasihat sangat penting dalam kehidupan seorang muslim. Nasihat akan
memiliki fungsi sebagai pengingat agar seorang muslim tetap
istiqomah di jalan Allah Swt. Dengan nasihat, seseorang bisa
mengetahui apa yang sebaiknya dilakukan dan apa pula yang
seharusnya tidak dilakukan.
Dalam kitab hadist al-Arba’in al-Nawawiyah banyak hadist-hadist
Rasul Saw yang berisi arahan dan nasihat dari nabi Saw kepada para
sahabat-sahabatnya. Penanaman akhlak melalui nasihat (mau’izah)
terlihat pada hadist sebagai berikut:
ك ن ت ث م ا ي ح للا إ ت ق
“Bertaqwalah kepada Allah di mana pun engkau berada.” (HR.
Tirmidzi)229
ف ي و ا ز ه د للا ن ي اي ب ك الد ف الن اس إ ز ه د ي ب ك الن اس م اع ن د
“Zuhudlah terhadap dunia, pasti Allah mencintaimu, dan zuhudlah
terhadap apa yang ada di tangan manusia, pasti manusia pun
mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)230
Tidak dapat kita pungkiri bahwa petuah yang tulus dan nasihat
yang berkesan, jika memasuki jiwa yang tenang, hati yang bening, dan
228 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat.
(Jakarta: Gema Insani Press, 1995), terj. dari Ushul Tarbiyah Islamiyah wa Aslibiha fil baiti wal
madrasati wal Mujatama oleh Shihabuddin, h. 289. 229 Imam Nawawi, h. 53. 230 Ibid., h. 92.
80
pikiran yang jernih, maka dengan cepat akan mendapat respons yang
baik dan meninggalkan kesan yang sangat mendalam. Karena jiwa
manusia dapat terpengaruh dengan yang disampaikan kepadanya berupa
kata-kata, bagaimana bila kata-kata itu dihiasi dengan keindahan, lunak,
sayang dan mudah, jelas hal itu bisa menggetarkan hatinya.231
Dengan memperhatikan beberapa saran, sebuah nasihat dapat
terlaksana dengan baik, diantaranya.:
a. Gunakan kata dan bahasa yang baik dan sopan serta mudah
dipahami.
b. Jangan sampai menyinggung perasaan orang yang dinasihati atau
orang disekitarnya.
c. Sesuaikan perkataan kita dengan umur sifat dan tingkat
kemampuan/kedudukan anak atau orang yang kita nasihati.
d. Perhatikan saat yang tepat kita membei nasihat, usahakan jangan
menasihati ketika kita atau yang dinasihati sedang marah.
e. Perhatikan keadaan sekitar ketika memberi nasihat. Usahakan
jangan dihadapan orang lain atau –apalagi- dihadapan orang banyak
(kecuali ketika memberi ceramah/tausiyah).
f. Beri penjelasan, sebab atau kegunaan mengapa kita perlu memberi
nasihat.
g. Agar lebih menyentuh perasaan dan hati nuranimya, sertakan ayat-
ayat Alquran, hadis Rasulullah Saw atau kisah para Nabi/Rasul,
para sahabatnya atau orang-orang shalih.
2. Penanaman Akhlak melalui Uswatun Hasanah (Keteladanan)
Metode yang tepat yang dapat kita parktekkan dalam menanamkan
nilai akhlaqul karimah yang terkandung dalam hadist al-Arbain al-
Nawawiyah kepada peserta didik, yaitu metode keteladanan.
231 Syekh Abdullah Nasih Ulwan, Ensiklopedia Pendidikan Akhlak Mulia: Panduan
Mendidik Anak Menurut Metode Islam, terj. dari Tarbiyatul Awlad fil Islam oleh Ahmad Maulana,
(Jakarta: PT Lentera Abadi, 2012), Jil. Ke-7, h. 85.
81
Hadist yang terkait dengan masalah ini adalah hadist yang
diriwayatkan oleh Abu Abdullah Jabir bin Abdullah Al-Anshari ra
yaitu sebagai berikut:
و ال ل ل ل ل ت أ ح ر م ض ان و ص م ت و ت ت و ب ال م ك الص ل و ات إ ذ اص ل ي ت أ ر أ ي ت
ئ اأ أ د خ ل ال ن ة ؟ ي ش أ ز د ع ل ىذ ال ك ل ال ر ام و ح ر م ت
“Bagaimana pendapatmu jika aku telah mengerjakan shalat
maktubah (shalat fardhu lima waktu), berpuasa Ramadhan,
menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram dan aku
tidak menambah dengan suatu apapun. Apakah aku bisa masuk
surga?” (HR. Muslim)232
Keteladanan adalah memberikan contoh yang baik terhadap peserta
didiknya sebelum nilai tersebut ditransfer ke anak. Keteladanan ini
dapat membawa keberhasilan dalam mempersiapkan dan membentuk
moral spiritual dan sosial peserta didiknya.233
Anak akan melakukan apa yang pernah dilihatnya, karena anak
senang meniru. Kecendrungan manusia untuk belajar lewat peniruan
menyebabkan keteladanan menjadi sangat penting dalam proses
pendidikan jika pendidikan jujur, berkhalak mulia, berani, dan
manjauhkan diri dari perbuatan yang bertentangan dengan agama,
maka akan tumbuh dalam diri perserta didik sifat kejujuran,
terbentuknya akhlak mulia, berani menegakkan dan menjauhi diri dari
hal yang bertentangan dengan agama. Begitupun sebaliknya, jika
pendidik menanamkan keteladanan yang negatif, maka akan
berpengaruh dengan kepribadian seorang perserta didik.
Pendidik harus langsung mepraktekkan untuk metode ini,
mengingat pendidik adalah figur terbaik dalam pandanggan peserta
didik yang akan dijadikan panutan dalam mengidentifikasi diri dalam
segala aspek kehidupan.
232 Imam Nawawi, h. 63. 233 Sukring, Pendidikan dan Pesrta Didik dalam Pendidikan Islam, (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2013), h. 59.
82
3. Penenaman Akhlak melalui Ta’wid (Pembiasaan)
Dalam hadist ke-16 terdapat metode pembiasaan, dapat dilihat pada
isi hadistnya sebagai berikut:
لن ل ال ق ل خ ر ن أ ل ال ق اار ر م د د ر ف ب ض غ ت ل ال ق ن ي ص و أ م ل س و ه ي ل ع يللا ل ص ب
ب ض غ ت
“Seseorang berkata kepada nabi Saw “berwasiatlah kepadaku.”
Beliau bersabda, “Jangan engakau marah!” Orang itu terus
mengulanginya (meminta nasihat berkali-kali) kepada beliau, lalu
nabi Saw menjawab, “Jangan engkau marah!” (HR. Bukhari)234
Dalam hadist ini terdapat pengulangan jawaban nabi Saw yaitu,
“Jangan engkau marah, kepada salah seorang sahabat yang bertanya
kepada beliau Saw berkali-kali. Pembiasaan adalah sesuatu yang
sengaja dilakukan secara berulang-ulang agar sesuatu menjadi tingkah
laku yang sifatnya otomatis tanpa direncanakan terlebih dahulu dan
tanpa difikirkan. Dengan pembiasaan, pendidik memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa menyempurnakan
proses pembangunan kebiasaan-kebiasaan yang baik yang sesuai
dengan prinsip-prinsip agama Islam dalam kehidupan sehari-hari.
Inilah wujud keistiqomahan guru dan orang tua dalam mendidik
anak. Mereka tidak bosen mengarahkan anak kepada nilai yang baik.
Anak mengulangi kesalahan, tapi guru dan orang tua tidak bosan untuk
mengulang nasihat-nasihat baiknya
4. Penanaman Akhlak melalui Targhib dan Tarhib
Metode yang dapat dipelajari orang tua dan guru adalah
memberikan anak pujian dan penghargaan (targhib/reward) dan
hukuman/sanksi (tarhib/punishment). Ketika anak mengerjakan
tugasnya dengan baik atau berbuat baik kepada sesama lalu diberi
234 Imam Nawawi, op. cit., h. 49.
83
penghargaan, maka anak akan senang dan mengingatnya. Dan ketika
anak melakukan kesalahan dan diberi hukuman/sanksi, maka ia akan
cenderung sedih dan tidak akan mengulanginya lagi.
Banyak hadist Rasulullah Saw yang mengajarkan targhib/reward
dan tarhib/punishment. Diantaranya hadist berikut:
ف ي و ا ز ه د للا ن ي اي ب ك الد ف الن اس إ ز ه د ي ب ك الن اس م اع ن د
“Zuhudlah terhadap dunia, pasti Allah mencintaimu, dan zuhudlah
terhadap apa yang ada di tangan manusia, pasti manusia pun
mencintaimu.” (HR. Ibnu Majah)235
إ ن ح ىأ ل و ح ىأ ل م ل ك إ ن ل ك ل للا م ار م ه و
“Ketahuailah bahwa setiap raja memiliki pagar (aturan).
Ketahuilah, bahwa pagar Allah adalah larangan-larangan-Nya.”
(HR. Bukhari dan Muslim)236
Dari hadist di atas dapat kita ketahui, apabila kita melaksanakan
perintah Allah dan Rasul-Nya, maka kita akan diberikan penghargaan
berupa pahala, ketenangan hidup di dunia, dan surga. Namun apabila
kita melalaikannya maka kita akan memeperoleh kemurkaan-Nya
Setelah anak melakukan tugas yang diberikan dengan baik,
selanjutnya pendidik dapat menguatkannya dengan pemberian
penghargaan. Anak akan merasa dihargai oleh guru dan orang tua.
Hindari pemberian penghargaan berupa materi, Karen dapat mencetak
anak yang materialistik. Tetapi bisa berupa perlakuan hangat dan
penuh kasih sayang dari pendidik (orang tua/guru) kepada anak-anak
karena mereka telah melakukan perbuatan yang terpuji seperti
berkelakukan baik dan tidak melanggar peraturan. Manfaat pemberian
penghargaan kepada anak adalah lahirnya ketengan dan ketentraman
hati dalam diri anak. Sedangkan sanksi/hukuman adalah metode
terakhiryang lakukan, saat metode lain tidak bisa mencapi tujuan.
235 Ibid., h. 91. 236 Ibid., h. 23.
84
Ketika anak melakukan kesalahan, tidak mengerjakan tugasnya dengan
baik, atau bahkan berbuat jahat kepada sesama, maka saat itu pendidik
atau orang tua boleh meberikan sanksi/hukuman apabila memang
semua metode mengalami kegagalan. Dengan begitu anak akan
berpikir bahwa dia tidak akan melakukan hal itu lagi. Ia akan berhati-
hati pada langkah berikutnya agar tidak mendapt sanksi.
Agama Islam telah memberikan petunjuk ketika memberikan
hukuman terhadap anak/peserta didik, diantaranya:
1) Tidak menghukum ketika sedang marah, karena akan bersifat
emosional yang dipengaruhi nafsu.
2) Dalam memberikan hukuman hendaknya tidak sampai menyakiti
perasaan dan harga diri anak/peserta didik.
3) Tidak dengan menghina atau mencaci maki di depan orang lain,
karena akan merendahkan derajat dan martabat orang lain yang
bersangkutan.
4) Tidak menyakiti secara fisik, misalnya dengan menampar atau
menarik kerah bajunya.
5) Hendaknya hukuman bertujuan untuk mengubah perilakunya yang
kurang baik. Karena pemberian hukuman ini di akibatkan oleh
perbuatan yang tidak baik.
Berdasarkan pemaparan di atas, penulis dapat mengambil
kesimpulan bahwa dalam kitab al-Arba’in al-Nawawiyah mengandung
nilai-nilai pendidikan akhlak. Penanaman nilai-nilai akhlak tersebut
kepada anak didik dapat diimplementasikan dengan manggunakan
beberapa metode pendidikan yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran sehinggga dapat mencapai tujuan pendidikan.
85
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Setelah penulis mengkaji dan menganalisis tentang nilai-nilai
pendidikan akhlak yang terdapat di dalam kitab al-Arba’in al-Nawawiyah,
penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam kitab tersebut mengandung
nilai-nilai pendidikan yang dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-
hari, diantaranya:
1. Nilai-nilai pendidikan akhlak yang terdapat dalam kitab al-Arba’in al-
Nawawiyah secara garis besar terbagi menjadi dua bagian, yakni:
akhlak kepada Allah dan Akhlak kepada makhluk.
a. Akhlak kepada Allah meliputi: ketauhidan, takwa, doa, malu, dan
tawakal.
b. Akhlak kepada makhluk meliputi: akhlak terhadap sesama manusia
(berkata baik, dermawan, menahan amarah, menjaga kehormatan,
nasihat, persaudaraan, penolong, pemaaf), akhlak terhadap diri
sendiri (memelihara kebersihan dan keindahan dan zuhud), akhlak
terhadap tetangga dan tamu, akhlak terhadap binatang.
2. Konsep implementasi nilai-nilai pendidikan akhlak dalam Pendidikan
Agama Islam dapat diimplementasikan melalui pembelajaran di kelas.
Dimana guru sebagai model dari akhlak yang diajarkan dan
pembentukan lingkungan sekolah yang berakhluqul karimah. Adapun
konsep penerapan nilai-nilai pendidikan akhlak tersebut di atas dapat
melalui metode-metode yang dapat digunakan guru dalam proses
pembelajaran, diantaranya adalah penanaman akhlak melalui metode
mau’izah (nasihat), penenaman akhlak melalui metode uswatuh
hasanah (keteladanan), penanaman akhlak melalui metode ta’wid
(pembiasaan) dan penanaman akhlak melalui targhib dan tarhib.
86
B. Saran
Dalam kitab al-Arbain al-Nawawiyah ini memiliki nilai-nilai
pendidikan akhlak yang mulia. Dan bagi kaum akademisi hal ini tentu
menjadi khazanah keislaman yang harus terus dikaji melalui kegiatan-
kegiatan ilmiah agar lahir sebuah pengetahuan bagi para muslim yang
mengamalkannya dalam kegiatan-kegiatan spiritual keagamaan. Berikut
ini ada beberapa saran yang diharapkan sebagai upaya untuk membangun
dan mengembangkan pendidikan akhlak. Antara lain:
1. Bagi penulis yang konsen di bidang pendidikan, agar lebih giat belajar
lagi, lebih mendalami ilmu-ilmu yang ada di dalam Alquran dan
hadist, membalut diri dengan akhlak mulia yang sesuai dengan
Alquran dan hadist, serta ikut berkontribusi dalam pembinaan akhlak
anak.
2. Bagi jurusan Pendidikan Agama Islam FITK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dan lembaga pendidikan lainnya, agar menciptakan lulusan
guru yang profesional, yaitu guru yang selain memiliki kompetensi
akademik, pedagogik dan sosial, juga harus memiliki kompetensi
kepribadian.
3. Bagi sekolah, agar mengoptimalkan pendidikan akhlak dan
memberikan pembinaan akhlak secara intensif kepada seluruh siswa di
sekolah agar tidak terjadi krisis akhlak yang membahayakan.
4. Bagi guru PAI
a) Harus memiliki sikap, prilaku, dan ucapan yang baik sebaga
contoh bagi murid-muridnya.
b) Terus mengkaji tentang kitab-kitab hadist terutama dalam bidang
pendidikan akhlak yang terkandung kitab-kitab hadist.
c) Menerapkan metode pendidikan yang terdapat dalam hadist,
khususnya metode yang mengandung ke-Islaman dan tentunya
yang sesuai dengan pembahasan, sehingga pendidikan ahlak
menjadi suatu hal yang menarik, dan tujuan pendidikan akhlak
dapat tercapai dengan baik.
87
5. Bagi Orangtua Siswa
a) Memberikan perhatian yang optimal terhadap anak-anaknya dalam
kehidupan sehari-hari sehingga semua perbuatan yang dilakukan
oleh anak-anaknya dapat dikontrol dengan baik.
b) Sabar dan terus memberikan motivasi pentingnya memiliki akhlak
yang mulia kepada anak, agar anak terbiasa melakukan perbuatan
yang baik.
Bagi pembaca, oleh karena baik buruknya seseorang dapat dilihat dari
akhlaknya, maka hendaknya selain belajar pendidikan akhlak perlu
juga aplikasikan teori sikap akhlaqul karimah dalam kehidupan
sehari-hari.
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, M. Yatimin, Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an, Jakarta: Amzah,
2017
Afif, Abdul Wahab, Mushaf Al-Bantani dan Terjemahannya, Serang: Pemerintah
Provinsi Banten, 2010
Ahmad, Albukhalau, Beirut: Dar Ibnu Hibban, 2000
Al-Adawy, Musthafa, Fikih Akhlak, Jakarta, Qisthi Press, 2010
Al-‘Atsqalani, Ibn Hajar, Fath Al-Bari Fi Syarh Shahih Al-Bukhari, Beirut: Dar-Al-Kutub
Al-Ilmiyah, t.t.
--------- , Buluughul Maraam Min Adilatil Ahkam, Bandung: CV. Gema Risalah Press,
2009
Al-Ghazali, Imam, Minhajul Abidin Jalan Para Ahli Ibadah, Jakarta, Khatulistiwa Press,
2013
--------- , Ringkasan Ihya’ Ulumuddin, Jakarta: Pustaka Amani, 2007
Al-Haddad, Imam Abdullah An-Nashaihuddiniyyah Walwashayal'imaniyyah, Hawi:
Limaqom Imam Al-Haddad, 2011
--------- , Risalah Al-Mua’wanah Wa Al-Mudhzaharah Wa Al-Mua’zarah “Lirraghibin
Minalmu'minin Fi Suluk Thariq Al-Akhirah, Jakarta: Dar Al-Hijrah, 2011
--------- , Ad-Durru Al-Mandhzum Li Dzawi Al-Yqul Wa Al-Fuhum, -: Dar Al-Hawi, 2011
Al-‘Ied, Ibnu Daqiq, Syarh Matan Al-Arba’in An-Nawawiyah, Terj. Abu Umar Abdullah
Asy-Syarif, Solo: At-Tibyan, 2002
Alim, Muhammad, Pendidikan Agama Islam Upaya Pembentukan Pemikiran dan
Kepribadian Muslim, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011
Al-Misri, Mahmud, Ensiklopedia Akhlak Muhammad SAW, Jakarta: Pena Pundi Akara,
2011
Al-Uqaili, Abu Ja’far, Ad-Dhuafau Al-Kabir, Beirut: Dar Al-Kutub Al-Ilmiyah, 2014
An-Nahlawi, Abdurrahman, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan
Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 1995
An-Nawawi, Imam, Al-Adzkar, Iskandariyah: Dar Al-Aqidah, 2006
Ardani, Mohammad, Akhlak Tasawuf “Nilai-nilai Akhlak/Budipekerti dalam
Ibadat & Tasawuf, Jakarta: CV Karya Mulia, 2005
103
Ardani, Moh, Akhlak Tasawuf “Nilai-Nilai Akhlak/BudiPekerti dalam Ibadat &
Tasawuf” tt. p.: PT Mitra Cahaya Utama, 2005
Arief, Armai, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, Jakarta: Ciputat Press,
2002
Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994
As-Sya’rani, Imam, Lawawqih Al-Anwar Al-Qudusiyyah Fi Bayan Al-Uhud Al-
Muhammadiyyah, Beirut: Dar Al-Kotob Al-Ilmiyah, 2011
Asy-Syafi’i, Imam, Diwan Asy-Syafi’i, Mesir: Maktabah Al-Kitab Al-Azhariyah, 1985
‘Atthar, Ibnu, Syarah Al-Arba’in Al-Nawawiyah, Beirut, Dar- al-Basyair al-
Islamiyah, 2008
Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial Lainnya, Jakarta: Kencana, 2008
Bukhari, Imam, Shahih Bukhari, (Mesir: Dar Al-Hadist, 2004)
Dawud, Imam Abu, Shahih Sunan Abi Dawud, Riyadh: Maktabah Al-Ma’arif, 1998
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif: Analisis Data, Jakarta: Rajawali Press, 2010
Edi Sucipno, Urgensi Pendidikan Akhlak (Membentuk Karakter Islami), 2018,
(http://ustadedi.blogspot.com/2015/10/urgensi-pendidikan-akhlak-
membentuk.html)
Gunawan, Heri, Pendidikan Karakter konsep dan Implementasi, Bandung: Alfabeta, 2012
Hafidhuddin, Didin, Islam Apllikatif, Jakarta, Gema Insan Press, 2008
Hafizh, Bakar Abdul, Tafsir dan Makna Doa-Doa dalam Al-Qur'an, Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2016
Hamka, Akhlakul Karimah, Depok: Gema Insani, 2017
Hasan, Muhammad Tholhah, Islam dalam Perspektif Sosio Kultural, Jakarta: Lantabora
Press, 2005
Hasbullah, Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2013
Ibrahim, Syarh Ta’lim Al-Muta’alim, Mesir: Dar Al-Kutub Al-Islamiyah, 2007
‘Isa, Abdul Qadir, Cetak Biru Tasawuf Spiritualitas Ideal dalam Islam, Jakarta: Ciputat
Press, 2007
Ismail, Kasyful Khafa Wa Muzilul Ilbas, tt. p.: Maktabah Al-Qudsi, 1932
Jalalain, Imam, TafsirAl-Qur’an Al-Karim, Surabaya: Dar Al-Ilm, t.t.
104
Khalid, Amru, Tampil Menawan dengan Akhlaq Mulia, Jakarta: Cakrawala Publishing,
2008
Khozin, Khazanah Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013
Mahfud, Rois, Al-Islam Pendidikan Agama Islam, tt. p.: Erlangga, 2011
Mahjuddin, Akhlak Tasawuf 1 Mukjizazt Nabi Karomah Wali dan Ma’rifah Sufi Jakarta:
Kalam Muli, 2009
Majah, Ibnu, Sunan Ibnu Majah, tt. p.: Dar Ihya Al- Kutub Al-Islamiyah, 2009
Margono, S. Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta: Rineka cipta, 2007
Muhammad Al-Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, terj. Wawan Djunaedi Soffandi Jakarta:
Mustaqiim, 2004
Muhammad Ash-Shalihi, Al-Arbain Fi Fadli Ar-Rahmah Wa Ar-Rahimin, Beirut: Dar Ibn
Hazm, 1995
Muhammad, Al-Arbain Fi Fadli Ar-Rahmah Wa Ar-Rahimin, Beirut: Dar Ibn Hazm,
1995
Muhammad, Abu Abdullah, Penyakit Ilmu, Jakarta: Cendekia Sentra Muslim
Muhammad, Fattabiuni-Ikuti Sunnahku Agar Rumah Diterangi Sunnah, Jakarta: PT
Mizan Publika, 2016
Muhammad, Mus’ad Husein, La Taghdhab, Iskandariyah: Ad-Daru Al-‘Alamiyah Li An-
Nasyhri Wa At-Tauzi’, 2010
Muhsin, Bertetangga dan Bermasyarakat dalam Islam, Jakarta: Al-Qalam, 2004
Muin, Fatchul, Pendidikan Karakter Kontruksi Teoriritk dan Prkatik, Jakarta, Ar-Ruzz
Media, 2011
Munawwir, Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap,
Surabaya: Penerbit Pustaka Progresif, 1997
Musfah, Jejen, Bahkan Tuhan Pun Bersyukur, Jakarta: Penerbit Hikmah, 2003
Muslim, Imam, Shahih Muslim, Riyadh: Dar As-Salam, 1998
Nata, Abuddin, Pemikiran Pendidikan Islam & Barat, Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2012
Nawawi, Imam, Syarh Arbain An-Nawawiyah, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2017
--------- , Hadist Arba’in Nawawiyah. tt. p: Maktabah Dakwah dan Bimbingan Jaliyat
Rabwah, 2010
--------- , Syarah Hadist Arba’in, Terj: Ubay Tanzil, Jakarta: Khazanah Ilmu, 1996
--------- , Terjemahan Lengkap Riyadush Shalihin, Solo: Cordova Mediatama, 2010
105
--------- , Terjemah Riyadhus Shalihin, Jakarta: Pustaka Amani, 1994
---------, Akhlak Tasawuf, Jakarta: Rajawali Pres, 2013
Prajuritillahi, Islam adalah Agama Rahmatan Lil ‘Alamin, 2018,
(https://saidalfaraby.wordpress.com/2009/12/29/islam-adalah-agama-rahmatan-
lil).
Rachman, Budy Munawar, Pendidikan Karaker Pendidikan Menghidupkan Nilai untuk
Pesantren, Madrasah dan Sekolah, The Asia Foundation, 2017
Rahayu, Ai Mega Maulida, Smart Niru Nabi, Yogyakarta, Mahabbah, 2017
Rahman, Mustafa Abdul, Hadist Empat Puluh (Terjemah dan Syarahnya), Kuala
Lumpur: Dewan Pustaka Fajar, 1989
Ramayulis, Filsafat Pendidikan Islam Analisis Filosofis Sistem Pendidikan Islam,
Jakarta: Kalam Mulia, 2015
--------- , Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2015
Razak, Yusran, Pendidikan Agama untuk Perguruan Tinggi, Jakarta: Laboratorium
Sosiologi Agama, 2009
Rusyah, Khalid Sayyid, Menggapai Nikmatnya Beribadah dalam Konsep Pendidikan
Islam, Jakarta: Cakrawala Publishing, 2009
Rosyadi, Khoiron, Pendidikan Profetik, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004
Sadeli, A., Dasar-dasar Agama Islam Buku Teks Pendidikan Agama Islam Pada
Perguruan Tinggi Umum, Jakarta: Bintang-Bintang, 1984
Said, Ad-Du’a Minal Kitab Wassunnah, Riyad: t.p., 2009
Said, Affatu Al-Lisan fi Dhaui Al-Kitab Wa Al-Sunnah, tt. p.: t. p., 1999
Said, Fadlu Ad-Dua’ Wa Adabih, Ad-Duhah: t. p., 2018
Sahib Tohar, Muhammad, Al-Qur’an Al-Karim, Jakarta: PT Sygma Eksamedia
Arkanlima, 2009
Saidi, Ridwan, Islam dan Moralitas Pembangunan, Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1983
Salamullah, M. Alaika, Akhlak Hubungan Vertikal, Yogyakarta: Psutaka Insan Madani ,
2008
--------- , Akhlak Hubungan Horizontal, Yogyakarta: Pustaka Insan Madani, 2008
Sanusi, Salahuddin, Integritas Umat Islam, Bandung: Badan Penerbit Iqamatuddin, 1987
--------- , Integritas Umat Islam, Bandung: Iqamatuddin, 1967
Sanusi, Achmad, Sistem Nilai (Alternatif Wajah-Wajah Pendidikan), Bandung: Penerbit
Nuansa Cendikia, 2015
106
Shihab, Quraish, Yang Hilang dari Kita “AKHLAK”, Tangerang Selatan: Lentera Hati,
2016
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta,2012
Syah, Muhibbin, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2014
Syaodih, Nana, Metode Penelitian Pendidikan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007
Syaqir, Ali Muhsin, Afatu Al-Lisan fi Daui Al-Kitab Wa As-Sunnah, Beirut: Dar Al-Hadi,
2008
Tafsir, Ahmad, Metode Pengajaran Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1997
Taimiyah, Ibnu, Tazkiyatun Nafs Menyucikan Jiwa dan Menjernihkan Hati dengan
Akhlak yang Mulia, Jakarta: Darus Sunnah Press, 2008
Tempo, KPAI: Tawuran Pelajar 2018 Lebih Tinggi Dibanding Tahun Lalu, 2018,
https://metro.tempo.co/read/1125876/kpai-tawuran-pelajar-2018-lebih-tinggi-
Umar, Mawai’dhzu Ash-Shahabah “Mawai’dhzu Imiyah Manhajiyah wa Tarbawiyah”,
Riyadh:Al-Maktabah Al-Arabiyah Al-Suu’diyah, 2013
Waki’, Imam, Kitab Al-Zuhd, (Al-Madinah Al-Munawwarah: Maktabah Ad-Dar, 1984
Zaprulkhan, Ilmu Tasawuf Sebuah Kajian Tematik, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2016
Top Related