Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 1
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II
TAHUN 2014/2015
MATA KULIAH HUKUM PIDANA
Disusun oleh
MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN
NPM. 151000126
KELAS D
UNIVERSITY
Muh_Nur_Jamal
D070AF70
16jamal
muh.jamal08
081223956738
muh.nurjamaluddin
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 2
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Silakan follow ya
muhnurjamaluddin.blogspot.co.id
mnurjamaluddin.blogspot.co.id
creativityjamal.blogspot.co.id
SAAT INI
Jalan PH. Hasan Mustapa Nomor 28, Gang Senang Raharja,
RT 02, RW 15, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul,
Kode POS 40124, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia
ASAL
Kampung Pasir Galuma, RT 02, RW 06, Desa Neglasari,
Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut,
Provinsi Jawa Barat, Indonesia
Muhammad Nur Jamaluddin
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 3
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Renungan
Ya Tuhan, saya lupa
Saya benar-benat lupa, padahal sudah belajar dan menghafalnya
Ingat:
Ingatlah Aku, maka akan Ku ingatkan pula semua yang kamu lupa?
Ya Tuhan, karena saya lupa
Izinkan saya untuk melihat pekerjaan temanku
Izinkan pula saya untuk menyontek melalui Hand Phone
Atau melalui buku yang sudah saya bawa ini
Atau melalui catatan kecil yang sudah saya siapkan ini
Ingat:
Bukankah Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui?
Bukankah Aku lebih dapat melihat apa yang kamu sembunyikan itu?
Ya Tuhan, karena saya ingin mendapat nilai terbaik
Supaya dapat membanggakan diriku, kelurgaku dan juga yang
lainnya
Izinkan saya mengahalalkan semua cara ini
Ingat:
Bukankah yang memberikan nilai terbaik itu Aku?
Dosen hanyalah sebagai perantara saja dariku?
Jikalau kamu ingin mendapatkan kebahagian di dunia
Dan juga kebahagiaan di akhirat
Jangan pernah menghalalkan semua yang telah Aku haramkan
Ingat:
Kebahagian di dunia itu hanya bersifat sementara bagimu
Aku akan siapkan 99% lagi kebahagiaan untukmu kelak di akhirat
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 4
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
FAKULTAS HUKUM
Jalan Lengkong Besar Nomor 68 Bandung 40261
UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2014/2015
MATA KULIAH : HUKUM PIDANA
HARI, TANGGAL : SELASA, 17 MARET 2015
KELAS/SEMESTER : A-B-C-D-E-F-G-H-I/II
WAKTU : 90 MENIT
DOSEN : TIM DOSEN
SIFAT UJIAN : OPEN BOOK
Petunjuk:
1. Dilarang bekerja sama, silakan buka buku!
2. Dilarang meminjam buku, tidak boleh membuka alat elektronik (Hand Phone/HP).
3. Redaksi jawaban disusun dengan kalimat sendiri, jangan copy paste dari buku, kecuali definisi.
4. Jawaban harus ditulis secara jelas dan rapi, tidak terbaca dianggap salah.
Soal:
A. Kasus
Tanggal 20 Januari 2015 saat A seorang warga negara Belanda berjalan-jalan dengan pacarnya
bernama B, seorang warga negara Indonesia. Tiba-tiba tanpa sengaja A bersenggolan dengan C.
Merasa tidak terima dirinya disenggol A, C yang dalam keadaan mabuk mengambil sebuah botol
yang terbuat dari gelas yang berada di sekitar C. Botol tersebut C pecahkan dan oleh C ditusukan
kepada A. Tusukan tersebut menyebabkan A mati. C atas perbuatannya dinyatakan bersalah
melakukan pembunuhan berdasarkan Pasal 338 KUHP, dan dipidana 10 tahun penjara.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 5
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
B. Pertanyaannya:
1. Ruang Lingkup Berlakunya Peraturan Perundang-undang Pidana Menurut Waktu
Pasal 1 ayat (1) KUHP sebagai asas fundamental mengandung dua makna pokok.
Berdasarkan kasus tersebut:
a. Makna apakah yang terkandung dari Pasal 1 ayat (1) KUHP beserta konsekuensi yuridis
dan rasio pemikirannya, dan mengapakah penafsiran analogi diharamkan!
Jawaban:
1) Makna yang terkadung dari Pasal 1 ayat (1) KUHP beserta konesekuensi yuridis dan
rasio pemikirannya.
Bunyi dari Pasal 1 ayat (1) KUHP, yaitu: “Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia
Lege Poenali”, artinya: “Tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana (dihukum) sebelum
ada undang-undang yang mengatur perbuatan tersebut.” Pasal 1 ayat (1) KUHP lebih
dikenal dengan asas legalitas. Adapun makna yang terkadung dari Pasal 1 ayat (1)
KUHP beserta konesekuensi yuridis dan rasio pemikirannya, yaitu:
a) Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila
perbuatan tersebut tidak diatur dalam suatu peraturan perundang-
undangan sebelumnya/terlebih dahulu. Jadi, harus ada aturan yang
mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan ada sebelum akan
dihukum.
b) Untuk menentukan adanya perestiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak
boleh menggunakan analogi.
c) Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh
berlaku surut. Maksudnya adalah ketentuan pidana dalam undang-undang tidak
boleh berlaku surut (strafrecht heeftgeen terugwerkende kracht). Seandainya
seseorang melakukan suatu tindak pidana yang baru di kemudian hari terhadap
tindakan yang serupa diancam dengan pidana, pelaku tidak dapat dipidana atas
ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin warga negara dari tindakan
sewenang-wenang dari penguasa.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 6
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
2) Alasan penafsiran analogi diharamkan, yaitu:
a) Menurut Prof. Van Hamel bahwa dilarang menggunakan penafsiran analogi pada
pada pasal 1 ayat (1) KUHP/asas legalitas karena penafsiran anlogi itu bukan
hanya dapat memperluas banyaknya delik-delik yang telah ditentukan undang-
undang, melainkan juga dapat menjurus pada lebih diperberatnya atau lebih
diperingannya hukuman yang dapat dijatuhkan bagi perbuatan yang mana
pun yang dilakukan tidak berdasarkan undang-undang.
b) Menurut Prof. Simons bahwa dilarang menggunakan penafsiran analogi pada pada
pasal 1 ayat (1) KUHP/asas legalitas karena penafsiran analogi itu dapat
membuat suatu perbuatan yang semua tidak dinyatakan secara tegas sebagai
suatu tindak pidana kemudian menjadi suatu tindak pidana.
c) Menurut Prof. Pompe bahwa dilarang menggunakan penafsiran analogi pada pada
pasal 1 ayat (1) KUHP/asas legalitas karena penafsiran analogi itu hanya dapat
dibenarkan yakni apabila memang benar bahwa dalam undang-undang itu
terdapat suatu kekosongan atau leemte, yang disebabkan misalnya karena
pembentuk undang-undang lupa mengatur suatu perbuatan tertentu atau tidak
menyadari kemungkinan terjadinya beberapa peristiwa dikemudian hari dan
merumuskan ketentuan-ketentuan pidana yang ada secara demikian sempit
sehingga perbuatan atau peristiwa-peristiwa tersebut tidak dapat dimasukkan ke
dalam ketentuan-ketentuan pidana yang bersangkutan.
d) Menurut Prof. Bemmelan berpendapat bahwa pasal 1 ayat (1) KUHP/asas legalitas
itu merupakan suatu jaminan untuk mencegah dilakukannya tindakan-
tindakan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh pihak kepolisisan,
sehingga dilarang untuk melakukan penafsiran anlogi.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 7
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
b. Berikan pendapat Saudara, jika dihubungkan dengan kedudukan Pasal 1 ayat (2) terhadap
asas legalitas!
Jawaban:
Aturan pasal 1 ayat (2) KUHP merupakan aturan transitoir/atau aturan peralihan
sehingga menjadi pengecualian bagi asas legalitas yang berarti bahwa suatu saat terjadi
perubahan dalam KUHP dan ketentuan perundang-undangan pidana yang lain, ini berarti
bahwa dengan ketentuan pasal tersebut dimungkinkan berlaku surutnya aturan pidana,
yang bila mana suatu ketika ada perkara pidana yang meringankan terdakwa, maka
perundang-undangan baru yang meringankanlah yang berlaku.
c. Adakah hukum publik dalam kasus tersebut, dari makanah Anda dapat menyimpulkan?
Jawaban:
Ada. Berdasarkan kasus di atas dapat disimpulkan bahwa kasus tersebut
merupakan kasus hukum pidana. Kita pun tahu bahwa hukum pidana merupakan
hukum publik. Adapun pengertian hukum publik itu sendiri yaitu peraturan hukum yang
mengatur tentang hubungan hukum antara warga negara dengan negara yang menyangkut
kepentingan umum. Tentu kasus di atas akan ditangani negara oleh pihak yang berwenang
dalam menyelesaikan kasus tersebut agar menjamin kepentingan umum.
2. Ruang Lingkup Berlakunya Peraturan Perundang-udangan Pidana Menurut Tempat
a. Berdasarkan kasus di atas, berikan tanggapan saudara jika dihubungkan dengan asas ruang
lingkup berlakunya peraturan perudang-undangan pidana menurut tempat!
Jawaban:
Berdasarkan pasal 2 KUHP/asas teritorial yang berbunyi: “Aturan pidana dalam
perundang-undangan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan
pidana di dalam Indonesia.”
Artinya undang-undang pidana Indonesia bukan saja dapat diberlakukan terhadap warga
negara Indonesia (WNI), melainkan juga terhadap setiap warga negara asing (WNA) yang
di dalamnya wilayah negara Indonesia diketahui melakukan suatu tindak pidana.
Berlakunya pasal 2 KUHP/asas teritorial ini didasarkan pada asas kedaulatan suatu negara
atau sovereignty. Setiap warga negara berkewajiban menjamin keamanan ketertiban di
dalam wilayah negaranya masing-masing.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 8
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Sehingga berdasarkan perbuatan yang dilakukan C (warga negara Indonesia)
terhadap A (warga negara Belanda), sudah dapat diputuskan bahwa C atas
perbuatannya dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan berdasarkan Pasal 338
KUHP, dan dipidana 10 tahun penjara atau diberlakukan hukum positif Indonesia.
b. Apakah ketentuan Pasal 2 KUHP berlaku mutlak?
Jawaban:
Tidak, karena keharusan memperhatikan undang-undang pidana yang berlaku di negara-
negara lain yang ada hubungannya pula dengan perjanjian ekstradisi. Hal ini secara tersirat
terdapat dalam pasal 5 ayat (1) angka ke-2, pasal 6, dan pasal 76 ayat (2) KUHP.
c. Adakah penafsiran “argumentum a contrario” dalam kasus ini, jelaskan!
Jawaban:
Ada. Kasus di atas berhubungan dengan pasal 1 ayat (1) KUHP dan pasal 2 KUHP.
Kemudian diberikan hukuman pidana selama 10 tahun penjara sesuai dengan
ketentuan pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Adapun pengertian penafsiran
argumentum a contrario adalah suatu penafsiran yang dilakukan dengan cara memberikan
perlawanan pengertian antara pengertian konkret yang dihadapi dan peristiwa yang di atur
dalam undang-undang. Sehingga dengan berdasarkan perlawanan pengertian itu dapat di
ambil kesimpulan bahwa peristiwa yang dihadapi itu tidak diliputi oleh undang-undang
yang dimaksud atau berada di luar ketentuan undang-undang tersebut.
3. Tindak Pidana
Tiga masalah pokok dalam hukum pidana terdiri atas tindak pidana, pertanggungjawaban
pidana, dan pidana.
a. Bagaimana tanggapan saudara jika dihubungkan dengan pembagian jenis tindak pidana
menurut KUHP?
Jawaban:
Berdasarkan KUHP bahwa jenis tindak pidana terdiri atas:
1) Kejahatan (misdrijven) yang terdapat dalam Buku II KUHP dari pasal 104 s.d.
pasal 448. Adapun pengertian kejahatan menurut M.v.T adalah perbuatan-perbuatan
yang meskipun tidak ditentukan dalam undang-undang sebagai perbuatan pidana telah
dirasakan sebagai perbuatan yang bertentangan dengan tata hukum.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 9
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
2) Pelanggaran (overtredingen) yang terdapat dalam Buku II KUHP dari pasal 489
s.d. pasal 569. Adapun pengertian pelanggaran menurut M.v.T adalah perbuatan-
perbuatan yang sifat melawan hukumnya baru diketahui setelah ada wet atau ketentuan
yang menentukan demikian.
b. Berikan analisis saudara jika dihubungkan dengan teori-teori pemidanaan!
Jawaban:
Teori-teori pemidanaan adalah sebagai berikut:
1) Teori Absolut atau Teori Pembalasan (Vergeldingstheorien)
Teori ini pada umumnya menerima pendapat bahwa kejahatan sendirilah yang memuat
anasir-anasir yang menuntut hukum dan yang membenarkan hukuman itu dijatuhkan.
Dengan kata lain bahwa hukuman atau pemidanaan merupakan konsekuensi
dilakukannya kejahatan. Jadi, menurut teori ini pemidanaan itu berdasarkan
pada penebusan atau pembalasan dendam, sehingga hukuman tidak bertujuan
untuk mencapai suatu maksud yang prakti, misalnya untuk memperbaiki
penjahat. Aliran teori ini dipengaruhi oleh Immanuel Kant, Hegel, Stahl, Herbat, dan
lain-lain.
2) Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doeltheorien)
Menurut teori ini sebagai dasar dari hukuman atau pemidanaan adalah untuk
mempertahankan tata tertiba masyarakat. Oleh karena itu, tujuan daripada
hukuman atau pemidanaan adalah untuk mencegah dilakukannya suatu
pelanggaran hukum, demi menjamin tata tertib hukum masyarakat. Teori ini
disebut juga sebagai teori prevensi yang berarti hukuman atau pemidanaan berupa:
a) Hukuman yang bersifat menakutkan (afschrikking).
b) Hukuman yang bersifat memperbaiki (verbetering-reklassering).
c) Hukuman yang bersifat membinasakan (onschadelijk maken).
Kemudian sifat dari teori prevensi terbagi menjadi dua macam, yaitu:
a) Prevensi umum (generale preventie) artinya pemidanaan yang ditujukan kepada
masyarakan umum dengan tujuan menghindarkan orang-orang pada umumnya
agar tidak melanggar hukum.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 10
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
b) Prevensi khusus (speciale preventie) artinya pemidanaan yang ditujukan kepada si
pembuat atau pelaku yang bertujuan untuk menahan niat buruk dari si pembuata
atau pelaku, dan selanjutnya menahan agar pelanggar tidak mengulangi
perbuatannya, serta mencegah agar orang tidak melakukan pebuatan jahat yang
telah direncanakan.
3) Teori Gabungan (Verenigingstheorien)
Menurut teori gabungan ini bahwa hukuman atau pemidanaan itu disamping
merupakan konsekuensi dilakukannya suatu kejahatan juga untuk
mempertahankan tata tertib masyarakat.
Teori gabungan ini terdiri atas:
a) Teori yang menitikberatkan kepada pembalasan, yang tidak boleh melampui batas
keperluannya dan sudah cukup untuk mempertahankan tata tertib masyarakat.
b) Teori ini menitikberatkan pertahanan tata tertib masyarakat, tetapi hukuman atau
pemidanaan tidak boleh lebih berat daripada penderitaan yang sesuai dengan
beratnya perbuatan yang dilakukan oleh terhukum.
c) Teori yang menganggap bahwa keuda asas tersebut harus dititikberatkan sama.
c. Dimana letak perbedaan aliran klasik dengan aliran modern, mengenai tujuan hukum
pidana?
Jawaban:
Aliran klasik berpaham indeterminisme mengenai kebebasan kehendak (free will)
manusia yang menekankan pada perbuatan pelaku kejahatan sehingga
dikehendakilah hukum pidana perbuatan (daad-strefrecht). Aliran klasik pada
prinsipnya hanya menganut single track system berupa sanksi tunggal, yaitu sanksi
pidana. Aliran ini juga bersifat retributif/retribution dan represif/utilitarian terhadap
tindak pidana, sebab doktrin dalam aliran ini adalah pidana harus sesuai dengan kejahatan.
Sebagai konsekuensinya, hukum harus dirumuskan dengan jelas dan tidak memberikan
kemungkinan bagi hakim untuk melakukan penafsiran.
Kemudian alliran modern atau aliran positif bertitik tolak pada aliran determinisme
yang menggantikan doktrin kebebasan berkehendak (the doctrine of free will).
Manusia dipandang tidak mempunyai kebebasan berkehendak, tetapi dipengaruhi
oleh watak lingkungannya, sehingga dia tidak dapat dipersalahkan atau
dipertanggungjawabkan dan dipidana.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 11
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Aliran ini menolak pandangan pembalasan berdasarkan kesalahan yang subjektif. Aliran
ini menghendaki adanya individualisasi pidana yang bertujuan untuk mengadakan
resosialisasi pelaku. Aliran ini menyatakan bahwa sistem hukum pidana, tindak pidana
sebagai perbuatan yang diancam pidana oleh undang-undang, penilaian hakim yang
didasarkan pada konteks hukum yang murni atau sanksi pidana itu sendiri harus tetap
dipertahankan. Hanya saja dalam menggunakan hukum pidana, aliran ini menolak
penggunaan fiksi-fiksi yuridis dan teknik-teknik yuridis yang terlepas dari
kenyataan sosial.
4. Causalitas
Berikan pendapat saudara, jika dibuhungkan dengan teori kausalitas yang terkait dengan
kasus di atas!
Jawaban:
Berdasarkan perbuatan yang dilakukan C (warga negara Indonesia) terhadap A (warga negara
Belanda), sudah dapat diputuskan bahwa C atas perbuatannya dinyatakan bersalah melakukan
pembunuhan berdasarkan Pasal 338 KUHP, dan dipidana 10 tahun penjara. Jadi, sebab C
melakukan pembunuhan terhadap A berakibat C dipidana 10 tahun penjara yang
didasarkan pasal 338 KUHP.
5. Sifat Melawan Hukum
Salah satu unsur dari tindak pidana adalah adanya unsur melawan hukum. Sifat melawan
hukum terbagi menjadi 2 (dua) jenis, yaitu sifat melawan hukum formil dan sifat melawan
hukum materil.
a. Adakah sifat melawan hukum formil dan materil dalam kasus di atas, jelaskan!
Jawaban:
Ada, yang menjadi sifat melawan hukum formil dalam kasus di atas adalah akibat
perbuatan C terhadap A telah tertulis dalam pasal 338 KUHP. Kemudian yang
menjadi sifat melawan hukum materil dalam kasus di atas adalah perbuatan C
terhadap A selain melawan hukum dalam pasal 338 KUHP juga merupakan
larangan dalam norma agama.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2014/2015
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 12
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
b. Dalam kasus ini, adakah ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsi negatif dan
fungsi positif!
Jawaban:
Ada, sifat melawan hukum materil dalam fungsi negatif bahwa berdasarkan perbuatan C
yang dilakukan terhadab A yang walaupun dalam keadaan mabuk. Dalam situasi dan
kondisi tersebut, dapat berakibat hilangnya akal C sehingga berdampak membunuh A.
Namun, yang berhak menentukan alasan pembenaran diluar peraturan perundang-
undangan adalah hakim, sehingga C walaupun membunuh dalam keadaan mabuk tetap
dipidana 10 tahun penjara yang didasarkan pada pasal 338 KUHP.
Kemudian berdasarkan kasus di atas sifat melawan hukum materil dalam fungsi positif
tidak ada.
c. Perlukah interprestasi unsur melawan hukum dari suatu rumusan delik dari kasus ini!
Jawaban:
Tidak perlu, karena unsur melawan hukum perbuatan yang dilakukan oleh C
terhadap A sudah dinyatakan secara tegas dalam pasal 338 KUHP yang berbunyi:
“Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan,
dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.” Berdasarkan pasal tersebut
maka C atas perbuatannya dinyatakan bersalah melakukan pembunuhan yang
didasarkan Pasal 338 KUHP, dan dipidana 10 tahun penjara.
Top Related