KATA PENGANTAR
Assamulaikum Wr. Wb.
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan nikamat dan
karunianya kepada kita semua. Kita mampu beraktivitas dalam rangka mendapat ridho
semata-mata atas pertolongan dan ma’unah-Nya. Shalawat dan salam kita haturkan pada
Nabi Muhammad SAW, keluarga, sahabat dan orang-orang yang mencitainya.
Alhamdulillah kami telah menyelesaikan rangkaian proses penelitian yang di
selenggarakan oleh Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang dalam kegiatan Penelitian Kompetitif Dosen tahun 2010. Adapun judul
penelitian yang kami angkat adalah “Penerapan E-Commerce Sebagai Upaya
Pengembangan Usaha Kecil & Menengah Yang Berdaya Saing Global (Studi Kasus Pada
Sentra Industri Keripik Tempe Sanan Kota Malang)”. Penelitian tersebut mengambil obyek
penelitian di Sanan Kota Malang.
Penelitian ini dapat terselesaikan tidak terlepas dari dorongan, bantuan dan kerjasama
dari beberapa pihak. Oleh karena itu, kami menyampaikan terima kasih dan doa
jazakumullah khoiro jaza’ antara lain kepada:
1. Prof. Dr. H. Imam Suprayogo selaku Rektor Universitas Islam Negeri (UIN)
Maulana Malik Ibrahim Malang
2. Prof. Dr. H. Mudjia Rahardjo selaku Wakil Rektor Bidang Akademik Universitas
Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
3. Dr. H. Saifullah, M.Hum selaku Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
4. Dr. Hj. Ulfah Utami selaku ketua Lemlit Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana
Malik Ibrahim Malang
5. Drs. H.A. Muhtadi Ridwan, MA selaku dekan Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
6. Segenap Pengusaha Keripik Tempe di Sanan Kota Malang
Kepada pihak Lembaga Penelitian Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik
Ibrahim Malang, kami menyampaikan apresiasi setulus-tulusanya yang telah memberikan
kesempatan menyelesaikan penelitian ini.
Akhirnya peneliti berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan informasi
dan pertimbangan dalam rangka meningkatkan kualitas sumberdaya manusia Perbankan
Syariah di Kota Malang serta dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Amin...
Wassamulaikum Wr. Wb.
Malang, 10 Desember 2010
Ketua Peneliti,
H. Slamet, MM., Ph.D
Nip. 196604121998031003
PENERAPAN E-COMMERCE SEBAGAI UPAYA
PENGEMBANGAN USAHA KECIL & MENENGAH
YANG BERDAYA SAING GLOBAL
(Studi Kasus pada Sentra Industri Keripik Tempe Sanan Kota Malang)
Slamet
Salim Al Idrus
Siswanto
Jurusan Manajemen - Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang
Abstract
Tujuan – Penelitian ini memiliki tujuan mendiskripsikan pemahaman dan kesadaran pengusahan
kripik tempe pada sentra industri keripik tempe Sanan Kota Malang. Faktor-faktor yang
mendorong dan menghambat implementasi sistem e-commerce diidentifikasi dalam rangka
merancang strategi implementasinya.
Desain/Metodologi/Pendekatan – Penelitian ini mengungkap pemahaman dan kesadaran
pengusaha dalam penggunaan sistem e-commerce sehingga dapat digunakan merancang strategi
implementasi. Berdasarkan maksud tujuan penelitian diatas, penelitian ini menggunakan
pendekatan inquiry. Informan penelitian adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam
pengelolaan usaha di sentra industri keripik tempe Sanan Kota Malang dengan teknik purposive
dan snowball.
Hasil – Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa para pengusaha keripik tempe di Sanan Kota
Malang dapat diklasifikasikan menjadi 3 karakteristik berdasarkan pemahaman dan pemanfaataan
teknologi informasi dalam sistem perdagangannya. Tiga karakteristik tersebut meliputi; sangat
familiar dalam penggunaan internet dan memanfaatkannya dalam e-commerce, sudah mengenal
internet namun belum memanfaatkan dalam sistem perdagangan e-commerce, dan kelompok
pedagang tradisional yang belum mengenal internet secara langsung kecuali generasi penerusnya.
Faktor penghambat pengembangan e-commerce pada keripik tempe di Sanan Kota Malang adalah
permasalah penguasaan teknologi dan informasi tentang manfaat dari implementasi sistem e-
commerce yang kurang baik. Guna mengatasi problem yang dihadapi pengusaha keripik tempe
tersebut dapat digunakan strategi aliansi antara lembaga pendidikan, dinas terkait dan provider.
Implikasi – Hasil penelitian memberikan beberapa masukan penting dalam rangka merancang
strategi pemanfaatan sistem e-commerce industri keripik tempe Sanan Kota Malang sehingga
memiliki daya saing global.
Orisinilitas/Value – Penelitian ini memiliki kontribusi pada pengembangan strategi dalam rangka
pengembangan memenangkan persaingan global bagi UKM
Keywords – E-Commerce, Strategy, Small-medium enterprises
i
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................................... 5
C. Signifikansi Penelitian ..................................................................................... 5
D. Batasan ............................................................................................................ 6
E. Kajian Riset Terdahulu ................................................................................... 6
BAB II : KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi UKM .................................................................................................. 11
B. Peran UKM di Indonesia ................................................................................ 13
C. Permasalahan UKM ...................................................................................... 15
D. Upaya Pengembangan UKM ........................................................................... 18
E. Penggunaan TIK pada UKM ........................................................................... 19
F. Definis e-commerce ....................................................................................... 22
G. Tipe-Tipe e-commerce ................................................................................... 23
H. Ruang Lingkup e-commerce .......................................................................... 24
I. Keuntungan Penggunaan e-commerce ........................................................... 25
J. Konsep Daya Saing Global ............................................................................ 27
K. Jaringan Usaha ............................................................................................... 29
BAB III : METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan penelitian ...................................................................... 37
B. Proses Penelitian ............................................................................................ 38
C. Proses Analasis Data ...................................................................................... 40
BAB IV : HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN
A. Profil Kampung Sanan .................................................................................... 41
B. Industri Tempe di Sanan Kota Malang .......................................................... 42
C. Pemahamana Pengusaha e-commerce ............................................................ 44
D. Praktik Sistem e-commerce ............................................................................ 46
E. Strategi Implementasi e-commerce ................................................................ 62
ii
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ..................................................................................................... 69
B. Saran ............................................................................................................... 70
Daftar Pustaka
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Usaha Kecil Menengah (UKM) merupakan tulang punggung dalam
peningkatan pertumbuhan perekonomian dan industri suatu negara (Tambunan,
2005), hampir 90% dari total usaha yang ada di dunia merupakan kontribusi UKM
(Lin, 1998). Sehingga banyak negara mengapresiasi keberadaan UKM termasuk
Indonesia. Secara umum ada tiga alasan utama yang mendasari pentingnya
keberadaan dan pengembangan UKM: (1) UKM mempunyai kinerja yang
cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif; (2)
UKM sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan
produktivitasnya melalui investasi dan perubahan teknologi; dan (3) UKM
memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas dibandingkan dengan usaha skala
besar (Berry, et.al., 2001). Selain itu, UKM di Indonesia telah memainkan peranan
penting terutama dalam penyerapan tenaga kerja, meningkatkan jumlah unit
usaha, dan mendukung pendapatan rumah tangga (Kuncoro, 2000; Tambunan,
2005).
Merujuk Kementerian Negara Koperasi dan UKM, jumlah UKM
mengalami peningkatan sebesar 2,88%. Pada tahun 2008, UKM mampu menyerap
tenaga kerja sebesar 90.896.270 orang atau 97,04% dari total penyerapan tenaga
kerja yang ada, jumlah ini meningkat sebesar 2,43% atau 2.156.526 orang
dibandingkan tahun 2007. Eksistensi dan peran UKM yang pada tahun 2008
mencapai 51,26 juta unit usaha, dan merupakan 99,99 persen dari pelaku usaha
nasional, dalam tata perekonomian nasional sudah tidak diragukan lagi, dengan
2
melihat kontribusinya dalam penyerapan tenaga kerja, pembentukan Produk
Domestik Bruto (PDB) Nasional, devisa nasional, dan investasi nasional
(http://www.depkop.go.id/). Secara umum UKM memberikan kontribusi yang
sangat besar terhadap penyerapan tenaga kerja, sehingga mempunyai peranan
signifikan dalam penanggulangan masalah pengangguran, sebagaimana yang
dinyatakan oleh Rafinaldi (2004), bahwa UKM mampu menyerap tenaga kerja
sebesar 50% dari total serapan secara nasional. Oleh sebab itu, UKM dapat
bertahan di masa krisi ekonomi. Ada 4 (empat) hal, UKM dapat bertahan yaitu (1)
sebagian besar UKM adalah menghasilkan barang konsumsi, khususnya yang
tidak bertahan lama; (2) mayoritas UKM lebih mengandalkan pada keuangan non
bank dalam aspek pendanaan; (3) UKM hanya memproduksi barang atau jasa
tertentu saja; dan (4) terbentuknya UKM baru sebagai akibat dari banyaknya
pemutusan hubungan kerja (Basri, 2003).
Melihat peranan UKM yang strategis bagi pertumbuhan ekonomi dan
industri di Indonesia, maka sudah selayaknya perlu digerakkan dan dikembangkan
karena potensinya yang besar dalam mendorong pertumbuhan ekonomi
masyarakat dan sekaligus menjadi tumpuan sumber pendapatan sebagian besar
masyarakat dalam meningkatkan kesejahteraannya (http://www.depkop.go.id/).
Sentra industri keripik tempe di kampung Sanan Kelurahan Purwantoro
Kecamatan Blimbing Kota Malang, merupakan salah satu dari sekian ribu bentuk
UKM di Indonesia yang juga perlu digerakkan dan dikembangkan secara strategis
pula. Walaupun produsen keripik tempe tidak terhitung berapa jumlahnya di
Indonesia, tetapi sentra industri keripik tempe Sanan sudah terkenal dan ia telah
dijadikan andalan kawasan pariwisata Kota Malang. Hampir seluruh penduduk
3
kampung Sanan ini sudah sejak puluhan tahun yang lalu bergiat sebagai produsen
tempe dan usaha ini sudah menjadi usaha turun-temurun (Rudi Adam dalam
http://www.sentraukm.com). Menurut data kajian Muhtadi (2010), sekitar 80,78%
dari jumlah produsen tempe di Sanan adalah tergolong usaha mikro dan
selebihnya tergolong usaha kecil. Rata-rata omzet per tahun sebesar Rp
411.710.526,-. Penyerapan tenaga kerja rata-rata setiap produsen tempe sebanyak
5 (lima) orang tenaga kerja. Pengrajin keripik tempe sendiri telah mencapai 40%
lebih dari jumlah pendudukan kampong Sanan (Wicaksono dalam
http://www.sentrakukm.com).
Walaupun industri keripik tempe di kampung Sanan dapat menopang
perekonomian keluarga dan dampaknya terhadap perekonomian nasional serta
merupakan kawasan andalan pariwisata Kota Malang, namun demikian mereka
masih menghadapi beberapa masalah, diantaranya (1) terkait dengan masalah
eksternal, seperti kenaikan harga kedelai, plastik, kardus (Suhartini, dalam
http://malangraya.web.id); (2) terkait masalah persaingan di antara pengrajin
keripik tempe yang kurang sehat (Wicaksono dalam
http://www.sentrakukm.com); dan (3) terkait masalah pemasaran, meskipun di
kampung Sanan sudah ada koperasi yakni Primpopti Bangkit Usaha, namun
koperasi ini tidak menangangi masalah pemasaran, tetapi hanya menangangi
masalah pasokan kedelai (Mashuri sekretaris Koperasi, dalam
http://www.sentrakukm.com). Beberapa masalah tersebut juga terjadi pada UKM
secara umum di Indonesia, misalnya (1) kurangnya akses permodalan, akses
teknologi dan informasi, akses pasar dan pemasaran, akses profesionalitas sumber
daya manusia, dan manajemen perusahaan (Ridha, 2009); dan (2) kurangnya
4
permodalan, sumber daya manusia yang terbatas, lemahnya jaringan usaha dan
kemampuan penetrasi pasar, iklim usaha belum sepenuhnya kondusif, terbatasnya
sarana dan prasarana usaha, implikasi otonomi daerah, implikasi perdagangan
bebas, sifat produk dengan lifetime pendek, dan terbatas akses pasar (Hafsah,
2004).
Melihat UKM mempunyai peranan yang sangat besar bagi peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan perekonomian suatu negara serta
sekaligus memperhatikan pelbagai masalah yang muncul, maka perhatian besar
harus diberikan kepada UKM agar mampu berdaya saing secara global. Dalam era
informasi saat ini, sistem e-commerce dianggap dapat membantu pertumbuhan
dan perkembangan UKM tersebut (Sarmila & Faridahanum, t.th). Yang mana
teknologi informasi dan komunikasi atau ICT (information communication
technology) adalah perangkat utama dalam sistem e-commerce dan perkembangan
ICT sendiri telah mampu merubah pola perilaku baik secara individu maupun
organisasi. Secara individu ICT telah merubah gaya hidup seseorang, seperti
orang bekerja dengan bantuan ICT, orang berbicara dengan sarana ICT, orang
berbelanja (shoping) melalui ICT, orang belajar dengan bantuan sarana ICT dan
lain sebagainya. Secara organisasi, ICT telah merubah pola dan model bisnis dari
model bisnis tradisional berubah ke model bisnis modern.
Oleh sebab itu, merujuk Maksoud (2003) UKM sudah semestinya
menggunakan ICT sesuai dengan level UKM. Tanpa hal ini, diyakini UKM akan
tetap lemah dibandingkan perusahaan besar dalam hal pemasaran, perdagangan,
keterampilan manajerial, dan sebagainya. Merujuk hasil kajian Sarmila &
Faridahanum (t.th), menyatakan bahwa faktor utama pentingnya penggunaan
5
sistem e-commerce pada UKM adalah meningkatnya kemampuan untuk
mendapatkan feedback dari pelanggan secara cepat selain penghematan biaya dan
perluasan pemasaran. Dalam konteks pemasaran, dengan sistem e-commerce,
usaha yang dijalankan secara kecil-kecilan juga dapat menembus baik pasa
domestic maupun global.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pemahaman dan kesadaran para pengusaha keripik tempe di
Kampung Sanan terhadap sistem e-commerce dalam rangka meningkatkan
kemampuan pemasaran produknya?
2. Sejauhmana sistem e-commerce telah dipraktikkan oleh para pengusaha
keripik tempe di Kampung Sanan dalam manajemen usahanya?
3. Faktor-faktor apa saja yang menjadi pendorong atau penghambat
implementasi sistem e-commerce pada para pengusaha keripik tempe di
Kampung Sanan?
4. Strategi implementasi e-commerce apa saja yang seharusnya dilakukan dalam
rangka meningkatkan daya saing usaha keripik tempe di Kampung melalui
implementasi e-commerce ?
C. Signifikansi Penelitian
1. Mendeskripsikan pemahaman tentang sistem e-commerce dan sekaligus
menilai kesadaran para pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan dalam
menggunakan sistem e-commerce untuk meningkatkan daya saing usahanya
melalui pemasaran berbasis ICT.
6
2. Mengidentifikasi penggunaan sistem e-commerce dalam mendukung
manajemen usaha dikalangan para pengusaha keripik tempe di Kampung
Sanan Malang.
3. Memberikan sumbangan kepada para pengusaha keripik tempe di Kampung
Sanan Kec. Blimbing Kota Malang tentang strategi-strategi pemanfaatan
sistem e-commerce yang sepatutnya digunakan dalam meningkatkan daya
saing usahanya pada era global saat ini.
D. Batasan
Secara teoritik penelitian ini hanya dibatasi pada masalah-masalah yang
terkait dengan penerapan sistem e-commerce yang relevan pada Usaha Kecil
Menengah (UKM). Penelitian ini dilakukan pada para pengusaha keripik tempe di
Kampung Sanan Kec. Blimbing Kota Malang.
E. Kajian Riset Terdahulu
Pada saat ini, siapa saja yang melakukan penelitian adalah bukan orang
yang pertama dalam melakukan penelitian dalam kajian ilmu tertentu. Untuk itu
perlu mengidentifikasi dan memahami hasil kajian yang pernah dilakukan oleh
fihak lain. Kajian dari hasil penelitian sebelumnya mempunyai peranan dan arti
penting bagi peneliti selanjut. Pertama, untuk menambah khazanah dan wawasan
keilmuan yang sebidang dan kedua untuk mengidentifikasi posisi penelitian yang
akan dilakukan. Berikut beberapa kajian dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan oleh pihak lain.
Kajian yang dilakukan oleh Arief Rahmana dengan judul Peranan
Teknologi Informasi dalam Peningkatan Daya Saing Usaha Kecil Menengah
(2009). Temuan dari hasil kajian menyatakan bahwa (1) pada dasarnya setiap
7
UKM telah memiliki komputer untuk membantu proses usahanya, yang berarti
mereka telah memahami pentingnya teknologi informasi untuk meningkatkan
produktivitasnya. Penggunaan ini sebagian besar pada bidang administrasi; dan
(2) penggunaan internet digunakan hanya untuk browsing dan email terutama
dalam berkomunikasi dengan konsumen. Peneliti menyimpulkan bahwa UKM
perlu memanfaatkan teknologi informasi untuk meningkatkan daya saingnya,
mengingat era globalisasi merupakan arena persaingan yang semakin kompetitif
dan bersifat mendunia.
Kajian yang dilakukan oleh Sarmila Md Sum & Faridahanun Othman
(2005) dengan judul Industri Kecil dan Sederhana (IKS) dan e-Dagang: Satu
Kajian Awal. Kajian ini dilakukan pada 20 IKS di Taman Industri Selaman, hasil
kajian menunjukkan bahwa hampir semua responden mengetahui tentang bisnis
secara elektronik yaitu e-dagang. Namun, tidak semua dari jumlah responden
yang menggunakan pelayanan dengan sistem e-Dagang dalam operasi bisnisnya.
Hanya 60% yang menggunakan sistem e-Dagang dalam operasi bisnisnya. Dari
60% tersebut hanya 30% yang menggunakan sistem e-Dagang bagi tujuan
mendapat pelayanan secara elektronik selain tujuan pemasaran. Tidak ada satupun
IKS yang tergantung secara penuh terhadap sistem e-Dagang bagi tujuan
pemasaran. Hal ini disebabkan masih rendahnya kepercayaan di kalangan IKS
terhadap kemampuan sistem e-Dagang dalam menarik minat pelanggan. Adapun
alasan para IKS yang telah menggunakan sistem e-Dagang diantaranya adalah (1)
untuk mendapatkan feed back secara cepat dari para pelanggan; dan (2) dapat
menembus pasaran baik domestik maupun global, dengan ini dapat meningkatkan
jumlah permintaan dan penambahan pelanggan.
8
Kajian yang dilakukan oleh Rosen (2000) menunjukkan 3 (tiga) kelebihan
utama sekiranya perusahaan menggunakan sistem e-Dagang dalam bisnisnya.
Pertama, perusahaan tidak memerlukan tempat yang besar dalam usahanya.
Kedua, tidak disibukkan terkait dengan pemilihan lokasi usaha. Dengan adanya
sistem e-Dagang merupakan salah satu cara penyelesaian terhadap pemilihan
lokasi usaha, di mana dalam bisnis konvensional lokasi merupakan masalah utama
yang perlu difikirkan oleh pengusaha bagi memulakan bisnis. Namun dengan
adanya sistem e-Dagang, lokasi terletak di seluruh dunia dan capai bisa dibuat
melalui internet dari mana saja. Dan ketiga adalah kecepatan menerima umpan
balik (feed back) dari para pelanggan. Hal ini berbeda dengan bisnis konvensional
di mana umpan balik dari pelanggan sangat lambat dan sukar diketahui. Namun
dengan sistem e-Dagang, umpan balik dari para pelanggan dapat diterima lebih
cepat baik melalui e-mail maupun ruangan feedback yang memang disediakan
oleh pengusaha dalam pelayanan e-Dagang bisnis mereka. Oleh sebab itu,
penggunaan sistem e-Dagang sangat sesuai dengan industri dengan skala kecil,
sehingga industri ini dapat bersaing secara baik dengan industri skala besar.
Kajian oleh Nazif (2003), menyatakan bahwa e-dagang mampu
memberikan kebaikan kepada pengguna, organisai dan masyarakat. Dengan
investasi yang rendah, perusahaan dapat mempromosikan produk hasil produksi
mereka kepada pelanggan di seluruh dunia, mencari suplair yang terbaik di
kalangan suplair yang ada dan membangun jaringan bisnis pada level nasional dan
global. Selain itu, biaya operasional yang terkait dengan pengeluaran, penyebaran
dan penyimpanan informasi dapat dikurangi.
9
E-dagang juga memberikan kemudahan bagi calon pembeli, hal ini
dinyatakan dalam kajian yang dilakukan oleh Mohd. Johari (2001). Manfaat yang
sangat menonjol dengan adanya e-dagang adalah memberikan kemudahan dan
peluang kepada calon pembeli, karena sebelum memutuskan untuk membeli, ada
peluang membincangkan bersama keluarga. Dengan wujudnya sistem e-dagang
calon pelanggan mendapatkan informasi yang menyenangkan dan utuh tentang
barang yang akan dibeli. Dengan informasi yang dimuat dalam sistem e-dagang,
calon pembeli dapat melakukan pilihan dan membuat keputusan secara betul.
Kajian yang dilakukan oleh Mohd. Sani (2000) lebih berfokus kepada
penglibatan IKS dalam pelayanan e-dagang. Perkembangan ekonomi digital dapat
membantu para pengusaha kecil untuk mengurangi biaya pembelian, hubungan
dengan pelanggan, logistik dan inventori, perencanaan pengeluaran dan mampu
membangun komunikasi dengan pelangaan yang ada dan atau calon pelanggan
potensial secara inten. Namun, berdasarkan kajiannya ditemukan bahwa sistem e-
dagang dalam lingkungan IKS kurang dimanfaatkan secara maksimal.
Sementara kajian yang dilakukan oleh A. Ridwan Siregar (2008)
menyimpulkan bahwa penggunaan teknologi informasi oleh UKM di negara maju
terus mengalami peningkatan, walaupun jumlah aplikasi sistem informasi yang
dikembangkan masih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang lebih besar.
Sedangkan pada negara berkembang, penggunaan teknologi informasi oleh UKM
masih tergolong rendah. Ada sejumlah faktor yang menjadi penyebabnya,
diantaranya yang menonjol adalah kurangnya pemahaman tentang manfaat yang
diperoleh dari penggunaan sistem informasi atau teknologi informasi, termasuk
persepsi pada manajer perusahaan tentang sistem informasi atau teknologi
10
informasi. Penggunaan teknologi informasi belum dipandang sebagai suatu
peluang untuk membuat perusahaan menjadi kompetitif.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Definisi Usahan Kecil Menengah (UKM)
Beberapa lembaga atau instansi bahkan undang-undang memberikan
definisi dan kriteria Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sedikit perbedaan dalam
penekanannya. Merujuk Penjelasan dari Undang-Undang No. 9 Tahun 1995
tentang Usaha Kecil menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan Usaha Kecil
tradisional adalah usaha yang menggunakan alat produksi sederhana yang telah
digunakan secara turun temurun, dan/atau berkaitan dengan seni dan budaya.
Sedangkan yang dimaksud dengan Usaha Menengah dan Usaha Besar meliputi
usaha nasional (milik negara atau swasta), usaha patungan, dan usaha asing yang
melakukan kegiatan ekonomi di Indonesia. Merujuk Undang-undang Nomor 20
Tahun 2008 tentang Usaha Mikro,
Kecil dan Menengah menyatakan bahwa usaha mikro adalah usaha
produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan, usaha kecil
adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian bank langsung maupun
tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar, dan usaha menengah adalah
usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri yang dilakukan oleh orang
perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang
perusahaan.
Adapun kriteria UKM yang dinyatakan oleh beberapa lembaga dan
undang-undang sebagaimana berikut :
12
1. Kantor Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, yang dimaksud
dengan usaha kecil adalah entitas usaha yang mempunyai kekayaan bersih
paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha, memiliki penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-.
Sementara usaha menengah merupakan entitas usaha milik warga negara
Indonesia yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200.000.000,-
s.d Rp 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan.
2. Badan Pusat Statistik memberikan definisi UKM dilihat dari jumlah tenaga
kerja. Usaha kecil merupakan entitas usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja
5 s.d 19 orang, sedangkan usaha menengah merupakan entitas usaha yang
memiliki tenaga kerja 20 s.d 99 orang.
3. UU No. 20 Tahun 2008, yang dimaksudkan dengan usaha kecil adalah entitas
yang memiliki kriteria (1) kekayaan bersih lebih dari Rp 50.000.000,- s.d Rp
500.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; dan (2)
memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300.000.000,- sd. Rp
2.500.000.000,- Sementara yang dimaksud dengan usaha menengah dalam UU
tersebut adalah entitas usaha yang memiliki kriteria (1) kekayaan bersih lebih
dari Rp 500.000.000,- s.d Rp 10.000.000.000,- tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; dan (2) memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari
Rp 2.500.000.000,- s.d Rp 50.000.000.000,-.
4. Undang-Undang No. 5 Tahun 1999, terdapat batasan terhadap UKM yaitu
yang dimaksud dengan usaha kecil adalah usaha yang (1) memiliki kekayaan
(aset) bersih Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha (2) hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-; (2) milik
13
warga Indonesia; (4) berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau
cabang perusahaan.
5. Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, yang dimaksud dengan Usaha Kecil
adalah memiliki kekayaan bersig paling banyak Rp 200.000.000,- tidak
termasuk tanah dan bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan
tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000,-; milik warga negara Indonesia;
berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai, atau berafisiliasi baik langsung maupun tidak
langsung dengan usaha Menengah atau Usaha Besar; berbentuk usaha orang
perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha
yang berbadan hukum, termasuk koperasi.
Pada prinsipnya, definsi dan kriteria UKM didasarkan pada aspek jumlah tenaga
kerja, pendapatan, dan jumlah aset.
B. Peran UKM di Indonesia
Sejarah perekonomian telah ditinjau kembali untuk mengkaji ulang
peranan UKM dalam perekonomian negara. Beberapa kesimpulan atau setidak-
tidaknya hipotesis telah ditarik mengenai hal ini. Pertama, pertumbuhan ekonomi
yang sangat cepat sebagaimana terjadi di Jepang, telah dikaitkan dengan besaran
sektor usaha kecil. Kedua, dalam penciptaan lapangan kerja di Amerika Serikat
sejak perang dunia ke-11, sumbangan UKM ternyata tak dapat diabaikan
(Anderson dalam Partomo & Soejoedono, 2002).
Negara-negara berkembang telah mengubah orientasinya ketika melihat
pengalaman di negara-negara industri maju tentang peranan dan sumbangan UKM
dalam pertumbuhan ekonomi. Penanganan UKM, tampanya telah lama menjadi
14
prioritas perhatian beberapa negara maju dan negara berkembang di dunia. Hal ini
sebagaimana diungkapkan oleh Idrus (1999), bahwa berbagai perhatian untuk
mengembangkan para entrepreneur telah dilakukan baik di negara berkembang
maupun di negara maju. Strategi (overall plan) yang digunakan juga berbeda-beda
pada masing-masing negara. Di negara seperti Amerika Serikat, Inggris, Jepang,
Kanada, Australia, Jerman dan Hongkong, pengembangan entrepreneur dilakukan
dengan cara laissez faire (bebas tanpa intervensi). Namun keberpihakan kepada
para entrepreneur kecil (small enterprise), jelas terlihat untuk meningkatkan
efisien, produktiitas dan kemampuan bersaing dari para entrepreneur kecil
tersebut. sedangkan di negara berkembang seperti India, Malaysia, Korea Selatan
dan Indonesia mengorientasikan pengembangan entrepreneur ke arah employment
oriented.
Adapun peran UKM di Indonesia menurut Urata (2000:1) adalah sebagai
berikut:
(a) Memiliki kontribusi utama dalam aktivitas ekonomi; dalam mana
UKM didefinisikan sebagai perusahaan yang memiliki nilai penjualan
sebesar Rp 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar) dalam satu tahun;
sebanyak 99,99% dari total perusahaan termasuk kelompok UKM;
sebanyak 99,94% pekerja bekerja di sektor ini; sumbangannya terhadap
GDP sebesar 59,36%; (b) penggerak peluang kerja yang atraktif; (c) peran
kunci dalam pembangunan ekonomi daerah; (d) menciptakan pasar baru
dengan bersumber inovasi teknologi; dan (e) memiliki kontribusi untuk
memperbaiki neraca pembayaran internasional.
Bukti lain tentang pentingnya peranan usaha kecil bagi penciptaan
lapangan kerja sebagaimana diungkapkan oleh Ria Ananta Ariawati, Ketua
Laboratorium Fakultas Ekonomi Universitas Padjajaran Bandung, bahwa:
“99% jumlah usaha di tanah air terkelompok dalam usaha kecil yang
mempekerjakan 88,3% dari seluruh tenaga kerja di Indonesia sedangkan
15
11,7% terkelompok dalam usaha menengah umum. Dari usaha itu usaha
kecil di bidang pertanian sekitar 57,92% diikuti sektor perdagangan
24,26%, industri pengolahan 7% dan sektor jasa 5%. Sedangkan sisanya
terbesar di beberapa sektor usaha” (Kompas, 8 April 2000).
Pandangan serupa dikemukakan oleh Presiden Direktur Basowa Group, M.
Aksa Mahmud, bahwa “agar perekonomian nasional tetap berjalan, maka
pemerintah seharusnya lebih peduli pada UKM. Sebab urat nadi kemajuan
pertumbuhan ekpor maupun ekonomi Indonesia secara keseluruhan pada tahun
2000 adalah UKM. Selama tahun tersebut, ekspor tumbuh 30 persen terutama
karena sumbangan UKM”.
Lebih lanjut ia mengemukakan, bahwa:
“Selama krisis ekonomi, UKM merupakan kekuatan ekonomi Indonesia,
sebaliknya pengusaha besarlah yang menyebabkan ekonomi Indonesia
ambruk. Dan sejarah juga membuktikan, bahwa di negara manapun yang
berpenduduk padat, seperti Cina dan India, kekuatan utamanya terletak
pada UKM atau ekonomi kerakyatan. Bahkan Korea pun kekuatan
ekonominya ditopang oleh UKM dan bukan konglomerat” (Republika, 2
Januari 2001).
C. Permasalahan Usaha Kecil dan Menengah (UKM)
UKM merupakan bagian integral dunia usaha nasional mempunyai
kedudukan, potensi, dan peranan yang sangat penting dan strategis dalam
mewujudkan tujuan pembangunan nasional pada umumnya dan tujuan
pembangunan ekonomi pada khususnya. Sumbangan UKM dalam pembangunan
ekonomi nasional ditunjukkan kepada kontribusinya terhadap Produk Domestik
Bruto (PDB) Indonesia. Merujuk data statistik usaha kecil dan menengah tahun
2007-2008, disebutkan bahwa pada tahun 2007 proporsi kontribusi UMKM
sebesar 56,23%, kontribusi usaha mikro sebesar 32,27%, kontribusi usaha kecil
sebesar 10,29%, kontribusi usaha menengah sebesar 13,67%, dan kontribusi usaha
16
besar sebesar 43,77%. Sementara pada tahun 2008, proporsi kontribusi UMKM
sebesar 55,56%, kontribusi usaha mikro sebesar 32,05%, kontribusi usaha kecil
sebesar 10,08%, kontribusi usaha menengah sebesar 13,43%, dan kontribusi usaha
besar sebesar 44,44%
Namun kenyataan menunjukkan bahwa UKM masih belum dapat
menunjukkan kemampuan dan peranannya secara optimal. Hal ini disebabkan
oleh kenyataan bahwa UKM masih menghadapi berbagai hambatan dan kendala,
baik yang bersifat eksternal maupun internal, dalam bidang produksi dan
pengolahan, pemasaran, permodalan, sumber daya manusia, dan teknologi serta
iklim usaha yang belum mendukung perkembangannya. Menurut Hafsah (2004),
permasalahan yang dihadapi oleh UKM dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1)
faktor internal. Masalah yang tergolong faktor internal meliputi (a) kurangnya
permodalan; (b) terbatasnya sumber daya manusia; dan (c) lemahnya jaringan
usaha dan kemampuan penetrasi pasar. Dan (2) faktor eksternal. Masalah yang
tergolong faktor eksternal meliputi (a) iklim usaha belum sepenuhnya kondusif;
(b) terbatasnya sarana dan prasarana usaha; (c) implikasi otonomi daerah; (d)
implikasi perdagangan bebas; (e) sifat produk dengan lifetime pendek; (f)
terbatasnya akses pasar.
Sementara merujuk Mohammad Ridha (2009), ia menyatakan bahwa
aspek-aspek yang menjadi kendala bagi UKM adalah akses permodalan, akses
teknologi dan informasi, akses pasar dan pemasaran, akses profesionalitas sumber
daya manusia, dan kurangnya profesionalisme manajemen perusahaan.
Mohammad Ridha lebih lanjut menyatakan bahwa penyebab lemahnya faktor-
faktor tersebut adalah lemahnya karakter jiwa kewirausahaan yang demiliki dan
17
belum kokohnya peranan manajerial dalam mengelola usaha pada lingkungan
yang sedang berubah. Merujuk Sritomo W. Soebroto (2003) salah satu faktor
yang menjadi titik lemah UKM adalah masalah struktur organisasi. UKM yang
terbentuk berdasarkan semangat usahawan, biasa mengorganisasikan dirinya
dengan mengikuti prinsip organisasi tradisional dan memiliki tipikal konfigurasi
sederhana. Namun, dengan organisasi yang tertata dan dirancang sejak awal akan
lebih efektif. Tantangan global dengan segala macam paradigma perubahannya,
mengharuskan sektor UKM untuk lebih pekah mengantisipasi dan
mengakomodasi perubahan yang dirancang secara efektif dan rapi.
Berdasarkan beberapa masalah dasar yang dihadapi oleh UKM masih
ditambah lagi pelbagai masalah baru terkait perkembangan teknologi informasi
dan komunikasi yang begitu pesat dan bersifat global. Dengan perkembangan ini,
mau tidak mau UKM dihadapkan pada masalah baru yang mesti dihadapi.
Misalnya kurangnya pemahaman dan persepsi tentang manfaat dari penggunaan
TIK dalam pengembangan UKM (Siregar, 2008). Penggunaan TIK juga harus
didukung oleh software yang relevan dengan konteks. E-commerce adalah sistem
software yang relevan dalam konteks organisasi bisnis. Banyak kajian yang telah
menyatakan manfaat sistem e-commerce pada UKM. Namun demikian tidak
sedikit para pengusaha pada sektor UKM yang sadar terhadap manfaat sistem e-
commerce untuk pengembangan usaha dalam skala global (Sarmila &
Faridahanum, tth).
Berangkat dari masalah UKM yang bersifat mendasar, juga ditambah
dengan masalah terkait dengan pemahaman, persepsi dan kesadaran tentang
18
perkembangan TIK, yang seungguhnya memberikan salah satu solusi untuk
meningkatkan daya saing usahanya.
D. Upaya Pengembangan Usaha Kecil & Menengah
Merujuk UU No. 9 Tahun 1995, pembinaan dan pengembangan adalah
upaya yang dilakukan oleh pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat melalui
pemberian bimbingan dan bantuan perkuatan untuk menumbuhkan dan
meningkatkan kemampuan UKM agar menjadi usaha yang tangguh dan mandiri.
Pembinaan dan pengembangan difokuskan kepada produksi, pemasaran, sumber
daya manusia, dan teknologi.
Mohammad Jafar Hafsah (2004) mengusulkan beberapa hal terkait dengan
upaya pengembangan UKM, diantaranya adalah (1) penciptaan iklim usaha yang
kondusif; (2) bantuan permodalan; (3) perlindungan usaha; (4) pengembangan
kemitraan; (5) pelatihan; (6) membentuk lembaga khusus; (7) memantapkan
asosiasi; dan (8) mengembangkan promosi. Sedangkan dalam www....... ada
beberapa hal yang perlu bantuan sebagai upaya pengembangan terhadap UKM.
Beberapa dimaksud diantaranya adalah (1) bantuan pembiaya operasional UKM;
(2) penggunaan teknologi; (3) pemberian pelatihan; (4) pelayanan konsultan; (5)
bantuan pemasaran; dan (6) bantuan manajemen operasional bisnis.
Sementara Mohammad Ridha (2009) mengusulkan upaya pengembangan
UKM adalah dengan cara membangun jaringan pemasaran relasional. Hal
didasari oleh pemikiran bahwa (1) 95% sektor usaha di sektor primer adalah
UKM; dan (2) keberhasilan UKM ditentukan dari segi kemampuannya
mengidentifikasi kebutuhan dan keinginan pasar sasarannya. Yang mana
pemasaran relasional bermaksud untuk membangun hubungan baik dengan
19
konsumen, sebab (1) perilaku pembelian konsumber semakin beragam, persaingan
semakin tajam, kemajuan teknologi semakin pesat; (2) pemasaran dihadapkan
pada konsumen yang semakin kritis, dinamis, tuntutan beragam, sulit ditebak
keinginannya; dan (3) mempertahankan konsumen yang ada jauh lebih penting
dan murah daripada mencari konsumen yang baru.
E. Penggunaan Teknologi Informasi & Komunikasi bagi Sektor Usaha
Kecil & Menengah
Sebelum membicarakan penggunaan teknologi informasi & komunikasi
(TIK) bagi sektor usaha kecil & menengah (UKM), sangat penting untuk
membicarakan apa yang dimaksud dengan TIK itu sendiri agar dapat difahami
secara utuh, termasuk fungsi dan peranannya dalam sebuah organisasi.
Teknolgi Informasi adalah teknologi berkaitan dengan pengumpulan,
penyimpanan, pemprosesan, penyebaran, dan pencarian kembali informasi secara
elektronik (Abdul Razak et al. 2003), yang mana pemprosesan tersebut tertanam
dalam perangkat keras dan perangkat lunak komputer, proses data dan sistem
komunikasi data (IDB 2003). Sementara, ICT merujuk kepada definisi utama
teknologi informasi itu sendiri dan teknologi telekomunikasi serta kawasan
broadcasting yang meliputi internet dan peralatan elektronik pelanggan, seperti
handhpone dan personal digital assitants atau PDA’s (IDB 2003), sesemuanya
meliputi perangkat keras, perangkat lunak, database, jaringan, dan piranti-piranti
elektronik lainnya (Turban et al. 2008).
Namun, ketika membincangkan teknologi informasi sudah pasti
membincangkan sistem informasi (Ward & Peppard 2002; Turban et al. 2008).
Meskipun kedua istilah tersebut mempunyai makna dan tujuan yang berbeda
20
(Hackney et al. 2000; Ward & Peppar 2002; Kadir 2003; Urumsah 2004).
Teknologi informasi tidak akan bisa digunakan oleh sebuah organisasi, ketika
belum wujud sistem informasi. Sebaliknya sistem informasi tidak dapat diciptakan
ketika tidak ada teknologi informasi. Oleh sebab itu, kedua hal ini ibarat uang
logam yang mempunyai dua sisi yang berbeda tetapi satu kesatuan yang utuh.
Merujuk definisinya, sistem informasi merupakan tindakan mengumpulkan,
memproses, menyimpan, menganalisis dan menyebarluaskan informasi dengan
maksud khusus (Oetomo 2002; Turban et al. 2008). Kadir (2003) mendefinisikan
sistem informasi merupakan sekumpulan orang, teknologi, prosedur kerja dan
informasi untuk mencapai tujuan. Sekumpulan elemen berkenaan saling berkait
erat satu sama lain dalam membentuk satu kesatuan untuk mengintegrasikan data,
memproses, menyimpan dan menyebarluaskan maklumat (Oetomo 2002). Pada
intinya, sistem informasi adalah mengautomatikkan proses manusia dan mekanik
sedia ada menjadi lebih cepat secara logik dan sistem terintegrasi (Clarke 2005).
Di lihat dari sisi penggunaannya pada sektor UKM relatif lambat
berbanding perusahaan-perusahaan dengan skala besar, Penggunaan TIK pada
UKM cenderunga hanya untuk meningkatkan kecepatan dan efisiensi, sementara
pada perusahaan skala besar lebih mengarah kepada mengurangi struktur
manajemen dan mendelegasikan pengambilan keputusan ke level bawah
(Freedman, 1996). Denganp perkembangan TIK yang begitu cepat dan berfungsi
sebagai alat strategi bagi bisnis (Jogiyanto, 2005), maka penggunaan TIK pada
UKM semakin pesat yang kemudian harus melakukan mutasi dari sistem manual
ke sistem komputer yang lebih canggih dalam waktu yang relatif singat. Merujuk
kepada Arief Rahmana (2009), namun saat ini hampir seluruh UKM telah
21
menggunakan TIK. Berdasarkan kajian Arief Rahmana (2009) menyatakan bahwa
secara urut tingkatan penggunaan TIK sebagian besar untuk membantu
administrasi, desain produk, pemasaran, proses produksi, dan lainnya. Sementara,
penggunaan internet secara urut adalah untuk browsing, email, website, LAN, e-
business, dan pertukaran data atau EDI (electronic data interchange). Arief
Rahmana lebih lanjut menyatakan ada tiga fungsi utama TIK bagi proses bisnis
UKM, yaitu :
a. Media Komunikasi. TIK dapat digunakan sebagai media komunikasi dengan
berbagai pihak. Komunikasi ini bisa dengan cara berbagai macam, misalnya
chating, e-mail, dan jejaring sosial lainya.
b. Media Promosi. TIK dapat digunakan sebagai sarana promosi jasa atau produk
yang diawarkan oleh UKM. Promosi ini bisa dilakukan melalui berbagai cara,
misalnya (1) website, UKM bisa membuat website bagi jasa atau produk yang
akan dijual; (2) mailing list, UKM bisa mengirimkan promosi jasa atau produk
dalam bentuk e-mail ke mailing list yang relevan dengan yang ditawarkan; dan
(3) chat, UKM juga bisa menggunakan sarana chatting untuk menawarkan
produk atau jasa yang dihasilkan.
c. Media Riset. Fungsi lain dari TIK bagi UKM adalah untuk melakukan riset
dan perbandingan. UKM harus mampu memanfaatkan TIK untuk riset agar
bisa mengetahui seberapa jauh keunggulan produknya di banding produk
sejenis lain yang sudah ada. Fungsi riset disini juga bisa digunakan untuk
mencari formula baru untuk memperkuat mutu dari produk atau jasa. Riset
juga berguna untuk mengetahui apa yang sedang dkerjakan oleh kompetitor
pada produk yang sejenis.
22
F. Definsi E-Commerce
Istilah e-commerce baru dikenal beberapa tahun terakhir, namuna
sesungguhnya telah ada dalam bentuk lain, misalnya EDI (electronic data
interchange) dan EFT (electronic fund transfer). Kedua sistem ini mengawali
munculnya istilah e-commerce. Komersialisasi dan privatisasi internet merupakan
pendorong utama dan menjadi dasar pertumbuhan sistem e-commerce.
Infrastruktur digital yang menyediakan sarana efisien untuk komunikasi dan
pertukaran informasi menjadi media baru yang menarik untuk e-commerce. Di
masa lalu, dunia bisnis melakukan aktivitas melalui jaringan khusus, tetapi dengan
pertumbuhan internet yang sudah meluas telah mampu merubah paradigma para
pelaku bisnis dalam melakukan bisnisnya.
Ketika mengkaji istilah e-commerce, definsi e-commerce sendiri diartikan
sangat bervariatif. E-commerce merupakan konsep baru yang digambarkan
sebagai proses jual beli barang atau jasa pada web site (www). Merujuk Turban et
al (2008) Electronic commerce (EC atau e-commerce) menggambarkan proses
membeli, menjual, mentransfer, melayani, atau tukar produk, jasa, informasi
melalui jaringan komputer termasuk di dalamnya internet. Sementara, e-business
merujuk definisi besar e-commerce sendiri, e-business tidak saja membeli dan
menjual barang atau jasa, tetapi juga melayani pelanggan, bekerjasama dengan
partner bisnis, melakukan e-learning, dan melakukan transaksi elektronik dalam
sebuah organisasi.
Dalam http://www.investorwords.com/1678/electronic_commerce.html
disebutkan bahwa e-commerce membeli dan menjual produk atau jasa oleh
organisasi bisnis dan pelanggan melalui internet. Sementara dalam
23
http://en.wikipedia.org/wiki/Electronic_commerce dinyatakan bahwa e-commerce
merupakan pengetahuan umum yang meliputi membeli dan menjual produk atau
jasa melebihi sistem elektronik seperti internet dan jaringan komputer lainnya.
Menurut Gary Coulter dan John Buddemeir, e-commerce berhubungan dengan
penjualan, periklanan, pemesanan produk, yang semuanya dikerjakan melalui
internet.
Dari beberapa definisi tersebut, e-commerce dapat didefinisikan dari
beberapa perspektif (1) komunikasi. Pengiriman barang, jasa, informasi, atau
pembayaran melalui jaringan komputer atau sarana elektronik lainnya; (2)
perdagangan. Penyediaan sarana untuk membeli dan menjual produk, jasa, dan
informasi melalui internet atau fasilitas on-line lainnya; (3) proses bisnis.
Menjalankan proses bisnis secara elektronik melalui jaringan elektronik,
menggantikan proses bisnis fisik dengan informasi; (4) layanan. Cara bari
pemerintah, perusahaan, konsumen, dan manajemen untuk memangkas biaya
pelayanan/operasi sekaligus meningkatkan mutu dan kecepatan layanan bagi
konsumen; (5) pembelajaran. Sarana pendidikan dan pelatihan on-line untuk
sekolah, universitas, dan organisasi lain termasuk perusahaan; (6) kolaborasi.
Metode kolaborasi antar dan intra organisasi; dan (7) komunitas. Tempat
berkumpul (mangkal) bagi anggota suatu masyarakat untuk belajar, mencari
informasi, melakukan transaksi, dan berkolaborasi.
G. Tipe-tipe E-Commerce
Transaksi e-commerce dapat dilakukan antara berbagai pihak. Merujuk
berbagai sumber, salah satunya Turban et., al (2008) disebutkan 8 (delapan) tipe,
diantaranya adalah (1) business-to-busines (B2B). Dalam transaksi B2B, baik
24
penjual dan pembeli adalah organisasi bisnis; (2) Collaborative commerce (c-
commerce). Dalam c-commerce, kerjasama partner bisnis (lebih dari membeli dan
menjual) secara elektronik. Seperti kerjasama yang dilakukan secara frekuensi
antara dan diantara partner bisnis berdasarkan mata rantai bisnis; (3) business-to-
customer (B2C). Dalam B2C, penjual adalah organisasi dan pembeli adalah
individu, B2C juga disebut dengan e-tailing; (4) Consumber-to-Consumer (C2C).
Dalam C2C, individu menjual produk atau jasa kepada individu lainnya; (5)
Business-to-business-to-consumer. Dalam kasus ini sebagai bisnis penjual untuk
organisasi bisnis tetapi pengantarannya produk atau jasa untuk individu; (6)
Consumer-to-business (C2B). Dalam C2B, consumer membuat tahu tentang
keperluan produk atau jasa, dan suplair memenuhi untuk menyediakan produk
atau jasa untuk customer; (7) Intrabusines (intraorganizational) commerce.
Dalam kasus ini sebuah organisasi menggunakan e-commerce secara internal
untuk memperbaiki operasinya; dan (8) Government-to-cotozens (G2C) and to
Other. Dalam kasus ini suatu pemerintahan menyediakan pelayanan kepada warga
negaranya melalui e-commerce. Pemerintah dapat melakukan bisnis dengan
pemerintah lainnya (G2G) atau dengan organisasi bisnis (G2B).
H. Ruang Lingkup e-Commerce
Banyak aplikasi dalam e-commerce yang didukung oleh infrastruktur,
seperti perangkat keras, perangkat lunak, jaringan, tingkatan browser untuk
multimedia, dan juga didukung oleh lima pilar. Kelima pilar tersebut adalah
orang, kebijakan publik, pemasaran dan periklanan, dukungan pelayanan, dan
kerjasama bisnis. Ruang lingkup e-commerce secara terperinci ditunjukkan pada
gambar berikut :
25
Sumber : Turban, et., al (2008)
Gambar 1 Kerangka e-Commerce
I. Keuntungan Penggunaan Sistem e-Commerce
Keuntungan e-Commerce dapat dilihat dari dua sisi. Pertama dari sisi
pembisnis (pengusaha) dan kedua dari sisi pelanggan (customer) (Turban et., al
2008). Secara ringkas dijelaskan sebagai berikut :
a. Keuntungan e-Commerce bagi Pembisnis :
1) Perusahaan dapat mengjangkau pelanggan seluruh dunia. Dengan
memperluas jangkauan bisnis sama halnya meningkatkan keuntungan;
2) Pelaku bisnis dapat mengumpulkan informasi mengenai para
pelanggannya melalui penggunaan cookies. Cookies membantu operator
website untuk mengumpulkan informasi mengenai kebiasaan membeli
yang dilakukan oleh sekelompok orang. Informasi tersebut tidak terhingga
26
nilainya bagi bisnis, karena informasi tersebut menjadikan pelaku bisnis
membuat target periklanannya lebih baik dengan informasi yang lebih baik
mengenai demografis;
3) Menawarkan pengurangan sejumlah biaya tambahan. Sebuah perusahaan
yang melakukan bisnis di internet akan mengurangi biaya tambahan
karena biaya tersebut tidak digunakan untuk gedung dan pelayanan
pelanggan (customer services), jika dibandingkan dengan jenis bisnis
tradisional. Hal ini membantu perusahaan dalam meningkatkan
keuntungannya.
4) Perbaikan rantai pasokan
5) Penambahan jam operasi perusahaan selama 24 jam
6) Kustomisasi
7) Model bisnis baru
8) Spesialisasi vendor
9) Kecepatan time-to-market
10) Biaya komunikasi/koordinasi lebih rendah
11) Efisien pengadaan
12) Meningkatkan hubungan dengan konsumen
b. Keuntungan e-Commerce bagi Pelanggan :
1) Melakukan transaksi bisnis dapat dilakukan secara mudah. Seorang
pembeli di internet dapat menggunakan komputer pribadinya kapan saja
dan dimana saja. Sehingga seorang pembeli tidak perlu mengantri bahkan
meninggalkan rumah, yang dilakukan hanya dengan mengklik sebuah
27
produk yang ingin dibelinya, memasukkan informasi kartu kreditnya,
kemudian menunggu produk datang melalui jasa pengantaran;
2) Pengurangan biaya.
3) Lebih banyak pilihan produk dan jasa
4) Harga lebih murah
5) Pengiriman/penyampaian dapat dilakukan dengan segera
6) Ketersediaan informasi
7) Kesempatan berpartisipasi
8) Personalisasi, sesuai selera.
Secara ringkas keuntungan e-commerce adalah sebagai berikut :
1) Bagi konsumen : harga lebih mudah, belanja cuku pada satu tempat
2) Bagi pengelola bisnis : efisiensi, tanpa kesalahan, tepat waktu.
3) Bagi manajemen : peningkatan pendapatan, loyalitas pelanggan.
J. Konsep Daya Saing Global
Daya saing dapat didefinisikan sebagai kemampuan untuk
mempertahankan pangsa pasar. Kemampuan ini sangat ditentukan oleh faktor
suplai yang tepat waktu dan harga yang kompetitif. Secara berjenjang, suplai tepat
waktu dan harga yang kompetitif dipengaruhi oleh dua faktor penting lainnya,
yaitu fleksibilitas (kemampuan untuk melakukan adaptasi terhadap keinginan
konsumen) dan manajemen differensiasi produk. Begitu pula halnya dengan
fleksibilitas dan differensiasi produk dapat dicapai sepanjang adanya kemampuan
untuk melakukan inovasi dan adanya efektivitas dalam sistem pemasaran.
Korelasi antara faktor-faktor tersebut di atas disajikan pada gambar 2.
28
Di samping itu, berdasarkan gambar di atas, daya saing mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan produktivitas perusahaan dan
memperluas akses pasar. Hal ini akan bermuara kepada peningkatan omzet
penjualan dan profitabilitas perusahaan.
Sumber : Rahmana (2009)
Gambar 2 : Konsep Daya Saing
Peningkatan Produktifitas
Perluasan pasar
DAYA SAING
Kemampuan untuk mempertahankan pangsa pasar
Suplai tepat waktu Harga yang kompetitif
Fleksibilitas Manajemen Differensiasi produk
Kapasitas inovatif Efektifitas sistem pemasaran
29
K. Jaringan Usaha
Jaringan usaha dalam pengertian yang umum merupakan terjemahan dari
kata network, yang penekanannya lebih pada usaha atau kerja dalam hubungan
antar simpul, antar unit kerja, dan atau antar perusahaan sebagaimana halnya
ditunjukkan oleh cara bekerjanya sebuah jaring. Pemahaman inilah yang
kemudian dipergunakan sebagai analogi untuk menjelaskan jaringan usaha dalam
konteks teori modal sosial.
Lawang (2004) dengan jelas menguraikan bahwa, dalam suatu ikatan antar
simpul (orang atau kelompok) yang dihubungkan oleh media (hubungan sosial),
maka hubungan sosial itu diikat dengan kepercayaan, boleh dalam bentuk
strategik, boleh pula dalam bentuk moralistik. Kepercayaan itu dipertahankan oleh
norma yang mengikat kedua belah pihak. Kemudian, dalam suatu usaha antar
simpul yang melalui media hubungan sosial menjadi kerjasama, bukan kerja
bersama-sama, maka kepercayaan simbiotik bilateral dan kepercayaan
interpersonal masuk dalam kategori ini. Semakin kuat jaringan kerja yang dapat
dijalin antarsimpul, tentunya akan lebih kuat menahan beban bersama. Dalam
jaringan kerja itu ada ikatan (simpul) yang tidak dapat berdiri sendiri, setiap dan
semua simpul menjadi satu kesatuian dan ikatan yang kuat. Ini berarti, antara
media dan simpul tidak dapat dipisahkan. Pengikat atau simpul dalam modal
sosial adalah norma yang mengatur dan menjaga bagaimana ikatan dan medianya
itu dipelihara dan dipertahankan.
Perhatian terhadap jaringan usaha tersebut dari waktu ke waktu dirasakan
makin diperlukan karena akan mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan.
Jaringan usaha ini meliputi sejumlah relasi, baik relasi horizontal maupun vertikal,
30
dengan berbagai organisasi seperti pemasok, pelanggan, pesaing, atau lembaga
lain apakah dalam industri yang sama maupun pada industri berbeda (Gulati, et
al., 2000).
Dalam perspektif ekonomi dan bisnis, jaringan usaha merupakan suatu
sistem tertutup dan didefinisikan sebagai kelompok perusahaan yang bekerjasama
dalam mengembangkan proyek bersama (Asian Development Bank, 2001).
Pengertian ini berbeda dengan klaster industri yang merupakan suatu sistem
terbuka. Klaster industri melibatkan lebih banyak pelaku dan merupakan
kelompok perusahaan yang saling terhubung dan berdekatan secara geografis
dengan institusi terkait dalam bidang tertentu, sedangkan jaringan usaha tidak
harus terkonsentrasi secara geografis.
Sjaifuddin (1996) dalam Soen’an (2002) mendefinisikan jaringan usaha
sebagai alat yang dapat dipergunakan untuk melepaskan usaha, utamanya di
sektor industri manufaktur dari keterbatasan sumber daya yang sering menjadi
faktor penghambat bagi perusahaan untuk berkembang. Definisi ini tidak
menjelaskan apa dan bagaimana alat tersebut dipergunakan oleh suatu perusahaan
untuk menghindar dari keterbatasan sumber daya yang dipandang menghambat
usahanya, sehingga definisi ini sulit diimplementasikan. Sedangkan menurut
Soen’an (2002) jaringan usaha dimaksudkan sebagai suatu bentuk organisasi di
bidang ekonomi antar unsur ataupun antar unit, baik dalam intraorganisasi
maupun antarorganisasi. Unsur-unsur tersebut dapat berupa unit usaha atau non
unit usaha yang merupakan unsur dalam rangkaian yang memfasilitasi
pengoperasioan unit usaha. Bentuk keterkaitan unit usaha tersebut dapat berupa
31
komunikasi informal di antara unit usaha, asosiasi, dan kerjasama usaha (joint
venture).
Namun jaringan usaha itu tidak selalu sama dalam bentuk joint venture.
Pada prinsipnya, dalam joint venture beberapa perusahaan digabung dalam satu
nama, sedangkan pada jaringan usaha nama masing-masing perusahaan tetap
dipertahankan, walaupun mereka memiliki kepentingan bersama dalam urusan
tertentu. Jaringan usaha. Pada umumnya terbentuk atas dasar upaya mencari
terobosan-terobosan baru dalam menghadapi berbagai kendala yang jika diperoleh
cara mengatasinya akan menjanjikan keberhasilan dan peluang baru bagi
pengembangan bisnis.
Di dunia bisnis, etika menjadi sangat penting. Etika yang dilandasi oleh
kejujuran merupakan pegangan bersama dan menjadi rambu-rambu dalam
melakukan kemitraan usaha. Sukses tidaknya sebuah kemitraan usaha sangat
tergantung kepada apakah para pengusaha berpegang pada rambu-rambu tersebut.
Utaminingsih (2002) menjelaskan bahwa kemitraan usaha terwujud
melalui proses yang panjang, bertahap, dan memerlukan kerja keras dari pihak-
pihak yang bermitra. Prosesnya dapat dianalogikan dengan proses hubungan dua
orang yang hendak mempertimbangkan untuk hidup berumah tangga, yaitu
melalui tahap pacaran, tunangan, dan tahap pernikahan.
Pada tahap pacaran, pihak-pihak terkait melakukan penjajagan keandalan
masing-masing pihak untuk dijadikan sebagai mitra usaha. Keikutsertaan
perusahaan dalam ISO misalnya, dapat dijadikan sebagai persyaratan untuk
membangun kemitraan usaha. Pada tahap ini masing-masing pihak melakukan
32
penjajagan paradigma, core belief dan core values yang dapat dipergunakan
masing-masing pihak dalam bermitra.
Pada tahap tunangan, masing-masing pihak meningkatkan keeratan
kemitraan usaha dengan cara melakukan perluasan hubungan dan atau kedalaman
hubungan. Sebagai contoh, jika pada tahap pacaran, kemitaraan usaha hanya
terbatas pada pengadaan bahan tertentu, melalui kontrak berjangka enam bulan,
pada tahap tunangan diperluas ke pengadaan beberapa macam bahan untuk jangka
waktu kontrak satu tahun. Dalam hal ini, sistem informasi manajemen telah
dibangun di antara pihak-pihak yang terkait dalam kemitraan usaha, namun
sifatnya masih sementara.
Sedangkan pada tahap pernikahan, masing-masing pihak sepakat untuk
membangun kemitraan usaha jangka panjang yang bersifat permanen. Sistem
informasi manajemen kemudian dibangun untuk memungkinkan pihak-pihak
yang terkait melakukan akses ke data base perusahaan dalam melaksanakan
transaksi bisnis, kemitrausahaan diperluas dan diperdalam dengan landasan
paradigma core belief dan core values yang diperlukan untuk membangun
kemitraan yang permanen.
Jaringan usaha yang dibangun perusahaan dengan para mitra usahanya
akan menjadikan perusahaan reposnif terhadap setiap kebutuhan pelanggan. Oleh
karena itu setiap komponen jasa yang terkandung dalam produk yang disediakan
oleh perusahaan bagi pelanggan dihasilkan oleh perusahaan yang memiliki core
competency yang tergabung dalam jaringan usaha akan secara responsif mampu
memenuhi setiap perubahan kebutuhan pelanggan.
33
Selain daripada itu, jaringan usaha juga akan meningkatkan kecepatan
layanan yang diberikan oleh perusahaan bagi pelanggannya. Sebagaimana
dikemukakan oleh Fisher (1988) dalam Utaminingsih (2002) bahwa perbedaan
cara dalam memahami, mempersepsikan, dan beralasan terhadap perbaikan yang
berkelanjutan (continous improvement mindset) menjadi paradigma setiap
perusahaan yang tergabung dalam kemitraan usaha akan menjadi proses yang
dipergunakan untuk menghasilkan barang dan jasa semakin cepat, dengan
mengurangi ushz perusahaan dan aktivitasnya tidak menambah nilai bagi
pelanggan.
Jaringan usaha terbentuk karena adanya latar belakang tertentu. Menurut
Prabatmodj (1996) ada 3 hal yang melatarbelakangi terbentuknya jaringan usaha:
pertama, berdasarkan perspektif pertukaran yang dikembangkan oleh Blau.
Menurut model ini jaringan usaha dipandang sebagai struktur sosial yang
terbentuk karena adanya relasi sosial di antara para pelakunya, misalnya melalui
pertukaran secara langsung atau tidak langsung mengenai segala sesuatu yang
dianggap berharga. Kedua, model ketergantungan sumber daya. Model ini
menjelaskan bahwa terbentuknya jaringan usaha adalah hasil upaya strategis unit
usaha untuk mengamankan sumber daya penting yang dikuasai pihak lain. Ketiga,
model transaction cost economy dari Williamson. Model ini menjelaskan dengan
jaringan usaha, perusahaan dapat memperoleh kebutuhannya secara efisien
melalui pasar atau hirarki.
Dalam bentuknya seperti tersebut, jaringah usaha dapat diorientasikan
untuk kepentingan produksi, pemasaran, dan pelayanan. Menurut Soen’an (2002)
jaringan usaha yang diroentasikan untuk kepentingan produksi, dapat dibentuk
34
melalui kemitraan usaha dengan perusahaan atau usaha-usaha yang bergerak
dalam rangkaian ke belakang kegiatan produksi atau membentuk berbagai fasilitas
yang mendukung kegiatan produksi, meliputi penyediaan bahan baku dan bahan
pembantu, tenaga kerja, modal, mesin dan peralatan proses produksi, dan
penyediaan lainnya.
Dalam hal pembentukan jaringan usaha untuk kepentingan pemasaran,
jaringan usaha dapat dibentuk dengan menjalin kerjasama berbagai usaha yang
kegiatannya bergerak dalam rangkaian ke depan kegiatan produksi atau
membentuk berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan pemasaran yang meliputi
kegiatan distribusi dan penyampaian hasil produksi kepada konsumen, kegiatan-
kegiatan pendukung yang dilakukan para penyalur seperti agen dan para pedagag
perantara hingga ke toko-toko pengecer. Sedangkan untuk kepentingan pelayanan,
jaringan usaha dapat dibentuk dengan menjalin kerjasama berbagai usaha yang
kegiatannya mengelola jasa-jasa tertentu seperti pelatihan, informasi tentang
teknologi, manajemen konsultasi atau jasa konsultasi tenaga ahli.
Untuk mendukung keberhasilan jaringan usaha, selain mengembangkan
berbagai aspek usaha kerjasama seperti aspek pembelian, pengembangan sumber
daya manusia, pengembangan dan peningkatan produk, dan kerjasama pemasaran,
juga perlu memenuhi beberapa syarat agar jaringan usaha yang dibentuk dapat
terus dipertahankan: (1) adanya disiplin, kejujuran, sikap saling percaya, dan sikap
kesungguhan yang kuat di antara semua pihak yang berkepentingan dalam
melaksanakan kerjasama yang telah disepakati, (2) adanya tekad yang kuat untuk
meraih kemajuan dalam kebersamaan, (3) mengedepankan sikap transparansi
35
dalam setiap tindakan yang melibatkan kepentingan bersama, dan (4) berusaha
kuat menangani setiap masalah dan perbedaan demi kepentingan bersama.
Selain syarat-syarat tersebut, untuk mendukung keberhasilan jaringan
usaha juga diperlukan suatu kerja jaringan yang efektif yang mampu menciptakan
networkties dengan stakeholder perusahaan yang bisa membuat jaringan sebagai
subyek transaksional untuk mencapai manfaat yang lebih banyak. Kerja jaringan
yang berhasil, menurut Warner (2004:29) berkaitan dengan persoalan: (1)
memberi dan menerima, (2) memberi kontribusi dan menerima dukungan, (3)
menawarkan dan meminta, (4) mengajukan kebutuhan pihak mitra dan
mengajukan kebutuhan perusahaan (kita), dan (5) percaya dan tekun.
Perusahaan-perusahaan yang memperluas jaringan usahanya, akan
memiliki kesempatan yang lebih besar dan terbuka untuk: (1) memasuki pasar
baru, (2) melakukan penawaran bersama untuk pembangunan proyek-proyek
besar, (3) membentuk produk dan jasa baru atau membangun keberadaan
perusahaan pada pasar internasional dengan biaya yang secara individu lebih
rendah, (4) mengkoordinasikan produk-produk baru atau yang telah beredar di
pasar, (5) mengakses informasi dan pengetahuan penting tentang usaha, (6)
mengurangi biaya produksi dan pemasaran barang, (7) memperbaiki teknologi
proses produksi, (8) membentuk jaringan pemasaran dan distribusi efektif dan
efisien, dan (9) memberikan alternatif solusi permasalahan.
Implementasi dari segala bentuk jaringan usaha, menurut Utaminingsih
(2002) dilandasi oleh: (1) fokus untuk memuaskan kebutuhan pelanggan
berjangka panjang, (2) transaksi usaha dilaksanakan dengan kompetensi dan
kualitas hubungan jangka panjang antara pihak-pihak terkait, dan (3) kemitraan
36
usaha merupakan dasar untuk membangun transaksi bisnis, karena itu kemitraan
usaha yang tidak menambah nilai bagi pelanggan dapat dikurangi dan pada
akhirnya dapat dihilangkan.
Ringkasnya, jaringan usaha hanya akan berjalan dengan lancar dan efisien
jika dilandasi oleh nilai-nilai kejujuran, dan masing-masing pihak yang terlibat
dalam transaksi bisnis menjunjung tinggi kejujuran itu. Selain kejujuran, jaringan
usaha juga terkait dengan integritas yang merupakan kemampuan seseorang untuk
mewujudkan komitmennya ke dalam tindakan nyata. Setiap jaringan usaha hanya
akan berjalan dengan lancar dan berkelanjutan jika masing-masing pihak dalam
melaksanakan transaksi usaha sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat
bersama. Sebagai misal, ketika perusahaan akan membangun quality relationship
antara perusahaan dan mitra usahanya, khususnya dengan para pemasoknya, maka
semua transaksi pengadaan harus dirancang berlandaskan kompetensi dan
kepercayaan yang telah dibangun, kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan
inspeksi, waktu tunggu, pengerjaan kembali produk rusak yang biasanya
dilaksanakan dalam transaksi pengadaan barang dapat dikurangi dan pada
akhirnya dapat dihilangkan. Demikian selanjutnya terhadap praktik-praktik
perluasan jaringan usaha yang lain, sehingga setiap bentuk kemitraan yang tidak
menambah nilai bagi pelanggan dapat dikurangi atau dihilangkan.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa praktik perluasan jaringan
usaha pada dasarnya juga tertambat dalam suatu struktur hubungan yang
kualitasnya akan sangat ditentukan oleh seberapa jauh para pihak yang bermitra
dapat memenuhi syarat-syarat agar jaringan usaha yang dibentuk dapat terus
dipertahankan.
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Pendekatan Penelitian
Berangkat dari fokus penelitian dan signifikansi penelitian. Penelitian bermaksud
mengungkap tingkat pemahaman dan kesadaran para pengusaha keripik tempe di
Kampung Sanan tentang system e-commerce sebagai akibat perkembangan TIK saat ini.
Selanjutnya juga ingin mengungkap sejauh mana system e-commerce telah dipraktikkan
pengusaha keripik tempe tersebut untuk mendukung dan sekaligus meningkatkan system
pemasarannya. Selain itu, penelitian ini juga ingin mengungkap apa yang sesungguhnya
menjadi penghambat dan kendala seandainya system e-commerce diimplementasikan
pada pengusaha keripik tempe yang belum menerapkan system e-commerce. Berdasarkan
pengungkapan fakta tersebut dan sebagai sumbangan hasil penelitian, maka akan
dirumuskan tentang bagaimana strategi implementasi e-commerce yang efektif bagi para
pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan.
Berdasarkan maksud penelitian di atas, maka penelitian ini tergolong penelitian
kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Sesungguhnya di Indonesia umumnya dan
khusus di Malang adalah sangat banyak jenis UKM, tetapi dalam penelitian hanya para
pengusaha Keripik Tempe di Kampung Sanan yang dijadikan situs penelitian. Yang mana
studi kasus adalah salah satu dari jenis penelitian kualitatif (Creswell 2002; Myers &
Avision 2002). Dalam penelitian kualitatif, manusia adalah sumber data utama dan hasil
penelitiannya berupa kata-kata atau pernyataan sesuai yang dialami dan dirahasiakan.
Sebagaimana pendapat Denzin & Lincoln dalam Moloeng (2006), yang menyatakan
bahwa penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan latar belakang alamiah
dengan maksud menafsirkan apa yang terjadi.
38
B. Proses Penelitian
Proses pelaksanaan penelitian dilakukan melalui tiga tahap yaitu proses
persiapan penelitian, proses pelaksanaan penelitian, dan proses analisis data hasil
penelitian. Ketiga langkah ini merupakan rancangan penelitian yang tidak dapat
dipisah-pisahkan. Yang mana rancangan penelitian merupakan susunan sistematis
yang menghubungkan data empiric dengan focus penelitian dan kesimpulan hasil
penelitian. Ia dimulai dengan bantuan hipotesis (jika ada), menggambarkan
pengumpulan data, menentukan prosedur pengumpulan data, mengidentifikasi alat
analisa data yang digunakan, menyatakan langkah-langkah pembuktian (jika ada),
dan menggambarkan hasil naratif penelitian (Creswell 2002). Gambar 3 berikut
adalah menggambarkan aliran proses penelitian.
Gambar 3 : Aliran Proses Penelitian
a. Proses persiapan penelitian
Proses persiapan adalah menerangkan proses mendesain instrument penelitian
yang digunakan dalam mengumpulkan data, baik kuantitatif mahupun kualitatif.
Instrumen penelitian dibentuk berdasarkan teori dan hasil penelitian-penelitian
sebelumnya serta observasi pendahuluan.
Proses persiapan penelitian Proses pelaksanaan penelitian Proses analisis data penelitian
39
Gambar 4 : Proses Merumuskan Instrumen Penelitian
b. Proses pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian merupakan proses pengumpulan data penelitian.
Teknis pengumpulan data utama dengan teknik wawancara dengan beberapa
pengusaha keripik tempe di Kampung Sanan Kota Malang. Untuk mengefektifkan
pengumpulan data sekaligus memantapkan data penelitian, peneliti menggunakan
pendekatan Focus Group Discussion (FGD). Yang mana FGD adalah satu di
antara teknik pengumpulan data dalam penelitian berjenis kualitatif (sekarang
1992; Widayat 2004; Bungin 2004). Sementara untuk mendapatkan keabsahan
data dan hasil penelitian, peneliti menggunakan pendekatan diskusi dengan teman
sejawat.
Instrument utama dalam penelitian ini adalah tim peneliti sendiri. Karena
menurut kaedah peneliti kualitatif, kehadiran peneliti dalam situs penelitian
merupakan keharusan. Sebagaimana dinyatakan oleh Sugiyono (2008), ia
menyatakan penelitian kualitatif merupakan pendekatan yang menekankan pada
hasil pengamatan peneliti, sehingga manusia sebagai instrument penelitian
menjadi suatu keharusan. Bahkan posisi peneliti menjadi instrument kunci.
belum
ya
Perumusan Instrumen Penelitian
Administrasi instrumen
Hasil Penelitian Teori Observasi awal
Perbincangan
40
C. Proses analisis data penelitian
Data hasil penelitian perlu dianalisis untuk memperoleh informasi guna
pengambilan keputusan (Simamora 2004). Menurut Bogdan & Biklen (1982),
analisis data merupakan proses mencari dan mengatur secara sistematis dari yang
diperoleh dari objek penelitian. Sehingga memungkinkan peneliti dapat
melaporkan hasil penelitian secara sistematis pula. Oleh sebab itu, analisis data
hasil penelitian perlu dilakukan secara sistematis yang dimulai dari penelitian
data, menata menjadi satu-satuan untuk dianalisis, mensintesiskan, mencari pola,
menentukan makna dari apa yang telah diteliti
Adapun langkah-langkah dalam analisis data penelitian meliputi penyajian
data, reduksi data, penarikan kesimpulan. Merujuk Lexy J. Moleong (2006),
proses analisis data dalam penelitian kualitatif dimulai dengan menelaah seluruh
data yang tersedia yang diperoleh dari berbagai sumber. Selanjutnya data tersebut
dilakukan reduksi data yang dilakukan dengan jalan melakukan abstraksi.
Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti, proses, dan
pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di dalamnya.
Langkah selanjutnya adalah menyusunnya dalam satuan-satuan. Satuan-satuan itu
kemudian dikategorisasikan. Tahap akhir dari analisis data ialah mengadakan
pemeriksaan keabsahan data, yang selanjutnya dilakukan penafsiran-penafsiran
yang dikaitkan dengan teori-teori.
41
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Umum Kampung Sanan Kelurahan Purwantoro
Kota Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya. Umumnya
orang Indonesia mengenalnya sebagai kota pendidikan dan kota pariwisata, berlokasi di
pegunungan yang sejuk. Disebut sebagai Kota Pendidikan karena banyaknya fasilitas pendidikan
yang tersedia dari mulai tingkat Taman Kanak-kanak, SD sampai Pendidikan Tinggi dan jenis
pendidikan non-formal seperti kursus bahasa asing dan kursus komputer, baik yang
diselenggarakan oleh pemerintah maupun swasta.
Sebagai Kota Wisata, Kota Malang merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa
Timur karena potensi alam dan iklim yang dimiliki. Letaknya yang berada di tengah-tengah
wilayah Kabupaten Malang secara astronomis terletak pada posisi 112.06 – 112.07 Bujur Timur,
7.06 – 8.02 Lintang Selatan. Adapun batas batas wilayah Kota Malang adalah sebagai berikut:
Sebelah Utara : Kecamatan Singosari dan Kecamatan Karangploso Kabupaten Malang; Sebelah
Timur : Kecamatan Pakis dan Kecamatan Tumpang Kabupaten Malang; Sebelah Selatan:
Kecamatan Tajinan dan Kecamatan Pakisaji Kabupaten Malang; Sebelah Barat : Kecamatan
Wagir dan Kecamatan Dau Kabupaten Malang.
Luas wilayah Kota Malang sebesar 110,06 km2 terbagi dalam lima kecamatan yaitu
Kecamatan Kedungkandang, Sukun, Klojen, Blimbing dan Lowokwaru. Dataran Kota Malang
letaknya cukup tinggi yaitu 440 – 667 meter di atas permukaan air laut. Salah satu lokasi yang
paling tinggi adalah Pegunungan Buring yang terletak di sebelah timur Kota Malang. Dari atas
pegunungan ini terlihat jelas pemandangan yang indah antara lain dari arah Barat terlihat barisan
Gunung Kawi dan Panderman, sebelah utara Gunung Arjuno, Sebelah Timur Gunung Semeru
42
dan jika melihat ke bawah terlihat hamparan Kota Malang. Sedangkan sungai yang mengalir di
Wilayah Kota Malang adalah Sungai Brantas, Amprong dan Bango.
Dari sisi pendapatan daerah terlihat total pendapatan daerah selama 2007 sebesar Rp
644.755.574.122,46. Sumber pendapatan yang terbagi dalam tiga kelompok. Dari sumber
Pendapatan Asli Daerah (PAD) memberikan kontribusi sebesar 87.115.734.710,46 rupiah.
Sedangkan pendapatan yang merupakan Pendapatan Transfer, yaitu Dana Perimbangan (DAU)
memberikan kontribusi terbesar yaitu 420.234.685.000 rupiah. Dari sisi pengeluaran total,
pengeluaran yang dilakukan pemerintah Kota Malang sebesar 648.747.892.165 rupiah di mana
pengeluaran tersebut terbagi untuk Belanja Operasi sebesar 461.645.273.818 rupiah, Belanja
Modal sebesar 148.181.706.215 rupiah, Belanja tak terduga 62.092.331 rupiah dan transfer bagi
hasil ke desa sebesar 45.916.200 rupiah. Kampung Sanan berada di Kelurahan Purwantoro
Kecamatan Blimbing Kota Malang. Daerah ini dikenal tidak hanya di Malang saja, melainkan
sudah di tingkat internasional sebagai penghasil kripik tempe yang besar dengan kualitas yang
bisa diandalkan.
B. Industri Tempe di Sanan Kulon
Sentra industri tempe di Sanan terdapat di RW 15 dan RW 16. Jumlah pengusaha di RW
15 sebanyak 184 orang yang meliputi pengusaha keripik tempe dan pembuat tempe. Sedangkan
jumlah pengusaha di RW 16 sebanyak 98 orang. Pengusaha di sentra industri Sanan dapat
diklasifikasikan menjadi usaha mikro dan usaha kecil. Omzet penjualan di sentra industri Sanan
berkisar antara 37 juta sampai denga 1,8 milyar rupiah per tahun.
Total pengusaha tempe di sentra industri Sanan terdapat 281. Dengan rincian, sebanyak
89 pengusaha yang memiliki penjualan per tahun kurang dari 100 juta. Sebanyak 175 orang
memiliki omzet penjualan berkisar antara 100 juta s/d 500 juta rupiah. Sedangkan pengusaha
43
krepek tempe yang omzetnya berkisar antara 500 juta s/d 1 milya sebanyak 10 orang. Pengusaha
dengan omzet penjualan lebih dari 1 milyar sebanyak 7 orang.
Omzet
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Omzat Kurang dari 100 juta 89 31.7 31.7 31.7
100 juta s/d 500 juta 175 62.3 62.3 94.0
500 juta s/d 1 milyar 10 3.6 3.6 97.5
lebih dari 1 milya 7 2.5 2.5 100.0
Total 281 100.0 100.0
Sumber: Data diolah
Berdasarkan karakteristik usaha dapat diklasifikasikan menjadi usaha kecil dan usaha
mikro. Berdasarkan Undang-Undang No. 9 Tahun 1995, yang dimaksud dengan Usaha Kecil
adalah memiliki kekayaan bersig paling banyak Rp 200.000.000,- tidak termasuk tanah dan
bangunan tempat usaha; atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp
1.000.000.000,-; milik warga negara Indonesia; berdiri sendiri, bukan merupakan anak
perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafisiliasi baik langsung
maupun tidak langsung dengan usaha Menengah atau Usaha Besar; berbentuk usaha orang
perseorangan, badan usaha yang tidak berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum,
termasuk koperasi.
Hasil analisis data dilapangan menunjukkan bahwa industri krepek tempe di Sanan 19,2%
atau sebanyak 227 usaha berskala mikro, sedangkan sisanya yakni 80,8% atau sebanyak 54
merupakan usaha yang berskalan menengah.
44
JeninUMKM
Frequency Percent Valid Percent Cumulative
Percent
Valid Usaha Mikro 227 80.8 80.8 80.8
Usaha Kecil 54 19.2 19.2 100.0
Total 281 100.0 100.0
Sumber: Data diolah
C. Pemahaman Pengusaha Pada E-commerce
Beberapa kapabilitas utama teknologi informasi meliputi (Turban, 2001):
a. Melakukan komputasi numerik secara cepat dan kapasitas volume besar.
b. Menghasilkan komunikasi yang cepat, akurat, dan murah di dalam dan antar organisasi.
c. Kapasitas penyimpanan besar dalam media yang semakin kecil dan mudah diakses.
d. Memungkinkan akses banyak informasi secara cepat dan murah, lingkup global.
e. Meningkatkan efektivitas kinerja tim/grup yang tersebar/berbeda lokasi.
f. Otomatisasi proses bisnis.
g. Kecapatan pengetikan dan pengeditan.
h. Kemampuan-kemampuan di atas dilakukan dengan murah dibandingkan dengan cara
manual.
Dengan kemampuan tersebut, teknologi informasi memberikan dukungan penting dalam
kegiatan usaha, mencakup:
a. Meningkatkan produktivitas.
b. Mengurangi biaya.
c. Meningkatkan kualitas pengambilan keputusan.
d. Meningkatkan relasi dengan pelanggan/konsumen.
e. Membangun aplikasi-aplikasi strategi baru.
45
Kemajuan teknologi informasi telah mampu menciptakan sebuah jaringan global yang
disebut dengan internet. Pemanfaatan internet dewasa ini juga telah demikian berkembang pada
berbagai aspek kehidupan. Berbagai aplikasi yang ada dikembangkan dari 3 (tiga) kategori
aplikasi dasar yaitu: 1) Discovery yaitu aplikasi untuk akses informasi, (browsing dan
information retrieval/searching), 2) Communication yaitu e-mail, chat, newsgroup, 3)
Collaboration yaitu aplikasi untuk kolaborasi antar individual/group, seperti workflow systems,
screen sharing, visual teleconferencing (teleconferencing), group decision support systems
(GDSS).
Pemanfaatan internet untuk berbagai aktivitas usaha disebut dengan e-commerce.
Kegiatan bisnis yang dilakukan secara online itu bisa meliputi pemasaran, promosi, public
relation, transaksi, pembayaran, dan penjadwalan pengiriman barang, serta masih sangat terbuka
kemungkinan inovasi-inovasi kegiatan bisnis online seiring dengan perkembangan teknologi e-
commerce sendiri.
Meskipun penerapan e-commerce dapat mendukung pengembangan pemasaran produk
UKM, tetapi penerapan tersebut tidak selalu berjalan lancar dan penggunanya dapat menemui
lima macam kendala seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini berdasarkan factor-faktor
kendala pemanfaatan e-commerce pelaku bisnis UKM:
No. Kendala yang dihadapi
1. Walaupun telah memiliki computer, tapi belum tahu dan belum mengerti
tentang internet
2. Sudah punya alat berupa internet, tapi belum ada kesempatan untuk belajar
memanfaatkan internet dalam kegiatan perdagangan
3. Sudah memiliki website, namun websitenya kurang menarik sehingga
jarang yang mengunjunginya
4. Belum punya angan-angan untuk memanfaatkan internet dalam jual-beli
walaupun sudah memiliki jaringan internet
5. Belum ada keinginan untuk memanfaatkan jaringan internet dalam
perdagangan
46
Untuk membuka peluang penerapan ecommerce agar produk UKM dapat dipasarkan
secara lebih luas dan tanpa batas, maka kendala tersebut harus diatasi. Respon para pengusaha
UKM mengenai keinginan mereka untuk mendapatkan pasar yang lebih luas dengan media
promosi yang lebih bervariasi, efisien, pemangkasan rantai distribusi dari pemasok maupun
kepada pembeli, serta menjaga agar jumlah produksi dapat disesuaikan dengan permintaan pasar.
Dari semua keinginan ini, tampak bahwa penerapan ecommerce diharapkan dapat memfasilitasi
agar manfaatnya dapat dicapai optimal.
D. Praktik Sistem e-commerce
Berdasarkan hasil observasi dilapangan menunjukkan bahwa para pengusaha keripik
tempe di Sanan Kota Malang dapat diklasifikasikan menjadi 3 karakteristik berdasarkan
pemahaman dan pemanfaataan teknologi informasi dalam sistem perdagangannya. Tiga
karakteristik tersebut meliputi; sangat familiar dalam penggunaan internet dan memanfaatkannya
dalam e-commerce, sudah mengenal internet namun belum memanfaatkan dalam sistem
perdagangan e-commerce, dan kelompok pedagang tradisional yang belum mengenal internet
secara langsung kecuali generasi penerusnya.
Kelompok pertama adalah kelompok yang telah sering dan aktif menggunakan internet
untuk kegiatan jual-belinya. Kelompok pertama ini masuk didalamnya adalah Bapak Nasichin,
Meski masih tergolong muda, Bp M. Nasichin (47 tahun), kini memiliki omset penjualan
milyaran rupiah dari usaha kripik tempe yang digelutinya. Pendapatannya mencapai 35 juta per
hari. Usaha kripik tempe yang dirintis sejak tahun 2003 menuai sukses. Kini ia telah memiliki
dua buah kantor berlantai tiga, terletak di Jalan Sanan 30, depan Gang Pondok III (telp.
0341.477247). Alumni STIKEN Malang ini memberi nama Lancar Jaya pada produk kripik
47
tempenya. Dari usaha kripik tempe yang digeluti, ia mampu mempekerjakan 28 karyawan
dengan honor berkisar antara Rp 400.000 hingga Rp. 500.000 per bulan.
Nasichin, tidak memproduksi kripik tempe secara mandiri. Ia mengambil bahan kripik
tempe jadi, dari berbagai produsen yang ada di Sanan. Setidaknya terdapat sepuluh produsen
kripik tempe yang biasa memasok produknya ke Nasichin. Kripik tempe tanpa merek ini
kemudian dikemas dan diberi nama Kripik Tempe Lancar Jaya. Satu kemasan kripik tempe
berisi lebih kurang 20 potong dengan bentuk dan ukuran yang beragam, dengan berat rata-rata
150-180 gram dengan harga rata-rata Rp. 7.000,00 per bungkus.
Sistem pemasaran yang dilakukan tergolong unik. Setiap rombongan wisata dari luar
Kota Malang yang singgah di sentra industry tempe Sanan, maka ia memberi “bonus” satu kilo
kripik tempe pada supir travel rombongan dan kartu nama pada penumpangnya. Tak ayal, Toko
Lancar Jaya termasuk yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan domestic dan mancanegara,
untuk membeli oleh-oleh kripik tempe khas malang dengan berbagai rasa.
Di samping menggunakan cara tersebut, Nasichin juga memasarkan kripik tempenya
dengan memanfaatkan fasilitas teknologi informasi mulai dari televisi, koran, radio, majalah,
yellow page, dan lain-lain. Ia juga menawarkan aneka produk kripik tempenya dengan system e-
commerce, melalui fasilitas internet. Dari 28 karyawannya, ia menunjuk seorang karyawan
khusus, yang menangani pemasaran melalui dunia maya ini. Hampir semua situs internet ia
tawarkan produk kripik tempe. Mulai infojajan.com, foursquare (google), doyan makan, aneka
kripik.com, dan lain-lain. Informasi yang disajikan dalam penawaran tersebut meliputi aneka
rasa kripik tempe, harga, peta lokasi Lancar Jaya, cara pemesanan, cara pembayaran, cara
pengiriman, dan lain-lain. Nama kripik tempe Lancar Jaya kini banyak dikenal pada berbagai
kota di Indonesia dan manca Negara, khususnya bagi mereka yang terbiasa dengan dunia maya.
48
Mulai tukang becak, supir travel, artis, hingga Presiden SBY pun pernah memasuki toko oleh-
oleh milik pria yang dikaruniai tiga orang anak ini. Berbagai warga negara dari Australia,
Jepang, Cina, Malaysia, Saudi Arabia, dan lain-lain sering menikmati gurihnya kripik tempe
Lancar Jaya. Mereka terbiasa pesan kripik tempe melalui e-mail dan dalam jumlah yang cukup
banyak. Kripik tempe dikirim melalui jasa paket atau peti kemas. Berikut adalah kegiatan dan
contoh-contoh website dari Toko Lancar Jaya.
51
Untuk memberikan pelayanan pada pelanggan, Lancar Jaya biasa membagikan kalender
gratis yang memuat informasi produk dan foto artis ibukota atau kalangan pejabat pemerintah
yang singgah di toko oleh-olehnya. Khusus untuk karyawan dan pemasok kripik tempe, Lancar
Jaya melakukan wisata ke berbagai kota di Indonesia setiap tahunnya. Mulai dari Bali,
Yogyakarta, Bandung, Jakarta, Bogor, dan lainnya. Perjalanan wisata biasa dilakukan selama
tiga hari, menginap di hotel, dan peserta tidak dipungut biaya.
Pengrajin kripik tempe lainnya, Ibu Halimah (40 th), juga mengikuti jejak Nasichin.
Alumni Unisma sekaligus adik kandung Nasichin ini, memberi nama produknya “Swari”. Nama
kripik tempe merek Swari ini juga cukup dikenal dalam situs internet. Usaha yang ia rintis
selama Sembilan tahun kini juga menuai sukses. Dengan dibantu oleh sepuluh orang karyawan,
Swari mampu meraup penghasilan lebih kurang 20 juta per hari. Ia juga menjajakan oleh-oleh
52
makanan khas lainnya seperti tape, tahu, jenang kudus, dodol, rengginang, kacang-kacangan,
berem, kripik nangka, dan lain-lain. Semua produk yang ia miliki, juga dipasarkan melalui dunia
maya.
Sama halnya dengan Ibu Halimah, Rohani (45 th) yang telah merintis usaha kripik tempe
selama 21 tahun juga menggunakan fasilitas internet untuk mempromosikan produk kripik
tempenya yang ia beri nama Rohani. Sekarang ia memiliki toko oleh-oleh sendiri dan
mempekerjakan enam orang karyawan. Ada beberapa kendala yang menurutnya menjadi
penghambat memasarkan kripik tempe di dunia maya. Di antaranya adalah keterbatasan waktu,
jarang mengabdit tampilan informasi produk baru, dan memerlukan biaya yang tinggi. Rupanya,
ibu Rohani tidak mengetahui jika ada fasilitas internet (webset) yang tidak perlu membayar (alias
gratis). Setelah mendapat penjelasan adanya fasilitas webset gratis, maka ia semakin
bersemangat untuk memasarkan produksinya melalui fasilitas internet. Menurutnya, cara ini
akan lebih efektif dan efisien untuk bisa lebih cepat dikenal oleh masyarakat luas.
54
Keberhasilan upaya Nasichin, Rohani, dan Ibu Halimah dalam membagun industry kripik
tempe, menginspirasi berbagai kalangan untuk mengikuti jejaknya. Salah satu di antaranya
adalah Muhammad Nanang Khoiruddin, yang beralamat di Jl. Sanan Gang 3 no 174 malang.
Mahasiswa Pascasarjana Unibraw ini mulai merintis usaha kripik tempe sejak 2009. Ia
mengambil bahan mentah kripik tempe, kemudian diolah sesuai citarasa racikan sendiri. Kripik
tempe produksinya ia beri nama “Sanan Choir Soya Creckers”. Semula ia memasarkan
produknya secara konvensional baik melalui teman, saudara, dan relasi yang ia miliki. Seperti
biasa, ia menawarkan dengan cara memberi sampel secara cuma-cuma kemudian berharap ada
respon yang mengarah pada kerjasama bisnis. Cara seperti ini, ia rasakan tidak bisa berkembang
dengan cepat karena adanya keterbatasan jangkauan wilayah dan relasi.
Demam facebook. Menjadi pemantik inspirasi untuk memperluas jejaring social guna
mengenalkan dan mempromosikan kripik tempe yang ia produksi. Harapnya, cara ini akan
memperluas jangkauan wilayah dan relasi serta dapat meningkatkan produksi kripik tempenya.
Di samping itu, nama daerah Sanan dengan oleh-oleh khas kripik tempe, bisa dikenal secara
regional maupun internasional. Sanan Choir Soya Creckers kemudian ia kenalkan melalui
jejaring tersebut, di antaranya melalui webset: http:soyacreckers.wordpress.com, Blog: http:
sananchoirsoyacreckers.blogspot, facebook:sananchoir, email:[email protected].
Berbagai informasi terkait dengan jenis produk, proses pembuatan, bahan baku, aneka
rasa, pemesanan, cara pembayaran dan pengiriman kripik tempe ia sajikan baik dalam webset,
blog, dan facebook. Hasilnya, respon positif berdatangan. Mulai dari telepon, sms, komunikasi
secara online, atau melalui e-mail terkait dengan aktifitas jual-beli atau pemesanan kripik tempe.
Jaringan pemasaran dan relasi semakin luas. Melalui penggunaan teknologi “dunia maya” cita
55
rasa kripik tempe Sanan Choir Soya Cricker dapat dinikmati hingga Sumatera, Kalimantan,
Jakarta, Medan, Surabaya, Lombok, Banyuwangi, Banten, Thailand, dan Australia.
Jaringan pemasaran dan relasi-pun bertambah tidak hanya dikalangan/melalui dunia
maya. Sanan Choir mulai dilirik oleh departemen pertanian dan disertakan dalam berbagai
event/pameran diwilayah Jatim maupun Nasional. Ia menjadi satu-satunya anggota ASPARTAN
(assosiasi pengusaha hasil pertanian) dari Sanan di bawah naungan Departemen Pertanian.
Berbagai pameran produk hasil pertanian, lelang/tender, dan seminar di berbagai kota seperti
Sidoarjo, Surabaya, Malang, Yogyakarta, Jakarta, sering ia ikuti. Departemen Pertanian selalu
menyertakannya pada setiap event pameran dan lelang produksi pertanian, tanpa dikenai biaya
pendaftaran apapun.
Meski usahanya hanya dijalankan sambil lalu dan tidak memiliki toko, ia mampu
menyerap tenaga kerja 4-5 orang untuk setiap proses produksi, yang difungsikan untuk proses
pengirisin, pengorengan, dan packing. Sistem pembayaran yang digunakan menggunakan
borongan, dengan besaran biaya rata-rata Rp. 7.000,00 per alir (2 lonjor). Sekali kirim berkisar
antara 30-60 kg kripik tempe. Pendapatannyapun meningkat menjadi Rp. 1.000.000 – Rp.
1.500.000/bulan. Bahkan jaringan pasar di Banyuwangi, Lamongan, dan Kalimantan yang siap
untuk memasarkan hasil produksi dari Sanan Choir, diperoleh melalui dunia maya ini.
58
Lain lagi dengan Mashuri (29 th), ia tergolong pendatang baru pada usaha kripik tempe di
Sanan, tepatnya baru berjalan satu tahun. Merek kripik tempe yang ia produksi diberi nama
Niken. Mashuri biasa memasarkan produksi kripik tempenya dilakukan secara konvensional,
dengan system konsnyasi (nitip, yang laku dibayar) pada berbagai toko makanan atau toko oleh-
oleh. Untuk meyakinkan kualitas produksinya, tidak jarang Mashuri harus memberikan sampel
kripik tempe secara gratis kepada pemilik toko. Berbagai keterbatasan seperti jangkauan
wilayah, jumlah sebaran toko makanan atau oleh-oleh, dan ketatnya persaingan pasar kripik
tempe di Sanan mengakibatkan produksinya tidak bisa berkembang dengan cepat. Ia hanya
memproduksi kripik tempe sesuai pesanan, berkisar antara 16 – 50 kg kripik tempe.
Mashuri Zuhri tidak patah semangat. Setelah berbincang dengan pemilik Sanan Choir
Soya Crickers terkait dengan kemudahan, keuntungan, efesiensi dan efektifitas memperluas
jaringan pasar melalui dunia maya, maka Mashuri bergegas untuk membuat webset/facebook,
59
yang akan digunakan secara khusus untuk memasarkan produksi kripik tempenya. Kekhawatiran
dikenakan biaya tinggi untuk membayar webset-pun hilang. Rupanya ia baru mengetahui ada
fasilitas webset gratis setelah berbincang dengan pemilk kripik tempe Sanan Choir.
Kekecewaan tersirat diwajahnya. Pasalnya, webset yang ia buat semalaman tidak bisa
diakses. Padahal, ia sangat berkeinginan untuk bisa memasukan berbagai informasi terkait
dengan kripik tempe Niken agar produksinya bisa diserap oleh pasar yang lebih luas. Memang,
Mashuri belum terlalu piawai dalam menggunakan berbagai fasilitas terlait dengan dunia maya.
Ia harus banyak belajar menggunakan teknologi informasi (khususnya internet), jika ingin
memasuki dunia usaha/bisnis melalui jaringan internet (e-commers).
Lain lagi dengan Ibu Ida (35 th). Meski ia memiliki computer, namun tidak bisa
mengoperasikan internet. Meski demikian, usaha kripik tempe yang ia geluti selama 2 tahun
berkembang cukup pesat. Kripik tempe merek Kiky kerap muncul di dunia maya. Ibu Ida tidak
memasarkan sendiri kripik tempenya melalui internet. Ibu Widya (30 th), pelangan kripik tempe
Kiky yang cukup familiar dengan internet, memanfaatkan kesempatan tersebut untuk
memasarkan produksi kripik tempe Ibu Ida. Ibu Widya mendapatkan keuntungan hasil
penjualan kripik tempe yang ia peroleh melalui internet. Bahkan, hingga kini usaha yang ia
geluti cukup pesat dan dapat berkembang diberbagai kota. Ibu Ida sangat tertarik untuk
membuat webset sendiri, yang khusus digunakan untuk memasarkan produksinya. Agar dapat
menyapa langsung pelanggan kripik tempenya tersebar di berbagai kota. Inilah salah satu contoh
webset bentuk pemasaran kripik tempe yang dilakukan oleh pelanggan kripik tempe Kiky.
60
26-08-2010, 12:56 PM
great_ones
kaskuser
UserID: 940194
Join Date: Jun 2009
Posts: 182
asli enak teunan boss...
beda dengan kripik tempe yang lain
lebih crunchy, gak keras dr kripik tempe yg udah ada
sebelumnya
pas untuk ngemil di saat nyantai dengan teman2 atau sodara
yang lain...
QUOTE
61
26-08-2010, 12:59 PM #4
cucubit
kaskuser
UserID: 1641751
Join Date: May 2010
Posts: 202
Quote:
Originally Posted by great_ones
asli enak teunan boss...
beda dengan kripik tempe yang lain
lebih crunchy, gak keras dr kripik tempe yg udah ada
sebelumnya
pas untuk ngemil di saat nyantai dengan teman2 atau sodara
yang lain...
Thanks gan kiriman udah nyampek ya... kalau beli banyak dapet
diskon gan lumyan dijual lagi...OK
QUOTE
26-08-2010, 01:02 PM #5
SherinNayla
kaskuser
UserID: 1329706
Join Date: Jan 2010
Location: jakarta-
tangerang
Posts: 161
lokasi di mana gan? kykny enaak ..minimal beli berapa??
QUOTE
62
26-08-2010, 01:27 PM #6
cucubit
kaskuser
UserID: 1641751
Join Date: May 2010
Posts: 202
Quote:
Originally Posted by SherinNayla
lokasi di mana gan? kykny enaak ..minimal beli berapa??
ane sekarang di cikarang.. kalau pesen berapa aja boleh ... terserah
ente gan..
kalau pesen banyak langsung kirim dari malang ... bisa cek di web
http://kripiktempeanekarasa.blogspot.com/ untuk ongkirnya..
biasanya kalau banyak ongkir makin murah karena ada paket
ekspedisi 1-5 kg... ok
Selain Ibu Ida dan Mashuri Zuhri, masih banyak produsen kripik tempe di Sanan yang
sangat menginginkan usahanya berkembang pesat, melalui teknologi informasi (internet).
Seperti Bapak Salim, Cholil (kripik tempe Ami), Cak Indrus, Cak Sholeh, Cak Idris (kripik
tempe Arin) yang biasa menerima pesanan 3 ton kering tempe khusus untuk jamaah haji di
Makkah, dan lainnya. Mereka ingin mengikuti jalan sukses yang telah dilakukan oleh produsen
kripik tempe Lancar Jaya, Rohani, dan Swari. Namun, karena berbagai kendala seperti belum
memiliki computer, belum bisa mengoperasikan computer atau internet, dan lain-lain, maka
keinginannya-pun harus dipendam dalam-dalam. Mereka sangat berharap ada lembaga yang
bersedia dan mampu memediasi agar keinginannya bisa terwujud, dapat memasarkan
produksinya ke berbagai kota (nasional maupun internasional) melalui fasilitas internet.
E. Strategi implementasi e-commerce
Implementasi e-commerce menuntut pergeseran paradigma secara fundamental, dari yang
semula marketplace yang menekankan interaksi secara fisik antara penjual dan pembeli menjadi
marketspace yang mengandalkan transaksi elektronik. Dalam traditional marketplace, lalu lintas
informasi, produk/jasa, dan pembayaran bersifat fisik (location based). Dengan kata lain, model
63
bisnis yang berlaku adalah geographic business model. Sebaliknya, dalam dunia virtual
marketplace, aliran informasi produk, proses komunikasi antara produsen dan konsumen,
distribusi barang/jasa dan transaksi berlangsung dalam dunia maya/virtual.
E-commerce merupakan satu set dinamis teknologi, aplikasi dan proses bisnis yang
menghubungkan perusahaan, konsumen, dan komunitas tertentu melalui transaksi elektronik dan
perdagangan barang, pelayanan dan informasi yang dilakukan secara elektronik. M. Suyanto
(2003) mengatakan, e-commerce (EC) merupakan konsep baru yang bisa digambarkan sebagai
proses jual beli barang atau jasa pada World Wide Web internet (Shim, Qureshi, Siegel, 2000)
atau proses jual beli atau pertukaran produk, jasa dan informasi melalui jaringan informasi
termasuk internet (Turban, Lee, king, Chung, 2000). Kalakota dan Whinston (1997)
mendefinisikan e-commerce dari beberapa perspektif berikut:
1. Dari perspektif komunitas, e-commerce merupakan pengiriman informasi,
produk/layanan, atau pembayaran melalui lini telepon, jaringan komputer atau sarana
elektronik lainnya.
2. Dari perspektif proses bisnis, e-commerce merupakan aplikasi teknologi menuju
otomatisasi transaksi dan aliran kerja perusahaan.
3. Dari perspektif layanan, e-commerce merupakan satu alat yang memenuhi keinginan
perusahaan, konsumen, dan manajemen dalam memangkas service cost ketika
meningkatkan mutu barang dan ketepatan pelayanan.
4. Dari perspektif on line, e-commerce berkaitan dengan kapasitas jual beli produkdan
informasi di internet dan jasa on line lainnya. E-commerce bisa beragam bentuknya
tergsntung pada tingkat digitalitas produk/ layanan untuk dijual dan sebagainya. Phillip
Kotler (2000) mengatakan, pemasaran merupakan proses perencanaan dan pelaksanaan
64
pemikiran, penetapan harga, promosi serta penyaluran gagasan, barang dan jasa untuk
menciptakan pertukaran yang memenuhi sasaran-sasaran individu dan organisasi. Strategi
menurut Phillip Kotler adalah program yang luas untuk mendefinisikan dan mencapai
tujuan organisasi dan melakukan misinya. Program merupakan peran aktif yang didasari
rasional yang dimainkan oleh manajemen dalam merumuskan strategi perusahaan/
organisasi. Sedangkan perspektif selanjutnya , strategi adalah pola tanggapan organisasi
yang dilakukan terhadap lingkungannya sepanjang waktu (James A.F. Stoner 1991).
Tujuan pemasaran adalah untuk mengetahui dan memahami pelanggan sedemikian rupa,
sehingga produk atau jasa itu cocok dengan pelanggan dan selanjutnya bisa menjual
sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang pelanggan yang siap
untuk konsep pemasaran menegaskan behwa kunci untuk mencapai tujuan organisasi
yang ditetapkan perusahaan tersebut haruslah efektif dibanding para pesaing dalam
menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan.
Membangun dan mengimplementasikan sebuah sistem E-commerce bukanlah merupakan
sebuah proses atau program “instant”, namun merupakan suatu sistem yang perlahan-lahan
berkembang terus-menerus sejalan dengan perkembangan perusahaan. Tidak sedikit perusahaan-
perusahaan besar yang memilih jalan evolusi dalam memperkenalkan dan mengembangkan E-
commerce di perusahaannya. Alasan utama yang melatarbelakangi pemikiran ini adalah sebagai
berikut:
Mengimplementasikan sebuah sistem E-commerce tidak semudah atau sekedar
mempergunakan sebuah perangkat aplikasi baru, namun lebih kepada pengenalan sebuah
prosedur kerja baru (transformasi bisnis). Tentu saja perubahan yang ada akan mendatangkan
65
berbagai permasalahan, terutama yang berhubungan dengan budaya kerja dan relasi dengan
rekanan maupun pelanggan (Fingar, 2000):
1. Sistem E-commerce melibatkan arsitektur perangkat lunak dan perangkat keras yang akan
terus berkembang sejalan dengan kemajuan teknologi, sehingga strategi pengembangan
dan penerapannya-pun akan berjalan seiring dengan siklus hidup perusahaan; dan
2. Mengembangkan sistem E-commerce secara perlahan dan bertahap secara tidak langsung
menurunkan tingginya resiko kegagalan implementasi yang dihadapi perusahaan.
Hal pertama yang baik untuk dilakukan adalah menyamakan visi E-commerce diantara
seluruh manajemen perusahaan melalui berbagai pendekatan formal maupun informal. Jajaran
Direksi dan Manajemen Senior harus memiliki visi yang jelas dan tegas, dan dipahami oleh
seluruh perangkat perusahaan untuk menghasilkan persamaan persepso di dalam perkembangan
implementasi E-commerce. Visi yang jelas juga diharapkan akan mengurangi berbagai
hambatan-hambatan atau resistansi yang mungkin timbul karena tidak didukungnya program
tersebut oleh jajaran manajemen atau staf perusahaan yang ada.
Mensosialkan visi E-commerce di perusahaan dapat dilakukan melalui berbagai cara,
seperti pelatihan formal, diskusi/rapat bulanan, seminar, diskusi dan tanya jawab, dan lain
sebagainya. Visi E-commerce ini harus pula disosialkan di kalangan rekanan bisnis dan para
pelanggan, karena walau bagaimanapun mereka semua akan merupakan bagian yang secara
langsung atau tidak langsung akan memiliki pengaruh dalam pengembangan dan implementasi
E-commerce.
Langkah berikutnya adalah melakukan koordinasi antara berbagai pihak yang akan
membangun sistem E-commerce bersama perusahaan terkait. Pihak-pihak tersebut misalnya:
rekanan bisnis (seperti pemasok dan distributor), vendor teknologi informasi, pelanggan, bank
66
(penyedia jasa kartu kredit), pihak asuransi, dan lain sebagainya. Tujuan dari koordinasi ini
adalah pengembangan sebuah kerangka kerja sama yang disepakati bersama, sehingga dalam
perjalanan implementasinya, E-commerce tidak mendapatkan gangguan yang berarti. Seluruh
pihak-pihak dalam “konsorsium” ini harus menyadari bahwa mereka semua berada dalam sebuah
ekosistem E-commerce, dimana sistem yang ada baru akan berjalan secara baik jika masing-
masing komponennya memiliki kinerja yang baik sesuai dengan fungsinya masing-masing.
Tahap berikutnya merupakan sebuah fase yang cukup sulit, karena diperlukan suatu
pemahaman yang baik terhadap apa yang disebut sebagai metoda pendekatan sistem (system
thinking). Penggabungan proses bisnis beberapa perusahaan dengan menggunakan kerangka E-
commerce tidak sekedar menghubungkan satu divisi dengan divisi lain dengan menggunakan
perangkat telekomunikasi dan komputer, tetapi lebih jauh merupakan suatu usaha membentuk
sistem bisnis yang lebih besar dan luas (internetworking). Pemahaman mengenai perilaku sebuah
sistem, yang terdiri dari berbagai komponen arsitektur yang saling terkait dan terintegrasi
merupakan hal mutlak yang harus dikuasai oleh mereka yang bertanggung jawab terhadap sistem
tersebut. Tahap ini memiliki tujuan untuk mengadakan suatu analisa terhadap hal-hal pokok
berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar bisnis setelah lingkungan kerjasama baru antar
perusahaan terbentuk, seperti:
Menentukan model bisnis yang akan diterapkan di dalam E-commerce;
Mendefinisikan segmen pasar dan tipe pelanggan yang akan menjadi target;
Menyusun kebijakan atau peraturan pembelian melalui internet bagi pelanggan;
Membagi tugas dan tanggung jawab antar berbagai pihak yang berkerja sama;
Mengusulkan pembagian biaya dan keuntungan dari model bisnis baru tersebut; dan lain
sebagainya.
67
Setelah media infrastruktur e-commerce selesai dibangun, tahap berikutnya adalah
menentukan proyek percontohan atau proyek awal (pilot project) yang akan diuji coba dan
diimplementasikan. Prinsip “don’t run before you can walk” merupakan pedoman pemikiran
yang biasa dipergunakan dalam skenario implementasi teknologi informasi secara evolusi ini.
Diharapkan dari pilot project ini dapat dilihat seberapa “feasible” konsep-konsep model bisnis
yang telah dirancang dapat memenuhi objektif yang dikehendaki. Berdasarkan hasil evaluasi dan
fakta yang terjadi selama pilot project dirancang dan diimplementasikan, berbagai perbaikan
konsep dilakukan dan dimatangkan.
Hal terakhir dalam siklus yang harus dilakukan adalah pembentukan tim penanggung
jawab program pengembangan dan implementasi E-commerce. Hampir semua pengembangan
sistem e-commerce dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan proyek (project
management), dimana tim terkait harus berhadapan dengan portofolio program-program
pengembangan E-commerce yang beragam dan bertahap. Yang harus diperhatikan oleh
manajemen perusahaan adalah suatu kenyataan bahwa tim penanggung jawab pengembangan
dan implementasi E-commerce tidak hanya harus terdiri dari mereka yang memiliki kompetensi
dan keahlian yang memadai, tetapi mereka haruslah merupakan pekerja-pekerja waktu penuh
(full time); atau dengan kata lain, mereka tidak boleh terpecah fokusnya untuk melakukan
pekerjaan-pekerjaan lain di dalam perusahaan.
Di dalam perkembangannya, inisiatif-inisiatif baru akan terjadi, dan secara natural akan
kembali ke siklus analisa kesempatan bisnis e-commerce (inter-enterprise assessment). Dalam
kerangka inilah evolusi secara perlahan-lahan akan terjadi dan e-commerce akan berkembang
dari satu tahap ke tahap berikutnya.
68
Periklanan adalah penggunaan media bayaran oleh seorang penjual untuk
mengkomunikasikan informasi persuasif tentang produk (ide, barang, jasa) ataupun organisasi
merupakan alat promosi yang kuat. Para pemasar Amerika menghabiskan 89 milyar dolar lebih
setiap tahunnya untuk iklan. Dan iklan mempunyai berbagai macam bentuk (nasional,
regional, lokal; konsumen, industri, eceran; produk, merek,lembaga; dan sebagainya) yang
dirancang untuk mencapai berbagai macam tujuan (penjualan seketika, pengenalan merek,
preferensi dan sebagainya).
Di perusahaan kecil, iklan ditangani oleh seseorang di departemen pemasaran atau
penjualan, yang bekerjasama dengan biro iklan. Sedangkan di perusahaan besar sering
membentuk departemen periklanan sendiri.
Strategi Periklanan pada e-commerce (Internet) merupakan proses 5 tahap, yang dikenal
dengan 5 M yang terdiri dari penetapan tujuan (Mission), keputusan tentang anggaran (Money),
keputusan pesan (Message), penetapan media (Media) dan evaluasi mengenai kampanye
(Measurement). Gambar berikut memperlihat tahapan proses strategi periklanan dalam e-
commerce (Internet).
.
1.1 Proses strategi e-commerce
Penetapan Tujuan
Keputusan Pesan
Penetapan Anggaran
Evaluasi
Penetapan Media
69
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hasil penelitian penerapan e-commerce sebagai upaya pengembangan
usaha kecil dan menengah yang berdaya saing global (studi kasus pada Sentra
Industri Keripik Tempe Sanan Kota Malang) menunjukkan bahwa:
1. Sebagian besar pengusaha keripik tempe di kampung Sanan masih belum
memahami tentang pemanfaatan sistem e-commerce dalam rangka
menunjang promosi dan penjualan mereka.
2. Hanya ada 4 pengusaha saja yang telah mempraktikkan e-commerce yakni;
Bapak Nasichin (Toko Lancar Jaya), Ibu Rohani (keripik tempe Swari),
Nanang Choirudin (Sanan Choir), dan Mahuri Zuhdi (keripik tempe
Niken). Keberhasilan para pengusaha tersebut dapat menginspirasi para
pengusaha keripik tempe yang lain. Keberhasilan tersebut dapat dilihat
misalnya dari Bapak Nasichin yang memiliki omzet penjualan 35 juta per
hari dari 28 karyawan yang dimiliki.
3. Beberapa faktor yang menghambat implementasi sistem e-commerce di
sanan antara lain; belum mengenal perdagangan sistem online, belum
mengerti internet walaupun sudah memiliki komputer, belum bisa
membuat sistem e-commerce, masih belum punya angan-angan untuk
menggunakannya.
4. Strategi yang digunakan untuk mengimplemetasikannya berupa;
penyaamaan visi, sosialiasasi, pendekatan sistem dan aliansi.
70
B. Saran
Pengembangan usaha kecil melalui e-commerce di sentra industri keripik
tempe kampung Sanan Kota sangat menjanjikan dalam rangka meningkatkan daya
saing global. Sebagai contoh, keripik tempe Lancar Jaya mampu merambah
pasaran luar negeri, misalnya; Australia, Jepang, China, Malaysia, Saudi Arabia
dan lain-lain setelan memanfaatkan internet dalam sistem perdagangan e-
commerrce.
Disamping itu, infrastruktur yang berupa kelengkapan komputer dan
internet bukan menjadi kendala utama. Sebagian besar pengusaha keripik tempe
telah memiliki komputer. Walaupun sampai dengan saat ini, penggunaan
komputer dan internet masih belum diorientasi dalam kegiatan perdagangan
online. Berdasarkan hasil observasi di lapangan nampak bahwa generasi kedua
yang akan mewarisi usaha keripik tempe generasi pertama semakin aware
terhadap penggunaan teknologi informasi. Oleh karena itu, diperlukan strategi
kemitraan dan kelembagaan yang dapat mendorong sistem e-commerce di sentra
industri keripik tempe Sanan Kota Malang.
Top Related