PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SEMU JAMBU METE
(Anacardium occidentale Linn) FERMENTASI DALAM
RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS
KELINCI NEW ZEALAND WHITE JANTAN
Jurusan / Program Studi Peternakan
Oleh :
NUNUNG ESTI
H0505051
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SEMU JAMBU METE
(Anacardium occidentale Linn) FERMENTASI DALAM
RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS
KELINCI NEW ZEALAND WHITE JANTAN
Skripsi Untuk memenuhi sebagian persyaratan
guna memperoleh derajat Sarjana Peternakan di Fakultas Pertanian
Universitas Sebelas Maret
Jurusan Peternakan
Oleh : NUNUNG ESTI
H0505051
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
i
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH SEMU JAMBU METE
(Anacardium occidentale Linn) FERMENTASI DALAM
RANSUM TERHADAP PERSENTASE KARKAS
KELINCI NEW ZEALAND WHITE JANTAN
yang dipersiapkan dan disusun oleh Nunung Esti
H0505051
telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 12 April 2010 dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Susunan tim Penguji
Ketua Anggota I Anggota II
Ir. Ashry Mukhtar, MS Ir. YBP. Subagyo, MS Dr.Sc.Agr. Adi Ratriyanto, SPt, MP
NIP. 19470723 197903 1 003 NIP. 19480314 197903 1 001 NIP. 19720421 200012 1 001
Surakarta, April 2010 Mengetahui
Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian
Dekan
Prof. Dr. Ir. H. Suntoro, MS NIP. 19551217.198203.1.003
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas semua karunia yang dilimpahkan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi, sebagai salah satu syarat guna
memperoleh derajat sarjana Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar atas
bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, Oleh karena itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Ketua Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
3. Bapak Ir. Ashry Mukhtar, MS., selaku pembimbing utama dan .
Bapak Ir. YBP Subagyo, MS., selaku pembimbing pendamping serta Bapak
Dr.Sc.Agr. Adi Ratriyanto, SPt, MP selaku dosen penguji skripsi yang telah
membimbing dan membantu mengarahkan dalam proses penulisan skripsi.
4. Bapak, ibu, kakak serta adik-adikku tercinta dan tersayang yang telah
memberikan dukungan moril dan materil.
5. Ahmad Syaiful Bahri sebagai partner penelitian.
6. Teman-teman Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas
Maret Surakarta angkatan 2005 serta semua pihak yang telah membantu
sampai terselesaikannya penyusunan skripsi ini.
Harapan dari penulis, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak
yang memerlukan.
Surakarta, April 2010
Penulis
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN........................................................................ ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. vii
RINGKASAN ................................................................................................. viii
SUMMARY .................................................................................................... x
I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang ....................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................................. 3
C. Tujuan Penelitian.................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
A. Kelinci .................................................................................................... 4
B. Pakan ...................................................................................................... 5
C. Buah Semu Jambu Mete......................................................................... 6
D. Fermentasi dan Aspergillus niger ......................................................... 7
E. Bobot Potong .......................................................................................... 8
F. Karkas, Non Karkas dan Persentasenya .............................. ................ 8
HIPOTESIS .................................................................................................... 10
III. MATERI dan METODE PENELITIAN .............................................. 11
A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................ 11
B. Bahan dan Alat Penelitian ...................................................................... 11
C. Persiapan Penelitian ............................................................................... 13
D. Cara Penelitian ....................................................................................... 15
E. Cara Analisis Data .................................................................................. 17
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN................................................................ 18
A. Bobot Potong......................................................................................... 18
iv
B. Berat Karkas...................................................................................... .. . 19
C. Persentase Karkas................................................................................. . 20
D. Persentase Non Karkas.......................................................................... 21
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... ....... 22
A. Kesimpulan ............................................................................................ 22
B. Saran....................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 23
LAMPIRAN
v
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Kebutuhan nutrien kelinci umur 2 bulan................................................. 11
2. Kandungan nutrien bahan penyusun ransum .......................................... 12
3. Susunan ransum dan kandungan nutrien ransum berdasarkan perlakuan 12
4. Rerata bobot potong kelinci New Zealand White jantan (g/ekor)............ 18
5. Rerata berat karkas kelinci New Zealand White jantan (g/ekor).............. 19
6. Rerata persentase karkas kelinci New Zealand White jantan (%) ........... 20
7. Rerata persentase non karkas kelinci New Zealand White jantan (%) ... 21
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Analisis variansi bobot potong kelinci New Zealand White jantan ......... 26
2. Analisis variansi berat karkas kelinci New Zealand White jantan ........... 27
3. Analisis variansi persentase karkas kelinci New Zealand White jantan... 28
4. Analisis variansi persentase non karkas kelinci New Zealand White
jantan........................................................................................................ 29
5. Daftar bobot badan awal kelinci New Zealand White jantan ................... 30
6. Analisis Variansi konsumsi pakan BK kelinci New Zealand White
jantan........................................................................................................ 31
7. Analisis bahan pakan rumput lapang ....................................................... 32
8. Analisis bahan pakan TBSJMF................................................................ 33
9. Analisis bahan pakan konsentrat.............................................................. 34
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Permintaan masyarakat terhadap daging sebagai sumber protein hewani
terus meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk dan
kesadaran masyarakat akan pentingnya protein hewan. Ternak kelinci
merupakan salah satu komoditas peternakan yang cukup potensial sebagai
penyedia daging karena pertumbuhan, reproduksi serta kualitas daging yang
baik. Menurut Anonim (2009), kelinci memiliki kualitas daging yang baik.
Kandungan protein daging kelinci tinggi yaitu 20,8% serta kandungan lemak
dan kolesterolnya yang rendah yaitu 10,2% dan 1,39 mg/100g daging.
Ditambahkan oleh Blakely dan Bade (1991), dalam satu kali kelahiran, kelinci
dapat beranak antara 6 - 10 ekor, dengan lama bunting 28-35 hari.
Pakan merupakan salah satu faktor utama didalam mengembangkan
usaha ternak kelinci. Berhasilnya usaha ternak kelinci sangat tergantung pada
kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan. Menurut Blakely dan Bade
(1991), dalam hidupnya kelinci membutukan karbohidrat, lemak, protein,
mineral, vitamin dan air. Jumlah yang dibutuhkan tergantung dari umur dan
tujuan produksi. Dalam pemeliharaannya, kelinci mendapatkan pakan yang
terdiri dari dua komponen, yaitu bahan pakan hijauan dan bahan pakan
konsentrat.
Penggunaan konsentrat sebagai bahan pakan mempunyai kendala, yaitu
harganya yang relatif mahal, oleh karena itu perlu dicari bahan pakan
alternatif yang mudah didapat, harga murah dan mempunyai potensi untuk
digunakan sebagai bahan pakan ternak. Salah satu alternatif untuk penyediaan
bahan pakan adalah melalui pemanfaatan limbah perkebunan. Salah satu
limbah perkebunan yang belum banyak dimanfaatkan adalah limbah buah
semu jambu mete.
Buah semu jambu mete (Anacardium ocidentale Linn) merupakan salah
satu komoditas perkebunan yang dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak.
1
Jambu mete umumnya tumbuh dan dikembangkan didaerah gersang dan
kering, bahkan dilahan kritis sebagai tanaman penghijauan. Jambu mete
menghasilkan biji sebagai produk utama, dan limbah berupa buah semu dan
kulit (cangkang biji mete). Menurut Suprapti (2005), daging buah semu jambu
mete agak lunak, berserabut dan banyak mengandung air. Buah semu
sebenarnya merupakan tangkai yang menggembung. Salah satu peluang
pemanfaatan buah semu jambu mete adalah sebagai bahan pakan.
Buah semu jambu mete secara fisik komposisinya jauh lebih besar
apabila dibandingkan biji ( kacang) mete. Menurut Guntoro (2008), buah mete
mempunyai komposisi buah semu 91- 92%, buah sejati 8-9% dengan
komposisi fisik bagian padat buah semu jambu mete 34 – 36%, dengan
kandungan PK 6,10% dan SK 15,15%. Suprapti (2003) menambahkan, buah
semu jambu mete secara keseluruhan mengandung air 82,5%, protein 0,7%
dan energi 720 kal/g dan ditambahkan oleh Guntoro (2008), kandungan
nutrien dari buah semu mete fermentasi adalah PK 21,29%, SK 8,56%, TDN
61,70%, Ca 0,02%, P 0,14%, LK 1,21%.
Penelitian tentang penggunaan buah semu jambu mete terhadap ternak
kambing dan babi telah dilakukan oleh BPTP Bali. Hasil penelitian BPTP
Bali, menunjukkan bahwa melalui fermentasi, limbah buah semu mete dapat
dimanfaatkan untuk pakan penguat kambing dan babi (Guntoro et al., 2004).
Lebih jauh dikatakan bahwa pemberian limbah buah semu jambu mete pada
ternak kambing mampu meningkatkan berat badan ternak 59,65 g/ekor/hari
sementara yang hanya diberikan hijauan saja hanya 33,58 g/ekor/hari.
Buah semu jambu mete mempunyai rasa sepet dan gatal jika dimakan
karena adanya senyawa tanin dan asam anacardat (Muljohardjo, 1990). Salah
satu cara meningkatkan nilai gizi buah semu jambu mete adalah dengan cara
fermentasi. Dengan proses fermentasi, kandungan PK dapat meningkat serta
kandungan SK menurun. Menurut Murni et al., (2008) Fermentasi dapat
meningkatkan nilai gizi suatu bahan pakan yang berkualitas rendah.
Fermentasi juga dapat meningkatkan daya simpan dan menghilangkan zat
antinutrisi atau racun yang terkandung dalam suatu bahan pakan.
B. Rumusan Masalah
Ternak kelinci merupakan salah satu jenis ternak yang dapat dijadikan
alternatif sebagai penyedia protein hewani. Ternak kelinci mempunyai
kandungan protein hewani yang tinggi dan mampu menghasilkan persentase
karkas yang baik.
Faktor pakan sangat penting bagi ternak kelinci. Pemberian pakan yang
baik dan sesuai kebutuhan, dapat meningkatkan produktivitas ternak kelinci
dan diharapkan persentase karkas yang dihasilkan baik. Pemberian pakan
hijauan pada kelinci, belum cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuhnya
secara optimal. Perlu pemberian konsentrat sebagai pakan tambahan bagi
ternak. Penggunaan konsentrat sebagai pakan tambahan akan meningkatkan
biaya pakan, karena harga konsentrat yang relatif mahal. Perlu dicari bahan
pakan alternatif yang murah dengan tetap memperhatikan nutrien yang
terkandung di dalamnya dan juga ketersediaannya. Salah satunya yaitu dengan
cara memanfaatkan limbah buah semu jambu mete. Upaya untuk
meningkatkan nilai gizi buah semu jambu mete adalah dengan proses
fermentasi.
Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
tentang pengaruh penggunaan tepung buah semu jambu mete fermentasi
dalam ransum terhadap persentase karkas kelinci New Zealand White jantan.
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian yang ingin dicapai oleh peneliti adalah untuk
mengetahui pengaruh penggunaan tepung buah semu jambu mete fermentasi
(TBSJMF) dalam ransum terhadap persentase karkas kelinci New Zealand
White jantan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kelinci
Menurut Kartadisastra (1994), sistematika kelinci adalah sebagai berikut
:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Clasis : Mammalia
Ordo : Logomorpha
Familia : Leporidae
Subfamilia : Leporinae
Species : Oryctolagus spp.
Blakely dan Bade (1991) menyatakan, keuntungan yang dapat diperoleh
apabila kelinci digunakan sebagai penghasil daging yaitu, kelinci mempunyai
kemampuan yang baik dalam mengubah pakan menjadi daging. Selain itu
kelinci mudah dipelihara dengan modal yang sedikit dan peralatan yang
sederhana. Kelinci mempunyai ukuran, kegunaan, warna dan panjang bulu
yang berbeda tergantung jenisnya. Kelinci mempunyai berat dewasa yang
beragam mulai dari 1,5 kg sampai 7 kg. Dalam satu kali kelahiran, kelinci
dapat beranak antara 6 - 10 ekor, dengan lama bunting 28-35 hari dan dapat
disapih pada umur 7 – 8 minggu. Usman (1980) menambahkan bahwa kelinci
dapat melahirkan setiap tiga bulan sekali sehingga dalam setahun kelinci dapat
melahirkan sebanyak empat kali. Menurut Kartadisastra (1997), produk yang
diperoleh dari pemeliharaan kelinci adalah daging, kulit atau bulu. Semua
dapat dimanfaatkan dengan baik, secara langsung maupun melalui tahap-tahap
pengolahan tertentu. Anonim (2009) menambahkan, kelinci memiliki kualitas
daging yang baik. Kandungan protein daging kelinci tinggi yaitu 20,8% serta
kandungan lemak dan kolesterolnya yang rendah yaitu 10,2% dan 1,39
mg/100g daging.
4
Kartadisastra (1994) melaporkan, kelinci New Zealand White mampu
menghasilkan daging, bulu, rasio daging dan tulang yang baik serta
mempunyai daya asuh yang tinggi. Manfaat lain yaitu, kulit kelinci dapat
digunakan sebagai barang kerajinan serta kotoran kelinci yang dapat dipakai
untuk pupuk. Hustamin (2006) menyatakan bahwa kelinci New Zealand White
mempunyai bulu putih mulus, padat dan tebal dengan ciri khas mata berwarna
merah. Ditambahkan Blakely dan Blade (1991), kelinci New Zealand White
merupakan kelinci berukuran sedang, penghasil daging yang baik dan
mempunyai berat dewasa 4-5 kg.
Blakely dan Bade (1991) menyatakan, kelinci mempunyai kebiasaan
makan feses yang sudah dikeluarkan yang disebut coprophagy. Basuki
et al., (2002) menambahkan, kelinci mempunyai kemampuan kurang baik
dalam mencerna serat kasar. Menurut Subroto (2006), untuk membatasi
panjang giginya, kelinci perlu disediakan pakan yang dapat dikerat seperti
jagung yang masih bertongkol, ranting dan batang kayu basah untuk dimakan
kulitnya.
B. Pakan
Hammond (1952) cit Parakasi (1999) menyatakan, bahan pakan adalah
segala sesuatu yang dapat dikonsumsi, dicerna dan digunakan oleh ternak.
Williamson dan Payne (1993) menambahkan, pakan ternak dapat
dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu hijauan dan konsentrat. Hijauan
mempunyai serat kasar yang tinggi pada bahan keringnya. Secara umum
konsentrat mengandung serat kasar lebih rendah daripada hijauan. Konsentrat
mengandung karbohidrat, protein dan lemak yang tinggi tetapi kadar airnya
rendah. Menurut Tillman et al., (1989), serat kasar terdiri dari selulose,
hemiselulose, polisakarida dan lignin. Ditambahkan Anggorodi (1990),
semakin tinggi serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan, maka
semakin rendah daya cerna bahan pakan tersebut.
Hijauan adalah semua bahan pakan yang berasal dari tanaman, yang
terdiri dari daun, batang, ranting dan bunga. Hijauan meliputi rumput
(Gramineae), legume dan tumbuh-tumbuhan lain. Semuanya bisa diberikan,
baik dalam bentuk hijauan segar maupun kering (Sugeng, 2000). Whendrato
dan Madyana (1983) menambahkan, dalam peternakan kelinci semi intensif,
hijauan diberikan sebesar 80% sedangkan 20% lainnya dalam bentuk
konsentrat. Hijauan yang biasa diberikan untuk kelinci antara lain daun
kangkung, rumput lapang, daun pisang, daun lamtoro, daun turi dan
sebagainya.
Konsentrat merupakan pakan penguat yang terdiri dari bahan baku yang
kaya karbohidrat dan protein seperti jagung kuning, bekatul, dedak gandum
dan bungkil (Murtidjo, 1993). Munurut Tillman et al., (1989), konsentrat
adalah bahan pakan ternak yang mengandung SK< 18% banyak mengandung
BETN (karbohidrat yang mudah dicerna), termasuk golongan biji-bijian dan
sisa hasil penggilingan, umbi-umbian dan bahan berasal dari hewan.
Whendrato dan Madyana (1983) menambahkan, fungsi konsentrat atau pakan
penguat kelinci adalah meningkatkan gizi ransum agar sesuai dengan
kebutuhan kelinci, mempermudah penyediaan ransum, serta memperkecil
kemungkinan penyakit defisiensi nutrisi.
Blakely dan Bade (1991) menyatakan, dalam hidupnya kelinci
membutuhkan karbohidrat, lemak, protein, mineral, vitamin dan air. Jumlah
yang dibutuhkan tergantung dari umur dan tujuan produksi. Whendarto dan
Madyana (1983) melaporkan bahwa kebutuhan kelinci umur dua bulan untuk
protein kasar adalah 12-16% dan untuk serat kasarnya adalah 12-20%.
Ditambahkan Kartadisastra (1994) kebutuhan kelinci umur dua bulan, untuk
DE adalah 2600- 2900 kkal/kg dan untuk lemak adalah 2- 4%.
C. Buah Semu Jambu Mete
Suprapti (2003) menyatakan, buah semu jambu mete merupakan tangkai
buah yang membengkak atau menggembung dan berdaging. Buah semu jambu
mete mengandung berbagai unsur yang terdiri dari protein, gula, lemak,
karbohidrat, mineral, dan vitamin (A,B1,B2, dan C). Muljohardjo (1990)
menambahkan, buah semu jambu mete harus diolah terlebih dahulu sebelum
diberikan kepada ternak, karena buah semu jambu mete mengandung senyawa
tanin dan Asam anacardat yang menyebabkan rasa sepet dan gatal jika
dimakan.
Kompiang (2000) cit Guntoro et al., (2004) menyatakan bahwa
melalui proses fermentasi, nilai nutrien buah semu jambu mete dapat
ditingkatkan. Anonim (2007) menambahkan, buah semu jambu mete yang
difermentasi, memiliki kandungan gizi terutama protein jauh lebih tinggi
daripada sebelum difermentasi. Kandungan PK meningkat dari 7% menjadi
21-22% dan kandungan SK menurun dari 14,48% menjadi 8,56%.
Ditambahkan oleh Guntoro (2008), kandungan nutrien dari buah semu jambu
mete fermentasi dengan Aspergillus niger adalah PK 21,29%, SK 8,56%,
TDN 61,70%, Ca 0,02%, P 0,14%, LK 1,21%.
D. Fermentasi dan Aspergillus niger
Fermentasi merupakan suatu proses dimana komponen – komponen
kimiawi dihasilkan, akibat adanya pertumbuhan maupun metabolisme
mikroba (Murni et al., 2008). Buckle et al., (1985) menyatakan, fermentasi
menyebabkan perubahan yang menguntungkan dari segi mutu, baik dari aspek
gizi maupun daya cerna serta meningkatkan daya simpannya. Rahman dan
Daulay (1992) menambahkan, melalui fermentasi bahan pakan akan
mengalami perubahan fisik dan kimia, yang akan meningkatkan palatabilitas
pakan. Ditambahkan oleh Murni et al., (2008), fermentasi dapat meningkatkan
nilai gizi suatu bahan pakan yang berkualitas rendah. Fermentasi juga dapat
meningkatkan daya simpan dan menghilangkan zat antinutrisi atau racun yang
terkandung dalam suatu bahan pakan.
Aspergillus niger adalah kapang yang termasuk dalam genus
Aspergillus, famili Eurotiaceae, ordo Eutiales dan kelas Ascomycetes (Hardjo
et al., 1989 cit Palinka, 2009). Gray (1997) cit Sari dan Purwadaria (2004)
menyatakan, kapang yang sering digunakan dalam teknologi fermentasi adalah
Aspergillus niger. Aspergilus niger merupakan salah satu jenis Aspergilus
yang tidak menghasilkan mikotoksin sehingga tidak membahayakan.
Ditambahkan oleh Palinka (2009), dalam pertumbuhannya Aspergillus niger
memerlukan oksigen dalam jumlah yang cukup. Aspergillus niger dapat
tumbuh maksimum pada suhu 35ºC-37ºC. Murni et al., (2008)
menambahkan, Aspergillus niger adalah kapang dapat tumbuh pada suhu
35ºC-37ºC.
E. Bobot Potong
Bobot potong kelinci adalah bobot tubuh kelinci sebelum dipotong
setelah dipuasakan 6-12 jam (Kartadisastra, 1997). Blakely dan Bade (1991)
menyatakan, umumnya kelinci dipotong pada umur 8 minggu (56 hari).
Ditambahkan oleh Usman (1980), biasanya kelinci dipotong pada umur 2-3
bulan dengan bobot potong mencapai 2 kg pada kelinci Vlaamse Reus.
Soeparno (1994) menyatakan, pemuasaan adalah perlakuan ternak
kelinci yang akan dipotong dengan tidak memberi pakan. Pemuasaan ini
digunakan untuk mengosongkan isi perut dan mempercepat pengeluaran
darah. Bobot potong sangat berpengaruh terhadap berat karkas dan bagian-
bagian karkas. Faktor yang mempengaruhi bobot potong adalah jenis kelamin,
kandungan nutrisi pakan dan konsumsi pakan. Ditambahkan oleh Parakasi
(1999), kandungan nutrisi pakan sangat berpengaruh terhadap besarnya bobot
potong. Semakin tinggi bobot potong ternak, maka persentase karkas yang
dihasilkan juga akan semakin tinggi. Sents et al., (1982)
cit Haryoko dan Warsiti (2008) menyatakan, peningkatan bobot potong dapat
meningkatkan bobot karkas, tetapi besarnya persentase karkas tidak selalu
meningkat. Dalam mencapai bobot potong, kelinci jantan memerlukan waktu
yang lebih cepat daripada ternak betina.
F. Karkas, Non Karkas dan Persentasenya
Karkas pada ternak kelinci adalah bagian tubuh kelinci yang sudah
dipisahkan dari kepala, kaki yang dipotong bagian bawah, kulit serta jeroan
(Susandari, et al., 2004). Kartadisastra (1997) melaporkan, faktor yang
mempengaruhi berat karkas yaitu besar tubuh kelinci, jenis kelinci, sistem
pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, kesehatan ternak dan
perlakuan sebelum pemotongan. Sebagai patokan, berat karkas ternak kelinci
yang baik adalah 40%-52% dari berat hidupnya. Usman (1980)
menambahkan, umumnya kelinci dipotong antara umur 2-3 bulan dengan
bobot 2 kg. Persentase karkas yang diperoleh adalah 55% dan persentase non
karkasnya adalah 45%, sehingga diperoleh berat karkas sebesar 1.100 g dan
berat non karkas sebesar 900 g.
Parakasi (1999) menambahkan, karkas ternak jantan mengandung lemak
lebih sedikit daripada ternak betina. Menurut Leenstra (1987) cit Suhendra et
al., (2007), adanya lemak abdomen dapat mempengaruhi berat karkas yang
dihasilkan.
Kartadisastra (1997) menyatakan, pemuasaan akan meningkatkan
proporsi daging terhadap bobot hidupnya (persentase karkas). Soeparno
(1994) menambahkan, persentase karkas merupakan perbandingan antara
berat karkas dengan bobot potong, kemudian dikalikan 100%. Ditambahkan
Parakasi (1999), ternak yang diberi konsentrat ad libitum sejak disapih,
persentase karkasnya lebih tinggi daripada ternak yang diberi pakan seadanya.
Bagian tubuh kelinci yang termasuk non karkas meliputi kulit, kepala,
keempat kaki bagian bawah, dan organ dalam (Kartadisastra, 2001). Soeparno
(1994) menyatakan berat non karkas diperoleh dengan cara menimbang
seluruh bagian non karkas, yang terdiri dari kepala, kulit, keempat kaki bagian
bawah, organ dalam. Berat non karkas dinyatakan dalam g/ekor. Persentase
non karkas dihitung dengan cara membagi berat seluruh bagian non karkas
dengan bobot potong kelinci yang bersangkutan kemudian dikalikan 100%.
Persentase karkas biasanya meningkat sesuai dengan peningkatan berat hidup,
tetapi persentase non karkas akan menurun. Parakasi (1999) menambahkan,
keuntungan dari ternak tipe pedaging adalah sifat pertumbuhan, kualitas
daging dan persentase karkasnya yang baik. Selama pertumbuhan ternak, urat
daging, tulang dan lemak kuantitasnya meningkat.
HIPOTESIS
Hipotesis penelitian ini adalah penggunaan tepung buah semu jambu
mete fermentasi dalam ransum tidak berpengaruh terhadap persentase karkas
kelinci New Zealand White jantan.
III. MATERI DAN METODE
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama 8 minggu, mulai tanggal 3 Agustus sampai 28
September 2009, di Gondang Garjo RT. 03 RW. 9 Joho Mojolaban, Sukoharjo.
Analisis proksimat pakan dan sisa pakan, dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah
Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta
B. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian adalah :
1. Kelinci
Kelinci yang digunakan adalah kelinci New Zealand White jantan lepas sapih, umur 8
minggu dengan bobot badan rata- rata 896,25 + 54,75 gram sebanyak 16 ekor.
Kelinci diperoleh dari Balai Pembibitan dan Budidaya Ternak (BPBT) Non
Ruminansia Satuan Kerja Kelinci Dinas Peternakan Jawa Tengah Balekambang Surakarta
2. Ransum
Ransum yang digunakan terdiri dari konsentrat (bekatul, jagung giling, BR1, tepung
ikan, premix dan garam), hijauan berupa rumput lapang dan TBSJMF. Air minum
diberikan secara ad libitum. Kebutuhan nutrien kelinci New Zealand White jantan dapat
dilihat pada tabel 1. Kandungan nutrien bahan pakan penyusun ransum pada tabel 2.
Susunan beserta kandungan nutrien ransum perlakuan dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 1. Kebutuhan nutrien kelinci umur 2 bulan
Nutrien Kebutuhan Digestible Energi (Kkal/kg)2) 2600-2900 Protein Kasar (%)1) 12-16 Serat Kasar (%)1) 12-20 Lemak (%)2) 2-4
Sumber : 1) Whendrato dan Madyana (1983) 2) Kartadisastra (1994)
Tabel 2. Kandungan nutrien bahan penyusun ransum
Bahan ransum DE (Kkal/Kg)
PK
LK (% BK)
SK
Rumput Lapang Konsentrat
TBSJMF TBSJM
2613,041) 2799,322)
2677,552)
3035,572)
9,04 16,63 21,01 9,78
0,46 7,74 1,15 1,42
22,24 13,95 6,56 10,64
Sumber: Lab Biologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (2009). 1) DE (rumput)
= 4370 – 79 (%SK) (NRC, 1981). 2) Berdasarkan hasil perhitungan:
11
TDN = 77,07 – 0,75(PK) – 0,07(SK) DE = %TDN x 44 (Hartadi et al., 1990).
Tabel 3.Susunan ransum dan kandungan nutrien ransum berdasarkan perlakuan
Bahan Pakan Perlakuan P0 P1 P2 P3
Komposisi ransum : - Rumput Lapang 60 60 60 60 - Konsentrat 40 35 30 25
- Tepung BSJM Fermentasi Jumlah
- 100
5 100
10 100
15 100
Kandungan Nutrien (%) : DE ( Kkal/Kg ) 2687,53 2681,44 2675,34 2669,25 Protein Kasar (PK) 12,07 12,29 12,51 12,75
Lemak Kasar (LK) 3,38 3,05 2,72 2,39 Serat Kasar (SK) 18,92 18,55 18,19 17,81
Sumber : Hasil perhitungan Tabel 2 dan 3.
3. Kandang dan Peralatan
a. Kandang
Penelitian ini menggunakan kandang battery sebanyak 16 buah dan setiap kandang
berisi satu ekor kelinci. Kandang yang digunakan mempunyai ukuran p x l x t = (0.5 x 0.5
x 0.5 ) m.
b. Peralatan
Peralatan kandang yang digunakan meliputi:
1. Tempat pakan dan minum, masing – masing 16 buah yang terbuat dari plastik
dan ditempatkan pada tiap kandang.
2. Termometer ruang sebanyak 2 buah, untuk mengukur suhu dalam ruangan.
3. Timbangan yang digunakan yaitu timbangan IdieaIife dengan kapasitas 5 Kg
dengan kepekaan 1 gr untuk menimbang pakan, sisa pakan, kelinci dan karkas
kelinci.
4. Perlengkapan yang lain meliputi sapu untuk membersihkan kandang, peralatan
untuk menyembelih, menguliti dan mengeluarkan jeroan kelinci serta alat tulis
untuk mencatat data.
C. Persiapan penelitian
1. Persiapan kandang
Kandang dan peralatan yang akan digunakan dalam penelitian dibersihkan
Antiseptik L100 dengan dosis 12,5 ml dalam 1 liter air. Disamping itu dilakukan pula
pengapuran pada dinding dan lantai kandang. Tempat pakan dan minum dicuci, kemudian
direndam ke dalam Antiseptik dengan merek dan dosis yang sama, kemudian dikeringkan
di bawah sinar matahari.
2. Persiapan kelinci
Kelinci yang digunakan dalam penelitian ini, dipilih berdasarkan keseragaman
bangsa, jenis kelamin, umur dan bobot badan. Kelinci ditimbang terlebih dahulu untuk
mengetahui bobot awalnya dan diberi obat cacing Piperazine dosis 0,5 g/1 kg bobot
badan. Sebelum penelitian dilakukan, kelinci diadaptasikan dengan lingkungan kandang
dan pakan perlakuan sampai 2 minggu.
3. Persiapan pakan
Pembuatan tepung buah semu jambu mete fermentasi (Guntoro, 2008)
A. Bahan dan alat yang digunakan dalam aktivasi Aspergillus niger adalah sebagai
berikut
a. 10 liter air bebas kaporit.
b. 100 gram gula pasir.
c. 50 gram urea.
d. 50 gram NPK.
e. 50 ml Aspergillus niger
f. Ember kapasitas 10 liter
g. Aerator
h. Tongkat plastik
B. Proses aktivasi Aspergilus niger adalah sebagai berikut:
a. Menyiapkan 10 liter air (bebas kaporit) yang sudah diendapkan selama 12 – 24
jam.
b. Memasukkan larutan 100 gram gula pasir, 50 gram urea dan 50 gram NPK ke
dalam air (dibuat larutan), selanjutnya mengaduk sampai rata.
c. Memasukkan bibit 50 ml larutan Aspergillus niger ke dalam air kemudian
mengaduk sampai rata.
d. Melakukan aerasi larutan dengan aerator selama 24 – 36 jam.
e. Larutan siap digunakan sebagai starter.
C. Metode pembuatan TBSJMF adalah sebagai berikut:
a. Menyediakan buah semu jambu mete yang akan difermentasi.
b. Menyediakan larutan Aspergilus niger untuk fermentasi buah semu jambu mete.
c. Mencacah buah semu jambu mete agar didapatkan ukuran lebih kecil.
d. Mengepres buah semu jambu mete untuk memisahkan limbah padat dan cair.
e. Menyiramkan larutan Aspergilus niger di atas limbah padat buah semu jambu
mete.
f. Membiarkan proses fermentasi selama 5 – 6 hari.
g. Mengeringkan buah semu jambu mete fermentasi selama 3 – 4 hari dengan cara
penjemuran.
h. Menggiling buah semu jambu mete fermentasi untuk dijadikan tepung.
i. TBSJMF siap digunakan sebagai pakan atau disimpan.
4. Persiapan Ransum
Pakan yang diberikan berupa rumput lapang dan konsentrat. Buah semu jambu
mete fermentasi yang telah menjadi tepung dicampur sampai homogen dengan
konsentrat, sesuai dengan tingkat perlakuan.
D. Cara penelitian
1. Macam penelitian
Penelitian mengenai pengaruh penggunaan tepung buah semu jambu mete
fermentasi dalam ransum terhadap persentase karkas kelinci New Zealand White jantan
ini merupakan penelitian eksperimental
2. Rancangan percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola searah
dengan 4 macam perlakuan (P0, P1,P2 dan P3). Masing-masing perlakuan diulang 4 kali
dan setiap ulangan terdiri dari seekor kelinci. Macam perlakuan yang diberikan adalah
sebagai berikut :
P0 : Rumput Lapang 60% + Konsentrat 40 %
P1 : Rumput Lapang 60% + Konsentrat 35% + 5% Tepung Buah Semu Jambu Mete
Fermentasi
P2 : Rumput Lapang 60% + Konsentrat 30% + 10% Tepung Buah Semu Jambu Mete
Fermentasi
P3 : Rumput Lapang 60% + Konsentrat 25% + 15% Tepung Buah Semu Jambu Mete
Fermentasi
3. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dimulai dengan tahap adaptasi, pemeliharaan dan selanjutnya
pengambilan data. Kelinci yang akan digunakan dalam penelitian ditimbang terlebih
dahulu untuk mengetahui bobot awal. Selanjutnya dilakukan adaptasi ternak terhadap
lingkungan, kandang dan pakan. Adaptasi dilakukan selama 2 minggu dengan pemberian
pakan secara bertahap. Pemeliharaan dilakukan selama 6 minggu dengan pemberian
pakan sesuai dengan perlakuan. Pemberian pakan konsentrat pada pukul 07.00 WIB dan
pukul 15.00 WIB dan untuk hijauan diberikan pukul 08.00 WIB dan pukul 16.00 WIB,
sedangkan air diberikan secara ad libitum.
Tahap pengambilan data dilakukan pada hari terakhir pemeliharaan dengan
mengambil secara acak 2 ekor kelinci dari setiap perlakuan sebagai sampel. Tahap
pengambilan data adalah sebagai berikut:
a. Pemuasaan
Sebelum dipotong kelinci terlebih dahulu dipuasakan selama 7 jam. Menurut
Soeparno (1994), pemuasaan adalah perlakuan ternak kelinci yang akan dipotong
dengan tidak memberi pakan selama 6-10 jam. Pemuasaan ini digunakan untuk
mengosongkan isi perut dan mempercepat pengeluaran darah.
b. Penyembelihan Penyembelihan dilakukan dengan memotong bagian leher tepat pada pada
bagian trachea, vena jugularis, arteri carotis, dan oesophagus. Setelah
penyembelihan selesai, kelinci digantung dengan kaki belakang diatas agar
pengeluaran darah lancar dan untuk mempermudah pengulitan.
c. Pengulitan
Pengulitan dilakukan dengan cara kering atau tanpa air. Pertama dengan
memisahkan bagian kepala, kedua kaki bagian bawah. Menyayat kulit pada kedua
kaki belakang, melingkar di pergelangannya sampai melalui bagian paha dan anus.
Kulit dipisah dan ditarik ke bawah perlahan-lahan sampai kulit terlepas dari tubuh.
d. Pengeluaran jeroan
Pengeluaran jeroan dilakukan dengan menyayat bagian perut secara membujur
mulai dari titik pusar kearah dada kemudian ke ekor. Setelah itu mengeluarkan
seluruh jeroan dengan tangan.
4. Parameter penelitian
a. Bobot Potong
Bobot potong adalah, bobot tubuh sebelum dipotong setelah dipuasakan 7 jam.
Bobot potong diperoleh dengan menimbang kelinci sebelum dipotong setelah
dipuasakan selama 6-10 jam. Bobot potong dinyatakan dalam gram/ekor ( Soeparno,
1994 ).
b. Berat Karkas
Karkas merupakan bagian tubuh yang sudah dipisahkan dari kepala, kaki bagian
bawah, kulit dan jeroan. Berat karkas diperoleh dengan cara menimbang kelinci yang
disembelih dikurangi berat darah, kepala, kulit, keempat kaki bagian bawah dan organ
dalam. Berat karkas dinyatakan dalam gram/ekor ( Soeparno, 1994 ).
c. Presentase Karkas
Persentase karkas merupakan perbandingan antara berat karkas dengan bobot
potong, kemudian dikalikan 100 (Soeparno, 1994 ).
d. Persentase Non Karkas
Persentase non karkas merupakan perbandingan berat seluruh bagian non karkas
( kepala, kaki bagian bawah, darah, kulit dan organ dalam) dengan bobot potong, dan
dikalikan 100 ( Kartadisastra, 1997).
E. Cara Analisa Data
Rancangan yang digunakan yaitu RAL pola searah dan dianalisis menggunakan
analisis variansi. Model matematika yang digunakan adalah:
Y ij = µ + t I + ε ij
Y ij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j
µ = Nilai tengah perlakuan ke-I
t I = Pengaruh perlakuan ke-I
ε ij = Kesalahan (galat) percobaan pada perlakuan ke-I ulangan ke-j (Yitnosumarto, 1993)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Bobot Potong
Rerata bobot potong yang diperoleh dari penggunaan TBSJMF (Tepung Buah Semu
Jambu Mete Fermentasi) pada kelinci New Zealand White jantan, ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rerata bobot potong kelinci New Zealand White jantan (g/ekor)
Ulangan Perlakuan 1 2
Rerata
P0 P1 P2 P3
1377 1454 1489 1630
1407 1566 1594 1502
1392,00 1510,00 1541,50 1566,00
Rerata bobot potong yang diperoleh dari penelitian ini untuk P0, P1, P2 dan P3
berturut – turut adalah 1392,00, 1510,00, 1541,50, 1566,00 g. Hasil analisis variansi dari
penggunaan TBSJMF terhadap bobot potong menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata
(P>0,05). Hasil yang berbeda tidak nyata ini, menunjukkan bahwa penggunaan TBSJMF
dalam ransum yang diberikan terhadap kelinci New Zealand White, sampai taraf 15% tidak
berpengaruh terhadap bobot potong kelinci New Zealand White.
Menurut Soeparno (1994), faktor yang mempengaruhi bobot potong adalah jenis
kelamin, kandungan nutrien dan konsumsi pakan. Konsumsi pakan dari kelinci New Zealand
White selama penelitian menunjukkan hasil yang berbeda tidak nyata (Bahri, 2010,
komunikasi pribadi) dan hal ini mempengaruhi besarnya bobot potong kelinci yang
dihasilkan. Besarnya konsumsi pakan yang berbeda tidak nyata antar perlakuan, menunjukkan
besarnya nutrien yang dikonsumsi dan diserap tubuh adalah sama. Selain itu kelinci yang
digunakan dalam penelitian mempunyai jenis kelamin yang sama, bobot awal yang seragam,
tempat (kandang), lingkungan dan suhu yang sama. Perlakuan yang sama tersebut
mengakibatkan bobot potong yang dihasilkan berbeda tidak nyata.
B. Berat Karkas
Rerata berat karkas yang diperoleh dari penggunaan TBSJMF pada kelinci New
Zealand White jantan, ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5. Rerata berat karkas kelinci New Zealand White jantan (g/ekor)
Ulangan Perlakuan 1 2
Rerata
18
P0 P1 P2 P3
660 645 690 813
649 815 815 717
654,50 730,00 752,50 765,00
Tabel 5 menunjukkan rerata berat karkas untuk perlakuan P0, P1, P2 dan P3 masing
– masing adalah 654,50, 730,00, 752,50 dan 765,0 g. Hasil Analisis Variansi menunjukkan
bahwa penggunaan TBSJMF berbeda tidak nyata (P>0,05). Hal ini membuktikan bahwa
penggunaan TBSJMF sampai taraf 15% dari total ransum yang diberikan tidak berpengaruh
terhadap berat karkas.
Karkas adalah bagian tubuh yang sudah dipisahkan dari kepala, kaki bagian bawah,
kulit dan jeroan. Pada penelitian yang telah dilakukan, besar dan jenis kelinci, lingkungan dan
kualitas pakan yang diberikan serta penanganan ternak sebelum dan sesudah dipotong adalah
sama, sehingga berat karkas yang diperoleh berbeda tidak nyata. Sesuai dengan pernyataan
Kartadisastra (1997), berat karkas sangat tergantung pada besar tubuh kelinci, juga
penanganan ternak sebelum dan sesudah dipanen antara lain; jenis kelinci, sistem
pemeliharaan, kualitas bibit, macam dan kualitas pakan, kesehatan ternak, perlakuan sebelum
dipotong dan metode pemotongan.
Bobot potong yang berbeda tidak nyata akan menyebabkan berat karkas yang
berbeda tidak nyata pula. Sesuai dengan pernyataan Soeparno (1994), bobot potong sangat
berpengaruh terhadap berat karkas dan bagian-bagian karkas.
C. Persentase Karkas
Rerata persentase karkas yang diperoleh dari penggunaan TBSJMF pada kelinci New
Zealand White jantan, ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rerata persentase karkas kelinci New Zealand White jantan (%)
Ulangan Perlakuan 1 2
Rerata
P0 P1 P2 P3
47,93 44,36 46,34 49,88
46,13 52,04 51,13 47,74
47,03 48,20 48,74 48,81
Tabel 6 menunjukkan rerata persentase karkas untuk perlakuan P0, P1, P2, P3 adalah
47,03, 48,20, 48,74, 48,81%. Hasil yang diperoleh dari tabel 6, sesuai dengan pernyataan
Kartadisastra (1997), sebagai patokan berat karkas ternak kelinci yang baik berkisar antara
40% hingga 52% dari berat hidupnya. Hasil Analisis Variansi menunjukkan bahwa
penggunaan TBSMF berbeda tidak nyata (P>0,05), artinya penggunaan TBSMF sampai taraf
15% dari total ransum yang diberikan tidak berpengaruh terhadap persentase karkas.
Soeparno (1994), menyatakan bahwa persentase karkas adalah perbandingan antara
berat karkas dengan bobot potong, kemudian dikalikan 100%. Ini menunjukkan, bahwa
terdapat hubungan antara persentase karkas dengan bobot potong dan berat karkas, dimana
besarnya persentase karkas sangat dipengaruhi oleh besarnya bobot potong dan berat karkas.
Leenstra (1987) cit Suhendra et al., (2007) menyatakan, adanya lemak abdomen dapat
mempengaruhi berat karkas yang dihasilkan.Pada penelitian yang telah dilaksanakan, tidak
ditemukan adanya lemak abdomen.
D. Persentase Non Karkas
Rerata persentase non karkas yang diperoleh dari penggunaan TBSJMF pada kelinci
New Zealand White jantan, ditunjukkan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rerata persentase non karkas kelinci New Zealand White jantan (%)
Ulangan Perlakuan 1 2
Rerata
P0 P1 P2 P3
44,66 47,11 45,06 43,31
45,77 40,74 41,47 43,67
45,22 43,92 43,27 43,49
Tabel 7 menunjukkan rerata persentase non karkas untuk P0, P1, P2, P3
masing – masing adalah 45,22, 43,92, 43,27, 43,49%. Bagian tubuh kelinci
yang termasuk non karkas meliputi; kepala, keempat kaki bagian bawah, kulit
dan organ dalam (Kartadisastra, 2001)
Hasil dari Analisis Variansi menunjukkan bahwa penggunaan TBSJMF berbeda
tidak nyata ( P>0,05). Artinya penggunaan TBSJMF sampai taraf 15% dari jumlah ransum
yang diberikan, tidak berpengaruh terhadap persentase non karkas. Hal ini dapat terjadi karena
terdapat hubungan antara persentase non karkas dengan berat non karkas serta bobot potong.
Seperti pernyataan Kartadisastra (1997), bahwa persentase non karkas dihitung dengan cara
membagi berat seluruh bagian non karkas dengan bobot potong kelinci yang bersangkutan
kemudian dikalikan 100%. Besarnya persentase non karkas yang dihasilkan berbanding
terbalik dengan besarnya persentase karkas. Sehingga semakin besar persentase karkas yang
dihasilkan maka semakin kecil persentase non karkas yang akan diperoleh.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah penggunaan tepung buah
semu jambu mete fermentasi sampai taraf 15% dalam ransum dapat digunakan sebagai bahan
pakan pengganti konsentrat karena tidak berpengaruh terhadap bobot potong, bobot karkas,
perentase karkas dan persentase non karkas kelinci New Zealand White jantan
B. Saran
Berdasarkan hasi penelitian yang didapat, disarankan untuk menggunakan TBSJMF
sampai taraf 15%, sebagai bahan pakan pengganti konsentrat.
DAFTAR PUSTAKA
Anggorodi, 1990. Ilmu Makanan Ternak Umum. Gramedia. Jakarta.
Anonim, 2007. Pakan Ternak Bermutu dari Limbah Mete. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol 29 no5 hlm 9-11.
Anonim, 2009. Kelinci dan Produksi Unggulannya. http://blogs. Unpad.ac.id/2009/03/17. Diakses tanggal 13 April 2010.
Bahri, A.S, 2010. Pengaruh Penggunaan Tepung Buah Semu Jambu Mete Fermentasi dalam Ransum terhadap Performan Kelinci New Zealand White Jantan. Skripsi (dalam proses). Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret. Surakarta
Basuki, P., N Ngadiyono dan G Murdjito, 2002. Dasar Ilmu Ternak Potong dan Kerja. Bahan Ajar Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Buckle, K.A., R.A Edwards., G.H Fleet dan M. Wooton, 1985. Ilmu Pangan, diterjemahkan oleh Purnomo H., Adiono. UI Press. Jakarta.
Blakely, J dan D.H Bade, 1991. Ilmu Peternakan, diterjemahkan oleh Srigandono B. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Daulay, D dan A Rahman, 1992. Teknologi Fermentasi Sayuran dan Buah – buahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Antar Universitas.
Guntoro, S., 2008. Membuat Pakan Ternak dari Limbah Perkebunan. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Guntoro, S., M. Londra, I.A.P. Parwati dan N. Suyasa. 2004. Pengaruh Pemberian Limbah Mete Olahan terhadap Pertumbuhan Kambing Kacang. Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan Veteriner. Puslitbang Peternakan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian. Bogor.
Hartadi, H., S. Reksohadiprodjo dan A.D. Tillman. 1990. Tabel Komposisi Pakan untuk Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Haryoko, I dan T Warsiti, 2008. Pengaruh Jenis Kelamin dan Bobot Potong terhadap Karakteristik Fisik Karkas Kelinci Peranakan New Zealand White. Jurnal. Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman. Purwokerto. Vol 10 no 2. hlm 85-89.
Hustamin, R., 2006. Panduan Memelihara Kelinci Hias. Agromedia Pustaka. Jakarta
Kartadisastra, H.R., 1994. Beternak Kelinci Unggul. Kanisius. Yogyakarta.
, 1997. Ternak Kelinci dan Teknologi Pascapanen. Kanisius. Yogyakarta.
, 2001. Beternak Kelinci Unggul. Kanisius. Yogyakarta.
Muljohardjo, 1990. Jambu Mete dan Tekhnologi Pengolahannya. Liberty. Yogyakarta.
Murni, R., Suparjo, Akmal dan B.L Ginting, 2008. Buku Ajar Teknologi Pemanfaatan Limbah untuk Pakan. Laboratorium Makanan Ternak Fakultas Peternakan Jambi.
Murtidjo, B.A., 1993. Memelihara Domba. Kanisius. Yogyakarta.
National Research Council, 1981. Nutritional Energetics of Domestic Animals and Glossary of Energy Terms. National Academy Press. Washington, DC.
Palinka, A., 2009. Pemanfaatan Lumpur Sawit Fermentasi dengan Aspergillus Niger dalam Ransum Ayam Broiler. http://www Urip Santoso. Wordpress.com/2009/12/01. Diakses tanggal 28 Januari 2010
Parakkasi, A., 1999. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminan. UI Press. Jakarta.
Sari, L dan T Purwadaria, 2004. Pengkajian Nilai Gizi Hasil Fermentasi Mutan Aspergillus Niger pada Substrat Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit. Biodiversitas. Vol 5 no 2 hlm 48-51.
Subroto, S., 2006. Beternak Kelinci. Aneka Ilmu. Semarang.
23
Suhendra, P., E.J Tandi., L Muslimin dan L Agustina, 2007. Pemberian Tipe dan Jenis Karbohidrat Ransum terhadap Modifikasi Pembentukan Lemak Abdomen Broiler. Jurnal Agrisistem. Vol 3. no 2. hlm 97-101
Sugeng, B. Y., 2000. Beternak Domba. PT Penebar Swadaya. Jakarta
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging Edisi II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Suprapti, M.L., 2003. Manisan Kering Jambu Mete. Kanisius. Yogyakarta.
. , 2005. Badeg dan Anggur Jambu Mete. Kanisius. Yogyakarta.
Susandari, L., S Lestari dan H.I Wahyuni, 2004. Komposisi Lemak Tubuh Kelinci yang Mendapat Pakan Pellet dengan Berbagai Aras Lisin. Proseding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. hlm. 663 – 669.
Tillman, A.D., H. Hartadi., S. Reksohadiprodjo., S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekojo, 1989. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Usman, A.M., 1980. Pedoman Beternak Kelinci. Direktorat Bina Produksi Direktorat Jenderal Peternakan Departemen Pertanian. Jakarta.
Whendrato, I dan I.M Madyana, 1983. Beternak Kelinci secara Populer. Eka Offset. Semarang.
Williamson, G. dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Diterjemahkan oleh SGN D. Darmadja. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Yitnosumarto, S., 1993. Percobaan Perancangan, Analisis, dan Interpretasinya. Gramedia Pustaka Utama. Yogyakarta.
Top Related