SKRIPSI
PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA
FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND
PENETRATING RADAR (GPR)
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Strata
Satu (S1) pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro
Universitas Darma Persada
Disusun oleh :
ALFIN HIDAYAT
2011210005
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2015
i
SKRIPSI
PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA
FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND
PENETRATING RADAR (GPR)
Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program Strata
Satu (S1) pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik Elektro
Universitas Darma Persada
Disusun oleh :
ALFIN HIDAYAT
2011210005
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2015
ii
LEMBAR PENGESAHAN
SKRIPSI
PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA FREKUENSI
1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND PENETRATING RADAR (GPR)
Oleh :
ALFIN HIDAYAT
2011210005
Skripsi ini telah diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Teknik Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik Jurusan
Teknik Elektro Universitas Darma Persada
M. Darsono, ST. MT M. Darsono, ST. MT
Ketua Jurusan Teknik Elektro Pembimbing Skripsi
JURUSAN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DARMA PERSADA
JAKARTA
2015
iii
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Puji syukur atas rahmat yang Allah SWT anugerahkan kepada kita
sehingga kesehatan badan, iman dan pikiran tercurahkan kepada kita melalui
rahmat-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang
berjudul “PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA
FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND PENETRATING RADAR
(GPR)”.
Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Teknik Strata Satu (S1) pada Fakultas Teknik Jurusan Teknik
Elektro Universitas Darma Persada.
Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih
kepada semua pihak yang telah memberi bantuan, bimbingan dan semua fasilitas
serta pengarahan-pengarahan yang diberikan kepada penulis selama melaksanakan
penyusunan skripsi ini, yaitu kepada yang terhormat:
1. Kedua orang tua dan seluruh keluarga yang tercinta karena telah
memberikan bantuan dan dorongan baik berupa materi ataupun moril
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Ir. Agus Sun Sugiharto, MT selaku dosen dan dekan Fakultas
Teknik, Universitas Darma Persada.
3. Bapak M. Darsono, ST. MT selaku Ketua Jurusan Teknik Elektro,
Universitas Darma Persada dan juga sebagai dosen pembimbing yang
telah banyak membantu dalam membimbing penulis untuk
menyelesaikan skripsi ini.
4. Seluruh dosen Fakultas Teknik Elektro Universitas Darma Persada
yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis.
5. Kepada semua rekan seperjuangan di Jurusan Teknik Elektro
Universitas Darma Persada (Tri Arianto, Ery Sugiarto, Luchinda
Heprilian, Amir Arifin, Erick Capirossi, Ismail Zulfikar, M. Amin,
iv
Arlendo Talahatu), yang telah banyak memberikan dukungan dan
dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
Penulisan skripsi ini memang masih belum sempurna, oleh karena itu
penulis mengucapkan permohonan maaf yang sebesar-besarnya atas kekurangan
dan kesalahan yang terjadi selama proses penulisan skripsi ini. Tidak lupa penulis
juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan
skripsi ini kepada semua pembaca. Namun dengan segala keterbatasan penulis
berharap skripsi ini dapat berguna bagi semua.
Wassalamualaikum Wr.Wb.
Bekasi, Agustus 2015
Penulis
Alfin Hidayat
v
ABSTRAK
Pada skripsi ini telah dirancang sebuah antena mikrostrip planar dengan
jenis bow-tie. Perancangan antena planar ini menggunakan media substrate
Rogers RT/Duroid 5880, yang memiliki spesifikasi konstanta dielektrik (εr) 2.2,
ketebalan substrate (h) 1.57 mm, dan dielektrik loss tangent (tanδ) 0.002.
Rancangan antena ini dibentuk dalam dimensi substrate 96 x 96 mm2 dengan
struktur lapis bawah substrate dilakukan pembatasan ground plane, serta bentuk
konduktor peradiasi model bow-tie dengan penambahan slot. Untuk teknik
pencatuan menggunakan saluran transmisi pencatu paralel dengan impedansi 50
Ω. Penentuan lebar saluran pencatu menggunakan software PCAAD dan
pembentukkan rancangan antena disimulasikan dengan menggunakan software
AWR microwave office.
Melalui pendekatan simulasi, antena jenis bow-tie mikrostrip telah
dilakukan pengukuran pada nilai S11 meliputi return loss, VSWR dan impedansi
masukkan. Dari parameter tersebut diperoleh unjuk kerja pada return loss
dibawah -10 dB dengan jangkauan frekuensi 1.477 – 1.762 GHz dan membentuk
single wideband, kemudian untuk lebar bandwidth yang dicapai keseluruhan
sebesar 285 MHz yang terukur pada VSWR antara 1 dan 2. VSWR minimum
diperoleh 1.026 pada frekuensi resonansi 1.6 GHz, dengan impedansi masukkan
Zin = 1.02573 + (j0.0021375) Ω.
Hasil dari rancangan antena tersebut menjangkau frekuensi wideband pada
1.477 – 1.762 GHz, dan berada di wilayah kerja frekuensi yang ditetapkan pada
standar alat yang sudah pernah dibuat sebelumnya oleh perusahaan Geophysical
Survey Systems, Inc. (GSSI). Sehingga menempatkan antena jenis bow-tie ini
memungkinkan dapat diaplikasikan pada Ground Penetrating Radar (GPR).
Kata kunci : Mikrostrip, Antena Dipole Mikrostrip, Ground Penetrating Radar
(GPR), Bow-tie, Wideband.
vi
DAFTAR ISI
Halaman
Lembar Judul........................................................................................................ i
Lembar Pengesahan................................................................................................. ii
Kata Pengantar................................................................................................... .... iii
Abstrak.................................................................................................................... v
Daftar Isi................................................................................................. ............... vi
Daftar Gambar..................................................................................................... x
Daftar Tabel ..................................................................................................... xiv
Daftar Simbol dan Singkatan ............................................................................. xv
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan Penulisan....................................................................... 2
1.3 Perumusan Masalah .................................................................. 2
1.4 Batasan Pembahasan ................................................................. 3
1.5 Metode Penulisan...................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan................................................................ 4
BAB II DASAR TEORI
2.1 Konsep Ground Penetrating Radar (GPR) ................................ 5
2.2 Mode Operasi Pada Sistem Ground Penetrating Radar (GPR) .. 6
2.2.1 The Impuls Ground Penetrating Radar (GPR)................. 6
2.2.2 The Frequency Modulated Continuos Wave (FMCW)
Radar ............................................................................... 7
vii
2.2.3 The Stepped-Frequency Radar ....................................... 7
2.2.4 The Single Frequency Radar ........................................... 7
2.3 Bentuk Umum Teknik Pembacaan Data Pada Sistem Ground
Penetrating Radar (GPR).......................................................... 8
2.3.1 A-Scan ............................................................................ 8
2.3.2 B-Scan ............................................................................ 8
2.3.3 C-Scan ........................................................................... 9
2.4 Prinsip Kerja Impuls Ground Penetrating Radar (GPR) .......... 10
2.5 Penggunaan Antena Pada Sistem Ground Penetrating Radar
(GPR) ..................................................................................... 12
2.6 Antena Mikrostrip Bow-tie Pada Sistem Ground Penetrating
Radar (GPR)........................................................................... 16
2.7 Konsep Antena ....................................................................... 17
2.7.1 Antena Mikrostrip ......................................................... 18
2.8 Konsep Antena Dipole ............................................................ 20
2.9 Konsep Antena Dipole pada Mikrostrip................................... 21
2.9.1 Patch Mikrostrip Printed Dipole Antena ....................... 21
2.10 Metode Cavity untuk Analisa Antena Mikrostrip ................... 24
2.11 Saluran Transmisi ................................................................. 26
2.11.1 Konstanta Dielektrikum Efektif .................................. 26
2.11.2 Karakteristik Impedansi............................................... 27
2.11.3 Rugi-rugi Saluran Transmisi........................................ 28
2.11.4 Teknik Pencatuan ........................................................ 29
2.11.4.1 Mikrostrip Line Feed ..................................... 29
viii
2.11.4.2 Coaxial Probe................................................ 30
2.11.4.3 Saluran Apertured Coupling........................... 31
2.11.4.4 Saluran Proximity Coupling ........................... 32
2.12 Parameter Antena Mikrostrip................................................. 33
2.12.1 Return Loss (RL) ........................................................ 34
2.12.2 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)........................ 35
2.12.3 Bandwidth ................................................................... 35
2.12.4 Impedansi Masukan..................................................... 36
2.12.5 Gain ............................................................................ 37
2.12.6 Polarisasi .................................................................... 38
2.12.7 Pola Radiasi ................................................................ 39
BAB III PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA
FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND
PENETRATING RADAR (GPR)
3.1 Dasar Perancangan Antena Mikrostrip Bow-tie ......................... 42
3.2 Langkah Perancangan................................................................ 44
3.2.1 Bahan Perancangan (Substrate) ...................................... 44
3.2.2 Perangkat Lunak (Software)............................................ 44
3.2.3 Perangkat Keras (Hardware) .......................................... 45
3.3 Langkah Perancangan Dasar Antena Bow-tie............................ 46
3.3.1 Perancangan Dimensi Antena Mikrostrip Bow-tie ........... 47
3.3.2 Perancangan Lebar Saluran Pencatu................................ 50
3.3.3 Menjalankan Proses Simulasi pada Software Microwave
Office ............................................................................. 51
ix
3.4 Perancangan Antena................................................................. 58
3.4.1 Pemodelan Patch pada Antena Bow-tie........................... 59
3.4.1.1 Perancangan Antena Bow-tie tanpa Modifikasi 59
3.4.1.2 Perancangan Antena Bow-tie dengan
Penambahan Slot pada Radiator....................... 61
3.4.2 Perancangan Antena Bow-tie dengan Pengaturan Jarak
Antar Saluran Catu.......................................................... 67
3.4.3 Pembatasan bidang Ground Plane pada Perancangan
Antena Bow-tie................................................................ 70
BAB IV ANALISA PARAMETER HASIL PERANCANGAN ANTENA
4.1 Konfigurasi Perancangan Antena .............................................. 73
4.2 Parameter Antena Hasil Perancangan........................................ 76
4.2.1 Parameter Antena Hasil Simulasi.................................... 76
4.2.1.1 Bandwidth ....................................................... 76
4.2.1.2 VSWR............................................................. 78
4.2.1.3 Impedansi Masukan ......................................... 80
4.2.1.4 Pola Radiasi..................................................... 81
4.3 Spesifikasi Antena Hasil Rancangan......................................... 83
BAB V KESIMPULAN ........................................................................... 85
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 86
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Model operasi pada Ground Penetrating Radar (GPR)..................... 6
Gambar 2.2 Repesentasi A-scan ........................................................................... 8
Gambar 2.3 Repesentasi B-scan ........................................................................... 9
Gambar 2.4 Repesentasi C-scan........................................................................... 9
Gambar 2.5 Blok diagram pada Impuls Ground Penetrating Radar (GPR)......... 10
Gambar 2.6 Blok diagram sistem receiver pada Ground Penetrating Radar (GPR)
...................................................................................................... 11
Gambar 2.7 Bentuk komponen dalam pada blok antena Ground Penetrating
Radar (GPR)................................................................................... 12
Gambar 2.8 Konfigurasi blok antena pada Ground Penetrating Radar (GPR ..... 14
Gambar 2.9 Arah sudut radiasi pada antena Ground Penetrating Radar (GPR).. 15
Gambar 2.10 Model pola radiasi pada bidang E dan bidang H pada antena Ground
Penetrating Radar (GPR) dengan h=0.1λ ..................................... 15
Gambar 2.11 Beberapa Model dari Bentuk Antena Bow-tie ............................... 16
Gambar 2.12 Penyusunan dari antena bow-tie pada sistem transmit/receive ....... 17
Gambar 2.13 Struktur Antena Mikrostrip........................................................... 18
Gambar 2.14 Macam-macam Bentuk Peradiasi pada Antena Mikrostrip ............ 19
Gambar 2.15 Konsep dasar Antena dipole setengah gelombang ......................... 20
Gambar 2.16 Pola Radiasi dari Antena dipole .................................................... 21
Gambar 2.17 Bentuk Peradiasi pada struktur mikrostrip dipole antena ............... 22
Gambar 2.18 Charge distribution dan current density pada patch mikrostrip ..... 25
Gambar 2.19 Penampang Saluran Mikrostrip..................................................... 26
xi
Gambar 2.20 Microstrip line feed ...................................................................... 30
Gambar 2.21 Coaxial feed line pada antena mikrostrip ...................................... 31
Gambar 2.22 Apertured coupling ....................................................................... 32
Gambar 2.23 Proximity coupling ....................................................................... 33
Gambar 2.24 Polarisasi ellips secara umum ....................................................... 38
Gambar 3.1 Diagram alir proses rancangan antena pada simulasi....................... 43
Gambar 3.2 Panjang ½ λ pada antena mikrostrip bow-tie ................................... 49
Gambar 3.3 Tampilan software PCAAD untuk menentukan lebar saluran.......... 50
Gambar 3.4 Ukuran lebar saluran pencatu antena............................................... 51
Gambar 3.5 Tahap awal simulasi pada software microwave office 2002............. 51
Gambar 3.6 Konfigurasi ukuran dimensi substrate antena.................................. 52
Gambar 3.7 Konfigurasi layer dielektrik antena ................................................. 53
Gambar 3.8 Konfigurasi boundaries setting pada antena.................................... 53
Gambar 3.9 Penambahan port untuk saluran pencatu ......................................... 54
Gambar 3.10 Penggunaan saluran paralel pencatu untuk bow-tie........................ 54
Gambar 3.11 Konfigurasi port 1 pada saluran pencatu ....................................... 55
Gambar 3.12 Konfigurasi port 2 pada saluran pencatu ....................................... 55
Gambar 3.13 Pilihan perancangan parameter pada microwave office untuk
program simulasi antena .................................................................... 57
Gambar 3.14 Pengaturan jangkauan frekuensi pada perancangan antena ............ 58
Gambar 3.15 Rancangan antena patch bow-tie tanpa modifikasi ....................... 59
Gambar 3.16 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie tanpa modifikasi ...................................... 60
xii
Gambar 3.17 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie tanpa modifikasi ...................................... 60
Gambar 3.18 Pemberian slot pada antena dengan panjang L3 sebesar 28.8 mm .. 61
Gambar 3.19 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie penambahan slot untuk L3 = 28.8 mm ..... 62
Gambar 3.20 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie penambahan slot untuk L3 = 28.8 mm ..... 62
Gambar 3.21 Pemberian slot pada antena dengan panjang L3 sebesar 48 mm..... 63
Gambar 3.22 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie penambahan slot untuk L3 = 48 mm ........ 64
Gambar 3.23 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie penambahan slot untuk L3 = 48 mm ........ 64
Gambar 3.24 Memperlebar sisi bagian ujung slot pada antena bow-tie ............... 65
Gambar 3.25 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan memperlebar sisi bagian ujung slot ........... 66
Gambar 3.26 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan memperlebar sisi bagian ujung slot ........... 67
Gambar 3.27 Rancangan antena bow-tie dengan pengaturan jarak antar saluran
catu.................................................................................................... 68
Gambar 3.28 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan pengaturan jarak antar saluran catu ........... 69
Gambar 3.29 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan pengaturan jarak antar saluran catu ........... 69
Gambar 3.30 Rancangan Antena Bow-tie dengan Pembatasan Ground Plane..... 70
xiii
Gambar 3.31 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan pembatasan ground plane ............ 71
Gambar 3.32 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan pembatasan ground plane ............ 71
Gambar 4.1 Konfigurasi antena hasil rancangan tampak atas ............................ 73
Gambar 4.2 Konfigurasi antena hasil rancangan tampak bawah ........................ 75
Gambar 4.3 Grafik nilai return loss terhadap frekuensi dari hasil simulasi ........ 77
Gambar 4.4 Grafik nilai VSWR terhadap frekuensi dari hasil simulasi............... 79
Gambar 4.5 Grafik smith chart impedansi masukan antena dari hasil simulasi .. 80
Gambar 4.6 Pola radiasi pancaran antena dari hasil simulasi ............................. 82
Gambar 4.7 Total keluaran radiasi antena dari hasil simulasi ............................ 83
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Spesifikasi media substrate antena mikrostrip .................................... 44
Tabel 4.1 Dimensi ukuran antena hasil perancangan tampak atas ....................... 74
Tabel 4.2 Dimensi ukuran antena hasil perancangan tampak bawah................... 75
Tabel 4.3 Spesifikasi hasil perancangan antena .................................................. 84
xv
DAFTAR SIMBOL DAN SINGKATAN
Cα Rugi Konduktor
αd Rugi Dielektrikum
εeff Konstanta dielektrik efektif
εr Konstanta dielektrik
β Beamwidth dari pola radiasi antena
| E | Resultan dari magnitude medan listrik
Eθ Komponen medan listrik θ
Eφ Komponen medan listrik φ
λ Panjang Gelombang
gλ Panjang gelombang guide pada saluran
Oλ Panjang gelombang di udara saat osilasi
ГL Koefisien refleksi tegangan
η Impedansi intrinsik ruang bebas (377 Ω)
B Beamwidth
BW Lebar pita atau Bandwidth
c Kecepatan cahaya (3x108 m/s)
Io Intensitas radiasi maksimum antena
I Intensitas radiasi maksimum dari antena referensi
EM Elektromagnetik
D Dimensi antena yang terpanjang
fo Frekuensi saat osilasi
fC Frekuensi tengah
fH Frekuensi maksimum
fL Frekuensi minimum
fr frekuensi resonansi
GPR Ground Penetrating radar
GSSI Geophysical Survey Systems, Inc
G Gain, Penguatan
GHz Giga Hertz
xvi
h ketebalan substrate
h/W height-to-weight ratio
ITU-T The International Telecommunication Union
Leff panjang efektif patch persegi panjang
L panjang sesungguhnya dari patch persegi panjang
LHCP left handed circular polarize
MWO Microwave Office Software
MHz Mega Hertz
Pθ Poynting vektor pada θ
Pφ Poynting vektor pada φ
PCB Printed Circuit Board
PCAAD Personal Computer Aided Desain
RF Radio Frekuensi
Rx Receiver
RAM Pelindung pada antena bow-tie
RL return loss
RHCP right handed circular polarize
R Jarak pengukuran
Rin Komponen Real Imajiner
SMA Sub Miniature version A
Tx Transmitter
tanδ loss tangent
TE Transverse Electric
VSWR Voltage Standing Wave Ratio
Vo–
Tegangan yang direfleksikan
Vo+
Tegangan yang dikirimkan
W lebar patch
Wf lebar saluran mikrostrip
Xin Komponen Impedansi Imajiner
Zin Impedansi masukan
Z0 Impedansi Karakteristik
ZL Impedansi beban atau load
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Teknologi radar pada awalnya dikembangkan untuk mendeteksi target
dilangit, maupun benda-benda diatas permukaan tanah atau dilaut. Radar itu
sendiri pada prinsip dasarnya memiliki teknik yang sama, yaitu sama-sama
mengirimkan gelombang elektromagnetik untuk kemudian dipancarkan (transmit)
lalu diterima kembali oleh pembaca (receive). Namun seiring dengan
perkembangan teknologi yang ada saat ini, muncul sebuah teknologi radar jarak
pendek yang disebut dengan Ground Penetrating Radar (GPR), dimana pada
sistem radar ini menggunakan prinsip-prinsip dasar yang sama seperti radar
konvensional. Contoh penggunaan Ground Penetrating Radar (GPR) antara lain
digunakan untuk mendeteksi kabel bawah tanah, pondasi bangunan, ranjau dan
lain-lain.
Aplikasi penggunaan Ground Penetrating Radar (GPR) sebagai alat,
sudah banyak di produksi oleh perusahaan dibidang geofisik untuk dikomersilkan.
Salah satunya oleh perusahaan Geophysical Survey Systems, Inc. (GSSI). Alat
Ground Penetrating Radar (GPR) pada perusahaan tersebut terdaftar dengan
nomor model 51600S serta teregistrasi sebagai standar frekuensi kerja pada
Federal Communication Commision (FCC) ID QF75100 yang menggunakan
frekuensi 1.6 GHz sebagai standar penggunaan frekuensi pada Ground
Penetrating Radar (GPR)[4].
Pada dasarnya alat Ground Penetrating Radar (GPR) ini melibatkan
penggunaan pulsa sempit sebagai gelombang yang akan dipancarkan oleh antena
pengirim. Pulsa sempit ini tentunya akan mempunyai lebar bidang frekuensi yang
luas, karena besaran waktu dengan besaran frekuensi mempunyai hubungan yang
berkebalikan atau dengan kata lain semakin sempit pulsa maka lebar bidang
frekuensinya akan semakin besar. Disinilah diperlukan suatu antena yang dapat
mempertahankan kestabilan pola radiasi untuk rentang frekuensi yang luas. Hal
2
tersebut merupakan salah satu yang melatarbelakangi ide penggunaan antena
mikrostrip teknologi pita lebar (wideband) pada Ground Penetrating Radar
(GPR)[25].
Dari pengamatan terhadap karakteristik alat Ground Penetrating Radar
(GPR) dengan nomor model 51600S, didapat spesifikasi nilai parameter antena
antara lain beroperasi pada frekuensi operasi 0.8-3.2 GHz, frekuensi resonansi 1.6
GHz, lalu untuk beamwidth pada media beton (concrete ; εr = 6) sebesar
48°[23][24], dan gain display 6 dB. Gain display merupakan salah satu parameter
pada alat Ground Penetrating Radar (GPR), yang menjadi indikasi gain yang
mampu diberikan oleh antena penerima dan Low Noise Amplifier (LNA). Untuk
gain display disini merupakan penguatan yang diberikan dari blok Low Noise
Amplifier (LNA) setelah dari antena penerima. Sebagai asumsi apabila gain
display bernilai 6 dB dan gain Low Noise Amplifier (LNA) bernilai 0, maka target
yang perlu dicapai untuk nilai gain pada antena sebesar 6 dB.
Oleh sebab itu dalam penelitian ini akan dirancang sebuah design antena
mikrostrip dengan menggunakan model bow-tie, yang diharapkan sesuai dengan
karakteristik yang digunakan pada sistem Ground Penetrating Radar (GPR)
model 51600S. Untuk antena ini akan menggunakan satu buah lapisan bahan
dasar susbstrate atau planar dan dilakukan pembatasan pada sisi ground plane.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari kegiatan penelitian tugas akhir adalah membuat perancangan
untuk antena Ground Penetrating Radar (GPR) model 51600S, dengan
menggunakan antena mikrostrip model bow-tie yang mampu beroperasi pada
frekuensi resonansi 1.6 GHz untuk mendukung aplikasi pada sistem Ground
Penetrating Radar (GPR).
1.3 Perumusan Masalah
Perumusan masalah dalam penulisan skripsi ini adalah :
3
1. Bagaimana membentuk struktur antena mikrostrip yang sesuai, untuk
antena Ground Penetrating Radar (GPR) model 51600S.
2. Bagaimana membuat perancangan antena mikrostrip dengan model bow-
tie melalui metode simulasi.
3. Bagaimana membentuk nilai-nilai untuk parameter antena yang dihasilkan
agar sesuai dengan karakteristik antena pada Ground Penetrating Radar
(GPR).
1.4 Batasan Pembahasan
Pembatasan masalah pada tugas akhir ini adalah pada pembuatan model
antena Ground Penetrating Radar (GPR) model 51600S, dengan menggunakan
model antena bow-tie mikrostrip melalui metode simulasi, menggunakan software
Microwave Office Software (MWO). Untuk material substrate yang digunakan
yaitu, jenis RT/Duroid 5880 dengan ketebalan 1.57 mm dan konstanta dielektrik
2.2. Rancangan untuk antena ini akan dibentuk dengan karakteristik VSWR 1-2,
return loss ≤ -10 dB, memiliki bandwidth ≥ 100 MHz (rentang frekuensi operasi
dari alat acuan yang ada) dan frekuensi resonansi (fr) pada 1.6 GHz.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan pada penulisan skripsi ini adalah :
a. Studi Kepustakaan
Metode ini dilakukan untuk mendasarkan penelitian pada bahan-bahan
literatur dan jurnal-jurnal penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti
sebelumnya.
b. Simulasi Perangkat Lunak
Menggunakan perangkat lunak Microwave Office Software (MWO) untuk
mensimulasikan rancangan antena, dan melihat parameter antena
berdasarkan hasil simulasi.
4
c. Perancangan Antena
Tahap ini dilakukan untuk perancangan antena melalui metode simulasi
yang mencangkup tahap-tahap perancangan desain antena.
1.6 Sistematika Penulisan
Pembahasan yang dilakukan pada skripsi ini meliputi lima bab, yaitu :
Bab I Pendahuluan
Bagian ini akan dibahas kerangka penelitian, meliputi latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metodologi
penulisan, dan sistematika penulisan.
Bab II Antena Mikrostrip
Bagian ini memuat berbagai dasar teori yang mendukung dan mendasari
penulisan skripsi ini yaitu, berisi tentang bahasan teori dasar mengenai parameter
umum antena mikrostrip, konsep antena dipole, struktur bowtie dalam aplikasi
Ground Penetrating Radar (GPR), elemen material, dan teknik pencatuan.
Bab III Perancangan Antena Bow-tie Mikrostrip pada Frekuensi 1.6 GHz
Untuk Sistem Ground Penetrating Radar (GPR)
Bagian ini membahas perancangan antena mikrostrip, dan prosedur
perancangan dengan menggunakan software serta melakukan pembacaan untuk
hasil simulasinya.
Bab IV Analisa Parameter Hasil Perancangan Antena
Bagian ini menjelaskan tentang analisa parameter antena dari hasil
simulasi yang sudah dilakukan, kemudian dilakukan pembacaan dan
perbandingan dari hasil simulasi perangkat lunak dengan hasil perhitungan
menggunakan persamaan.
Bab V Kesimpulan
Bagian ini berisi tentang kesimpulan dari keseluruhan penulisan skripsi.
5
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Konsep Ground Penetrating Radar (GPR)
Sistem komunikasi Ground Penetrating Radar (GPR), merupakan sistem
komunikasi radar jarak pendek yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari yaitu
sebagai pendeteksian objek yang berada di bawah permukaan medium (misalnya
medium tanah atau beton, dll) dengan kedalaman tertentu tanpa perlu melakukan
penggalian. Dengan teknologi Ground Penetrating Radar (GPR) maka informasi
mengenai keadaan di bawah permukaan suatu medium dapat dilakukan dengan
cepat dan mudah[1].
Teknologi Ground Penetrating Radar (GPR) digunakan pada bidang
cangkupan yang cukup luas, diantaranya di bidang geofisika, teknik sipil, militer,
polisi, program luar angkasa dan arkeologi. Prinsip kerja pada Ground
Penetrating Radar (GPR), yaitu bekerja berdasarkan gelombang sinyal
elektromagnetik yang dipancarkan pada suatu arah tertentu, kemudian sinyal
tersebut terpantulkan ketika mengenai suatu benda yang memiliki bahan atau
material yang berbeda dari keadaan sekitarnya.
Ground Penetrating Radar (GPR) mendeteksi perbedaan dari permitivitas,
permeabilitas dan resistivitas dari suatu benda yang terkubur di dalam tanah.
Ground Penetrating Radar (GPR) juga memiliki kemampuan untuk mendeteksi
benda metal dan non-metal. Hal mendasar terkait dengan deteksi target yang
terkubur adalah pencapaian kedalaman penetrasi dan resolusi sasaran tersebut
secara bersamaan, karena untuk level kedalaman yang mampu ditembus oleh
sistem Ground Penetrating Radar (GPR) itu nantinya tergantung pada frekuensi
antena yang digunakan dan jenis tanah atau bebatuan di daerah survey, sebab
atenuasi sinyal elektromagnetik dalam tanah meningkat sesuai dengan
meningkatnya frekuensi.
Oleh karena itu, sinyal elektromagnetik dengan frekuensi tinggi akan
semakin rendah daya tembus gelombang elektromagnetik tersebut, jika
6
dibandingkan dengan gelombang elektromagnetik dengan frekuensi yang lebih
rendah. Sebagai hasilnya, kemampuan penetrasi yang maksimal akan tercapai
dengan frekuensi yang lebih rendah. Namun, hal ini tidak selalu benar karena
dengan menggunakan frekuensi tinggi dapat digunakan untuk menyelesaikan
rincian posisi target dan juga untuk mencapai resolusi yang lebih baik.
Sehingga, kedalaman penetrasi dan resolusi merupakan dua faktor yang
saling bertentangan untuk desain pada sebuah sistem Ground Penetrating Radar
(GPR) sehingga perlunya sebuah target tujuan yang hendak dicapai untuk
mendapatkan kinerja yang memuaskan untuk desain pada sebuah sistem Ground
Penetrating Radar (GPR)[3].
2.2 Mode operasi pada sistem Ground Penetrating Radar (GPR)
Mode operasi pada sistem Ground Penetrating Radar (GPR) menjelaskan
teknik pengiriman pada antena yang digunakan untuk mentransmisikan dan
menerima sinyal EM. Berbagai jenis mode operasi pada sistem Ground
Penetrating Radar (GPR) dapat dibagi menjadi empat kategori, yaitu[3]:
2.2.1 The Impuls Ground Penetrating Radar (GPR)
Sebagian besar sistem operasi Ground Penetrating Radar (GPR)
menggunakan impuls sinyal elektromagnetik dan akibatnya disebut radar impuls.
Untuk radar semacam ini, pulsa yang diterapkan untuk antena pemancar biasanya
memiliki bentuk Gaussian dengan durasi singkat.
Gambar 2.1 Model operasi pada Ground Penetrating Radar (GPR)
7
Setiap pulsa yang identik diterapkan pada interval waktu yang sama
dengan tingkat pengulangan yang berbeda-beda dari satu mikrodetik untuk waktu
beberapa ratus mikrodetik. Sinyal output ditangkap oleh penerima dan diproses
oleh analog to digital converter atau penerima sampling secara berurutan. Teknik
modulasi untuk radar impuls ini didasarkan pada modulasi amplitudo[3].
2.2.2 The Frequency Modulated Continous Wave (FMCW) radar
Sistem Frequency Modulated Continous Wave Ground Penetarting Radar
(FMCW GPR) didasarkan pada prinsip terkenal yang digunakan di radar
konvensional untuk pertahanan udara. Radar FMCW didasarkan pada transmisi
sinyal dengan frekuensi pembawa yang terus berubah oleh efek dari osilator
pengontrol tegangan (VCO). Frekuensi pembawa bervariasi secara berulang
ulang. Sebuah mixer digunakan untuk menggabungkan sinyal yang diterima
dengan sampel dari gelombang yang ditransmisikan. Kemudian, mixer
menghasilkan perbedaan frekuensi yang juga disebut "Intermediate Frequency
(IF)"[3].
2.2.3 The Stepped-Frequency radar
Sebuah radar The Stepped-Frequency radar juga disebut radar pulsa.
Radar tersebut mentransmisikan serangkaian single frekuensi berurutan yang
amplitudo dan fasenya cukup akurat dan sama. Dalam domain waktu, ini setara
dengan transmisi berulang pada gelombang impulsif. Amplitudo dan fase dari
sinyal yang diterima diubah dan disimpan. Beberapa pengolahan data dilakukan
perhitungan kompleks Fast Fourier Transform (FFT) untuk memperoleh sinyal
yang kembali dalam bentuk domain waktu[3].
2.2.4 The Single Frequency radar
Radar frekuensi tunggal mencatat amplitudo dan fase dari yang diterima
sinyal di pesawat dan merekonstruksi gambar dari sumber radiasinya.
Holographic menjadi metode yang dapat digunakan untuk merekonstruksi
gambar[3].
8
2.3 Bentuk umum teknik pembacaan data pada sistem Ground Penetrating
Radar (GPR)
2.3.1 A-Scan
Rekaman sinyal dari sinyal yang dipantulkan berada pada posisi yang tetap
dan mengarah ke bentuk gelombang yang memiliki variasi amplitudo terhadap
waktu. Gelombang tunggal ini disebut sebagai A-scan. Secara matematis, kita
dapat mewakili A-scan sebagai gelombang w (xi, yj, t) di mana xi dan yj adalah
konstanta dan t adalah waktu. Gambar 2.22 menunjukkan representasi A-scan[3].
Gambar 2.2 Repesentasi A-scan[22]
2.3.2 B-Scan
B-scan merupakan satu set dari A-scan. Secara prakteknya, B-scan
memiliki nilai w (x, yj, t) yang diperoleh dengan cara menggerakan radar
sepanjang garis lurus di atas wilayah yang kehendaki. Gambar 2.23 menunjukkan
representasi B-scan ketika radar yang dioperasikan di atas tanah dengan target
terkubur dan bergerak sepanjang sumbu x. Radar bergerak lebih dekat ke posisi
target, refleksi yang didapatkan lebih kuat dan berlangsung pada waktu yang sama
karena jarak fisik yang lebih pendek antara radar dan target. Refleksi ini menjadi
lebih lemah seketika saat radar tersebut berjalan dan bergerak menjauh dari
sasaran[3].
9
Gambar 2.3 Repesentasi B-scan[22]
2.3.3 C-Scan
C-scan yang memiliki nilai w (x, y, t) yang didefinisikan sebagai satu set
dengan B-scan. Hal ini diperoleh dengan memindahkan sistem radar di sepanjang
grid reguler di sebuah bidang tetap di atas tanah. Sebuah C-scan berisi data yang
cukup untuk memungkinkan rekonstruksi tiga dimensi dari target. C-scan juga
dapat direpresentasikan sebagai gambar tiga dimensi atau sebagai sejumlah dua
gambar dimensi sesuai dengan kedalaman yang berbeda[3].
Gambar 2.4 Repesentasi C-scan[22]
10
2.4 Prinsip kerja Impuls Ground Penetrating Radar (GPR)
Dalam sebuah sistem Ground Penetrating Radar (GPR), pilihan rentang
frekuensi operasi, skema modulasi, jenis antena, sifat transmisi dan karakteristik
permukaan tanah dari target serta kedalaman resolusi target merupakan hal yang
penting untuk sistem Ground Penetrating Radar (GPR). Jadi semua sistem
Ground Penetrating Radar (GPR) harus dirancang dengan baik dan sesuai dengan
kriteria untuk mencapai performa maksimal dalam hal keterarahan pancaran dan
target resolusi[3].
Kemudian untuk struktur sebuah sistem Ground Penetrating Radar (GPR)
biasanya terdiri dari satu pasang sebuah antena (satu antena pengirim dan satu
antena penerima), lalu sebuah perangkat elektronik yang bekerja untuk
memproses sinyal yang kembali dan perangkat display yang menampilkan hasil
informasi yang didapat pada perangkat elektronik tersebut kepada pengguna
(user)[3].
Untuk proses sistem pada Ground Penetrating Radar (GPR) dapat
digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.5 Blok diagram pada Impuls Ground Penetrating Radar (GPR)
Seperti yang terlihat pada gambar 2.5, yang mengambarkan sistem pada
Ground Penetrating Radar (GPR). Proses dimulai dari bagian blok transmitter
yang didalamnya terdapat Power supply yang berfungsi untuk menghidupkan
timing circuit. Hal ini diperlukan oleh bagian timing circuit untuk memberikan
11
pulsa pendek ke generator pulsa (pulse generator), yang berfungsi untuk
membangkitkan dan memproduksi pulsa transien pendek dengan periodisitas
tertentu. Periodisitas ini disebut frekuensi pengulangan pulsa (PRF), dan bentuk
pulsanya itu biasanya monocycle atau pulsa Gaussian. Setelah pulsa pendek
tersebut sudah dibangkitkan, maka untuk selanjutnya pulsa pendek tersebut akan
ditransfer melalui antena, yang berfungsi untuk mengirimkan gelombang pulsa
tersebut ke arah suatu medium tertentu untuk dilakukan penetrasi.
Tahap selanjutnya ketika dilakukan penetrasi ini akan dilakukan
pendeteksian terhadap suatu bahan atau benda tertentu yang terkubur dibawah
suatu medium yang berbeda bahannya terhadap keadaan medium disekitarnya.
Ketika pulsa pendek tersebut mengenai suatu benda tertentu, maka pulsa yang
dikirimkan akan memantul kearah permukaan, untuk selanjutnya ditangkap oleh
antena penerima (receiver).
Antena penerima (receiver) berfungsi untuk menerima pulsa yang
terpantul sebelumnya, untuk dilanjutkan kedalam blok receiver, yang terdiri dari
beberapa komponen :
Gambar 2.6 Blok diagram sistem receiver pada Ground Penetrating Radar
(GPR)
Proses pertama dari sistem receiver dalam menerima pulsa, dimulai dari
blok Time Varying Gain (TVG) yang berfungsi untuk memperbaiki pulsa yang
telah teratenuasi setelah melakukan penetrasi. Setelah itu, karena bentuk pulsa
yang ada masih sangat kecil dan lemah, maka pada tahap ini pulsa akan diperkuat
setelah melewati blok Low Noise Amplifier (LNA). Setelah gelombang pulsa yang
ada sudah cukup kuat, maka pulsa tersebut untuk selanjutnya akan diteruskan
untuk melewati blok Sample and Hold circuit (S/H), untuk di stabilkan. Setekah
itu, pulsa tersebut akan menuju proses Analog to Digital Converter (A/D
12
Converter) yang berfungsi untuk mengubah sinyal yang awalnya bentuk analog
tersebut, menjadi sinyal yang berbentuk digital.
Setelah sinyal yang ada sudah berbentuk digital akan dilanjutkan melalui
tahap data processing untuk dilakukan pembacaan data, untuk selanjutnya
ditampilkan dalam display sebagai hasil dari pencitraan pada Ground Penetrating
Radar (GPR)[22].
2.5 Penggunaan antena pada sistem Ground Penetrating Radar (GPR)
Sebuah antena mengambil peranan penting dalam sistem komunikasi pada
Ground Penetrating Radar (GPR) yang berfungsi untuk mentransfer dan
menerima gelombang elektromagnetik dalam bentuk sebuah pulsa pendek, untuk
di lakukan penetrasi ke suatu medium tertentu. Antena Ground Penetrating Radar
(GPR) pada pemodelan ini, menggunakan antena acuan dari produsen terkemuka
Ground Penetrating Radar (GPR) - Geofisika Survey Systems, Inc (GSSI) model
5100 [24]. Bentuk bagian dalamnya dapat dilihat pada gambar 2.7 sebagai berikut
:
Gambar 2.7 Bentuk komponen dalam pada blok antena Ground Penetrating
Radar (GPR)[24]
Antena didasarkan pada konfigurasi bistatic, dimana antena pemancar dan
penerima terpisah tetapi berada di dalam satu blok yang sama. Komponen utama
dapat dilihat dan dipelajari pada Gambar 2.7. Model antena bow-tie planar
13
digunakan untuk pemancar (Tx) dan penerima (Rx), serta memiliki sudut suar
sebesar 76°. Antena bow-tie ini tercetak diatas (PCB), dan tertutup dalam logam
persegi panjang kotak yang melindungi antena. Peredam atau busa disini
bertindak sebagai penyerap gelombang elektromagnetik yang tidak diinginkan,
serta untuk mengurangi resonansi yang tidak diinginkan, digunakan dalam rongga
belakang antena bow-tie. Semakin baik bahan peredam tersebut, maka semakin
sedikit frekuensi yang terbuang dan terkena noise[24].
Antena untuk Ground Penetrating Radar (GPR) memiliki spesifikasi yang
sangat berbeda dari radar konvensional pada umumnya. Sistem Ground
Penetrating Radar (GPR) biasanya hanya membutuhkan power yang tidak terlalu
besar untuk tujuan portabilitasnya. Sebagai konsekuensinya, antena hanya
memperoleh gain yang relatif rendah, namun tetap memiliki bandwidth yang
cukup lebar untuk frekuensi kerja antena pada Ground Penetrating Radar
(GPR)[3].
Biasanya, sistem operasi pada Ground Penetrating Radar (GPR) hanya
digunakan untuk deteksi jarak dekat. Oleh karena itu, durasi perbedaan waktu
antara saat pulsa awal ditransmisikan sampai saat refleksi pertama terpantul
kembali ke sistem antena penerima itu sangat singkat. Ini berarti bahwa antena
tunggal tidak akan dapat mengirimkan dan menerima sinyal EM, bahkan jika
pulsa yang ditransmisikan memiliki durasi yang sangat singkat. Selain itu,
penggunaan antena tunggal membutuhkan switch sangat cepat untuk mengirimkan
atau menerima pulsa yang bertujuan untuk melindungi antena penerima dari
sinyal yang ditransmisikan, agar tidak terjadi interferensi kembali ke antena
pengirim[3].
Meskipun, switch tersebut dapat ditemukan, kinerja tersebut tidak cukup
memuaskan untuk digunakan dalam sistem Ground Penetrating Radar (GPR).
Untuk semua alasan ini, kebanyakan sistem Ground Penetrating Radar (GPR)
dilengkapi dengan dua antena terpisah untuk mengirim dan menerima sinyal EM.
Biasanya, kedua antena yang digunakan untuk mentransmisikan dan menerima
sinyal EM tersebut adalah antena yang identik[3].
14
Untuk bagian antena pada radar jarak pendek atau Ground Penetrating
Radar (GPR) itu sendiri merupakan sebuah elemen penting dari sistem
komunikasi ini. Hal tersebut menentukan kualitas data, resolusi jangkauan,
kedalaman maksimum penetrasi, dll, yang berguna untuk pemeriksaan beton
struktural. Antena Ground Penetrating Radar (GPR) dirancang untuk bekerja
dikontak dengan atau di dekat permukaan beton. Kemudian untuk mendapatkan
performa terbaik, antena harus tetap dalam 1/10 panjang gelombang dari
permukaan kira-kira satu setengah inci untuk jarak terbaik dari permukaan ke sisi
antena Ground Penetrating Radar (GPR), seperti pada Gambar 2.8[21].
Gambar 2.8 Konfigurasi blok antena pada Ground Penetrating Radar (GPR)
Peningkatan celah udara harus dihindari karena celah udara besar akan
menyebabkan sebagian besar energi radar akan terpantul dari beton
permukaan daripada menembus medium. Sinyal biasanya bergerak tegak lurus ke
permukaan, dari posisi antena. Walau sudut arah ketika antena melakukan
penetrasi kurang lurus kearah medium, tetapi energi masih akan tetap masuk tegak
lurus ke permukaan[21]. Bentuk arah dan sudut radiasi pada penempatan posisi
antena didalam blok tersebut, dapat di lihat pada Gambar 2.9[24].
15
Gambar 2.9 Arah sudut radiasi pada antena Ground Penetrating Radar
(GPR)[24]
Kemudian untuk pola radiasi yang dihasilkan terhadap jarak antara antena
dengan permukaan medium, harus tetap dalam 1/10 panjang gelombang dari
permukaan kira-kira satu setengah inci untuk jarak terbaik dari permukaan ke sisi
antena Ground Penetrating Radar (GPR). Dan untuk pola radiasi yang dihasilkan
dapat digambarkan pada Gambar 2.10, sebagai bentuk pola radiasi pada antena
Ground Penetrating Radar (GPR), dengan h=0.1λ[24].
Gambar 2.10 Model pola radiasi pada bidang E dan bidang H pada antena
Ground Penetrating Radar (GPR) dengan h=0.1λ[24]
16
2.6 Antena Mikrostrip Bow-tie pada sistem Ground Penetrating Radar (GPR)
Antena untuk Ground Penetrating Radar (GPR) memiliki spesifikasi yang
sangat berbeda dari antena radar konvensional lainnya. Sistem Ground
Penetrating Radar (GPR) biasanya mengkonsumsi daya listrik yang rendah untuk
menunjung sifat portabilitas-nya. Sebagai akibatnya, antena memiliki gain yang
relatif rendah. Namun, antena Ground Penetrating Radar (GPR) memiliki
bandwidth yang besar, dan biasanya, memiliki rentang operasi mulai dari
beberapa ratus MHz sampai 4,5 GHz atau lebih[3].
Untuk penggunaan antena pada Ground Penetrating Radar (GPR)
tergantung pada jarak dan obyek akan di deteksi. Dan seiring perkembangan
zaman penggunaan antena bow-tie menjadi sebuah antena pada Ground
Penetrating Radar (GPR) yang sangat populer, dikarenakan sifat kesederhanaan
dan karakteristik yang dimilikinya.
Seperti yang terlihat pada Gambar 2.11 menggambarkan antena bow-tie.
Pola radiasi dan impedansi input dari antena bow-tie dipengaruhi oleh sudut flare
pada antena. Dengan meningkatkan sudut flare dari bow-tie ternyata memiliki
efek mengurangi puncak nilai resistansi input dan masukan reaktansi antena.
Sudut flare dapat disesuaikan untuk mengontrol pola radiasi antena dan
mendapatkan radiasi maksimum. Hal ini menunjukkan bahwa sifat pada antena
bow-tie ini, memiliki pergerakan medan elektromagnetik sebagian yang besar
mengalir di sepanjang tepi bow-tie[3].
Gambar 2.11 Beberapa model dari bentuk Antena bow-tie
Untuk meningkatkan sifat dan karakteristik pada antena bow-tie, maka
desain yang berbeda varian dapat digunakan didalamnya. Gambar 2.12
17
menunjukkan kemungkinan konfigurasi dari antena resistively loaded bow-tie.
Pembebanan resistif dianggap oleh Shlager dapat mengoptimalkan radiasi pulsa
dari antena bow-tie.
Antena bow-tie memiliki polarisasi omnidirectional pada bidang simetri.
Oleh karena itu, antena bow-tie sangat sensitif terhadap gangguan elektromagnetik
dari luar. Untuk mencegah atau setidaknya mengurangi kemungkinan gangguan
tersebut, biasanya ditempatkan pelindung di sekitar antena. Selain dari melindungi
antena dari gangguan, pelindung juga berguna dalam melindungi antena dari
kerusakan selama operasi deteksi. Hal ini menunjukkan bahwa pelindung
memberikan efek cavity di impedansi input antena dan resonansinya, hal ini
mungkin menjadi masalah yang mempengaruhi kinerja sistem Ground
Penetrating Radar (GPR) keseluruhan. Namun, dengan penggunaan pelindung
(RAM) antara antena dan pelindung seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.12,
beberapa resonansi dapat dikurangi sementara, ketika membuat antena menjadi
omnidirectional[3].
Gambar 2.12 Penyusunan dari antena bow-tie pada sistem transmit/receive
2.7 Konsep Antena
Berdasarkan Antenna Research from Miller & Beasley, 2002, Antena
dapat didefinisikan sebagai sebuah atau sekelompok konduktor yang digunakan
untuk memancarkan atau meneruskan gelombang elektromagnetik menuju ruang
bebas (Tx) atau menangkap gelombang elektromagnetik dari ruang bebas (Rx) itu
18
sendiri[6]. Antena juga dapat di artikan sebuah perangkat yang berfungsi untuk
memancarkan atau menerima energi gelombang elektromagnetik (EM) dari media
kabel ke udara atau sebaliknya dan merupakan transisi untuk saluran transmisi ke
gelombang udara bebas “free space” atau sebaliknya.
2.7.1 Antena Mikrostrip
Antena mikrostrip adalah suatu konduktor metal yang menempel diatas
ground plane yang diantaranya terdapat bahan dielektrik yang dapat digunakan
untuk menghantarkan dan mempropagasikan gelombang elektromagnetik. Selain
itu juga antena mikrostrip merupakan antena yang memiliki massa ringan dan
mudah dipabrikasi, dengan ukurannya yang kecil maka antena mikrostrip dapat
dengan mudah ditempatkan disegala jenis permukaan.
Sebagai media propagasi gelombang elektromagnetik, maka secara
karakteristik dapat dibuat untuk suatu rancangan sebuah saluran transmisi dan
radiator antena. Secara konseptual rancangan sebuah antena mikrostrip dilakukan
melalui dua tahap, yaitu : merancang model saluran transmisi dan merancang
ukuran dan model peradiasi atau radiator[7].
Gambar 2.13 Struktur Antena Mikrostrip
Seperti yang terlihat pada gambar 2.13, merupakan bentuk yang paling
dasar, pada sebuah antena mikrostrip yang terdiri dari sebuah patch sebagai
elemen peradiasi, saluran pentransmisi, substrate dielektrik dan ground plane.
Elemen peradiasi (radiator) berfungsi untuk meradiasikan gelombang
listrik dan magnet. Elemen ini biasa disebut dengan radiator patch dan terbentuk
dari lapisan logam metal yang memiliki ketebalan tertentu. Jenis logam yang
19
biasanya digunakan adalah tembaga (cooper) dengan konduktivitas 5.8 x 107 S/m.
Ada beberapa jenis radiator berdasarkan bentuknya, diantaranya rectangular
(segiempat), triangular (segitiga), lingkaran dan lain-lain. Lalu untuk bentuk
konfigurasi patch yang umum digunakan di dalam merancang suatu antena
mikrostrip dapat dilihat pada gambar 2.14[7].
Gambar 2.14 Macam-macam Bentuk Peradiasi pada Antena Mikrostrip[7]
Substrate merupakan dielektrik yang membatasi elemen peradiasi dengan
elemen ground plane. Bagian ini memiliki nilai konstanta dielektrik (εr), faktor
dispasi, dan ketebalan (h) tertentu. Ketiga nilai tersebut mempengaruhi frekuensi
kerja, bandwidth dan juga efisiensi dari antena yang akan dibuat ketebalan
substrate jauh lebih besar dari pada ketebalan konduktor metal peradiasi. Semakin
tebal substrate maka bandwidth akan semakin meningkat, tetapi berpengaruh
terhadap timbulnya gelombang permukaan (surface wave). Untuk substrate
komersial yang tersedia umumnya memiliki dua data ukuran properti fisik, yaitu :
konstanta dielektrik atau permittivity (εr) dan loss tangent (tanδ)[10].
Antena mikrostrip ditandai dengan parameter fisik yang lebih banyak jika
dibandingkan dengan antena microwave konvensional pada umumnya. Di dalam
sebuah antena mikrostrip pada dasarnya terdiri dari sebuah patch dengan planar
atau non geometri planar pada satu sisi substrate dielektrik dengan ground plane
di sisi lain. Ground plane ini berfungsi sebagai pembumian bagi sistem di antena
mikrostrip. Elemen pentanahan ini umumnya memiliki jenis bahan yang sama
dengan elemen peradiasi yaitu berupa logam tembaga[10].
20
2.8 Konsep Antena Dipole
Antena Dipole adalah salah satu jenis antena yang paling penting dan
umum digunakan. Hal ini dalam artian banyak untuk digunakan sendiri, dan juga
dapat diaplikasikan ke dalam banyak bentuk desain antena RF lainnya, dimana
nantinya akan membentuk elemen yang memancar atau elemen pembawa untuk
antena[19].
Sebuah dipole merupakan antena yang terbuat dari kawat logam atau
batang linear dengan titik feed line di pusat receiver seperti pada gambar 2.15.
Untuk antena dipole sendiri umumnya memiliki dua batang kawat yang tersusun
memancar secara simetris[8].
Gambar 2.15 Konsep dasar Antena dipole setengah gelombang [19]
Sebatang kawat yang panjangnya 1⁄4 Lambda (λ) akan beresonansi dengan
baik bila ada gelombang elektromagnetik yang meradiasikan permukaannya. Jadi
bila pada ujung coax bagian dalamnya disambung dengan logam sepanjang 1⁄4 λ
dan outer-nya di ground, ia akan menjadi sebuah antena. Antena semacam ini
hanya mempunyai satu pole dan disebut monopole (mono artinya satu).
Sedangkan apabila outer dari coax tidak di-ground dan disambung dengan
seutas logam sepanjang 1⁄4 λ lagi, menjadi antena dengan dua pole dan disebut
dipole 1⁄2 λ (di- artinya dua).
Karena sifat simetri antena dipole relatif sama terhadap bidang x-y yang
berisi titik feed line, maka untuk bentuk radiasi yang dihasilkan dapat ditunjukkan
pada Gambar 2.16. Bentuk lobe(s) tergantung pada panjang antena, disamping itu
antena dipole merupakan antena yang dapat digunakan untuk aplikasi yang
disesuaikan dengan radiasi yang diinginkan dalam bidang x-y dari antena[8].
21
Gambar 2.16 Pola Radiasi dari Antena dipole[8]
2.9 Konsep Antena Dipole pada Mikrostrip
Mikrostrip Dipole Antena dicetak berbeda dari antena berbentuk patch
persegi panjang, yaitu perbedaan dalam hal rasio panjang dan lebar. Lebar dipole
biasanya ½ lambda (λ) panjang gelombang. Lalu untuk pola radiasi untuk jenis
dipole dan model patch hampir mirip karena distribusinya sama-sama
menggunakan gelombang longitudinal, tetapi sebaliknya sangat berbeda dalam
hal bandwidth dan radiasi lintas kutub antara dua antena yang sejenis. Mikrostrip
dipole antena adalah elemen menarik karena sifat yang ada, seperti ukuran yang
kecil dan polarisasi linear. Antena ini cocok untuk frekuensi yang lebih tinggi
dengan model substrate lebih tebal, dan akan menghasilkan bandwidth yang
besar[20].
2.9.1 Patch Mikrostrip Printed Dipole Antena
Perancangan sebuah patch peradiasi dari sebuah antena mikrostrip dibuat
pada sisi permukaan lapisan atas dari dielektrik substrate. Salah satu bentuk dari
patch peradiasi konsep antena dipole adalah model patch bow-tie, pada awalnya
memiliki konsep dari prinsip antena dipole. Gambar 2.5 memperlihatkan struktur
sebuah antena mikrostrip dengan memakai konsep antena dipole, yaitu
menggunakan ¼ λ (lambda) untuk satu buah pole-nya dan ½ λ (lambda) untuk
22
panjang dua buah pole-nya (dipole). Bentuk struktur mikrostrip dipole antena
dapat dilihat pada gambar 2.17.
Gambar 2.17 Bentuk Peradiasi pada struktur mikrostrip dipole antena[20]
Dua sisi yang berbentuk persegi panjang pada seperti Gambar 2.17 adalah
tembaga yang berada di atas material substrate. Setiap sisi persegi panjang (pole)
tersebut terhubung dengan tikungan pada microstrip feed line. Salah satu bagian
dari feed line akan terkoneksi dengan konektor 50 Ω dan satu lagi terhubung ke
ground.
Pembentukkan awal model ini khususnya model peradiasi bow-tie
berdasar kepada pemodelan awal yang berbentuk patch persegi panjang. Untuk
dapat membuat dimensi peradiasi bow-tie seperti ini bisa menggunakan
persamaan, melalui analisa dari lebar dan panjang patch persegi panjang. Dan
adapun persamaan untuk menghitung dimensi patch persegi panjang, untuk nilai
W dapat ditentukan dengan persamaan sebagai berikut :
2
12
rf
cW
O
(2.1)
Dimana : fO adalah frekuensi osilasi dalam Hertz, εr adalah konstanta
dielektrik dan c adalah kecepatan cahaya (3 x 108 m/s). Untuk menghitung
konstanta dielektrik efektif, dimana konstanta dielektrik efektif (εreff) untuk W/h ≥
1 dengan W adalah lebar patch dan h adalah ketebalan substrate dielektrik, maka
dapat dituliskan melalui persamaan sebagai berikut :
23
2/1121
2
1
2
1
W
hrrreff
(2.2)
Dimana :
εreff = Konstanta dielektrik efektif
d = Ketebalan substrate (mm)
W = Lebar saluran pencatu/microstrip feed line (mm)
Untuk sisi panjang efektif pada patch dengan pertimbangan terhadap efek
fringing pada sisi tepi peradiasi diperluas dengan menambahkan ∆L seperti yang
terlihat pada persamaan 2.3. Besarnya ∆L dapat diperhitungkan dengan
persamaan berikut :
8.0258.0
264.03.0
412.0
h
W
h
W
hL
reff
reff
(2.3)
Sehingga panjang efektif untuk patch persegi panjang ini dapat diperoleh
melalui persamaan :
LLL eff 2
(2.4)
Karena Leff adalah panjang efektif patch persegi panjang, maka dapat
diperoleh melalui persamaan :
refff
cL
O
eff2
(2.5)
effL adalah panjang efektif, sedangkan untuk L adalah panjang sebenarnya
untuk sisi panjang pada patch persegi panjang. Karena ini merupakan antena
berjenis dipole, yang menggunakan jarak antar tepi peradiasi sebagai jarak
ketetapan dalam desain umum pada antena mikrostrip dipole yang dinyatakan
dalam panjang gelombang (λ), maka untuk menentukan lambda tersebut dapat
menggunakan persamaan sebagai berikut :
24
efff
c
(2.6)
Dimana :
c = Kecepatan cahaya (3 x 108 m/s)
λ = Panjang gelombang (lambda)
f = Frekuensi resonansi (Hertz)
Untuk prinsip penggunaan dipole ini merupakan panjang ukuran
gelombang atau panjang lambda yang menjadi acuan untuk digunakan pada
pembuatan rancang bangun antena, dengan syarat tidak boleh melebihi panjang
yang sudah ditetapkan oleh persamaan yang telah dihitung sebelumnya.
2.10 Metode Cavity untuk Analisa Antena Mikrostrip
Ada beberapa macam metode yang dapat digunakan untuk menganalisa
antena mikrostrip. Beberapa diantaranya yaitu Model Saluran Transmisi, Model
Cavity, Model Momen dan Persamaan Integral, serta Model Persamaan
Differensial. Masing-masing metode tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan
dalam melakukan analisa antena mikrostrip[10].
Pada Model Saluran Transmisi, gambaran secara fisik terlihat bagus dan
tidak membutuhkan perhitungan yang rumit, hanya saja hasil perhitungannya
tidak akurat sebagai bentuk representasi dari antena mikrostrip. Selain itu metode
ini hanya cocok digunakan untuk jenis patch berbentuk segi empat (rectangular).
Sedangkan pada Model Cavity, perhitungannya lebih rumit dibandingkan dengan
Model Saluran Transmisi, akan tetapi hasil yang didapatkan lebih akurat dan
gambaran secara fisik terlihat lebih baik.
Lain halnya dengan Model Momen dan Persamaan Integral, yang memiliki
gambaran fisik yang tidak terlalu baik serta perhitungan yang rumit, akan tetapi
hasilnya menunjukkan tingkat keakuratan yang cukup tinggi. Metode yang lebih
dikenal pada Model Persamaan Differensial yaitu FDTD dan FEM. Jenis metode
ini menuntut kepada perhitungan yang rumit, akan tetapi lebih baik daripada
25
metode yang lain karena hasilnya sudah dalam bentuk representasi lingkungan
luar yang sebenarnya.
Analisa yang digunakan pada skripsi ini menggunakan metode Cavity.
Karena metode ini merepresentasikan ruang antara patch dengan bidang
pentanahan sebagai Cavity yang dibatasi oleh electric conductors (pada bidang
atas dan bawah) dan dindingnya magnetik (pada sisi-sisinya)[10].
Ketika patch mikrostrip diberi energi gelombang elektromagnetik, akan
timbul distribusi muatan pada bagian permukaan atas dan bawah patch, serta
bagian permukaan atas bidang pentanahan. Distribusi muatannya dikendalikan
oleh dua mekanisme, yaitu attractive dan repulsive. Mekanisme attractive
mengendalikan distribusi muatan pada bagian diantara patch dengan bidang
pentanahan, atau dengan kata lain mengatur konsentrasi distribusi muatan di
bagian bawah patch. Sedangkan Mekanisme repulsive mengendalikan distribusi
muatan dibagian bawah patch, yang memberikan aksi untuk menekan sebagian
muatan dari bagian bawah patch menuju ke sekeliling pinggiran patch dan
terakhir sampai pada bagian atas patch peradiasi. Proses berpindah-pindahnya
muatan ini menimbulkan kerapatan arus (current densities) dibagian atas (Jt) dan
bawah (Jb) patch, seperti pada Gambar 2.18.
Gambar 2.18 Charge distribution dan current density pada patch mikrostrip
Seiring dengan semakin kecilnya nilai height-to-weight ratio (h/W), maka
mekanisme attractive menjadi yang dominan, sehingga mengakibatkan jumlah
arus yang mengalir dari bawah patch lalu ke pinggir dan berakhir pada bagian atas
patch semakin berkurang. Jika arus tersebut semakin berkurang dan bernilai nol,
maka tidak akan timbul medan magnet tangensial pada sisi-sisi patch, sehingga
26
tidak ada gelombang elektromagnetik yang diradiasikan, atau dengan kata lain
sisi-sisi patch menjadi dinding antena sempurna. Kejadian ini tentunya tidak
diharapkan, karenanya sekecil apapun height-to-weight ratio, dengan metode
Cavity diharapkan masih ada arus yang mengalir ke permukaan atas patch. Ketika
timbul arus ini, maka pada bagian sisi patch akan timbul medan tambahan yang
dapat dianalisa sebagai perluasan patch peradiasi[10].
2.11 Saluran transmisi
Saluran transmisi merupakan bagian penting dari antena mikrostrip.
Pemilihan saluran pencatu dengan saluran mikrostrip adalah karena kemudahan
dalam hal pabrikasi dan penentuan matching dari saluran mikrostrip dapat dengan
mudah dilakukan. Saluran mikrostrip dapat mempengaruhi matching pada antena
mikrostrip. Untuk me-matching-kan antena, hal yang perlu dilakukan cukup
dengan mengubah-ubah panjang dari elemen pencatu atau dengan memberikan
stub dan mengubah-ubah posisinya terhadap patch[10].
Gambar 2.19 Penampang Saluran Mikrostrip[10]
2.11.1 Konstanta Dielektrikum Efektif
Analisa parameter impedansi karakteristik dari mikrostrip secara
dimensional dibatasi oleh nilai rasio antara lebar strip konduktor dengan ketebalan
dielektrikum bahan (substrate). Konstanta dielektrikum efektif diperlukan untuk
menentukan hubungan bahan dari kedua dielektrikum yaitu substrate dan pelat
konduktor. Untuk menentukan nilai konstanta dielektrikum efektif dapat dicari
melalui persamaan berikut :
27
Konstanta dielektrik efektif (εeff) untuk W/h < 1
2
104.0/121
1
2
1
2
1
h
W
Wheffrr
(2.7)
Konstanta dielektrik efektif (εeff) untuk W/h > 1
Wheffrr
/121
1
2
1
2
1
(2.8)
Dimana :
εeff = Konstanta Dielektrik Efektif
εr = Konstanta Dielektrik
h = Ketebalan Substrate (mm)
W = Lebar Konduktor (mm)
2.11.2 Karakteristik Impedansi
Salah satu parameter utama yang penting untuk diketahui pada suatu
saluran mikrostrip adalah impedansi karakteristik (Z0). Impedansi karakteristik,
induktansi dan kapasitansi saluran transmisi ditentukan oleh besaran fisik saluran.
Nilai impedansi karakteristik ditentukan oleh lebar saluran atau konduktor (W),
ketebalan material substrate (h), dan konstanta dielektrik relatif (εr). Nilai
impedansi karakteristik merupakan hambatan yang terjadi sepanjang saluran yang
secara perhitungan dapat dicari melalui persamaan berikut :
Persamaan Karakteristik Impedansi untuk W/h < 1
h
W
W
h
4
8ln
60Z
eff
0
(2.9)
Persamaan Karakteristik Impedansi untuk W/h > 1
)44.1/ln(3/2393.1/
/120Z
eff0
hWhW
(2.10)
28
Dimana :
εeff = Konstanta Dielektrik Efektif
Z0 = Impedansi Karakteristik (Ω)
h = Ketebalan Substrate (mm)
W = Lebar Konduktor (mm)
2.11.3 Rugi-rugi Saluran Transmisi
Mikrostrip sebagai media saluran transmisi yang bekerja pada frekuensi
tinggi akan menghasilkan rugi-rugi yang bersifat meredam terutama yang
ditimbulkan oleh faktor dielektrikum bahan dan konduktor. Terdapat dua rugi-rugi
pada saluran transmisi, yaitu rugi konduktor dan rugi dielektrikum.
Besarnya rugi konduktor pada mikrostrip menurut Hammerstad dan
Bekkadal dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
g
g
O
O dB
wZ
f
072.0C (2.11)
Untuk panjang gelombang guide (λg) dapat dicari dengan persamaan :
O
Of
c
(2.12)
reff
Og
(2.13)
Dimana :
αc = Rugi Konduktor
Of = Frekuensi saat osilasi (Hertz)
O = Panjang gelombang di udara saat osilasi (cm)
g = Panjang gelombang guide pada saluran (cm)
29
Rugi dielektrikum lebih disebabkan oleh bahan medium sebuah substrate
dengan loss tangent yang dimilikinya. Dinyatakan dengan persamaan :
greffreff
reffr dB
1
tan13.27d
(2.14)
Dimana :
αd = Rugi Dielektrikum
tan δ = Dielektrik loss tangent
2.11.4 Teknik Pencatuan
Pemakain patch pada antena mikrostrip dapat diberikan saluran dengan
berbagai metode. Metode ini dapat diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu
kontak langsung dan tidak kontak langsung. Dalam kategori kontak langsung,
daya RF disalurkan langsung ke patch menggunakan elemen penyambung seperti
mikrostrip line. Dalam skema saluran yang tidak kontak langsung yaitu
pengkoplingan medan elektromagnetik dilakukan untuk mentransfer daya antara
mikrostrip feed line dan patch yang diradiasi. Empat teknik yang paling popular
digunakan adalah mikrostrip line, probe koaksial (untuk dua kategori metode
saluran), coupling aperture dan coupling proximity (untuk dua kategori yang tidak
kontak langsung)[7].
2.11.4.1 Mikrostrip Line Feed
Pada jenis teknik saluran ini, sebuah garis langsung terhubung ke tepi dari
patch mikrostrip seperti yang di tunjukkan pada Gambar 2.10. Saluran strip
tersebut lebih kecil dibandingkan dengan ukuran patch dan dalam substrate yang
sama, yang disebut dengan struktur planar[7].
30
Gambar 2.20 Microstrip Line Feed
Tujuan dari penyisipan cut-in dalam patch ini adalah untuk mencocokkan
impedansi dari saluran terhadap patch tanpa memerlukan penambahan elemen
matching lainnya. Hal ini bisa dicapai dengan mengendalikan posisi in-set. Oleh
karena itu, untuk jenis saluran ini adalah skema saluran yang mudah, karena
memberikan kemudahan dalam hal pabrikasi dan pemodelan dalam membuat
antena mikrostrip[7].
2.11.4.2 Coaxial Probe
Coaxial Probe atau saluran probe adalah teknik yang sangat umum
digunakan untuk saluran mikrostrip patch antena. Seperti yang terlihat pada
Gambar 2.21, bagian dalam konduktor dari suatu konektor coaxial melewati
bagian dielektrik susbtrate dan disolder ke patch radiasi, sedangkan bagian luar
konduktor terhubung ke ground plane.
31
Gambar 2.21 Coaxial Feed Line pada antena mikrostrip
Untuk jenis skema saluran ini adalah bahwa posisi saluran dapat
ditempatkan pada setiap lokasi yang diinginkan di dalam patch agar sesuai dengan
impedansi masukan. Metode saluran ini cukup mudah untuk dibuat dan memiliki
radiasi semu yang rendah. Namun, kelemahan utama adalah bahwa pada desain
ini hanya mendapatkan bandwidth yang sempit dan sulit untuk membuat desain
seperti ini karena lubang harus dibor di substrate dan konektor menjorok keluar
ground plane, sehingga tidak membuat sepenuhnya planar untuk
ketebalan substrate[7].
2.11.4.3 Saluran Aperture Coupling
Dalam jenis teknik saluran ini, radiasi patch dan saluran mikrostrip
dipisahkan oleh bidang ground plane, seperti yang ditunjukkan pada Gambar
2.22. Penghubung antara patch dan saluran dilakukan melalui slot atau aperture
pada bidang ground plane. Jenis saluran ini biasanya berpusat di bawah patch,
yang mengarah ke lebih rendah cross polarization karena simetri konfigurasi.
Jumlah kopling dari saluran untuk patch ditentukan oleh bentuk, ukuran dan
lokasi aperture.
32
Gambar 2.22 Apertured Coupling
Karena bidang ground plane dipisahkan antara patch dan feed line, maka
untuk terjadinya radiasi semu akan diminimalkan. Umumnya, bahan dengan
konstanta dielektrik tinggi digunakan untuk substrate bagian bawah dan
berukuran tebal, sedangkan bahan dengan konstanta dielektrik rendah digunakan
untuk substrate bagian atas untuk mengoptimalkan radiasi dari patch. Kerugian
utama pada teknik ini yaitu cukup sulit karena diperlukan untuk mencocokkan
posisi beberapa lapisan ini, yang juga meningkatkan ketebalan pada antena.
Skema jenis saluran ini juga hanya mendapatkan bandwidth yang sempit[7].
2.11.4.4 Saluran Proximity Coupling
Jenis teknik saluran ini juga disebut sebagai skema kopling
elektromagnetik. Seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.23, digunakan dua
substrate dielektrik dan garis saluran diantara kedua susbtrate tersebut dan radiasi
patch pada bagian atas pada susbtrate teratas.
Pada teknik ini bahwa saluran dapat menghilangkan radiasi semu dan
dapat menghasilkan bandwidth yang tinggi, dikarenakan oleh kenaikkan
keseluruhan ketebalan patch pada antena mikrostrip. Skema ini juga menyediakan
pilihan antara dua bahan media dielektrik yang berbeda, satu untuk patch dan satu
untuk saluran yang berfungsi untuk mengoptimalkan hasil yang di dapat. Selain
itu teknik ini juga tidak diperlukan pengeboran untuk menuju patch-nya. Teknik
ini juga sangat mendukung untuk penggunaan frekuensi tinggi.
33
Gambar 2.23 Proximity Coupling
Adapun kerugian utama dari skema saluran ini adalah sulit untuk
difabrikasi, karena penggabungan dua lapisan substate yang berbeda dielektrik
dan perlu penggabungan yang akurat. Matching dapat dicapai dengan mengontrol
panjang garis saluran dan lebar ke garis rasio patch, dan juga ada peningkatan
ketebalan dari keseluruhan antenna. Teknik Proximity Coupling terdiri dari dua
lapisan, yaitu lapisan feeding yang hanya 50Ω saluran transmisi mikrostrip dengan
dukungan ground plane dan lapisan atas sebagai patch pemancar utama. Dalam
Proximity Coupling (juga dikenal electromagnetic coupled) mikrostrip antena
konfigurasi, patch pemancar, dibuat pada susbtrate dielektrik, yang dilekatkan
dengan saluran mikrostrip pada substrate lainnya. Tapi karena titik pencatu tetap
di sudut umum dari geometri patch, maka untuk Matching Impedance sulit untuk
jenis saluran ini[7].
2.12 Parameter Antena Mikrostrip
Untuk dapat menjelaskan performance dari suatu antena, dibutuhkan
penjelasan dari beberapa parameter yang umum digunakan dalam perancangan
antena mikrostrip, yaitu bandwidth (lebar pita frekuensi), return loss (RL),
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR), Input Impedance (impedansi masukkan),
radiation pattern (pola radiasi), dan Gain (penguatan antena).
34
2.12.1 Return Loss (RL)
Return Loss (RL) adalah perbandingan antara amplitudo dari gelombang
yang direfleksikan terhadap amplitudo gelombang yang dikirimkan. Return Loss
(RL) digambarkan sebagai peningkatan dua komponen gelombang tegangan, yaitu
dari tegangan yang refleksikan (Vo–) dan tegangan yang dikirimkan (Vo+). Dan
perbandingan tersebut dinamakan koefisien refleksi tegangan dan dilambangkan
dengan ГL. Untuk koefisien refleksi dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
0
0
0
0
ZZ
ZZ
V
V
L
LL
(2.15)
Dimana :
ГL = Koefisien refleksi tegangan
Vo– = Tegangan yang direfleksikan (Volt)
Vo+ = Tegangan yang dikirimkan (Volt)
ZL = Impedansi beban atau load (Ohm)
ZO = Impedansi karakteristik (Ohm)
Return Loss (RL) dapat terjadi akibat adanya diskontinuitas diantara
saluran transmisi dengan impedansi masukkan (antena). Pada rangkaian rangkaian
gelombang mikro yang memiliki diskontinuitas (mismatched), besarnya Return
Loss (RL) bervariasi tergantung pada frekuensi. Untuk Return Loss (RL) dapat
diperoleh dengan cara memasukkan nilai koefisiensi tegangan kedalam persamaan
berikut ini :
RL (dB) = 20 Log |Г| (2.16)
Nilai Return Loss (RL) yang sering digunakan adalah dibawah -9.84 dB
atau untuk simulasi nilai Return Loss (RL) itu dibawah -10 dB, untuk menentukan
lebar bandwidth sehingga dapat dikatakan nilai gelombang yang direfleksikan
tidak terlalu besar jika dibandingkan dengan gelombang yang dikirimkan atau
dengan kata lain, saluran transmisi sudah matching. Nilai parameter ini menjadi
salah satu acuan untuk melihat apakah antena sudah dapat bekerja pada frekuensi
yang diharapkan atau tidak.
35
2.12.2 Voltage Standing Wave Ratio (VSWR)
Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) adalah perbandingan antara
amplitudo gelombang berdiri (standing wave) untuk tegangan maksimum
(|V|max) dengan tegangan minimum (|V|min), untuk Voltage Standing Wave
Ratio (VSWR) ini dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
VSWR =
1
1
min
max
V
V (2.17)
Koefisien refleksi tegangan ( Г ) memiliki nilai kompleks, yang
merepresentasikan besarnya magnitudo dan phase dari refleksi. Untuk beberapa
kasus dapat didefinisikan :
ГL = -1 berarti refleksi negatif maksimum yaitu ketika saluran terhubung
singkat.
ГL = 0 berarti tidak ada refleksi yaitu ketika saluran dalam keadaan
matched sempurna.
ГL = +1 berarti refleksi positif maksimum yaitu ketika saluran terhubung
dalam rangkaian terbuka.
Kondisi yang paling baik adalah adalah ketika Voltage Standing Wave
Ratio (VSWR) bernilai sama dengan ГL atau bernilai 1 (SWR=1) yang berarti
tidak ada refleksi ketika saluran dalam keadaan matching sempurna. Namun
kondisi seperti ini pada praktiknya sulit untuk didapatkan. Oleh karena itu pada
umumnya nilai standar Voltage Standing Wave Ratio (VSWR) yang sering
digunakan untuk antena adalah VSWR ≤ 2.
2.12.3 Bandwidth
Daerah frekuensi kerja dimana antena masih dapat bekerja dengan baik
dinamakan bandwidth antena. Suatu misal sebuah antena bekerja pada frekuensi
tengah sebesar fC, namun ia juga masih dapat bekerja dengan baik pada frekuensi
f1 (di bawah fC) sampai dengan f2 (di atas fC), maka lebar bandwidth dari antena
tersebut adalah (f1 – f2) dengan batas kenaikkan nilai VSWR ≤ 2. Tetapi apabila
dinyatakan dalam persen, maka bandwidth antena tersebut adalah :
36
%BW =
C
LH
f
ff x 100 % (2.18)
Dan untuk bandwidth dapat dinyatakan dalam persamaan:
BW = fH - fL (2.19)
Dengan fC dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
2
LHC
fff
(2.20)
Dimana :
fC = Frekuensi tengah (Hertz)
fH = Frekuensi maksimum (Hertz)
fL = Frekuensi minimum (Hertz)
BW = Lebar pita atau Bandwidth (Hertz)
2.12.4 Impedansi Masukan
Impedansi masukan suatu antena adalah impedansi pada terminalnya.
Impedansi masukan akan dipengaruhi oleh antena-antena lain atau obyek-obyek
yang dekat dengannya. Untuk impedansi input dapat dinyatakan dalam persamaan
berikut :
L
Loin ZZ
1
1
(2.21)
Dimana :
Zin = Impedansi masukan (Ohm)
ZO = Impedansi karakteristik (Ohm)
ГL = Koefisien refleksi tegangan
Impedansi antena terdiri dari bagain riil dan imajiner, yang dapat
dinyatakan dengan :
Zin = Zo Rin + j Xin (2.22)
37
Resistansi input (Rin) menyatakan tahanan disipasi. Daya dapat terdisipasi
melalui dua cara, yaitu karena panas pada struktur antena yang berkaitan dengan
perangkat keras dan daya yang meninggalkan antena dan tidak kembali (teradiasi).
Sehingga daya real merupakan komponen yang diharapkan, yakni
menggambarkan banyaknya daya yang hilang melalui radiasi, sementara
komponen imajiner menunjukkan reaktansi dari antena dan daya yang tersimpan
pada medan dekat antena.
2.12.5 Gain
Ketika antena digunakan pada suatu sistem, biasanya lebih tertarik pada
bagaimana efisien suatu antena untuk memindahkan daya yang terdapat pada
terminal input menjadi daya radiasi. Untuk menyatakan ini, power gain (atau gain
saja) didefinisikan sebagai 4 kali rasio dari intensitas pada suatu arah dengan
daya yang diterima antena, dan dinyatakan dengan :
G= 10LogI
I0 (2.23)
Dimana :
Io = Intensitas radiasi maksimum antena
I = Intensitas radiasi maksimum dari antena referensi
Terdapat dua jenis parameter gain, yaitu absolute gain dan relative gain.
Absolute gain pada sebuah antena didefinisikan sebagai perbandingan antara
intensitas pada arah tertentu dengan radiasi yang diperoleh jika daya yang
diterima oleh antena teradiasi secara isotropik. Nilai gain absolute dapat dihitung
dengan menggunakan persamaan :
G()= 4
mP
U . (2.24)
Sedangkan relative gain didefinisikan sebagai perbandingan antara
perolehan daya pada sebuah arah dengan perolehan daya pada antena referensi
pada arah tertentu, dengan daya masukkan sama pada kedua antena, namun antena
referensi merupakan sumber isotropic yang loseless. Gain relative dapat dihitung
dengan persamaan :
38
G = 4m
m
P
U (2.25)
2.12.6 Polarisasi
Polarisasi antena didefinisikan sebagai arah vektor medan listrik yang
diradiasikan oleh antena pada arah propagasi. Jika jalur dari vektor medan listrik
maju dan kembali pada suatu garis lurus dikatakan berpolarisasi linier. sebagai
contoh medan listrik dari dipole ideal.
Jika vektor medan listik konstan dalam panjang tetapi berputar disekitar
jalur lingkaran, dikatakan berpolarisasi lingkaran. Frekuensi putaran radian
adalah dan terjadi satu dari dua arah perputaran. Jika vektornya berputar
berlawanan arah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kanan (right handed
circular polarize) dan yang searah jarum jam dinamakan polarisasi tangan kiri
(left handed circular polarize). Suatu gelombang yang berpolarisasi ellips untuk
tangan kanan dan tangan kiri.
Secara umum polarisasi berupa polarisasi ellips dapat digambarkan seperti
pada Gambar 2.24 dengan suatu sistem sumbu referensi. Gelombang yang
menghasilkan polarisasi ellips adalah gelombang berjalan sepanjang sumbu z
yang perputarannya dapat ke kiri dan ke kanan, dan vektor medan listrik sesaatnya
e mempunyai arah komponen ex dan ey sepanjang sumbu x dan sumbu y. Harga
puncak dari komponen-komponen tersebut adalah E1 dan E2.
Gambar 2.24 Polarisasi ellips secara umum
39
Sudut τ menyatakan harga relatif dari E1 dan E2, dapat dinyatakan sebagai
berikut :
2
1arctanE
E (2.26)
Sudut kemiringan ellips adalah sudut antara sumbu x dengan sudut
utama ellips. adalah fase, dimana komponen y mendahului komponen x. Jika
komponennya sefase ( =0), maka vektor akan berpolarisasi linier.
Orientasi dari polarisasi linier tergantung tergantung harga relatif dari E1
dan E2, jika :
E1 = 0 maka terjadi polarisasi linier vertikal
E2 = 0 maka terjadi polarisasi linier horisontal
E1 = E2 maka terjadi polarisasi linier membentuk sudut 450
Untuk memaksimumkan sinyal yang diterima, maka polarisasi antena
penerima haruslah sama dengan polarisasi antena pemancar. Dan kadang terjadi
antara antena penerima dan pemancar berpolarisasi berbeda. Hal ini akan
mengurangi intensitas sinyal yang diterima.
Sebuah antena dapat memancarkan energi dengan polarisasi yang tidak
diinginkan, yang disebut polarisasi silang (cross polarized). Polarisasi silang ini
menimbulkan side lobe yang mengurangi gain. Untuk antena polarisasi linier,
polarisasi silang tegak lurus dengan polarisasi yang diinginkan dan untuk antena
polarisasi lingkaran, polarisasi silang berlawanan dengan arah perputarannya yang
diinginkan. Ini biasa yang disebut dengan deviasi dari polarisasi lingkaran
sempurna, yang mengakibatkan polarisasinya berubah menjadi polarisasi ellips.
Pada umumnya karakteristik polarisasi sebuah antena relatif konstan pada main
lobe. Tetapi polarisasi beberapa minor lobe berbeda jauh dengan polarisasi main
lobe.
2.12.7 Pola Radiasi
Pola radiasi (radiation pattern) suatu antena adalah pernyataan grafis
yang menggambarkan sifat radiasi suatu antena pada medan jauh sebagai fungsi
40
arah. Pola radiasi dapat disebut sebagai pola medan (field pattern) apabila yang
digambarkan adalah kuat medan dan disebut pola daya (power pattern) apabila
yang digambarkan poynting vektor. Untuk dapat menggambarkan pola radiasi ini,
terlebih dahulu harus ditemukan potensial. Dalam koordinat bola, medan listrik E
dan medan magnet H telah diketahui, keduanya memiliki komponen vetor dan
Sedangkan poynting vektornya dalam koordiant ini hanya mempunyai
komponen radial saja. Besarnya komponen radial dari poynting vektor ini adalah :
Pr = ½
2E
(2.27)
Dengan :
| E | =22
0 EE (2.28)
Dimana :
| E | = Resultan dari magnitude medan listrik
E = Komponen medan listrik
E = Komponen medan listrik
= Impedansi intrinsik ruang bebas (377 )
Untuk menyatakan pola radiasi secara grafis, pola tersebut dapat
digambarkan dalam bentuk absolut atau dalam bentuk relatif. Maksud bentuk
realtif adalah bentuk pola yang sudah dinormalisasikan, yaitu setiap harga dari
pola radiasi tersebut telah dibandingkan dengan harga maksimumnya. Sehingga
pola radiasi medan, apabila dinyatakan didalam pola yang ternormalisasi akan
mempunyai bentuk :
F( ) =
max,
,
E
P (2.29)
Dimana E adalah Komponen medan listrik dan Eadalah Komponen
medan listrik yang masing-masing bernilai maksimal sedangkan P adalah
Poynting vektor pada dan Padalah Poynting vektor pada Karena poynting
41
vektor hanya mempunyai komponen radiasi yang sebenarnya berbanding lurus
dengan kuadrat magnitudo kuat medannya, maka untuk pola daya apabila
dinyatakan dalam pola ternormalisasi, tidak lain sama dengan kuadrat dari pola
medan yang sudah dinormalisasikan itu.
P( ) = |F( ) |2 (2.30)
Seringkali juga pola radiasi suatu antena digambarkan dengan satuan
decibel (dB). Intensitas medan dalam decibel didefinisikan sebagai :
F( ) dB = 20 log | F( ) |(dB) (2.31)
Sedangkan untuk pola dayanya didalam decibel adalah :
P( ) dB = 10 log P( )
= 20 log | F( ) |(dB) (2.32)
Jadi didalam decibel, pola daya sama dengan pola medannya. Semua pola
radiasi yang dibicarakan di atas adalah pola radiasi untuk kondisi medan jauh.
Sedangkan pengukuran pola radiasi, faktor jarak adalah faktor yang amat penting
guna memperoleh hasil pengukuran yang baik dan teliti. Semakin jauh jarak
pengukuran pola radiasi yang digunakan tentu semakin baik hasil yang akan
diperoleh. Namun untuk melakukan pengukuran pola radiasi pada jarak yang
benar-benar tak terhingga adalah suatu hal yang tak mungkin. Untuk keperluan
pengukuran ini, ada suatu daerah di mana medan yang diradiasikan oleh antena
sudah dapat dianggap sebagai tempat medan jauh apabila jarak antara sumber
radiasi dengan antena yang diukur memenuhi ketentuan berikut :
r >
22D (2.33)
r >> D dan r >> λ
Dimana :
R = Jarak pengukuran (m)
D = Dimensi antena yang terpanjang (mm)
λ = Panjang gelombang yang dipancarkan sumber (lambda)
42
BAB III
PERANCANGAN ANTENA BOW-TIE MIKROSTRIP PADA
FREKUENSI 1.6 GHz UNTUK SISTEM GROUND
PENETRATING RADAR (GPR)
3.1 Dasar Perancangan Antena Mikrostrip Bow-Tie
Pada skripsi ini akan di rancang sebuah pemodelan antena mikrostrip bow-
tie, dengan karakteristik frekuensi resonansi (fr) yang mengacu kepada aplikasi
alat Ground Penetrating Radar (GPR) yang sudah dikomersilkan oleh perusahaan
Geophysical Survey Systems, Inc. (GSSI)[4], yaitu pada 1.6 GHz. Dan dalam
perancangan antena mikrostrip bow-tie ini digunakan rentang frekuensi dari 1 – 4
GHz, sebagai rentang frekuensi kerja di dalam simulasi microwave office.
Langkah perancangan antena ini dapat dijelaskan secara umum melalui diagram
alir seperti yang terlihat pada Gambar 3.1.
Dengan menggunakan media substrate Rogers RT/Duroid 5880, yang
memiliki spesifikasi konstanta dielektrik (εr) 2.2, ketebalan substrate (h) 1.57 mm,
dan dielektrik loss tangent ( tanδ ) 0.002, nantinya dapat ditentukan lebar saluran
pencatu untuk penggunaan pada impedansi karakteristik sebesar 50 Ω, penentuan
lebar saluran diperoleh melalui penggunaan software PCAAD.
Langkah selanjutnya adalah proses desain dan simulasi menggunakan
software Microwave Office, dan untuk dimensi panjang λ (lambda) bow-tie dapat
dihitung menggunakan persamaan pada bab sebelumnya. Perancangan dimensi
panjang λ (lambda) pada peradiasi dari sebuah antena mikrostrip model bow-tie,
pada awalnya memiliki konsep dari antena dipole. Dengan memakai konsep
antena dipole, yaitu menggunakan ¼ λ (lambda) untuk panjang satu buah pole-nya
dan ½ λ (lambda) untuk panjang dua buah pole-nya (dipole), nantinya dapat
diaplikasikan sebuah desain mikrostrip bowtie dengan konsep antena dipole.
Lalu untuk dimensi substrate yang akan digunakan dalam perancangan ini
ditentukan melalui perbandingan ukuran pada software Microwave Office.
43
Melalui bantuan penggunaan software Microwave Office, hasil rancangan dapat
disimulasikan untuk melihat parameter antena yang didapat, seperti return loss,
VSWR, pola radiasi bandwidth, gain dan lain sebagainya.
Gambar 3.1 Diagram Alir Proses Rancangan Antena pada Simulasi
Sebagai standar minimum, dimana antena dapat dikatakan optimum jika
parameter hasil simulasi di dapat return loss (RL) < -10dB, VSWR antara 1
sampai 2, dan untuk target bandwidth > 100MHz. Jika parameter tersebut belum
Mulai
Penetapan Frekuensi Resonansi
(Fr) pada 1.6 GHz
Material Substrate
RT/Duroid 5880
εr = 2.2
h = 1.57 mm
tanδ = 0.002
Merancang panjang Dipole pada
antena bow-tie mikrostrip
Merancang lebar saluran
transmisi (Zo= 50 Ω)
Pemodelan Antena Bow-tie menggunakan software Microwave
Office
Menjalankan Simulasi
RL < -10dB
1 ≤ VSWR ≤ 2
Bandwidth ≥ 100 MHz
Ya ?
- Penambahan slot pada patch Bow-tie
- Pengaturan jarak antar saluran catu
- Pembatasan pada bidang Ground
Plane
Tidak ?
Selesai
44
tercapai, maka dapat dilakukan berbagai modifikasi sampai didapat nilai yang
dikehendaki. Modifikasi yang dilakukan dalam perancangan ini antara lain,
memberikan slot pada radiator bow-tie untuk mencapai frekuensi resonansi yang
sesuai, serta dilakukan pembatasan pada sisi ground plane, dengan tujuan untuk
mendapatkan bandwidth yang lebar.
3.2 Langkah Perancangan
Pada perancangan untuk antena mikrostrip ini diperlukan beberapa
perangkat pendukung sebagai sebuah langkah perancangan antena, adapun
perangkat pendukung untuk perancangan yang digunakan antara lain : Bahan
perancangan (Substrate), Perangkat lunak (Software) untuk simulasi, dan
Perangkat keras (Hardware).
3.2.1 Bahan Perancangan (Substrate)
Untuk mendukung proses rancang bangun diperlukan sebuah substrate
yang digunakan sebagai media peracangan antena. Dalam tabel 3.1 diperlihatkan
spesifikasi media yang digunakan meliputi, tipe substrate, dielektrik konstanta,
ketebalan substrate, dielektrik loss tangent, dan dimensi substrate yang akan
digunakan.
Tabel 3.1 Spesifikasi media substrate antena mikrostrip
Tipe substrate Rogers RT/Duroid 5880
Konstanta dielektrik (εr) 2.2
Ketebalan substrate (h) 1.57 mm
Dielektrik loss tangent ( tanδ ) 0.002
Dimensi substrate 96x96 mm2
3.2.2 Perangkat lunak (Software)
Untuk kegiatan awal dari sebuah rancang bangun antena dapat
menggunakan alat bantu, baik bersifat software ataupun hardware. Untuk
perancangan awal pada rancang bangun ini dilakukan melalui proses perangkat
45
lunak (software). Terdapat beberapa software yang digunakan dalam perancangan
ini, diantaranya:
1. Software PCAAD 3.0 (Personal Computer Aided Desain 3.0)
Software ini digunakan sebagai program yang membantu untuk
menentukan lebar saluran pencatu pada substrate. Untuk mengetahui
dimensi lebar saluran tersebut, cukup dengan menginputkan nilai
impedansi yng akan digunakan, ketebalan substrate dan konstanta
dielektrik antena mikrostrip yang diinginkan.
2. Software Microwave Office 2002 Version 5.53
Software Microwave Office merupakan salah satu software yang biasa
digunakan untuk melakukan simulasi dan melakukan desain pemodelan
antena yang akan dirancang, serta mensimulasikan hasil rancangan untuk
melihat nilai parameter antena yang dibentuk seperti return loss, VSWR,
pola radiasi, polarisasi, gain dan lain sebagainya.
3. Software Corel Draw
Software ini digunakan untuk mendesain ulang pemodelan antena yang
telah disimulasikan untuk kebutuhan proses pabrikasi antena. Untuk
mencetak bentuk rancangan antena, dilakukan proses pengikisan lapisan
konduktor atau biasa disebut proses etching.
3.2.3 Perangkat keras (Hardware)
Untuk perangkat alat bantu yang digunakan setelah proses rancangan telah
selesai. Hardware yang digunakan dalam perancangan ini meliputi sebagai
berikut :
1. Konektor jenis SMA (Sub Miniature version A)
Konektor ini berfungsi untuk penghubung antara saluran pencatu dengan
peradiasi antena (patch). Untuk nilai konektor sesuai dengan impedansi
karakteristik yaitu sebesar 50 Ohm.
46
2. Network Analyzer
Perangkat ini yang digunakan sebagai instrumentasi atau alat ukur
terhadap nilai parameter antena setelah rancangan melalui tahap pabrikasi.
Untuk nilai parameter yang dapat diukur, seperti : return loss, VSWR, Zin
dsb. Sedangkan peralatan yang digunakan dalam perancangan antena ini
meliputi perangkat standar workshop seperti solder, tang, timah, cutter,
penggaris, dan lain sebagainya.
3. Laptop
Digunakan untuk menjalankan proses simulasi perancangan. Adapun
spesifikasi minimum yang mendukung untuk proses simulasi agar berjalan
dengan baik seperti Windows XP, Pentium Intel Core 2 duo CPU, dan
RAM 1.93 GB DDR2.
3.3 Langkah Perancangan Dasar Antena Bow-tie
Pada kegiatan perancangan dasar antena bow-tie ini dilakukan dua
tahapan, yaitu merancang dimensi panjang λ (lambda) pada patch dan saluran
transmisi mikrostrip atau saluran pencatu. Pada perancangan ini digunakan proses
analisis dalam merancang dimensi panjang λ (lambda) pada patch antena dan
proses simulasi software untuk merancang lebar saluran transmisi mikrostrip.
Secara konstruksi pemodelan dalam perancangan sebuah antena bow-tie terdiri
beberapa model yang umum digunakan dalam setiap rancang bangun. Pemodelan
untuk patch bow-tie diantaranya ada yang berbentuk segitiga, persegi, trapesium,
segitiga dengan slot dsb, kemudian untuk teknik saluran pencatunya sendiri ada
yang menggunakan saluran catu tunggal dan ada yang menggunakan saluran catu
paralel dalam perancangannnya.
Dan untuk perancangan yang digunakan pada rancang bangun ini
menggunakan saluran catu paralel, serta dilakukan penambahan slot pada patch
dan pembatasan ground plane sebagai teknik untuk memperlebar bandwidth.
47
3.3.1 Perancangan Dimensi Antena Mikrostrip Bow-tie
Setelah didapat frekuensi target yang ditentukan yaitu pada 1.6 GHz,
selanjutnya membentuk awal model peradiasi bow-tie dengan berdasar kepada
pemodelan awal yang berbentuk patch persegi panjang. Untuk dapat membuat
dimensi peradiasi bow-tie tersebut bisa menggunakan persamaan, melalui analisa
dari perhitungan lebar dan panjang dari patch persegi panjang. Dan adapun
persamaan untuk menghitung dimensi patch, dapat menggunakan persamaan
(2.1), dimulai dengan menghitung lebar dari patch persegi panjang (W), yaitu
sebagai berikut:
2
12
rf
cW
O
2
12.2Hz 91.6x10 . 2
m/s 810 x 3
W
mmmW 1.7407411.0
Kemudian untuk menghitung konstanta dielektrik efektif (εreff) dapat
menggunakan persamaan (2.2), yaitu sebagai berikut :
2/1121
2
1
2
1
W
hrrreff
2/1
07411.0
00157.0.121
2
12.2
2
12.2
m
m
reff
135.2reff
Selanjutnya dengan menghitung ∆L untuk membantu mencari nilai
panjang yang sebenarnya, seperti yang terlihat pada persamaan 2.3. Besarnya ∆L
dapat diperhitungkan dengan persamaan berikut :
48
8.0258.0
264.03.0
412.0
h
W
h
W
hL
reff
reff
8.000157.0
07411.0258.0135.2
264.000157.0
07411.03.0135.2
00157.0412.0
m
m
m
m
mxL
mmmL 829.0000829.0
Kemudian setelah mendapat nilai ∆L, maka untuk selanjutnya mencari
nilai Leff, nilai ini adalah adalah panjang efektif patch persegi panjang dan dapat
diperoleh melalui persamaan (2.5) :
refff
cL
O
eff2
135.2106.1.2
103
9
8
Hzx
smx
Leff
mmmLeff 2.6406421.0
Setelah nilai ∆L dan nilai Leff, sudah diperoleh maka tahap selanjutnya
mencari panjang sesungguhnya dari patch persegi panjang, untuk L dapat
diperoleh melalui persamaan (2.4) :
LLL eff 2
mmmmL 829.0.22.64
mmL 542.62
Didapat nilai panjang sesungguhnya untuk patch sebesar 62.542 mm,
kemudian dibulatkan menjadi 62.5 mm.
49
Perancangan dimensi patch peradiasi dari antena mikrostrip model bow-tie
ini, menggunakan dua model patch yang identik seperti terlihat pada Gambar 3.2.
Model bow-tie ini memakai konsep antena dipole untuk menentukan jarak antar
tepi peradiasinya (pole), yang menggunakan ¼ λ (lambda) untuk satu buah pole-
nya dan ½ λ (lambda) untuk panjang dua buah pole-nya (dipole), sehingga untuk
mencari panjang lambda (λ) atau jarak panjang gelombang dapat menggunakan
persamaan (2.6), yaitu sebagai berikut :
eff
f
c
135.2106.1
103
9
8
Hzx
smx
= 128.4 mm
Didapat panjang λ = 128.4 mm lalu untuk panjang efektif ½ λ = 64.2 mm,
untuk kebutuhan perancangan maka dibulatkan menjadi 64 mm.
Gambar 3.2 Panjang ½ λ pada Antena Mikrostrip Bow-tie
50
3.3.2 Perancangan Lebar Saluran Pencatu
Penentuan lebar saluran pencatu sangat dipengaruhi oleh konstanta
dielektrik substrate, tebal substrate, frekuensi kerja serta besaran nilai impedansi
yang diinginkan. Untuk mencari nilai lebar saluran (Wf) untuk jenis substrate
Rogers RT/Duroid 5880, dapat menginputkan data substrate seperti dielektrik
konstan (εr) dan ketebalan substrate (h), menggunakan software PCAAD 3.0
seperti terlihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 Tampilan software PCAAD untuk menentukan lebar saluran antena
Dengan menginputkan karakteristik impedansi 50Ω pada isian software
PCAAD 3.0. dengan nilai, h = 1.57 mm = 0.157 cm untuk ketebalan Substrate,
dan εr = 2.2 konstanta dielektrik, maka didapat ukuran lebar saluran mikrostrip
(Wf) yaitu sebesar 0.483 cm, seperti yang terlihat pada kotak Line Width. Dan
untuk kebutuhan perancangan maka lebar saluran dibulatkan menjadi 0.48 cm =
4.8 mm, seperti terlihat pada Gambar 3.4.
51
Gambar 3.4 Ukuran Lebar Saluran Pencatu Antena
3.3.3 Menjalankan Proses Simulasi pada Software Microwave Office
Proses simulasi pada program simulator ini dilakukan pada Software
Microwave Office 2002. Proses ini diperlukan untuk menyesuaikan data substrate
yang akan digunakan dalam perancangan antena.
Langkah 1 :
Untuk memulai perancangan antena dapat dilakukan dengan membuat file
new project dengan cara memilih menu File > New Project. Kemudian untuk
membentuk area substrate dibuat melalui menu Project > Add EM Structure >
New EM Structure.
Gambar 3.5 Tahap awal simulasi pada Software Microwave Office 2002
52
Langkah 2 :
Lalu untuk menyesuaikan data substrate seperti dimensi dan spesifikasi
substrate melalui menu Structure > Enclosure, untuk kemudian pada menu
tersebut diinputkan data substrate seperti ditunjukkan pada Gambar 3.6, dengan
pilihan unit satuan dalam millimeter (mm). penentuan ukuran sel disesuaikan
dengan ketentuan spesifikasi substrate, dan dalam rancangan ini untuk tipe
RT/Duroid 5880 ditentukan ukuran cell size adalah 0.8 mm yang didapat dari
perbandingan antara dimensi X dan Y yaitu, 96 : 96 dan perbandingan terhadap
divisi X dan Y sebesar 120 : 120.
Gambar 3.6 Konfigurasi Ukuran Dimensi Substrate Antena
Langkah 3 :
Pada menu Dielectric Layers, substrate ditempatkan ditengah box dimana
layer atas dan layer bawah adalah lapisan udara, dengan ketebalan kurang lebih
12 kali ketebalan substrate, seperti yang terlihat pada Gambar 3.7.
53
Gambar 3.7 Konfigurasi Layer Dielektrik Antena
Langkah 4 :
Untuk penyesuaian batasan antena (Boundaries Setting) dapat diatur pada
menu Boundaries, menggunakan pendekatan ruang terbuka dengan hambatan
udara pada kedua sisi antena sebesar 377Ω seperti yang ditunjukkan pada Gambar
3.8.
Gambar 3.8 Konfigurasi Boundaries Setting pada Antena
54
Langkah 5 :
Penambahan port untuk jenis pencatuan dengan saluran mikrostrip ini
dapat ditambahkan melalui menu Draw > Add Edge Port, untuk posisi port
tersebut ditempatkan ujung saluran tepatnya di bagian tepi pada substrate, dan
penempatan port pada saluran ditunjukkan pada Gambar 3.9.
Gambar 3.9 Penambahan Port Untuk Saluran Pencatu
Penggunaan port untuk jenis pencatuan dengan saluran mikrostrip model
Bow-tie ini menggunakan 2 feed line dan memakai 2 port yang di tempatkan
sejajar satu dengan yang lainnya. Penambahan 2 port sekaligus ini merupakan
dasar dari penggunakan konsep antena dipole yang menggunakan 2 saluran feed
line sekaligus dalam satu substrate, dan untuk penempatan 2 port pada saluran
ditunjukkan pada Gambar 3.10.
Gambar 3.10 Penggunaan saluran paralel pencatu untuk bow-tie
55
Pada penggunaan 2 port untuk tipe pencatuan ini tentunya memiliki setting
port yang berbeda antara satu dengan yang lainnya, seperti yang terlihat pada
Gambar 3.11 atau port 1 yang memilih menu Port attributes > Excitation Port,
atau mode saluran yang di dummy dan bernilai 0 Ω sebagai setting port. Pada
penggunaan saluran yang di dummy seperti ini, digunakan lapisan serat
alumunium yang terdapat pada lapisan kabel coaxial yang dipakai sebagai input
masukan ke terminal yang di dummy.
Gambar 3.11 Konfigurasi Port 1 pada Saluran Pencatu
Dan untuk port 2 ini memiliki setting port yang berbeda, seperti yang
ditunjukkan pada Gambar 3.12 yang memilih menu Port attributes > Termination
Port dan bernilai 50 Ω sebagai setting port. Penggunaan 2 port ini pada dasarnya
memakai spesifikasi dari pada antena dipole, yang peradiasinya dapat digunakan 2
pole sekaligus atau secara bergantian. Dan untuk antena mikrostrip ini
peradiasinya digunakan bergantian dan keduanya memiliki fungsi yang sama,
artinya dapat diberikan nilai impedansi sebesar 50 Ω.
Gambar 3.12 Konfigurasi Port 2 pada Saluran Pencatu
56
Langkah 6 :
Pengukuran parameter antena dapat dilakukan melalui simulasi yang dapat
ditambahkan melalui menu Project > Add Graph, untuk menentukan parameter
antena yang akan ditampilkan dapat dipilih melalui opsi yang ditampilkan pada
gambar 3.13.
1. Untuk return loss dapat dipilih melalui opsi Rectangular kemudian
rename graph 1 menjadi return loss lalu klik kanan dengan Measurement
Type : Port Parameter, Measurement : S, Data Source name : EM
Structure 1, Complex Modifier : Magnitude dan ceklis result type : DB.
2. Untuk VSWR dapat dipilih melalui opsi Linier kemudian rename graph 2
menjadi VSWR lalu klik kanan dengan Measurement Type : Linier,
Measurement : VSWR, Data Source name : EM Structure 1, dan ceklis
result type : DB.
3. Impedansi Masukan (Zin) dapat dipilih melalui opsi Smith Chart
kemudian rename graph 3 menjadi Zin lalu klik kanan dengan
Measurement Type : Linier, Measurement : Zin, dan Data Source name :
EM Structure 1.
4. Pola radiasi antena dapat dipilih melalui opsi Rectangular kemudian
rename graph 4 menjadi Pola Radiasi lalu klik kanan dengan
Measurement Type : Antena, Measurement : PPC_TPwr (Total radiation
Power), Data Source name : EM Structure 1 dan ceklis result type : DB.
5. Polarisasi antena dapat dipilih melalui opsi Antena Plot kemudian rename
graph 4 menjadi Polarisasi lalu klik kanan dengan Measurement Type :
Antena, measurement : PPC_ETheta (Polarisasi pada fungsi Theta), Data
Source name : EM Structure 1 dan ceklis result type : DB. Untuk
menambahkan satu bentuk polariasi lagi klik kanan pada polarisasi dengan
Measurement Type : antena, Measurement : PPC_EPhi (Polarisasi pada
fungsi Phi), Data Source name : EM Structure 1 dan ceklis result type :
DB.
57
Gambar 3.13 Pilihan perancangan parameter pada Microwave Office untuk
Program Simulasi Antena
Langkah 7 :
Pengaturan jangkauan frekuensi yang akan digunakan dapat dilakukan
pada menu Options > Project Options, pengaturannya dengan Modify Range :
Start untuk menentukan awal jangkauan frekuensi yang akan digunakan, Modify
Range : Stop untuk akhir jangkauan frekuensi, dan Modify Range : Step untuk
kerapatan jangkauan frekuensi, kemudian untuk Sweep Type dipilih opsi Linier
dalam satuan GHz, pengaturan ini ditunjukkan seperti pada Gambar 3.14. Untuk
tahap awal dalam perancangan ini, jangkauan frekuensi yang akan digunakan
dimulai pada frekuensi 1 GHz dan berakhir pada 4 GHz dengan kerapatan
jangkauan frekuensi 0.1 GHz. Selanjutnya untuk memulai simulasi dapat
dilakukan dengan memilih menu Simulate > Analyze, kemudian simulasi akan
diproses dan parameter antena hasil dari simulasi akan ditampilkan pada akhir
proses.
58
Gambar 3.14 Pengaturan Jangkauan Frekuensi pada Perancangan Antena
3.4 Perancangan Antena
Antena yang dirancang dalam pemodelan ini merupakan jenis antena
planar yang dicetak pada single layer substrate jenis Rogers RT/Duroid 5880,
yang memiliki spesifikasi konstanta dielektrik (εr) 2.2, ketebalan substrate (h)
1.57 mm, dan dielektrik loss tangent ( tanδ ) 0.002. Dimana patch ini berbentuk
bow-tie dengan pencatu saluran mikrostrip paralel yang dicetak pada satu sisi, dan
ground plane sebagian pada sisi yang lain.
Perancangan antena ini dilakukan dalam beberapa tahapan uji coba,
dimana pada tahap ini adalah untuk mencari rancangan yang optimum dan terlihat
pada nilai return loss hasil simulasi. Untuk perancangan antena ini terdiri dari
beberapa tahap, sebelum didapatkan hasil akhir sesuai dengan target yang
diinginkan. Tahap pertama dimulai dengan membentuk pemodelan pada patch,
yaitu dengan membuat model patch bowtie tanpa modifikasi dan kedua
menambahkan slot pada patch bowtie tersebut, dengan tujuan agar membentuk
frekuensi resonansi yang baru. Tahap kedua dilanjutkan dengan pengaturan jarak
antar saluran catu, dan tahap ketiga dilakukan pembatasan ground plane pada sisi
bawah substrate.
59
3.4.1 Pemodelan Patch pada Antena Bow-tie
Dalam tahap awal perancangan dibutuhkan sebuah pemodelan yang
menjadi dasar sebuah perancangan antena. Berdasar dari acuan hasil persamaan
yang telah diperoleh sebelumnya dalam merancang dimensi yang akan digunakan,
tentunya akan menghasilkan ukuran-ukuran yang ditentukan untuk kemudian
digunakan dalam membuat antena bow-tie.
3.4.1.1 Perancangan Antena Bow-tie tanpa Modifikasi
Rancangan antena tahap pertama disimulasikan tanpa melakukan beberapa
perubahan yang siginifikan. Ukuran panjang lambda (L1) pada tahap awal
perancangan antena ini yaitu 64 mm, dan untuk perubahannya ini tidak dilakukan
slot pada bidang radiator, namun pada tahap ini dilakukan pengamatan terhadap
hasil yang diberikan jika menggunakan patch tanpa modifikasi, seperti yang
terlihat pada Gambar 3.15.
Gambar 3.15 Rancangan antena Patch Bow-tie tanpa modifikasi
Bentuk tersebut merupakan bentuk tahap awal perancangan antena dan
tidak dilakukan modifikasi, untuk kemudian dilakukan pengamatan terhadap hasil
60
keluaran untuk parameter return loss dan VSWR dari simulasi yang telah
dilakukan itu, jika menggunakan patch tanpa modifikasi seperti yang terlihat
dalam bentuk grafik pada Gambar 3.16 dan Gambar 3.17.
Gambar 3.16 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie tanpa modifikasi
Gambar 3.17 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie tanpa modifikasi
61
Perancangan antena tahap pertama ini hanya dilakukan tanpa memberikan
modifikasi, karena untuk tahap ini ditujukan untuk melihat hasil yang didapat
apabila menggunakan patch tanpa modifikasi sedikitpun, sekaligus untuk menguji
desain tersebut, apakah dapat mencapai nilai target yang di harapkan yaitu, nilai
return loss yang optimum berada dibawah -10 dB, frekuensi kerja 1.6 GHz dan
VSWR berada di rentang 1-2.
3.4.1.2 Perancangan antena Bow-tie dengan penambahan slot pada Radiator
Rancangan antena selanjutnya disimulasikan dengan melakukan
penambahan slot pada radiator antena bow-tie. Tahap awal penambahan slot ini
dapat digambarkan seperti pada Gambar 3.18, dimana pada gambar tersebut
ditampikan bentuk awal pemberian slot pada radiator. Perubahan nilai ukuran
dilakukan pada sisi lebar slot (W3) dan untuk panjang pada slot L3 sebesar 28.8
mm. Tujuan penambahan slot ini diharapkan dapat memberikan pengaruh
terhadap impedansi masukan, baik itu nilai bandwidth yang lebar melalui
pembentukkan resonansi baru ataupun nilai VSWR yang optimum.
Gambar 3.18 Pemberian slot pada antena dengan panjang L3 sebesar 28.8 mm
62
Slot tersebut merupakan bentuk tahap awal perancangan antena, dengan
perubahan nilai ukuran dilakukan pada sisi lebar slot (W3), untuk hasil
perancangan yang dilakukan pada simulasi tersebut, dapat terlihat dalam bentuk
grafik pada Gambar 3.19 dan Gambar 3.20.
Gambar 3.19 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie penambahan slot untuk L3 = 28.8 mm
Gambar 3.20 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie penambahan slot untuk L3 = 28.8 mm
63
Dari hasil perancangan antena tersebut menampilkan akan terbentuk 3
buah frekuensi resonansi. Nilai return loss yang dihasilkan juga masih belum
signifikan karena belum berada di posisi < -10 dB, sehingga nilai yang ada masih
jauh dari target yang diharapkan. Begitu pula nilai VSWR, hasil yang dicapai
masih belum optimum karena belum berada diantara nilai 1 dan 2.
Selanjutnya mengacu dengan bentuk perubahan yang pernah dilakukan
pada tahap awal, maka dilakukan penambahan ukuran yang lebih panjang (L3)
untuk slot pada radiator tersebut, yang dapat digambarkan pada Gambar 3.21.
Untuk ukurannya panjang slot L3 sebesar 48 mm dapat diatur dan disesuaikan
dengan nilai simulasi yang dihasilkan, agar mendekati dengan kriteria
perancangan antena bow-tie, dengan harapan memberikan pengaruh impedansi
bandwidth melalui pembentukkan resonansi baru.
Gambar 3.21 Pemberian slot pada antena dengan panjang L3 sebesar 48 mm
Tahap ini dilakukan perubahan dengan menambah panjang slot, sementara
lebar celah dibuat tipis dan dapat diatur sesuai dengan hasil simulasi yang
dihasilkan, agar mendekati dengan kriteria target utama dalam perancangan
antena bow-tie. Slot tersebut merupakan bentuk tahap kedua perancangan antena
64
dengan melakukan perubahan pada lebar W3, untuk kemudian dilakukan
pengamatan terhadap hasil perancangan yang dilakukan pada simulasi tersebut,
seperti yang terlihat dalam bentuk grafik pada Gambar 3.22 dan Gambar 3.23.
Gambar 3.22 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie penambahan slot untuk L3 = 48 mm
Gambar 3.23 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie penambahan slot untuk L3 = 48 mm
65
Dari hasil perancangan antena tersebut menampilkan akan terbentuk 1
buah frekuensi resonansi. Nilai return loss yang dihasilkan memang masih belum
signifikan karena belum berada di posisi < -10 dB, sehingga nilai yang ada masih
jauh dari target yang diharapkan. Namun dengan pembentukkan 1 buah frekuensi
resonansi tersebut artinya ada kemungkinan untuk mencapai target single band
yang ditentukan, dan untuk selanjutnya dilakukan bagaimana cara untuk mencapai
dan menggeser frekuensi resonansi tersebut.
Penambahan slot pada radiator untuk tahap selanjutnya dilakukan
modifikasi dengan menambah ukuran lebar di ujung slot (W2) seperti pada
Gambar 3.24. Mengacu dari uji coba terhadap perubahan ukuran dimensi yang
dilakukan sebelumnya, baik itu perubahan lebar dan panjang pada W3 atau L3.
Maka dilakukan modifikasi untuk mencari parameter antena yang paling optimum
serta untuk mendapatkan nilai return loss yang semakin bagus dan mendapatkan
frekuensi resonansi yang sesuai dengan target.
Gambar 3.24 Memperlebar sisi bagian ujung slot pada antena bow-tie
Pada bagian ini dilakukan perubahan dengan menambah lebar sisi pada
ujung slot (W2), sementara sisi dalam (W3) lebar celah tetap dibuat tipis dan
66
dapat diatur sesuai dengan hasil simulasi yang dihasilkan, agar mendekati dengan
kriteria target utama dalam perancangan antena bow-tie. Slot tersebut merupakan
bentuk tahap ketiga perancangan antena dengan melakukan perubahan pada lebar
W2, untuk kemudian dilakukan pengamatan terhadap hasil perancangan yang
dilakukan pada simulasi tersebut, seperti yang terlihat dalam bentuk grafik pada
Gambar 3.25 dan Gambar 3.26.
Gambar 3.25 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan memperlebar sisi bagian ujung slot
67
Gambar 3.26 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan memperlebar sisi bagian ujung slot
Dapat terlihat dari hasil perancangan antena tersebut menampilkan akan
terbentuk 1 buah frekuensi resonansi. Nilai return loss yang dihasilkan masih jauh
signifikan karena belum berada di posisi < -10 dB, sehingga nilai yang ada masih
jauh dari target yang diharapkan. Begitu pula nilai VSWR, hasil yang dicapai
masih belum optimum karena belum berada diantara nilai 1 dan 2.
3.4.2 Perancangan Antena Bow-tie dengan pengaturan jarak antar saluran
catu
Perancangan antena bow-tie tahap selanjutknya dilakukan pengaturan
jarak antar saluran catu (L4) seperti pada Gambar 3.27. Penambahan ukuran ini
dengan harapan dapat membentuk resonansi baru yang sesuai dengan target yang
akan di capai. Untuk selanjutnya dilakukan uji coba terhadap perubahan ukuran
dimensi pada perubahan L4, untuk mencari parameter antena yang paling
optimum dan juga untuk mendapatkan nilai return loss yang semakin bagus dan
mendapatkan frekuensi resonansi yang sesuai dengan target.
68
Gambar 3.27 Rancangan Antena Bow-tie dengan pengaturan jarak antar saluran
catu
Pengaturan jarak pada W4 dilakukan dengan mengatur lebar celah antar
saluran catu. Untuk itu tetap dibuat tipis dan dapat diatur sesuai dengan hasil
simulasi yang dihasilkan, agar mendekati dengan kriteria target utama dalam
perancangan antena bow-tie. Untuk hasil pengamatan terhadap hasil perancangan
yang dilakukan pada simulasi tersebut, dapat terlihat dalam bentuk grafik pada
Gambar 3.28 dan Gambar 3.29.
69
Gambar 3.28 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan pengaturan jarak antar saluran catu
Gambar 3.29 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan pengaturan jarak antar saluran catu
Dapat terlihat dari hasil perancangan antena tersebut menampilkan akan
terbentuk 2 buah frekuensi resonansi yang mendekati target nilai frekuensi
resonansi. Tapi untuk nilai return loss yang dihasilkan masih jauh signifikan
70
karena belum berada di posisi < -10 dB, sehingga nilai return loss yang ada masih
jauh dari target yang diharapkan. Namun dengan pembentukkan 2 buah frekuensi
resonansi yang mendekati target tersebut, ada kemungkinan untuk mencapai target
nilai frekuensi yang ditentukan, dan untuk selanjutnya dilakukan bagaimana cara
untuk mencapai dan menggeser frekuensi resonansi tersebut.
3.4.3 Pembatasan bidang Ground Plane pada Perancangan antena Bow-tie
Dengan melihat hasil percobaan pada simulasi yang telah dilakukan,
maka dicoba cara untuk mendapatkan target parameter yang ditentukan. Sehingga
dibuat konfigurasi rancangan antena bow-tie dengan melakukan pembatasan pada
sisi ground plane seperti pada gambar 3.30. Tahap ini merupakan tahap terakhir
dalam perancangan antena ini. Dengan adanya pembatasan ground plane ini,
diharapkan mampu membentuk karakteristik return loss yang baik dan nilai
VSWR yang optimum.
Gambar 3.30 Rancangan Antena Bow-tie dengan Pembatasan Ground Plane
Perubahan nilai ukuran diberikan pada Wg yaitu dengan dilakukan
perubahan pada lebar atau tebal ground plane. Hal ini bisa diamati terhadap
pengaruh kepada pergeseran nilai frekuensi dan bandwidth yang dihasilkan,
71
apabila diberikan pembatasan pada sisi ground plane. Untuk hasil pengamatan
terhadap hasil perancangan yang dilakukan pada simulasi tersebut, seperti yang
terlihat dalam bentuk grafik pada Gambar 3.31 dan Gambar 3.32.
Gambar 3.31 Bentuk grafik return loss terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan pembatasan ground plane
Gambar 3.32 Bentuk grafik VSWR terhadap frekuensi pada percobaan
perancangan patch bow-tie dengan pembatasan ground plane
72
Dapat terlihat dari hasil perancangan antena tersebut sudah menampilkan 1
buah frekuensi resonansi yang memenuhi target nilai frekuensi resonansi.
Kemudian untuk nilai return loss yang dihasilkan sudah sesuai dengan target
karena sudah berada di posisi < -10 dB. Begitu pula nilai VSWR, hasil yang
dicapai cukup optimum karena berada diantara nilai 1 dan 2.
73
BAB IV
ANALISA PARAMETER HASIL PERANCANGAN ANTENA
4.1 Konfigurasi Perancangan Antena
Pada Gambar 4.1 menunjukkan sebuah desain dari geometri antena bow-
tie, yang menjadi dasar untuk menjadi sebuah acuan untuk melihat unjuk kerja
antena bow-tie yang dapat diaplikasikan kepada Ground Penetrating Radar
(GPR). Telah di gambarkan pada desain tersebut, yaitu menggunakan dua buah
feed line dan dua buah patch yang identik, yang di cetak pada lapisan atas sebuah
material substrate Rogers RT/Duroid 5880 dengan ketebalan substrate 1.57 mm
serta dilakukan pembatasan pada bidang ground plane untuk lapisan bawahnya.
Gambar 4.1 Konfigurasi antena hasil rancangan tampak atas
74
Tabel 4.1 Dimensi ukuran antena hasil perancangan tampak atas
Dimensi Simbol Ukuran (mm)
Panjang substrate L 96
Lebar substrate W 96
Tebal substrate h 1.57
Panjang antar tepi peradiasi L1 64
Panjang antar tepi slot L2 48
Panjang antar ujung slot L3 28.8
Jarak antar saluran catu L4 1.6
Lebar tepi peradiasi W1 73.6
Lebar slot sisi luar W2 16.8
Lebar slot sisi dalam W3 1.6
Lebar sisi dalam tepi peradiasi W4 16.8
Jarak antara saluran catu dengan tepi substrate d 42.4
Lebar saluran catu Wf 4.8
Panjang saluran catu Lf 44
75
Gambar 4.2 Konfigurasi antena hasil rancangan tampak bawah
Tabel 4.2 Dimensi ukuran antena hasil perancangan tampak bawah
Dimensi Simbol Ukuran (mm)
Panjang patch pada ground plane Lg 96
Lebar patch pada ground plane Wg 10.4
Berdasar pada parameter geometri antena yang telah dijelaskan pada bab
sebelumnya, yaitu perubahan yang dilakukan pada ukuran panjang dan lebar slot
patch bow-tie serta dilakukannya pembatasan pada sisi ground plane, hal ini
sangatlah mempengaruhi perolehan nilai optimum yang dihasilkan dari rancangan
antena bow-tie ini. Perolehan bentuk slot pada radiator tersebut, sebelumnya
sudah di lakukan beberapa perubahan sedemikian rupa, hingga didapat ukuran
seperti yang sekarang ini.
76
Nilai dari setiap parameter sangat mempengaruhi perolehan optimum dari
rancangan untuk mencapai karakteristik antena yang diharapkan. Salah satu
parameter utama yang penting dalam perancangan ini adalah nilai ½ lambda (L1)
yang merupakan parameter untuk ukuran jarak antar tepi antena mikrostrip (pole),
karena nilai tersebutlah yang menjadi acuan nilai standar untuk mendapatkan
target frekuensi yang diharapkan. Nilai ½ lambda (L1) tersebut berdasar pada
konsep antena dipole untuk aplikasi mikrostrip, yang membentuknya menjadi 2
buah radiator yang identik dan diletakkan dalam satu buah media substrate yang
sama.
4.2 Parameter Antena Hasil Rancangan
4.2.1 Parameter Antena Hasil Simulasi
Untuk nilai parameter antena meliputi : return loss, VSWR, Impedansi
masukan, Radiation Pattern dan Power Radiation. Pada sub-bab berikut ini akan
di analisa melalui perhitungan rumus terhadap parameter-parameter yang
dihasilkan melalui simulasi menggunakan software microwave office.
4.2.1.1 Bandwidth
Gambar 4.3 memperlihatkan hasil simulasi pembentukan resonansi antena
pada grafik return loss terhadap frekuensi, jangkauan bandwidth frekuensi yang
dibentuk menyapu di wilayah 1.477-1.762 GHz membentuk single band dengan
RLmin = -37.89 dB dan beresonansi pada 1.6 GHz.
77
1 2 3 4
Frequency (GHz)
RL
-40
-30
-20
-10
0
1.477 GHz
-10 dB
1.762 GHz
-10 dB
1.6 GHz
-37.89 dB
DB(|S(1,1)|)
EM Structure 1
Gambar 4.3 Grafik nilai return loss terhadap frekuensi dari hasil simulasi
Gambar 4.3 merupakan grafik nilai return loss terhadap frekuensi dari
hasil simulasi, yang mendapat nilai return loss minimum sebesar -37.89 dB, lalu
untuk koefisien refleksi diperoleh dengan menggunakan persamaan (2.16), yaitu :
RLmin (dB) = 20 Log |Г|
-37.89 dB = 20 Log |Г|
Г = Log-1
20
89.37
Г = Log-1 [-1.8945]
Г = 0.01274
Nilai Г tersebut merupakan nilai dari koefisien refleksi yang
mempresentasikan besarnya magnitude dan fasa dari refleksi. Untuk nilai yang
diperoleh sebesar 0.01274, yang artinya nilai tersebut hanya mencapai nilai 0 jika
dilakukan pembulatan desimal. Dengan demikian apabila nilai Г = 0, menandakan
energi yang disalurkan tidak terjadi refleksi atau pemantulan kembali ketika
saluran dalam keadaan matched, yang artinya dalam kondisi pas atau sesuai antara
saluran dengan elemen peradiasi.
78
Lalu dari nilai return loss pada Gambar 4.3, maka diperoleh bandwidth
dengan menggunakan persamaan (2.19), yaitu :
BW = fH - fL
BW = (1.477 – 1.762) GHz
BW = 0.285 GHz
BW = 285 MHz
Nilai bandwidth yang dicapai tersebut merupakan rentang frekuensi
dimana kinerja antena masih bisa bekerja dengan baik. Dengan mengacu kepada
ketetapan pada sistem wireless terhadap perolehan nilai bandwidth, yang
kemudian bandwidth diantara 100 MHz sampai dengan 500 Mhz masuk kedalam
kategori pita lebar (wideband), maka dengan demikian nilai yang diperoleh pada
perancangan ini masuk kedalam kategori pita lebar (wideband), dengan
pencapaian sebesar 285 MHz.
4.2.1.2 VSWR
Gambar 4.4 memperlihatkan hasil simulasi pembentukan resonansi antena
yang terbentuk dari nilai VSWR. Dari gambar tersebut dapat terlihat bahwa nilai
VSWR yang diperoleh ≤ 2, di dapat untuk frekuensi berada pada rentang 1.481-
1.765 GHz dengan nilai VSWRmin = 1.026 dan beresonansi pada frekuensi 1.6
GHz.
79
1 2 3 4
Frequency (GHz)
VSWR
0
5
10
15
1.481 GHz2 1.765 GHz
2
1.6 GHz1.026
VSWR(1)
EM Structure 1
Gambar 4.4 Grafik nilai VSWR terhadap frekuensi dari hasil simulasi
Dengan nilai Г yang diperoleh dari perhitungan pada parameter return loss
sebelumnya, maka untuk nilai VSWR dapat menggunakan persamaan (2.17).
Nilai VSWR minimum untuk frekuensi resonansi pada 1.6 GHz diperoleh sebagai
berikut :
VSWR =
1
1
min
max
V
V
VSWR = 01274.01
0.012741
VSWR = 98726.0
.012741
VSWR = 1.0258
Diperoleh hasil VSWR dari perhitungan dan hasil simulasi bernilai sama,
yaitu sesuai dengan rentang nilai VSWR yang standar, yaitu diantara nilai 1-2.
Yang berarti tidak ada refleksi ketika saluran matching sempurna, dengan kata
lain tidak ada kehilangan energi yang kembali atau terpantul ketika saluran
menyalurkan gelombang elektromagnetik ke peradiasi.
80
4.2.1.3 Impedansi Masukan
Gambar 4.5 memperlihatkan hasil simulasi pembentukan nilai impedansi
masukan antena. Pada frekuensi 1.6 GHz diperoleh Zin = 1.02573 + (j0.0021375)
Ω. Untuk menentukan impedansi sepanjang saluran dari nilai komponen real dan
imajiner suatu impedansi, dapat diperolah dengan menggunakan persamaan
(2.22), yaitu :
Zin = Zo Rin + j Xin
Zin = 50 1.02573 + j0.0021375Ω
Zin = 51.2865 + j0.106875Ω
Zin = 22 0.106875)( (51.2865) j
Zin = 50.01142226 22630.30508
Zin = 42630.31650
Zin = 51.2866Ω
81
0 1.0
1.0
-1.0
10.0
10.0
-10.0
5.0
5.0
-5.0
2.0
2.0
-2.0
3.0
3.0
-3.0
4.0
4.0
-4.0
0.2
0.2
-0.2
0.4
0.4
-0.4
0.6
0.6
-0.6
0.8
0.8
-0.8
ZinSwp Max
4GHz
Swp Min
1GHz
1.6 GHzr 1.02573x 0.0021375
ZIN(1) (Ohm)
EM Structure 1
Gambar 4.5 Grafik Smith Chart impedansi masukan antena dari hasil simulasi
Nilai pada smith chart diperoleh Zin = 1.02573 + (j0.0021375) Ω. Nilai real
yang diperoleh merupakan nilai komponen yang diharapkan, yakni
menggambarkan banyaknya daya yang terdispasi. Terdisipasi dapat terjadi
melalui dua cara, yaitu karena panas pada struktur antena yang berkaitan dengan
perangkat keras dan daya yang meninggalkan antena dan tidak kembali (teradiasi).
Sementara komponen imajiner tersebut, menunjukkan reaktansi dari antena dan
daya yang tersimpan pada medan dekat antena.
4.2.1.4 Pola Radiasi
Pada intensitas dari pola radiasi (Radiation Pattern) menjadi indikator
besarnya gain pada antena, sehingga setiap peningkatan nilai intensitas dari pola
radiasi dapat menunjukkan gain pada antena.
Pada Gambar 4.6 memperlihatkan bentuk pola arah radiasi (Radiation
Pattern) yang dihasilkan oleh antena mikrostrip melalui simulasi dengan
82
menggunakan skala magnitude 10 dB per div. Untuk arah Radiation Pattern disini
hanya menampilkan sebagian dari sifat sebagai antena dipole (dua arah), karena
hasil yang terbentuk dari simulasi hanya satu arah pancaran saja (monopole).
Dengan nilai gain maksimum directivity yang dihasilkan adalah 3.93 dB
(PPC_Ephi) dengan sudut 0 derajat. Sedangkan untuk nilai yang dihasilkan pola
radiasi dari arah E theta adalah -0.06 dB (PPC_Etheta) dengan sudut 0 derajat.
Gambar 4.6 Pola radiasi pancaran antena dari hasil simulasi
Sementara pada Gambar 4.7 menunjukkan nilai power radiasi
(PPC_TPwr) dari pola radiasi yang terukur dari nilai intensitas radiasi terhadap
nilai phase. Nilai maksimum dari total kekuatan radiasi dihasilkan sebesar 5.39
dB pada posisi 0 derajat. Kemudian untuk nilai maksimum pada beamwidth
dengan magnitude ≤ 3 dB ke arah kiri sebesar -51.1°, sedangkan magnitude ≤ 3
dB ke arah kanan sebesar 40.1°, maka dapat diperoleh sudut beamwidth yaitu
91.2°
83
40.1° + 51.1° = 91.2°. Lalu untuk sudut tersebut dapat di gambarkan di dalam
gambar pola radiasi yang menunjukkan arah pancaran radiasi antena (beamwidth).
-90 -45 0 45 90
Angle (Deg)
Power Radiation
-4
-2
0
2
4
6
40.1 Deg3 dB
0 Deg5.39 dB
-51.1 Deg3 dB
DB(|PPC_TPwr(0,1)|)
EM Structure 1
Gambar 4.7 Total keluaran radiasi antena dari hasil simulasi
4.3 Spesifikasi Antena Hasil Rancangan
Pada tabel 4.3 menjelaskan perubahan lebar bandwidth yang terjadi, dari
hasil simulasi membentuk single wideband dengan rentang jangkauan frekuensi
1.477-1.762 GHz, dengan resonansi berada pada 1.6 GHz serta bandwidth yang
dicapai hanya 285 MHz. Sementara spesifikasi alat diperoleh untuk rentang
jangkauan frekuensi operasi pada 800-3200 MHz.
Untuk nilai VSWR minimum dari hasil simulasi dicapai sebesar 1.026,
kemudian untuk hasil impedansi masukan antena hasil simulasi bernilai Zin =
51.2865 + j0.106875Ω yang bersifat kapasitif.
Dari hasil simulasi untuk nilai maksimum pada beamwidth dicapai dengan
perhitunga magnitude ≤ 3 dB ke arah kiri yaitu sebesar -51.1°, sedangkan
magnitude ≤ 3 dB ke arah kanan yaitu sebesar 40.1°. Sehingga dapat diperoleh
84
sudut beamwidth yaitu 40.1° + 51.1° = 91.2°. Sementara untuk nilai maksimum
beamwidth yang dicapai pada alat tersebut sebesar 48°.
Simulasi antena menunjukkan direktivitas radiasi pada sudut 0 derajat
sebesar 3.93 dB pada arah E phi dengan kekuatan radiasi diperoleh sebesar 5.39
dB pada sudut 0 derajat. Sementara untuk gain display pada alat tersebut sebesar 6
dB. Ini berarti nilai pada tampilan display menunjukkan angka 6 dB, dengan 5 set
point. Sebagai asumsi apabila gain display bernilai 6 dB dan gain Low Noise
Amplifier (LNA) bernilai 0, maka target yang perlu dicapai untuk nilai gain pada
antena sebesar 6 dB. Karena dibutuhkan gain sebesar 6 dB maka masih kurang 2
dB untuk mencapai target gain yang dibutuhkan dari spesifikasi alat tersebut
Spesifikasi antena hasil rancangan secara keseluruhan dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 4.3 Spesifikasi pengukuran antena hasil simulasi
Parameter Antena Simulasi
Frekuensi Operasi (GHz) 1.477 - 1.762
Frekuensi Resonansi (GHz) 1.6
Bandwidth (MHz) 285
VSWR minimum 1.026
Impedansi Masukan Zin = 1.02573 + (j0.0021375) Ω
Direktivitas Maksimum 3.93 dB
Intensitas Maksimum 5.39 dB
85
BAB V
KESIMPULAN
1. Pada tahap ini di peroleh konfigurasi rancangan antena mikrostrip dengan
pemodelan desain bow-tie yang berkarakteristik dasar antena dipole.
Secara dimensi hasil perancangan antena memiliki ukuran 96 x 96 mm2,
dengan struktur yang menempatkan dua buah patch identik dan dua
saluran catu paralel kedalam sebuah substrate.
2. Terdapat tiga faktor dominan yang mempengaruhi dalam pembentukkan
frekuensi kerja pada 1.6 GHz, yaitu pembatasan ground plane pada sisi
bawah substrate, pengaturan jarak antar saluran catu pada patch serta
ukuran panjang dan bentuk slot yang diberikan kepada sisi patch. Hasil
simulasi untuk nilai frekuensi kerja berada pada rentang 1.477-1.762 GHz
dengan nilai bandwidth yang dicapai 285 MHz. Kemudian untuk nilai
return loss terendah (≤-10dB) berada pada -37.89 dB dan untuk nilai
VSWR diantara 1-2.
3. Mengacu pada hasil simulasi antena dengan spesifikasi alat yang sudah
ada, terdapat beberapa nilai parameter antena yang menjadi kelebihan dan
kekurangan dalam perancangan antena ini, seperti nilai bandwidth yang
dicapai hanya sekitar 11.8% dari rentang frekuensi operasi alat acuan
tersebut. Kemudian untuk nilai direktivitas maksimum diperoleh nilai
sebesar 3.93 dB, dengan sudut arah pancaran (beamwidth) 91.2°. Lalu
untuk sudut arah pancaran (beamwidth) alat tersebut sebesar 48°.
Kemudian untuk nilai display gain pada alat acuan tersebut diperoleh nilai
sebesar 6 dB, sebagai asumsi apabila gain display bernilai 6 dB dan gain
Low Noise Amplifier (LNA) bernilai 0, maka target yang perlu dicapai
untuk nilai gain pada antena sebesar 6 dB. Karena dibutuhkan gain sebesar
6 dB, maka masih kurang 2 dB untuk mencapai target gain yang
dibutuhkan dari spesifikasi alat tersebut Kekurangan yang terjadi pada
nilai target untuk perancangan antena, untuk hasil simulasi ini salah
satunya dikarenakan teknik pencatuan yang digunakan berjenis planar.
86
DAFTAR PUSTAKA
[1] Wahyu, Yuyu et al, Desember 2013, “Antena spiral-dipole untuk ground
Penetrating Radar (GPR)”. Jurnal Elektronika dan Telekomunikasi.
Volume 13, No. 2,
[http://www.ppet.lipi.go.id/jurnal/jet/issue/viewFile/2/2].
[2] International Telecomunication Union (ITU-T).2010. Rec. L. 84(07/2010)
fast Mapping of underground networks.
[3] Martel, Cedric. 2002. “Modelling and Design of Antennas for Ground
Penetrating Radar Systems”. Disertasi Doktor pada University of Surrey
[http://epubs.surrey.ac.uk/973/1/fulltext.pdf]
[4] Geophysical Survey System, Inc. Product catalogue-antennas brochure
http://www.geophysical.com/
[5] M. Jol, Harry.”Ground Penetrating Radar Theory and Applications”.
Elsevier science, 2009.
[6] Basic antenna theory and concepts.
[ftp://ftp.kemt.fei.tuke.sk/KEMT559_SK/_materialy/Anteny/wk11Antenas
.ppt.]
[7] ___.Chapter 3.
[http://irianto.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/2878/Chapter3.pdf]
[8] Constantine A. Balanis , “Antenna Theory Analysis and Design Second
Edition”, John Wiley & Sons, Inc, 1997.
[9] M. K. A. Rahim, et al. “Bow-tie Microstrip Antenna Design”. Wireless
Communication Centre, Faculty of Electrical Engineering, Universiti
Teknologi Malaysia, 2005.
87
[10] Dwi Prasetya, Yudha. “ Rancang Bangun Antena Mikrostrip Multi-Band
dengan kombinasi Patch Berbentuk C dan Bentuk Spiral untuk Aplikasi
pembaca RFID”. Skripsi untuk gelar sarjana Strata-1 pada Universitas
Indonesia. Depok : 2010.
[11] M. H Jamaluddin, et al. “Microstrip Dipole Antenna for WLAN
Application”. Wireless Communication Centre, Faculty of Electrical
Engineering, Universiti Teknologi Malaysia, 2005.
[12] Elsherbeni A. Z., et al. “ Characteristic of Bow-tie slot Antenna with
Tapered Tuning Stubs for Wideband Operation”. PIER Online, Vol. 49,
No. 53-69, 2004.
[http://www.jpier.org/PIER/pier49/04.0402131.E.Elsherbeni.S.pdf]
[13] Luthfi, Miftahudin. “ Rancang Bangun Antena Mikrostrip Wideband
dengan Celah U pada Peradiasi dan Potongan Bertingkat pada Ground
Plane untuk Aplikasi Ultrawideband ”. Skripsi untuk gelar sarjana Strata-1
pada Universitas Darma Persada. Jakarta : 2013.
[14] Kin-Lu Wong, “Compact and Broadband Microstrip Antennas”, John
Wiley & Sons, Inc, 1997.
[15] Wijaya, Endra. “ Rancang Bangun Antena Array (1x4) Mikrostrip
Polarisasi Circular Element Patch Bujur Sangkar Untuk Frekuensi S-
Band Satelit Mikro ”. Skripsi untuk gelar sarjana Strata-1 pada
Universitas Darma Persada. Jakarta : 2012.
[16] Purnomo, Agus. “ Perancangan Antena Mikrostrip Polarisasi Lingkaran
Patch Bujur Sangkar Menggunakan Saluran Coupling Proximity Untuk
Komunikasi Satelit ”. Skripsi untuk gelar sarjana Strata-1 pada
Universitas Darma Persada. Jakarta : 2011.
[17] Harchandra, Babitha et al, Desember 2014, “Analysis and Design of Bowtie
Antenna with Different Shapes and Structures”. International Journal of
Engineering Trends and Technology (IJETT).Volume 13, Number 4.
88
[18] Barras, David et al, ________ , “A Comparison Between Ultra-wideband
and Narrows Transceivers”. ETA S.A./Swatch Group, Grenchen,
Switzerland.
[19] _______, ________ , “Radiation pattern and gain characteristic of dipole
antenna”. International Islamic University Malaysia, Kuliyyah of
Engineering.
[20] R. Garg, P. Bhartia, I. Bahl, A. Ittipiboon , “Microstrip Antenna Design
Handbook”. Artech House, Inc, 2003.
[21] Geophysical Survey System, Inc. GSSI Handbook for RADAR Inspection of
Concrete.http://www.geophysical.com/
[22] _______, ________ , “Ground Penetrating Radar”. Chapter 2.
[23] Geophysical Survey System, Inc. SIR System-3000 manual
.http://www.geophysical.com/
[24] Warren, Craig et al, Januari 2012, “Investigation of the directivity of a
commercial Ground Penetrating Radar antenna using a Finite Difference
Time Domain antenna model”. Conference Paper.
http://www.researchgate.net/publication/261504308
[25] _______, ________ , “perancangan dan simulasi antena rolled dipole
array untuk aplikasi ground penetrating radar gpr dengan footprint yang
dapat berubah menggunakan metode finite difference time domain (fdtd)”.
Bab 1.http://openlibrary.telkomuniversity.ac.id/pustaka/files/91930/bab1
Top Related