i
PERSPEKTIF GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA ORGANISASI
TERHADAP KEPUASAN KERJA
Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata II
Pada Jurusan Sekolah Pascasarjana Magister Psikologi dalam Ilmu Psikologi
Oleh :
NAILA IZZATUL CHASANAH
S300140025
PROGRAM MAGISTER PSIKOLOGI
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2018
i
ii
iii
1
PERAN PERSPEKTIF GAYA KEPEMIMPINAN DAN BUDAYA
ORGANISASI DENGAN KEPUASAN KERJA PADA ORGANISASI
RETAIL
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ; (1) hubungan antara perspektif gaya
kepemimpinan dan budaya organisasi terhadap kepuasan kerja ; (2) hubungan
antara perspektif gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja; (3) hubungan antara
budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Subjek dari penelitian ini adalah
karyawan yang bekerja pada industri retail di Solo. Dalam pengumpulan data serta
pengukurannya menggunakan skala perspektif gaya kepempimpinan dari MLQ
(Multifactor Leadership Questionaire), skala budaya organisasi, dan skala
kepuasan kerja. Pengolahan data penelitian menggunakan analisa regresi dengan
hasil penelitian yang menunjukkan adanya hubungan yang sangat signifikan
antara perspektif gaya kepemimpinan dan budaya organisasi dengan kepuasan
kerja dengan sumbangan efektif 9,1% dari perspektif gaya kepemimpinan dan
11,4% dari budaya organisasi. Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa perspektif
gaya kepemimpinan dan budaya organisasi mampu mempengaruhi kepuasan kerja
karyawan.
Kata Kunci : Perspektif Gaya Kepemimpinan, Budaya Organisasi, Kepuasan
Kerja
Abstract
The purpose of this research is to know : (1) the relationship among perspective of
leadership style and organizational culture towards job satisfaction; (2) the
relationship between perspective of leadership style and job satisfaction; (3) the
relationship between organizational culture and job satisfaction. The subject of
this research is the employee in an retail business organization in Solo. The
method of data collection uses perspective of leadership style scale by MLQ
(Multifactor Leadership Questionaire), organization culture scale, job satisfaction
scale. The data was analyzed by regression analysis. The conclusion state that
there is very siginificant relationship among perspective of leadership style,
organizational cultture and job satisfaction with 9,1% from perspective of
leradership style, and 11,4% from organizational culture. Based on the result
perspective of leadership style and organizational culture can influence job
satisfaction.
Keyword : Perspective of leadership style, Organizational Culture, Job
Satisfaction
1. PENDAHULUAN
Kepuasan kerja menjadi hal yang mendasar bagi setiap individu karena setiap
orang yang berada dalam organisasi memiliki pendapat atau merasakan emosi,
perasaan yang merupakan tanggapan dari pekerjaan tersebut. Individu
membutuhkan dukungan baik berupa keamanan maupun tools yang menunjang
2
dalam menyelesaikan tugas yang dibebankan. Jordan (2014) menyatakan bahwa
kepuasan kerja merupakan hal yang paling penting bagi kebanyakan karyawan.
Meskipun demikian para karyawan memiliki level kepuasan kerja yang berbeda.
Penelitian mengenai kepuasan kerja selalu berkembang menyesuaikan situasi
setiap organisasi yang dinamis. Berdasarkan beberapa penelitian menunjukkan
kepuasan kerja dapat menjadi stimulus yang mengarah ke kegiatan yang positif.
Banyak manfaat yang didapat dari kepuasan kerja dimana hal ini mampu
memotivasi individu memiliki rasa kepercayaan diri dalam penyelesaian tugas.
Motivasi dalam bekerja cenderung penting dalam proses usaha penyelesaian
tugas.Hal ini dapat meningkatkan produksi baik dilihat dari kinerja karyawan
ataupun target produksi atau kerja yang diberikan (Smoak, 2008; Park dan Kim,
2009; Olasupo, 2011; Leisanyane, 2013; Vrgovic dan Pavlovic, 2014)
Kepuasan kerja merupakan sesuatu hal yang berkaitan dengan pikiran dan
perasaan seseorang terhadap pekerjaan yang dibebankan. Hal ini selaras dengan
pengertian dalam penelitian bahwa kepuasan kerja terdiri dari dua unsur yaitu
sikap dan perasaan. Kedua hal tersebut merupakan serangkaian terkait dimana
unsur rasa yang diterima dari beban tugas yang diberikan akan berlanjut terhadap
tindakan dalam proses usaha penyelesaian pekerjaan. Hal yang mendetail
mengenai kepuasan kerja menitikberatkan pada rasa yang didapatkan akan hasil
yang diinginkan dengan kenyataan hasil yang didapatkan. Dampak yang muncul
dari kepuasan kerja yang tinggi memiliki kemungkinan positif seperti peningkatan
hasil produksi, ketepatan waktu dalam bekerja, motivasi bahkan loyalitas.
Karyawan dengan kepuasan kerja tinggi menunjukkan tingkat stress yang rendah
sehingga akan menimbulkan tingkat kualitas kerja yang cenderung lebih baik dan
dapat mempertahankan kinerjanya Exantus, 2011; Leisanyane, 2013;
Nwankwoala, 2014; Jordan, 2014; Frazier, 2015). Banyak penelitian mengenai
kepuasan kerja yang dikembangkan dan disesuaikan dengan lingkungan kerja
masing – masing dimana hal ini dikembangkan karena beberapa temuan mengenai
banyaknya pemogokan kerja, ketidakdisiplinan kerja, ketidakpastian dalam
pekerjaan ataupun komitmen organisasi (Yorulman & Yucel, 2016). Penelitian
yang berbeda menyesuaikan lingkungan kerja masing – masing membuat
3
perbedaan kepuasan kerja dikarenakan situasi dan juga pekerjaan yang berbeda
seperti lingkungan guru akan memiliki tingkat kepuasan kerja yang berbeda
dengan lingkungan rumah sakit. Berbeda dengan organisasi retail di solo dimana
hal – hal tersebut diatas minim terjadi. Rekatnya hubungan antara karyawan
dengan atasannya diasumsikan cukup baik dengan keterbukaan dalam
komunikasi.
Adapun faktor - faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yaitu
keterikatan karyawan, kebebasan melakukan sesuatu, memiliki hak pilih, tipe
kepimpinan dan juga budaya organisasi. Dalam hal ini kepemimpinan memiliki
dampak pada kepuasan kerja sebagaimana beberapa penelitian yang membuktikan
bahwa terdapat hasil yang signifikan dari beberapa tipe kepimpinan transaksional
dan transformasional (Lovas, 2007; Ozmen, 2008;Olasupo, 2011). Kepemimpinan
merupakan kemampuan yang dimiliki individu dalam mengarahkan sekelompok
orang dalam upaya mencapai tujuan dan melibatkan kemampuan yang spesifik
yaitu mempengaruhi bagaimana cara mengarahkan individu mengenai apa dan
bagaimana cara menyelesaikan tugas serta mampu menjadi fasilitator dalam
proses setiap anggotadan memotivasinya (Ozmen, 2008; Riggio, 2009; Yukl,
2011)
Penelitian yang dilakukan oleh Alonderiene dan Majauskaite (2015) telah
membuktikan adanya hubungan yang signifikan bahkan mendekati 99% terhadap
korelasi kepemimpinan dengan kepuasan kerja. Gaya kepemimpinan transformasi
dan transaksional menjadi model yang paling popular dalam penelitian dimana
gaya kepemimpinan tersebut mampu mengarahkan individu merasakan kepuasan
kerja karyawan, efektifitas kerja serta kinerja (Pritchett, 2006; Ozmen,
2008).Peran pemimpin yang dianggap mampu mengkomunikasikan dengan baik
didalam organisasi dapat meningkatkan rasa puas pada individu terhadap
pekerjaan mereka karena merasa aman. Hal ini akan mempengaruhi situasi kerja
yang dirasakan oleh karyawan yang berujung pada kepuasan kerja. (Ozmen, 2008;
Exantus, 2011; Vrgovic dan Pavlovic, 2014; Alonderiene dan Majauskaite, 2015)
Selain itu budaya organisasi dipercaya sebagai prediktor untuk mengetahui
level kepuasan kerja yang mana dapat didefinisikan sebagai rangkaian tradisi,
4
norma, kebijakan, dan keyakinan dimana meliputi ideologi, filosofi, yang di
internalisasikan untuk semua anggota organisasi terhadap apa yang dilakukan dan
dipikirkan dalam sebuah organisasi (Okoro,2010; Olasupo,2011; Azanza,
2013).Beberapa penelitian berhasil menunjukkan hubungan yang positif antara
budaya organisasi dengan kepuasan kerja sebagaimana penelitian Sharma (2017)
yang menjelaskan bahwa nilai – nilai yang terkandung dalam organisasi
menimbulkan dampak positif terhadap kepuasan kerja karyawan.
Yorulmaz dan Yucel (2016) menyebutkan beberapa aspek yang
membentuk kepuasan kerja seperti kesempakan berkarir, lingkungan kerja, rekan
kerja, dan juga praktik manajerial. Sedangkan As’ad (2004) dalam Kingkin
membagi aspek kepuasan kerja menjadi empat yang terdiri dari a) aspek
psikologi; b) aspek sosial; c) aspek fisik; d) aspek finansial. Adapun kepuasan
mengenai kehidupan, status perkawinan, tipe kepribadian merupakan bagian
personal yang mempengaruhi kepuasan kerja. Selanjutnya, struktur organisasi,
tunjangan, promosi jabatan, kualitas situasi kerja, hubungan sesama rekan kerja
dan pekerjaan itu sendiri merupakan bagian dari organisasi (Lee, 2008; Park dan
Kim, 2009;Jordan, 2014). Kepuasan kerja menurut Olasupo (2011) dapat
dipengaruhi oleh faktor seperti genetik, usia, kelas sosial, pendidikan. Hal ini
cenderung bersumber dari personal individu itu sendiri dan juga faktor demografis
dari individu.Sedangkan menurut Lee (2008) memaparkan bahwa lingkungan
kerja, posisi pekerjaan dan juga aturan kerja cenderung mampu menjadi faktor
dalam individu untuk merasakan antara kecocokan yang diharapkan dengan
kondisi lingkungan kerja dan pekerjaan itu sendiri dan dapat mengarahkan kepada
perilaku kerja karyawan pada akhirnya.
Banyak penelitian mengenai kepuasan kerja di berbagai lingkup bidang
dan juga macam jenis organisasi.Beberapa mendukung kepuasan kerja sebagai
sumber dalam mendukung perilaku dalam berorganisasi. Hal ini didukung dengan
penelitian dari Vonn, Lo dan Ayob (2011) yang menjelaskan bahwa karyawan
dengan kepuasan kerja yang tinggi dapat membuat individu bekerja lebih giat dan
dapat menyelaraskan kepentingan organisasi.
5
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepemimpinan memiliki
efek positif terhadap kepuasan kerja seperti tipe gaya kepemimpinan
transformasional yang menjadi kebanyakan model yang diharapkan.
Kepemimpinan merupakan sebuah proses hubungan yang mempengaruhi perilaku
kerja karyawan seperti kepuasan kerja dimana menurut penelitian Olasupo (2011)
menjelaskan bahwa pemimpin sebagai agen untuk memonitoring subordinat
dalam usaha pencapaian tujuan organisasi.Bass (1985 dalam Susanto, 2015)
menggabungkan beberapa dimensi dalam membentuk model kepemimpinan
seperti tranformasional seperti karisma ( Idealized Influence ), menginspirasikan
motivasi ( Inspirational Motivation ), menstimulasi pengetahuan ( Intelecctual
Stimulation ), mempertimbangkan individu ( Individual Consideration ).Budaya
organisasi mampu memediasi ataupun mengintervensi anggota organisasinya
sehingga hal ini juga akan mempengaruhi sikap dan perasaan anggota organsisasi
itu sendiri. Budaya organisasi menurut Hidayat (2017) menyimpulkanya menjadi
serangkaian norma atau sistem nilai yang berlaku dalam masyarakat yang
terbentuk secara bersama dan digunakan sebagai identitas dalam berperilaku
dalam kegiatan berorganisasi. Seperti yang dikutip oleh Nongo (2012) bahwa
keefektifan organisasi dipengaruhi oleh budaya organisasi yang mempengaruhi
cara mengelola organisasi dengan beberapa fungsi yaitu perencanaan, struktural,
susunan kepegawaian, kepemimpinan, dan kontrol (Ikyanyon and Gundu, 2009).
Uranga (2009) menggunakan aspek yang dibangun oleh teori Hofstede (2001)
daam penelitiannya yang terdiri dari dimensi Power Distance – perbedaan gap
sehingga membuat lingkungan menjadi tidak setara, Individualism – Collectivism
– seberapa besar integrasi individu dalam kelompok – kelompok utama,
Uncertainty Avoidance – menitikbertakan pada sikap individu dalam menghadapi
ketidakpastian, Masculinity – menekankan pembagian emosi yang dimiliki dalam
interaksi serta berperilaku dalam organisasi, dan Long Term Orientation –
bagaiman individu memandang orientasi dirinya dalam organisasi tersebut.
Beberapa hasil penelitian diatas menyatakan bahwa perspektif gaya
kepemimpinan dan budaya organisasi merupakan variabel yang menunjang dalam
kepuasan kerja. Semakin tinggi perspektif terhadap atasan dan juga tingginya
6
budaya organisasi maka akan semakin tunggi pula kepuasan kerjanya. Hal ini
akan memberikan dampak positif sebagaimana yang menjadi temuan – temuan
sebelumnya bahwa hal ini mampu meningkatkan kinerja ataupun produktifitas.
2. METODE
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala kepemimpinan dari MLQ
(Multifactor Leadership Quessionaire) yang dikembangkan oleh Avolio dan Bass
(2004) dimana terbagi yang terbagi dalam tiga tipe kepemimpinan yaitu model
kepemimpinan tranformasional, transaksional, dan pasif.Bass (1985 dalam
Susanto, 2015) menggabungkan beberapa dimensi dalam membentuk model
kepemimpinan seperti tranformasional seperti karisma (Idealized Influence),
menginspirasikan motivasi ( Inspirational Motivation ), menstimulasi
pengetahuan (Intelecctual Stimulation), mempertimbangkan individu (Individual
Consideration).
Pada pengukuran skala budayaorganisasi, penulis menggunakan teori dari
Dorfman&Howell yang mengacu pada aspek power distance, uncertainty
avoidance. individualsim, masculinity, dan long term orientation . Sedangkan
skala kepuasankerja akan disusun oleh penulis dengan memodifikasi skala yang
digunakanYudhianto (2017) yang terdiri dari aspek finansial, lingkungan kerja,
jenjang karir dan juga aspek psikologi dan menambahkan aspek manajerial.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Hubungan antara perspektif gaya kepemimpinan dan budaya organisasi
Berdasarkan hasil analisa yang menunjukkan nilai korelasi R = 0,141, Fregresi =
11,829; p = 0,000 (p< 0,01) , maka dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis
mayor dapat terbukti. Dalam hal ini, nilai hubungannya tergolong sangat
signifikan antara perspektif gaya kepemimpinan dan budaya organisasi dengan
kepuasan kerja. Hal ini menunjukkan adanya hubungan antara kedua variabel
yaitu perspektif gaya kepemimpinan dan budaya organisasi dengan kepuasan kerja
secara bersama – sama dengan signifikansi yang tergolong tinggi. Meskipun
demikian, hasil sumbangan efektif perspektif gaya kepemimpinan terhadap
kepuasan kerja adalah 9,1%, sedangkan untuk budaya organisasi dengan kepuasan
kerja sebesar 11,4%, sehingga total sumbangan efektif sebesar 20,5%. Dari
7
prosentase tersebut dapat disimpulkan bahwasanya masih ada 79,5% faktor
lainnya yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja di luar kedua variabel tersebut.
Dengan melihat sumbangan yang paling besar diantara kedua variabel yaitu pada
budaya organisasi. Hasil ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra
dan Adnyani (2017) dimana mengemukan penemuan yang memiliki korelasi yang
sama dimana ketiga variabel tersebut diatas.
3.2 Hubungan antara perspektif gaya kepemimpinan dengan kepuasan
kerja.
Berdasarkan analisa data menunjukkan nilai korelasi rx1y sebesar 0,302; p = 0,001
( p < 0,01 ) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang sangat
signifikan antara perspektif gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja. Semakin
tinggi pandangan mengenai perspektif gaya kepemimpinan maka akan semakin
tinggi pula kepuasan kerja karyawan. Begitupun sebaliknya, jika pandangan
karyawan terhadap para atasannya tergolong rendah, maka hal ini akan berdampak
pada kepuasan kerja yang rendah pula. Adapun sumbangan efektif dari variabel
ini sebesar 9,1%. Meskipun demikian variabel ini menunjukkan karyawan berada
pada kategori sedang dalam menilai atasannya dengan nilai rerata empirik pada
83,83. Para karyawan memiliki pandangan yang cukup baik pada atasannya. Hal
ini juga selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Nazim dan Mahmood
(2018) yang menyatakatan bahwa ada hubungan yang signifikaan antara gaya
kepemimpinan dengan kepuasan kerja.Kesan dari atasan menjadi penting bagi
para karyawannya dimana hal ini melibatkan hubungan atau interaksi sosial
didalamnya sehingga perlakukan yang diberikan akan mendapatkan feedback
sesuai dengan penerimaan dari individu masing – masing. Seperti yang
disampaikan oleh Nazim dan Mahmood (2018) bahwa komunikasi non verbal dari
atasan sangat membantu dalam meningkatkan keterlibata sosial dengan
subordinatnya dan mempengaruhi hal yang positif dari kepuasan kerja karyawan
di tempatnya bekerja.
Jika ditarik lebih spesifik, maka dari model gaya kepemimpinan ini terbagi
menjadi tiga dimensi yaitu model kepemimpinan tranformasional, transaksional,
serta pasif. Dari ketiga model tersebut terdapat model tranformasional dan
8
transaksional yang memiliki korelasi positif dengan kepuasan kerja dengan nilai p
untuk tranformasional sebesar 0,001 (r = 0,313) sedangkan p = 0,000; r = 0,408
untuk model kepemimpian transaksional.Sedangkan untuk kepemimpinan pasif
tidak memiliki korelasi terhadap kepuasan kerja.
3.3 Hubungan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja
Berdasarkan hasil analisa data menunjukkan nilai korelasi rx2y sebesar 0,337; p =
0,000 (p < 0,01) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang postif dan
signifikan antara budaya organisasi dengan kepuasan kerja. Kepuasan kerja akan
semakin meningkat, jika budaya organisasinya semakin tinggi dan sebaliknya
dimana budaya organisasi yang rendah akan menurunkan kepuasan kerja para
karyawan. Adapun hasil sumbangan efektif variabel budaya organisasi terhadap
kepuasan kerja adalah 11,4 %. Sedangkan untuk kategori budaya organisasi nya
menunjuk pada ranah yang tergolong sedang dengan nilai rerata empirik pada
107,4.
Perspektif gaya kepemimpinan pada penelitian ini tergolong pada kategori
sedang dengan nilai rerata empirik sebesar 83,83 dengan sebaran data
menunjukkan 10 orang berpandangan positif (kategori tinggi) terhadap atasannya
dengan prosentasi sebesar 9,7%, sedangkan rata – rata karyawan memiliki
pandangan yang sedang terhadap atasannya dengan prosentase 60,2% dengan
jumlah 62 orang. Sedangkan 29 orang memiliki pandangan yang kurang terhadap
atasannya dengan nilai prosentase 28,2%. Dan hanya ada satu orang yang
memiliki pandangan yang sangat rendah terhadap atasannya. Hal ini menampilkan
dinamika yang cukup merata pada level kategori tinggi – rendahnya pandangan
karyawan terhadap atasannya, meskipun dalam jumlah hanya condong pada
kategori sedang.
Pada budaya organisasi di penelitian ini tergolong sedang dengan nilai
rerata empirik pada 107,4 dengan sebaran data karyawan terbanyak pada kategori
sedang yaitu sebesar 82,5% (85 orang), sedangkan lainnya pada 15,5% dan
sisanya berada pada kategori rendah sejumlah 1,9%. Hal ini menunjukkan bahwa
kebanyakan karyawan merasa sudah sesuai dengan budaya organisasi di
perusahaan dengan menilainya secara positif tehadap organisasinya. Pada variabel
9
ini menunjukkan budaya yang tidak adanya gap antara atasan dan juga bawahan,
budaya gotong royong atau collectivism, maskulin, dan juga orientasi jangka
panjang.
Sedangkan pada variabel kepuasan kerja dalam penelitian menunjukkan
kepuasan kerja yang rendah dengan rerata nilai empirik pada 58,30 namun untuk
nilai hipotetik nya tergolong pada kategori sedang. Sebaran data pada penelitian
menunjukkan hanya berada pada dua kategori yaitu rendah dan sangat rendah.
Secara garis besar sebanyak 77 orang berada pada kategori rendah dengan
prosentase 74,8%, sedangkan sisanya sebanyak 25,2% berada pada kategori
sangat rendah. Hal ini perlu menjadi evaluasi terkait dengan tingkat kepuasan
kerja karyawan yang masih berada pada kategori rendah dan sangat rendah. Masih
banyak faktor lainya yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seperti motivasi
kerja, komitmen organisasi, ataupun masalah atmosfer kerja.
Temuan dari penelitian ini masih terbatas pada kurang maksimalnya
populasi dalam partisipasi di penelitian ini. Hal – hal lain yang mendetail
mengenai penambahan variabel juga masih diperlukan guna memperdalam terkait
faktor mana yang paling sangat berpengaruh. Dalam proses pengambilan data
sebaiknya juga masih perlu ditambahkan metode kuesioner terbuka untuk
mengungkap hal yang tidak tertangkap dalam skala penelitian.Ada beberapa
kelemahan atau keterbatasan dalam proses penelitian, yaitu metode Pengumpulan
Data. Dalam hal ini keseriusan dalam pengisian skala masih perlu ditingkatkan
untuk memaksimalkan hasil yang optimal. Sehingga tidak ada bias dalam
pengisian ataupun penilaian subjek terhadap orang lain. Tambah lagi dalam tata
cara penyebaran skala hanya dititipkan, sehingga kurang optimal dalam
penyelesaian pengisian skala menjadi kurang obyektif. Tidak lengkapnya data
pribadi yang mengungkapkan data demografi juga menjadi salah satu kelemahan
dalam penelitian ini, dikarenakan hal ini menjadikan penelitian menjadi kurang
dapat digali secara lebih mendalam serta spesifik mengenai ketiga variabel yang
diteliti.Adapun dalam alat ukur penelitian masih perlu di spesifikkan mengenai
aspek dari tipologi tipe kepemimpinan yang akan digunakan sehingga akan lebih
10
optimal dalam memetakan data yang muncul dan tepat dalam pemerolehan tipe
kepemimpinan
4. PENUTUP
Ada hubungan yang signifikan antara perspektif gaya kepemimpinan dan budaya
organisasi dengan kepuasan kerja.
Ada hubungan yang positif dan siginifikan antara perspektif gaya
kepemimpinan dengan kepuasan kerja dengan nilai sumbangan efektif 9,1%. Ada
hubungan positif yang positif dan signifikan antara budaya organisasi dengan
kepuasan kerja. Besaran sumbangan efektif pada variabel ini sebesar 11,4%.
Subjek penelitian memiliki kepuasan kerja yang rendah pada umumnya, meskipun
dalam pandangan terhadap pemimpin serta budaya organisasinya tergolong cukup
baik. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulannya, maka saran – saran yang
dapat diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Bagi Perusahaan /
Manajemen diharapkan dapat meningkatkan kepuasan kerja dengan meningkatkan
lagi model gaya kepemimpinan serta budaya organisasi sehingga dapat mencapai
hasil yang optimal. Bagi para subjek penelitian diharapkan untuk dapat lebih
meningkatkan pandangan secara positif terhadap atasannya serta meningkatkan
budaya organisasinya agar saling terkait dan sesuai antara para pegawai dengan
atasan ataupun manajemen. Hal ini dapat dilakukan dengan memulai komunikasi
yang efektif dan juga terbuka antara satu dengan yang lain serta saling
memberikan motivasi agar tercapai tujuan organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Exantus, W. R. (2011). Pastoral Burnout and Leadership Style: A MIixed-
Methods Study Of Southern Baptist Pastors in Central Florida. Proquest, i.
Jordan, M. K. (2014). Determining the Relationship between Servant Leadership
and Job Satisfaction among U.S. Navy Personel. Proquest, 2.
Kim, J. S. (2009). Do types of Organizational Culture Matter in Nurse Job
Satisfaction and Turn Over Intention ? Emerald Group Publishing
Limited.
11
Lee, S. S. (2008). Relationships among leadership empowerment,job satisfaction,
and employee loyalty in university dining student workers. Iowa State
University, Foodservice and Lodging Management. Iowa: Iowa State
University.
Lovas, L. (2007). Relationship Of Organizational Culture and Job Satisfaction in
The Public Sector. Studia Psychologica, 49, 216.
Majauskaite, R. A. (2015). Leadership style and Job Satisfaction in higher
education institution. Emerald Insight, 140.
Nazim, F., & Mahmood, D. (2018). A Study of Relationship between Leadership
Style and Job Satisfaction. Journal of Research in Social Science - JRSS,
6, 2305 - 6533.
Nongo, E. S., & Ikyanyon, D. N. (2012). The Influence of Corporate Culture on
Employee Commitment to the Organization. Canada: Canadian Center of
Science and Education.
Okoro, H. M. (2010). The Relationship between Organizational Culture and
Performance: Merger in The Nigerian Banking Industry. Proquest LCC,
25,26.
Olasupo, M. O. (2011). Relationship between Organizational Culture, Leadership
Style and Job Satisfaction in A Nigerian Manufacturing Organization. Ife
PsychologIA, 19, 160, 161.
Ozmen, A. (2008). An Analytical Study Of The Impact Of The Perception Of
Leadership Styles on Job Satisfaction With in The Turkish National Police
Based On The Multifactor Leadership Questionaire. PROQUEST, 78.79.
Pavlovic, I. J.-V. (2014). Relationship Between The School Principal Leadership
Style and Teacher's Job Satisfaction In Serbia. Montenegrin Journals Of
Economic, 10, 1.
Riggio, R. E. (2009). Introduction to Industrial/Organizational Psychology.
Amerika: Pearson Education Inc.
Saputra, I. A., & Adnyani, I. A. (2017). Pengaruh Gaya Kepemimpinan dan
Budaya Organisasi Terhadap Kepuasan Kerja Karyawan. E-Journal
Manajemen Unud, 6 , 12.
Sharma, P. (2017). Organizational Culture As A Predictor Of Job Satisfaction :
The Role Of Age And Gender. Proquest, 1.
12
Smoak, L. M. (2008). Transformational Leadership, Work - Related Cultural
Values And Job Satisfaction. H. Wayne Huizenga School of Business and
Entrepeneurship, Bussiness and Entrepreneurship. America: Nova
Southeastern University.
Tang, N. N. (2016). Does Multiples Leadership Style Mediated By Job
Satisfaction Influence Better Bussiness Performance? Perception Of MNC
Employees In Malaysia. EDP Science.
Top Related