KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA KEBUDAYAAN
MASYARAKAT SUKU DAYAK DESA YANG BERMUKIM
DI RUMAH BETANG ENSAID PANJANG
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
Disusun oleh:
Albertus Yogo Prayitno
NIM: 161414062
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2020
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Dengan rendah hati dan penuh rasa syukur, kupersembahkan karya ini
kepada:
Tuhan yang senantiasa menyertai dan memberkati setiap langkah-
langkahku,
Kedua orangtuaku terkasih Bapak Yohanes Sarwata dan Ibu Elisabeth Elot,
yang senantiasa berjuang untuk kebahagianku,
Seluruh sanak saudaraku yang kukasihi,
Teman-teman mahasiswa Pendidikan Matematika yang telah memberikan
dukungan
Almamaterku Universitas Sanata Dharma
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
v
HALAMAN MOTTO
“Apapun yang dilakukan oleh seseorang itu, hendaknya dapat
bermanfaat bagi dirinya sendiri, bermanfaat bagi bangsanya, dan
bermanfaat bagi manusia pada umumnya.”
-Ki Hadjar Dewantara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
viii
ABSTRAK
Albertus Yogo Prayitno. Kajian Etnomatematika Pada Kebudayaan Masyarakat
Suku Dayak Desa Yang Bermukim Di Rumah Betang Ensaid Panjang. 2020.
Tengah dan Implementasinya Dalam Pembelajaran Matematika. Skripsi.
Program Studi Pendidikan Matematika, Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Matematika,
Universitas Sanata Dharma.
Tujuan penelitian ini adalah untuk 1) mengetahui aspek historis dari Rumah
Betang Ensaid Panjang, 2) mengetahui aspek kultural (budaya) dari kehidupan
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang, dan
3) mengetahui aktivitas matematis menurut Bishop pada Kebudayaan masyarakat
suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, dengan narasumber yang
terdiri dari Kepala Dusun Rentap Selatan, para penenun (pembuat tenun ikat), dan
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.
Metode pengumpulan data yang dilakukan adalah wawancara, observasi, dan
dokumentasi, dimana peneliti sebagai instrumen utama. Untuk menganalisis data,
peneliti menggunakan teori enam aktivitas fundamental matematis menurut Bishop
yang meliputi counting, locating, measuring, designing, playing, dan explaining.
Hasil penelitian menunjukan bahwa 1) sejarah berdirinya Rumah Betang
Ensaid Panjang dilatarbelakangi oleh keinginan masyarakat suku Dayak Desa
setempat untuk hidup dengan menjunjung tinggi nilai kebersamaan. 2) Masyarakat
suku Dayak Desa setempat memiliki budaya yang tercermin dalam kehidupan
masyarakat tersebut, seperti halnya tenun ikat yang merupakan identitas suku Dayak
Desa. 3) Terdapat aspek (aktivitas) matematis menurut Bishop pada kebudayaan
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.
Aktivitas counting meliputi perhitungan banyaknya bilik Rumah Betang dan
banyaknya lilitan/helaian benang dalam menenun. Aktivitas locating meliputi
penentuan lokasi terbaik untuk membangun Rumah Betang. Lokasi pemasok bahan
baku terbaik kain tenun ikat, dan lokasi penyelesaian masalah pada aktivitas hukum
adat suku Dayak Desa. Aktivitas measuring ditandai dengan adanya penggunaan
satuan-satuan tradisional oleh masyarakat tersebut, seperti halnya dalam membangun
Rumah Betang , menenun, mengukur hewan ternak, dan menyatakan besarnya sanksi
hukum adat. Aktivitas designing meliputi perancangan bentuk Rumah Betang dan
motif kain tenun ikat. Aktivitas playing meliputi strategi pemilihan bahan baku Rumah
Betang terbaik dan strategi penggunaan bahan pewarna sintetis secara efektif.
Aktivitas explaining yang ditemukan adalah menjelaskan makna pada motif-motif
kain tenun ikat.
Kata Kunci: Aspek Historis, Rumah Betang Ensaid Panjang, Aspek Matematis,
Etnomatematika, Kebudayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ix
ABSTRACT
Albertus Yogo Prayitno. Ethnomathematics Study Related to The culture of Dayak
Desa tribe community who live in Ensaid Panjang Betang House. 2020. Undergraduate Thesis. Mathematics Education Study Program, Department of
Mathematics and Science Education, Faculty of Teacher Training and Education,
Sanata Dharma University.
The purpose of this study was 1) to find out the historical aspects of Ensaid
Panjang Betang house, 2) to find out the culture aspects of Dayak Desa tribe
community who live in Ensaid Panjang Betang House, and 3) to find out the
fundamental mathematical aspects according to Bishop in the culture of Dayak Desa
tribe community who live in Ensaid Panjang Betang House.
The type of this research was a qualitative study by taking research resources
persons consisting of the Head of Rentap Selatan Hamlet, weavers, and Dayak Desa
tribe community who live in Ensaid Panjang Betang House. The data collection
methods were observations, interviews and documentation in which the researcher
acted as the main instrument. To analyze the data, researcher used the theory of six
fundamental mathematical activities according to Bishop which includes counting,
locating, measuring, designing, playing and explaining.
The results showed that 1) the history of the establishment of the Ensaid
Panjang Betang House was motivated by the desire of the local Dayak Desa tribe
community to live by upholding the value of togetherness. 2) The community has a
culture that is reflected in the life of the community, such as bunched woven cloth
which is the identity of the Dayak Desa tribe. 3) There are mathematical aspects
(activities) according to Bishop on the culture of the Dayak Desa tribe community who
live in Ensaid Panjang Betang House. Counting: calculations of the number of the
rooms in the Betang houses and the number of the yarn winding in the weaving
activity. Locating: determine the best location to build Betang house, the location of
supplier of bunched woven cloth material, and the location for solving problems in
the costumary law activities of Dayak Desa tribe. Measuring activites are marked by
the use of traditional units by the community, such as in building Betang Houses,
weaving, measuring livestock, and stating the magnitude of customary law sanctions.
Designing: designing the shape of Betang house and bunched woven cloth motif.
Playing: determine the best raw materials for building Betang house and strategies
for using synthetic dyes effectively. Explaining: explaining the meaning of bunched
woven cloth motifs.
Key Words : Mathematical Historical Aspects, Ensaid Panjang Betang House,
Mathematical Aspects Philosophical Aspects, Ethnomatematics, Culture
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat ramat dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan
baik. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan berjalan dengan
baik tanpa bantuan beberapa pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Dr.Yohanes Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan
2. Bapak Dr. Marcellinus Andy Rudhito, S.Pd., selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
3. Bapak Beni Utomo, M.Sc., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika, sekaligus menjadi Dosen Pembimbing Skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi kepada selama proses penyusunan
skripsi
4. Ibu Maria Suci Apriani, S.Pd., M.Sc., Selaku Wakil Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika
5. Bapak Yosep Dwi Kristanto, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis selama proses
perkuliahaan berlangsung
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Matematika Universitas
Sanata Dharma yang telah memberikan ilmu dan pengalaman yang
bermanfaat bagi penulis sebagai bekal untuk menjadi seorang guru
7. Bapak/Ibu karyawan pada Sekretariat JPMIPA Universitas Sanata Dharma
8. Bapak F. Heri, S.Pd., selaku Kepala Desa Ensaid Panjang yang telah
memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di Desa Ensaid
Panjang
9. Bapak Richardus Sembai, selaku Kepala Dusun Rentap Selatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xi
10. Bapak Hermanus Bintang, selaku Ketua Adat Dayak Desa Desa Ensaid
Panjang
11. Bapak Mamud, Selaku Ketua Dewan Adat Dayak Desa Desa Ensaid
Panjang
12. Ibu Katarina Andriani, Ibu Elisabet, Bapak Stepanus, dan Bapak Bundan
yang telah berkenan menjadi narasumber
13. Masyarakat Suku Dayak Desa yang Bermukim di Rumah Betang Ensaid
Panjang
14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
memberikan bantuan, dukungan, dan perhatian kepada penulis selama
menyelesaikan skripsi ini
Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan pada penulisan skripsi
ini dan masih jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, peneliti menerima dengan
senang hati segala kritik dan saran yang membangun mengenai skripsi ini. Selain
itu, Peneliti juga berharap penelitian dapat bermanfaat bagi pembaca.
Yogyakarta, 28 Juli 2020
Penulis
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING...........................ii
HALAMAN PENGESAHAN......................................................................iii
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................. iv
HALAMAN MOTTO ................................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA......................................................vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPERLUAN AKADEMIS ......................................vii
ABSTRAK ................................................................................................. viii
ABSTRACT...................................................................................................ix
KATA PENGANTAR .................................................................................. x
DAFTAR ISI................................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR..................................................................................x iv
DAFTAR TABEL.......................................................................................xvi
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................. 1
A. Latar Belakang ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................ 6
C. Tujuan Penelitian .................................................................................. 6
D. Batasan Istilah ....................................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian ................................................................................ 8
BAB II LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA ........................ 9
A. Landasan Teori ..................................................................................... 9
B. Kajian Pustaka .................................................................................... 22
C. Kerangka Berpikir .............................................................................. 24
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 26
A. Jenis Penelitian .................................................................................... 26
B. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................... 27
C. Subjek dan Ojek Penelitian ................................................................ 27
D. Sumber Data ........................................................................................ 27
E. Jenis Data ............................................................................................. 28
G. Teknik Analisis Data ........................................................................... 31
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan ................... 34
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiii
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 36
A. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 36
B. Deskripsi Letak Geografis Desa Ensaid Panjang ............................. 37
C. Analisis dan Pembahasan ................................................................... 39
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................... 122
BAB V PENUTUP .................................................................................... 123
A. Kesimpulan ........................................................................................ 123
B. Saran .................................................................................................. 128
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 129
LAMPIRAN .............................................................................................. 132
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian ............................................................. 133
Lampiran 2:Surat Keterangan Dari Desa................................................. 134
Lampiran 3: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara ........................................... 135
Lampiran 4: Pedoman Wawancara .......................................................... 139
Lampiran 5: Profil Narasumber ............................................................... 142
Lampiran 6: Transkrip Wawancara Terhadap N1 .................................... 143
Lampiran 7: Transkrip Wawancara Terhadap N2 .................................... 148
Lampiran 8: Transkrip Wawancara Terhadap N3 .................................... 154
Lampiran 9: Transkrip Wawancara Terhadap N4 .................................... 159
Lampiran 10: Transrkip Wawancara Terhadap N5 .................................. 160
Lampiran 11: Transkrip Wawancara Terhadap N6 .................................. 163
Lampiran12: Transkrip Wawancara Terhadap N7 ................................... 166
Lampiran 13: Transkrip Wawancara Terhadap N8 .................................. 171
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xiv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.2. 1. Peta Desa Ensaid Panjang .................................................. 38
Gambar 4.3. 1. Rumah Betang Ensaid Panjang .......................................... 44
Gambar 4.3. 2. Bagian Rumah Betang : Ruai ............................................. 45
Gambar 4.3. 3. Bagian Rumah Betang : Ruai Atauh dan Ruai Baruah ...... 46
Gambar 4.3. 4. Bagian Rumah Betang : Telok ............................................ 47
Gambar 4.3. 5. Bagian Rumah Betang : Bilik Atauh ................................... 48
Gambar 4.3. 6. Bagian Rumah Betang : Bilik Baruah ................................ 49
Gambar 4.3. 7. Bagian Rumah Betang : Sadau ........................................... 50
Gambar 4.3. 8. Bagian Rumah Betang : Sadau Penguak ............................ 51
Gambar 4.3. 9. Bagian Rumah Betang : Tingkak ........................................ 52
Gambar 4.3. 10. Ilustrasi Proses Ngeluwayan ............................................. 80
Gambar 4.3. 11. Sketsa Susunan Benang setelah
Dilepaskan dari Alat Luwayan .............................................................. 81
Gambar 4.3. 12. Sketsa Susunan Benang yang
Hendak Disusun pada Tanggak Kanji
Menggunakan Dua Kayu sebagai Alat Bantu ....................................... 82
Gambar 4.3. 13. Sketsa Susunan Benang yang
Disusun pada Tanggak Kanji ................................................................ 82
Gambar 4.3. 14. Proses Negi : Melipat Susunan Benang............................84
Gambar 4.3. 15. Proses Ngebat ................................................................... 86
Gambar 4.3. 16. Proses Pewarnaan/Pencelupan .......................................... 87
Gambar 4.3. 17. Susunan Benang yang Telah Melalui
Proses Pewarnaan dan Dibentangkan pada Tanggak Kanji .................. 89
Gambar 4.3. 18. Proses Menenun 1 ............................................................ 91
Gambar 4.3. 19. Proses Menenun 2 ............................................................ 91
Gambar 4.3. 20. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sedepa .............................. 96
Gambar 4.3. 21. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sepengenggam .................. 97
Gambar 4.3. 22. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sepenyiku .......................... 98
Gambar 4.3. 23. Ilustrasi (langkah pertama)
Memperoleh Ukuran Sepengetuk/serentik .......................................... 104
Gambar 4.3. 24. Ilustrasi (langkah kedua)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xv
Memperoleh Ukuran Sepengetuk ........................................................ 105
Gambar 4.3. 25. Ilustrasi (langkah kedua) Memperoleh Ukuran
Serentik................................................................................................106
Gambar 4.3. 10 . Ilustrasi Proses Ngeluwayan..........................................113
Gambar 4.3. 10 . Ilustrasi Proses Ngeluwayan..........................................117
Gambar 4.3. 26. Tiang Kebuk ................................................................... 121
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.3. 1. Nilai Konversi 1 (Satu) Real dalam Satuan Rupiah ............... 58
Tabel 4.3. 2. Pelanggaran Sosial dan Sanksi Hukum (dalam Satuan Real)
Menurut Hukum Adat Dayak Desa ...................................................... 61
Tabel 4.3. 3. Pertanyaan dan Jawaban N4 mengenai Perhitungan
Banyaknya Bilik pada Rumah Betang Ensaid Panjang ......................... 93
Tabel 4.3. 4. Pertanyaan dan Jawaban N1 Mengenai
Pengukuran Tradisional yang Dilakukan pada Proses
Pembangunan Rumah Betang Ensaid Panjang ..................................... 95
Tabel 4.3. 5. Pertanyaan dan Jawaban N2 Mengenai Satuan Tradisional
yang Digunakan untuk Menyatakan Besarnya
Hewan Buruan pada masa lalu ............................................................ 101
Tabel 4.3. 6. Pertanyaan dan Jawaban N2 Mengenai Satuan Real ............ 109
Tabel 4.3. 1. Nilai Konversi 1 (Satu) Real dalam Satuan Rupiah ............. 110
Tabel 4.3. 7. Sanksi Hukum (dalam Satuan Real) Menurut
Hukum Adat Dayak Desa ................................................................... 111
Tabel 4.3. 8. Pertanyaan dan Jawaban N3 mengenai
Perhitungan Benang ............................................................................ 112
Tabel 4.3. 9. Pertanyaan dan Jawaban N3
mengenai Penentuan Lokasi Penyedia Bahan Baku Terbaik .............. 114
Tabel 4.3. 10. Pertanyaan dan Jawaban N3
mengenai Lokasi Penjualan Kain Tenun Ikat ..................................... 115
Tabel 4.3. 11. Pertanyaan dan Jawaban N6
mengenai Perbandingan Bahan Pewarna Sintetis ............................... 118
Tabel 4.3. 12. Pertanyaan dan Jawaban N8
mengenai Perbandingan Bahan Pewarna Sintetis ............................... 119
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika telah menjadi bagian dari kehidupan manusia selama
berabad-abad. Hal tersebut salah satunya dibuktikan dengan penemuan tulisan
kuno tentang matematika yang merupakan peninggalan bangsa Babilonia dan
Mesir kuno. Salah satu peninggalan bangsa Babilonia yang berkaitan dengan
matematika adalah lempengan Babilonia, yang diketahui berasal dari tahun
1800 sampai tahun 1600 sebelum masehi. Pada lempengan tersebut tertulis
topik-topik tentang pecahan, aljabar, serta persamaan linier dan kuadrat.
Sedangkan peninggalan bangsa Mesir kuno yang berkaitan dengan
matematika adalah lembaran Rhind. Lembaran tersebut menjelaskan cara-cara
perkalian, pembagian, pengerjaan pecahan, aritmetika, dan geometri
(Indamayana, 2019).
Konsep matematika sendiri telah dimanfaatkan oleh bangsa
Babilonia dan Mesir kuno dalam kehidupan sehari-hari sejak tahun 3000
sebelum masehi. Pada saat itu, konsep matematika digunakan dalam
perdagangan, perhitungan pajak dan urusan keuangan lainnya, perkembangan
ilmu astronomi, serta untuk merancang kontruksi bangunan (Refanza, 2017).
Sejarah singkat tersebut menunjukan bahwa matematika telah diterapkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
dalam kehidupan sehari-hari oleh manusia sejak dahulu kala. Hingga saat ini
matematika masih digunakan oleh manusia dalam berbagai aspek kehidupan.
Secara umum matematika digunakan manusia dalam bidang ekonomi,
teknologi, kedokteran, pembangunan, dan lain sebagainya. Selain itu,
matematika juga diterapkan hampir di seluruh disiplin ilmu, mulai dari ilmu
fisika dan kimia hingga ilmu lainnya yang bahkan tidak disadari menerapkan
matematika (Nikolas, 2018).
Pentingnya pembelajaran matematika tidak terlepas dari peranan
penting matematika dalam berbagai aspek kehidupan. Meskipun demikian,
masih banyak siswa yang menganggap bahwa matematika hanya sekedar
pelajaran yang sulit dan tidak relevan dengan kehidupan sehari-hari. Persepsi
tersebut tidak muncul begitu saja, namun dikarenakan pembelajaran
matematika di sekolah yang cenderung didominasi oleh transfer pengetahuan,
dimana guru hanya menyampaikan materi tanpa menjelaskan hubungan
matematika dengan kehidupan sehari-hari. Untuk menghilangkan persepsi
negatif siswa tentang matematika, perlu adanya inovasi dalam pemebelajaran
matematika. Inovasi pembelajaran tersebut diharapkan dapat menghubungkan
matematika dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu pembelajaran
matematikan inovatif yang dapat dipilih adalah pembelajaran matematika
berbasis budaya.
Hiebert & Capenter (Dalam Tandililing, 2013) menyatakan bahwa
pembelajaran matematika di sekolah sangat berbeda dengan matematika yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
ada dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, harus ada yang menjembatani
pembelajaran matematika di sekolah dengan matematika dalam dunia sehari-
hari yang berbasis pada budaya lokal dan matematika sekolah. Suatu kajian
tentang hubungan antara matematika dan budaya disebut etnomatematika.
Menurut D'Ambrosio (dalam Wahyuni, dkk, 2013) menyatakan bahwa
Etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok budaya
tertentu dalam kegiatan sehari-hari seperti bertani, bermain, dan lain
sebagainya. Artinya matematika muncul sebagai hasil dari penalaran dalam
melakukan kegiatan sehari-hari oleh masyarakat tertentu. Kajian
etnomatematika dalam pembelajaran matematika mencakup segala bidang
seperti arsitektur, tenun, jahit, pertanian, hubungan kekerabatan, ornamen,
spiritual atau praktik keagamaan, dan lain sebagainya yang sering selaras
dengan pola yang terjadi di alam serta memunculkan ide-ide abstrak.
Indonesia merupakan Negara yang kaya akan budaya. Kekayaan budaya
tersebut dimiliki oleh masyarakat secara turun-temurun (Putri & Rani, 2009).
Salah satu bentuk budaya adalah kearifan lokal. Kearifan lokal merupakan tata
nilai atau perilaku yang diterapkan masyarakat lokal dalam berinteraksi dengan
lingkungan tempat tinggalnya secara arif. Kearifan lokal dalam kebudayaan
Indonesia tercermin dalam keberagaman (agama, suku/etnis, dan bahasa) yang
dimilikinya. Agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Indonesia adalah
agama Islam. Di Indonesia, terdapat lebih dari 250 suku bangsa, dengan
mayoritas penduduknya merupakan suku Jawa. Menurut data PODES (Potensi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
Desa) 2014, sebanyak 71, 8 persen desa di Indonesia memiliki penduduk yang
terdiri dari beberapa suku/etnis. Hal tersebut menunjukan bahwa Indonesia
memiliki desa dengan keberagaman etnis/suku yang cukup tinggi. Selain itu,
berdasarkan data SUSENAS MSBP 2015, bahasa yang sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari adalah bahasa daerah, dengan persentase mencapai 58.
95 persen (Mohammad & Theodora, dkk, 2016).
Salah satu wujud kebudayaan yang dimiliki Indonesia terdapat di Desa
Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Provinsi
Kalimantan Barat. Desa Ensaid Panjang terdiri dari empat dusun yaitu Dusun
Ensaid Baru, Dusun Empenyauk, Dusun Rentap Selatan, dan Dusun Ensaid
Pendek. Desa Ensaid Panjang merupakan desa wisata alam yang terdiri dari
perbukitan, sawah, dan hutan. Selain terkenal dengan keindahan alamnya,
Ensaid Panjang juga dikenal sebagai desa yang memiliki kebudayaan yang
masih kental, yaitu kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa. Salah satu bukti
dari kekentalan budaya tersebut adalah masih terdapat aktivitas menenun di
desa tersebut. Tenun yang dibuat adalah tenun ikat yang merupakan ciri khas
suku Dayak Desa. Kegiatan menenun tersebut masih dilakukan oleh sebagian
besar kaum wanita yang berada di Desa Ensaid Panjang. Selain itu, di Desa
Ensaid Panjang juga masih terdapat Rumah Betang yang merupakan rumah adat
Suku Dayak yang saat ini keberadaanya hampir punah. Rumah Betang tersebut
terletak di dusun Rentap Selatan. Rumah Betang tersebut dikenal oleh
masyarakat luar dengan sebutan Rumah Betang Ensaid Panjang. Masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang tersebut masih memegang
erat kebudayaan yang mereka miliki secara turun-temurun, seperti halnya masih
menjunjung tinggi nilai kebersamaan dalam kehidupan mereka, sehingga dapat
tinggal berdampingan di Rumah Betang tersebut seperti layaknya sebuah
keluarga. Selain sebagai tempat tinggal, Rumah Betang tersebut juga menjadi
tempat untuk bekerja khususnya bagi kaum wanita yang menenun (tenun ikat).
Rumah Betang tersebut merupakan tempat pusat dari kegiatan menenun di Desa
Ensaid Panjang.
Diantara kebudayan-kebudayaan yang diterapkan oleh masyarakat suku
Dayak Desa tersebut, tanpa disadari berkaitan dengan matematika. Sebagai
contoh, terdapat motif-motif kain tenun ikat yang menyerupai bentuk geometris
pada matematika. Dengan melihat keterkaitan antara kebudayaan dan adat-
istiadat masyarakat Suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid
Panjang dengan matematika, tentu saja dapat mempermudah anak-anak atau
siswa yang tinggal di Rumah Betang tersebut dalam memahami konsep
matematika. Oleh sebab itu peneliti memutuskan untuk melakukan penelitian
ini, yang berjudul kajian KAJIAN ETNOMATEMATIKA PADA
KEBUDAYAAN MASYARAKAT SUKU DAYAK DESA YANG
BERMUKIM DI RUMAH BETANG ENSAID PANJANG.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
6
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana sejarah (aspek historis) dari Rumah Betang Ensaid Panjang?
2. Bagaimana aspek-aspek kultural (budaya) dari kehidupan masyarakat Suku
Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang?
3. Apa saja aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang terdapat
pada kebudayaan masyarakat Suku Dayak Desa di Rumah Betang Ensaid
Panjang?
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut :
1. Mendeskripsikan sejarah (aspek historis) dari Rumah Betang Ensaid
Panjang
2. Mesdeskripsikan aspek-aspek kultural (budaya) dari kehidupan masyarakat
Suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang
3. Mendeskripsikan aktivitas fundamental matematis menurut Bishop yang
terdapat pada kebudayaan masyarakat Suku Dayak Desa di Rumah Betang
Ensaid Panjang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
D. Batasan Istilah
1. Etnomatematika yang dikaji adalah Etnomatematika yang terdapat pada
Rumah Betang Ensaid Panjang yang ditinjau dari sejarah, dan aspek
kultural dari kehidupan masyarakat Dayak Desa yang tingggal di Rumah
Betang Ensaid Panjang.
2. Aktivitas fundamental matematis yang diteliti adalah enam aktivitas
fundamental matematis menurut Bishop.
3. Penelitian dilakukan di Rumah Betang Ensaid Panjang, Dusun Rentap
Selatan, Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam, Permai, Kabupaten
Sintang, Kalimantan Barat.
E. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari terjadinya kesalahpamahan istilah, maka peneliti perlu
memberikan batasan istilah, yaitu:
1. Etnomatematika merupakan matematika yang diterapkan atau
digunakan oleh suatu kelompok etnik tertentu.
2. Suku Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli yang mendiami pulau
Kalimantan.
3. Suku Dayak Desa merupakan subsuku Dayak yang sebagian besar tinggal
di Kabupaten Sintang.
4. Rumah Betang merupakan rumah adat suku Dayak yang bermukim di
pulau Kalimantan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
a. Dalam bidang matematika, penelitian ini diharapkan bisa memberikan
sumbangsih yang berguna terhadap matematika agar memperkaya
pengetahuan matematika yang telah ada.
b. Hasil penelitian dapat dijadikan referensi bagi peneliti selanjutnya yang
hendak melakukan penelitian serupa.
2. Manfaat praktis
a. Dalam bidang budaya, penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan
budaya menenun (tenun ikat) berdasarkan makna budaya agar nilai-
nilai yang terkandung dalam tenun ikat bisa tetap terjaga dan tidak
hilang.
b. Dalam bidang pendidikan, penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar
adanya penerapan budaya setempat untuk mengembangkan metode
pembelajaran di sekolah khususnya pada pembelajaran matematika,
agar pembelajaran lebih bervariasi.
c. Dalam bidang pariwisata, penelitian ini diharapkan dapat membantu
memperkenalkan Rumah Betang Ensaid Panjang kepada masyarakat
luas sebagai salah satu wisata budaya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan teori kebudayaan menurut
Koentjaraningrat dan Bakker. Sedangkan untuk mengkaji aspek matematis
pada kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah
Betang Ensaid Panjang, peneliti menggunakan teori enam aktivitas
fundamental menurut Bishop.
1. Pengertian, wujud, dan unsur-unsur kebudayaan
a. Pengertian
Koentjaraningrat (2015: 144), mendefinisikan kebudayaan
sebagai hal-hal yang manusia peroleh sebagai hasil belajar yang
meliputi keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil karya
manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat. Sedangkan Bakker
(1984: 22) mendefinisikan kebudayaan secara singkat, yaitu sebagai
segala penciptaan, penertiban, dan pengolahan nilai-nilai insani. Dari
definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa semua tindakan manusia
dapat disebut sebagai “kebudayaan”, karena hanya sedikit dari
tindakan manusia yang dilakukan tanpa melalui proses belajar. Dalam
proses belajar, manusia perlu melakukan pengolahan nilai-nilai insani
supaya apa yang hendak dipelajari bisa dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
b. Wujud kebudayaan
Honigman (dalam Koentjaraningrat, 2015:150) membedakan
kebudayaan menjadi tiga wujud, yaitu sebagai ideas (sistem ide),
activities (sistem aktivitas), dan artifacts (sistem artefak).
1) Wujud kebudayaan sebagai sistem ide artinya wujud kebudayaan
tersebut tidak bisa dilihat atau bersifat abstrak. Wujud kebudayaan
sebagai sistem ide hanya terdapat pada pikiran manusia yang
menganut budaya tersebut. Meskipun tidak bisa dilihat, Wujud
kebudayaan tersebut bisa dirasakan manusia dalam hal-hal yang
menyangkut norma, agama, peraturan, dan lain sebagainya. Selain
itu, wujud kebudayaan sebagai sistem ide bisa dituangkan dalam
ke dalam tulisan. Contoh wujud kebudayaan sebagai sistem ide
adalah adanya kepercayaan masyarakat tertentu terhadap roh
nenek moyang.
2) Wujud kebudayaan sebagai sistem aktivitas merupakan segala
aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam berinteraksi dengan
sesama. Dengan kata lain, segala aktivitas tersebut merupakan
aktivitas sosial yang akan dilakukan manusia secara terus-
menerus menurut pola tertentu untuk memenuhi kebutuhan
manusia itu sendiri. Wujud kebudayaan ini bersifat konkret,
sehingga bisa bisa difoto, dilihat, diobservasi dan
didokumentasikan. Contoh wujud kebudayaan sebagai sistem
aktivitas sosial yang sering kita jumpai adalah pada upacara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
perkawinan di daerah tertentu. Kita bisa melihat aktivitas sosial
berpola yang dilakukan masyarakat dalam upacara perkawinan
tersebut meliputi cara menyambut tamu, cara mempelai pria
melamar mempelai wanita, dan lain sebagainya.
3) Wujud kebudayaan sebagai sistem artefak disebut juga
kebudayaaan fisik karena sifatnya paling konkret. Wujud
kebudayaaan sebagai artefak merupakan segala karya yang dibuat
manusia sebagai hasil dari tataran sistem ide dan dengan
melakukan aktivitas yang berpola yang dilakukasn manusia.
Contoh wujud kebudayaan sebagai artefak adalah berbagai mahar
berupa barang yang harus diberikan oleh pihak mempelai laki-laki
kepada pihak mempelai perempuan pada upacara perkawinan
Jawa. Contoh lain dari wujud kebudayaan sebagai artefak adalah
berbagai sesaji atau peralatan yang dibutuhkan atau digunakan
dalam upacara selamatan.
c. Unsur-unsur kebudayaan
Kluckhon (1953) dalam bukunya yang berjudul Universal
Categories of Culture membagi sistem kebudayaan menjadi tujuh
unsur kebudayaan yang bersifat universal atau disebut dengan cultural
universals (Siany dan Atiek, 2009). Menurut Koentjaraningrat (2015:
154), istilah universal pada ketujuh unsur kebudayaan tersebut
menunjukan bahwa ketujuh unsur kebudayaan tersebut dapat
ditemukan dalam semua kebudayaan dari bangsa manapun di dunia.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
Adapun ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah bahasa, sistem
pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem peralatan hidup dan
teknologi, sistem ekonomi dan mata pencaharian hidup, sistem religi,
serta kesenian.
1) Bahasa
Bahasa merupakan sarana yang digunakan manusia untuk
berinteraksi dengan sesama.
2) Sistem pengetahuan
Sistem pengetahuan merupakan himpunan pengetahuan manusia
tentang alam, tumbuh-tumbuhan, cuaca, dan segala hal lain yang
ada di sekitar manusia. Segala pengetahuan tersebut digunakan
manusia untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dalam ilmu
antropologi, sistem pengetahuan lebih ditekankan untuk
mempertahankan hidup manusia.
3) Sistem organisasi sosial
Sistem organisasi sosial merupakan pengorganisasian yang
disepakati bersama sebagai hasil interaksi sosial antar manusia.
Sistem sosial tersebut terbagi lagi menjadi beberapa bagian, mulai
dari sistem kekerabatan (keluarga) sampai organisasi sosial yang
lebih luas, seperti asosiasi, perkumpulan, dan akhirnya sampai
pada negara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
4) Sistem peralatan hidup dan teknologi
Sistem perlatan hidup dan teknologi berkaitan dengan pembuatan
alat-alat atau teknologi yang digunakan manusia untuk
mempertahankan hidup.
5) Sistem mata pencaharian
Sistem mata pencaharian atau sistem ekonomi merupakan sebuah
sistem yang berkaitan dengan cara-cara masyarakat tertentu dalam
mengatur perekonomian mereka untuk mencukupi kebutuhan
sehari-hari. Adapun sistem mata pencaharian masyarakat
tradisional yaitu berburu dan meramu, beternak, bercocok tanam
di ladang, menangkap ikan, bercocok tanam menetap dengan
sistem irigasi. Kelima sistem mata pencaharian tersebut
merupakan jenis mata pencaharian paling tua, karena dilakukan
oleh sebagian besar masyarakat pada masa lampau meskipun pada
saat itu banyak masyarakat yang beralih ke mata pencaharian lain.
6) Sistem religi
Sistem religi atau sistem kepercayaan merupakan sebuah sistem
yang berkaitan dengan kekuatan di luar diri manusia. Unsur religi
sebagai kebudayaan tidak terlepas dari emosi keagamaan. Emosi
keagamaan merupakan dorongan dalam perasaan manusia untuk
melakukan aktivitas-aktivitas religius. Selain emosi keagamaan,
terdapat tiga unsur lain yang harus dipahami manusia dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
sistem religi, yakni sistem keyakinan, sistem upacara keagamaan,
dan umat yang menganut religi itu.
7) Kesenian
Kesenian berkaitan dengan unsur keindahan (estetika) menurut
perasaan yang dimiliki setiap manusia. keindahan tersebutlah
yang menghasilkan perbedaan bentuk seni antara suatu
kebudayaan dengan kebudayaan lainnya.
2. Etnomatematika
a. Hakekat matematika
Istilah Matematika berasal Bahasa latin yaitu manthanein atau
mathema yang berarti belajar atau hal yang dipelajari. Dalam bahasa
Belanda matematika disebut sebagai wiskunde yang memiliki arti ilmu
pasti (Muhammad Daut, 2017). Shadiq (dalam Muhammad Daut,
2017) menjelaskan bahwa menurut para ahli pendidikan matematika,
matematika adalah ilmu yang membahas pola atau keteraturan
(pattern) dan tingkatan (order). Hasratuddin (dalam Muhammad Daut,
2017) menjelaskan bahwa matematika merupakan ilmu yang
pekerjaannya menggunakan penalaran deduktif (deductive reasoning)
atas dasar asumsi dan kebenarannya bersifat konsisten. Tall
(Hasratuddin (dalam Muhammad Daut, 2017)) menyatakan bahwa
matematika merupakan sarana untuk berpikir. Suherman (dalam
Muhammad Daut, 2017) menyatakan bahwa matematika merupakan
ilmu yang didapatkan dari aktivitas bernalar, yang artinya dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
pekerjaan matematika lebih menekankan proses penalaran disamping
hasil observasi atau eksperimen. Menurut Sutawidjaja dan Dahlan
(dalam Muhammad Daut, 2017)), matematika merupakan ilmu
memiliki sifat aksiomatik, yang artinya suatu struktur matematika
dimulai dari istilah yang tidak ditentukan (undefined term) atau istilah
pangkal. Kemudian, kaidah yang berkaitan dengan istilah pangkal
tersebut yang kebenarannya sudah disepakati disebut aksioma.
Kemudian, dibentuklah (ditentukan/defined) istilah-istilah lain yang
digunakan untuk mengembangkan kaidah-kaidah baru, yaitu teorema
yang kebenarannya harus dibuktikan. Jihad (dalam Muhammad Daut,
2017) menyatakan bahwa matematika memiliki karakteristik
mendasar yang membedakannya dengan ilmu lainnya. Karakterisitik
tersebut adalah matematika memiliki objek pembicaraan yang abstrak,
menggunakan pembahasan yang mengandalkan penalaran yang logis,
memiliki pengertian/konsep atau pernyataan yang sangat jelas
berjenjang sehingga terjaga konsistensinya, melibatkan perhitungan
(operasi) dan dapat diterapkan dalam ilmu lainnya, serta dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan penjelasan matematika menurut beberapa ahli di
atas, dapat disimpulkan bahwa matematika merupakan ilmu yang lebih
menekankan proses penalaran, dimana dalam proses bernalar tersebut
menggunakan istilah-istilah yang harus didefinisikan dengan cermat,
jelas, dan direpresentasikan secara akurat menggunakan lambang-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
lambang atau simbol-simbol. Selain itu, matematika dapat dikatakan
sebagai ilmu yang memiliki unsur-unsur yang berkaitan satu sama lain.
Unsur-unsur tersebut dibagi berdasarkan strtuktur hirerarki, yang
artinya terdapat suatu unsur matematika yang menjadi syarat dari yang
lain, atau terdapat suatu konsep matematika yang dibangun dari
konsep lainnya.
b. Etnomatematika
Istilah etnomatematika diperkenalkan oleh matematikawan asal
Brasil yang bernama D’Ambrosio pada tahun 1985 untuk
menggambarkan aktivitas matematika dari kelompok budaya tertentu
yang dapat diidentifikasi dan dapat dianggap sebagai studi ide
matematika dalam budaya apapun (Rosa & Orey, 2011). D'Ambrosio
(dalam Wahyuni, Tias, dkk, 2013) menyatakan bahwa
Etnomatematika adalah matematika yang diterapkan oleh kelompok
budaya tertentu dalam kegiatan sehari-hari seperti bertani, bermain,
dan lain sebagainya. D'Ambrosio (Dalam Wahyuni, Tias, dkk, 2013)
juga mengatakan Ethnomatematika adalah studi tentang matematika
yang dilatarbelakangi oleh budaya. Artinya matematika muncul
sebagai hasil dari penalaran dalam melakukan kegiatan sehari-hari
oleh masyarakat tertentu. Kajian etnomatematika dalam pembelajaran
matematika mencakup segala bidang seperti arsitektur, tenun, jahit,
pertanian, hubungan kekerabatan, ornamen, spiritual atau praktik
keagamaan, dan lain sebagainya yang sering selaras dengan pola yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
terjadi di alam serta memunculkan ide-ide abstrak.
c. Enam aktivitas fundamental matematis menurut Bishop.
Seperti yang diketahui bahwa etnomatematika merupakan studi
tentang matematika yang dilatarbelakangi oleh budaya, yang artinya
matematika muncul sebagai hasil penalaran dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Matematika dapat muncul dalam berbagai
aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari seperti bertani,
bermain, membangun rumah dan lain sebagainya. Aktivitas tersebut
kemudian disebut sebagai aktivitas matematis. Bishop (dalam Ivan,
2019) merangkum aktivitas matematis tersebut menjadi enam aktivitas
fundamental matematis. Keenam aktivitas tersebut merupakan
aktivitas matematis yang paling mendasar yang dilakukan manusia
sejak zaman dahulu hingga sekarang. Adapun keenam aktivitas
fundamental tersebut yaitu counting (membilang), locating
(menentukan lokasi), measuring (mengukur), designing (merancang),
playing (bermain) dan explaining (menjelaskan).
a. Counting (Membilang)
Aktivitas counting pada awal mulanya muncul dan dilakukan
masyarakat karena adanya kebutu han untuk membuat suatu
catatan tentang kepemilikan mereka, yang meliputi harta atau
benda-benda lainnya. Aktivitas ini awalnya untuk membantu
masyarakat dalam merepresentasikan suatu objek yang
dimilikinya dengan objek lain yang memiliki nilai yang sama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Sebagai contoh, dalam hal kepemilikan hewan ternak
diibaratkan sebagai korespondensi satu-satu antara hewan ternak
dengan batu, yang artinya setiap satu ekor hewan diwakili oleh
satu batu. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas
counting, yaitu kuantifikasi/kuantor, nama-nama bilangan,
penggunaan jari dan bagian tubuh untuk menghitung, bilangan,
nilai tempat, basis 10, operasi bilangan, akurasi, pendekatan,
kesalahan dalam membilan, desimal, positif, negatif, besar tidak
terhingga, kecil tidak terhingga, limit, pola bilangan, pangkat,
diagram panah, representasi aljabar, probabilitas, representasi
frekuensi.
b. Locating (Menentukan Lokasi)
Aktivitas locating awalnya muncul untuk membantu masyarakat
dalam menentukan lokasi tertentu misalnya lokasi terbaik untuk
berburu, bercocok tanam, ataupun untuk membuat tempat
tinggal. Dalam menentukan lokasi, masyarakat menentukan arah
dengan menggunakan kompas, atau masyarakat bisa
memanfaatkan alam sekitar (benda-benda langit, jejak kaki,
suara, dsb) untuk menentukan lokasi. Misalnya untuk
menentukan lokasi berburu, masyarakat dapat melihat jejak kaki
hewan buruan dan mengikuti jejak kaki tersebut untuk
mengantarkan mereka ke tempat hewan buruan berada. Adapun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas locating, yaitu preposisi
(misalnya letaknya di luar atau di dalam) dalam hal ini bisa
dalam bentuk titik maksimum, titik minimum, deskripsi
rute/lintasan, lokasi lingkungan, arah mata angin, atas/bawah,
depan/belakang, jarak, garis lurus/garis lengkung, sudut sebagai
penanda perputaran, sistem lokasi, koordinat kutub, koordinat
2D/3D, pemetaan, lintang/bujur, tempat kedudukan (lokus),
penghubungan, lingkaran, elips, spiral.
c. Measuring (Mengukur)
Pada awalnya Aktivitas measuring dilakukan masyarakat untuk
membandingkan suatu objek dengan objek lainnya untuk
menentukan perbedaaan terkait berat, volume, kecepatan, waktu,
dan lain sebagainya antara objek-objek yang dibandingkan
tersebut. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan aktivitas Measuring,
yaitu pembanding kuantitas (misalnya lebih cepat atau lebih
kurus/lebih tipis), mengurutkan, kualitas, pengembangan dari
satuan, keakuratan satuan, estimasi, waktu, volume, area,
temperatur, berat, satuan konvensional, satuan standard, sistem
satuan, uang, satuan majemuk.
d. Designing (Merancang)
Pada awalnya aktivitas ini muncul untuk mengekspresikan
perasaaan manusia menjadi karya yang bisa dinikmati atau
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
digunakan manusia dalam kehidupan sehari-hari. Sebagai
contoh, ujung tombak pemburu dibuat runcing agar dapat
melukai hewan buruan. Adapun hal-hal yang berkaitan dengan
aktivitas designing antara lain rancangan, abstraksi, bentuk
(geometris), bentuk secara umum, estetika/keindahan, objek
yang dibandingkan berdasarkan bentuknya yang besar maupun
kecil, kesebangunan, kekongruenan, sifat-sifat dari bangun,
bentuk geometri yang umum, jaringan, gambar dan benda,
permukaan, pengubinan, simetri, proporsi, perbandingan,
pembesaran dengan skala, kekauan dari suatu benda.
e. Playing (Bermain)
Masyarakat dari berbagai kebudayaan tertentu memiliki
permainan yang sering dimainkan dalam kehidupan sehari-hari.
Untuk memainkan permainan tersebut, tentunya ada strategi yang
digunakan untuk memenangkan permainan tersebut. Secara sadar
atau tidak sadar strategi tersebut membutuhkan pengamatan dan
pemikiran kritis yang berkaitan dengan matematika. Misalnya
dalam permainan puzzle anak perlu melakukan pengamatan
terhadap setiap bentuk potongan-potongan puzzle, sehingga dapat
menemukan strategi terbaik dalam penyususnan potongan-
potongan puzzle tersebut menjadi satu kesatuan yang utuh. Bentuk
Potongan-potongan puzzle tersebut tanpa disadari berkaitan
dengan bentuk geometri pada matematika, yaitu menyerupai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
21
bentuk bangun datar yang tidak beraturan. Jadi, dengan
mengamati setiap bentuk dari potongan-potongan puzzle tersebut,
tanpa disadari anak tersebut sedang mengamati bentuk-bentuk
bangun datar yang tidak beraturan. Selain puzzle, hal-hal yang
berkaitan dengan aktivitas playing lainnya antara lain pemodelan,
aktivitas yang didasarkan pada aturan, paradoks, prosedur,
permainan, permainan berkelompok, permainan secara sendiri,
strategi, pilihan, prediksi, penentuan hipotesis misalnya peluang.
f. Explaining (Menjelaskan)
Awalnya aktivitas ini muncul karena rasa ingin tahu masyarakat
terhadap hal-hal yang belum mereka pahami dalam kehidupan
sehari-hari. Untuk mengetahui hal-hal tersebut, masyarakat dapat
mengamati pola, grafik, simbol, maupun hal lainnya yang
memberikan suatu arahan kepada masyarakat untuk mengolah
atau membuat suatu kesimpulan yang tepat. Sebagai contoh, untuk
bisa berburu masyarakat terlebih dahulu mengamati hal-hal yang
berkaitan dengan hewan buruan mereka, yang meliputi habitat,
perilaku, makanan, dan hal-hal lainnya, sehingga kegiatan
berburu bisa sukses dilakukan. Adapun hal-hal yang berkaitan
dengan kegiatan explaining, yaitu penglasifikasian,
penglasifikasian yang didasarkan pada hierarki, penjelasan
kesamaan dalam bentuk benda-benda, penjelasan cerita,
penggunaan kata-kata penghubung dalam logika (misalnya dan,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
atau, serta yang lainnya), eksplanasi/penjelasan, penjelasan
dengan simbol- simbol, diagram, matriks, pemodelan matematika.
B. Kajian Pustaka
Sebelum memulai penelitian, peneliti menggali informasi dari buku-
buku bacaan, dan jurnal-jurnal untuk menemukan teori-teori yang sesuai pada
penelitian ini. Selain itu, sebagai bahan pembanding peneliti menggunakan
penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya. Dengan melihat kelebihan
dan kekurangan dari penelitian-penelitian tersebut diharapkan peneliti dapat
melakukan penelitian ini dengan baik. Adapun penelitian-penelitian
sebelumnya yang digunakan peneliti sebagai berikut.
1. Skripsi Margareta Retno Dwi Purwaningsih (diterbitkan pada tahun 2019 di
Repository Universitas Sanata Dharma Yogyakarta). Objek penelitian
tersebut adalah kegiatan memahat batu masyarakat Dusun Sidoharjo.
Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui aspek matematis dari
kegiatan memahat batu tersebut. Hasil penelitian menunjukan bahwa
terdapat aktivitas fundamental matematis menurut Bishop pada kegiatan
memahat batu tersebut antara lain kegiatan counting (membilang) yang
meliputi perkiraan (approximation) pada aktivitas penentuan harga bahan
baku, harga jual patung, banyaknya pegawai, besarnya upah pegawai, biaya
transportasi pengiriman bahan baku, dan banyaknya bahan kayu yang
diperlukan dalam pembuatan kerangka pengemasan patung.. Aktivitas
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
locating (menentukan lokasi) meliputi jarak tempuh lokasi pemasok bahan
baku, lokasi tempat pengambilan bahan baku, serta pembagian lahan untuk
proses produksi. Aktivitas measuring (mengukur) terdapat pada aktivitas
penentuan kualitas bahan baku, perkiraan waktu dan luas lahan yang
diperlukan dalam proses produksi patung, serta dalam penentuan ukuran
paket pengemasan patung. Aktivitas designing (merancang) meliputi
pembuatan desain yang dirancang untuk membentuk patung tertentu.
Aktivitas playing (bermain) dilakukan ketika memprediksi banyaknya
produksi patung. Aktivitas explaining (menjelaskan) terdapat pada kegiatan
memahat batu karena pengrajin mampu menjelaskan makna-makna dari
setiap pahatan patung yang dibuat.
2. Jurnal Rosida Rakhmawati (diterbitkan pada tahun 2016 di google
schoolar). Objek penelitian tersebut adalah kebudayaan masyarakat
Lampung. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui aktivitas
matematika berbasis budaya pada masyarakat Lampung. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa tanpa disadari masyarakat Lampung telah menerapkan
konsep-konsep matematis dalam kehidupan sehari-hari, meskipun mereka
tidak pernah mempelajarinya secara formal. Masyarakat Lampung
memiliki cara khusus dalam menerapkan konsep matematis dalam
kehidupan sehari-hari. Aktivitas matematis pada budaya masyarakat
lampung meliputi aktivitas membuat rancang bangun yang diterapkan oleh
masyarakat pada pembangunan rumah adat, aktivitas membilang
menggunakan jari tangan, aktivitas membuat pola pada pembuatan motif
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
tapis dan border, aktivitas bermain (permainan tradisional) yang
menggunakan konsep matematis seperti permainan sundung khulah, bedil
locok, babetes, suksuk, bandarkaret, gambaran dan batu acak, yang sering
dimainkan oleh anak-anak.
Berdasarkan kedua kajian pustaka di atas, terdapat perbedaan yang
cukup signifikan antara kedua kajian pustaka dengan penelitian ini,
khususnya dari kebudayaan yang menjadi objek penelitian. Yang menjadi
objek penelitian pada penelitian ini adalah Rumah Betang Ensaid Panjang
dan kebudayaan masyarakat Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang. Objek penelitian tersebut jelas berbeda dan tidak dibahas
pada kedua kajian pustaka di atas. Selain itu, penggalian aspek matematis
pada penelitian ini tidak lakukan secara spesifik pada salah satu
kebudayaan seperti pada kajian pustaka pertama, meskipun menggunakan
teori yang sama yaitu teori enam aktivitas fundamental matematis menurut
Bishop. Sedangkan pada kajian pustaka kedua tidak dijelaskan teori yang
digunakan untuk menggali aspek matematis.
C. Kerangka Berpikir
Salah satu wujud kebudayaan yang dimiliki Indonesia terdapat di
Dusun Rentap Selatan, Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai,
Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat. Di Dusun Rentap Selatan masih
terdapat Rumah Betang yang merupakan rumah adat suku Dayak. Rumah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Betang tersebut dikenal oleh masyarakat luas dengan sebutan Rumah
Betang Ensaid Panjang. Masyarakat yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang masih mempertahankan kebudayaan mereka hingga saat ini.
Kebudayaan yang diterapkan oleh masyarakat suku Dayak Desa yang
tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang tanpa disadari berkaitan dengan
matematika. Oleh sebab itu penelitian ini dilakukan dengan alasan untuk
menggali lebih dalam kaitan antara kebudayaan masyarakat suku Dayak
Desa yang bermukim Di Rumah Betang Ensaid Panjang dengan dengan
matematika, khususnya untuk melihat aktivitas matematis pada kebudayaan
tersebut. untuk menggali lebih dalam kebudayaan-kebudayaan tersebut,
peneliti terjun langsung ke Rumah Betang Ensaid Panjang, sehingga dapat
melihat dan merasakan langsung kebudayaan-kebudayaan tersebut.
Diharapkan penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pembelajaran
matematika di sekolah khususnya di Desa Ensaid Panjang, serta dari
penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu hal yang membuat hasil
kebudayaan di Desa Ensaid Panjang dapat dikenal oleh masyarakat luas,
serta tetap lestari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan untuk menggali
informasi secara mendalam tentang fenomena-fenomena yang terjadi pada
individu ataupun kelompok masyarakat tertentu. Data yang dihasilkan daa
penelitian kualitatif adalah data yang berupa berupa tulisan, ucapan, dan
perilaku subjek-subjek yang diamati. Selain itu, penelitian kualitatif
menggunakan berbagai teknik interpretasi yang diharapkan mampu
mendeskripsikan, “membaca” kode, menerjemahkkan, dan memaknai berbagai
fenomena yang terjadi secara alami di masyarakat atau dunia sosial tertentu.
Berdasarkan definisi tersebut, maka peneliti memilih jenis penelitian ini yang
pada dasarnya ingin memperoleh informasi secara mendalam tentang
kebudayaan masyarakat Suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Penelitian ini dilakukan di Rumah Betang Ensaid Panjang, Dusun Rentap
Selatan, Desa Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten
Sintang, Kalimantan Barat.
2. Pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei
2020.
C. Subjek dan Ojek Penelitian
1. Subjek penelitian
Subjek penelitian ini adalah Kepala Dusun Rentap Selatan, Dewan Adat
Dayak Desa Ensaid Panjang, Ketua RT 01 Dusun Rentap Selatan, para
penenun, dan beberapa masyarakat suku Dayak Desa yang tinggal di
Rumah Betang Ensaid Panjang.
2. Objek penelitian
Objek penelitian ini adalah Rumah Betang Ensaid Panjang dan Segala
kebudayaan masyarakat Suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang
tersebut.
D. Sumber Data
Sumber data utama dari penelitian kualitatif adalah kata-kata atau
tindakan subjek penelitian yang diamati atau diwawancarai. Sumber data utama
dicatat melalui catatan tertulis, melalui perekaman audio, atau pengambilan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
foto. Data-data lain hanya digunakan sebagai tambahan untuk memperkuat
penelitian. Data-data lain tersebut meliputi dokumen atau sumber data tertulis
lainnya.
E. Jenis Data
Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata-kata, kalimat atau
gambar. Data kualitatif diperoleh melalui berbagai macam teknik pengumpulan
data misalnya observasi, wawancara, analisis dokumen, atau dokumentasi
berupa video maupun foto. Adapun data yang dikumpulkan dalam penelitian
ini yaitu data hasil wawancara tentang sejarah berdirinya Rumah Betang Ensaid
Panjang, kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah
Betang Ensaid Panjang, dan kegiatan menenun. selain itu, penulis juga
mengambil beberapa dokumentasi berupa foto-foto yang menggambarkan
potret kehidupan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah
Betang Ensaid Panjang, termasuk foto aktivitas menenun (tenun ikat).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
F. Metode dan Instrumen pegumpulan Data
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu studi lapangan. Dalam
metode studi lapangan ini, peneliti mengumpulkan data secara langsung ke
lapangan dengan menggunakan beberapa teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
1. Wawancara
Wawancara dilakukan untuk mengetahui sejarah sejarah (aspek historis)
dari Rumah Betang Ensaid Panjang, dan aspek-aspek kultural (budaya)
dari kehidupan masyarakat Suku Dayak Desa’ yang tinggal di Rumah
Betang Ensaid Panjang. Jenis wawancara yang dilakukan adalah
wawancara tidak berstruktur, dimana proses berlangsungnya wawancara
mengandalkan spontanitas. Wawancara tidak berstruktur adalah jenis
wawancara yang bersifat fleksibel, dimana pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan disesuaikan dengan pemikiran atau jawaban partisipan.
Pewawancara dengan bebas menanyakan berbagai pertanyaan kepada
partisipan dalam urutan manapun bergantung pada jawaban. Meskipun
demikian, wawancara yang dilakukan harus tetap terarah pada topik
tertentu yang ingin digali.
2. Observasi
Observasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah observasi tidak
terstruktur. Observasi tidak terstruktur adalah observasi yang dilakukan
tanpa adanya persiapan sistematis dari peneliti, karena peneliti belum tahu
secara pasti apa yang hendak diamati. Sebelum memulai penelitian, peneliti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
30
tetap membuat rancangan observasi namun tidak digunakan secara baku,
karena sewaktu-waktu peneliti dapat mengubah subjek atau objek
observasi selama penelitian berlangsung.
3. Dokumentasi
Dokumentasi berupa foto dan rekaman wawancara dengan subyek
penelitian. Foto yang dimaksud adalah foto – foto tempat penelitian, foto
dengan subjek penelitian, dan beberapa aktivitas kebudayaan yang ada di
Rumah Betang Ensaid Panjang yang dijadikan bahan kajian penelitian.
Video yang dimaksud adalah video aktivitas kebudayaan yang ada di
Rumah Betang Ensaid Panjang.
4. Studi kepustakaan
a. Skripsi Margareta Retno Dwi Purwaningsih, mahasiswa pendidikan
matematika universitas Sanata Dharma Yogyakarta tahun 2019
dengan
judul “Kajian Etnomatematika Terkait Aktivitas Pembuatan Kerajinan
Pahat Batu di Dusun Sidoharjo, Desa Tamanagung, Kecamatan
Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Dikutip pada bagian
kesimpulan.
b. Rosida Rakhmawati (2016) pada jurnalnya yang berjudul “Aktivitas
Matematika Berbasis Budaya pada Masyarakat Lampung”. Dikutip
pada bagian kesimpulan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
5. Instrumen pengumpulan data
Sugiyono (dalam Pradiptya, 2013) menyatakan bahwa yang menjadi
instrumen utama dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri.
Dalam melakukan penelitian kualitatif peneliti harus mempersiapkan diri
sebaik mungkin, mulai dari penguasaan metode penelitian, penguasaan
teori dan bidang yang diteliti, dan kesiapan mental peneliti itu sendiri. Oleh
sebab itu, sebelum melakukan penelitian ini, peneliti terlebih dahulu
mencoba mengenal tempat penelitian dengan membaca referensi dari buku,
internet, dan bertanya kepada orang-orang yang yang pernah pergi ke
tempat penelitian tersebut, yaitu Rumah Betang Ensaid Panjang. selain itu,
peneliti juga juga kerap kali membaca referensi tentang teori-teori yang
digunakan dalam penelitian ini, supaya memiliki wawasan yang mendalam
tentang bidang yang diteliti. Untuk membantu proses pengumpulan data
di lapangan, peneliti membuat instrumen pendukung berupa pedoman
wawancara. Selain itu, peneliti juga memanfaatkan alat rekam untuk
membantu proses wawancara dan mengambil dokumentasi pendukung
berupa foto proses wawancara ataupun objek penelitian.
G. Teknik Analisis Data
Analisis data yang dilakukan oleh peneliti adalah analisis data yang
hasil wawanara dan observasi yang dilakukan pada saat penelitian. Proses
analisis data kualitatif meliputi proses pengumpulan data, reduksi data,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
1. Pengumpulan data
Pengumpulan data merupakan kegiatan yang berkaitan dengan
penggalian data atau informasi, serta berkaitan pula dengan sumber dan
jenis data. Pada penelitian ini data yang dikumpulkan berupa catatan
tertulis, catatan suara hasil wawancara, dan dokumentasi berupa foto
tempat penelitian dan beberapa aktivitas masyarakat Suku Dayak Desa
yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang. Sumber data utama
dari penelitian ini adalah data dari hasil wawancara dengan subjek
penelitian. Data-data hasil wawancara tersebut kemudian dibentuk
menjadi transkrip substansif, yaitu transkrip wawancara yang berupa
catatan inti dari dialog-dialog yang terjadi selama proses wawancara.
2. Reduksi data
Pada penelitian kualitatif umunya, data yang diperoleh sangat banyak
terutama dari hasil wawancara dan observasi. Data-data yang sudah
diperoleh tersebut belum tentu semuanya relevan dengan penelitian. Oleh
sebab itu, peneliti perlu melakukan reduksi data atau pengerecutan data
dengan memilih data yang relevan, atau membuang data-data yang tidak
penting. pada penelitian ini, data yang dipilih adalah data yang berkaitan
dengan sejarah berdirinya Rumah Betang Ensaid Panjang dan
kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang
tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
2. Penyajian data
Setelah melakukan reduksi data, selanjutnya peneliti menyajikan data ke
dalam bentuk yang lebih mudah dipahami. Pada penelitian ini, data
disajikan dalam bentuk teks naratif yang dibuat berdasarkan hasil
wawancara yang dilengkapi dengan catatan lapangan, dan hasil observasi
tidak terstruktur yang dilakukan selama penelitian. Teks naratif tersebut
mendeskripsikan tentang sejarah berdirinya Rumah Betang Ensaid
Panjang dan kebudayaan-kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang
bermukim di Rumah Betang tersebut.
3. Penarikan kesimpulan dan verifikasi data
Setelah data disajikan dalam bentuk teks naratif, langkah selanjutnya
adalah melakukan penarikan kesimpulan sesuai dengan rumusan masalah
yang telah dibuat. Penarikan kesimpulan dilakukan untuk mengetahui
kebudayaan apa saja yang dimiliki oleh masyarakat suku Dayak Desa
yang tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang dan mengetahui apakah
terdapat aspek matematis pada kebudayaan tersebut. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan mencermati data yang telah yang telah
disajikan dalam bentuk teks naratif, kemudian keputusan kesimpulan
diperoleh berdasarkan teori yang relevan pada penelitian ini. Untuk
menganalisis aspek matematis pada kebudayaan masyarakat suku Dayak
Desa yang tinggal di Rumah Betang Ensaid Panjang, peneliti
menggunakan teori enam aktivitas fundamental menurut Bishop yaitu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
counting (membilang), locating (menentukan lokasi), measuring
(mengukur), designing (merancang), playing (bermain) dan explaining
(menjelaskan). Kesimpulan yang telah dibuat harus diverifikasi
kebenarannya terlebih dahulu dengan cara memikir ulang selama
penulisan dan meninjau ulang catatan lapangan.
H. Prosedur Pelaksanaan Penelitian Secara Keseluruhan
1. Penyusunan proposal
Sebelum melaksanakan penelitian, peneliti mengajukan proposal yang
berisikan BAB I, BAB II, dan BAB III.
2. Persiapan penelitian
a. Izin
Permintaan izin penelitian diawali dengan pembuatan surat penelitian
di sekretatiat JPMIPA Universitas Sanata Dharma. Surat tersebut
ditujukan kepada Kepala Desa Ensaid Panjang.
b. Pembuatan instrumen
Instrumen yang dibuat pada penelitian ini adalah pedoman wawancara.
3. Pelaksanaan pengambilan data
Pengambilan data dilakukan untuk mendapatkan data keterkaitan antara
kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah
Betang Ensaid Panjang dengan matematika.
4. Analisis data
Setelah mendapatkan data wawancara, peneliti menganalisis dan
mengevaluasi data tersebut.
5. Penarikan kesimpulan
Setelah melakukan analisis data, peneliti mencoba menarik kesimpulan.
Kesimpulan ini menunjukkan bahwa kebudayaan masyarakat suku Dayak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang merupakan salah
bentuk etnomatematika.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini diawali dengan mempersiapkan hal-hal yang diperlukan
untuk menunjang kegiatan penelitian, diantaranya adalah dengan membuat
instrumen penelitian. Intrumen penelitian yang dibuat adalah instrumen
wawancara yang berupa pedoman wawancara. Pedoman wawancara tersebut
tediri dari beberapa pertanyaan untuk mengetahui aspek historis dari Rumah
Betang Ensaid Panjang, aspek kultural (budaya) dari kehidupan masyarakat
suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang. Data hasil
wawancara tersebut kemudian dianalisis untuk mengetahui matematis dari
kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang. Setelah membuat intrumen tersebut, peneliti langsung
mengirimkannya kepada dosen pembimbing untuk dikonsultasikan dan
divalidasi. Setelah intrumen penelitian tersebut diseetujui dosen pembimbing,
peneliti kemudian mempersiapkan hal lainnya untuk membantu kegiatan
penelitian, dan memulai penelitian pada bulan Maret 2020 sampai dengan Mei
2020.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
B. Deskripsi Letak Geografis Desa Ensaid Panjang
Desa Ensaid Panjang merupakan desa dengan kawasan berhutan yang
terletak di sebelah timur ibukota kecamatan Kelam Permai. Desa Ensaid
Panjang memiliki luas wilayah 22 km2. Jarak Desa Ensaid Panjang dengan
ibukota kecamatan adalah 27 km, sementara jarak dengan ibukota kabupaten
adalah 58 km, dan jarak desa ini ke ibukota provinsi mencapai 478 km. Desa
Ensaid Panjang dapat ditempuh melalui jalur darat dengan menggunakan
kendaraan motor atau mobil. Perjalanan dari Kota Sintang menuju Desa Ensaid
Panjang dapat ditempuh selama kurang lebih satu jam perjalanan.
Desa Ensaid Panjang memiliki tujuh kawasan kawasan berhutan, yakni
kawasan tawang mersibung, tawang semilas, tawang serimbak, tawang
sepayan, tawang sebesai, tawang sampur, dan hutan lindung bukit rentap.
Kawasan berhutan tersebut terdiri dari dua tipe ekosistem hutan, yakni
ekosistem hutan rawa yang dalam istilah masyarakat lokal disebut sebagai
tawang, dan ekosistem hutan perbukitan. Desa Ensaid Panjang terdiri dari
empat dusun yaitu Dusun Ensaid Baru, Dusun Empenyauk, Dusun Rentap
Selatan, Dan Dusun Ensaid Pendek. Rumah Betang Ensaid Panjang yang
menjadi tempat penelitian terletak di Dusun Rentap Selatan. Adapun letak Desa
Ensaid Panjang, yaitu seperti gambar berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Gambar 4.2. 1. Peta Desa Ensaid Panjang
(Sumber: Google Maps, 2020)
Sebagian besar penduduk Desa Ensaid Panjang adalah masyarakat suku
Dayak Desa, sedangkan penduduk lainnya merupakan suku Melayu dan
penduduk yang berasal dari Jawa, Ambon, dan Nusa Tenggara. Sebagian besar
penduduk di Desa Ensaid Panjang, khususnya masyarakat suku Dayak Desa
berprofesi sebagai peladang (orang yang melakukan aktivitas berladang).
Berladang merupakan kegiatan bercocok tanam dengan cara membakar lahan.
Aktivitas berladang telah dilakukan oleh masyarakat suku Dayak secara turun
temurun, sehingga masyarakat tersebut mengetahui cara melakukan aktivitas
berladang dengan aman. Selain berladang, masyarakat di Desa Ensaid Panjang
memiliki pekerjaan lainnya yaitu menyadap getah pohon karet dan menenun.
Kegiatan menenun dilakukan oleh sebagian besar kaum perempuan suku Dayak
Desa di Desa Ensaid Panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
C. Analisis dan Pembahasan
1. Analisis Aspek Historis (Sejarah) dari Rumah Betang Ensaid Panjang
Rumah Betang merupakan rumah asli masyarakat suku Dayak
yang mendiami pulau kalimantan. Pada umumnya Rumah Betang dibuat
panggung supaya dapat terhindar dari banjir, karena biasanya Rumah
Betang dibuat dipinggir sungai. Selain itu, rumah yang berbentuk
panggung dapat melindungi penghuninya dari binatang buas. Selain itu,
Rumah Betang juga dibuat memanjang agar dapat dihuni oleh banyak
orang, sehingga mereka dapat hidup saling melindungi satu sama lain.
Seiiring berjalannya waktu keberadaan Rumah Betang semakin berkurang,
bahkan dapat dikatakan hampir punah. Salah satu penyebab hal tersebut
adalah pengaruh moderniasi yang membuat masyarakat suku Dayak
memilih tinggal di rumah-rumah modern. Meskipun demikian, Rumah
Betang masih dapat ditemukan di daerah tetentu, seperti halnya di Desa
Ensaid Panjang, Kecamatan Kelam Permai, Kabupaten Sintang,
Kalimantan Barat. Masyarakat luar menyebut Rumah Betang tersebut
dengan sebutan Rumah Betang Ensaid Panjang.
Rumah Betang Ensaid Panjang mulai didirikan pada tahun 1985
dan pengerjaannya selesai pada tahun 1986. Pengerjaannya dilakukan
secara gotong-royong oleh masyarakat suku Dayak Desa setempat.
Didirikannya Rumah Betang Ensaid Panjang bukan tanpa alasan, namun
terdapat latar belakang yang memiliki makna mendalam bagi masyarakat
suku Dayak Desa yang mendirikan Rumah Betang tersebut. Latar
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
belakang didirikannya Rumah Betang Ensaid Panjang yang paling
mendasar adalah untuk memperat ikatan kekeluargaan antar sesama
masyarakat suku Dayak Desa setempat.
Rumah Betang didesain dengan bilik-bilik yang menyambung satu
sama lain, dimana masing-masing bilik ditempati oleh satu keluarga. Selain
itu, Rumah Betang tersebut memiliki teras yang memanjang yang berada
persis di depan bilik-bilik. Pada teras tersebut, tidak diberikan sekat
sehingga masyarakat suku Dayak Desa yang tinggal di Rumah Betang
dapat saling menjalin silaturahmi setiap saat. Masyarakat Dayak Desa
menyebut teras tersebut sebagai ruai. Pada ruai tersebutlah biasanya
masyarakat Dayak Desa berkumpul dan bercengkerama bersama. Selain
untuk berkumpul, ruai juga dijadikan masyarakat sebagai tempat untuk
beraktivitas, terutama bagi kaum perempuan yang membuat tenun ikat.
Masyarakat percaya dengan tinggal di bilik yang saling berdekatan dan satu
teras, silahturahmi jadi sering terjalin sehingga dapat mempererat ikatan
kekeluargaan satu sama lain. Selain itu, ketika ada diantara anggota
keluarga yang sakit, maka anggota keluarga yang lain bisa segera
mengetahuinya dan menjenguknya. Pada musim berladang, masyarakat
dapat dengan mudah meminta bantuan satu sama lain. Pada musim
berladang, masyarakat saling bergiliran untuk membantu sesama dalam
menggarap tanah di ladang. Kegiatan saling membantu tersebut dikenal
masyarakat Dayak Desa dengan istilah bedurok.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Dengan tinggal di bilik yang saling berdekatan dan satu teras juga
membuat masyarakat bisa berbagi satu sama lain khususnya makanan.
Pada zaman dahulu, setiap ada anggota salah satu keluarga yang mendapat
hewan buruan, maka hasil tersebut akan dibagikan kepada setiap keluarga
yang tinggal di di Rumah Betang . Pembagian tersebut pun harus dilakukan
secara adil. Banyaknya bagian yang diperoleh oleh salah satu keluarga
ditentukan oleh banyaknya anggota keluarga tersebut. Misalnya dalam satu
keluarga yang terdiri delapan orang, maka akan mendapat dapat jatah dua
bagian potongan daging. Sedangkan untuk keluarga yang terdiri dari empat
orang diberi jatah satu bagian potongan daging. Pembagian dengan cara
demikian dikenal oleh masyarakat Dayak Desa dengan istilah pengurang.
Latar belakang didirikannya Rumah Betang Ensaid Panjang lainnya juga
tidak terlepas dari perang antar suku Dayak pada masa lalu. Dengan bersatu
di Rumah Betang , tentu saja akan memperkuat pertahanan sehingga tidak
mudah diserang oleh musuh, karena bisa saling melindungi satu sama lain.
Proses diberdirikannya Rumah Betang di Ensaid Panjang
dilakukan melaui serangkaian upacara adat. Sebelum mendirikan Rumah
Betang , terlebih dahulu masyarakat suku Dayak Desa setempat mencari
tempat yang aman dari musuh atau hewan buas, lalu membersihkan lokasi
tersebut. Setelah dibersihkan masyarakat suku Dayak Desa setempat
melakukan ritual adat di tanah tersebut. Masyarakat suku Dayak Desa
setempat menyebut ritual tersebut sebagai upacara begelak. Begelak
merupakan upacara memberi pegelak atau persembahan kepada Petara
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
atau Tuhan. Biasanya pegelak tersebut terdiri dari makanan dan minuman
seperti daging ayam, daging babi, beras pulut, tepung tumpik, tuak, dan
kelapa. Pegelak tersebut nantinya akan dimasukan pada wadah yang
terbuat dari bambu dan kemudian disimpan selamanya di Rumah Betang
yang sudah jadi. Sebelum pembangunan Rumah Betang selesai, pegelak
tersebut diletakan sementara di tiang pertama. Upacara begelak biasanya
dipimpin oleh ketua adat, tetua-tetua kampung, atau orang-orang yang
sudah dipercaya lainnya, yaitu orang yang mengerti tentang prosesi
upacara tersebut. Pada saat upacara begelak biasanya pemimpin akan
membacakan “doa-doa” yang dipanjatkan kepada Petara atau Tuhan,
supaya masyarakat selalu dilindungi dan diberi rezeki yang berlimpah saat
tinggal di Rumah Betang yang akan mereka bangun. Setelah upacara
begelak selesai dilakasanakan, kemudian masyarakat mendirikan tiang-
tiang mun. Tiang-tiang mun tersebut terbuat dari pohon ubah. Pohon ubah
dipilih untuk membuat tiang mun karena pohon tersebut memiliki buah
yang banyak. Pohon ubah yang memiliki banyak buah melambangkan
rezeki yang melimpah, meliputi hasil alam ataupun keturunan yang
diperoleh masyarakat ketika tinggal di Rumah Betang yang hendak mereka
dirikan. Setelah mendirikan tiang-tiang mun, kemudian tiang-tiang mun
tersebut dibiarkan selama beberapa hari. Jika selama beberapa hari, tidak
ada satupun dari tiang-tiang mun tersebut yang tumbang, maka artinya di
tanah tersebut bisa didirikan Rumah Betang. Sebaliknya, jika selama
beberapa hari terdapat satu atau lebih dari tiang-tiang mun tersebut yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
tumbang, maka di tanah tersebut tidak boleh didirikan Rumah Betang .
Menurut masyarakat suku Dayak Desa setempat, jika ada diantara tiang-
tiang mun tersebut yang tumbang setelah beberapa hari didirikan, maka itu
artinya “penunggu” tanah tersebut tidak memperbolehkan masyarakat
mendirikan Rumah Betang di tempat tersebut. Kalau masyarakat tetap
memaksakan mendirikan Rumah Betang di tanah tersebut, maka
“penunggu” tanah tersebut akan mengganggu kehidupan masyarakat yang
tinggal di Rumah Betang tersebut. Namun bila tak ada satupun dari tiang-
tiang mun yang tumbang, maka di tanah tersebut tidak ada “penunggu”,
yang artinya di tanah tersebut bisa didirikan Rumah Betang . Selain itu,
masyarakat yang tinggal di Rumah Betang tersebut akan selalu diberi
keselamatan, umur panjang, dan harta yang berlimpah. Setelah mendirikan
tiang-tiang mun dan tidak ada masalah, proses pembangunan Rumah
Betang bisa dilanjutkan dimulai dengan mendirikan tiang-tiang ruai dan
seterusnya sampai selesai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Gambar 4.3. 1. Rumah Betang Ensaid Panjang
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Rumah Betang Ensaid Panjang terdiri dari beberapa bagian rumah.
Bagian-bagian rumah tersebut adalah ruai, telok, bilik, tingkak, sadau, dan
sadau penguak. Ruai merupakan teras memanjang dari Rumah Betang .
Ruai biasanya dijadikan tempat berkumpul dan bercengkrama bersama.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Selain untuk berkumpul, ruai juga dijadikan masyarakat sebagai tempat
untuk beraktivitas, terutama bagi kaum perempuan yang membuat tenun
ikat.
Gambar 4.3. 2. Bagian Rumah Betang : Ruai
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Pada zaman dahulu ruai terbagi menjadi dua bagian yaitu ruai
atauh dan ada ruai baruah. Ruai atauh itu juga disebut padoang. Diantara
ruai atauh dan ruai baruah terdapat sekat yang terbuat dari dengan kayu
bulat yang biasanya disebut batun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
Gambar 4.3. 3. Bagian Rumah Betang : Ruai Atauh dan Ruai Baruah
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Telok merupakan bagian dari Rumah Betang yang lebih rendah dari
ruai maupun bilik. Telok terletak diantara ruai dan bilik dan digunakan
oleh masyarakat sebagai tempat untuk menumbuk padi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Gambar 4.3. 4. Bagian Rumah Betang : Telok
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Bilik merupakan ruang keluarga yang digunakan untuk tidur,
memasak, makan, dan lain sebagainya. Bilik juga terbagi menjadi dua
bagian yaitu bilik atauh dan bilik baruah. Bilik aatauh merupakan bilik
yang pertama kali dipijak ketika memasuki bilik pada Rumah Betang .
Sedangkan bilik atauh merupakan bilik setelah bilik atauh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Gambar 4.3. 5. Bagian Rumah Betang : Bilik Atauh
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Gambar 4.3. 6. Bagian Rumah Betang : Bilik Baruah
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Sadau merupakan bagian dari Rumah Betang yang menyerupai
plafon. Sadau juga terbagi menjadi dua bagian, yaitu sadau dan sadau
penguak. Sadau berada tepat di atas ruai, sedangkan sadau penguak berada
di atas telok sampai bilik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Gambar 4.3. 7. Bagian Rumah Betang : Sadau
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Gambar 4.3. 8. Bagian Rumah Betang : Sadau Penguak
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
Sadau merupakan tempat menyimpan hasil berladang seperti padi
dan jagung. Sedangkan sadau penguak digunakan sebagai tempat untuk
menyimpan perlengkapkan untuk ritual adat dan perlengkapan berladang.
Sedangkan tingkak adalah bagian yang agak rendah dari bilik dan berada
tepat setelah bilik.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
Gambar 4.3. 9. Bagian Rumah Betang : Tingkak
(Sumber: Dokumentasi pribadi)
2. Aspek Kultural (Budaya) dari Kehidupan Masyarakat Suku Dayak Desa
yang Bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang
Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang masih mempertahankan kebudayaan yang mereka miliki
hingga saat ini. Kebudayaan tersebut tercermin pada bahasa, sistem
pengetahuan, sistem organisasi sosial, sistem perlatan hidup dan teknologi,
sistem mata pencaharian, sistem religi, dan kesenian yang
digunakan/diterapkan/dimiliki oleh masyarakat Dayak Desa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.
a) Bahasa
Masyarakat Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang masih tetap mempertahankan penggunaan bahasa
daerah. Tidak ada nama khusus untuk bahasa daerah tersebut, namun
masyarakat biasanya menyebutnya dengan bahasa Dayak Desa. Secara
khusus bahasa Dayak Desa tidak memiliki tingkatan bahasa, meskipun
terdapat bahasa Dayak Desa halus yang digunakan oleh masyarakat
saat bekana (bersyair). Dalam kehidupan sehari-hari, pengaturan
intonasi saat berbicara menggunakan bahasa Dayak Desa berbeda-
beda tergantung lawan bicara. Jika lawan bicara merupakan teman
sebaya, pengaturan intonasi saat berbicara cenderung bebas.
Sedangkan ketika berbicara dengan orang yang lebih tua, intonasi
diatur sedemikian rupa sehingga meenimbulkan kesan lebih sopan atau
halus saat berbicara. Selain itu penggunaan subjek “kamu” saat
berbicara dengan teman sebaya dan orang yang lebih tua juga berbeda.
Saat berbicara dengan teman sebaya, subjek “kamu” yang digunakan
dalam bahasa Dayak Desa adalah “mieh/meh” untuk lawan bicara laik-
laki, atau “dek/diek” untuk lawan bicara perempuan. Sedangkan saat
berbicara dengan orang yang lebih tua, subjek “kamu” yang digunakan
dalam bahasa Dayak Desa adalah “nuan”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
b) Sistem pengetahuan
Masyarakat suku Dayak Desa secara alami memiliki
pengetahuan tentang alam sekitarnya. Aktivitas berladang merupakan
salah satu bukti bahwa masyarakat suku Dayak Desa mengenali alam
sekitarnya. Aktivitas berladang merupakan praktik bercocok tanam
dengan cara menebas, menebang, dan membakar lahan yang hendak
dijadikan tempat bercocok tanam. Berladang merupakan pekerjaaan
utama suku Dayak pada umumnya dan telah dilakukan secara turun
temurun, sehingga masyarakat suku mengetahui cara melakukan
aktivitas tersebut dengan aman. Aktivitas berladang merupakan wujud
adaptasi masyarakat suku Dayak terhadap alam sekitarnya. Seperti
yang diketahui bahwa hutan di Kalimantan merupakan hutan hujan
tropis yang memiliki tingkat keasaman tanah yang tinggi. Bercocok
tanam dengan sistem tebas, tebang, dan bakar dianggap sebagai
strategi yang paling ampuh untuk mengurangi tingkat keasaman tanah,
sekaligus dapat menghasilkan unsur hara dan menambah kesuburan
tanah. Selain pengetahuan tentang keadaaan alamnya, masyarakat
suku Dayak Desa juga memiliki pengetahuan tentang bahan-bahan
dari alam yang bisa dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti
halnya untuk membangun Rumah Betang , membuat takin, dan
membuat pewarna alami kain tenun. Masyarakat suku Dayak Desa
setempat mengetahui bahan bangunan terbaik yang digunakan untuk
membangun Rumah Betang . Dalam membangun Rumah Betang ,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
masyarakat suku Dayak Desa setempat menggunakan kayu-kayu yang
kuat serta tahan lama. Misalnya untuk membuat tiang ruai atau tiang
penyangga Rumah Betang , masyarakat suku Dayak Desa setempat
menggunakan kayu tebelian atau kayu ulin, yang memiliki tekstur
keras. Jenis kayu tersebut dipercaya ampuh menahan beban Rumah
Betang selama ratusan tahun. Selain itu, untuk bagian Rumah Betang
lainnya, masyarakat suku Dayak Desa Setempat menggunakan kayu
jengger, entemau, berunggang, dan lamak kelansau, yang memiliki
bentuk ”lurus” sehingga memudahkan masyarakat untuk membentuk
bagian-bagian dari Rumah Betang . Sedangkan untuk atap Rumah
Betang terbuat kayu petir dan mabang, yang dipercaya mampu
betahan dalam berbagai kondisi cuaca. Untuk membuat takin atau tas
tradisional Kalimantan, masyarakat suku Dayak Desa setempat
menggunakan rotan yang memiliki tekstur keras sehingga takin tidak
mudah rusak. Sedangkan tali takin terbuat dari kulit kayu kapuak,
sehingga tidak mudah putus. Takin biasanya digunakan hampir setiap
oleh masyarakat suku Dayak untuk membawa kayu bakar, hasil
ladang, dan lain sebagainya, sehingga takin dibuat dari bahan-bahan
yang kuat agar bisa digunakan untuk waktu yang lama. Selain
pengetahuan tentang pemilihan bahan terbaik untuk membangun
Rumah Betang dan membuat takin, masyarakat suku Dayak Desa
setempat juga memiliki pengetahuan tentang bahan-bahan alami yang
dapat digunakan sebagai pewarna kain tenun. Adapun salah satu bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
alami yang digunakan penenun sebagai pewarna, yaitu kulit akar
pohon mengkudu. Kulit akar pohon mengkudu dapat menghasilkan
warna merah pekat. Adapaun cara membuat kulit akar pohon
mengkudu menjadi bahan pewarna, yaitu dengan mencampurkannya
dengan daun emarik, kemudian ditumbuk hingga halus. Setelah itu,
campuran yang sudah dihaluskan tersebut direndam dengan minyak
kelapa atau minyak binatang, supaya warnanya meresap. Campuran
tersebut direndam selama satu malam, kemudian dijemur hingga
kering. Selain menggunakan kulit akar pohon menggkudu, warna
merah pekat juga bisa dihasilkan dari daun tarum atau indigo.
c) Sistem organisasi sosial
Desa Ensaid Panjang sendiri telah menerapkan sistem
pemerintahan desa seperti pada umumnya, sehinggga segala urusan
kemasyarakatan di wilayah desa tersebut di atur oleh Kepala Desa dan
seluruh jajaran perangkat desa lainnya. Selain diatur oleh sistem
pemerintah desa, kehidupan masyarakat di Desa Ensaid Panjang juga
diatur oleh hukum adat, yaitu berdasarkan hukum adat suku Dayak
Desa. Masyarakat di Desa Ensaid Panjang sendiri memiliki pemimpin
adat, yang disebut ketua adat. Ketua adat Dayak Desa di Desa Ensaid
Panjang Hermanus Bintang. Beliau memiliki wewenang mengurus
segala urusan yang berkaitan dengan hukum adat suku Dayak desa
seperti ritual adat dan hukum adat yang berkaitan pelanggaran sosial,
ataupun konflik yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang sangat menjunjung tinggi hukum adat tersebut,
terutama yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat. Ketika
ada yang melakukan pelanggaran sosial ataupun konflik, maka
penyelesaian masalah tersebut pasti ditempuh melalui jalur hukum
adat Dayak Desa. Hukuman atau sanksi hukum yang dikenakan
kepada pelaku pelanggaran sosial tersebut juga diatur berdasarkan
hukum adat Dayak Desa. Hukuman tersebut biasanya berupa uang
tunai yang ditentukan oleh ketua adat atau pengurus adat sesuai dengan
kesalahan yang dilakukan oleh pelaku. Banyaknya uang tersebut
dinyatakan oleh ketua adat atau pengurus adat dalam satuan real. Real
merupakan satuan tradisional yang digunakan masyarakat suku Dayak
Desa untuk menyatakan besarnya sanksi hukum (berupa uang tunai)
yang dikenakan kepada pelaku penggaran sosial. Jika dirupiahkan,
maka nilai 1 (satu) real berbeda-beda untuk setiap tingkatan wilayah
(RT, dusun, desa, dan tumenggung).
Jika ada diantara masyarakat yang melakukan pelanggaran
sosial atau berkonflik, maka pelaku, korban, dan pengurus adat akan
berunding untuk memilih penyelesaian masalah pada tingkat wilayah
tertentu (RT, dusun, desa, tumenggung). Seandainya mereka memilih
menyelesaikan masalah pada tingkat RT dan ternyata masalah belum
juga terselesaikan, maka penyelesaian masalah dilanjutkan ke tingkat
dusun dan begitu seterusnya. Ketika masalah sudah terselesaikan pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
tingkatan wilayah tertentu, biasanya pelaku pelanggaran akan
dikenakan sanksi hukum (berupa uang tunai) yang dinyatakan dalam
satuan real. Sanksi tersebut dibayar oleh pelaku kepada kepada
pengurus adat untuk menebus kesalahannya. Besarnya sanksi hukum
yang dinyatakan dalam satuan real tersebut kemudian dikonversi
dalam satuan rupiah, dengan nilai konversi (real ke rupiah) yang sudah
ditentukan pada masing-masing tingkatan wilayah (RT, dusun, desa,
tumenggung). Jika masalah tersebut berhasil terselesaikan pada tingkat
RT, maka nilai konversi real ke rupiah tersebut disesuaikan dengan
nilai konversi yang sudah di tentukan pada tingkat RT, begitu juga
untuk tingkat wilayah lainnya. Adapun nilai-nilai konversi satuan real
(satu real) ke satuan rupiah pada masing-masing tingkatan wilayah,
yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.3. 1. Nilai Konversi 1 (Satu) Real dalam Satuan Rupiah
Tingkatan wilayah Nilai konversi 1 (satu) real dalam satuan rupiah
RT 𝑅𝑝2.500, 00
Dusun 𝑅𝑝5.000, 00
Desa 𝑅𝑝10.000, 00
Tumenggung 𝑅𝑝15.000, 00
Besarnya sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku
pelanggaran sosial ditentukan oleh jenis kesalahan yang dibuat.
Adapun hukum adat yang mengatur segala urusan yang berkaitan
dengan pelanggaran sosial yang terjadi di masyarakat, yaitu hukum
kesupan, hukum kecuri, dan hukum kilap basa. Hukum-hukum terseb
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
utlah yang diterapkan masyarakat untuk menyelesaikan masalah-
masalah terkait pelanggaran sosial, ataupun konflik yang terjadi di
lingkungan masyarakat. Besarnya sanksi hukum yang dikenakan pada
pelaku pelanggaran sosial juga ditentukan berdasarkan hukum-hukum
adat tersebut. Hukum kesupan merupakan hukum adat yang dikenakan
kepada seseorang yang melakukan pelanggaran sosial yang
menyangkut sopan santun dan tata krama. Adapun contoh pelanggaran
sosial yang menyangkut sopan santun dan tata krama antara lain
berkata kasar, tidak menghormati orang lain, menyumpah orang lain
yang tidak baik, dan lain sebagainya. Sedangkan salah satu contoh
pelanggaran kesupan kepada anak ketika melihat kedua orang tuanya
bertengkar. Menurut hukum kesupan, besarnya sanksi hukum yang
dikenakan kepada pelaku tergantung kepada siapa pelaku tersebut
melakukan kesalahan. Pada umumnya pelaku pelanggaran kesupan
terhadap istri, suami, anak, mertua, orang tua, tetangga, teman, dan lain
sebagainya akan dikenakan 20 real. Namun hukuman yang dikenakan
pada pelaku pelanggaran kesupan terhadap Kepala Dusun, Kepala
Desa, atau Tumenggung lebih berat lagi. Besarnya sanksi hukum yang
dikenakan kepada pelaku pelanggaran hukum kesupan terhadap
Kepala Dusun, Kepala Desa, dan Tumenggung secara berturut-turut,
yaitu 40 real, 80 real, dan 120 real. Hukum kecuri merupakan hukum
yang dikenakan kepada seseorang yang melakukan pencurian.
Menurut hukum kecuri, orang yang melakukan kasus pencurian akan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
dikenakan hukuman sebesar 30 real, belum termasuk ganti rugi barang
curian. Hukum kilap basa merupakan hukum yang dikenakan kepada
seseorang yang mengganggu hubungan pernikahan orang lain. Dalam
hal ini, mengganggu hubungan pernikahan orang lain bukanlah
melakukan perselingkuhan, melainkan hanya tindakan baik seseorang
kepada suami/isteri orang karena ada maksud tertentu.
Sebagai contoh, ketika gawai Dayak yang merupakan pesta
panen padi masyarakat suku Dayak, ada seseorang pria yang sudah
menikah kerap kali memberikan tuak kepada isteri orang, namun ia tak
pernah memberikan tuak kepada orang lain. Jika suami dari
perempuan tersebut merasa terganggu atau curiga kepada pria yang
selalu memberikan tuak pada isterinya tersebut, maka ia bisa menuntut
hukum kilap basa kepada pria tersebut. Berdasarkan hukum kilap
basa, pelaku pelanggaran sosial tersebut dikenakan hukuman sebesar
10 real. Akan tetapi, biasanya pelaku pelanggaran sosial tersebut
hanya mendapatkan nasehat tanpa diberi hukuman, sehingga
masyarakat suku Dayak Desa menganggap hukum kilap basa sebagai
hukum yang paling ringan.
Adapun contoh pelanggaran sosial, hukum dan sanksi hukum
yang dikenakan kepada pelaku pelanggaran sosial tersebut, yaitu
sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
Tabel 4.3. 2. Pelanggaran Sosial dan Sanksi Hukum (dalam Satuan
Real) Menurut Hukum Adat Dayak Desa
Contoh pelanggaran sosial Hukum adat yang
dikenakan Sanksi hukum
Mencaci maki orang tua
Berkata kasar kepada teman
Bertengkar di hadapan anak
Menghina saudara kandungb
Kesupan (secara
umum) 20 real
Mencaci maki kepala
dusun
Kesupan kepada
Kepala Dusun 40 real
berkata kasar kepada kepala desa Kesupan kepada
Kepala Desa 80 real
menghina tumengung Kesupan kepada
Tumenggung 180 real
mencuri hasil panen tetangga Kecuri
30 real (belum
termasuk ganti
rugi barang
curian)
berbuat baik kepada suami orang
lain karena ada “maksud tertentu” Kilap basa 10 real
Selain hukum-hukum adat tersebut, masyarakat suku Dayak
Desa di Ensaid Panjang juga menerapkan hukum rentang. Hukum adat
tersebut berbeda dengan hukum lainnya, karena berdasarkan hukum
rentang yang membayar sanksi hukum adalah pengurus adat. Hukum
rentang diterapkan ketika kesalahan kedua belah pihak yang bertikai
dianggap sama. Orang yang dihukum menurut hukum rentang bukan
berarti terkena sanksi hukum. Maksud dari dihukum menurut hukum
rentang adalah kedua belah pihak yang bertikai diminta berdamai
karena kesalahan yang mereka lakukan terhadap satu sama lain dinilai
kurang lebih sama. Sanksi hukum berupa uang yang dibayarkan oleh
pengurus adat digunakan sebagai simbol perdamaian. Uang tersebut
sebisa mungkin digunakan untuk mendamaikan kedua belah pihak,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
misalnya digunakan untuk makan bersama agar hubungan kedua belah
pihak kembali membaik.
Berdasarkan hukum adat rentang, kedua belah pihak yang
bertikai akan disaid atau diberikan peringatan supaya tidak melakukan
kesalahan yang sama. Jika salah satu atau keduanya melakukan
kesalahan yang sama, maka mereka akan dikenakan sanksi hukum dua
kali lipat dari yang dibayarkan oleh pengurus adat. Ada pribahasa yang
mengatakan “menang jadi arang, kalah jadi abu”. Arti dari pribahasa
tersebut adalah dalam sebuah pertengkaran, baik yang menang atau
kalah tidak akan mendapatkan keuntungan apa-apa. Hal tersebutlah
yang dihindari masyarakat suku Dayak Desa sehingga menerapkan
hukum rentang. Berdasarkan hukum adat masyarakat suku Dayak
Desa di Ensaid Panjang, orang yang melakukan kesalahan tidak serta
merta langsung diberi hukuman, melainkan dinasehati atau dibimbing
terlebih dahulu. Ketika sudah dinasehati atau dibimbing masih tetap
melakukan kesalahan, maka orang tersebut akan disaid atau
diperingati. Jika masih tetap melakukan kesalahan yang sama, maka
barulah orang tersbeut akan dihukum menurut hukum-hukum adat
yang berlaku.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
d) Sistem peralatan hidup dan teknologi
Peralatan hidup yang dimaksud adalah peratan tradisional yang
digunakan masyarakat suku Dayak Desa untuk keperluan sehari-hari.
Peralatan hidup yang digunakan masyarakat suku Dayak Desa yang
bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang terdiri dari alat-alat
produktif yang digunakan sehari-hari, yaitu alat-alat sederhana untuk
melakukan suatu pekerjaan tertentu seperti alat potong, alat
penggiling, alat ukur, dan lain sebagainya. Adapun alat-alat produktif
tersebut, yaitu meliputi alat untuk berladang, alat untuk menyadap
getah pohon karet, alat untuk memanen padi, alat untuk menumbuk
padi, dan alat-alat untuk menenun. Alat yang digunakan masyarakat
meliputi parang dan kapak. Alat yang digunakan untuk memanen padi
disebut penganyi. Alat yang digukanakan untuk menyadap getah
pohon karet biasa isau toreh. Alat untuk menumbuk padi terdiri lesung
yang digunakan untuk menadah padi yang hendak ditumbuk, dan alu
yang digunakan untuk menumbuk padi. Alat-alat yang digunakan
untuk menenun meliputi luwayan, tanggak kanji, tanggak kebat,
beliak, senggang, gelungan, saok dan letan. Alat-alat tenun tersebut
memiliki fungsinya masing-masing. Luwayan merupakan alat yang
dihgunakan untuk menggulung benang pada proses awal menenun.
Tanggak kanji dan tanggak kebat digunakan untuk membentangkan
benang. Beliak merupakan alat yang digunakan untuk mengencangkan
benang pakan (benang yang diselipkan pada proses menenun).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Senggang merupakan alat yang digunakan sebagai pembatas bagian
atas dan bawah kain tenun. Gelungan merupakan alat yang digunakan
untuk membantu penenun memasukan “pola dasar”. Saok merupakan
alat yang digunakan untuk pembentukan motif. Letan merupakan alat
yang fungsinya sama dengan gelungan, yaitu untuk membantu
penenun memasukan benang pakan.
Selain penggunaan alat-alat produktif, masyarakat suku Dayak
Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang juga memiliki
teknologi tradisional. Teknologi tradisional digunakan masyarakat
suku Dayak Desa dalam proses pembuatan minuman tuak. Tuak
merupakan minuman yang terbuat dari fermentasi beras pulut atau
beras ketan. Pada proses fermentasi, masyarakat suku Dayak
menggunakan ragi khusus, yang mirip dengan ragi pada pembuatan
tapai. Tuak biasanya disuguhkan pada saat gawai, yang merupakan
pesta panen padi masyarakat suku Dayak. Tradisi gawai merupakan
ungkapan rasa syukur masyarakat suku Dayak atas hasil panen yang
Tuhan berikan, sekalipun pada waktu tertentu hasil panen tidak
berlimpah. Pada saat gawai, biasanya masyarakat suku Dayak akan
berkunjung ke rumah satu sama lain untuk menjalin silaturahmi. Pada
kunjungan tersebut biasanya tuan rumah akan menyuguhkan makanan
dan minuman yang merupakan hasil panen, termasuk tuak. Suguhan
tersebut menyimbolkan kebersamaan dalam menikmati hasil panen.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
Selain pada proses pembuatan tuak, masyarakat suku Dayak
Desa juga menggunakan teknologi tradisional untuk menangkap ikan.
Untuk menangkap ikan, masyarakat suku Dayak Desa menggunakan
akar tuba yang digunakan untuk membuat ikan mabuk. Adapun cara
menggunakan akar tuba tersebut, yaitu dengan menumbuk akar tuba
sampai keluar getahnya. Getah tersebut kemudian direndam pada
air/sungai yang terdapat ikan. Penggunaan akar tuba tersebut biasanya
bersamaan dengan penggunaan tombak ikan. Meskipun cukup efektif,
namun penggunaan akar tuba untuk saat ini dilarang oleh pemerintah
karena dipercaya dapat merusak ekosistem.
e) Sistem mata pencaharian
Sebagian besar penduduk di Desa Ensaid Panjang, tak terkcuali
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang berprofesi sebagai peladang (orang yang melakukan
aktivitas berladang) dan penyadap pohon karet. Berladang merupakan
sebutan untuk praktik bercocok tanam dengan sistem tebas, tebang,
dan bakar yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak. Adapun
penjelasan tentang sistem tebas, tebang, dan bakar pada aktivitas
berladang suku Dayak, yaitu sebagai berikut.
1) Sistem tebas dan tebang
Sebelum membakar ladang, biasanya masyarakat suku Dayak
akan menebas rerumputan atau semak-semak di pinggir-pinggir
lahan. Hal tersebut bertujuan untuk membuat batas antara lahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
yang akan dibakar dan tidak dibakar. Dengan adanya batas
tersebut, maka api tidak akan menjalar ke lahan lain. Aktivitas
menebang biasanya dilakukan bersamaan dengan menebas
semak-semak. Aktivitas menebang yang dimaksud adalah
menebang pepohonan yang berada di pinggir-pinggir lahan.
Pepohonan yang ditebang biasanya merupakan pohon yang
berukuran kecil sampai berukuran sedang.
2) Sistem bakar
Setelah pinggiran lahan dibersihkan dengan cara menebas dan
menebang, langkah selanjutnya adalah membakar lahan. Biasanya
untuk memudahkan menyalanya api peladang membuat
tumpukan-tumpukan dedaunan dan pepohonan kering. Kemudian
tumpukan-tumpukan tersebut dibakar dan peladang menjaga api
dari pinggiran lahan agar tidak menjalar ke lahan lain. Biasanya
aktivitas beladang dilakukan oleh beberapa orang. Semakin luas
lahan yang hendak digarap, maka semakin banyak pula peladang
yang dilibatkan. Pada saat membakar lahan, masing-masing
peladang akan bertugas menjaga api pada titik-titik tertentu di
pinggiran lahan. Untuk berjaga-jaga biasanya peladang membuat
alat pemadam api sederhana dari kumpulan ranting-ranting
pepohonan yang masih memiliki daun. Jika ada api yang mulai
menjalar ke lahan lain, maka dengan segera peladang akan
memadamkan api tersebut dengan alat pemadam sederhana.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Berladang merupakan pekerjaan utama sebagian besar
masyarakat suku Dayak yang sudah dilakukan secara turun-temurun,
sehingga masyarakat suku Dayak mengetahui cara melakukan
aktivitas tersebut dengan aman. Pada umumnya masyarakat suku
Dayak, tak terkecuali masyarakat suku Dayak Desa menanam aneka
benih lokal seperti berbagai jenis padi, mentimun, tanaman palawija,
labu, dan berbagai jenis sayur-sayuran. Selain berladang, masyarakat
suku Dayak di Desa Ensaid Panjang memiliki pekerjaan sampingan,
yaitu menenun. Pusat aktivitas menenun di Desa Ensaid Panjang
adalah di Rumah Betang Ensaid Panjang. Aktivitas menenun hanya
dilakukan oleh kaum perempuan. Di Rumah Betang Ensaid Panjang,
hampir semua perempuan mulai dari usia remaja hingga dewasa
menekuni kegiatan menenun.
Alasan kegiatan menenun hanya boleh dilakukan oleh kaum
perempuan erat kaitannya dengan tradisi ngayau. Tradisi ngayau
merupakan tradisi bunuh-membunuh atau berburu kepala antar sesama
subsuku Dayak. Latar belakang tradisi ngayau berbeda-beda di tiap
daerah, namun di Ensaid Panjang sendiri tradisi ngayau dilakukan oleh
kaum pria untuk meminang seorang perempuan. Pada zaman dahulu,
anak perempuan yang hendak menikah dipingit dengan “dikurung” di
dalam lumbung yang merupakan tempat untuk menyimpan padi. Anak
perempuan yang dipingit dengan “dikurung” di dalam lumbung
disebut anak umbung.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
Sebelum menikah, calon suami harus melakukan tradisi ngayau
atau berburu kepala manusia. Kepala manusia tersebut nantinya akan
diberikan kepada anak umbung sebagai persyaratan untuk menikah.
Banyaknya kepala yang harus didapat ditentukan oleh anak umbung.
Adapun hubungan antara larangan menenun bagi kaum pria dengan
tradisi ngayau, yaitu kegiatan menenun dapat membuat fisik pria
menjadi lemah. Sejak awal, kegiatan menenun memang identik dengan
kaum wanita, sehingga masyarakat suku Dayak Desa mengganggap
bahwa ketika ada pria melakukan kegiatan menenun, maka kekuatan
fisik pria tersebut akan menjadi seperti kekuatan fisik wanita.
Kekuatan fisik yang lemah tentu membuat pria tidak dapat berperang
atau melakukan tradisi ngayau, atau bahkan akan menjadi korban dari
tradisi ngayau tersebut. Pada zaman itu, larangan tersebut sangat ketat,
sehingga menyentuh peralatan menun pun dilarang bagi para pria.
Meskipun saat ini sudah tidak ada tradisi ngayau, kaum pria di Desa
Ensaid Panjang tetap tidak berani menenun. Masyarakat suku Dayak
Desa di Ensaid Panjang percaya bahwa ketika ada pria yang nekat
menenun, maka ia akan mendapat kesialan dalam hidupnya, seperti
jatuh dari pohon, mengalami kecalakaan motor, dan lain sebagainya.
f) Sistem religi
Sebagian masyarakat di Desa Ensaid Panjang memeluk agama
Katolik, sedangkan sisanya beragama Islam, dan Kristen Protestan.
Meskipun sudah menjalankan ibadah sesuai agama masing-masing,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
masyarakat yang ada di Desa Ensaid Panjang, khusunya suku Dayak
Desa tidak meninggalkan tradisi turun-temurun yang berhubungan
dengan unsur religius. Adapun tradisi yang berhubungan dengan unsur
religius yang dilakukan masyarakat suku Dayak Desa, yaitu tradisi
gawai. Tradisi gawai hampir diselenggarakan oleh seluruh subsuku
Dayak yang mendiami pulau Kalimantan. Menuurut masyarakat suku
Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang, tradisi gawai merupakan tradisi
yang dilakukan sebagai ungkapan syukur kepada Petara atau Tuhan
karena telah memberikan hasil panen, sekalipun pada waktu tertentu
hasil panen tersebut tidak melimpah. Tradisi gawai merupakan
kegiatan mengunjungi rumah satu sama lain untuk menjalin
silaturahmi. Saat berkunjung ke rumah-rumah, biasanya tuan rumah
akan memberikan suguhan makanan atau minuman yang merupakan
hasil panen. Adapun makanan khas yang biasanya disuguhkan pada
saat tradisi gawai yaitu lemang dan tuak. Lemang merupakan makanan
khas yang berbahan dasar beras ketan yang dicampur santan. Lemang
dimasak menggunakan bambu dengan cara dibakar. Sedangkan tuak
yang dimaksud adalah tuak Kalimantan. Tuak Kalimantan merupakan
minuman hasil fermentasi beras ketan dengan menggunakan ragi
khusus. Tuak mengandung alkohol, sehingga dapat membuat mabuk
jika dikonsumsi secara berlebihan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
g) Kesenian
Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang memiliki kebudayaan yang mengandung unsur
kesenian, dimana diantaranya merupakan seni rupa, seni sastra, dan
seni tari.
1) Seni rupa
Kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang termasuk
seni rupa adalah tenun ikat. Tenun ikat suku Dayak desa dapat
dikatakan sebagai seni rupa murni sekaligus terapan. Hal
tersebut dikarenakan dalam membuat kain tenun, penenun
sangat mengedepankan nilai estetika (keindahan). Beberapa
orang ingin memiliki kain tenun semata-mata hanya untuk
dikoleksi dan dinikmati keindahannya. Selain itu, ada juga
beberapa orang yang menggunakan kain tenun sebagai syal, baju
adat, rompi, dan lain sebagainya.
2) Seni sastra
Kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang termasuk
seni sastra adalah kana/bekana. Kana/bekana merupakan
merupakan kesenian masyarakat Dayak Desa yang bersifat
semireligius. Kana/bekana juga bisa diartikan sebagai bersyair,
dimana dalam syair-syairnya terkandung unsur kesakralan dan
hiburan. Syair-syair yang dilantunkan saat bekana menceritakan
kisah kehidupan masyarakat suku Dayak Desa. Adapun cerita-
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
cerita yang dikisahkan, yaitu kisah tentang kehidupan muda-
mudi, perang, Rumah Betang , alam, dan lain sebagainya. Dalam
bekana terdapat istilah buah kana, yaitu tokoh-tokoh yang
diceritakan dalam bekana. Adapun tokoh laki-laki yang sering
diceritakan, yaitu Keling dan Laja. Dalam sayair bekana, Keling
diceritakan sebagai sosok pria yang sempurna karena memiliki
perawakan yang tampa dan sifat yang sangat bijak. Sedangkan
Laja adalah sosok panglima perang yang juga memiliki sifat
yang bijak dan memiliki strategi ampuh untuk berperang. Kana
menjadi religius ketika ditampilkan dalam upacara-upacara adat
dan berfungsi sebagai sarana untuk berhubungan dengan arwah
para leluhur, para dewata dan manusia-manusia yang menurut
kepercayaan masyarakat sangat arif dan bijaksana.
Selain bekana, kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa
yang termasuk seni sastra adalah bedudu. Bedudu juga dapat
diartikan sebagai bersyair, namun bedudu dilakukan oleh
beberapa orang. Bedudu mirip dengan permainan sambung kata,
namun bedudu dilakukan dengan cara bersyair dan
menggunakan bahasa Dayak Desa. Meskipun mengandung
unsur hiburan, bedudu juga bisa digunakan sebagai sarana untuk
memberikan pujian, kritik, sanjungan dan cercaan pada
seseorang/suatu hal lainnya. Segala kritik dan cercaan tersebut
diungkapkan dengan sindiran-sindiran halus, sehingga tidak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
terkesan menyalahkan. Dengan demikian, orang yang merasa
disindir tidak merasa malu atau dikucilkan, dan dapat merubah
sikapnya.
3) Seni tari
Masyarakat suku Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang
memiliki tarian untuk menyambut tamu. Tidak nama khusus
untuk tarian tersebut, karena memang disebut sebagai tarian
penyambut tamu. Tarian tersebut biasanya diadakan untuk
menyambut tamu khusus, seperti gubernur, bupati, tamu yang
terdiri dari rombongan dari tempat-tempat tertentu, dan lain
sebagainya.
h) Sejarah perkembangan dan proses pembuatan tenun ikat khas suku
Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang
1) Sejarah perkembangan tenun ikat Dayak Desa
Menenun memang sudah menjadi keahlian kaum wanita
dari beberapa subsuku Dayak di Kalimantan Barat. Beberapa
subsuku Dayak tersebut antara lain Dayak Iban, Dayak Ketungau,
Dayak Kantu, dan Dayak Desa. Keahlian menenun tersebut
diperoleh secara turun-temurun oleh nenek moyang suku Dayak.
Masyarakat suku Dayak membuat kain tenun untuk kebutuhan
sehari-sehari, tak terkecuali masyarakat suku Dayak Desa di Desa
Ensaid Panjang. Pada zaman dahulu, masyarakat Dayak Desa di
Desa Ensaid Panjang menggunakan kain tenun untuk keperluan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
sehari-hari, seperti halnya kain kumbuk dan kain kebat. Kain
kumbuk digunakan masyarakat sebagai selimut, sedangkan kain
kebat digunakan pada saat upacara-upacara adat tertentu.
Pada zaman dahulu, terdapat ritual yang harus dilakukan
penenun sebelum menenun, terlebih jika motif yang dibuat
merupakan motif-motif yang tergolong keras. Motif-motif yang
tergolong keras adalah motif yang bergambar manusia dan
binatang buas seperti buaya, macan, dan naga. Biasanya motif
tersebut hanya boleh dilakukan oleh orang tua yang suaminya
sudah meninggal. Adapun salah satu ritual yang harus dilakukan,
yaitu sengklan/nyengklan tangan. Sengklan tangan adalah
mengolesi tangan dengan darah ayam kampung, atau cukup
telurnya saja. Sengklan tangan dilakukan sebelum memulai
kegiatan menenun. Setelah menyelesaikan kain tenun, penenun
biasanya memakan sirih bersama dengan dua orang teman. Dalam
mengunyah sirih, hanya boleh menggunakan salah satu gigi
geraham. Sembari memakan sirih, penenun seolah-olah
“memainkan” alat tenun dengan menarik kain tenun. Kemudian
benang-benang sisa menenun, yang biasanya akan dipilin,
dipotong sedikit kemudian dibakar. Dalam melakukan ritual-ritual
tersebut terdapat “kalimat” tertentu yang dibacakan. Semua ritual
tersebut harus dilakukan penenun sebelum membuat kain tenun,
supaya motif-motif yang tergolong keras tersebut tidak menyakiti
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
penenun. Selain ritual tersebut, sebelum membuat kain tenun yang
teergolong keras biasanaya penenun meminta petunjuk dari
mimpi. Biasanya contoh kain tenun yang sudah jadi diletakan di
bawah bantal atau dijadikan bantal saat tidur oleh penenun yang
hendak membuatnya. Kain tersebut digunakan untuk tidur selama
tiga malam secara berrturut-turut. Jika dalam tiga malam penenun
mengalami mimpi yang baik tentang motif tersebut, maka
penenun akan mengerjakan kain tenun tersebut. Sebaliknya jika
selama tiga malam penenun mengalami mimpi yang tidak baik
tentang motif tersebut, maka penenun tidak akan mengerjakan
kain tenun tersebut. Untuk saat ini, ritual-ritual sebelum membuat
kain tenun yang tergolong keras tersebut tidak pernah dilakukan.
Selain itu, kain tenun ikat dengan motif yang tergolong keras
boleh dibuat bagi yang ingin membuatnya, asalkan proses ngebat
kain dimulai oleh penenun yang sudah berpengalaman atau sudah
pernah membuat motif tersebut. Setelah proses ngebat dilakukan
sedikit oleh penenun yang sudah berpengalaman, proses
selanjutnya boleh dilanjutkan oleh penenun yang hendak
membuatnya sampai selesai. Akan tetapi, bagi penenun yang ingin
melanjutkan pekerjaan orang tuanya membuat motif-motif yang
tergolong keras tersebut, diperbolehkan untuk mengerjakannya
dari proses awal sampai akhir secara mandiri.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
Bagi para penenun di Desa Ensaid Panjang, terdapat
waktu-waktu tertentu, dimana pada waktu tersebut penenun
pantang mengerjakan kain tenun. Penenun dilarang bekerja saat
ada orang meinggal dan pada saat upacara tolak bala. Pada saat
ada orang meninggal, umumnya masyarakat suku Dayak Desa di
Desa Ensaid Panjang mengehentikan segala aktivitas untuk
sementara waktu, termasuk kegiatan menenun. Hal tersebut
dilakukan untuk menghormati orang yang sudah meninggal
tersebut. Pada zaman dahulu, pantangan menenun saat ada orang
yang meninggal berlaku selama sebulan sampai dua bulan,
terutama bagi penenun yang bermukim di Rumah Betang Ensaid
Panjang. Masa pantang bisa lebih lama lagi jika yang meninggal
merupakan penenun atau orang-orang yang dianggap penting.
Untuk sekarang, pantangan menenun saat ada orang yang
meninggal hanya berlaku selama seminggu, yang diberlakukan
untuk penenun yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.
Sedangkan untuk penenun yang sudah tinggal di rumah seperti
biasa, pantangan menenun yang diberlakukan tidak sampai
seminggu. Meskipun pantangan menenun diberlakukan selama
seminggu, penenun yang bermukim di Rumah Betang Ensaid
Panjang bisa kembali memulai aktivitas menenun, sebelum masa
pantang berakhir. Hal tersebut bisa dilakukan ketika orang yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tinggal di rumah pun memulai kembali aktivitas menenun,
sebelum masa pantang berakhir. Rumah pun merupakan salah satu
bilik yang ada pada Rumah Betang Ensaid Panjang. Sejak awal
pembuatan Rumah Betang ensaid, rumah pun dan penghuni
rumah pun dipilih secara bersama-sama. Rumah pun dijadikan
sebagai tempat pusat berbagai acara adat suku Dayak Desa di
Desa Ensaid Panjang.
Meskipun tenun ikat merupakan identitas masyarakat suku
Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang dan di berbagai desa lainnya
yang terletak di Kabupaten Sintang, namun seiring berjalannya
waktu kain tenun ikat mulai sulit dijumpai, bahkan sebelum era
1990-an, seakan-akan tenun ikat di Desa Ensaid hampir punah.
Yang menjadi faktor utama dari hal tersebut adalah semakin
sulitnya mendapatkan bahan baku untuk membuat tenun ikat
seperti benang kapas dan bahan pewarna alami yang di dapat dari
hutan. Pada saat itu, hutan-hutan sudah mulai dijadikan kebun
karet dan kelapa sawit. Hal tersebut membuat semakin
berkurangnya jumlah penenun. Berbagai upaya pun dilakukan
oleh berbagai pihak supaya kegiatan menenun suku Dayak Desa
di Kabupaten Sintang kembali marak, termasuk di Desa Ensaid
Panjang. Hingga pada akhirnya, pada tahun 1999 upaya tersebut
menemui titik terang. Pada saat itu, beberapa lembaga swadaya
masyarakat seperti Yayasan Kobus, PRFC (People, Research, and
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
Conservation Foundation) Indonesia, dan Yayasan Dian
Swadaya Khatulistiwa menggalakkan program bersama yang
dinamai Restorasi Tenun Ikat Dayak.
Upaya pertama yang dilakukan dalam program tersebut
adalah mendata jumlah penenun, sebaran penenun, tingkat
keahlian penenun, produktivitas penenun, dan pemasaran kain
tenun. Pada saat itu, tercatat sekitar 40-an penenun yang yang
tersebar di lima desa, yaitu Ensaid Panjang, Baning Panjang,
Ransi Panjang, Umin, dan Menaung. Dari jumlah tersebut,
terhitung hanya belasan penenun yang dianggap ahli dan
umumnya mereka telah berumur di atas 45 tahun. Produktivitas
penenun pada saat itu terbilang relatif rendah, karena kegiatan
menenun pekerjaan sampingan yang hanya dilakukan pada waktu
senggang. Selain itu, pemasaran kain tenun hampir tidak
dilakukan karena memang secara khusus tenun ikat tidak untuk
diperjual belikan, melainkan digunakan pada saat upacara adat.
Melalui program tersebut, penenun dapat berkumpul dan saling
membagi keluh kesah yang mereka alami dalam membuat atau
melestarikan kain tenun ikat.
Seiring berjalannya waktu, pertemuan-pertemuan
dilakukan secara intens, sehingga muncul ide-ide praktis yang
dapat diterapkan untuk melestarikan tenun ikat. Pada tahun 2002,
para penenun sepakat untuk berhimpun dalam kelompok Usaha
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
78
Bersama Jasa Menenun Mandiri. Kelompok tersebut secara
intensif mengadakan pelatihan menenun kepada yang baru belajar
menenun dan kepada penenun yang ingin mengembangkan
keterampilannya. Selain itu, anggota-anggota kelompok dibekali
dengan pengetahuan manjemen, pembukuan, dan fasilitas untuk
menjalankan kegiatan simpan-pinjam, jual-beli, serta pemasaran
kain tenun ikat. Dengan demikian, setiap anggota kelompok dapat
mengelola segala aktivitas yang berkaitan dengan manajemen
produksi kain tenun secara mandiri, di tempat tinggal masing-
masing. Pada tahun 2003, kelompok tersebut berkembang
menjadi Koperasi Jasa Menenun Mandiri (JMM), yang dipimpin
oleh Sugiman Karyareja. Perlahan tapi pasti, koperasi tersebut
berhasil menghindari kepunahan kain tenun ikat di Kabupaten
Sintang, karena semakin hari jumlah anggota dari lembaga
tersebut semakin bertambah, dimana sebagian besar anggota
kelompok tersebut merupakan penenun. Saat ini, kegiatan
menenun telah menjelma menjadi pekerjaan yang menghasilkan
uang bagi kaum perempuan yang menggelutinya. Koperasi
tersebut sangat membantu penenun-penenun dalam menjalankan
aktivitas menenun, tak terkecuali bagi para penenun di Ensaid
Panjang. Selain membantu penenun dalam melakukan pemasaran,
koperasi tersebut juga menyediakan bahan baku yang dibutuhkan
penenun, terutama bahan baku utama yaitu benang kapas. Para
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
penenun di Desa Ensaid Panjang sendiri lebih memilih membeli
bahan baku di koperasi tersebut, karena memiliki kualitas yang
baik.
2) Proses pembuatan tenun ikat khas suku Dayak Desa di Ensaid
Panjang
Pembuatan kain tenun ikat khas suku Dayak Desa terbilang
cukup sulit, karena harus melalui beberapa proses yang memakan
waktu lama. Rata-rata waktu yang dibutuhkan oleh penenun
dalam menyelesaikan berbagai jenis kain tenun ikat adalah 2 (dua)
bulan. Proses yang paling memakan banyak waktu adalah
pembentukan susunan benang menjadi kain (menenun). Pada
proses tersebut, penenun benar-benar harus memasukan setiap
helaian benang satu per satu pada kerangka kain. Proses
pembuatan kain tenun dimulai dengan menyiapkan bahan-bahan
utama, yaitu benang kapas. Pada zaman dahulu penenun
memperoleh bahan-bahan di sekitar pekarangan, karena
ketersediaan bahan baku masih cukup banyak. Pada saat itu,
penenun benar memulai kegiatan memenun dari awal, termasuk
memintal kapas menjadi benang. Sedangkan untuk saat ini,
sebagian besar penenun membeli bahan baku dari koperasi JMM
(Jasa Menenun Mandiri), mulai dari bahan baku utama yaitu
benang kapas dan pewarna sintetis. Adapun proses-proses dalam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
pembuatan kain tenun ikat suku Dayak Desa, yaitu ngeluwayan,
negi, ngebat, pewarnaan, dan menenun.
I. Ngeluwayan
Ngeluwayan merupakan proses meliliti benang pada alat
luwayan. Tujuan dari proses ini adalah untuk mengetahui
kondisi benang dan mempermudah penenun dalam
menyusun benang pada tanggak kanji (alat untuk
membentangkan benang). Adapun cara meliliti benang
pada luwayan, yaitu seperti gambar berikut.
Gambar 4.3. 10. Ilustrasi Proses Ngeluwayan
(Sumber: Sketsa Pribadi)
Benang kapas
Luwayan
1
2
3
4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Proses pelilitan benang seperti gambar 4.3. 10 dilakukan
secara berulang-ulang, sampai banyaknya benang pada
luwayan cukup untuk membuat jenis kain tenun tertentu
yang dinginkan. Jika banyaknya benang pada luwayan
dirasa cukup, maka benang dilepas dari luwayan dengan
cara mengambil secara perlahan dari ujung-ujung
luwayan. Hasil pelepasan benang dari luwayan tersebut
membentuk susunan benang seperti gambar berikut.
Gambar 4.3. 11. Sketsa Susunan Benang setelah
Dilepaskan dari Alat Luwayan
(Sumber: Sketsa Pribadi)
Susunan benang seperti gambar di atas kemudian diletakan
dan disusun pada tanggak kanji. Adapun cara meletakan
benang pada tanggak kanji, yaitu dengan menggunakan
bantuan dua buah kayu seperti gambar berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Gambar 4.3. 12. Sketsa Susunan Benang yang
Hendak Disusun pada Tanggak Kanji
Menggunakan Dua Kayu sebagai Alat Bantu
(Sumber: Sketsa Pribadi)
Kemudian kedua buah kayu tersebut diikatkan pada
tanggak kanji seperti gambar berikut.
Gambar 4.3. 13. Sketsa Susunan Benang yang
Disusun pada Tanggak Kanji
(Sumber: Sketsa Pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
Benang-benang tersebut dibiarkan pada tanggak kanji selama
minimal satu hari agar tekstur benang menjadi teratur (tidak
kusut).
II. Negi
Setelah dibiarkan selama minimal sehari, susunan benang
tersebut kemudian diturunkan dari tanggak kanji, bersamaan
dengan kedua buah kayu yang digunakan untuk meletakan
benang-benang tersebut pada tanggak kanji. Setelah itu,
susunan benang dirapikan supaya tidak ada benang yang
tertindih oleh benang lainnya. Ketika susunan benang sudah
dirapikan, maka langkah selanjutnya adalah menenun bagian
yang akan dijadikan ujung-ujung kain tenun supaya susunan
benang terkunci (tidak bergeser). Setelah bagian tersebut
ditenun, langkah selanjutnya adalah melipat susunan benang
tersebut, sedemikian sehingga banyaknya benang pada
masing-masing lipatan sama. Pada masing-masing lipatan
nantinya akan memuat “pola dasar”motif tertentu yang
diinginkan. Sebelum melipat susunan benang tersbut,
penenun terlebih dahulu “menghitung” banyaknya helaian
benang pada masing-masing hasil lipatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Gambar 4.3. 14. Proses Negi : Melipat Susunan Benang
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Dalam “menghitung” banyaknya banyaknya helaian benang
pada masing-masing hasil lipat tersebut, penenun
menggunakan istilah sesaok dan bilangan untuk
mempermudah perhitungan benang. Sesaok merupakan
susunan 6 (enam) helai benang yang dibentangkan pada
tanggak kanji. Sedangkan bilangan merupakan satuan yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
setara dengan dua kali sesaok. Bilangan digunakan untuk
menyatakan banyaknya benang yang dibutuhkan dalam
membuat “pola dasar”dari motif tertentu. Misalnya, dalam
membuat motif tertentu penenun menggunakan bilangan 30
(tiga puluh), artinya dalam membuat pola dasar motif tersebut
penenun menggunakan sesaok sebanyak 60 (tiga puluh), yang
juga berarti menggunakan 360 (tiga ratus enam puluh) helaian
benang yang dibentangkan pada tanggak kanji. Sebelum
memulai proses menenun, yaitu dari proses awal
(ngeluwayan) sampai akhir, biasanya penenun sudah
menentukan bilangan yang akan digunakan dalam membuat
motif tertentu. Sebelum melipat susunan benang, penenun
terlebih dahulu menandai sesaok-sesaok yang akan
digabungkan pada saat melipat susunan kain. Penenun bisa
menggunakan jenis tali-talian untuk menandai sesaok-sesaok
tersebut. Menandai sesaok-sesaok yang akan digabungkan
ketika melipat susunan benang, bertujuan untuk memudahkan
penenun dalam melakukan proses selanjutnya, yaitu ngebat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
III. Ngebat
Gambar 4.3. 15. Proses Ngebat
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Ngebat merupakan proses mendesain motif kain, yaitu
dengan cara mengikatkan bagian-bagian tertentu dari benang
(yang terdiri dari beberapa sesaok) menggunakan tali plastik.
Proses pengikatan dilakukan dengan mengikuti pola motif
yang diinginkan. Proses ngebat bertujuan untuk melindungi
bagian-bagian benang tertentu yang memuat motif kain
(bagian yang diikat/dililiti dengan tali plastik) supaya tidak
terkena bahan pewarna saat proses pencelupan (pewarnaan).
Proses ngebat dibantu oleh alat yang disebut tanggak kebat,
yang kegunaannya mirip dengan tanggak kanji, yaitu untuk
membentangkan benang. Ngebat dilakukan sebelum proses
pewarnaan jika motif kain yang dinginkan kebetulan
berwarna putih. Akan tetapi, jika motif kain yang diinginkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
berwarna selain putih, maka proses ngebat dilakukan setelah
susunan benang diwarnai dengan warna tertentu, kemudian
dilanjutkan kembali ke proses pewarnaan (warna
dasar/bagian dari susunan benang yang tidak memuat motif
kain tenun).
IV. Pewarnaan
Gambar 4.3. 16. Proses Pewarnaan/Pencelupan
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Proses pewarnaan dilakukan dengan mencelupkan susunan
benang yang sudah melalui proses sebelumnya pada bahan
pewarna, sesuai dengan warna yang diinginkan. Bahan-bahan
pewarna dalam pembuatan tenun ikat Dayak Desa dibedakan
menjadi dua, yaitu bahan pewarna alami dan bahan pewarna
sintetis. Untuk saat ini, bahan pewarna alami sudah sulit
didapat, sehingga sebagian besar penenun menggunakan
bahan pewarna sintetis. Pewarna sintetis yang biasa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
digunakan oleh para penenun di Ensaid Panjang adalah
naptol. Naptol tersebut terdiri dari dua komponen, yaitu yaitu
komponen dasar warna dan garam naptol. Garam naptil
digunakan sebagai pembangkit warna. Dalam proses
pewarnaan kain tenun, biasanya naptol dicampur dengan soda
api. Tidak ada takaran baku pada pencampuran kedua bahan
tersebut, karena setiap penenun memiliki takarannya masing-
masing sesuai dengan kebutuhan. Adapun proses pewarnaan
menggunakan bahan pewarna sintetis tersebut, yaitu pertama
zat warna naptol dan soda api dilarutkan menggunakan air
panas. Sebelum mencelupkan benang pada larutan tersebut,
benang dicelupkan larutan TRO (Turkish Red Oil) terlebih
dahulu, kemudian ditiriskan. Setelah itu, celupkan benang
tersebut pada larutan zat warna yang telah diampur soda api
selama 30 menit. Sembari menunggu, larutkan garam naptol
menggunakan air dingin. Benang yang sudah dicelupkan ke
dalam larutan zat warna naptol dan soda api selama 30 menit
ke dalam larutan garam naptol, kemudian dicuci hingga
bersih. Proses tersebut bisa diulangi beberapa kali sampai
dihasilkan tingkat kecerahan warna yang diinginkan. Setelah
diwarnai susunan benang tersebut dijemur sampai kering.
Jika sudah kering, maka ikatan/lilitan tali plastik pada bagian-
bagian benang tertentu dilepas, kemudian benang-benang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
disusun kembali sedemikian rupa pada tanggak kanji, supaya
kondisi benang menjadi baik (tidak kusut/rapi/teratur).
Adapun contoh susunan benang yang telah melalui proses
pewarnaan, kemudian disusun pada tanggak kanji seperti
gambar berikut.
Gambar 4.3. 17. Susunan Benang yang Telah Melalui Proses
Pewarnaan dan Dibentangkan pada Tanggak Kanji
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Jika diperhatikan, bagian-bagian tertentu yang tidak terkena
bahan pewarna pada susunan benang pada gambar di atas
membentuk motif tertentu yang diinginkan penenun. Setelah
kondisi benang sudah baik, langkah selanjutnya adalah
memasang alat tenun pada susunan benang tersebut dan
berlanjut ke proses berikutnya, yaitu menenun.
V. Menenun
Menenun merupakan proses membuat susunan benang
menjadi kain tenun utuh dengan cara menyelipkan benang
pakan diantara susunan benang-benang sudah diproses
sebelumnya. Benang pakan merupakan benang yang
memiliki warna yang sama dengan “pola dasar”. Biasanya
benang pakai terdiri dari 2-3 helai benang kapas. Proses
menenun dibantu oleh alat-alat tenun sperti beliak, senggang,
saok, letan, benang karap, dan gelungan. Beliak merupakan
alat yang digunakan untuk mengencangkan “pola dasar”.
Senggang digunakan untuk pembatas kain. Saok digunakan
untuk membuat motif-motif kain tidak pecah. Sedangkan
letan, benang karap, dan gelungan digunakan untuk
membantu memasukan “pola dasar”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Gambar 4.3. 18. Proses Menenun 1
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Gambar 4.3. 19. Proses Menenun 2
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
1) Analisis Aktivitas Fundamental Matematis pada kebudayaan
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid
Panjang
Aktivitas kebudayaan yang dilakukan oleh masyarakat suku Dayak
Desa di Desa Ensaid Panjang, khususnya yang bernukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang tanpa disadari berkaitan dengan aspek matematis menurut
Bishop. Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang masih menggunakan satuan tradisional untuk menyatakan
ukuran atau banyaknya benda-benda di sekitar mereka, misalnya penenun
menggunakan istilah sesaok untuk menyatakan susunan 6 (enam) helai
benang yang dibentangkan pada tanggak kanji. Selain itu, maasyarakat
sukui Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang juga
masih menggunakan alat ukur tradisional, misalnya penenun yang
menggunakan alat luwayan untuk menentukan panjang kain tenun. Dua hal
tersebut menjadi bukti adannya aktivitas matematis menurut Bishop, yaitu
aktivitas measuring yang dilakukan oleh masyarakat tersebut.
Aktivitas fundamental matematis menurut Bishop terdapat pada
proses pembangunan Rumah Betang (berdasarkan sejarah), kegiatan
berburu, aktivitas hukum adat, dan kegiatan menenun (tenun ikat).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
a. Analisis aktivitas fundamental matematis menurut Bishop pada proses
pembangunan Rumah Betang Ensaid Panjang (berdasarkan sejarah).
1) Counting (membilang)
Tabel 4.3. 3. Pertanyaan dan Jawaban N4 mengenai Perhitungan
Banyaknya Bilik pada Rumah Betang Ensaid Panjang
P4026 Bagaimana masyarakat mendesain bentuk Rumah
Betang Ensaid Panjang?
N4026 Kalau jaman duluk sih tidak ada istilah mendesain seperti
itu. Rumah Betang ini kan dibuat secara gotong royong,
sehingga masyarakat bisa saling berdiskusi tentang
bentuk dari bagian-bagian Rumah Betang ini. Jadi,
masyarakat sudah tahu bentuk telok, bentuk tingkak,
banyaknya bilik, dan lain sebagainya.
P4tam01 Kalau Banyaknya Kamar Ditentukan Berdasarkan Apa
Ya, Pak
N4tam01 Kalau Itu Jumlah Keluarga Sih.
Aktivitas counting dilakukan oleh masyarakat suku Dayak
Desa dalam menentukan banyaknya bilik pada Rumah Betang
Ensaid Panjang. Banyaknya bilik yang dibuat disesuaikan dengan
banyaknya keluarga yang hendak mendiami Rumah Betang .
2) Locating (menentukan lokasi)
Dalam menentukan lokasi untuk mendirikan Rumah
Betang Ensaid Panjang, terdapat beberapa tahap yang harus
dilakukan oleh masyarakat suku Dayak Desa. Langkah pertama
adalah menentukan atau memilih tanah yang hendak didirikan
Rumah Betang . Sebelum memilih lokasi pada tahap ini, harus
dipertimbangkan terlebih dahulu tingkat keamanan lokasi tersebut
dari binatang buas atau musuh. Jika tingkat keamanan lokasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
tersebut cukup baik, maka lokasi tersebut dipilih dan dilanjutkan
dengan tahap selanjutnya. Begitu juga sebaliknya, jika lokasi
dirasa tidak aman, maka masyarakat suku Dayak Desa setempat
mencari lokasi lain. Setelah menemukan lokasi yang aman,
masyarakat suku Dayak Desa setempat tidak bisa langsung
mendirikan Rumah Betang , melainkan harus melakukan upacara
begelak.
Upacara begelak merupakan upacara yang bertujuan untuk
meminta perlindungan kepada Petara atau Tuhan. Upacara
begelak dipimpin oleh ketua adat atau orang-orang yang
dipercaya. Prosesi upacara adat begelak dengan menyiapkan
persembahan berupa makanan dan minuman. Makanan dan
minuman tersebut kemudian dimasukan pada suatu wadah yang
nantinya akan diletakan pada rumah atau tiang pertama jika rumah
belum jadi. Sebelum meletakan persembahan tersebut pemimpin
upacara begelak akan memanjatkan doa-doa kepada Petara, agar
masyarakat senantiasa dilindungi oleh sang Petara. Jika ritual
begelak sudah dilakukan, maka langkah selanjutnya adalah
mendirikan tiang-tiang mun yang terbuat dari pohon ubah. Setelah
mendirikan tiang-tiang mun dan tidak ada masalah, proses
pembangunan Rumah Betang bisa dilanjutkan dimulai dengan
mendirikan tiang-tiang ruai dan seterusnya sampai selesai.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
3) Measuring (mengukur)
Tabel 4.3. 4. Pertanyaan dan Jawaban N1 Mengenai Pengukuran
Tradisional yang Dilakukan pada Proses Pembangunan Rumah Betang
Ensaid Panjang
P1024 Kalau pada zaman dahulu, bagaimana cara orang
melakukan pengukuran, misalnya untuk mengukur
bagian-bagian dari Rumah Betang ini?
N1024 Kalau pada zaman dulu kita menggunakan ukuran
sedepak, sepenggenggam, dan sepenyiku. Sedepak itu
seukuran rentangan kedua tangan (kedua telapak tangan
dibuka) orang dewasa. Sepenggenggam itu mirip
sedepak, namun dalam merentangan tangan kedua
telapak tangan dalam posisi tertutup (digenggam).
Sedangkan ukuran sepenyiku itu saat salah satu tangan
direntangkan (kedua telapak tangan dibuka), dan tangan
lainnya ditekuk. Sepenyiku itu diukur dari ujung sikut
sampai ujung tangan yang direntangkan. Begitulah orang
pada zaman dahulu dalam melakukan pengukuran.
Rumah Betang Ensaid Panjang dibangun oleh
masyarakat suku Dayak Desa setempat dengan cara bergotong-
royong. Pada saat itu alat ukur modern seperti meteran belum ada,
sehingga masyarakat suku Dayak Desa menggunakan konsep
pengukuran tradisional untuk mengukur bagiam-bagian Rumah
Betang tersebut. Dalam melakukan pengukuran tersebut,
masyarakat suku Dayak Desa memanfaatkan bagian tubuh, seperti
tangan, jari-jari, sikut, dan juga lengan sebagai alat ukur.
Pengukuran tradisional tersebut menghasilkan satuan-satuan
tradisional yang digunakan untuk menyatakan ukuran panjang
ataupun lebar bagian-bagian tertentu pada Rumah Betang .
Adapun satuan-satuan tersebut, yaitu depa, penggenggam, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
penyiku.
a) Satuan depa
Sedepa (satu depa) setara dengan ukuran panjang rentangan
tangan orang dewasa biasa (posisi tangan dibuka). Jika
diubah ke dalam satuan baku, maka ukuran sedepa setara
dengan ukuran panjang (160 − 180) centimeter. Adapun
ilustrasi untuk memperoleh ukuran sedepa, yaitu seperti
berikut.
Gambar 4.3. 20. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sedepa
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Berdasarkan Gambar 4.3. 20, panjang ruas garis yang
berwarna merah menyatakan ukuran sedepa. Sedangkan
ukuran dua depa, tiga depa, empat depa, dan seterusnya
diperoleh dari penjumlahan berulang ukuran sedepa.
Misalnya ukuran dua depa setara dengan dua kali ukuran
sedepa, ukuran tiga depa setara dengan tiga kali ukuran
sedepa, dan seterusnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
b) Satuan penggenggam
Sepenggenggam setara dengan rentangan tangan orang
dewasa dengan posisi tangan digenggam. Jika diubah ke
dalam satuan baku, maka ukuran sepenggenggam setara
dengan ukuran panjang (140 − 160) centimeter. Adapun
ilustrasi untuk memperoleh ukuran sepenggenggam (satu
penggenggam), yaitu seperti gambar berikut.
Gambar 4.3. 21. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sepengenggam
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Berdasarkan gambar 4.3. 21, panjang ruas garis yang
berwarna merah menyatakan ukuran sepenggenggam.
Sedangkan ukuran dua penggenggam, tiga penggenggam,
empat penggenggam, dan seterusnya diperoleh dari
penjumlahan berulang ukuran sepenggenggam. Misalnya
ukuran dua penggenggam setara dengan dua kali ukuran
sepenggenggam, ukuran tiga penggenggam setara dengan
tiga kali ukuran sepenggenggam, dan seterusnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
c) Satuan penyiku
Jika orang dewasa merentangkan salah satu tangannya
(posisi tangan terbuka atau tidak dinggenggam), sedangkan
tangan lainya di tekuk, maka ukuran panjang yang diukur
dari ujung sikut tangan yang ditekuk sampai ujung jari
tangan yang direntangkan disebut sepenyiku (satu penyiku).
Jika diubah ke dalam satuan baku, maka ukuran sedepa
setara dengan ukuran panjang (120 − 140) centimeter.
Adapun ilustrasi untuk memperoleh ukuran satu sepenyiku,
yaitu seperti gambar berikut.
Gambar 4.3. 22. Ilustrasi Memperoleh Ukuran Sepenyiku
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Berdasarkan gambar 4.3. 22, panjang ruas garis yang
berwarna merah menyatakan ukuran sepenyiku. Sedangkan
ukuran dua penyiku, tiga penyiku, empat penyiku, dan
seterusnya diperoleh dari penjumlahan berulang ukuran
sepenyiku. Misalnya ukuran dua penyiku setara dengan dua
kali ukuran sepenyiku, ukuran tiga sepenyiku setara dengan
tiga kali ukuran sepenyiku, dan seterusnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
Jika dilihat dari nilai konversi ukuran sedepa,
sepenggenggam, dan sepenyiku dalam satuan baku (centimeter),
maka dapat disimpulkan bahwa ukuran sedepa (satu depa) lebih
kurang setara dengan (1 − 1,3) penggenggam, yang juga berarti
setara dengan (1,14 − 1,5) penyiku.
Pada pembangunan Rumah Betang , masyarakat bebas
memilih ingin menggunakan satuan depa, penggenggam, atau
penyiku untuk menyatakan ukuran panjang atau lebar ruai, bilik,
sadau dan tingkak. Untuk saat ini konsep pengukuran tradisional
tersebut masih digunakan, disamping penggunaan alat-alat ukur
modern seperti meteran, siku, dan lain sebagainya. Masyarakat
suku Dayak Desa setempat biasanya menggabungkan konsep
pengukuran tradisional dengan konsep pengukuran modern.
3) Designing
Rumah Betang didesain memanjang dengan bilik keluarga
yang saling menyatu. Selain itu, Rumah Betang juga memiliki
semacam beranda yang memanjang dan biasanya disebut ruai.
Seperti yang diketahui bahwa Rumah Betang Ensaid Panjang
dibangun agar masyarakat suku Dayak Desa setempat dapat
menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Oleh sebab itu, Rumah
Betang di desain sedemikian rupa supaya nilai kebersamaan
tersebut dapat terwujud dalam kehidupan masyarakat suku Dayak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
Desa. Bilik keluarga yang didesain saling berdekatan/menyatu
memungkinkan komunikasi antar keluarga, meskipun masing-
masing keluarga berada di dalam bilik. Selain itu, ruai yang dibuat
memanjang, sangat luas, dan tanpa sekat digunakan sebagai
beranda rumah bersama. Hal tersebut membuat masyarakat suku
Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang tersebut dapat
saling bertegur sapa dan bercengkrama setiap saat.
4) Playing
Dalam membangun Rumah Betang , masyarakat suku
Dayak Desa setempat memiliki strategi untuk memilih bahan
bangunan terbaik. Dalam memilih bahan bangunan terbaik,
Masyarakat tersebut menggunakan pengetahuan yang telah
mereka miliki secara alami, yaitu pengetahuan tentang jenis
tumbuh-tumbuhan yang ada di alam. Untuk membangun Rumah
Betang , masyarakat suku Dayak Desa setempat menggunakan
kayu-kayu yang kuat serta tahan lama.
Misalnya untuk membuat tiang ruai atau tiang penyangga
Rumah Betang, masyarakat suku Dayak Desa setempat
menggunakan kayu tebelian atau kayu ulin, yang memiliki tekstur
keras. Jenis kayu tersebut dipercaya ampuh menahan beban
Rumah Betang selama ratusan tahun. Selain itu, untuk bagian
Rumah Betang lainnya, masyarakat suku Dayak Desa Setempat
menggunakan kayu jengger, entemau, berunggang, dan lamak
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
kelansau, yang memiliki bentuk ”lurus” sehingga memudahkan
masyarakat untuk membentuk bagian-bagian dari Rumah Betang
. Sedangkan untuk atap Rumah Betang terbuat kayu petir dan
mabang, yang dipercaya mampu betahan dalam berbagai kondisi
cuaca.
b. Analisis Aktivitas Fundamental Matematis Menurut Bishop pada
Kegiatan Berburu Masyarakat Suku Dayak Desa yang Bermukim di
Rumah Betang Ensaid Panjang.
Tabel 4.3. 5. Pertanyaan dan Jawaban N2 Mengenai Satuan
Tradisional yang Digunakan untuk Menyatakan Besarnya Hewan
Buruan pada masa lalu
P2tam11 Kembali lagi ke satuan tradisional ya, Pak. Selain satuan real,
sedepak, sepenggenggam, masih ada satuan tradisional lainnya
ndak, Pak?
N2tam11 Ya, ada sepenumpu, seperayun, serentik, sepengetuk, sebidas
dan kelingiek. Satuan sepenumpu itu biasanya untuk mengukur
potongan daging, misalnya ikan toman, atau ular. Cara
mengukurnya Pakai telapak kaki. Kalo seperayun itu, biasanya
digunakan untuk mengukur binatang besar seperti buaya
misalnya. Maksudnya seperayun itu ketika kita duduk di atas
badan binatang besar, lalu kaki kita bisa seolah-olah berayun.
Kalau serentik dan sepengetuk itu satuan yang digunakan untuk
mengukur babi biasanya. Sepengetuk (satu pengetuk) setara
dengan keliling lingkar kepala orang dewasa ditambah dengan
ukuran panjang kepalan tangan. Serentik (satu rentik) setara
dengan sepengetuk ditambah panjang jari jempol. Sebidas
merupakan satuan yang digunakan untuk menyatakan keliling
tubuh ular. Sedangkan satuan kelingiek itu dipakai saat kita
mengukur rusa atau kijang. Begitulah cara orang-orang pada
zaman dahulu mengukur besarnya hewan buruan ataupun
hewan ternak.
Aktivitas berburu yang dimaksud adalah aktivitas berburu yang
dilakukaan oleh masyarakat suku Dayak Desa di masa lalu. Pada saat
itu, masih terdapat banyak hewan buruan, sedangkan untuk saat ini
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
populasi hewan-hewan tersebut berkurang, sehingga pemerintah
melarang masyarakat untuk berburu. Hewan buruan tersebut meliputi
babi hutan, kera, teringgiling, kijang dan rusa. Terdapat aktivitas
measuring pada kegiatan berburu masyarakat suku Dayak Desa pada
masa lalu, yaitu mengukur besarnya hewan hasil buruan yang
diperoleh. Untuk mengukur besarnya hewan buruan, masyarakat suku
Dayak Desa menggunakan pengukuran tradisional, seperti
menggunakan bagian-bagian tubuh (tangan, kaki, kepala, dan lain
sebagainya) dan rotan. Pengukuraan tradisional yang dilakukan
tersebut menghasilkan satuan-satuan tradisional. Adapun satuan-
satuan tradisional yang digunakan masayarakat suku Dayak Desa pada
masa lalu untuk menyatakan besarnya ukuran hewan buruan yang
diperoleh, yaitu penumpu, perayun, pengetuk, rentik, sebidas dan
kelingiek.
1) Satuan penumpu
Satuan penumpu digunakan untuk menyatakan besarnya ukuran
potongan daging ular dan ikan toman. Ukuran satu sepenumpu
(sepenumpu) setara dengan panjang satu telapak kaki orang
dewasa. Jadi, dua penumpu setara dengan panjang dua kali telapak
orang dewasa, dan begitu seterusnya. Jika diubah ke dalam satuan
baku, maka ukuran sepenumpu setara dengan ukuran panjang
(25 − 30) centimeter.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
2) Satuan perayun
Satuan perayun biasanya digunakan untuk menyatakan besarnya
hewan buruan yang berukuran besar seperti babi hutan dan buaya.
Jika badan hewan besar tersebut diduduki oleh seseorang (orang
dewasa), sedemikian sehingga orang tersebut masih dapat
mengayunkan kakinya, maka ukuran hewan tersebut mencapai
seperayun (satu perayun). Jika diubah ke dalam satuan baku,
maka ukuran seperayun setara dengan ukuran panjang (60 −
100) centimeter
3) Satuan pengetuk dan rentik
Satuan pengetuk dan rentik digunakan untuk menyatakan
besarnya ukuran hewan buruan yang berukuran sedang seperti
babi hutan dan rusa. Sepengetuk (satu pengetuk) setara dengan
keliling lingkar kepala orang dewasa ditambah dengan ukuran
panjang kepalan tangan. Serentik (satu rentik) setara dengan
sepengetuk ditambah panjang jari jempol. Biasanya dalam
mengukur besarnya hewan buruan menggunakan satuan pengetuk
dan rentik, masyarakat suku Dayak Desa menggunakan rotan
sebagai alat bantu. Adapun ilustrasi cara memperoleh ukuran satu
pengetuk (sepengetuk) dan satu rentik (serentik) menggunakan
kabel listrik sebagai pengganti rotan, yaitu sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
I. Ukuran satu pengetuk (sepengetuk)
Langkah pertama adalah menyiapkan kabel dengan
ukuran panjang secukupnya. Kemudian liliti kabel
tersebut ke kepala seperti gambar berikut.
Gambar 4.3. 23. Ilustrasi (langkah pertama)
Memperoleh Ukuran Sepengetuk/serentik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Panjang ruas garis yang berwarna kuning menyatakan
keliling lingkar kepala. Tambahkan ukuran keliling
lingkar kepala yang diperoleh sebelumnya, dengan
panjang genggaman tangan seperti pada gambar berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
105
Gambar 4.3. 24. Ilustrasi (langkah kedua)
Memperoleh Ukuran Sepengetuk
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Panjang ruas garis yang berwarna merah merupakan
ukuran satu pengetuk (sepengetuk). Ukuran tersebut
diperoleh dengan menambahkan ukuran keliling lingkar
kepala yang diperoleh sebelumnya, dengan panjang
genggaman tangan seperti pada gambar di atas. Jika
diubah ke dalam satuan baku, maka ukuran sepengetuk
setara dengan ukuran panjang (65 − 75) centimeter
II. Ukuran satu rentik (serentik)
Langkah pertama untuk memperoleh ukuran serentik dan
sepengetuk sama, yaitu dengan menyiapkan kabel
dengan ukuran panjang secukupnya. Kemudian liliti
kabel tersebut ke kepala seperti Gambar 4.3. 23. Panjang
ruas garis yang berwarna kuning pada Gambar 4.3. 23
menyatakan keliling lingkar kepala. Tambahkan ukuran
keliling lingkar kepala yang diperoleh sebelumnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
106
dengan panjang genggaman tangan dan panjang jari
jempol seperti pada gambar berikut.
Gambar 4.3. 25. Ilustrasi (langkah kedua)
Memperoleh Ukuran Serentik
(Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Panjang ruas garis yang berwarna merah merupakan
ukuran satu rentik (serentik). Ukuran tersebut diperoleh
dengan menambahkan ukuran keliling lingkar kepala
yang diperoleh sebelumnya, dengan panjang genggaman
tangan dan jari jempol seperti pada gambar di atas. Jika
diubah ke dalam satuan baku, maka ukuran serentik
setara dengan ukuran panjang (70 − 80) centimeter
5) Satuan bidas dan satuan kelingiek
Satuan bidas merupakan satuan yang digunakan untuk
menyatakan keliling tubuh ular. Jika keliling tubuh ular setara
dengan keliling dari lingkaran yang dibentuk dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
107
menyatukan ujung-ujung jari jempol dan telunjuk pada tangan
kanan dan kiri orang dewasa, maka keliling tubuh ular tersebut
mencapai Sebidas (satu bidas). Sedangkan satuan kelingiek
digunakan untuk mengukur keliling lingkar leher kijang atau
rusa. Ukuran sekelingiek (Satu kelingiek) setara dengan
setengah ukuran sebidas. Jika diubah ke dalam satuan baku,
maka ukuran sekelingiek setara dengan ukuran panjang (20 −
25) centimeter, sehingga ukuran sebidas setara dengan ukuran
panjang (40 − 50) centimeter.
Jika dilihat dari nilai konversi ukuran seperayun, sepengetuk,
serentik, sebidas dan sekelingiek dalam satuan baku (centimeter),
maka dapat disimpulkan bahwa ukuran sepenumpu (satu penumpu)
lebih kurang setara dengan (0,25 − 0,5) perayun, yang berarti juga
setara dengan (0,34 − 0,46) pengetuk, (0,31 − 0,43) rentik, (0,5 −
0,75) bidas, dan (1 − 1,5) kelingiek.
Meskipun saat ini kegiatan berburu sudah dilarang oleh
pemerintah, satuan-satuan tradisional tersebut masih digunakan oleh
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang. Untuk saat ini, satuan-satuan tradisional tersebut
digunakan untuk menyatakan besarnya hewan-hewan ternak ataupun
ikan-ikan besar yang diperoleh dari sungai. Selain penggunaan satuan
tradisional untuk menyatakan besarnya hewan buruan, masyarakat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
108
suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang juga melakukan
aktivitas measuring saat membagikan hewan buruan pada masa lalu.
Pada masa lalu, setiap ada yang mendapatkan hewan buruan, terlebih
jika ukurannya cukup besar, maka hewan buruan itu akan dibagikan
kepada setiap keluarga yang bermukim di Rumah Betang Ensaid
Panjang. Banyaknya bagian yang diperoleh masing-masing keluarga
ditentukan berdasarkan banyaknya anggota keluarga dari masing-
masing keluarga tersebut. Misalnya, banyaknya bagian yang diperoleh
oleh keluarga yang beranggotakan delapan orang akan lebih banyak
daripada keluarga yang beranggotakan empat orang. Jika keluarga
yang beranggotakan delapan orang memperoleh bagian dua potong
daging, maka keluarga yang beranggotakan empat orang memperoleh
bagian satu potong daging. Pembagian dengan cara demikian disebut
oleh masyarakat suku Dayak Desa dengan istilah pengurang.
Pembagian dengan cara demikian meunjukan bahwa masyarakat suku
Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang,
sungguh-sungguh menjunjung tinggi nilai kebersamaan. Disamping
itu, pembagian hewan buruan dengan cara demikian merupakan
contoh penerapan konsep perbandingan senilai dalam kehidupan
sehari-hari.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
109
c. Analisis Aktivitas Fundamental Matematis Menurut Bishop pada
Aktivitas Hukum Adat Masyarakat Suku Dayak Desa Yang Bermukim
di Rumah Betang Ensaid Panjang.
1) Locating
Sebelum menjalani proses hukum adat, pelaku dan
korban pelanggaran sosial, beserta pengurus adat berunding untuk
menentukan tingkatan wilayah penyelesaian masalah (RT/RW,
dusun, desa, atau tumenggung). Biasanya semakin besar masalah
yang dibahas atau dilakukan, semakin tinggi pula tingkatan
wilayah penyelesaian masalah tersebut. Misalkan diputuskan
bahwa masalah harus diselesaikan pada tingkat RT, maka
penyelesaian masalah tersebut melibatkan ketua RT, begitu juga
untuk tingkatan wilayah lainnya. Jika pada tingkat RT masalah
tidak terselesaikan, maka proses penyelesaian masalah berlanjut
ke tingkat wilayah dusun, dan begitu seterusnya sampai masalah
dapat terselesaikan.
2) Measuring
Tabel 4.3. 6. Pertanyaan dan Jawaban N2 Mengenai Satuan Real
N2tam03 …Kalo zaman dahulu kan hukum yang berlaku di suatu
daerah dengan daerah lainnnya berbeda-beda. Hukum
yang berlaku di suatu daerah disesuaikan dengan
kebudayaan daerah tersebut. Kalo di Ensaid Panjang ini
aktivitas yang berkaitan dengan hukum masih
menggunakan real.
P2tam04 Kalau boleh tau real itu apa ya, Pak?
N2tam04 Real itu adalah satuan tradisional bah. Kalau disini itu
real itu diibaratkan sebagai nilai hukum. Misalnya ada
orang yang melakukan kesalahan, untuk menebus
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
110
kesalahannya ia harus membayar sekian real. Kesalahan
yang dimaksud adalah kesalahan yang dilakukan dalam
hal apa saja, bisa menyangkut sopan-santun, tata krama,
rumah tangga dan lain sebagainya.
Penggunaan satuan tradisional real untuk menyatakan
besarnya sanksi hukum menandakan adanya aktivitas measuring
pada ativitas hukum adat Dayak Desa. Adapun nilai konversi
satuan real ke satuan rupiah pada masing-masing tingkatan
wilayah, yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.3. 1. Nilai Konversi 1 (Satu) Real dalam Satuan Rupiah
Tingkatan wilayah Nilai konversi 1 (satu) real dalam
satuan rupiah
RT 𝑅𝑝2.500, 00
Dusun 𝑅𝑝5.000, 00
Desa 𝑅𝑝10.000, 00
Tumenggung 𝑅𝑝15.000, 00
Besarnya sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku
Besarnya sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku
pelanggaran sosial ditentukan oleh jenis kesalahan yang dibuat.
Adapun hukum adat yang mengatur segala urusan yang berkaitan
dengan pelanggaran sosial yang terjadi di masyarakat, yaitu yaitu
hukum kesupan, hukum kecuri, dan hukum kilap basa. Hukum
kesupan merupakan hukum adat yang dikenakan kepada
seseorang yang melakukan pelanggaran sosial yang menyangkut
sopan-santun dan tata krama. Hukum kecuri merupakan hukum
yang dikenakan kepada seseorang yang melakukan pencurian.
Hukum kilap basa merupakan hukum yang dikenakan kepada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
111
seseorang yang mengganggu hubungan pernikahan orang lain.
Dalam hal ini, mengganggu hubungan pernikahan orang lain
bukanlah melakukan perselingkuhan, melainkan hanya tindakan
baik seseorang kepada suami/isteri orang karena ada maksud
tertentu.
Sebagai contoh, ketika gawai Dayak yang merupakan
pesta panen padi masyarakat suku Dayak, ada seseorang pria yang
sudah menikah kerap kali memberikan tuak kepada isteri orang,
namun ia tak pernah memberikan tuak kepada orang lain. Jika
suami dari perempuan tersebut merasa terganggu atau curiga
kepada pria yang selalu memberikan tuak pada isterinya tersebut,
maka ia bisa menuntut hukum kilap basa kepada pria tersebut.
Adapun sanksi hukum yang dikenakan kepada pelaku
pelanggaran sosial menurut hukum kesupan, hukum kecuri, dan
hukum kilap basa, yaitu sebagai berikut.
Tabel 4.3. 7. Sanksi Hukum (dalam Satuan Real) Menurut
Hukum Adat Dayak Desa
Hukum adat Sanksi hukum
Kesupan (secara umum) 20 real
Kesupan kepada Kepala Dusun 40 real
Kesupan kepada Kepala Desa 80 real
Kesupan kepada Tumenggung 180 real
Kecuri 30 real (belum termasuk ganti
rugi barang curian)
Kilap basa 10 real
Sanksi hukum yang dinyatakan dalam satuan real
dikonversikan ke dalam satuan rupiah, sesuai dengan nilai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
112
konversi yang sudah ditentukan pada setiap tingkatan wilayah
penyelesaian masalah (RT, Dusun, Desa, atau tumenggung).
d. Analisis Aktivitas Fundamental Matematis Menurut Bishop pada
kegiatan menenun (tenun ikat) masyarakat suku Dayak Desa yang
bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang.
1) Counting (membilang)
Adapun aktivitas counting yang dilakukan penenun pada
proses pembuatan kain tenun ikat, yaitu menghitung banyaknya
benang yang digunakan untuk membuat jenis kain tenun tertentu,
menghitung banyaknya susunan benang (banyaknya bilangan)
yang digunakan untuk membuat pola dasar motif tenun, dan
menentukan harga jual kain.
a) Menghitung banyaknya helai benang yang digunakan untuk
membuat jenis kain tenun tertentu
Tabel 4.3. 8. Pertanyaan dan Jawaban N3 mengenai
Perhitungan Benang P3028 O begitu ya bu. Kalau perhitungaan benang-
benang yang digunakan itu dilakukan pada proses
yang mana ya, Bu?
N3028 Biasanya pada proses yang paling pertama, yaitu
ngeluwayan. Kalau dalam proses pembuatan
tenun ikat, ada istilah sesaok dan bilangan. Sesaok
itu adalah susunan 6 (enam) helai benang,
sedangkan bilangan itu adalah dua kali sesaok.
Kalau dalam membuat motif itu kan tergantung
pakai bilangan berapa. Ada bilangan 40, 70 dan
lain sebagainya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
113
Perhitungan banyaknya helai benang yang digunakan
untuk membuat jenis kain tenun tertentu, dilakukan pada
proses ngeluwayan. Ngeluwayan merupakan proses
meliliti benang-benang pada alat luwayan seperti gambar
berikut.
Gambar 4.3. 10. Ilustrasi Proses Ngeluwayan
(Sumber: Sketsa Pribadi)
Misalnya, jika penenun ingin membuat jenis kain tertentu
yang membutuhkan susunan 1.000 (seribu) helai benang,
maka pelilitan benang pada luwayan seperti gambar 4.3. 2
diulangi secara terus-menerus, sampai seribu kali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
114
b) Menghitung banyakya susunan benang (banyaknya
bilangan) yang dibutuhkan untuk membuat “pola
dasar”motif tertentu.
Proses perhitungan banyaknya helai benang yang
dibutuhkan untuk membuat “pola dasar”motif tertentu
dilakukan pada proses negi. Negi merupakan proses
melipat susunan helai benang, sedemikian sehingga
banyaknya susunan helai benang pada masing-masing
hasil lipatan sama banyak.
2) Locating
a) Menentukan lokasi tempat penyedia bahan-bahan untuk
membuat kain tenun
Tabel 4.3. 9. Pertanyaan dan Jawaban N3
mengenai Penentuan Lokasi Penyedia Bahan Baku Terbaik
P3030 Untuk bahan baku pembuatan tenun ikat ini
dapat darimana ya, Bu?
N3030 Untuk bahan baku kami memperolehnya dari
koperasi JMM (Jasa Menenun Mandiri).
P3tam07 Ada alasan tersendiri tidak Bu, mengapa
bahan bakunya hanya diperoleh dari koperasi
JMM tersebut?
N3tam07 Dulu kami pernah dapat bahan baku dari
DISPERINDAGKOP, tapi mutunya kurang
bagus. Kalau orang-orang koperasi JMM ini
kan sudah bekerja sama dengan penenun, jadi
tahu kualitas bahan-bahan yang baik itu
seperti apa. Bahkan, orang-orang koperasi
JMM tersebut ada yang merupakan penenun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
115
Para penenun di Rumah Betang
memperoleh/membeli bahan baku dari koperasi JMM
(Jasa Menenun Mandiri). Koperasi JMM merupakan
kelompok usaha bersama yang anggotanya terdiri dari
para penenun dan orang-orang yang ingin
mengembangkan tenun ikat. Adapun alasan para penenun
membeli bahan baku di koperasi tersebut, yaitu karena
bahan-bahan pembuatan kain tenun yang tersedia di
koperasi tersebut memiliki kual8itas yang baik.
b) Menentukan lokasi penjualan kain tenun
Tabel 4.3. 10. Pertanyaan dan Jawaban N3
mengenai Lokasi Penjualan Kain Tenun Ikat
P3031 Tempat untuk menjual kain tenun ikat ini dimana
ya Bu?
N3031 Para penenun biasanya si jarang menjual ke luar,
karena biasanya para pembeli langsung datang
kemari dan langsung membeli ke penenun. Selain
itu, Ibu-Ibu disini juga punya kelompok yang
membeli tenun ikat dari penenun-penenun
kemudian dijual lagi.
Para penenun di Rumah Betang Ensaid Panjang
tidak menjual kain tenun keluar, karena biasanya pembeli
kerap kali datang langsung ke Rumah Betang tersebut.
Rumah Betang Ensaid Panjang merupakan tempat wisata
budaya yang cukup terkenal, sehingga hampir setiap hari
didatangi oleh wisatawan lokal maupun wisatawan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
116
mancanegara. Hal tersebut tentu saja berdampak positif
bagi para penenun, karena memudahkan dalam penjualan
kain tenun ikat. selain itu, penenun juga menjual kain
tenun ke koperasi JMM, sehingga tak perlu khawatir jika
tidak ada pengunjung atau pembeli yang datang ke Rumah
Betang Ensaid Panjang.
3) Measuring
a) Penggunaan satuan tradisional
Satuan yang dimaksud dalam hal ini adalah satuan
tradisional yang digunakan penenun untuk menyatakan
banyaknya helaian benang yang dibentangan pada tanggak
kanji. Adapun satuan tradisional tersebut yaitu sesaok dan
bilangan. Sesaok merupakan susunan benang yang terdiri
dari 6 (enam) helai benang. Sedangkan bilangan (bilangan
1 (satu)) setara dengan dua kali sesaok. Dengan demikian,
bilangan 2 (dua) setara dengan empat kali sesaok dan
begitu seterusnya.
b) Mengukur panjang kain tenun
Pada dasarnya, semua jenis kain tenun ikat memiliki
panjang yang sama. Dalam mengukur panjang kain tenun
ikat, penenun menggunakan alat luwayan. Pengukuran
tersebut dilakukan pada proses awal menenun, yaitu
ngeluwayan. Seperti yang dijelasan sebelumnya,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
117
ngeluwayan merupakan proses menyusun benang-benang
pada alat luwayan seperti gambar berikut.
Gambar 4.3. 10. Ilustrasi Proses Ngeluwayan
(Sumber: Sketsa Pribadi)
Jika benang yang sudah disusun pada luwayan seperti
gambar di atas dibentangkan, maka panjang benang
tersebut setara dengan dua kali ukuran panjang kain tenun.
4) Designing
Aktivitas designing dilakukan oleh penenun pada proses
ngebat (mengikat) dan negi. Ngebat merupakan proses
membuat motif kain dengan mengikat susunan benang yang
teridiri dari beberapa sesaok (susunan enam helai benang).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
118
Dalam proses ngebat, tidak ada cara khusus yang dilakukan,
melainkan hanya mengandalkan imajinasi dan pengalaman.
Negi merupakan proses melipat susunan benang, sedemikian
sehingga banyaknya susunan helai benang pada setiap hasil
lipatan sama banyak.
Tujuan dari proses negi adalah untuk mempermudah
melakukan proses ngebat dan menghasilkan motif kain yang
simetris. Pada umumnya, motif-motif pada kain tenun suku
Dayak Desa terbentuk dari suatu “pola dasar”yang berulang-
ulang. Perulangan-perulangan ”pola dasar” tersebut bisa
simetris karena melalui proses negi yang dilakukan sebelum
proses ngebat.
5) Playing
Aktivitas playing yang dimaksud adalah menentukan strategi
untuk menggunakan bahan pewarna sintetis secara efektif.
Tabel 4.3. 11. Pertanyaan dan Jawaban N6
mengenai Perbandingan Bahan Pewarna Sintetis
P6034 Kalau bahan-bahan yang digunakan pada proses
pencelupan itu, perbandingannya bagaimana ya, Bu?
N6034 Kalau untuk penggunaan bahan-bahan pada proses
pencelupan si tergantung dari kain jenis kain yang
dibuat. Kalau seperti kain kebat atau syal perbandingan
bahannya 5 sampai 6 sendok Naptol (komponen dasar
warna), 3 sendok naptol (garam naptol), 1/3 sendok
TRO, dan 1, 5 sendok soda api. Kalau untuk kain
kumbuk penggunaan bahan-bahan pewarna tersebut bisa
dua kali lipat, kira-kira 1,5 Naptol (komponen dasar
warna), 5 sendok naptol (garam naptol), 1,5 sendok
TRO, dan 2 sendok soda api.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
119
P6tam09 Kalau perbandingan bahan pewarna untuk membuat
selendang bagaimana Bu?
N6tam09 Kalau selendang bisa pakai perbandingan seperti pada
pewarnaan kain kebat atau syal. Sebenarnya pakai
perbandingan seperti pada pewarnaan kain kumbuk juga
bisa, namun tentu saja kita akan rugi karena
menggunakan bahan-bahan pewarna yang banyak.
Intinya, pada proses pewarnaan kita harus bisa
menggunakan bahan-bahan pewarna secara efektif.
Misalnya kalau saya mewarnai kain dengan
perbandingan bahan pewarna tadi, sekalian saja
mewarnai selendang yang kebetulan warnanya sama.
Dengan demikian, penggunaan bahan-bahan pewarna
menjadi efektif karena tidak ada yang bersisa, sehingga
tidak mengalami kerugian.
Tabel 4.3. 12. Pertanyaan dan Jawaban N8
mengenai Perbandingan Bahan Pewarna Sintetis
P8034 Bagaimana cara penenun menentukan perbandingan
bahan pewarna yang digunakan untuk membuat
masing-masing jenis kain tenun ikat?
N8034 Kalau saya biasanya untuk masing-masing bahan
pewarna jumlah takarannya sama. Sebenarnya tidak
ada takaran khusus untuk masing-masing bahan
pewarna. Setiap penenun memiliki takaran bahan
pewarna masing-masing.
Dalam proses pewarnaan, tidak ada takaran bahan
pewarnaan yang pasti. Setiap penenun memiliki takaran bahan
pewarnaan yang berbeda-beda, yang disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing. Meskipun demikian, setiap
penenun memiliki strategi masing-masing dalam menakar
bahan pewarna, sehingga bahan-bahan pewarna bisa
digunakan secara efektif. Misalnya, dalam membuat motif kain
yang bewarna selain putih, biasanya penenun menunda
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
120
pewarnaan benang-benang yang akan dibuat kain tersebut,
sampai penenun membuat kain tenun lain yang memiliki warna
dasar yang sama dengan motif kain tenun tersebut. Dengan
demikian, proses pewarnaan bisa kedua kain tenun tersebut
bisa dilakukan secara bersamaan, sehingga dapat menghemat
pemakaian bahan pewarna.
5) Explaining (menjelaskan)
Setiap motif kain tenun ikat Ensaid Panjang yang dibuat
memiliki makna tersendiri. Pada umumnya, motif-motif
tersebut tak terlepas dari pengalaman hidup filosofi yang
melekat pada masyarakat suku Dayak Desa di Ensaid Panjang
yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang. Adapun
beberapa contoh motif yang familiar bagi masyarakat suku
Dayak Desa di Ensaid Panjang, yaitu, encerebung, ikan
emperusung, tiang kebuk, kaki kemabai dan seligi beras.
Encerebung merupakan tunas bambu yang masih muda. Motif
encerebung melambangkan kekuatan dan peraturan yang
kukuh antar warga masyarakat. Motif ikan emperusung (ikan
bermulut besar) melambangkan ikan-ikan sungai yang enak
dimakan. Motif tiang kebuk melambangkan kehidupan nenek
moyang pada zaman dahulu, yang dalam membangun rumah
hanya dengan mengebuk atau melubangi tiang-tiang rumah.
Tiang -tiang tersebut disebut sebagai tiang kebuk. Lubang pada
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
121
tiang-tiang tersebut kemudian dipasang pasak secara miring
sehingga akan membentuk cabang. Cabang tersebut digunakan
untuk mengaitkan balok-balok penghubung antar tiang.
Gambar 4.3. 26. Tiang Kebuk
(Sumber: Sketsa Pribadi)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
122
Kaki kemabai merupakan binatang berkaki seribu yang hidup
dengan membuat sarang di dalam tanah. Motif kaki kemabai
memberikan pesan pada manusia, bahwa jika ingin
mendapatkan rejeki yang berlimpah, manusia harus berusaha
sekuat tenaga. Motif seligi beras/biji beras merupakan motif
yang mengingatkan pentingnya beras dalam kehidupan sehari-
hari, karena merupakan makanan pokok.
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari bahwa terdapat kekurangan pada penelitian ini. Hal
tersebut dikarenakan adanya keterbatasan waktu, tenaga, ide, dan biaya pada
peneliti. Adapun kekurangan tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. Aspek matematis yang dikaji tidak spesifik pada salah satu kebudayaan
yang dimiliki oleh masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah
Betang Ensaid Panjang
2. Dalam menggali informasi tentang kain tenun ikat peneliti hanya
mewawancarai tiga orang penenun sebagai narasumber, sehingga data
tentang tenun ikat kurang beragam.
3. Peneliti belum menggali unsur pembelajaran yang relevan dengan aspek
matematis pada kebudayaan masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim
di Rumah Betang Ensaid Panjang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
123
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakuakan, disimpulkan beberapa hal
sebagai berikut :
1. Aspek Historis (sejarah) dari Rumah Betang Ensaid Panjang
Rumah Betang Ensaid Panjang didirikan pada tahun 1985 dan
pengerjaannya selesai pada tahun 1986. Pembangunan Rumah Betang
Ensaid Panjang dilatarbelakangi oleh keinginan masyarakat suku Dayak
Desa setempat untuk hidup dengan menjunjung tinggi nilai kebersamaan.
Hal tersebut dibuktikan dengan bilik-bilik keluarga Rumah Betang yang
disesain saling menyatu sama lain, sehingga memungkinkan terjalinnya
komunikasi antar keluarga meskipun sedang berada di dalam bilik. Selain
itu, ruai didesain memanjang dan tanpa sekat digunakan sebagai beranda
rumah bersama, supaya masyarakat suku Dayak Desa setempat dapat
saling bertegur sapa setiap saat. Selain itu, kehidupan bersama di Rumah
Betang menciptakan suasana yang aman dari musuh atau binatang buas,
karena masyarakat dapat saling melindungi satu sama lain. Sebelum
mendirikan Rumah Betang, masyarakat suku Dayak Desa setempat
menyelenggarakan upacara begelak, yaitu upacara untuk memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
124
persembahan berupa makanan kepada Petara atau Tuhan. Setelah itu,
masyarakat mendirikan beberapa tiang-tiang mun. Tiang-tiang mun yang
sudah didirikan dibiarkan selama beberapa hari. Jika selama beberapa hari
tiang-tiang mun tersebut tidak ada yang tumbang, maka pembangunan
Rumah Betang dapat dimulai dengan menancapkan tiang ruai sampai
selesai.
2. Aspek Kultural (Budaya) dari Kehidupan Masyarakat Suku Dayak Desa
Yang Bermukim Di Rumah Betang Ensaid Panjang
Masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang
Ensaid Panjang masih mempertahankan budaya yang dimiliki. Dengan
memilih tetap bermukim di Rumah Betang hingga saat ini, menunjukan
bahwa masyarakat tersebut ingin mempertahankan tradisi leluhurnya.
Selain itu, penggunaan bahasa daerah pun masih tetap dipertahankan oleh
mayarakat tersebut, yaitu bahasa Dayak Desa. Pekerjaan utama masyarakat
suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang adalah
berladang dan menyadap getah pohon karet. Berladang merupakan sebutan
untuk praktik bercocok tanam dengan sistem tebas, tebang, dan bakar.
Aktivitas berladang merupakan wujud adaptasi masyarakat suku Dayak
Desa terhadap alam sekitarnya. Adanya aktivitas berladang menandakan
masyarakat suku Dayak Desa memiliki pengetahuan yang mendalam
tentang alam sekitarnya. Selain itu, masyarakat tersebut juga memiliki
pengetahuan tentang hal-hal yang dapat diperoleh dari alam untuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
125
memenuhi kebutuhan sehari-hari, mulai bahan-bahan bangunan, makanan,
dan lain sebagainya. Selain berladang dan menyadap getah pohon karet,
terdapat pekerjaan sampingan yang dilakukan oleh masyarakat tersebut,
khususnya bagi kaum wanita yaitu menenun (tenun ikat). Pada awalnya
kain tenun ikat yang dibuat oleh masyarakat suku Dayak Desa tidak untuk
diperjual belikan, melainkan hanya digunakan oleh masyarakat tersebut
dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu kain
tenun mulai dikenali dan disukai banyak orang. Orang-orang luar
menganggap tenun ikat merupakan sesuatu yang unik dan bernilai seni
tinggi. Dalam melakukan pekerjaan sehari-sehari, masyarakat suku Dayak
Desa masih menggunakan peralatan tradisional seperti halnya parang dan
kapak yang digunakan untuk aktivitas berladang, isau toreh yang
digunakan untuk menyadap pohon karet, serta peralatan menenun seperti
luwayan, beliak, saok, dan lain sebagainya. Masyarakat suku Dayak Desa
hidup berdasarkan hukum adat, yaitu hukum adat Dayak Desa. Adapun
hal-hal yang diatur oleh hukum adat Dayak Desa, yaitu hal-hal yang
berkaitan dengan pelanggaran sosial atuupun konflik yang terjadi di
masyarakat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
126
3. Aktivitas Fundamental Matematis menurut Bishop pada kebudayaan
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid
Panjang.
Aktivitas fundamental matematis menurut Bishop dilakukan
oleh masyarakat suku Dayak Desa pada saat membangun Rumah
Betang, berburu, melakukan aktivitas hukum adat, dan menenun. Pada
saat membangun Rumah Betang , masyarakat suku Dayak Desa
melakukan aktivitas counting (membilang), locating, measuring
(mengukur), dan designing (merancang). Aktivitas counting
(membilang) yang dilakukan adalah menentukan banyaknya bilik-bilik
keluarga pada Rumah Betang. Aktivitas locating (menentukan lokasi)
yang dilakukan adalah menentukan lokasi yang baik untuk mendirikan
Rumah Betang. Aktivitas measuring (mengukur) yang dilakukan adalah
mengukur bagian-bagian Rumah Betang menggunakan konsep
pengukuran tradisional. Aktivitas designing (merancang) yang
dilakukan adalah mendesain bagian-bagian Rumah Betang berdasarkan
kegunaannya masing-masing. Sedangkan aktivitas playing yang
dilakukan adalah menentukan strategi dalam memilih bahan bangunan
terbaik untuk membangun Rumah Betang.
Pada saat berburu, masyarakat suku Dayak Desa melakukan
aktivitas measuring (mengukur), yaitu mengukur besarnya hewan hasil
buruan dengan konsep pengukuran tradisional. Aktivitas measuring
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
127
(mengukur) juga dilakukan saat membagikan hewan hasil buruan,
karena pembagian tersebut menggunakan konsep perbandingan senilai.
Pada saat melakukan aktivitas hukum adat, masyarakat suku
Dayak Desa melakukan aktivitas locating (menentukan lokasi) dan
measuring (mengukur). Aktivitas locating (menentukan lokasi) yang
dilakukan adalah menentukan tempat penyelesaian masalah pada
tingkatan wilayah tertentu (RT, dusun, desa, atau tumenggung). Dalam
melakukan aktivitas hukum adat, masyarakat suku Dayak Desa
menggunakan satuan tradisional real untuk menyatakan besarnya sanksi
hukum. Penggunaan satuan tradisional tersebut juga menandakan
adanya aktivitas measuring (mengukur) aktivitas hukum adat Dayak
Desa.
Aktivitas matematis menurut Bishop pada aktivitas menenun
antara lain aktivitas counting (membilang), locating, measuring
(mengukur), designing (merancang), playing, dan explaining
(menjelaskan). Aktivitas counting (membilang) yang dilakukan antara
lain menghitung banyaknya helaian benang yang dibutuhkan dalam
membuat kain tenun jenis tertentu, serta menghitung banyaknya benang
yang dibutuhkan untuk membuat “pola dasar” motif kain tenun.
Aktivitas locating (menentukan lokasi) yang dilakukan antara lain
menentukan lokasi peyedia bahan baku kain tenun terbaik dan lokasi
penjualan kain tenun ikat. Aktivitas measuring (mengukur) yang
dilakukan adalah mengukur panjang kain dengan alat luwayan. Selain
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
128
itu, adanya aktivitas measuring (mengukur) juga ditandai dengan
penggunaan satuan tradisonal dalam menyatakan susunan helaian
benang. Aktivitas designing yang dilakukan adalah merancang motif
kain tenun pada proses ngebat. Aktivitas playing (bermain) yang
dilakukan adalah menentukan strategi terbaik untuk menggunakan
bahan pewarna sintetis secara efektif. Aktivitas explaining
(menjelaskan) yang dilakukan adalah menjelaskan makna pada setiap
motif-motif kain tenun yang dibuat.
B. Saran
1. Bagi peneliti selanjutnya
a. peneliti dapat mencari lebih banyak narasumber yang bersedia untuk
dilibatkan dalam penelitian. Dengan demikian, data atau informasi
bisa diperoleh secara mendalam.
b. Peneliti dapat melakukan penggalian aspek matematis secara lebih
spesifik.
2. Bagi pemerintah
Mendudukung upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak untuk
melestarikan Rumah Betang Ensaid Panjang dan tenun ikat Dayak Desa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
129
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, R. (2018). Analisis Data Kualitatif. Jurnal Alhadharah UIN Antasari
Banjarmasin, 17(30), 81-94.
Bakker, J. W. M. 1984. Filsafat Kebudayaan: Sebuah Pengantar.Yogyakarta:
Kanisius.
Carolina, A. F. 2017. Analisis Penerimaan Pengguna Sistem Informasi
Akuntansi Dalam Perspektif Technology Acceptance Model (Studi
Empiris pada Perusahaan Distributor Alat Kesehatan di
Semarang). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Jurusan Akuntansi Universitas Katolik Soegijapranata: Semarang.
Cesar, D. 2018. Etnomatematika, Analisis Pola dan Motif Batik Berdasarkan
Wallpaper Group serta Analisis Aktivitas Fundamental Matematis
Menurut Bishop Pada Industri Batik di Desa Wijirejo, Kecamatan
Pandak, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi.
Tidak Diterbitkan. Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma: Yogyakarta.
Didi Haryono. 2014. Suatu Tinjauan Epistemologi dan Filosofis: Filsafat
Matematika. Bandung: Alfabeta.
Dokhi, M., dkk. 2016. Analisis Kearifan Lokal Ditinjau Dari Keberagaman
Budaya. Jakarta: Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan,
Kemendikbud.
Gazali, Y.R. Pembelajaran Matematika Yang Bermakna, 2(3), 181-189.
Gunawan, I. F. 2019. Kajian Etnomatematika Serta Analisis Aktivitas
Fundamental Matematis Menurut Bishop Pada Industri Kain Cual
Bangka Belitung. Tesis yang tidak Diterbitkan. Program Studi
Pendidikan Matematika, Program Magister, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Hasanah, H. (2016). Teknik-Teknik Observasi. Jurnal at-Taqaddum, 8(1), 21-
42.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
130
Indamayana. 2019. “Sejarah Matematika Babilonia dan Mesir Kuno”,
https://www.google.com/amp/s/indahmayana.wordpress.com/2019/03/0
8/sejarah-matematika-babilonia-dan-mesir-kuno/amp/, diakses pada 1
Juli 2020.
Koentjaraningrat. 2015. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: PT Rineka
Cipta.
Lusianti, L. P., & Rani, F. (2009). Model Diplomasi Indonesia terhadap
UNESCO dalam Mematenkan Batik sebagai Warisan Budaya Indonesia.
Jurnal Transnasional, 3(2), 1-8.
Nikolas, R.F. 2018. “7 Ilmu Ini Ternyata Juga Menggunakan Penerapan
Matematika Lho”,
https://www.google.com/amp/s/www.idntimes.com/life/education/amp
/fernando-nikolas-r/7-ilmu-ini-ternyata-juga-menggunakan-penerapan-
matematika-c1c2, diakses pada tanggal 1 Juli 2020.
Nur, I. (2007). Pengumpulan Data Dalam Penelitian Kualitatif: Wawancara.
Jurnal Keperawatan Indonesia, 11(1), 35-40.
Purwaningsih, D. R. M. 2019. Kajian Etnomatematika Terkait Aktivitas
Pembuatan Kerajinan Pahat Batu Di Dusun Sidoharjo, Desa
Tamanagung, Kecamatan Muntilan, Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah Dan Implementasinya Dalam Pembelajaran
Matematika . Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Keguruan Dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sanata Dharma: Yogyakarta.
Putri, S. P. 2013. Penyesuaian Diri Remaja Yang Tinggal Di Panti Asuhan
(Studi Kasus pada 2 Orang Remaja yang Tinggal di Panti Asuhan
Wisma Putera Bandung). Skripsi. Tidak Diterbitkan. Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia: Bandung.
Rahmat, S. P. (2009). Penelitian Kualitatif. Jurnal Equilibrium, 5(9), 1-8.
Rakhmawati, M. R. (2009). Aktivitas Matematika Berbasis Budaya pada
Masyarakat Lampung. Jurnal Pendidikan Matematika, 7(2), 221-230.
Refanza, Muhammad. 2017. “Asal Mula Matematika dan Mengenal Lebih
Jauh tentang Matematika”,
https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/muhammad
refanza/asal-mula-matematika-dan-mengenal-lebih-jauh-tentang-
matematika_5936bf7f21afbd463dcf3970, diakses pada 1 Juli 2020.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
131
Rosa, M., & Orey, D. C. 2011. Ethnomathematics: the cultural aspects of
mathematics. Revista Latinoamericana de Etnomatematica, 4(2), 32-54.
Siagian, D. M. (2017). Pembelajaran Matematika dalam Persfektif
Konstruktivisme. Jurnal Pendidikan Islam dan Teknologi Pendidikan,
7(2), 61-72.
Siany, L., & Atiek, C. B. 2009. Khazanah Antropologi. Jakarta: Pusat
Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.
Tandililing, E. 2013. Pengembangan Pembelajaran Matematika Sekolah
dengan Pendekatan Etnomatematika Berbasis Budaya Lokal sebagai
Upaya untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika di
Sekolah. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika FMIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. ISBN: 978 – 979
– 16353 – 9 – 4
Wahyuni, dkk. 2013. Peran Etnomatematika dalam Membangun Karakter
Bangsa. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika FMIPA. Universitas Negeri Yogyakarta. ISBN: 978 – 979
– 16353 – 9 – 4
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
132
LAMPIRAN
Daftar Lampiran:
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian
Lampiran 2:Surat Keterangan Dari Desa
Lampiran 3: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Lampiran 4: Pedoman Wawancara
Lampiran 5: Profil Narasumber
Lampiran 6: Transkrip Wawancara Terhadap N1
Lampiran 7: Transkrip Wawancara Terhadap N2
Lampiran 9: Transkrip Wawancara Terhadap N4
Lampiran 10: Transrkip Wawancara Terhadap N5
Lampiran 13: Transkrip Wawancara Terhadap N8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
133
Lampiran 1: Surat Izin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
134
Lampiran 2:Surat Keterangan Dari Desa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
135
Lampiran 3: Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Kisi-Kisi Pedoman Wawancara
Berikut ini merupakan kisi-kisi pedoman wawancara yang digunakan
peneliti dalam membuat pedoman wawancara :
Aspek yang ingin
diamati
Indikator Nomor pertanyaan
Sejarah (aspek
historis) dari
Rumah Betang
Ensaid Panjang?
a. Terkait proses
pembangunan Rumah
Betang Ensaid
Panjang.
1,2,3,4,5
b. Terkait
perkembangan
Rumah Betang
Ensaid
6,7
c. Terkait latar belakang
didirikannaya Rumah
Betang Ensaid
Panjang.
8
Aspek-aspek kultural
(budaya) dari
kehidupan masyarakat
suku Dayak Desa yang
tinggal di Rumah
Betang Ensaid
Panjang?
a. Terkait bahasa 9,10
b. Terkait sistem
pengetahuan
11
c. Terkait sitem
organisasi sosial
12
d. Terkait sistem
peralatan hidup dan
teknologi
13,14
e. Terkait sistem mata 15
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
136
pencaharian
f. Terkait sistem religi 16,17
g. Terkait kesenian. 18
h. Terkait proses
pembuatan kain tenun
ikat
19
i. Terkait ritual yang
harus dilakukan
sebelum membuat
tenun ikat
20
j. Terkait sejarah
perkembangan tenun
ikat.
21
Aktivitas fundamental
matematis menurut
bishop yang terdapat
pada kebudayaan
masyarakat suku
Dayak Desa di Rumah
Betang Ensaid
Panjang?
a. Aspek counting pada
proses pembuatan
Rumah Betang
Ensaid Panjang
22
b. Aspek locating pada
proses pembuatan
Rumah Betang
Ensaid Panjang
23
c. Aspek measuring
pada proses
pembuatan Rumah
Betang Ensaid
Panjang
24, 25
d. Aspek designing pada
proses pembuatan
Rumah Betang
26
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
137
Ensaid Panjang
e. Aspek playing pada
proses pembuatan
Rumah Betang
Ensaid Panjang aspek
counting pada proses
pembuatan Rumah
Betang Ensaid
Panjang
27
f. Aspek explaining
pada proses
pembuatan Rumah
Betang Ensaid
Panjang
28
g. Aspek counting pada
proses pembuatan
kain tenun ikat
28,29
h. Aspek locating pada
proses pembuatan
kain tenun ikat
30,31
i. Aspek measuring
pada proses
pembuatan kain tenun
ikat
32,33,34,35
j. Aspek designing pada
proses pembuatan
kain tenun ikat
36
k. Aspek playing pada
proses pembuatan
37
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
138
kain tenun ikat
l. Aspek explaing pada
proses pembuatan
kain tenun ikat
38
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
139
Lampiran 4: Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara
1. Pada tahun berapa Rumah Betang Ensaid Panjang didirikan?
2. Siapa yang mendirikan Rumah Betang Ensaid Panjang?
3. Bahan bangunan apa sja yang digunakan untuk membangun Rumah Betang
Ensaid Panjang?
4. Peralatan apa saja yag digunakan dalam membangun Rumah Betang Ensaid
Panjang?
5. Apakah terdapat ritual tertentu yang harus dilakukan sebelum membangun
Rumah Betang Ensaid Panjang?
6. Bagaiamana perkembangan Rumah Betang dari segi arsitektur?
7. Bagaimana masyarakat suku Dayak Desa menjaga kelestarian Rumah Betang
Ensaid Panjang?
8. Apa yang melatarbelakangi diberdirikannya Rumah Betang Ensaid Panjang?
9. Bahasa apa yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim
di Rumah Betang Ensaid Panjang?
10. Apakah bahasa suku Dayak Desa memiliki tingkatan bahasa?
11. Pengetahuan tradisional apa yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak Desa
dalam kehidupan sehari-hari?
12. Bagaimana organisasi sosial di Desa Ensaid Panjang?
13. Peralatan hidup apa saja yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak Desa
dalam kehidupan sehari-hari?
14. Teknologi tradisional apa saja yang digunakan oleh masyarakat suku Dayak
Desa dalam kehidupan sehari-hari?
15. Apa profesi yang digeluti oleh sebagian besar masyarakat suku Dayak Desa yang
bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang?
16. Agama apa saja yang dipeluk oleh masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim
di Rumah Betang Ensaid Panjang?
17. Apakah masih terdapat kepercayaan tradisional?
18. Selain tenun ikat, adakah kesenian lain yang terdapat pada kebudayaan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
140
masyarakat suku Dayak Desa yang bermukim di Rumah Betang Ensaid Panjang?
19. Bagaimana proses pembuatan tenun ikat ?
20. Apakah terdapat ritual tertentu yang harus dijalani, sebelum memulai kegiatan
menenun?
21. Bagaimana sejarah perkembangan tenun ikat di desa Ensaid Panjang?
22. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk membangun Rumah Betang Ensaid
Panjang?
23. Bagaimana cara masyarakat menentukan lokasi terbaik untuk membangun
Rumah Betang ?
24. Bagaimana cara masyarakat suku Dayak Desa melakukan pengkuruan saat
membangun Rumah Betang Ensaid Panjang?
25. Apakah terdapat satuan tradisional yang digunakan masyarakat suku Dayak Desa
dalam membangun Rumah Betang Ensaid Panjang?
26. Bagaimana masyarakat mendesain bentuk Rumah Betang Ensaid Panjang?
27. Apa saja bagian-bagian dari Rumah Betang Ensaid Panjang?, dan apakah ada
makna tersendiri dari masing-masing bagian tersebut?
28. Bagaimana cara penenun menentukan banyaknya benang yang digunakan untuk
membuat kain tenun?
29. Bagaimana cara penenun menentukan harga kain tenun?
30. Bahan baku kain tenun diperoleh dari mana?
31. Dimana penenun menjual kain tenun ikat?
32. Bagaimana cara penenun menentukan ukuran panjang kain tenun?
33. Bagaimana cara penenun menentukan ukuran lebar kain tenun?
34. Bagaimana cara penenun menentukan perbandingan bahan pewarna yang
digunakan untuk membuat masing-masing jenis kain tenun ikat?
35. Bagaimana perbandingan produksi untuk masing-masing jenis kain dalam sekali
produksi?
36. Bagaimana cara penenun mendesain motif kain tenun?
37. Bagaimana cara penenun memodifikasi motif kain tenun agar bisa bersaing di
pasaran?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
141
38. Apakah terdapat makna tertentu dari motif kain yang dibuat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
142
Lampiran 5: Profil Narasumber
1. Nama : Mamud
Umur : 51 Tahun
Peran : Ketua Dewan Adat Dayak Desa Ensaid Panjang
Kode subjek : N1
2. Nama : Richardus Sembai
Umur : 51 Tahun
Peran : Kepala Dusun Rentap Selatan
Kode subjek : N2
3. Nama : Katarina Andriani
Umur : 45 Tahun
Peran : Penenun
Kode subjek : N3
4. Nama : Stepanus
Umur : 42 Tahun
Peran : Ketua RT 01 Dusun Rentap Selatan
Kode subjek : N4
5. Nama : Bundan
Umur : 64 Tahun
Peran : Masyarakat suku Dayak Desa setempat
Kode subjek : N5
6. Nama : Elisabet
Umur : 38 Tahun
Peran : Penenun
Kode subjek :N6
7. Nama : Albertus Teddy
Umur : 23 Tahun
Peran : Masyarakat suku Dayak Desa Setempat
Kode subjek : N7
8. Nama : Wiwi Evifania
Umur : 21 Tahun
Peran : Penenun
Kode Subjek : N8
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
143
Lampiran 6: Transkrip Wawancara Terhadap N1
Transkrip wawancara terhadap N1
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N1. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui sejarah dari Rumah Betang Ensaid Panjang.
Pelaksanaan penelitian
Hari, waktu : Selasa, 24 Maret 2020
Tempat penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang
Hasil wawancara :
P1001 Pada tahun berapa Rumah Betang Ensaid Panjang ini didirikan?.
N1001 Rumah Betang ini mulai didirikan pada tahun 1985 dan pengerjaannya
selesai pada tahun 1986.
P1008 Apa yang melatarbelakangi didirikannya Rumah Betang ini, Pak?
N1008 Latar belakang didirikannya Rumah Betang ini yang pertama adalah
supaya
ada sinkronisasi dalam keluarga. Dengan adanya Rumah Betang ini, kita
jadi enak untuk betamu karena saling berdekatan. Ketika ada yang sakit kita
bisa segera mengetahui. Ketika musim berladang ada istilah bedurok atau
istilahnya bergilir kan jadi enak karena bersatu gitu bah. Selain itu, pada
jaman duluk kan untuk mengantisipasi musuh tapi sekarang kan ndak.
Mengantisiasi artinya kan kalau musuh menyerang kita bisa bersatu di
Rumah Betang ini. Makanya dari dulu sampai sekarang kita ndak pecah-
pecah supaya mempekuat persatuan. Selain itu, kita juga mudah untuk
berbagi lauk pauk satu sama lain. Pada jaman duluk, setiap ada yang
mendapat binatang (hasil buruan) pasti dibagi-bagikan supaya adil. Untuk
membagikan hasil buruan pun ada caranya. Misalnya dalam satu rumah ada
delapan orang, maka dapat jatah dua. Tetapi untuk rumah yang terdapat
empat orang diberi jatah satu. Istilah seperti itu disebut pengurang. Itu salah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
144
satu contoh untuk mensinkronisasi keluarga-keluarga yang ada di Rumah
Betang ini. Adapun adat yang berlaku di Rumah Betang ini yaitu sebuah
bilik jika sebuah bilik dikosongkan selama tiga hari maka, harus dikasik api
. Mengosongkan kamar atau bilik selama tiga hari disebut pencelap dapur.
Selain itu, bagi tamu yang terdiri dari dua orang atau lebih (rombongan),
tidak boleh naik ke Rumah Betang melalui tangga yang berbeda. Menaiki
Rumah Betang dari tangga yang berbeda disebut sabong api. Jika itu
dilakukan, maka orang-orang yang tinggal di Rumah Betang akan
mengalami sakit. Kembali lagi pada ritual adat sebelum mendirikan Rumah
Betang . Jadi sebelum mendirikan Rumah Betang , masyarakat mencari
tanah yang hendak didirikan Rumah Betang dan kemudian
memebersihkannya. Kemudian dilaksanakan ritual-ritual tertentu. Jika
setelah ritual-ritual dilaksanakan dan tidak terjadi masalah, barulah
didirikan tiang-tiang di tanah tersebut. Tiang-tiang tersebut disebut dengan
tiang mun. Tiang mun tersebut harus terbuat dari pohon yang berbuah.
Menurut kepercayaan masyarakat, pohon yang berbuah melambangkan
harapan baik masyarakat ketika tinggal di Rumah Betang yang akan
didirikan. Harapan tersebut meliputi mendapat haRTa kekayaan alam
seperti padi ataupun keturunan yang banyak.
P1tam01 Maaf Pak, apakah semua jenis pohon yang berbuah dapat digunakan
sebagai tiang mun?.
N1tam01 Sebenarnya semua jenis pohon yang berbuah bisa digunakan untuk
memebuat tiang mun. Akan tetapi, masyarakat lebih sering menggunakan
pohon ubah untuk membuat tiang mun. Pohon tersebut dipilih karena
memiliki buah yang banyak yang melambangkan rezeki yang melimpah,
seperti hasil alam ataupun keturunan ketika sudah tinggal di Rumah Betang
yang hendak didirikan.
P1tam02 Maaf Pak, tadi Bapak mengatakan sebelum mendirikan Rumah Betang
masyarakat terlebih dahulu mencari tanah yang cocok untuk mendirikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
145
Rumah Betang . Nah, aPakah ada ritual tertentu yang dilakukan dalam
mencari/memilih tanah untuk mendirikan Rumah Betang tepatnya sebelum
mendirikan tiang mun?
N1tam02 Ya, ritualnya diadakan dengan menyediakan babi, ayam, beras pulut ,
tepung tumpik, tuak, kelapa, di tanah yang hendak didirikan Rumah Betang
.
P1tam03 Nama ritualnya apa ya, Pak?
N1tam03 Biasanya disini disebut begelak. Setelah ritual itu dilaksanakan dan tidak
terjadi masalah, maka barulah didirikan tiang mun. Tiang-tiang mun yang
sudah didirikan, kemudian dibiarkan selama beberapa hari. Jika selama
beberapa hari tiang-tiang mun tidak ada yang tumbang, maka barulah
didirikan tiang ruai.
P1tam04 Maaf Pak, tadi kan Bapak mengatakan bahwa ketika segala ritual dalam
mencari tanah tadi sudah dilakukan dan tidak terjadi masalah, maka tanah
tersebut baik untuk didirikan Rumah Betang mungkin bisa dijelaskan yang
dimaksud dengan ”masalah” dalam hal ini apa ya, Pak?.
N1tam04 Jadi begini, seandainya kita sudah mendirikan tiang mun lalu kita biarkan
selama beberapa hari. Jika ada tiang mun yang tumbang, maka aRTinya
penunggu di tanah tempat kita mendirikan tiang mun itu akan mengganggu
kita, kalau kita memaksakan mendirikan Rumah Betang di tanah tersebut.
Oleh sebab itu masyarakat tidak berani mendirikan Rumah Betang di tanah
tersebut. Kalau tidak ada tumbang satu pun aRTinya tanah ni kan bagus
untuk didirikan Rumah Betang . Maksudnya tidak ada setan dan orang-
orang yang tinggal tinggal disini akan selalu diberi keselamatan, umur
panjang, dan haRTa yang berlimpah.
P1002 Yang membangun Rumah Betang ini siapa ya, Pak?
N1002 Masyarakat, dengan cara gotong-royong.
P1003 Bahan-bahan bagunan yang digunakan untuk mendrikan Rumah Betang ini
dari kayu apa saja ya, Pak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
146
N1003 Ndak nentu si. Dia ada jengger, entemau, berunggang, lamak kelansau.
Untuk atapnya dari kayu petir dan mabang. Selain ada juga kulit kayu yang
digunakan sebagai bahan bangunan Rumah Betang .
P1004 Kalau alat-alat yang digunakan untuk mendirikan Rumah Betang ini apa
saja ya, Pak?.
N1004 Untuk peralatannya mungkin hanya untuk mengikat saja. Jadi, dalam
membangun Rumah Betang tiang-tiang dilubangi dan dimasukan kayu
belian, kemudian diikatkan dengan rotan. Itu saja sih peralatanya.
P1tam05 Berarti belum menggunakan paku ya, Pak?
N1tam05 Iya, belum ada. Karena memang pada zaman dahulu belum ada Paku. Atap-
atap pun hanya diikat.
P1tam06 Kalau untuk peratan seperti parang apakah sudah ada ya, Pak?
N1tam06 Kalau parang sudah ada. Beliung juga sudah ada.
P1006 Bagaimana perkembangan arsitektur Rumah Betang dari zaman ke zaman?
N1006 Kalau dari segi arsitektur, Rumah Betang ini tidak mengalami banyak
perubahan. Sebisa mungkin bentuknya dipertahankan seperti ini. Kalau
pada zaman dahulu untuk membangun Rumah Betang ini tidak
menggunakan Paku, melainkan semuanya serba diikat. Akan tetapi,
sekarang Paku sudah digunakan, misalnya untuk merekatkan ruai.
Seandainya melakukan renovasi, penggunaan semen sebisa mungkin
dihindari supaya Rumah Betang tidak kehilangan ciri khasnya.
P1024 Kalau pada zaman dahulu, bagaimana cara orang melakukan pengukuran,
misalnya untuk mengukur bagian-bagian dari Rumah Betang ini?
N1024 Kalau pada zaman dulu kita menggunakan ukuran Sedepa,
sepenggenggam, dan sepenyiku. Sedepa itu seukuran rentangan kedua
tangan (kedua telapak tangan dibuka) orang dewasa. Sepenggenggam itu
mirip Sedepa, namun dalam merentangan tangan kedua telapak tangan
dalam posisi tertutup (digenggam). Sedangkan ukuran sepenyiku itu saat
salah satu tangan direntangkan (kedua telapak tangan dibuka), dan tangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
147
lainnya ditekuk. Sepenyiku itu diukur dari ujung sikut sampai ujung tangan
yang direntangkan. Begitulah orang pada zaman dahulu dalam melakukan
pengukuran.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
148
Lampiran 7: Transkrip Wawancara Terhadap N2
Transkrip wawancara terhadap N2
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N2. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui perkembangan Rumah Betang Ensaid Panjang.
Pelaksanaan penelitian
Hari, Waktu : Selasa, 24 Maret 2020
Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang
Hasil Wawanara :
P2tam01 Kesulitan apa yang dihadapi masyarakat dalam melestarikan Rumah
Betang Ensaid Panjang ini?
N2tam01 Kalo kesulitan dalam menjaga kelestarian ataupun eksistensi Rumah
Betang Ensaid Panjang adalah ketika para generasi muda dari
kampung ini pergi mencari keja di luar. Biasanya anak muda yang
sudah menempuh pendidikan tinggi cenderung memilih kerja di luar
kampung, karena tidak ada perkejaan di kampung yang sesuai
bidangnya. Kalau seperti itu kan, nanti lama kelamaan Rumah Betang
tidak ada yang menghuni karena banyak yang memilih tinggal di luar.
Kalau zaman dahulu kan semua kampung tinggal di Rumah Betang ,
tapi karena hal-hal yang seperti yang saya katakan tadi perlahan-lahan
orang mulai meninggalkan Rumah Betang .
P2tam02 Bagaimana cara untuk mengantisipasi masyarakat agar tidak
meninggalkan Rumah Betang ini dan agar Rumah Betang Ensaid
Panjang ini tetap lestari , Pak?
N2tam02 Kalau masalah itu si kita kembalikan kepada masyarakat, aPakah ada
kesadaran untuk menjaga Rumah Betang ini atau tidak. Selain itu,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
149
Rumah Betang ini kan meruPakan aset kabupaten bahkan provinsi,
sehingga campur tangan pemerintah juga diperlukan agar Rumah
Betang ini tetap lestari. Tidak hanya itu, untuk membuat Rumah
Betang ini kan dibutuhkan bahan-bahan yang berasal dari hutan. Oleh
sebab itu, ketika masyarakat mampu menjaga kelestarian hutan adat
atau hutan desa, maka masyarakat juga dapat menjaga kelestarian
Rumah Betang dengan cara merenovasinya dengan mengambil bahan-
bahan dari hutan adat tersebut.
P2tam03 Berarti memang yang menjadi persoalan utama dalam menjaga
kelestarian Rumah Betang adalah damPak dari perkembangan zaman
ya, Pak?
N2tam03 Iya, betul. Kan pada zaman dahulu masyarakat suku Dayak se-
Kalimantan itu tinggal di Rumah Betang . Sebagai contoh Baning
Panjang. Mengapa disebut Baning Panjang?, yaitu karena dulu di
Baning itu terdapat rumah banyak rumah Panjang yang sekarang kita
kenal sebagai Rumah Betang . Sebenarnya sebutan Rumah Betang itu
adalah sebutan untuk rumah Panjang yang berasal dari bahasa Melayu.
Disebut Rumah Betang karena rumah tersebut benar-benar
membentang. Kalau aslinya Rumah Betang itu disebut rumah
Panjang, yang aRTinya rumah tersebut benar-benar memanjang atau
dalam bahasa kami disebut rumah Panjai. Bukan hanya itu,
perkembangan zaman juga membuat kebudayaan berubah. Kalo pada
zaman dahulu kan setiap daerah memiliki caranya masing-masing
dalam berpantun ataupun berlagu untuk ditampilkan pada acara gawai.
Berpantun dan berlagu pun dilakukan dengan bahasa daerah. Namun
kalo sekarang bukan itu yang ditampilkan, karena dipengaruhi oleh
adanya televisi, HP, dan lain sebagainya. Kalo sekarang yang
ditampilkan pada saat acara gawai berbeda dengan apa yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
150
ditampilakan pada acara gawai pada zaman dahulu. Kalo sekarang kan
lagu-lagunya lagu hampir semua lagu modern.
Sekarang itu memang sudah banyak yang berubah bah, misalnya
hukum yang berlaku. Kalo zaman dahulu kan hukum yang berlaku di
suatu daerah dengan daerah lainnnya berbeda-beda. Hukum yang
berlaku di suatu daerah disesuaikan dengan kebudayaan daerah
tersebut. Kalo di Ensaid Panjang ini aktivitas yang berkaitan dengan
hukum masih menggunakan real.
P2tam04 Kalau boleh tau real itu apa ya, Pak?
N2tam04 Real itu adalah satuan tradisional bah. Kalau disini itu real itu
diibaratkan sebagai nilai hukum. Misalnya ada orang yang melakukan
kesalahan, untuk menebus kesalahannya ia harus membayar sekian
real. Kesalahan yang dimaksud adalah kesalahan yang dilakukan
dalam hal apa saja, bisa menyangkut sopan-santun, tata krama, rumah
tangga dan lain sebagainya.
P2tam05 Satu real itu berapa ribu rupiah ya, Pak?
N2tam05 Kalau untuk tinggkat RT 1 real= 5000, untuk tingkat dusun 1 real =
5000, untuk tingkat desa 1 real = 10.000, dan untuk tingkat
tumenggung 1 real = 15.000 atau ada juga yang 25.000. Biasanya
sebelum menjalani proses hukum adat kita milih mau penyelesaian
masalah pada tingkat wilayah tertentu (RT, dusun, desa, atau
tumenggung).
P2tam06 Bagaimana ketentuan banyaknya real yang harus dibayar ketika
melakukan kesalahan seperti mencuri dan lain sebagainya?
N2tam06 Kalau itu si bermacam-macam. Kalo hukum kecuri umumnya
dikenakan 30 real. Itu belum termasuk untuk mengganti barang yang
dicuri. Penambahan banyaknya real yang harus dibayar pelaku
pencurian ditentukan oleh parahnya tingkat pencurian yang dilakukan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
151
Selain itu, ada hukum kesupan yaitu hukum yang dikenakan kepada
orang yang melakukan kesalahan dalam hal sopan-santun. Kalo ada
orang yang dikenakan hukum kesupan karena bersalah (melanggar
sopan-santun) kepada istri, anak, suami, metua, sahabat, dan lain
sebagainya, maka orang tersebut harus membayar 20 real. Akan tetapi,
untuk hukum kesupan yang dikenakan kepada seseorang yang
melakukan kesalahan (melanggar sopan-santun) kepada Kepala
Dusun, Kepala Desa, atau Tumenggung lebih berat lagi. Adapun
banyaknya real yang dikenakan berdasarkan hukum kesupan atas
kesalahan (melanggar sopan-santun) kepada kepala dusun, kepala
desa, dan tumenggung secara berturut-turut yaitu 40 real, 80 real, dan
120 real. Sebenarnya kalo berbicara hukum, terdapat perbedaan yang
mendasar antara hukum negara dengan hukum yang berlaku di tempat
kita ini (hukum adat). Kalo di tempat kita ini, sekecil-kecilnya
kesalahan yang kita buat, tapi kalau sudah kena hukum adat, maka
pengaruhnya besar bagi kehidupan sosial kita. Selain itu, kalo
berdasarkan hukum negara tidak ada istilah mendamaikan karena pasti
ujung-ujungnya akan ditentukan siapa yang benar dan siapa yang salah.
Kalo hukum adat kita bahkan lebih bijak karena tidak menyudutkan
salah satu pihak atau menentukan siapa yang benar dan siapa yang
salah. Kalo di sini ada yang namanya hukum adat rentang. Hukum
adat rentang meruPakan hukum yang dikenakan kepada kedua belah
pihak yang bertikai supaya berdamai. Dalam hukum adat rentang yang
membayar adat adalah pengurus adat dan uang tersebut kemudian
diberikan kepada kedua belah pihak sebagai tanda kedamaian. Tidak
hanya sampai di situ, kedua belah pihak yang betikai tersebut
selanjutnya disaid atau diperingati. Ketika mereka masih mengulangi
kesalahan yang sama, maka akan dikenakan sanksi adat dua kali lipat.
Hukum adat rentang bertujuan agar tidak merugikan pihak manapun
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
152
yang bertikai. Kan ada pepatah yang mengatakan ‘menang jadi arang,
kalah jadi abu’. Hal tersebutlah yang ingin dihindari sehingga
diberlakukan hukum adat rentang ini. Ada tiga tahap dalam hukum
adat yang diberlakukan disini, yaitu pertama dinasehati atau diajar,
kedua disaid atau diperingati, dan yang ketiga barulah dikenakan
hukum adat. Oleh sebab itu ketika ada yang melakukan kesalahan tidak
serta-merta langsung dihukum, melainkan dinasehati atau dibimbing
terlebih dahulu.
P2tam07 Baik Pak, kembali ke masalah nilai hukum (real), selain nilai-nilai real
yang sudah disebutkan tadi, apakah ada nilai-nilai real lainnya?
N2tam07
Ada hukum neraka. Hukum neraka itu seperti ini bah, misalnya saya
mencuri kemudian saya merusak segala barang2 yang ada di rumah itu
seperti membongkar pintu dan lain sebagainya.
P2tam08 Kalao untuk nilai hukum neraka itu berapa real ya Pak?
N2tam08 30 real biasanya.
P2tam09 Kalau kilap basa berapa ya, Pak?
N2tam09
Kalau hukum kilap basa tu yang paling kecil. Kilap basa itu contohnya
seperti ini, saya kan sudah punya isteri, tapi saya sering memberikan
tuak kepada isteri orang tertentu sementara saya tidak pernah
memberikan tuak kepada orang lain. Berarti kan saya ada maunya dan
seandainya suaminya tidak suka saya bisa dituntut hukum kilap basa.
P2tam10 Kalau nilai hukum untuk kilap basa itu berapa ya, Pak?
N2tam10 10 real. Akan tetapi biasanya tidak di real kan, melainkan hanya
dinasehati.
P2tam11 Kembali lagi ke satuan tradisional ya, Pak. Selain satuan real, sedepak,
sepenggenggam, masih ada satuan tradisional lainnya ndak, Pak?
N2tam11 Ya, ada sepenumpu, seperayun, serentik, sepengetuk, sebidas dan
kelingiek. Satuan sepenumpu itu biasanya untuk mengukur potongan
daging, misalnya ikan toman, atau ular. Cara mengukurnya Pakai
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
153
telapak kaki. Kalo seperayun itu, biasanya digunakan untuk mengukur
binatang besar seperti buaya misalnya. Maksudnya seperayun itu
ketika kita duduk di atas badan binatang besar, lalu kaki kita bisa
seolah-olah berayun. Kalau serentik dan sepengetuk itu satuan yang
digunakan untuk mengukur babi biasanya. Sepengetuk (satu pengetuk)
setara dengan keliling lingkar kepala orang dewasa ditambah dengan
ukuran panjang kepalan tangan. Serentik (satu rentik) setara dengan
sepengetuk ditambah panjang jari jempol. Sebidas merupakan satuan
yang digunakan untuk menyatakan keliling tubuh ular. Sedangkan
satuan kelingiek itu dipakai saat kita mengukur rusa atau kijang.
Begitulah cara orang-orang pada zaman dahulu mengukur besarnya
hewan buruan ataupun hewan ternak.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
154
Lampiran 8: Transkrip Wawancara Terhadap N3
Transkrip wawancara terhadap N3
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada
saat mewawancarai N3. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui sejarah perkembangan tenun ikat suku Dayak Desa di Desa Ensaid Panjang.
Pelaksanaan penelitian I
Hari, Waktu : Jumat, 27 Maret 2020
Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang
Hasil Wawancara :
P3021 Bagaimana sejarah perkembangan tenun ikat di desa Ensaid Panjang?
N3021 Sebenarnya sebelum era 1990-an, tenun ikat seakan-akan hampir punah.
Hal tersebut dikarenakan sulitnya mencari bahan baku untuk membuat
tenun ikat. Pada saat itu, hutan yang biasa dijadikan tempat untuk
memperoleh bahan baku perlahan mulai berubah menjadi perkebunan
karet dan kelapa sawit. selain itu, pengaruh modernisasi menjadi salah
satu penyebab hampir punahnya kain tenun ikat. Banyak kaum muda yang
tidak tertarik untuk belajar menenun, karena disamping prosesnya sulit,
banyak juga kaum muda yang menganggap bahwa kain tenun ikat sudah
ndak jaman lagi untuk digunakan. Padahal sebenarnya banyak orang-
orang di luar sana yang jika melihat tenun ikat, mereka tertarik dan mau
membelinya, karena dianggap sebagai sesuatu yang khas atau unik. Pada
saat itu, pihak-pihak yang peduli dengan kelestarian tenun ikat, sehingga
melakukan berbagai upaya agar tenun ikat tetap lestari. Akan tetapi,
upaya-upaya yang coba dilakukan belum membuahkan hasil, karena
masyarakat belum membuahkan hasil karena masyarakat tidak bisa
menerima begitu saja arahan dari pihak-pihak tersebut. masyarakat
menganggap upaya pelestarian tersebut sebagai kegiatan yang memaksa
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
155
mereka untuk hidup terbelakang. Hingga pada akhirnya, pada tahun 1999
upaya tersebut menemui titik terang. Pada saat itu, beberapa lembaga
swadaya masyarakat, yaitu yayasan Kobus, yayasan dian swadaya
khatulistiwa, PRFC (People, research, and conservation foundation)
Indonesia menggalakkan program bersama yang dinamai Restorasi Tenun
Ikat Dayak. Upaya pertama yang dilakukan dalam program tersebut
adalah mendata jumlah penenun, sebaran penenun, tingkat keahlian
penenun, produktivitas penenun, dan pemasaran kain tenun. Pada saat itu,
tercatat sekitar 40-an penenun yang yang tersebar di lima desa, yaitu
Ensaid panjang, baning panjang, ransi panjang, umin, dan menaung. Dari
jumlah tersebut, terhitung hanya belasan penenun yang dianggap ahli dan
umumnya mereka telah berumur di atas 45 tahun. Produktivitas penenun
pada saat itu terbilang relatif rendah, karena kegiatan menenun pekerjaan
sampingan yang hanya dilakukan pada waktu senggang. Selain itu,
pemasaran kain tenun hampir tidak dilakukan karena memang secara
khusus tenun ikat tidak unt diperjual belikan, melainkan digunakan pada
saat upacara adat. melalui program tersebut, penenun dapat berkumpul
dan saling membagi keluh kesah yang mereka alami dalam membuat atau
melestarikan kain tenun ikat. Seiring berjalannya waktu, pertemuan-
pertemuan dilakukan secara intens, sehingga muncul ide-ide praktis yang
dapat diterapkan untuk melestarikan tenun ikat. Pada tahun 2002, para
penenun sepakat untuk berhimpun dalam Kelompok Usaha Bersama Jasa
Menenun Mandiri. Kelompok tersebut secara intensif mengadakan
pelatihan menenun kepada yang baru belajar menenun dan kepada
penenun yang ingin mengembangkan keterampilannya. Selain itu,
anggota-anggota kelompok dibekali dengan pengetahuan manjemen,
pembukuan, dan fasilitas untuk menjalankan kegiatan simpan-pinjam,
jual-beli, serta pemasaran kain tenun ikat. Dengan demikian, setiap
anggota kelompok dapat mengelola segala aktivitas yang berkaitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
156
dengan manajemen produksi kain tenun secara mandiri, di tempat tinggal
masing-masing. Pada tahun 2003, kelompok tersebut berkembang
menjadi Koperasi Jasa Menenun Mandiri (JMM), yang dipimpin oleh
Sugiman Karyareja. Perlahan tapi pasti, koperasi tersebut berhasil
menghindari kepunahan kain tenun ikat di Kabupaten Sintang, karena
semakin hari jumlah anggota dari lembaga tersebut semakin bertambah,
dimana sebagian besar anggota kelompok tersebut merupakan penenun.
Saat ini, kegiatan menenun telah menjelma menjadi pekerjaan yang
menghasilkan uang bagi kaum perempuan yang menggelutinya. Koperasi
tersebut sangat membantu penenun-penenun dalam menjalankan aktivitas
menenun, tak terkecuali bagi para penenun di Ensaid panjang. selain
membantu penenun dalam melakukan pemasaran, koperasi tersebut juga
menyediakan bahan baku yang dibutuhkan penenun, terutama bahan baku
utama yaitu benang kapas. Para penenun di desa Ensaid panjang sendiri
lebih memilih membeli bahan baku di koperasi tersebut, karena memiliki
kualitas yang baik.
Transkrip wawancara terhadap N3
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada
saat mewawancarai N3. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui proses pembuatan kain tenun ikat.
Pelaksanaan penelitian II
Hari, Waktu : Jumat, 6 April 2020
Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang
Hasil Wawancara :
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
157
P3019 Bagaimana proses pembuatan tenun ikat ?
N3019 Kalau untuk prosesnya si pertama kita susun benang-benang dalam alat
yang disebut luwayan. Benang-benang tersebut kemudian dilepas dari
luwayan, lalu disusun pada tanggak kanji dan dibiarkan minimal selama
satu hari. Proses tersebut biasanya kita sebut sebagai proses
ngeluwayan. Proses kedua adalah negi, yaitu proses melipat susunan
benang sebanyak beberapa lipatan. Sebelum dilipat ujung-ujung
susunan kain harus ditenun sedikit supaya benang-benang tidak
tertindih satu sama lain. Proses ketiga adalah ngebat, yaitu proses
membuat motif dengan mengikat susunan benang pada bagian tertentu.
Dalam proses ngebat, benang-benang disusun pada alat yang disebut
tangga kebat, yang mirip tanggak kanji, namun ukurannya lebih kecil.
Proses keempat yaitu pewarnaan, yamng dilakukan dengan bahan
pewarna dengan warna tertentu. Setelah diwarnai, benang-benang
tersebut kemudian di keringkan dengan cara dijemur. Kalau sudah
kering, maka benang-benang tersebut disusun kembali pada tanggak
kanji dan dibiarkan selama minimal satu hari. Setelah itu baru kita
mulai menenun. Proses menenun itu konsepnya sama seperti kita
menganyam.
P3tam01 Kalau boleh tahu, mengapa setelah proses ngeluwayan benang-benang
disusun pada tangga kanji?
N3tam01 Benang itu kan kadang-kadang teksturnya ga teratur, kadang ada yang
ndak lurus. Jadi, tujuan membentangkan benang pada tangga kanji itu
supaya tekstur benang menjadi teratur. Sama halnya setelah proses
pencelupan, benang-benang kita bentangkan pada tangga kanji kembali.
P3028 O begitu ya bu. Kalau perhitungaan benang-benang yang digunakan itu
dilakukan pada proses yang mana ya, Bu?
N3028 Biasanya pada proses yang paling pertama, yaitu ngeluwayan. Kalau
dalam proses pembuatan tenun ikat, ada istilah sesaok dan bilangan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
158
Sesaok itu adalah susunan 6 (enam) helai benang, sedangkan bilangan
itu adalah dua kali sesaok. Kalau dalam membuat motif itu kan
tergantung pakai bilangan berapa. Ada bilangan 40, 70 dan lain
sebagainya.
P3tam02 Kalau boleh tau bilangan 40 itu maksudnya apa ya, Bu?
N3tam02 Misalnya kalau bilangan 40 itu, artinya dalam membuat “pola dasar”
kita membutuhkan bilangan 40, dimana bilangan 40 itu sama dengan
dua kalinya sesaok. Kan kalo menenun itu ada proses negi, yaitu
melipat susunan kain sebanyak sekian lipatan. Jadi, masing-masing
hasil lipatamn nanti memuat pola dasar.
P3032 Oh begitu ya, Bu. Kalau mengukur panjang kain dilakukan pada proses
yang mana ya, Bu?
N3032 Sama, pada proses ngeluwayan juga. Jadi, kalaau waktu ngeluwayan itu
kan kita melilit benang-benang dengan lilitan tertentu. Nah, satu lilitan
benang pada luwayan tersebut, kalau dibentangkan, maka panjangnya
sama dengan dua kali lipat ukuran kain tenun.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
159
Lampiran 9: Transkrip Wawancara Terhadap N4
Transkrip wawancara terhadap N4
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N4. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui bagian-bagian dari Rumah Betang Ensaid Panjang.
Pelaksanaan penelitian
Hari, Waktu : Selasa, 24 Maret 2020
Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang
Hasil Wawanara :
P4026 Bagaimana masyarakat mendesain bentuk Rumah Betang Ensaid
Panjang?
N4026 Kalau jaman duluk sih tidak ada istilah mendesain seperti itu. Rumah
Betang ini kan dibuat secara gotong royong, sehingga masyarakat bisa
saling berdiskusi tentang bentuk dari bagian-bagian Rumah Betang ini.
Jadi, masyarakat sudah tahu bentuk telok, bentuk tingkak, banyaknya
bilik, dan lain sebagainya.
P4tam01 Kalau Banyaknya Kamar Ditentukan Berdasarkan Apa Ya, Pak
N4tam01 Kalau Itu Jumlah Keluarga Sih.
P4027 Bagian-bagian Rumah Betang Ensaid ini apa saja ya pak?
N4027 Ada ruai, teluk, bilik, tingkak, sadau, dan sadau penguak.
P4tam02 Kalau sadau itu kegunaanya untuk apa ya pak?
N4tam02 Biasanya sih untuk menyimpan alat-alat pertanian setelah selesai panen,
dan biasanya untuk menyimpan segala tikar. Itulah kegunaannya.
P4tam03 Kalau sadau penguak pak?
N4tam03 Kalau sadau penguak itu biasanya untuk menyimpan perlengkapan
untuk ritual adat .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
160
Lampiran 10: Transrkip Wawancara Terhadap N5
Transkrip wawancara terhadap N5
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N5. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui lebih dalam tentang bagian-bagian dari Rumah Betang Ensaid Panjang, serta
kegunaan dari masing-masing bagian tersebut .
Pelaksanaan penelitian I
Hari, Waktu : Selasa, 24 Maret 2020
Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang
Hasil Wawanara :
P5tam01 Salah satu dari bagian dari Rumah Betang kan adalah ruai ya Pak. Nah,
bisa jelaskan sedikit ndak Pak makna dari ruai ini ?
N5tam01 Sebenarnya untuk makna khususnya si ndak ada, tapi kalo dari segi
kegunaannya si ya untuk mempermudah bertamu atau untuk kumpul-
kumpul aja. Kalo telok kan untuk orang numbuk padi.
P5tam02 Kalo pagar air itu kegunaanya untuk apa ya, Pak?
N5tam02 Kalo pagar air kegunaanya untuk keamanan si
P5tam03 Kalo tingkak itu apa ya pa?
N5tam03 Tingkak itu maksudnya itu bagian dari Rumah Betang yang agak rendah
dari yang lainnya. Biasanya orang bilangnya betingkak yang kalo bahasa
indonesianya itu bertingkat (timpang).
P5tam04 Kalo bedanya bilik baruah sama bilik atauh tu apa ya, Pak ?
N5tam04 Kalo jaman dahulu ruai itu juga dibagi dua. Ada ruai atauh dan ada ruai
baruah. Ruai atauh itu juga disebut padoang . Biasanya diantara ruai atauh
dan ruai baruah disekat dengan kayu bulat yang biasanya disebut batun.
Sama halnya dengan bilik yang terbagi menjadi dua bagian, yaitu bilik
baruah dan bilik atauh. Bilik baruah itu adalah bilik yang pertama kali kita
pijakan waktu masuk. Sedangkan bilik atauh itu bilik setelah bilik baruah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
161
Setelah bilik baruah dan bilik atauh, masuk kedalam lagi barulah ketemu
yang disebut tingkak. Tingkak tadi yang agak rendah dari bilik.
Transkrip wawancara terhadap N5
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N5. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk alasan
mengapa kegiatan menenun hanya boleh dilakukan oleh kaum perempuan.
Pelaksanaan penelitian II
Hari, Waktu : Senin, 6 April 2020
Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang
Hasil Wawancara :
P5tam05 Selamat siang Pak, maaf mengganggu waktunya. Saya ingin bertanya
terkait kegiatan menenun . Mengapa kegiatan menenun hanya boleh
ditekuni oleh kaum wanita?
N5tam05 Alasan kegiatan menenun hanya hanya boleh dilakukan oleh kaum
perempuan erat kaitannya dengan tradisi ngayau pada zaman dahulu.
Menurut kepercayaan masyarakat, ketika kaum pria melakukan kegiatan
menenun, maka kekuatan fisik pria tersebut menjadi seperti perempuan
sehingga tidak mampu bertarung dan akan menjadi korban dari tradisi
ngayau. Pada zaman dahulu, menyentuh atau memegang peralatan
menenun pun dilarang bagi para pria. Jika ada yang nekat memegang,
maka pria tersebut akan mengalami kesialan, seperti menjadi korban dari
tradisi ngayau tadi. Oleh sebab itu, hingga sekarang kaum lelaki di desa
ini tidak ada yang berani menenun, meskipun kegiatan ngayau sudah
tidak ada lagi.
P5tam06 Maaf Pak, mungkin bisa dijelaskan sedikit tentang tradisi ngayau itu
seperti apa ?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
162
N5tam06 Pada intinya ngayau merupakan tradisi bunuh-membunuh atau berburu
kepala antar suku Dayak. Pada zaman dahulu ada istilah anak umbung
atau bahasa indonesianya anak perempuan yang dipingit. Istilah anak
umbung muncul karena pada zaman dahulu anak gadis suku Dayak yang
dipingit harus tinggal di lumbung padi. Bagi kaum pria yang hendak
meminang gadis tersebut wajib melakukan tradisi ngayau atau berburu
kepala manusia di kampung-kampung suku Dayak lainnya. Banyaknya
kepala ditentukan oleh anak umbung yang hendak dipinang oleh sang
pria. Jika anak umbung meminta tiga kepala manusia, maka sang pria
wajib mendapatkan tiga kepala manusia. Jika tak ada satu pun pria yang
mampu memenuhi keinginan anak umbung, maka anak umbung tersebut
akan menjadi naga atau dalam bahasa Dayak disebut nabau.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
163
Lampiran 11: Transkrip Wawancara Terhadap N6
Transkrip wawancara terhadap N5
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N5. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk alasan
mengapa kegiatan menenun hanya boleh dilakukan oleh kaum perempuan.
Pelaksanaan penelitian II
Hari, Waktu : Senin, 6 April 2020
Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang
Hasil Wawancara :
P5tam05 Selamat siang Pak, maaf mengganggu waktunya. Saya ingin bertanya
terkait kegiatan menenun . Mengapa kegiatan menenun hanya boleh
ditekuni oleh kaum wanita?
N5tam05 Alasan kegiatan menenun hanya hanya boleh dilakukan oleh kaum
perempuan erat kaitannya dengan tradisi ngayau pada zaman dahulu.
Menurut kepercayaan masyarakat, ketika kaum pria melakukan kegiatan
menenun, maka kekuatan fisik pria tersebut menjadi seperti perempuan
sehingga tidak mampu bertarung dan akan menjadi korban dari tradisi
ngayau. Pada zaman dahulu, menyentuh atau memegang peralatan
menenun pun dilarang bagi para pria. Jika ada yang nekat memegang,
maka pria tersebut akan mengalami kesialan, seperti menjadi korban dari
tradisi ngayau tadi. Oleh sebab itu, hingga sekarang kaum lelaki di desa
ini tidak ada yang berani menenun, meskipun kegiatan ngayau sudah
tidak ada lagi.
P5tam06 Maaf Pak, mungkin bisa dijelaskan sedikit tentang tradisi ngayau itu
seperti apa ?
N5tam06 Pada intinya ngayau merupakan tradisi bunuh-membunuh atau berburu
kepala antar suku Dayak. Pada zaman dahulu ada istilah anak umbung
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
164
atau bahasa indonesianya anak perempuan yang dipingit. Istilah anak
umbung muncul karena pada zaman dahulu anak gadis suku Dayak yang
dipingit harus tinggal di lumbung padi. Bagi kaum pria yang hendak
meminang gadis tersebut wajib melakukan tradisi ngayau atau berburu
kepala manusia di kampung-kampung suku Dayak lainnya. Banyaknya
kepala ditentukan oleh anak umbung yang hendak dipinang oleh sang
pria. Jika anak umbung meminta tiga kepala manusia, maka sang pria
wajib mendapatkan tiga kepala manusia. Jika tak ada satu pun pria yang
mampu memenuhi keinginan anak umbung, maka anak umbung tersebut
akan menjadi naga atau dalam bahasa Dayak disebut nabau.
Transkrip wawancara terhadap N6
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada
saat mewawancarai N6. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui perbandingan bahan pewarna yang digunakan untuk mewarnai kain tenun
ikat.
Pelaksanaan penelitian II
Hari, Waktu : Rabu, 15 April 2020
Tempat Penelitian : Rumah Betang Ensaid Panjang
Hasil Wawancara :
P6034 Kalau bahan-bahan yang digunakan pada proses pencelupan itu,
perbandingannya bagaimana ya, Bu?
N6034 Kalau untuk penggunaan bahan-bahan pada proses pencelupan si
tergantung dari kain jenis kain yang dibuat. Kalau seperti kain kebat
atau syal perbandingan bahannya 5 sampai 6 sendok Naptol (komponen
dasar warna), 3 sendok naptol (garam naptol), 1/3 sendok TRO, dan 1,
5 sendok soda api. Kalau untuk kain kumbuk penggunaan bahan-bahan
pewarna tersebut bisa dua kali lipat, kira-kira 1,5 Naptol (komponen
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
165
dasar warna), 5 sendok naptol (garam naptol), 1,5 sendok TRO, dan 2
sendok soda api.
P6tam09 Kalau perbandingan bahan pewarna untuk membuat selendang
bagaimana Bu?
N6tam09 Kalau selendang bisa pakai perbandingan seperti pada pewarnaan kain
kebat atau syal. Sebenarnya pakai perbandingan seperti pada pewarnaan
kain kumbuk juga bisa, namun tentu saja kita akan rugi karena
menggunakan bahan-bahan pewarna yang banyak. Intinya, pada proses
pewarnaan kita harus bisa menggunakan bahan-bahan pewarna secara
efektif. Misalnya kalau saya mewarnai kain dengan perbandingan
bahan pewarna tadi, sekalian saja mewarnai selendang yang kebetulan
warnanya sama. Dengan demikian, penggunaan bahan-bahan pewarna
menjadi efektif karena tidak ada yang bersisa, sehingga tidak
mengalami kerugian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
166
Lampiran12: Transkrip Wawancara Terhadap N7
Transkrip wawancara terhadap N7
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N7. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan budaya masyarakat suku Dayak Desa di Desa
Ensaid Panjang.
Pelaksanaan penelitian I
Hari, Waktu : Kamis, 28 Mei 2020
Tempat Penelitian : (Wawancara Dilakukan secara Daring)
Hasil Wawancara :
P7tam01 Apa yang dimaksud dengan bekana?
N7tam01 Kana merupakan salah satu kesenian masyarakat Dayak Desa yang
bersifat semireligius. Di dalamnya terkandung unsur kesakralan, pujian
dan hiburan. Syair-syair dalam Kana ini tergantung pada kisah saat
dilantunkan. Ada kisah tentang kehidupan muda mudi, kehidupan sehari-
hari dan sebagainya. Syair ini berisi pujian, kritik, sanjungan dan cercaan
pada sesuatu, namun tidak kentara karena diungkapkan dalam bentuk
sindiran-sindiran halus dengan tujuan agar orang yang dituju tidak malu
dan dapat merobah sikapnya. Kana menjadi religius ketika ditampilkan
dalam upacara-upacara adat dan berfungsi sebagai sarana untuk
berhubungan dengan arwah para leluhur, para dewata dan manusia-
manusia buah Kana yang menurut kepercayaan masyarakat sangat arif
dan bijaksana.
P7tam02 Kalo boleh tau kana ini ditampilkan saat kapan aja ya, Bang?
N7tam02 Itu biasa pada saat gawai paling sering ditampilkan.
P7tam03 Berarti kalau misalkan kita melakukan kesalahan, bisa jadi kita di sindir
dengan bekana waktu gawai ya, Bang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
167
N7tam03 Iya karena kan kita mengerti arti dari syair itu. Itu biar kita bisa
memperbaiki kesalahan kita yang disindir tadi.
P7tam04 Bahasa Dayak Desa' itu ada tingkatan bahasanya ndak si?. Maksudnya
cara kita ngomong sama teman beda dengan waktu kita ngomong sama
orang tua?
N7tam04 Kalau tingkat sih ndak ada, tapi setiap bahasa pastinya beda cara kita
ngomong sama teman dengan ngomong sama orang tua
P7tam05 Contohnya gmana Bang?. Kalo kami kan sebutan 'kamu' untuk teman
sama ortu beda. Kalo utuk teman mieh/meh, kalau untuk orang tua nuan
N7tam05 Sama kok. Trus kalau untuk teman cwe diek/dik kalau orang tua yang
cewe nuan juga
P7tam06 Berrti nuan itu cewek/cowok sama juga ya, Bang?
N7tam06 Iya.
P7tam07 Oh iya, Bang. Abang tau ritual begelak ndak, Bang?
N7tam07 Tau kok, dia kaya sesajen gitu buat persembahan ke Petara
P7tam08 Nah bisa jelasin sedikit ndak, Bang prosesinya gmana?
N7tam08 Jadi itu buat tempat buat nyimpan persembahan dulu pake bambu gitu trus
persembahannya itu dimasak tapi ngga boleh dirasain nah sisa makanan
yang dimasak tadi itu boleh dimakan kalau Pegelak itu udah dikasiin gitu
lah. Nah ritual itu supaya Petara/Tuhan bisa melindungi apa yang kita
minta. Contohnya sebelum Bangun rumah
P7tam09 Nah itu persembahanya ditaro dimana ya, Bang?. Selain itu, maksudnya
sisa makanan itu gimana?
N7tam09 Biasanya sih ditaro di kerangka rumah, tapi kalau belum jadi biasanya di
tiang pertama. Nah sisa masakan itu boleh dimakan kalau acara
Pegelaknya itu udah selesai.
P7tam09 Pada saat ritual begelak itu ada “baca-bacanya” ndak, Bang?. Selain itu,
ritual begelak biasanya dipimpin oleh siapa ya, Bang?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
168
N7tam09 Iya dong pastinya di “baca-baca”. Kalau untuk yang mimpin biasanya sih
tetua yang mengerti dan yang udah dipercaya di situlah, ketua adat pun
bisa.
P7tam10 Oh iya, Bang. Itu persembahannya dibiarkan berapa lama di kerangka
rumah/tiang pertama?.
N7tam10 Ya selamanya. Di tiang pertama kalau kerangka belum jadi, tapi kalau
kerangka udah jadi pasti ditaro di kerangka atas pastinya
P7tam11 Kerangka atas maksudnya di atas plafon kah Bang?
N7tam11 Iya.
P7tam12 Berarti persembahan itu terdiri dari benda2 yang bisa dmakan atau ndak
bisa ya, Bang. Abis Pegelak selesai, makanan yang sebelumnya djadikan
persembahan bisa dimakan sedangkan selain makanan dibiarkan aja
sampai selamanya. Gitu ndak, Bang?.
N7tam12 Yang bisa dimakan semua kecuali wadahnya. Dan yang udah ditaro
diwadahnya itu tidak boleh dimakan, yang dimakan hanya yang lebih.
P7tam13 Ini wadah yang terbuat dari bambu ini umtuk menyimpan persembaham
selamanya atau cuma umtuk membawa persembahan ke rumah atau tiang
pertama tadi.
N7tam13 Ya. Buat nyimpan selamanya
P7tam14 Pegelak sama begelak bedanya apa Bang?
N7tam14 Pegelak tu sesajinya, begelak itu prosesinya.
P7tam15 Kembali lagi ke topik tentang bekana, kalo pas bekana itu pake bahasa
halus kah?
N7tam15 Iya pastinya.
P7tam16 Biasanya tempat pusat acara gawai di kampung abang memang Rumah
Betang , Bang?
N7tam16 Ya, kalau gawai sama-sama dan ada pesta besar-besaran pasti pentas
acaranya di Rumah Betang .
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
169
Transkrip wawancara terhadap N7
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N7. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui peralatan-peralatan yang digunakan masyarakat Dayak Desa di Desa Ensaid
Panjang dalam kehidupan sehari-hari.
Pelaksanaan penelitian II
Hari, Waktu : Sabtu, 29 Mei 2020
Tempat Penelitian : (Wawancara Dilakukan secara Daring)
Hasil Wawancara :
P7013 Bang, peralatam tradisional (alat berburu, penebang senjata, dll) di
Betang atau di Ensaid Panjang apa2 jak bang?
N7013 Ndak tau aku kalau itu karena sekarang udah banyak yg disita kepolisian.
Kalau penanak arak malah ndak pernah liat kalau di Ensaid
P7tam17 Berarti arak itu ilegal ya,?
N7tam17 Iya ilegal
P7tam18 Kalo seperti kapak, parang, beliung ada pasti ya, Bang
N7tam18 Kapak sama parang aja yg ada, beliung ndak pernah liatnya lagi
P7tam19 Oh ya, Bang. Berarti berburu udah ndak boleh ya, Bang?
N7tam19 Iya Ndak boleh lagi
P7tam20 Kalo tombak untuk nangkap ikan ada ndak Bang?
N7tam20 Wah Ndak pernah liat lagi aku kalau itu, tapi mungkin masih ada
P7tam21 Kalo berburu ikan masih boleh nda Bang?
N7tam21 Boleh, tapi kalau pake tombak itu biasa dipake pas nuba. Sedangkan
sekarang nuba udah dilarang di Ensaid
P7tam22 Kalo arak kan ilegal, kalo tuak gmana bang?
N7tam22 Kalau tuak kan munculnya hanya ada saat gawai jadi legal aku rasa
P7tam23 Oh iya, Bang, kalo d Ensaid atau di Rumah Betang nya perayaan
gawainya seperti apa ya, Bang,?. Kalau d kampung kami tu kan ada
istilahnya pangel atau main ke rumah2 untuk silahturahmi .
N7tam23 Kalau kami ndak tau aku apa namanya cuma silahturahmi itu pasti tapi
ndak tau apa namanya
P7012 Kalo di Rumah Betang Ensaid atau desa Ensaid panjag tu sistem
oraganisasi sosialnya bagaimana ya?. Kalo pada umumnya kan dibentuk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
170
RT, RW, dusum, atau desa, dan masing2 wilayah tersebut dikepalai oleh
seseorang. Namum kalo kita orang Dayak kan ada selain Kepala RT,RW,
Kepala Dusun, ditambah ketua adat, dewan adat , dan lain sebagainya.
Nah kalo di Betang atau Desa Ensaid sendiri gimana bang?
N7012 Pemerintah desa ada lebih ke arah desa, dewan adat juga ada dikepalai
ketua adat yg ngatur adat istiadat disitu. Sama-sama ada lah intinya
P7tam24 Kalo ketua adat itu per dusun atau per desa ya, Bang?
N7tam24 Desa. kalau dusun itu ngga tau gimana. Tapi yg aku tau per desa
P7tam25 Yang diurus oleh dewan adat atau ketua adat trsebut menyangkut apa aja
bang
N7tam25 Ya kalau ada pelanggaran sosial yg dilakukan masyarakat desa sih sama
kalau ada konflik sesama masyarakat desa atau sama masyarakat desa
lain
P7tam26 Bedurok itu apa ya, Bang?
N7tam26 Gotong royong, saling membantu
P7tam27 Biasanya dalam hal apa ya, Bang?. Berladang gitu atau bagaimana?
N7tam27 Iya beladang
P7tam28 Kan salah satu kesenian di Betang atau d Ensaid tu kan bekana ya, Bang..
Selain bekana ada kesenian lain ndak bang?, Misalnya tarian, seni patung,
seni musik kek sape misalnya, dan lain-lain.
N7tam28 Ndak tau pasti karena sekarang benar-benar sudah ndak ada selain bekana
dan tari sambut tamu.
P7tam29 Kalo tari nyambut tamu itu bisa dijelaskan sedikit ndak Bang, seperti
apa?
N7tam29 Ya tari nyambut tamu memang sesuai namanya. Hanya untuk menyambut
tamu dalam kelompok besar
P7tam30 Tamu yang terdiri dalam kelompok besar itu, maksudnya bagaimana ya,
Bang?
N7tam30 Bupati atau tamu luar negeri atau pemerintah daerah lah
P7tam31 Kalo proses panen padi di kampung abang pake alat apa namanya, Bang?.
Terima kasih
N7tam31 Penganyi
P7tam32 Penganyi itu bentuknya seperti pisau gitu ya, Bang?. Kalo alat untuk
numbuk padi itu namanya apa ya, Bang
N7tam32 Bukan pisau, ya alat panen kecil ditaro di sela-sela jari
Kalau alat untuk menumbuk padi, wadahnya lesung, kalau untuk
numbuknya alu
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
171
Lampiran 13: Transkrip Wawancara Terhadap N8
Transkrip wawancara terhadap N8
Pada transkrip wawancara ini, terdapat percakapan-percakapan yang dilakukan pada saat
mewawancarai N8. Adapun tujuan utama dari wawancara tersebut, yaitu untuk
mengetahui proses pewarnaan (menggunakan pewarna sintetis) pada pembuatan kain
tenun ikat.
Pelaksanaan penelitian
Hari, Waktu : Kamis, 28 Mei 2020
Tempat Penelitian : (Wawancara Dilakukan secara Daring)
Hasil Wawancara :
P8034 Bagaimana cara penenun menentukan perbandingan bahan pewarna
yang digunakan untuk membuat masing-masing jenis kain tenun ikat?
N8034 Kalau saya biasanya untuk masing-masing bahan pewarna jumlah
takarannya sama. Sebenarnya tidak ada takaran khusus untuk masing-
masing bahan pewarna. Setiap penenun memiliki takaran bahan pewarna
masing-masing.
P8tam01 Kalau untuk proses pewarnaannya bagaimana ya, kak?
N8tam01 Langkah pertama zat warna naptol dan soda api dilarutkan menggunakan
air panas. Sebelum mencelupkan benang pada larutan tersebut, benang
dicelupkan larutan TRO (Turkish Red Oil) terlebih dahulu, kemudian
ditiriskan. Setelah itu, celupkan benang tersebut pada larutan zat warna
yang telah diampur soda api selama 30 menit. Sembari menunggu,
larutkan garam naptol menggunakan air dingin. Benang yang sudah
dicelupkan ke dalam larutan zat warna naptol dan soda api selama 30
menit ke dalam larutan garam naptol, kemudian dicuci hingga bersih.
Proses tersebut bisa diulangi beberapa kali sampai dihasilkan tingkat
kecerahan warna yang diinginkan.
P8tam02 Kalau garam naptol itu apa ya, Kak?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
172
N8tam02 jadi, zat warna naptol itu terdiri dari dua komponen , yaitu komponen
dasar dan garam naptol. Kalau garam naptol itu fungsinya untuk
pembangkit warna
P8tam03 Apa fungsi TRO (Turkish Red Oil) dan soda api pada proses pewarnaan
benang?
N8tam03 kalo TRO (Turkish Red Oil) itu untuk pembasah kain agar serat kain
terbuka, sehingga zat warna bisa diserap dengan baik. sedangkan soda
api digunakan unuk penahan warna, sehingga warna tidak mudah luntur.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Top Related