Proceding
Islam dan Hukum
Metro International Conference on Islamic Studies (MICIS)
Program Pascasarjana STAIN Jurai Siwo Metro Lampung
Program Pascasarjana STAIN Jurai Siwo Metro Lampung Jl. Ki Hajar Dewantara 15 A Kampus Kota Metro Lampung
Telp. 0725-41507, fax 0725-47296
Email : [email protected]
Website : http://www.stainmetro.ac.id
Proceding
Islam dan Hukum
Metro International Conference on Islamic Studies (MICIS)
Penanggungjawab
Dr. Ida Umami, M.Pd.Kons
Editor
Dharma Setyawan, MA
ISBN : 978-602-74579-2-8
Diterbitkan oleh:
Islam dan Hukum
Pandangan tentang pentingnya legislasi hukum dalam suatu negara pada
dasarnya berangkat dari aliran positivisme hukum. Menurut aliran ini hukum
yang utama adalah hukum yang berasal atau diciptakan oleh manusia, yakni
hukum positif. Setelah manusia membentuk organisasi negara, hukum positif
adalah hukum yang dibuat oleh badan-badan negara dan pemerintah.Hukum
diartikan sebagai perintah atau larangan yang dibuat oleh lembaga-lembaga atau
badan-badan negara dan pemerintah yang pemberlakuannya dipaksakan.
Hukum tidak lain adalah kaidah normatif yang memaksa, eksklusif, hirarkis,
sistematis dan dapat berlaku seragam, yang dapat dianggap sebagai hukum
adalah produk legislasi (peraturan perundang-undangan). Aturan-aturan di luar
legislasi hanya merupakan norma moral. Legislasi dianggap sebagai satu-
satunya hukum karena merupakan pengungkapan atau pembadanan hukum
yang dianggap positif atau dapat ditangkap dengan panca indera.Selain itu,
legislasi dibuat oleh negara dan pemerintah yang telah dianggap sebagai
organisasi yang mengatasnamakan kehendak umum
Noel J. Coulson dengan menyusun teori pilihan hukum; yaitu enam
pasangan pilihan hukum yang dimaksud adalah: 1) pilihan antara wahyu dan
akal (al-wahyu wa al-aqlu, revelation and reason); 2) pilihan antara kesatuan dan
keragamaan (al-ittifaq wa al-ikhtilaf, unity and diversity); 3) pilihan antara otoritas
keilmuan dan liberal (authoritarianism and liberalism); 4) pilihan antara kebenaran
ideal dengan kebenaran nyata (idealism and realism); 5) pilihan antara hukum dan
moralitas (law and morality); dan 6) pilihan antara stabilitas dan perubahan
(stability and change).
Sedangkan Muhammad Imarah menjelaskan empat pilihan dalam tathbiqh
hukum Islam: 1) pilihan antara kesempurnaan agama dan pembaharuan (iktiml
al-dn wa tajdduhu); 2) pilihan antara nashsh dan ijtihad (al-nashsh wa al-ijtihd); 3)
pilihan antara hukum agama dan hukum negara (al-dn wa al-dawlah); dan 4)
pilihan antara musyawarah dan syariah (al-syr al-basyariyyah wa al-syarah al-
ilhiyyah).
Sebegitu pentingnya Islam memandang Hukum, maka beberapa tulisan
dalam Proceeding ini mengulas mengenai Islam dan Hukum lewat sudut
pandang dari berbagai penulis. Semoga bermanfaat, selamat membaca.[N]
Metro, Desember 2016
Redaksi
Daftar isi
ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN ISLAM
Jaih Mubarok 1-16
POSITIVISASI HUKUM EKONOMI ISLAM
Isa Ansori 17-28
PEMBERIAN ASI; UPAYA PEMENUHAN HAK ANAK ANTARA REGULASI DAN IMPLEMENTASI
Enizar 29-43
KONTROVERSI PEMBARUAN HUKUM ISLAM: MELACAK RESPON MASYARAKAT MUSLIM INDONESIA TERHADAP COUNTER LEGAL DRAFT (CLD) ATAS KHI
Tobibatussaadah 44-63
MEMAHAMI IJTIHD HUKUM ISLAM UMAR BIN AL- KHATTB
Solihin Panji 64-85
BAHASA ARAB DALAM KONSTRUKSI HUKUM ISLAM (TELAAH ATAS FUNGSI DAN PENGARUH HURUF MAANI TERHADAP KHILAFIAH DALAM ISTINBATH HUKUM)
Husnul Fatarib 86-97
PERLINDUNGAN HAK ASASI MANUSIA DAN KETERKAITANNYA DENGAN PERMASALAHAN GENDER DALAM PRESPEKTIF PENDIDIKAN ISLAM
Ida Umami 98-107
ASAS-ASAS HUKUM KEWARISAN ISLAM
Jaih Mubarok Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati Bandung
Abstrak
Asas secara umum bersifat penyimpul (mirif dengan makna kaidah) dari rincian hukum yang ada, dan adakalanya berifat antisipatif-prediktif guna menyelesaikan masalah yang belum atau tidak diatur dalam hukum yang bersangkutan. Asas hukum yang menjadi landasan perbuatan hukum itu sendiri termasuk wilayah ijtihadi. Oleh karena itu, asas suatu hukum dapat ditelusuri dan digali secara akademik yang pada level peraturan perundang-undangan, penetapan sesuatu sebagai asas hukum memerlukan proses ijma-jamai yang sekarang ini diartikan sebagai proses kesepakatan antara ahli hukum Islam dengan pihak eksekutif dan legislative sebuah Negara. Asas Tandhidh, asas Tertib Administratif, dan asas fungsi, merupakan tawaran yang diharapkan dapat memperkaya wacana yang bila dipandang layak oleh pihak-pihak pemangku yang terlibat, disahkan sebagai asas dalam pembagian harta warisan. Kata Kunci: Asas, Kewarisan
A. Pengantar
Asas merupakan unsur fundamental hukum yang pada umumnya
mendasari dan mencakup substansi hukum dan teknik-teknik menjalankan/
mengoperasikannya. Oleh karena itu, asas secara umum bersifat penyimpul
(mirif dengan makna kaidah) dari rincian hukum yang ada, dan adakalanya
berifat antisipatif-prediktif guna menyelesaikan masalah yang belum atau tidak
diatur dalam hukum yang bersangkutan. Tulisan ini disusun dalam kerangka
menjelaskan asas-asas hukum waris Islam yang telah dijelaskan oleh pakarnya,
serta tawaran yang mudah-mudahan layak untuk dipertimbangkan oleh para
penyusun naskah akademis hukum (baca: RUU) kewarisan Islam.
B. Teori-Teori Pilihan Hukum
Noel J. Coulson dengan menyusun teori pilihan hukum; yaitu enam
pasangan pilihan hukum yang dimaksud adalah: 1) pilihan antara wahyu dan
akal (al-wahyu wa al-aqlu, revelation and reason); 2) pilihan antara kesatuan dan
keragamaan (al-ittifaq wa al-ikhtilaf, unity and diversity); 3) pilihan antara otoritas
keilmuan dan liberal (authoritarianism and liberalism); 4) pilihan antara kebenaran
ideal dengan kebenaran nyata (idealism and realism); 5) pilihan antara hukum dan
moralitas (law and morality); dan 6) pilihan antara stabilitas dan perubahan
(stability and change).
Sedangkan Muhammad Imarah menjelaskan empat pilihan dalam tathbiqh
hukum Islam: 1) pilihan antara kesempurnaan agama dan pembaharuan (iktiml
al-dn wa tajdduhu); 2) pilihan antara nashsh dan ijtihad (al-nashsh wa al-ijtihd); 3)
pilihan antara hukum agama dan hukum negara (al-dn wa al-dawlah); dan 4)
Jaih Mubarok Asas-Asas Hukum
Proceding Metro International Conference on Islamic Studies (MICIS) STAIN Jurai Siwo Metro
2
pilihan antara musyawarah dan syariah (al-syr al-basyariyyah wa al-syarah al-
ilhiyyah).1
Pertama, Coulson menjelaskan bahwa hukum Islam memiliki dua sisi. Di
satu sisi, ulama menjelaskan bahwa hukum Islam adalah divine law (hukum yang
diwahyukan Allah); sedangkan di sisi yang lain, ulama juga menjelaskan bahwa
hukum Islam adalah hasil pemikiran mujtahid (human reasoning of jurists).2 Dua
sisi ini saling tarik-menarik (dalam perspektif ketegangan) dan saling
melengkapi (dalam perspektif harmoni).
Kedua, pilihan antara Kesatuan dan Keragaman; terdapat terminology
dalam hokum Islam yang menjadi pasangan untuk melihat kesatuan dan
keragaman. Al-ittifq digunakan untuk menggambarkan proses ijtihad yang
menghasilkan pendapat yang sama (seragam); terminology lain yang lebih
popular adalah ijm; dan terminologi al-ikhtilf digunakan untuk
memperlihatkan pendapat yang ragam.
Ketiga, pilihan antara Autoritarianisme dan Liberalisme; pembahasan
mengenai posisi ulama dalam hubungannya dengan Allah dan kitab suci layak
untuk diperhatikan. Syihab al-Din Abu al-Abbas Ahmad Ibn Idris al-Qurafi (w.
684 H.) dalam kitab Syarh Tanqh al-Fushl f Ikhtishr al-Mahshl f al-Ushl,
menjelaskan tiga istilah yang berkenaan dengan ijtihad, yaitu al-wadh, al-istiml,
dan al-haml. 3 Terminologi al-ijtihd (Mujtahid), al-ittib (Muttabi), dan al-taqld
(Muqallid) relevan dengan teori pilihan ini.
Keempat, pilihan antara Idealisme dan Realisme; kebenaran dalam ilmu
filsafat ada dua: 1) kebenaran ideal (gagasan), dan 2) kebenaran real (nyata, apa
adanya). Metode untuk mencapai kebenaran ideal adalah rasio (al-aql) dan
metode untuk mencapai kebenaran real adalah empiris (positivistik). M. Atho
Mudzhar secara implisit menjelaskan bahwa pilihan terhadap fikih termasuk
domain pilihan idealisme; sedangkan pilihan terhadap fatwa, qanun, dan qadha
merupakan domain realisme.
Kelima, pilihan antara Hukum dan Moralitas; di antara filosof membagi
etika menjadi tiga: 1) etika deskriptif (descriptive ethic), yaitu penyeledikan
tingkah-laku manusia secara individu atau pribadi-pribadi (personal morality),
kelompok (social morality), dan di dalamnya dikaji mengenai motif perbuatan
dan perbuatan yang terbuka; 2) etika normatif (normative ethic), penyelidikan
tingkah-laku manusia secara individu atau pribadi (personal morality) dan
kelompok (social morality) yang penyelidikannya dilakukan atas dasar prinsip-
prinsip yang harus dipakai dalam kehidupan. Etika deskriptif adalah
penyelidikan yang dilakukan untuk menggambarkan tingkah laku manusia;
sedangkan etika normatif adalah penyelidikan yang sudah membandingkan
1 Muhammad Imarah, Maalim al-Manhaj al-Islami (Kairo: Dar al-Syuruq. 1991). 2Noel J. Coulso
Top Related