PENDAHULUAN
Pada tahun 1998, wabah ensefalitis akut di Malaysia yang menyebabkan penemuan
sejenis paramyxovirus yaitu virus Nipah. Virus nipah menyebabkan penyakit parah yang
ditandai dengan peradangan pada otak (ensefalitis) dan sering di kenal dengan penyakit
pernapasan. Infeksi virus Nipah merupakan penyakit endemik yang muncul di Asia
Tenggara. Virus ini dibawa oleh kelelawar pemakan buah dari genus Pteropus, yang
merupakan host yang dapat beradaptasi dengan baik.1 Virus Nipah ditemukan pertama kali
ketika terjadi wabah penyakit di Kampung Sungai Nipah, Malaysia pada tahun 1998. Virus
ini bersama virus Hendra merupakan bentuk virus baru yaitu Henipavirus dalam family
Paramyxoviridae. Infeksi virus Nipah ini di Malaysia dikenal juga dengan sebutan Porcine
Respiratory and Ensefalitis Syndrome (PRES) dan nama umumnya adalah "Barking
Sindrom Babi" (BSB). Nipah merupakan penyakit virus yang dapat menular pada hewan
dan manusia. Wabah virus Nipah telah dilaporkan di Asia Tenggara (Malaysia, Singapura,
India, dan Bangladesh). OIE and Australian Health Authorities merekomendasikan bahwa
virus Nipah merupakan zoonosis yang sangat serius dengan kasus kematian 40-70%.2
Awalnya, sindrom ini tidak teridentifikasi karena mordibitas dan tingkat kematian
yang tidak berlebihan dan tanda – tanda klinis yang tidak berbeda dengan penyakit lain.
Namun, penyakit ini tampaknya berhubungan erat dengan epidemik ensefalitis virus yang
terjadi pada para pekerja peternakan babi di Malaysia. Virus Nipah dapat menular dari
hewan ke manusia, dan juga dapat menular langsung dari manusia ke manusia. Di
Bangladesh, setengah dari kasus yang dilaporkan antara 2001 dan 2008 adalah penularan
yang terjadi dari manusia ke manusia. Virus Nipah dapat menyebabkan penyakit yang
parah pada hewan domestik seperti babi. Kelelawar buah dari family Pteropodidae yang
adalah hospes alami dari virus Nipah.1 Pada bulan Februari tahun 1999, penyakit serupa
diidentifikasi pada babi dan manusia di daerah – daerah lain di Malaysia, dimana ini adalah
hasil dari perpindahan babi yang terinfeksi ke daerah lain yang menimbulkan wabah baru.
Pada bulan Maret tahun 1999, terdapat 11 kasus penyakit pernapasan dan ensefalitis yang
tercatat di Singapura yang terjadi pada pekerja di rumah potong hewan yang menangani
babi yang berasal dari daerah wabah di Malaysia. Wabah di Singapura berakhir ketika
impor babi dari Malaysia dilarang, dan wabah di Malaysia berhenti ketika 11 juta babi
dimusnahkan dari daerah wabah dan disekitarnya. Sebanyak 265 kasus ensefalitis, dimana
105 kasus mengakibatkan kematian yang dikaitkan dengan wabah di Malaysia.3
PEMBAHASAN
A. Definisi
Virus Nipah ditemukan pertama kali ketika terjadi wabah penyakit di Kampung
Sungai Nipah, Malaysia pada tahun 1998. Virus ini bersama virus Hendra merupakan
bentuk virus baru yaitu Henipavirus dalam family Paramyxoviridae (Anno 1999).
Infeksi virus Nipah ini di Malaysia dikenal juga dengan sebutan Porcine Respiratory
and Ensefalitis Syndrome (PRES) dan nama umumnya adalah "Barking Sindrom
Babi" (BSB).
Nipah (nee-pa) merupakan penyakit virus yang dapat menular pada hewan dan
manusia. Wabah virus Nipah telah dilaporkan di Asia Tenggara yaitu Malaysia,
Singapura, India, dan Banglades. OIE and Australian Health Authorities
merekomendasikan bahwa virus Nipah merupakan zoonosis yang sangat serius
dengan kasus kematian 40-70%.
B. Penyebab
a. Agen
Agen penyebab dari virus Nipah yaitu berasal dari family Paramyxoviridae.
Klasifikasi dari virus Nipah tersebut yaitu sebagai berikut:
Grup : Grup V ((-) ssRNA)
Ordo : Mononegavirales
Famili : Paramyxoviridae
Genus : Henipavirus
Type spesies : Hendravirus
Spesies : Nipah virus
b. Karakteristik Virus
1) Morfologi Virus Nipah
a. Spiral yang simetris
b. Memiliki selubung yang jelas (amplop)
c. Ukuran diameter 150-200 nm
d. Panjang 10.000-10.040 nm
e. Berbentuk bulat dan berfilamen
f. Bentuknya bervariasi
g. Ukuran diameter inti kapsid 13-18 nm
2) Komposisi Genetik
a. Virus RNA
b. Umumya bersifat negatif
c. Panjang nukleotida 15.200-15.900
d. Beruntai tunggal
3) Struktur Nirus Nipah
Gambar 1. Struktur virus Nipah
4) Siklus
Hidup
Replikasi virus Nipah sering terjadi pada epitel pernapasan host.
Replikasi virus ini mirip dengan virus lain yang terdapat dalam kelompok
Paramyxoviridae dan secara keseluruhan sangat mirip dengan virus
influenza. Replikasi kelompok virus ini terjadi di sitoplasma. Virus melekat
pada permukaan sel inang, masuk membran plasma, dan inti kapsid
dilepaskan ke dalam sel. RNA negatif ditranskripsikan menjadi RNA
pembawa dan RNA positif yang digunakan untuk membuat RNA negatif.
Setelah terjadi pertemuan antara kedua virus RNA tersebut, kemudian virus
mulai bertunas dari membran sel. Virus ini memiliki kemampuan seperti
sel-sel yang dapat berfusi dan menciptakan sel-sel berinti besar yang disebut
syncytia. Virus dapat shedding dan berpindah ke tubuh inang lainnya
melalui feses, urin, air liur dan batuk.
5) Vektor biologis
Virus Nipah telah terbukti dapat menyebabkan penyakit klinis pada
babi dan manusia serta terjadi perubahan serologi di beberapa hewan seperti
tikus, kucing, anjing, kuda, dan hewan ternak lainnya. Virus Nipah juga
sangat umum di berbagai spesies kelelawar yang menjadi inang difinitif dari
virus ini. Penularan virus ini baik dari hewan ke hewan maupun dari hewan
ke manusia dapat terjadi melalui kontak langsung pada hewan yang
terinfeksi (biasanya babi) sehingga pada proses transmisi tidak melalui
vektor biologis.
C. Epidemiologi
Sejauh ini, virus Nipah telah menginfeksi 477 orang dan membunuh 252 sejak
tahun 1998. Penyebaran wabah virus Nipah di Bangladesh dan India selama 2001-
2008 ditunjukkan pada Gambar 1. Wabah Nipah di Asia memiliki pola musiman yang
kuat dan jangkauan geografis yang terbatas. Morbiditas dan data kematian infeksi
virus Nipah pada manusia disajikan pada Tabel 2. Tingkat fatalitas kasus yang
disebabkan oleh virus Nipah berkisar antara 40-70% meskipun telah setinggi 100%
pada beberapa wabah.
D. Sumber Infeksi Dan Cara Penularan
1. Host Definitif
Inang alami virus Nipah adalah sejenis kelelawar buah dari genus Pteropus.
Hewan ini mendistribusikan virus ke wilayah timur, barat, dan tenggara wilayah
Australia, Indonesia, Malaysia, Filipina dan sebagian wilayah Pulau Pasifik.
Kelelawar diketahui rentan terinfeksi penyakit ini namun tidak menunjukan gejala
klinis. Virus Nipah ditemukan pada banyak spesies kelelawar buah, diantaranya
adalah Pteropus hyomelanus, Pteropus vampyrus, Pteropus giganticus, Pteropus
lylei, Cynopterus brchyotis, Eonycteris spelaea, Hipposideros larvatus dan
Scotophilus insectivorous kuhlii. Kelelawar buah dari genus Pteropus seperti
Pteropus vampyrus dan Pteropus hypomelanus di Malaysia dan Pteropus lylei
yang ditemukan di bagian Indochina merupakan induk semang alami virus Nipah.
Beberapa distribusi dari spesies Nipah yang berada di Asia di sajikan pada Tabel
1. Berhubung distribusi virus Nipah yang dari kelelawar buah melimpah secara
local di Asia Selatan, maka dampak wabah dari virus ini mungkin akan terus
terjadi di negara – negara lain.
2. Host Reservoir
Induk semang antara virus Nipah adalah babi. Babi adalah hewan yang
diketahui secara umum memiliki kemiripan genetik dengan manusia, maka dari
itu sering sekali virus yang menyerang manusia dengan beradaptasi terlebih
dahulu di tubuh babi, termasuk virus Nipah. Babi yang terinfeksi virus Nipah
dapat menunjukkan gejala asimptomatis dan juga simptomatis. Gejala yang
simptomatis sering membuat kekhawatiran para peternak. Penularan virus Nipah
dari kelelawar buah ke babi dapat terjadi karena adanya tumpang tindih antara
habitat kelelawar dan peternakan babi di semenanjung Malaysia.
3. Penularan dari Hewan ke Hewan
Babi adalah induk semang antara yang berpotensi tinggi menyebarkan
penyakit. Babi yang terkena virus Nipah mempunyai beberapa karakter, ada yang
tidak menunjukkan gejala klinis dan ada yang menunjukkan gejala klinis. Virus
Nipah disebarkan oleh kelelawar yang sering bermigrasi. Virus dapat ditemukan
didalam urin, feses, dan sisa buah yang telah dimakan oleh kelelawar tersebut.
Data surveillance menunjukkan bahwa virus Nipah menyebar dengan cepat
diantara babi dalam satu peternakan dan penularannya melalui kontak dengan
sekreta seperti urin, air liur, semen ekskreta dari hewan yang terinfeksi dan hewan
yang menjadi pembawa vrus (carrier). Hewan lain yang dapat terinfeksi adalah
kuda dengan gejala penyakit ensefalitis, anjing dengan gejala mirip distemper,
demam, gangguan pernafasan, dan keluarnya cairan dari hidung dan mata. Kucing
juga bisa terkena infeksi virus Nipah dengan gejala demam, depresi, dan
gangguan pernafasan. Dari hasil penelitian diketahui bahwa penyakit ini dapat
ditransmisikan kepada hamster.
4. Penularan dari Hewan ke Manusia
Virus Nipah tidak hanya menyerang babi tetapi juga dapat menyerang
manusia. Kontak langsung dengan babi yang terinfeksi merupakan cara penularan
utama. Kasus pertama ditemukan dalam wabah besar di Malaysia pada tahun
1999. Manusia yang diidentifikasi terinfeksi sebanyak 90% adalah peternak babi
atau pernah kontak dengan babi. Infeksi pada manusia dapat bervariasi dari tidak
ada gejala hingga meninggal. Selama periode epidemik tahun 1998-1999 di
Malaysia, 40-50% dari kasus di manusia mengakibatkan kematian.
Beberapa wabah yang lebih kecil pada manusia terjadi setiap tahun di
Bangladesh dan India Selatan sejak tahun 2001. Tingkat fatalitas lebih dari 200
kasus adalah sekitar 70%. Menurut penelitian Luby dkk pada tahun 2006, kurma
mentah yang terkontaminasi oleh air liur, air seni atau feses kelelawar dianggap
sebagai cara penting dalam penularan virus Nipah ke manusia. Kemunculan
kelelawar yang berhubungan dengan infeksi virus ke manusia diakibatkan
hilangnya habitat alami kelelawar. Habitat kelelawar hancur akibat aktivitas
manusia sehingga hewan tersebut stres, lapar, sistem kekebalan tubuh semakin
lemah, dan jumlah virus dalam urin dan air liur kelelawar bertambah.
Pada saat terjadi wabah virus Nipah di Bangladesh virus dapat ditularkan
secara langsung dan tidak langsung dari kelelawar yang terinfeksi ke manusia.
5. Penularan dari Manusia ke Manusia
Pada awal wabah di Malaysia dan Singapura, sebagian besar infeksi pada
manusia berasal dari kontak langsung dengan babi yang sakit atau bagian jaringan
yang terkontaminasi. Penularan dari manusia ke manusia ditemukan di
Bangladesh pada tahun 2004. Sumber infeksi yang paling mungkin terjadi pada
saat wabah di Bangladesh dan India adalah melalui konsumsi buah-buahan atau
produk buah (misalnya jus kurma mentah) yang terkontaminasi dengan urin atau
air liur dari kelelawar buah yang terinfeksi.
Setelah kejadian wabah di Bangladesh dan India, virus Nipah menyebar
secara langsung dari manusia ke manusia melalui kontak langsung dengan orang
terinfeksi melalui sekresi dan ekskresi. Kasus manusia ke manusia juga telah
dilaporkan terjadi pada penjaga dan pekerja rumah sakit di India pada tahun 2001.
Petugas kesehatan dan pengunjung rumah sakit menjadi terinfeksi setelah kontak
langsung dengan pasien rawat inap yang terinfeksi virus Nipah.
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis yang terlihat sangat bervariasi pada kelompok usia babi. Babi
menunjukkan kematian mendadak akibat gangguan pernapasan yang parah. Babi tua
menunjukkan tingkat kematian yang lebih tinggi. Hewan rentan lain yang dapat terkena
virus ini adalah hewan domestik seperti kuda, kambing, domba, kucing, dan anjing.
Secara alami, infeksi Nipah pada hewan lain selain babi, tidak menimbulkan gejala
yang sama seperti pada babi.
Anjing yang terinfeksi virus Nipah menunjukkan gejala hampir sama dengan
gejala klinis yang disebabkan oleh infeksi distemper, yaitu konjungtivitis, mata berair,
ingusan, kadang-kadang disertai sesak napas, sedangkan pada kucing dapat
menimbulkan gangguan pernafasan dan kuda menunjukkan gejala ensefalitis.
Selain itu, manifestasi klinis pada babi sangat bervariasi pada setiap tingkatan
usianya, diantaranya adalah:
Tingkatan Usia Gejala yang khas
Semua usia Gejala klinis berubah sesuai dengan
tingkat pertumbuhannya yaitu
- Gelisah
- Kejang
- Fasikulasi otot
- Kelemahan tulang belakang
- Kematian 1-2 hari setelah
menyerang system pernapasan
- Virus menyerang pernapasan dan
peredaran darah
Babi yang menyusui Tidak terdapat laporan terjadinya penyakit
ini pada babi yang masih menyusui
Babi muda - Batuk
- Pernapasan melalui mulut
- Bentuk tubuh tidak normal
- Konvulsi
Pertumbuhan - Demam
- Penurunan nafsu makan
- Sesak nafas
- Batuk
Dewasa Gangguan saraf yaitu
- Kejang
- Gelisah
- Keguguran
- Kematian saat lahir
- Kematian mendadak
- Demam
- Penurunan nafsu makan
- Sesak nafas
- Pneumoni
- Batuk
- Sekresi hidung berwarna kuning
hijau dan sedikit kemerahan
Manifestasi klinis dari infeksi virus Nipah pada manusia adalah demam, sakit
kepala, cepat lelah, batuk, sakit pada tulang punggung, muntah-muntah, lemah, radang
tenggorokan (susah menelan), dan penglihatan berkurang. Manifestasi dari infeksi
virus Nipah pada manusia ini mirip dengan flu seperti demam dan nyeri otot. Virus
Nipah dalam beberapa kasus juga dapat menyebabkan radang otak yang ditandai
dengan demam, gangguan syaraf, dan sulit bernafas.
Manusia yang terinfeksi penyakit ini mempunyai sifat infeksi yang asimptomatik
(gejala tidak terlihat) sampai yang berat yaitu ensefalitis. Infeksi virus Nipah
menyebabkan demam tinggi selama 3-14 hari, sakit kepala yang sulit diobati dengan
obat-obatan golongan analgesik, diare, gangguan pernafasan, batuk, dan flu. Gejala
ensefalitis yang paling utama yaitu depresi, pusing, inkoordinasi, konvulsi, epilepsi dan
koma. Infeksi virus Nipah umumnya menyerang orang dewasa yang pernah kontak
dengan babi yang terinfeksi. Hal ini berkaitan erat dengan jenis pekerjaan yaitu sebagai
pekerja di peternakan babi atau rumah potong hewan.
Masa inkubasi (interval dari infeksi sampai timbulnya gejala) terjadi antara 4-45
hari. Penyakit yang disebabkan oleh virus Nipah dapat diketahui setelah penderita
mengalami demam dan sakit kepala terus menerus. Gejala ini akan berkembang
menjadi koma dalam 24-48 jam. Kebanyakan orang yang bertahan hidup dari
ensefalitis akut dapat pulih kembali, namun sekitar 20% masih mengalami konsekuensi
tanda neurologis seperti kejang persisten dan perubahan kepribadian. Sejumlah kecil
orang yang sembuh akan kambuh kembali dan dapat mengalami ensefalitis kronis.
Neurologis yang tidak berfungsi persisten dapat terjadi lebih dari 15% dalam jangka
waktu yang lama. Tingkat fatalitas kasus pada manusia diperkirakan mencapai 9-75%,
tergantung pada kemampuan virus menginfeksi.
F. Diagnostik Agen Penyebab
Virus Nipah merupakan virus yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia,
maka diagnosa infeksi virus Nipah memerlukan penanganan khusus. Diagnosa
penyakit dapat dilakukan berdasarkan epidemiologi penyakit, pengamatan gejala klinis
yang ditimbulkan, pemeriksaan laboratorium yang mencakup deteksi antibodi yang
spesifik, isolasi virus penyebab, deteksi virus antigen dari sampel yang dicurigai, dan
pemeriksaan patologi anatomi.
Berbagai tes untuk virus atau antibodi virus Nipah antara lain serum
neutralization (SN), polymerase chain reaction (PCR), enzyme-linked immunosorbent
assay (ELISA) dan teknik antibody fluorescence. Virus mudah tumbuh didalam kultur
jaringan. Virus Nipah merupakan zoonosis patogen biosecurity level 4 (BSL 4) dan
harus sangat hati-hati dalam penanganan hewan yang terinfeksi, dalam mengumpulkan
dan menguji sampel (Daniel et al. 2001).
Uji SN merupakan uji yang paling sensitif dan spesifik untuk virus Nipah,
sehingga uji tersebut dijadikan gold standard pengujian virus Nipah. Uji SN tersebut
tidak tepat digunakan untuk melakukan surveillance karena pada uji SN digunakan
virus hidup yang penangannnya mutlak dilakukan di laboratorium yang memiliki
tingkat keamanan sangat tinggi dengan fasilitas Biosecurity Level (BSL) 4 sehingga
biayanya menjadi sangat mahal. Sebagian besar negara di Wilayah Asia Tenggara tidak
memiliki fasilitas yang memadai untuk mendiagnosa virus atau cara
mengendalikannya. Bangladesh, India dan Thailand telah mengembangkan kapasitas
laboratorium untuk tujuan diagnostik dan penelitian.
Uji ELISA dapat digunakan dan diterapkan di laboratorium yang sederhana
karena menggunakan virus yang telah dimatikan sebagai antigen. Uji ELISA ini
merupakan uji pilihan yang paling tepat dalam melakukan pengujian terhadap infeksi
virus Nipah. Balai Besar Penelitian Veteriner (B Balivet) telah menerapkan uji ELISA
terhadap serum babi dari beberapa daerah di Indonesia. Konfirmasi terhadap infeksi
virus Nipah harus dilakukan dengan uji SN yang saat ini hanya dapat dilakukan di
laboratorium Australian Animal Health Laboratory (AAHL), Australia.
Deteksi antigen dengan menggunakan uji immuno-histokimia dari sampel organ
yang terinfeksi merupakan uji yang sangat memungkinkan dapat diterapkan di
Indonesia. Deteksi antigen dapat pula dilakukan dengan menggunakan polymerase
chain reaction (PCR) atau teknik antibodi fluorescence (IFAT), namun pemeriksaan ini
membutuhkan pengamanan yang khusus dan dilakukan di laboratorium dengan fasilitas
BSL 3.
Pemeriksaan virus Nipah dapat dilakukan juga dengan kultur sel. Spesimen darah
10 ml, darah utuh dalam tabung EDTA 10 ml, fiksasi spesimen paru-paru segar, otak,
organ-organ dan jaringan utama.
G. Tindakan Pencegahan Dan Pengendalian
Pencegahan merupakan sebagian dari komponen pengendalian. Sejak
ditemukannya virus Nipah di Malaysia dan Singapura kebijakan-kebijakan mulai
dikembangkan untuk membantu membasmi penyakit tersebut. Salah satunya adalah
membasmi penyebaran virus Nipah dengan memilih babi yang berkualitas,
memberikan vaksin pada ternak, mencari informasi lebih lanjut tentang pembawa
utama virus, epidemiologi, dan patogenesis virus. Pencegahan lainnya adalah dengan
tidak melakukan kontak langsung terhadap cairan tubuh dan jaringan hewan yang
terinfeksi. Pencegahan terbaik pada hewan adalah berusaha menghindari babi yang
diduga telah kontak dengan kelelawar buah dan mencegah hewan lain mendekati babi
yang terinfeksi virus tersebut.
Pencegahan pada manusia yang terbaik adalah berusaha menghindari kontak
langsung dengan hewan yang dapat ditularkan oleh virus Nipah seperti memakan
daging hewan yang tertular dan tidak memakan buah yang mungkin terkontaminasi
oleh air liur atau urin kelelawar buah penyebab virus Nipah tersebut. Pekerja kesehatan
yang menangani pasien terinfeksi virus Nipah juga diharapkan lebih waspada dengan
selalu menggunakan standar keamanan ketika menangani pasien dan diberi vaksin
sebagai antisipasinya.
Pengawasan berulang (surveillance) adalah cara penting deteksi dini untuk
penyakit yang disebabkan oleh virus Nipah. Cara ini telah diimplementasikan di
Malaysia, Thailand, dan Bangladesh. Antibodi untuk henipavirus dapat ditemukan pada
kelelawar buah di Madagaskar (Pteropus rufus, Eidolon dupreanum) dan selain itu
dapat ditemukan juga pada kelelawar buah di Ghana (Eidolon helvum). Hal ini
menandakan suatu distribusi geografi yang luas tetapi tidak ditemukan adanya infeksi
pada manusia atau spesies lain di Kamboja, Thailand atau Afrika. Kesadaran pada
infeksi virus ini harus ditingkatkan pada lokasi endemik yang disebabkan oleh
kelelawar buah. Pengawasan pada hewan seperti kuda dan babi juga penting untuk
deteksi dini infeksi virus Nipah.
Tidak ada vaksin yang spesifik untuk mencegah infeksi virus Nipah namun
vaksin aktif virus Nipah dan transfer pasif dari antibodi virus ini telah menunjukkan
hasil yang baik pada penelitian dengan menggunakan hamster. Penelitian yang
dilakukan oleh Walpita dkk pada tahun 2011, mendeskripsikan vaksin potensial dari
virus Nipah (NiV) yang menyerupai partikel virus (NiV VLPs) dan tersusun oleh tiga
protein virus Nipah yaitu protein G, F dan M. Ekspresi yang dihasilkan dari protein ini
mengoptimalkan kondisi dalam jumlah yang dapat dihitung dari VLPs dengan banyak
vaksin yang diinginkan termasuk beberapa VLPs dari paramyxovirus yang tidak
terdeskripsikan. Vaksin yang dibuat dengan formulasi sub-unit vaksin rekombinan
yang dapat melindungi agen letal virus Nipah berubah pada kucing. Vaksin virus Nipah
F dan G dari vektor ALVAC Canarypox dapat menjadi vaksin untuk babi dan
berpotensi untuk manusia. Strategi utama adalah untuk mencegah virus Nipah pada
manusia.
Virus Nipah mudah diinaktifasikan oleh berbagai disinfektan, deterjen, sabun dan
natrium hipoklorit (pemutih). Pembersihan fisik secara rutin dengan penggunaan
disinfektan komersial atau pemutih akan mengendalikan virus di dalam lingkungan
namun belum ada obat yang terbukti efektif dalam mengobati infeksi.
Pengobatan awal dapat dilakukan dengan menggunakan obat antiviral yaitu
ribavarin yang dapat mengurangi demam dan gejala lainnya. Keefektifan pengobatan
ini belum dipastikan dalam meningkatkan kelangsungan hidup penderita. Pengobatan
ini difokuskan pada demam dan gejala saraf pada penderita. Bagi pasien yang terinfeksi