BAB VI
PEMBAHASAN
A. Analisis Univariat
1. Gambaran Kecemasan Akibat Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah
Sebelum Diberikan Terapi Bermain Mewarnai Gambar Selama dirawat di
ruang anak RSUD Ambarawa
Hasil penelitian menunjukkan kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak usia prasekolah selama dirawat di ruang anak RSUD Ambarawa pada
kelompok kontrol yang mengalami cemas ringan sebanyak 2 anak
(11,1%), yang mengalami cemas sedang, yaitu 9 anak (50,0%), yang
mengalami cemas berat, yaitu 6 anak (33,3%), sedangkan yang mengalami
panik, yaitu 1 anak (5,6%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar anak usia prasekolah selama dirawat di ruang anak RSUD
Ambarawa pada kelompok kontrol mengalami cemas sedang.
Cemas sedang memungkinkan seseorang untuk memuaskan pada
hal yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang
mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu yang
lebih terarah (Dalami, et., al., 2009). Respon yang muncul pada cemas
tingkat sedang respon fisiologis seperti sering nafas pendek, nasi (ekstra
systole) dan tekanan darah naik, mulut kering, anoreksia, diare/konstipasi
dan gelisah. Respon kognitif seperti lapangan persepsi menyempit,
rangsang luar tidak mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi
perhatian. Respon perilaku dan emosi seperti gerakan bersentak-sentak
(meremas tangan), bicara lebih cepat, susah tidur dan perasaan tertekan.
Kecemasan anak usia prasekolah di ruang anak RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang sebelum diberikan terapi bermain mewarnai gambar
dalam kategori cemas sedang salah satunya disebabkan oleh rasa tidak
nyaman akan perubahan yang terjadi. Bagi anak usia prasekolah, sakit
adalah sesuatu yang menakutkan. Selain itu, perawatan di rumah sakit
dapat menimbulkan cemas karena anak merasa kehilangan lingkungan
yang dirasakannya aman, penuh kasih sayang, dan menyenangkan. Anak
juga harus meninggalkan lingkungan rumah yang dikenalnya, permainan,
dan teman sepermainannya. Beberapa hal tersebut membuat anak menjadi
stres atau tertekan. Sebagai akibatnya, anak merasa gugup dan tidak
tenang, bahkan pada saat menjelang tidur (Supartini, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak usia prasekolah selama dirawat di ruang anak RSUD Ambarawa pada
kelompok perlakuan yang mengalami cemas ringan sebanyak 3 anak
(18,7%), yang mengalami cemas sedang, yaitu 8 anak (44,4%), yang
mengalami cemas berat, yaitu 6 anak (33,3%), sedangkan yang mengalami
panik, yaitu 1 anak (5,6%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar anak usia prasekolah selama dirawat di ruang anak RSUD
Ambarawa sebelum diberikan terapi bermain menggambar pada kelompok
perlakuan mengalami cemas sedang.
78
Kecemasan anak usia prasekolah di ruang anak RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang sebelum diberikan terapi bermain mewarnai gambar
dalam kategori cemas sedang salah satunya disebabkan oleh ketakutan
terhadap prosedur yang akan menyakitkan. Sakit dan hospitalisasi
menimbulkan krisis pada kehidupan anak. Di rumah sakit, anak harus
menghadapi lingkungan yang asing, pemberian asuhan yang tidak dikenal,
mereka harus mengalami prosedur yang menimbulkan nyeri, adanya
perubahan gaya hidup, kehilangan kemandirian dan berbagai hal yang
diketahui. Interpretasi mereka terhadap pengalaman dan signifikansi yang
mereka tempatkan pada pengalaman ini secara langsung berhubungan
dengan tingkat perkembangan (Wong, 2000).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari Elfira (2011) yang
meneliti pengaruh terapi bermain dengan tehnik bercerita terhadap
kecemasan akibat hospitalisasi pada anak prasekolah di ruang perawatan
anak RSUP H Adam Malik Medan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
sebanyak 92,3% responden mengalami kecemasan sedang dan 7,7%
mengalami kecemasan berat dan tidak ada pasien yang mengalami
kecemasan ringan sebelum pelaksanaan treatment (terapi bermain dengan
tehnik bercerita). Setelah pelaksanaan terapi bermain dengan tehnik
bercerita 76,9% responden mengalami kecemasan ringan dan 23,1%
kecemasan sedang. Penelitian ini menunjukkan bahwa terapi bermain
dengan tehnik bercerita mempunyai pengaruh yang signifikan dalam
menurunkan kecemasan anak prasekolah (p=0,001; α=0,05).
79
2. Gambaran Kecemasan Akibat Hospitalisasi pada Anak Usia Prasekolah
setelah Diberikan Terapi Bermain Mewarnai Gambar Selama Dirawat di
Ruang Anak RSUD Ambarawa
Hasil penelitian menunjukkan kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak usia prasekolah selama dirawat di ruang anak RSUD Ambarawa pada
kelompok kontrol yang mengalami cemas ringan sebanyak 2 anak
(11,1%), yang mengalami cemas sedang, yaitu 8 anak (44,4%), yang
mengalami cemas berat, yaitu 7 anak (38,9%), sedangkan yang mengalami
panik, yaitu 1 anak (5,6%). Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian
besar anak usia prasekolah selama dirawat di ruang anak RSUD
Ambarawa pada kelompok kontrol mengalami cemas sedang.
Kecemasan anak usia prasekolah di ruang anak RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang setelah diberikan terapi bermain mewarnai gambar
dalam kategori cemas sedang salah satunya disebabkan oleh prosedur
invasif pengobatan. Anak usia prasekolah sering merasa terkekang selama
dirawat di rumah sakit. Hal ini disebabkan adanya pembatasan aktivitas
anak sehingga anak merasa kehilangan kekuatan diri. Perawatan di rumah
sakit sering kali dipersepsikan sebagai hukuman sehingga anak akan
merasa malu, bersalah, dan cemas atau takut. Anak yang sangat cemas
dapat bereaksi agresif dengan marah dan berontak (Supartini, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak usia prasekolah selama dirawat di ruang anak RSUD Ambarawa pada
kelompok perlakuan yang mengalami cemas ringan sebanyak 11 anak
(61,1%), yang mengalami cemas sedang, yaitu 6 anak (33,3%), yang
80
mengalami cemas berat, yaitu 1 anak (5,6%) dan tidak ada yang
mengalami panik. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian besar anak
usia prasekolah selama dirawat di ruang anak RSUD Ambarawa setelah
diberikan terapi bermain menggambar pada kelompok perlakuan
mengalami cemas ringan.
Kecemasan anak usia prasekolah di ruang anak RSUD Ambarawa
Kabupaten Semarang setelah diberikan terapi bermain mewarnai gambar
dalam kategori cemas ringan salah satunya disebabkan oleh sistem
pendukung (support system) yang tersedia akan membantu anak
beradaptasi dengan lingkungan rumah sakit di mana ia dirawat. Anak akan
mencari dukungan yang ada dari orang lain untuk melepaskan tekanan
akibat penyakit yang dideritanya. Anak biasanya akan minta dukungan
kepada orang terdekat dengannya misalnya orang tua atau saudaranya.
Perilaku ini biasanya ditandai dengan permintaan anak untuk ditunggui
selama dirawat di rumah sakit, didampingi saat dilakukan treatment
padanya, minta dipeluk saat merasa takut dan cemas bahkan saat merasa
kesakitan (Supartini, 2004).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian dari Dianawati (2009)
yang menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi bermain terhadap respon
hospitalisasi pada anak usia toddler di Ruang Dahlia RSU Sunan
Kalijaga, Demak. Berdasarkan hasil uji t diperoleh t hitung (63,68) >
t tabel (1,960) dan nilai signifikansi 0,000, artinya ada pengaruh terapi
bermain terhadap respon hospitalisasi pada anak usia toddler di Ruang
Dahlia RSU Sunan Kalijaga, Demak
81
B. Analisis Bivariat
1. Perbedaan Kecemasan Akibat Hospitalisasi Anak Usia Prasekolah pada
Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Bermain Mewarnai Gambar
Hasil penelitian menunjukkan dari 18 anak usia prasekolah yang
tidak diberikan terapi bermain mewarnai gambar selama dirawat di ruang
anak RSUD Ambarawa pada kelompok kontrol skor rata-rata kecemasan
akibat hospitalisasi pretest sebesar 2,3333 sedangkan skor rata-rata
kecemasan akibat hospitalisasi postest sebesar 2,2778. Hasil penelitian
menunjukkan pula bahwa nilai t hitung sebesar 1,000 dan nilai p value
sebesar 0,331 (α=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada
perbedaan kecemasan akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah di
Ruang Anak RSUD Ambarawa pada kelompok kontrol.
Reaksi anak terhadap sakit dan rawat inap di rumah sakit bereda-
beda pada masing-masing individu. Hal tersebut dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Perkembangan usia anak merupakan salah satu faktor
utama yang dapat mempengaruhi reaksi anak terhadap sakit dan proses
perawatan. Reaksi anak terhadap sakit berbeda-beda sesuai tingkat
perkembangan anak (Supartini, 2004). Menurut Sacharin (1996),
semakin muda anak semakin sukar baginya untuk menyesuaikan diri
dengan pengalaman dirawat di rumah sakit. Hal ini tidak berlaku
sepenuhnya bagi bayi yang masih sangat muda, walaupun tetap dapat
merasakan adanya pemisahan.
Selain itu, pengalaman anak sebelumnya terhadap proses sakit
dan dirawat juga sangat berpengaruh. Apabila anak pernah mengalami
82
pengalaman tidak menyenangkan dirawat di rumah sakit sebelumnya
akan menyebabkan anak takut dan trauma. Sebaliknya apabila anak
dirawat di rumah sakit mendapatkan perawatan yang baik dan
menyenangkan anak akan lebih kooperatif pada perawat dan dokter
(Supartini, 2004).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 18 anak usia prasekolah
yang diberikan terapi bermain mewarnai gambar selama dirawat di
ruang anak RSUD Ambarawa pada kelompok perlakuan skor rata-rata
kecemasan akibat hospitalisasi pretest sebesar 2,3889. Sedangkan skor
rata-rata kecemasan akibat hospitalisasi postest sebesar 1,4444. Hasil
penelitian menunjukkan pula bahwa nilai t hitung sebesar 9,618 dan nilai
p value sebesar 0,000 (α=0,05), sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan kecemasan akibat hospitalisasi pada anak pra sekolah di
Ruang Anak RSUD Ambarawa sebelum dan sesudah diberikan terapi
bermain mewarnai gambar pada kelompok perlakuan.
Hasil penelitian tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh
Hidayat (2005) bahwa bermain dapat menjadikan diri anak lebih senang
dan nyaman sehingga adanya stres dan ketegangan dapat dihindari,
karena bermain dapat menghibur diri anak terhadap dirinya. Menurut
Wong (2004) bermain mempunyai fungsi terapeutik karena memberikan
pengurangan kecemasan dan ketegangan, memungkinkan ekspresi emosi
dan pelepasan impuls yang tidak dapat diterima dalam bentuk yang
secara emosional dapat diterima, mendorong percobaan dan pengujian
situasi yang menakutkan dengan cara yang aman, memudahkan
83
komunikasi verbal dan non verbal tentang kebutuhan, rasa takut dan
keinginan. Bermain dapat mengurangi tekanan atau stres yang
disebabkan karena lingkungan rumah sakit. Melalui bermain anak dapat
mengekspesikan emosi dan ketidakpuasan atau situasi sosial yang tidak
menyenangkan serta rasa takutnya yang tidak dapat diekspresikan di
dunia nyata (Nursalam, 2005).
Permainan dengan menggunakan mewarnai gambar dapat
menumbuhkan kesabaran dan ketekunan anak dalam merangkainya serta
dapat eksplorasi perasaan anak, sehingga mental anak terbiasa untuk
bersikap tenang, tekun, dan sabar dalam menyelesaikan sesuatu.
Kepuasan yang didapat saat anak menyelesaikan mewarnai gambar
merupakan salah satu pembangkit motivasi untuk mencoba hal-hal yang
baru baginya. Keberhasilannya menyusun mewarnai gambar akan
membangkitkan rasa percaya diri anak yang baru sakit. Rasa percaya diri
dapat menambah rasa aman dan nyaman pada anak. Selain itu bermain
mewarnai gambar tidak membutuhkan banyak energi sehingga mewarnai
gambar dapat dimainkan di dalam ruangan dan juga dapat dimainkan
oleh anak yang sedang sakit.
Terapi bermain dapat membuat anak yang mengalami stres dan
kecemasan akibat sakit dan hospitalisasi, mampu mengekspresikan
pikiran dan perasaan, menerima kenyataan, dan mengurangi konflik
internal. Terapi bermain khususnya mewarnai gambar juga membantu
anak mengekspresikan pikiran dan perasaannya lewat gambar mewarnai
gambar sehingga anak yang awalnya stres dan cemas menjadi lebih
84
rileks. Bermain sebagai sebuah praktik dari teori sosialisasi dengan
lingkungan anak, dengan bermain anak bisa merasa bahagia. Rasa
bahagia inilah yang menstimulasi saraf-saraf otak anak untuk saling
terhubung, sehingga membentuk sebuah memori baru. Memori yang
indah akan membuat jiwanya sehat dengan kata lain dapat mengurangi
kecemasan selama anak di rawat di rumah sakit (Hart, 1999).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian Saptiningsih (2011)
yang meneliti pengaruh terapi bermain terhadap perilaku anak pra
sekolah masa hospitalisasi di ruang “Y” rumah sakit “X” Bandung. Hasil
uji t dependen, didapatkan p value 0,0001 menunjukkan bahwa ada
perbedaan respon perilaku masa hospitalisasi anak sebelum dan sesudah
aktivitas bermain dengan taraf signifikasi (0,001) yang berarti Ho ditolak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa bermain memberikan pengaruh
selama hospitalisasi, sehingga diharapkan perawat dan orang tua dapat
memberikan dukungan kepada anak selama hospitalisasi dengan cara
bermain bersama selama 20-30 menit.
2. Pengaruh terapi bermain mewarnai gambar terhadap kecemasan akibat
hospitalisasi pada anak prasekolah di ruang anak RSUD Ambarawa
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata kecemasan akibat
hospitalisasi pada anak usia prasekolah pada kelompok kontrol selama
dirawat di ruang anak RSUD Ambarawa setelah diberikan terapi bermain
mewarnai gambar sebesar 2,2778, sedangkan setelah diberikan terapi
bermain mewarnai gambar sebesar 1,7222. Berdasarkan uji independen
t-test terlihat bahwa nilai t hitung = 2,110 sedangkan nilai p-value
85
sebesar 0,042 (α=0,05). Hal tersebut menunjukkan ada pengaruh terapi
bermain mewarnai gambar terhadap kecemasan akibat hospitalisasi pada
anak pra sekolah di Ruang Anak RSUD Ambarawa.
Perawatan anak di rumah sakit merupakan pengalaman yang
penuh dengan stres, baik bagi anak maupun orang tua. Beberapa bukti
ilmiah menunjukkan bahwa lingkungan rumah sakit itu sendiri merupakan
penyebab stres bagi anak dan orang tuanya, baik lingkungan fisik rumah
sakit seperti bangunan/ruang rawat, alat-alat, bau yang khas, pakaian
putih petugas kesehatan maupun lingkungan sosial, seperti sesama pasien
anak, ataupun interaksi dan sikap petugas kesehatan itu sendiri. Perasaan,
seperti takut, cemas, tegang, nyeri, dan perasaan yang tidak
menyenangkan lainnya, sering kali dialami anak (Supartini, 2004).
Untuk itu, anak memerlukan media yang dapat mengekspresikan
perasaan tersebut dan mampu bekerja sama dengan petugas kesehatan
selama dalam perawatan. Media yang paling efektif adalah melalui
kegiatan permainan. Permainan yang terapeutik didasari oleh pandangan
bahwa bermain bagi anak merupakan aktivitas yang sehat dan diperlukan
untuk kelangsungan tumbuh kembang anak dan memungkinkan untuk
dapat menggali dan mengekspresikan perasaan dan pikiran anak,
mengalihkan perasaan nyeri, dan relaksasi. Dengan demikian, kegiatan
bermain harus menjadi bagian integral dari pelayanan kesehatan anak di
rumah sakit (Brennan, 1994; dalam Supartini, 2004).
Menurut Supartini (2004), aktivitas bermain yang dilakukan
perawat pada anak di rumah sakit akan memberikan keuntungan
86
meningkatkan hubungan antara klien (anak dan keluarga) dan perawat
karena dengan melaksanakan kegiatan bermain, perawat mempunyai
kesempatan untuk membina hubungan yang baik dan menyenangkan
dengan anak dan keluarganya. Bermain merupakan alat komunikasi yang
efektif antara perawat dan klien. Perawatan di rumah sakit akan
membatasi kemampuan anak untuk mandiri. Aktivitas bermain yang
terprogram akan memulihkan perasaan mandiri pada anak. Permainan
pada anak di rumah sakit tidak hanya akan memberikan rasa senang pada
anak, tetapi juga akan membantu anak mengekspresikan perasaan dan
pikiran cemas, takut, sedih, tegang, dan nyeri.
Pada beberapa anak yang belum dapat mengekspresikan perasaan
dan pikiran secara verbal dan atau pada anak yang kurang dapat
mengekspresikannya, permainan menggambar mewarnai, atau melukis
akan membantunya mengekspresikan perasaan tersebut. Permainan yang
terapeutik akan dapat meningkatkan kemampuan anak untuk mempunyai
tingkah laku yang positif. Permainan yang memberi kesempatan pada
beberapa anak untuk berkompetisi secara sehat, akan dapat menurunkan
ketegangan/kecemasan pada anak dan keluarganya (Supartini, 2004).
Bermain merupakan proses alamiah dan naluriah yang berfungsi
sebagai nutrisi dan gizi bagi kesehatan fisik dan psikis anak dalam masa
perkembangannya. Aktivitas bergerak (moving) dan bersuara menjadi
sarana dan proses belajar yang efektif buat anak, proses belajar yang
tidak sama dengan belajar secara formal di sekolah (Kartono, 2007).
87
Bermain sebagai sebuah praktik dari teori sosialisasi dengan
lingkungan anak dengan bermain anak bisa merasa bahagia. Rasa
bahagia inilah yang menstimulasi saraf-saraf otak (sinaps) anak
untuk saling terhubung, sehingga membentuk sebuah memori baru.
Memori yang indah akan membuat jiwanya sehat dengan kata lain dapat
mengurangi kecemasan selama anak di rawat di rumah sakit (Kartono,
2007).
Menggambar atau mewarnai gambar juga dapat memberikan rasa
senang karena pada dasarnya anak usia pra sekolah sudah sangat aktif
dan imajinatif selain itu anak masih tetap dapat melanjutkan
perkembangan kemampuan motorik halus dengan menggambar
meskipun masih menjalani perawatan di rumah sakit. Anak usia
prasekolah sedang senang-senangnya mengembangkan daya imajinasinya
(Hartono, 2005).
Menurut Kurniawan (2009), semakin orang bisa bahagia atau
rileks maka terjadi pelepasan endorphin dan enkhefalin yang berfungsi
sebagai endogenous opiat yang berfungsi sebagai pemberi rasa rileks.
Endorfin dan enkefalin ditemukan dalam konsentrasi yang kuat dalam
sistem saraf pusat. Endorfin dan enkefalin adalah zat kimiawi endogen
yang diproduksi oleh tubuh dan berstruktur menyerupai opioid.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana
orang dapat merasakan rileks sehingga dapat mengurangi kecemasan.
Individu dengan endorfin banyak lebih sedikit merasakan rileks yang
dikarenakan nyeri sehingga dapat mengurangi kecemasan dan mereka
88
yang memiliki endorfin lebih sedikit merasakan nyeri lebih besar yang
dapat menyebabkan kecemasan, sehingga respon dari terapi menggambar
tersebut dapat terlihat perbedaannya sesaat setelah diberikan terapi
menggambar.
Hasil penelitian dari Marasaoly (2009), menunjukkan bahwa ada
pengaruh terapi bermain puzzle terhadap dampak hospitalisasi pada anak
usia prasekolah di Ruang Anggrek I Rumah Sakit Polpus R.S Sukanto.
Hal ini ditunjukkan dengan nilai nilai p value = 0,020, di mana nilai
tersebut (p < 0,05). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian dari
Yuni Sandra (2009), tentang terapi bermain hospital story dan kecemasan
anak menunjukkan bahwa ada pengaruh terapi bermain hospital story
terhadap kecemasan anak usia 6-8 tahun yang di rawat di ruang
perawatan anak RSUD Kraton Pekalongan (nilai p = 0,000). Penelitian
Rachmawati (2011), menunjukkan ada pengaruh terapi seni menggambar
berkelompok terhadap penurunan tingkat stres pada Lansia di Panti Sasan
Tresna Hargo Dedali Surabaya (p=0,028).
C. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini tentunya memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain
tingkat intensitas sakit dari responden tidak dapat diprediksi oleh peneliti
ketika melakukan penelitian. Di sisi lain faktor psikologis anak atau
kecemasan anak berpengaruh terhadap hospitaslisasi. Sehingga baik secara
langsung maupun tidak kondisi ini akan mempengaruhi hasil penelitian yang
diperoleh.
89
Top Related