Steroid
Steroid merupakan terpenoid yang dikenali dengan karbon siklopentano-perhidro-
penantrenskeleton dengan 4 cincin siklik, bentuk susunannya 6-6-6-5.
Gambar Struktur dasar steroid
Struktur dasar hidrokarbon dari steroid adalah a) gonane, estran, androstan; b) pregnan; c)
Kolan; d) Kolestan.
Gambar Struktur dasar hidrokarbon steroid
Steroid terdiri sintetik dan alami/ endogen dengan aksi farmakologis yang sangat luas. Baik
sebagai regulator suatu sistem atau sebagai sarana untuk terapi penyakit.
Pada bab ini bahasan akan focus di oral kontrasepsi sintetik golongan progestagen, dan
estrogen.
Progestagen
Steroid kelompok progestagen terdiri dari steroid progestagen alami C21, progesterone(4-
pregnen-3,20-dione), dan metabolitnya, serta steroid sintetis, norgestrel noretisterone (NE) dan
medroksiprogesterone asetat yang memiliki aktivitas progestasional.
Gambar Struktur kelompok senyawa Progestagen
Metode-metode penetapan kadar progestagen dan estrogen
1. Spektrofotometri UV dan Visibel
Metode spektrofotometri UV dipakai untuk menetapkan kadar progestagen pada panjang
gelombang 240 nm. Hal ini karena keberadaannya gugus kromofor dari ikatan3-okso inti
steroid. Namun metode ini lama, tidak praktis dan tidak sensitive. Derivatisasi pada gugus 3-
okso untuk membentuk dinitrofenil hidrazone tiosemikarbazone atau asam isonikotinik
hidrazon dapat mengatasi permasalahan yang timbul tadi. Hasil reaksinya adalah senyawa
berewarna. Metode ini tidak mampu mendeteksi kadar progesterone di bawah 0,1-0,5 mg.
Levonorgestrel yang merupakan progestin sintetis dan etinilestradiol (merupakan golongan
estrogen) dalam sediaan tablet juga dapat ditetapkan juga dengan metode spektrofotometri
derivatif. Prosedur kerjanya sederhana, tidak memerlukan proses pemisahan. (Berzas, et al.,
1997).
Metode lain adalah pembentukan warna yang didasarkan pada reaksi reduksi garam
tetrazolium oleh α-keto steroid. Garam tetrazolium yang dapat dipakai adalah 2,3,5-
trifeniltetrazolium (memberikan λmax, 490 nm), 3,3’-dianisole-bis-4,4’-(difenil)-fenil-3-(p-
iodofenil) tetrazolium klorida (tetrazolium biru, λmax, 510 nm). Metode ini cukup spesifik dan
interferensi dari gula, asam askorbat, sistein, asam glukoronat dan asam lemak tidak jenuh
dapat diatasi dengan penambahan etanol atau dengan penambahan yang lain.
Bebawy, et al. 2001, melaporkan bahwa gestoden dan ciproteron dapat ditetapkan dengan
kolorimetri dengan sebelumnya direaksikan dengan isoniazid pada suasana asam, pembacaan
pada panjang gelombang 378 nm dan 400 nm untuk gestoden dan ciproteron. Tetrazolium
dalam kondisi basa menghasilkan warna merah yang dibaca pada panjang gelombang 515 dan
520 nm untuk gestoden dan ciproteron.
Reaksi pembentukan warna kuning antara INH dengan gestoden
Prosedur penetapan steroid dengan spektrofotometri vis
Larutan Pembanding
Timbang seksama sejumlah Baku Pembanding FI, seperti yang tertera pada monografi,
yang sebelumnya telah dikeringkan menurut cara yang tertera pada monografi, larutkan dalam
etanol P. Lakukan pengenceran hingga kadar lebih kurang 10 g per ml. Pipet 20ml larutan ke
dalam labu bersumbat kaca.
Larutan Uji
Buat larutan uji menurut cara yang tertera pada masing-masing monografi
Kedalam 2 labu yang masing-masing berisi Larutan Uji dan Larutan Baku, dan kedalam labu
ketiga yang berisi 20,0ml etanol P sebagai blangko, tambahkan 2,0ml larutan yang dibuat
dengan melarutkan 50mg biru tetrazolium P dalam 10ml metanol, campur. Kemudian pada
masing-masing labu tambahkan 2,0ml campuran etanol P - tetrametilamonium hidroksida LP
(9:1), campur, biarkan dalam gelap selama 90’. Ukur serapan pada 525nm. Kadar steroid
dihitung dengan rumus yang tertera pada masing-masing monografi. C adalah kadar baku
pembanding g/ml, Au dan As serapan larutan uji dan larutan baku (FI).
2. Spektrofluorometri
Metode spektrofluorometri memberikan keunggulan spesifitas tinggi dan interferensi yang
rendah. Untuk mendapatkan agar progestagen berfluoresensi maka dapat digunakan KOH/
asam sulfat. Metode ini dapat mendeteksi 50 ng progestagen. Konversi progesterone menjadi
20-hidroksi-pregn-4-ene-3-one secara enzimatik untuk mendapatkan fluoresensi. Metode
enzimatik ini mampu mendeteksi 3-5 ng progesterone.
3. Derivatisasi dengan Isotop ganda
Metode ini penetapan kadarnya berdasarkan pelabelan senyawa progestagen dengan suatu
isotop yang kemudian radioaktifnya dideteksi. Oleh karena itu metode ini menggunakan reagen
suatu radioaktif. Radioaktif yang ditambahkan ke dalam sampel adalah 3H atau 14C, setelah itu
kemudian diekstraksi dan dipurifikasi. Steroid terlabel dan tak terlabel diderivatisasi dengan
reagen yang mengandung isotop berbeda. Metode ini tidak cocok untuk analisis rutin sampel
serum karena prosedur purifikasi yang membutuhkan waktu lama.
4. RIA (Radio Immuno Assay)
Norgestrel merupakan campuran rasemik dari D dan L dari 13β-etill-17α-etinil-17β-
hidroxigon-4-en-3-one. Hanya enansiomer D yang aktif secara biologis, dan ini dikenal dengan
nama levonorgestrel. Penelitian dengan metode RIA pada d-norgestrel atau levonorgestrel
memberikan hasil yang spesifik (Cameron, et al., 1975). Hal yang sama juga dikembangkan oleh
Munro, et al. (1996) yang menggunakan metode EIA.
5. Kromatografi Gas Cair (GLC-MS)
Kromatografi gas dapat digunakan untuk penetapan kadar progestagen jika termostabil dan
mudah menguap. Secara umum progestagen merupakan senyawa yang tidak mudah menguap
oleh karena itu maka perlu dilakukan derivatisasi. Derivatisasi akan menghasilkan suatu
senyawa yang mudah menguap, termostabil, meningkatkan pemisahan dan menaikkan respon
detector. Teknik derivatisasi yang paling banyak dipakai adalah sililasi. Sililasi adalah suatu
reaksi antara gugus silil dengan atom hydrogen labil atau logam. Sililasi membuat menaikkan
kelarutan senyawa derivate dalam pelarut non polar dan volatilitasnya. Mekanisme reaksi
sililasi adalah subtinusi nukleofilik.
Gambar mekanisme reaksi sililasi
Reagen sililasi dipakai dalam tunggal dan campuran. Bentuk campuran reagen ini dilakukan
agar mendapatkan hasil yang sempurna dalam sililasi. Parameter yang dioptimasi adalah
reagen, waktu reaksi, dan suhu reaksi. Teknik untuk meningkatkan derivatisasi sililasi adalah
sonifikasi, pemanasan microwave, dan penambahan pelarut. Reagen yang terbaik untuk
derivatisasi steroid adalah campuran BSTFA/TMCS atau MSTFA. Kondisi optimum reaksi
derivatisasi adalah 30 menit pada suhu 700C dan 500C. dan untuk pelarut yang dapat dipakai
untuk meningkatkan reaksi derivatisasi adalah DMF, piridin dan asetonitril dengan
perbandingan 1:1. Teknik lain peningkatan reaksi derivatisasi adalah dengan pemanasan
microwave memberikan hasil yang lebih baik disbanding pemanasan biasa dan sonifikasi.
Gambar Reagen-reagen umum untuk sililasi
Rekapitulasi beberapa penelitian yang mengaplikasina metode GLC untuk menetapkan
kadar hormone terdapat pada table di bawah ini
Dalam analisis steroid baik dalam matriks biologis, lingkungan (air, tanah, dll), sediaan
farmasi melalui tahap preparasi sampel.
Beberapa tahap preparasi sampel adalah : (contoh detail pada table di bawah)
a. Filtrasi
Filtrasi merupaka tahap awal agar terjadi pemisahan antara senyawa yang larut dan tidak
terlarut. Prose filtrasi dilakukan dengan bantuan kertas saring.
b. Ekstraksi
Proses ekstraksi dilakukan untuk mendapatkan hormon yang jumlahnya sedikit dari sampel.
Teknik yang sering dipakai adalah ekstraksi cair-cair. Sebelum proses ekstraksi maka jika
sampelnya adalah darah atau daging maka proses pertama adalah deproteinasi. Proses
deproteinasi bertujuan agar protein yang akan menggangu dihilangkan dan protein yang
mengikat hormon dapat terlepas. Deproteinasi dapat menggunakan pelarut organic, TCA (Tri
Chlor Acetat Acid) atau reagen lainnya.
c. Purifikasi/ sample clean up
Hasil proses ekstraksi hanya mendapatkan suatu larutan yang bebas dari senyawa tidak
larut dan meminimalkan interferens. Oleh karena itu maka untuk menghilangkan
interferensinya dilakukan tahap clean up. Teknik clean up yang paling banyak dipakai adalah
ekstraksi fase padat dengan memvariasikan jenis kolom dan fase geraknya.
d. Evaporasi
Evaporasi bertujuan untuk menghilangkan pelarut sehingga akan didapatkan kadar yang
lebih besar. Jika sampel yang akan dievaporasi jumlahnya banyak maka dapat menggunakan
teknik rotary evaporator, dan jika jumlahnya sedikit dapat menggunakan gas nitrogen.
e. Derivatisasi
Derivatisasi ditujukan untuk menghasilkan suatu senyawa yang termostabil dan volatile.
Tujuan lain dari proses ini adalah meningkatkan sensitivitas detector terhadap analit. Jenis
reaksi yang dipilih untuk derivatisasi sangat tergantung dari struktur kimia senyawa dan sifat
fisika kimianya.
6. LC MS
Liu, et al., 2008 menyatakan bahwa deteksi hormon dalam sampel biologis lebih baik
digunakan spektrofotometri massa karena lebih sensitif dan spesifik. Perbedaan dalam
beberapa penelitian adalah metode fragmentasinya. Beberapa contoh metode fragmentasinya
adalah ESI (Electro Spray Ionization), EI (Electron Impact), CI (Chemical Ionization), APCI, dll. Hal
tersebut seperti dilaporkan oleh Diaz-Cruz, et al, 2003 yang meneliti endocrine disruptors
dalam sampel lingkungan.
Beberapa penelitian mengenai aplikasi metode LC MS, lebih detail seperti pada table di
bawah ini
Daftar Pustaka
Anonim, 1995, Farmakope Indonesia, edisi 4, Depkes RI, Jakarta
Bebawy, L, I., Mostafa, A, A., and Refaat, H, H., 2001, different methods for determination of gestodene and cyproterone acetate in raw material and dosage form, Journal of Pharmaceutical And Biomedical Analysis, 25, 425-436
Berzas, J. J, Juana Rodríguez and Gregorio Castañeda,1997, Simultaneous Determination of
Ethynilestradiol and Levonorgestrel in Orasl Contraceptives by Derivative Spectrophotometry, Analyst, 122, 41 - 44, DOI: 10.1039/a604558h
Bowden, J, A., Colosi, D, M., Mora-Montero, D, C., Garrett, T, J., and Yost, Y, A., 2009,
Enhancement of chemical derivatization of steroids by gas chromatography/mass spectrometry (GC/MS), Journal of Chromatography B, 877 (2009) 3237–3242
Diaz-Cruz, M, S., de Alda, M, J, L., Lopez, R., and Bacelo, D., 2003, Determination of estrogens
and progestogens by mass spectrometric techniques (GC/MS, LC/MS and LC/MS/MS), JOURNAL OF MASS SPECTROMETRY, 38: 917–923, DOI: 10.1002/jms.529
Higuchi, T, 1961, Pharmaceutical Analysis, Interscience publisher, New York Kashutina, M, V., Ioffe, S.L., and Tartakovskii, V.A., 1975, Silylation of Organic Compounds,
Russian Chemical Reviews, 44 (9), 737-747 López, M, J., and Barceló, A, D., 2001, Review of analytical methods for the determination of
estrogens and progestogens in waste waters, Fresenius J Anal Chem (2001) 371 :437–447, DOI 10.1007/s002160101027
Liu, F., Xu, Y., Liu, A., Hu, W., guo, Q., 2008, LC-Tandem-MS Validation for Quantitative Analysis
of Levonorgestrel in Human Plasma, Chromatographia, 68, 707-712, DOI:
10.1365/s10337-008-0773-5, 0009-5893/08/11 Neil D. Danielson, N, D., Gallagher,P, A., and Bao, J, J.,2000, Chemical Reagents and
Derivatization Procedures in Drug Analysis, in Encyclopedia of Analytical Chemistry, Jhon Wiley & Sons, Chochester, pp. 7042–7076
Prasad, S, D., Reddy, G, C., Prasad, P, S, S., and Mukkanti, 2004, Simulatneous HPLC Estimasion
of Levonorgestrel and Ethinylestradiol from tablets, Indian Journal of Pharmaceutical Sciences, 231-234, www.ijpsonline.com
Wood, P. J, and Gower, D.B., 2010, Steroid Analysis, Springer, London