Download - STRUMA 2003.doc

Transcript
Page 1: STRUMA 2003.doc

BAB I

PENDAHULUAN

Ilmu kesehatan sangatlah fleksibel dengan mengikuti perkembangan

zaman. Itu dapat dilihat dengan perkembangan penyakit dan cara mengatasinya.

Penyakit sangatlah berbahaya bagi tubuh manusia, apalagi yangdapat

mengganggu jawa manusia. Karena itu ketika penyakit dapat membahayakan

maka secepat mungkin harus dicari cara mengatasinya atau pengobatan terhadap

penyakit yang diderita, dimikian pula penyakit struma nodosa yang menyebabkan

pembengkakan pada leher.(1)

Struma nodosa atau strauma endenomatosa terutama di temukan didaerah

pegunungan kerena defisiensi iodium dan merupakan salah satu masalah gizi di

Indonesia. Struma nodosa di temukan secara incidental atau pada keluarga

tertentu. Etiologinya umumnya multifaktoria, biasanya tiroid sudah membesar

sejak usia mudah dan berkembang menjadi multinodular  pada saat dewasa.

Penderita struma nodosa biasanya tidak mengalami keluhan karena tidak ada

hipotiroidisme atau hipertiroidisme, nodul mungkin tunggal, tetapi kebanyakan

berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi.(2)

Deregenerasi jaringan menyebabkan kista atau adenoma

karena pertumbuhannya yang sering berangsur-angsur hingga struma menjadi

besar tanpa gejalah kecuali benjolan di leher, sebagian penderita dengan strauma

nodosa dapat hidup dengan strumanya tanpa adanya gangguan. Struma nodosa

merupakan gangguan yang sangat sering dijumpai dan menyerang 16%

perempuan dan 4% laki-laki yang berusia antara 20 sampai 60 tahun seperti yang

telah dibuktikan oleh suatu penyelidikan. Untuk itu haruslah tanggap dalam

menghadapi penyakit ini dengan melihat kondisi pada penderita. Penyembuhan

penyakit ini dilakukan dengan pengobatan dan terapi TSH oleh tiroksin serta

pembedahan dilakukan apabila srtuma menjadi besar.(2)

1

Page 2: STRUMA 2003.doc

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

Definisi

Kelainan glandula tyroid dapat berupa gangguan fungsi seperti

tirotoksikosis atau perubahan susunan kelenjar dan morfologinya, seperti penyakit

tyroid noduler. Berdasarkan patologinya, pembesaran tyroid umumnya disebut

struma.(3)

Embriologi

Kelenjar tyroid berkembang dari endoderm pada garis tengah usus depan.

Kelenjar tyroid mulai terlihat terbentuk pada janin berukuran 3,4-4 cm, yaitu pada

akhir bulan pertama kehamilan. Kelenjar tyroid berasal dari lekukan faring antara

branchial pouch pertama dan kedua. Dari bagian tersebut timbul divertikulum,

yang kemudian membesar, tumbuh ke arah bawah mengalami desensus dan

akhirnya melepaskan diri dari faring. Sebelum lepas, berbentuk sebagai duktus

tyroglossus yang berawal dari foramen sekum di basis lidah.(3)

Duktus ini akan menghilang setelah dewasa, tetapi pada keadaan tertentu

masih menetap. Dan akan ada kemungkinan terbentuk kelenjar tyroid yang

letaknya abnormal, seperti persisten duktud tyroglossus, tyroid servikal, tyroid

lingual, sedangkan desensus yang terlalu jauh akan membentuk tyroid substernal.

Branchial pouch keempat ikut membentuk kelenjar tyroid, merupakan asal sel-sel

parafolikular atau sel C, yang memproduksi kalsitonin.(IPD I). Kelenjar tyroid

janin secara fungsional mulai mandiri pada minggu ke-12 masa kehidupan

intrauterin.(3)

2

Page 3: STRUMA 2003.doc

Anatomi

Kelenjar tyroid terletak dibagian bawah leher, antara fascia koli media dan

fascia prevertebralis. Didalam ruang yang sama terletak trakhea, esofagus,

pembuluh darah besar, dan syaraf. Kelenjar tyroid melekat pada trakhea sambil

melingkarinya dua pertiga sampai tiga perempat lingkaran. Keempat kelenjar

paratyroid umumnya terletak pada permukaan belakang kelenjar tyroid.(3)

Tyroid terdiri atas dua lobus, yang dihubungkan oleh istmus dan menutup

cincin trakhea 2 dan 3. Kapsul fibrosa menggantungkan kelenjar ini pada fasia

pretrakhea sehingga pada setiap gerakan menelan selalu diikuti dengan

terangkatnya kelenjar kearah kranial. Sifat ini digunakan dalam klinik untuk

menentukan apakah suatu bentukan di leher berhubungan dengan kelenjar tyroid

atau tidak.(4)

Vaskularisasi kelenjar tyroid berasal dari a. Tiroidea Superior (cabang dari

a. Karotis Eksterna) dan a. Tyroidea Inferior (cabang a. Subklavia). Setiap folikel

lymfoid diselubungi oleh jala-jala kapiler, dan jala-jala limfatik, sedangkan sistem

venanya berasal dari pleksus perifolikular.(4)

Nodus Lymfatikus tyroid berhubungan secara bebas dengan pleksus

trakhealis yang kemudian ke arah nodus prelaring yang tepat di atas istmus, dan

ke nl. Pretrakhealis dan nl. Paratrakhealis, sebagian lagi bermuara ke nl.

Brakhiosefalika dan ada yang langsung ke duktus thoraksikus. Hubungan ini

penting untuk menduga penyebaran keganasan.(4)

3

Page 4: STRUMA 2003.doc

Histologi

Pada usia dewasa berat kelenjar ini kira-kira 20 gram. Secara mikroskopis

terdiri atas banyak folikel yang berbentuk bundar dengan diameter antara 50-500

µm. Dinding folikel terdiri dari selapis sel epitel tunggal dengan puncak

menghadap ke dalam lumen, sedangkan basisnya menghadap ke arah membran

basalis. Folikel ini berkelompok sebanyak kira-kira 40 buah untuk membentuk

lobulus yang mendapat vaskularisasi dari end entry. Setiap folikel berisi cairan

pekat, koloid sebagian besar terdiri atas protein, khususnya protein tyroglobulin

(BM 650.000).(4)

Fisiologi Hormon Tyroid

Bahan dasar untuk sintesis hormone tiroid adalah tirosin dan iodium, yang

keduanya harus diserap dari darah oleh sel-sel folikel. Tirosin, suatu asam amino,

disintesis dalam jumlah memadai oleh tubuh, sehingga bukan merupakan

kebutuhan esensial dalam makanan. Di pihak lain, iodium yang diperlukan untuk

sintesis hormon tiroid, harus diperoleh dari makanan. Pembentukan,

penyimpanan, dan sekresi hormon tiroid terdiri dari langkah-langkah berikut:

1. Semua langkah sintesis hormone tidroid berlangsung di molekul

tiroglobulin di dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri dihasilkan oleh

kompleks Golgi/reticulum endoplasma sel folikel tiroid. Tirosin menyatu

ke dalam molekul tiroglobulin sewaktu molekul besar ini diproduksi.

Setelah diproduksi, tiroglobulin yang mengandung tirosin dikeluarkan dari

sel folikel ke dalam koloid melalui eksositosis.

4

Page 5: STRUMA 2003.doc

2. Tiroid menangkap iodium dari darah dan memindahkannya ke dalam

koloid melalui suatu pompa iodium yang sangat aktif atau “iodine-

trapping mechanism” protein pembawa yang sangat kuat dan memerlukan

energi yang terletak di membran luar sel folikel. Hampir semua iodium di

tubuh dipindahkan melawan gradien konsentrasinya ke kelenjar tiroid

untuk mensintesis hormon tiroid. Selain untuk sintesis hormone tiroid,

iodium tidak memiliki manfaat lain di tubuh.

3. Di dalam koloid, iodium dengan cepat melekat ke sebuah tirosin di dalam

molekul tiroglobuli. Perlekatan sebuah iodium ke tirosin menghasilkan

monoiodotirosin (MIT). Perlekatan dua iodium ke tirosin menghasilkan

diiodotirosin (DIT).

4. Kemudian terjadi proses penggabungan antara molekul-molekul tirosin

beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan dua DIT

(masing-masing mengandung dua atom iodium) menghasilkan

tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan

empat iodium. Penggabungan satu MIT (dengan satu iodium) dan satu

DIT (dengan dua iodium) menghasilkan triiodotironin atau T3 (dengan

tiga iodium) penggabunga tidak terjadi antara dua molekul MIT.(5)

Metabolisme T3 dan T4

Sekitar 90% produk sekretorik yang dikeluarkan dari kelenjar tiroid adalah

dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktifitas biologis sekitar empat kali lebih

poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan kemudian diubah

menjadi T3, atau diaktifkan melalui proses pengeluaran satu iodium di hati dan

ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami

proses pengeluaran iodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah

bentuk hormon tiroid yang secara biologis aktif di tingkat sel. Walaupun tiroid

mengeluarkan lebih banyak T4.(5)

Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik

dengan cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan

kurang dari 0,1% T4 tetap berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini

memang luar biasa mengingat bahwa hanya hormone bebas dari keseluruhan

5

Page 6: STRUMA 2003.doc

hormone tiroid memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan mampu menimbulkan

suatu efek.(5)

Terdapat tiga protein plasma yang penting dalam pengikatan hormone

tiroid: globulin pengikat tiroksin (thyroxine-binding globulin) yang secara selektif

mengikat hormone tiroid 55% dari T4 dan 65% dari T3 dalam sirkulasi, walaupun

namanya hanya menyebutkan secara khusus “tiroksin” (T4); albumin yang secara

nonselektif mengikat banyak hormon lipofilik, termasuk 10% dari T4 dan 35%

dari T3; dan thyroxine-binding prealbumin yang mengikat sisa 35% T4.(5)

Pengaturan faal tiroid :

Ada 4 macam kontrol terhadap faal kelenjar tiroid :

1. TRH (Thyrotrophin releasing hormone)

Tripeptida yang disentesis oleh hpothalamus. Merangsang hipofisis

mensekresi TSH (thyroid stimulating hormone) yang selanjutnya kelenjar

tiroid teransang menjadi hiperplasi dan hiperfungsi

2. TSH (thyroid stimulating hormone)

Glikoprotein yang terbentuk oleh dua sub unit (alfa dan beta). Dalam

sirkulasi akan meningkatkan reseptor di permukaan sel tiroid (TSH-

reseptor-TSH-R) dan terjadi efek hormonal yaitu produksi hormon

meningkat

3. Umpan Balik sekresi hormon (negative feedback).

Kedua hormon (T3 dan T4) ini menpunyai umpan balik di tingkat

hipofisis. Khususnya hormon bebas. T3 disamping berefek pada hipofisis

juga pada tingkat hipotalamus. Sedangkan T4 akan mengurangi kepekaan

hipifisis terhadap rangsangan TSH.

4. Pengaturan di tingkat kelenjar tiroid sendiri.

Produksi hormon juga diatur oleh kadar iodium intra tiroid.(4)

Efek metabolisme Hormon Tyroid :

1. Kalorigenik

2. Termoregulasi

6

Page 7: STRUMA 2003.doc

3. Metabolisme protein. Dalam dosis fisiologis kerjanya bersifat anabolik,

tetapi dalam dosis besar bersifat katabolik

4. Metabolisme karbohidrat. Bersifat diabetogenik, karena resorbsi intestinal

meningkat, cadangan glikogen hati menipis, demikian pula glikogen otot

menipis pada dosis farmakologis tinggi dan degenarasi insulin meningkat.

5. Metabolisme lipid. T4 mempercepat sintesis kolesterol, tetapi proses

degradasi kolesterol dan ekspresinya lewat empedu ternyata jauh lebih

cepat, sehingga pada hiperfungsi tiroid kadar kolesterol rendah.

Sebaliknya pada hipotiroidisme kolesterol total, kolesterol ester dan

fosfolipid meningkat.

6. Vitamin A. Konversi provitamin A menjadi vitamin A di hati memerlukan

hormon tiroid. Sehingga pada hipotiroidisme dapat dijumpai karotenemia.

7. Lain-lain : gangguan metabolisme kreatin fosfat menyebabkan miopati,

tonus traktus gastrointestinal meninggi, hiperperistaltik sehingga terjadi

diare, gangguan faal hati, anemia defesiensi besi dan hipotiroidisme.(4)

Klasifikasi Struma

Pembesaran kelenjar tiroid (kecuali keganasan)

Menurut American society for Study of Goiter membagi :

1. Struma Non Toxic Diffusa

2. Struma Non Toxic Nodusa

3. Stuma Toxic Diffusa

4. Struma Toxic Nodusa

Istilah Toksik dan Non Toksik dipakai karena adanya perubahan dari segi

fungsi fisiologis kelenjar tiroid seperti hipertiroid dan hipotyroid, sedangkan

istilah nodusa dan diffusa lebih kepada perubahan bentuk anatomi.(6)

1. Struma non toxic nodusa

Adalah pembesaran dari kelenjar tiroid yang berbatas jelas tanpa gejala-

gejala hipertiroid.

7

Page 8: STRUMA 2003.doc

Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toxic adalah

kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang

sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh

beberapa hal, yaitu :

1. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi

sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi

berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan

hypothyroidism dan cretinism.

2. Kelebihan yodium: jarang dan pada umumnya terjadi pada

preexisting penyakit tiroid autoimun

3. Goitrogen :

Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,

aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative

dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis,

lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet,

singkong, dan goitrin dalam rumput liar.

4. Dishormonogenesis: Kerusakan dalam jalur biosynthetic hormon

kelejar tiroid

5. Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama masa

kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan maligna.(6)

2. Struma Non Toxic Diffusa(7)

Etiologi :

1. Defisiensi Iodium

2. Autoimmun thyroiditis: Hashimoto oatau postpartum thyroiditis

3. Kelebihan iodium (efek Wolff-Chaikoff) atau ingesti lithium,

dengan penurunan pelepasan hormon tiroid.

8

Page 9: STRUMA 2003.doc

4. Stimulasi reseptor TSH oleh TSH dari tumor hipofisis, resistensi

hipofisis terhadap hormo tiroid, gonadotropin, dan/atau tiroid-

stimulating immunoglobulin

5. Inborn errors metabolisme yang menyebabkan kerusakan dalam

biosynthesis hormon tiroid.

6. Terpapar radiasi

7. Penyakit deposisi

8. Resistensi hormon tiroid

9. Tiroiditis Subakut (de Quervain thyroiditis)

10. Silent thyroiditis

11. Agen-agen infeksi

12. Suppuratif Akut : bacterial

13. Kronik: mycobacteria, fungal, dan penyakit granulomatosa parasit

14. Keganasan Tiroid(7)

3. Struma Toxic Nodusa

Etiologi :

1. Defisiensi iodium yang mengakibatkan penurunan level T4

2. Aktivasi reseptor TSH

3. Mutasi somatik reseptor TSH dan Protein G

4. Mediator-mediator pertumbuhan termasuk : Endothelin-1 (ET-1),

insulin like growth factor-1, epidermal growth factor, dan

fibroblast growth factor.(8)

4. Struma Toxic Diffusa

Yang termasuk dalam struma toxic difusa adalah grave desease, yang

merupakan penyakit autoimun yang masih belum diketahui penyebab

pastinya.(9)

9

Page 10: STRUMA 2003.doc

Patofisiologi :

Gangguan pada jalur TRH-TSH hormon tiroid ini menyebabkan

perubahan dalam struktur dan fungsi kelenjar tiroid gondok. Rangsangan TSH

reseptor tiroid oleh TSH, TSH-Resepor Antibodi atau TSH reseptor agonis,

seperti chorionic gonadotropin, akan menyebabkan struma diffusa. Jika suatu

kelompok kecil sel tiroid, sel inflamasi, atau sel maligna metastase ke kelenjar

tiroid, akan menyebabkan struma nodusa.(7)

Defesiensi dalam sintesis atau uptake hormon tiroid akan menyebabkan

peningkatan produksi TSH. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan jumlah

dan hiperplasi sel kelenjar tyroid untuk menormalisir level hormon tiroid. Jika

proses ini terus menerus, akan terbentuk struma. Penyebab defisiensi hormon

tiroid termasuk inborn error sintesis hormon tiroid, defisiensi iodida dan

goitrogen.(7)

Struma mungkin bisa diakibatkan oleh sejumlah reseptor agonis TSH.

Yang termasuk stimulator reseptor TSH adalah reseptor antibodi TSH, kelenjar

hipofise yang resisten terhadap hormon tiroid, adenoma di hipotalamus atau di

kelenjar hipofise, dan tumor yang memproduksi human chorionic gonadotropin.(7)

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN(10)

Diagnosis disebut lengkap apabila dibelakang struma dicantumkan

keterangan lainnya, yaitu morfologi dan faal struma.

Dikenal beberapa morfologi (konsistensi) berdasarkan gambaran makroskopis

yang diketahui dengan palpasi atau auskultasi :

1. Bentuk kista : Struma kistik

Mengenai 1 lobus

Bulat, batas tegas, permukaan licin, sebesar kepalan

Kadang Multilobaris

Fluktuasi (+)

2. Bentuk Noduler : Struma nodusa

Batas Jelas

Konsistensi kenyal sampai keras

10

Page 11: STRUMA 2003.doc

Bila keras curiga neoplasma, umumnya berupa

adenocarcinoma tiroidea

3. Bentuk diffusa : Struma diffusa

batas tidak jelas

Konsistensi biasanya kenyal, lebih kearah lembek

4. Bentuk vaskuler : Struma vaskulosa

Tampak pembuluh darah

Berdenyut

Auskultasi : Bruit pada neoplasma dan struma vaskulosa

Kelejar getah bening : Para trakheal dan jugular vein

Dari faalnya struma dibedakan menjadi :

1. Eutiroid

2. Hipotiroid

3. Hipertiroid

Berdasarkan istilah klinis dibedakan menjadi :

1. Nontoksik : eutiroid/hipotiroid

2. Toksik : Hipertiroid

Pemeriksaan Fisik :(10)

Status Generalis :

1. Tekanan darah meningkat

2. Nadi meningkat

3. Mata :

Exopthalmus

Stelwag Sign : Jarang berkedip

Von Graefe Sign : Palpebra superior tidak mengikut bulbus

okuli waktu melihat ke bawah

Morbus Sign : Sukar konvergensi

Joffroy Sign : Tidak dapat mengerutkan dahi

11

Page 12: STRUMA 2003.doc

Ressenbach Sign : Temor palpebra jika mata tertutup

4. Hipertroni simpatis : Kulit basah dan dingin, tremor halus

5. Jantung : Takikardi

Status Lokalis :

1. Inspeksi

Benjolan

Warna

Permukaan

Bergerak waktu menelan

2. Palpasi

Permukaan, suhu

Batas :

Atas : Kartilago tiroid

Bawah : incisura jugularis

Medial : garis tengah leher

Lateral : M. Sternokleidomastoideus

STRUMA NON TOKSIK

Struma non toksik adalah pembesaran kelenjar tiroid pada pasien eutiroid,

tidak berhubungan dengan neoplastik atau proses inflamasi. Dapat difus dan

simetri atau nodular.(10)

Apabila dalam pemeriksaan kelenjar tiroid teraba suatu nodul, maka

pembesaran ini disebut struma nodosa. Struma nodosa tanpa disertai tanda-tanda

hipertiroidisme disebut struma nodosa non-toksik. Struma nodosa atau

adenomatosa terutama ditemukan di daerah pegunungan karena defisiensi iodium.

Biasanya tiroid sudah mlai membesar pada usia muda dan berkembang menjadi

multinodular pada saat dewasa. Struma multinodosa terjadi pada wanita usia

lanjut dan perubahan yang terdapat pada kelenjar berupa hiperplasi sampai bentuk

12

Page 13: STRUMA 2003.doc

involusi. Kebanyakan penderita struma nodosa tidak mengalami keluhan karena

tidak ada hipotiroidisme atau hipertiroidisme. Nodul mungkin tunggal tetapi

kebanyakan berkembang menjadi multinoduler yang tidak berfungsi. Degenerasi

jaringan menyebabkan kista atau adenoma. Karena pertumbuhannya sering

berangsur-angsur, struma dapat menjadi besar tanpa gejala kecuali benjolan di

leher. Walaupun sebagian struma nodosa tidak mengganggu pernapasan karena

menonjol ke depan, sebagian lain dapat menyebabkan penyempitan trakea jika

pembesarannya bilateral. Pendorongan bilateral demikian dapat dicitrakan dengan

foto Roentgen polos (trakea pedang). Penyempitan yang berarti menyebabkan

gangguan pernapasan sampai akhirnya terjadi dispnea dengan stridor inspirator.(10)

Manifestasi klinis(10)

Struma nodosa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal:

1. Berdasarkan jumlah nodul : bila jumlah nodul hanya satu disebut struma

nodosa soliter (uninodosa) dan bila lebih dari satu disebut multinodosa.

2. Berdasarkan kemampuan menangkap yodium radoiaktif : nodul dingin,

nodul hangat, dan nodul panas.

3. Berdasarkan konsistensinya : nodul lunak, kistik, keras, atau sangat keras.

Pada umumnya pasien struma nodosa datang berobat karena keluhan

kosmetik atau ketakutan akan keganasan. Sebagian kecil pasien, khususnya yang

dengan struma nodosa besar, mengeluh adanya gejala mekanis, yaitu penekanan

pada esophagus (disfagia) atau trakea (sesak napas). Gejala penekanan ini data

juga oleh tiroiditis kronis karena konsistensinya yang keras (Tim penyusun,

1994). Biasanya tidak disertai rasa nyeri kecuali bila timbul perdarahan di dalam

nodul.

Keganasan tiroid yang infiltrasi nervus rekurens menyebabkan terjadinya

suara parau (Tim penyusun, 1994).

Kadang-kadang penderita datang dengan karena adanya benjolan pada

leher sebelah lateral atas yang ternyata adalah metastase karsinoma tiroid pada

kelenjar getah bening, sedangkan tumor primernya sendiri ukurannya masih kecil.

13

Page 14: STRUMA 2003.doc

Atau penderita datang karena benjolan di kepala yang ternyata suatu metastase

karsinoma tiroid pada kranium (Tim penyusun, 1994).(10)

Diagnosis

Anamnesa sangatlah pentinglah untuk mengetahui patogenesis atau

macam kelainan dari struma nodosa non toksika tersebut. Perlu ditanyakan apakah

penderita dari daerah endemis dan banyak tetangga yang sakit seperti penderita

(struma endemik). Apakah sebelumnya penderita pernah mengalami sakit leher

bagian depan bawah disertai peningkatan suhu tubuh (tiroiditis kronis). Apakah

ada yang meninggal akibat penyakit yang sama dengan penderita (karsinoma

tiroid tipe meduler) (Tim penyusun, 1994).(10)

Pada status lokalis pemeriksaan fisik perlu dinilai:(10)

1. jumlah nodul

2. konsistensi

3. nyeri pada penekanan : ada atau tidak

4. pembesaran gelenjar getah bening

Inspeksi dari depan penderita, nampak suatu benjolan pada leher bagian

depan bawah yang bergerak ke atas pada waktu penderita menelan ludah.

Diperhatikan kulit di atasnya apakah hiperemi, seperti kulit jeruk, ulserasi.

Palpasi dari belakang penderita dengan ibu jari kedua tangan pada tengkuk

penderita dan jari-jari lain meraba benjolan pada leher penderita.

Pada palpasi harus diperhatikan :

o lokalisasi benjolan terhadap trakea (mengenai lobus kiri, kanan

atau keduanya)

o ukuran (diameter terbesar dari benjolan, nyatakan dalam

sentimeter)

o konsistensi

o mobilitas

14

Page 15: STRUMA 2003.doc

o infiltrat terhadap kulit/jaringan sekitar

o apakah batas bawah benjolan dapat diraba (bila tak teraba mungkin

ada bagian yang masuk ke retrosternal)

Meskipun keganasan dapat saja terjadi pada nodul yang multiple, namun

pada umumnya pada keganasan nodulnya biasanya soliter dan konsistensinya

keras sampai sangat keras. Yang multiple biasanya tidak ganas kecuali bila salah

satu nodul tersebut lebih menonjol dan lebih keras dari pada yang lainnya.

Harus juga diraba kemungkinan pembesaran kelenjar getah bening leher,

umumnya metastase karsinoma tiroid pada rantai juguler (Tim penyusun, 1994).(10)

Pemeriksaan penunjang meliputi:

1. Pemeriksaan sidik tiroid

Hasil pemeriksaan dengan radioisotop adalah teraan ukuran, bentuk lokasi,

dan yang utama ialah fungsi bagian-bagian tiroid. Pada pemeriksaan ini

pasien diberi Nal peroral dan setelah 24 jam secara fotografik ditentukan

konsentrasi yodium radioaktif yang ditangkap oleh tiroid. Dari hasil sidik

tiroid dibedakan 3 bentuk :

o nodul dingin bila penangkapan yodium nihil atau kurang

dibandingkan sekitarnya. Hal ini menunjukkan sekitarnya.

o Nodul panas bila penangkapan yodium lebih banyak dari pada

sekitarnya. Keadaan ini memperlihatkan aktivitas yang berlebih.

o Nodul hangat bila penangkapan yodium sama dengan sekitarnya.

Ini berarti fungsi nodul sama dengan bagian tiroid yang lain.

2. Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)

Pemeriksaan ini dapat membedakan antara padat, cair, dan beberapa

bentuk kelainan, tetapi belum dapat membedakan dengan pasti ganas atau

jinak. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG :

o kista

o adenoma

o kemungkinan karsinoma

15

Page 16: STRUMA 2003.doc

o tiroiditis

3. Biopsi aspirasi jarum halus (Fine Needle Aspiration/FNA)

Mempergunakan jarum suntik no. 22-27. Pada kista dapat juga dihisap

cairan secukupnya, sehingga dapat mengecilkan nodul.

Dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Biopsi aspirasi jarum halus tidak nyeri, hampir tidak menyababkan bahaya

penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini dapat memberika hasil

negatif palsu karena lokasi biopsi kurang tepat, teknik biopsi kurang benar,

pembuatan preparat yang kurang baik atau positif palsu karena salah

interpretasi oleh ahli sitologi.

4. Termografi

Metode pemeriksaan berdasarkan pengukuran suhu kulit pada suatu

tempat dengan memakai Dynamic Telethermography. Pemeriksaan ini

dilakukan khusus pada keadaan yang mencurigakan suatu keganasan.

Hasilnya disebut panas apabila perbedaan panas dengan sekitarnya > 0,9o

C dan dingin apabila <>o C. Pada penelitian Alves didapatkan bahwa pada

yang ganas semua hasilnya panas. Pemeriksaan ini paling sensitif dan

spesifik bila dibanding dengan pemeriksaan lain.

5. Petanda Tumor

Pada pemeriksaan ini yang diukur adalah peninggian tiroglobulin (Tg)

serum. Kadar Tg serum normal antara 1,5-3,0 ng/ml, pada kelainan jinak

rataa-rata 323 ng/ml, dan pada keganasan rata-rata 424 ng/ml.(10,11)

Penatalaksanaan(10,13)

Indikasi operasi pada struma nodosa non toksika ialah (tim penyusun, 1994) :

1. keganasan

2. penekanan

3. kosmetik

Tindakan operasi yang dikerjakan tergantung jumlah lobus tiroid yang

terkena. Bila hanya satu sisi saja dilakukan subtotal lobektomi, sedangkan kedua

lobus terkena dilakukan subtotal tiroidektomi. Bila terdapat pembesaran kelenjar

getah bening leher maka dikerjakan juga deseksi kelenjar leher funsional atau

16

Page 17: STRUMA 2003.doc

deseksi kelenjar leher radikal/modifikasi tergantung ada tidaknya ekstensi dan

luasnya ekstensi di luar kelenjar getah bening.

Radioterapi diberikan pada keganasan tiroid yang :

1. inoperabel

2. kontraindikasi operasi

3. ada residu tumor setelah operasi

4. metastase yang non resektabel

Hormonal terapi dengan ekstrak tiroid diberikan selain untuk suplemen

juga sebagai supresif untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada pasca bedah

karsinoma tiroid diferensiasi baik (TSH dependence). Terapai supresif ini juga

ditujukan terhadap metastase jauh yang tidak resektabel dan terapi adjuvan pada

karsinoma tiroid diferensiasi baik yang inoperabel.

Preparat : Thyrax tablet

Dosis : 3x75 Ug/hari p.o

STRUMA TOKSIK

Struma difus toksik (Grave’s Disease)

Grave’s disease adalah bentuk umum dari tirotoksikosis. Penyakit Grave’s

terjadi akibat antibodi reseptor TSH (Thyroid Stimulating Hormone) yang

merangsangsang aktivitas tiroid itu sendiri.(10)

Manifestasi klinis

Pada penyakit Graves terdapat dua gambaran utama yaitu tiroidal dan

ekstratiroidal. Keduanya mungkin tidak tampak. Ciri- ciri tiroidal berupa goiter

akibat hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid

yang berlebihan.(12)

Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan

aktivitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan

panas, keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun,

sering disertai dengan nafsu makan meningkat, palpitasi, takikardi, diare, dan

17

Page 18: STRUMA 2003.doc

kelemahan serta atrofi otot. Manifestasi ekstratiroidal berupa oftalmopati dan

infiltrasi kulit lokal yang biasanya terbatas pada tungkai bawah. Oftalmopati

ditandai dengan mata melotot, fisura palpebra melebar, kedipan berkurang, lid lag

(keterlambatan kelopak mata dalam mengikuti gerakan mata), dan kegagalan

konvergensi. Jaringan orbita dan dan otot-otot mata diinfltrasi oleh limfosit, sel

mast dan sel-sel plasma yang mengakibatkan eksoltalmoa (proptosis bola mata),

okulopati kongestif dan kelemahan gerakan ekstraokuler.(12)

Diagnosis

Sebagian besar pasien memberikan gejala klinis yang jelas, tetapi

pemeriksaan laboratorium tetap perlu untuk menguatkan diagnosis. Pada kasus-

kasus subklinis dan pasien usia lanjut perlu pemeriksaan laboratorium yang

cermat untuk membantu menetapkan diagnosis hipertiroidisme. Diagnosis pada

wanita hamil agak sulit karena perubahan fisiologis pada kehamilan pembesaran

tiroid serta manifestasi hipermetabolik, sama seperti tirotoksikosis. Menurut

Bayer MF, pada pasien hipertiroidisme akan didapatkan Thyroid Stimulating

Hormone sensitive (TSHs) tak terukur atau jelas subnormal dan Free T4 (FT4)

meningkat.(10)

Penatalaksanaan(11,12)

Tujuan pengobatan hipertiroidisme adalah membatasi produksi hormon tiroid

yang berlebihan dengan cara menekan produksi (obat antitiroid) atau merusak

jaringan tiroid (yodium radioaktif, tiroidektomi subtotal).

1. Obat antitiroid

Indikasi :

1. terapi untuk memperpanjang remisi atau mendapatkan remisi yang

menetap, pada pasien muda dengan struma ringan sampai sedang

dan tirotoksikosis.

2. Obat untuk mengontrol tirotoksikosis pada fase sebelum

pengobatan, atau sesudah pengobatan pada pasien yang mendapat

yodium aktif.

3. Persiapan tiroidektomi

4. Pengobatan pasien hamil dan orang lanjut usia18

Page 19: STRUMA 2003.doc

5. Pasien dengan krisis tiroid

Obat antitiroid yang sering digunakan :

Obat Dosis awal (mg/hari) Pemeliharaan (mg/hari)

Karbimazol 30-60 5-20

Metimazol 30-60 5-20

Propiltourasil 300-600 5-200

2. Pengobatan dengan yodium radioaktif

Indikasi :

1. pasien umur 35 tahun atau lebih

2. hipertiroidisme yang kambuh sesudah penberian dioperasi

3. gagal mencapai remisi sesudah pemberian obat antitiroid

4. adenoma toksik, goiter multinodular toksik

2. Operasi

Tiroidektomi subtotal efektif untuk mengatasi hipertiroidisme. Indikasi :

1. pasien umur muda dengan struma besar serta tidak berespons

terhadap obat antitiroid.

2. pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan obat

antitiroid dosis besar

3. alergi terhadap obat antitiroid, pasien tidak dapat menerima

yodium radioaktif

4. adenoma toksik atau struma multinodular toksik

5. pada penyakit Graves yang berhubungan dengan satu atau lebih

nodul19

Page 20: STRUMA 2003.doc

Struma nodular toksik

Struma nodular toksik juga dikenal sebagai Plummer’s disease. Paling

sering ditemukan pada pasien lanjut usia sebagai komplikasi goiter nodular

kronik.(11)

Manifestasi klinis

Penderita mungkin mengalami aritmia dan gagal jantung yang resisten

terhadap terapi digitalis. Penderita dapat pula memperlihatkan bukti-bukti

penurunan berat badan, lemah, dan pengecilan otot. Biasanya ditemukan goiter

multi nodular pada pasien-pasien tersebut yang berbeda dengan pembesaran tiroid

difus pada pasien penyakit Graves. Penderita goiter nodular toksik mungkin

memperlihatkan tanda-tanda mata (melotot, pelebaran fisura palpebra, kedipan

mata berkurang) akibat aktivitas simpatis yang berlebihan. Meskipun demikian,

tidak ada manifestasi dramatis oftalmopati infiltrat seperti yang terlihat pada

penyakit Graves. Gejala disfagia dan sesak napas mungkin dapat timbul. Beberapa

goiter terletak di retrosternal.(11)

Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat, pemeriksaan fisik dan

didukung oleh tingkat TSH serum menurun dan tingkat hormon tiroid yang

meningkat. Antibodi antitiroid biasanya tidak ditemukan.(11)

Penatalaksanaan

Terapi dengan pengobatan antitiroid atau beta bloker dapt mengurangi

gejala tetapi biasanya kurang efektif dari pada penderita penyakit Graves.

Radioterapi tidak efektif seperti penyakit Graves karena pengambilan yang rendah

dan karena penderita ini membutuhkan dosis radiasi yang besar. Untuk nodul

yang soliter, nodulektomi atau lobektomi tiroid adalah terapi pilihan karena

kanker jarang terjadi. Untuk struma multinodular toksik, lobektomi pada satu sisi

dan subtotal lobektomi pada sisi yang lain adalah dianjurkan.(11)

20

Page 21: STRUMA 2003.doc

PENYAKIT TIROID YANG LAIN

Tiroiditis

Ditandai dengan pembesaran, peradangan dan disfungsi kelenjar tiroid.

Klasifikasi:(10)

1. Akut (supuratif)

Disebut juga infective thyroiditis, infeksi oleh bakteri atau jamur. Bentuk

khas infeksi bakterial ini ialah tiroiditis septik akut. Kuman penyebab

antara lain Staphylococcus aureus, Streptococcus hemolyticus, dan

Pneumococcus. Infeksi terjadi melalui aliran darah, penyebaran langsung

dari jaringan sekitarnya, saluran getah bening, trauma langsung dan duktus

tiroglosus yang persisten. Kelainan yang tejadi dapat disertai abses atau

tanpa abses. Gejala klinis berupa nyeri di leher mendadak, malaise,

demam, menggigil, dan takikardi. Nyeri bertambah pada pergerakan leher

dan gerakan menelan. Daerah tiroid membengkak dengan tanda-tanda

radang lain dan sangat nyeri tekan. Pemeriksaan laboratorium

menunjukkan leukositosis, LED meninggi, sidikan tiroid menunjukkan

nodul dingin. Pengobatan utama adalah antibiotik. Kokus gram positif

biasanya diatasi dengan penisilin atau derivatnya, tetrasiklin atan

kloramfenikol. Apabila terjadi abses melibatkan satu lobus diperlukan

lobektomi (dengan lindungan antibiotik). Jika infeksi sudah menyebar

melalui kapsul dan mencapai jaringan sekitarnya, diperlukan insisi dan

drainage.(10)

2. Subakut

Etiologi umumnya diduga oleh virus. Pada beberapa kasus dijumpai

antibodi autoimun. Pasien mengeluh di leher bagian depan menjalar ke

telinga, demam, malaise, disertai hipertiroidisme ringan atau sedang. Pada

pameriksaan fisik ditemukan tiroid membesar, nyeri tekan, biasanya

disertai takikardi berkeringat, demam, tremor dan tanda-tanda lain

hipertiroidisme. Pemeriksaan laboratorium sering di jumpai leukositosis,

laju endap darah meningkat. Pada 2/3 kasus kadar hormon tiroid meninggi

karena penglepasan yang berlebihan akibat destruksi kelenjar tiroid oleh

proses inflamasi. Penyakit ini biasanya sembuh sendiri sehingga

21

Page 22: STRUMA 2003.doc

pengobatan yang diberikan bersifat simtomatis. Dapat diberikan asetosal

untuk mengurangi nyeri. Pada keadaan berat dapat diberikan

glukokortokoid misalnya prednison dengan dosis awal 50 mg/hari.(10)

3. Menahun

1. limfositik (Hashimoto)

merupakan suatu tiroiditis autoimun dengan nama lain yaitu struma

limfomatosa, tiroiditis autoimun. Umumnya menyerang wanita

berumur 30-50 tahun. Kelenjar tiroid biasanya membesar lambat,

tidak terlalu besar, simetris, regular dan padat. Kadang-kadang ada

nyeri spontan dan nyeri tekan. Bisa eutiroid atau hipotiroid dan

jarang hipertiroid. Kelainan histopatologisnya antara lain infiltrasi

limfosit yang difus, obliterasi folikel tiroid dan fibrosis. Diagnosis

hanya dapat ditegakkan dengan pasti secara histologis melalui

biopsi.

Bila kelenjar tiroid sangat besar mungkin diperlukan

pengangkatan, tetapi operasi ini sebaiknya ditunda karena kelenjar

tiroid dapat mengecil sejalan denagn waktu. Pemberian tiroksin

dapat mempercepat hal tersebut.

2. Non spesifik.

3. Fibrous-invasif (Riedel).(10)

22

Page 23: STRUMA 2003.doc

BAB III

LAPORAN KASUS

Identitas

Nama : Ny. S. D

Umur : 49 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

TTL : Pinapalangkow, 2 September 1962

Pekerjaan : IRT

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Desa Pinapalangkaw, Tareran, Minahasa selatan.

Tanggal MRS : 21 Mei 2012

Anamnesis

23

Page 24: STRUMA 2003.doc

Keluhan utama: Benjolan di leher.

Benjolan di leher dialami sejak + 29 tahun yang lalu. Awalnya benjolan muncul

berukuran + 2 x 2 cm atau sebesar kelereng lama kelamaan membesar hingga saat

dilakukan pemeriksaan benjolan berukuran + 9 x 8 cm. Benjolan tidak disertai

nyeri, hiperemis tidak ada, konsistensi kenyal, mudah digerakkan. Pasien

sebelumnya sudah berobat ke dokter ahli bedah dan diberikan obat minum, pasien

juga disarankan untuk dilakukan operasi tapi pasien menolak dengan alasan

keuangan. Nafsu makan biasa, buang air besar dan buang air kecil biasa.

Riwayat penyakit dahulu : Mioma uteri sejak + 2 bulan yang lalu, pernah dirawat

RSU Prof R.D. Kandou selama 3 minggu.

Pemeriksaan Fisik

KU: tampak sakit, Kes: CM

Tekanan darah: 110/60 mmHg Nadi : 70 kali/menit

Respirasi : 20 kali/menit Suhu : 36,6 0C

Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)

Hidung: septum deviasi (-), secret (-)

Mulut : bibir sianosis (-), deviasi lidah (-)

Telinga: sekret (-)

Leher : Inspeksi : Terlihat benjolan dengan ukuran + 9 x 8 cm pada region colli

sinistra, hiperemis (-), warna kulit seperti warna kulit di

sekitarnya.

Palpasi : Teraba benjolan dengan konsistensi kenyal, nyeri tekan (-).

24

Page 25: STRUMA 2003.doc

trakea letak tengah, pembesaran KGB (-), benjolan ukuran + 9 x 8 cm konsistensi

kenyal, hiperemis (-), nyeri tekan (-).

Thoraks : inspeks: simetris kiri = kanan

Palpasi : stem fremitus kiri = kanan

Perkusi: sonor kiri = kanan

Auskultasi : Suara pernapasan bronkovesikuler, Rhonki (-/-),

Wheezing (-/-)

Abdomen: inspeksi: datar

Palpasi: lemas, Hepar dan Lien tidak teraba.

Perkusi: Timpani

Auskultasi: bising usus (+) normal.

Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

Status lokalis : Regio colli sinistra: benjolan ukuran + 9 x 8 cm, konsistensi

kenyal, mobile, nyeri tekan tidak ada, ikut terangkat saat menelan.

Pemeriksaan penunjang

1. Pemeriksaan laboratorium tanggal 22/5-20112

Hb 11,8 g/dL (12 – 16 g/dL)

Eritrosit 4,94 x 106 / mm3 (4,25 x 106/ mm3 - 5,40 x 106/ mm3)

Leukosit: 9900/ mm3 (4000 – 10.000/ mm3)

Hematokrit 36,7 % (37% – 47%)

Trombosit 309.000 mm3 (150.000 – 450.000 mm3)

SGOT 46 U/L (0 – 33 U/L)

SGPT 49 U/L (0 – 43 U/L)

25

Page 26: STRUMA 2003.doc

Natrium 151 mmol/L (135 – 153 mmol/L)

Kalium 3,15 mmol/L (3 – 5 mmol/L)

Klorida 100,6 mmol/L (98 – 109 mmol/L)

GDS 82 mg/dL

Ureum 31 mg/dL (20 – 40 mg/dL)

Kreatinin 1,2 mg/dL (0,6 – 1,1 mg/dL)

Albumin 3,3 mg/dL

2. EKG

Kesan: Dalam batas normal

3. Foto thorax

Kesimpulan: Massa daerah leher (Struma?)

4. Hasil immunoassay (endokrin)

TSHs 0,98 µIU/L

FT4 1,07 ng/dL

FT3 218 pg/mL

Diagnosis

Struma uninodosa non toksik

Terapi

Rencana Isthmolobectomy

Follow up

Tanggal 21 Mei 2012

26

Page 27: STRUMA 2003.doc

S: benjolan di leher

O: T: 120/60 mmHg, N: 70 x/m, R: 20 x/m, S: 36,6 oC

A: Struma uninodosa non toksik

P: Rencana isthmolobectomy tunggu jadwal

Tanggal 22 Mei 2012

S: benjolan di leher

O: T: 120/80 mmHg, N: 84 x/m, R: 20 x/m, S: 36,6 oC

A: Struma uninodosa non toksik

P: Pemeriksaan laboratorium lengkap, EKG, Foto thorax

Tanggal 23 Mei 2012

S: benjolan di leher

O: T: 110/80 mmHg, N: 80 x/m, R: 20 x/m, S: 36,8 oC

A: Struma uninodosa non toksik

P: Rencana Isthmolobectomy tunggu jadwal.

27

Page 28: STRUMA 2003.doc

BAB IV

DISKUSI

Pada kasus ini akan dibahas diagnosis, etiologi, penanganan dan

prognosis.

Diagnosis

Pasien didiagnosis dengan Struma uninodosa non toksik. Pada anamnesis

ditemukan pasien seorang perempuan berusia 49 tahun, mengalami benjolan di

leher sejak + 29 tahun yang lalu. Awalnya benjolan timbul di sebelah kiri dengan

ukuran + 2 x 2 cm atau sebesar kelereng. Lama-kelamaan benjolan semakin

membesar dengan ukuran + 9 x 8 cm. Nyeri pada benjolan tidak pernah dirasakan

oleh pasien, saat menelan pasien juga tidak merasakan sakit. Tidak terdapat tanda

– tanda hipertiroidisme seperti jantung berdebar, sulit tidur, hiperaktif, penurunan

berat badan walau nafsu makan meningkat,

28

Page 29: STRUMA 2003.doc

Pada pemeriksaan fisik, didapatkan tanda – tanda vital dalam batas

normal. Pemeriksaan fisik leher: trakea letak tengah, pembesaran KGB tidak ada,

benjolan ukuran + 9 x 8 cm konsistensi kenyal, tidak hiperemis, nyeri tekan tidak

ada. Pembesaran kelenjar tiroid teraba sebagai suatu nodul berbatas jelas.(4)

Etiologi

Etiologi : Penyebab paling banyak dari struma non toksik adalah

kekurangan iodium. Akan tetapi pasien dengan pembentukan struma yang

sporadis, penyebabnya belum diketahui. Struma non toxic disebabkan oleh

beberapa hal, yaitu :

A. Kekurangan iodium: Pembentukan struma terjadi pada difesiensi

sedang yodium yang kurang dari 50 mcg/d. Sedangkan defisiensi

berat iodium adalah kurang dari 25 mcg/d dihubungkan dengan

hypothyroidism dan cretinism.

B. Goitrogen :

Obat : Propylthiouracil, litium, phenylbutazone,

aminoglutethimide, expectorants yang mengandung yodium

Agen lingkungan : Phenolic dan phthalate ester derivative

dan resorcinol berasal dari tambang batu dan batubara.

Makanan, Sayur-Mayur jenis Brassica ( misalnya, kubis,

lobak cina, brussels kecambah), padi-padian millet,

singkong, dan goitrin dalam rumput liar.

Riwayat radiasi kepala dan leher : Riwayat radiasi selama

masa kanak-kanak mengakibatkan nodul benigna dan

maligna.(6)

Penanganan

Pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan isthmolobectomy dengan

tujuan untuk mengurangi besar yaitu dengan cara mengangkat satu sisi lobus

29

Page 30: STRUMA 2003.doc

kelenjar tiroid pada pasien ini dilakukan pada lobus kiri (sinistra) karena pada

pasien ini pembesaran tiroid hanya satu nodul dan hanya pada sebelah kiri, operasi

ini juga dilakukan mengingat struma yang ada bersifat non toksik.(10)

Prognosis

Pasien dengan struma uninodosa non toxic dengan hasil pemeriksaan

laboratorium (endokrin) yang menunjukan hasil eutiroid memiliki prognosis dubia

ad bonam. Karena pada pasien ini tidak disertai tanda – tanda hipertiroid. Pada

pasien ini rencananya akan dilakukan isthmolobektomi, kemudian dilakukan

pemeriksaan histopatologi. Prognosis dapat berubah apabila pada pemeriksaan

histopatologi didapatkan adanya tanda-tanda keganasan.(10)

Lampiran foto

30

Page 31: STRUMA 2003.doc

DAFTAR PUSTAKA

1. Artikel: ”Struma”. Diunduh dari: http://widodo-sarono.blogspot.com

/2010/12/struma.html. Diakses pada: Desember 2010.

2. Artikel: ”Struma Nodosa Non Toksik”. Diunduh dari: http://mangsholeh.

wordpress.com/2009/03/04/struma-nodosa-nontoxic/. Diakses pada: Maret

2010.

3. Anonim, 1994., Struma Nodusa Non Toksik., Pedoman Diagnosis dan

Terapi., Lab/UPF Ilmu Bedah., RSUD Dokter Sutomo., Surabaya

4. Djokomoeljanto, 2001., Kelenjar Tiroid Embriologi, Anatomi dan

Faalnya., Dalam : Suyono, Slamet (Editor)., 2001., Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam.,FKUI., Jakarta.

31

Page 32: STRUMA 2003.doc

5. Sherwood Lauralee, 2002, Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem, Edisi II,

Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

6. Lee, Stephanie L., 2004., Goiter, Non Toxic., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/med/topic919.htm.

7. Mulinda, James R., 2005., Goiter., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/MED/topic916.htm.

8. Davis, Anu Bhalla., 2005, Goiter, Toxic Nodular., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/med/topic920.htm.

9. Adediji., Oluyinka S.,2004., Goiter, Diffuse Toxic., eMedicine.,

http://www.emedicine.com/med/topic917.htm.

10. Mansjoer A et al (editor) 2001., Struma Nodusa Non Toksik., Kapita

Selekta Kedokteran., Jilid 1, Edisi III., Media Esculapius., FKUI., Jakarta.

11. Sadler GP., Clark OH., van Heerden JA., Farley DR., 1999., Thyroid and

Parathyroid., In : Schwartz. SI., et al., 1999., Principles of Surgery. Vol 2.,

7th Ed., McGraw-Hill., Newyork.

12. Kaplan, Edwin. L, Thyroid and Parathyroid, in Principles of Surgery, New

York, 1994, page : 1611-1621.

13. Pasaribu E.T. Pembedahan pada Kelenjar Tiroid. Divisi Onkologi

Departemen Ilmu Bedah

14. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara–RS H. Adam Malik.

Medan : 2007

32