Tugas : Individu
MK : Landasan Pembelajaran
Jurnal
Teori Belajar Gestalt
OLEH:
ISLAWATI, S. Pd
PRODI PENDIDIKAN KIMIAPROGRAM PASCA SARJANA UNMUNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2013
Teori Belajar GestaltIslawati, S. Pd
Mahasiswa Program Pascasarjana UNM Prodi Pendidikan Kimia Makassar_Indonesia
Email: [email protected]
Abstrak: Gestalt adalah sebuah teori yang menjelaskan proses persepsi melalui pengorganisasian komponen-komponen sensasi yang memiliki hubungan, pola, ataupun kemiripan menjadi kesatuan. Teori gestalt beroposisi terhadap teori strukturalisme. Teori gestalt cenderung berupaya mengurangi pembagian sensasi menjadi bagian-bagian kecil. Istilah “Gestalt” mengacu pada sebuah objek/figur yang utuh dan berbeda dari penjumlahan bagian-bagiannya.Aliran Gestalt muncul di Jerman sebagai kritik terhadap strukturalisme Wundt. Pandangan Gestalt menolak analisis dan penguraian jiwa ke dalam elemen-elemen yang lebih kecil karena dengan demikian, makna dari jiwa itu sendiri berubah sebab bentuk kesatuannya juga hilang. aliran kognitif memandang kegiatan belajar bukanlah sekedar stimulus dan respons yang bersifat mekanistik, tetapi lebih dari itu, kegiatan belajar juga melibatkan kegiatan mental yang ada di dalam diri individu yang sedang belajar. Karena itu, menurut aliran kognitif, belajar adalah sebuah proses mental yang aktif untuk mencapai, mengingat dan menggunakan pengetahuan. Sehingga perilaku yang tampak pada manusia tidak dapat diukur dan diamati tanpa melibatkan proses mental seperti motivasi, kesengajaan, keyakinan dan lain sebagainya. Pencetus teori Gestalt adalahMax Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka.
Key Notes:teori belajar,kegiatan belajar, proses mental, teori Gestalt.
A. PENDAHULUAN
Setelah behaviorisme
berkembang marak di kalangan
psikolog Amerika dan sejak saat itu
kebanyakan teoriti besar, seperti
Guthrie, Skinner, dan Hull menjadi
penganut behaviorisme. Serangan
behavioristik terhadap metode
intropestik dari Wundt dan Titcner
menyebabkan introkpesionisme
ditinggalkan sepenuhnya. Pada saat
yang hamper bersamaan, ketika kaum
behavioris menyerang intropeksi di
Amerika, sekolompok psikolog mulai
menyerang penggunaannya di jerman.
Kelompok Psikolog ini menamakan
dirinya psikolog Gestalt. Gerakan
gestalt dianggap pertama kali
diluncurkan oleh artikel Max
Wertheimer tentang gerakan, yang
muncul pada 1912. Meskipun Max
dianggap pendiri teori gestalt, sejak
awal dia telah bekerjasama dengan dua
orang yang juga dianggap sebagai
bapak pendiri, yakni Wolfgang Kohler
dan Kurt Koffka. Kohler dan Koffka
berpartisipasi dalam eksperimen
pertama yang dilakukan oleh
Wertheimer, meskipun ketiganya
member kontribusi sendiri-sendiri yang
penting psikolog, ide-ide mereka selalu
mirip satu sama lain.
Tampaknya seluruh gerakan
gestalt muncul dari pemikiran
Wertheimer ketika dia sedang naik
kereta api menuju ke Rhineland. Dia
mendapat gagasan bahwa jika dua
cahaya berkedap-kedip (hidup dan
mati) pada tingkat tertentu, cahaya itu
akan member kesan bahwa
pengamatnya bahwa satu cahaya itu
bergerak maju mundur, setelah turun
dari kereta dia membeli stroboscope
(alat yang digunakan untuk menyajikan
stimulasi visual pada tingkat tertentu)
yang dengannya dia melakukan banyak
eksperimen sederhana di kamar
hotelnya. Dia memperdalam gagasan
yang muncul saat di kereta, bahwa jika
mata melihat stimuli dengan cara
tertentu, penglihatan itu akan member
ilusi gerakan, yang oleh Wertheimer
dinamakan phi phenomenon.
Arti penting dari phi
phenomenon adalah fenomena ini
berbeda dari elemen yang
menyebabkannya. Sensasi gerakan tidak
data dijelaskan dengan menganalisis
setiap unsure kehidupan cahaya, yakni
cahaya padam dan cahaya hidup,
perasaan akan adanya gerakan akan
muncul dari kombinasi kedua elemen
itu. Karena alas an ini, anggota aliran
gestalt percaya bahwa walaupun
pengalaman psikologis berasal dari
elemen sensori namun pengalaman itu
berbeda dengan elemen sensori itu
sendiri. Dengan kata lain, pengalaman
fenomenologis berasal dari pengalaman
sensoris (yakni cahaya) tetapi tidak
dapat dipahami dengan menganalisi
komponen-komponen pengalaman
fenomenal ini. Artinya, pengalaman
fenomelogis adaah berbeda dari
bagian-bagian yang menyusun
pengalaman tersebut.
Namun demikian, sekalipun
kemunculan gestalt merupakan reaksi
terhadap behaviorisme, strukturalisme
yang berkembang di Amerika,
kemunculan pendatang baru ini justru di
Jerman, karena para pendirinya
memang besar secara intelektual di
Jerman. Secara verbal, Gestalt berarti
Pola, susunan (konfigurasi),
Menyeluruh atau bentuk pemahaman
atau situasi perangsangnya.
Konfigurasi atau gestalt akan
kehilangan sesuatunya kalau
dipisahkan menjadi bagian-bagian
komponennya, karaena setiap situasi
atau pengalaman itu lebih dari jumlah
semua bagiannya.
Hal ini memberikan
pengertian singkat bahwa Gestalt
merupakan aliran yang
mengembangkan paradigma pemikiran
yang berpijak pada kerangka
menyeluruh dalam melihat obyek,
khususnya dalam proses belajar,
Karena itu, perlu diingat bahwa
psikologi gestalt utamanya berminat
pada persepsi dan proses problem
solving.
Jadi, gestaltis yang mengikuti
tradisi Kantian, percaya bahwa
organisme menambahkan sesuatu pada
pengalaman, dimana sesuatu itu tidak
ada dalam data yang di indera, dan
sesuatu itu adalah tindakan menata
(organisasi data). Kita tidak dapat
melihat stimuli yang terpisah-pisah
namun stimuli itu dikelompokkan
bersama (diorganisasikan) ke dalam
satu konfigurasi yang bermakna, atau
gestalten (bentuk jamak dari gestalt).
Kita melihat orang, kursi, mobil, pohon
dan bunga. Kita tidak dapat melihat
deretan dan kontur dan serpihan warna.
Medan persepsi kita adalah komposisi
keseluruhan yang tertata, atau
gestalten , dan ini seharusnya dijadikan
subjek penelitian psikologi.
Gestalt menentang paham
voluntarisme, struktualisme, dan
behaviorisme. Struktualis menggunakan
metode introspektif untuk menemukan
elemen-elemen pemikian, strukulis
percaya bahwa ide-ide yang kompleks
terdiri dari ide-ide sederhana yang
dikombinasikan sesuai dengan hokum
asosiasi. Perhatian utama meraka adalah
untuk menemukan ide sederhana yang
dianggap sebagai blok pembangun
pemikiran yang lebih kompleks.
Gerakan fungsionalis, di bawah
pemikiran darwinisme sangat
memerhatikan bagaiman proses
perilaku atau pemikiran manusia
berhubungan dngan usaha bertahan
hidup. Sedangkan behavioris berusaha
menjadikan psikologi benar-benar
ilmiah, dan keilmiahan selalu
membutuhkan ukuran. Mereka
menyimpulkan bahwa satu-satunya
pokok permasalahan psikologi yang
dapat diukur secara reliable dan jelas
adalah perilaku yang tampak.
Behavioris menganggap kesadaran
adalah materi yang mergukan bagi
sains. Psikologi gestalt berpendapat
bahwa voluntaris, struktualis dan
behavioris semuanya membuat
kesalahan mendasar dalam
menggunakan pendekatan elementistik
ini.
Perbedaan Gestalt dengan
Behaviorisme dan strukturalisme bisa
kita bandingkan melalui skema di
bawah ini:
Gestalt Behavioristik
Holistik Atomistik,
reduksionistik,
elementaristik
Molar Moleculer
Subyektif Obyektif
Nativistik Empiristik
Kognitif
Fenomenological
Behavioral
Sumber:
B. PEMBAHASAN
1. Konsep Teoritis Utama
Psikologi Gestalt adalah suatu
aliran psikologi yang mempelajari suatu
gejala sebagai suatu keseluruhan atau
totalitas. Data-data dalam psikologi
gestalt disebut phenomena (gejala),
sebab dalam suatu gejala terdapat dua
unsur yakni objek dan arti. Objek
adalah sesuatu yang dapat
dideskripsikan setelah objek tersebut
ditangkap oleh indra. Pada objek
tersebut kiata akan memberikan arti dan
sekaligus kita mendapatkan suatu
informasi dari objek tersebut.
a. Teori Medan
Teori Gestalt ini dipandang
sebagai usaha untuk mengaplikasikan
field theory (teori medan). Teori ini
dapat dideskripsikan sebagai system
yang saling teerkait secara dinamis dan
setiap unsur-unsurnya saling terkait satu
sama lain. Teori ini digunakan dalam
berbagai level pada konsep Gestalt.
Psikologi Gestalt percaya bahwa
apapun yang terjadi pada seseorang
maka itu akan mempengaruhi segala
sesuatu yang ada pada diri orang
tersebut. Misalnya seseorang yang
lidahnya kegigit tanpa sengaja, orang
itu akan merasa perubahan dalam
menjalani kesehariannya, misalnya
tidak bisa menikmati makanan pedas
karena perih jika terkena lidahnya
.
b. Nature versus Nurture
Para Behavioris memandang
otak sebagai penerima pasif dari sensasi
yang nantianya akan menjadi respon.
Menurut Behavioris sifat manusia
ditentukan oleh segala sesuatu yang kita
alami, sedangkan otak hanya sebagai
penghubung. Akan tetapi penganut
Gestalt mengatakan bahwa otak
memberi peranan yang aktif. Menurut
teoritis Gestalt, otak bereaksi terhadap
sensoris yang masuk kedalam otak dan
melakukan penataan serta membuat
informasi itu bermakna. Ini adalah
“sifat alami” dari otak ketika sensori
masuk kedalam otak.
Menurut Gestalsian otak akan
menciptakan suatu medan yang
mempengaruhi informasi yang masuk
kedalam otak. Kekuatan inilah yang
mengatur pengalaman sadar. Jadi apa
yang kita alami sacara sadar, itu adalah
informasi sensoris yang telah dikelolah
oleh medan kekuatan dalam otak.
Karena teori ini Gestaltian dipandang
sebagai nativistik. Menurut behaviorian
kemampun otak itu bakan karena
pengalaman. Akan tetapi gestaltian juga
menunjukkan bahwa kemampuan
organisational otak bukan merupakan
warisan.
c. Hukum Pragnaz
Hukum Pragnaz ini
menunjukkan tentang berarahnya segala
kejadian yaitu tentang suatu keadaan
seimbang. Keadaan yang seimbang ini
mencakup sikap-sikap keturunan,
kesederhanaan, kestabilan, simetri dan
sebagainya. Contohnya Ketika melihat
awan, kerapkali kita menghubungkan
dengan objek yang ada dalam pikiran
kita sehingga menjadi sebuah bentuk
yang mirip suatu objek nyata lainnya.
Misalnya mirip wajah. Contoh lain,
Pada sebuah iklan, coba kita ingat
kembali iklan pop mie. Pertama yang
kita lihat adalah isi iklan
keseluruhannya, dengan menyajikan
berbagai gambaran untuk
mendeskripsikan pop mie dan pada
akhirnya kita tau bahwa itu iklan pop
mie dengan kemasan yang baru.
2. Otak Dan Pengalaman Sadar
Gestaltian menganut pandangan
yang berbeda dalam memandang
problem tubuh-pikiran. Mereka
mengasumsikan adanya isomorphism
(isomorfisme) antara pengalaman
psikologis dengan proses yang ada di
dalam otak. Stimulasi eksternal
menimbulkan reaksi di otak, dan kita
merasakan atau mengalami reaksi itu
saat reaksi itu terjadi di otak. Perbedaan
utama antara pendapat ini dengan
pendapat strukturalis adalah Gestaltian
percaya bahwa otak aktifmengubah
stimulasi sensori. Karenanya, otak
mengorganisasikan, menyederhanakan,
dan memberi makna pada informasi
sensoris yang datang. Kita mengalami
informasi hanya setelah ia
ditransformasikan oleh otak sesuai
dengan hukum Pragnanz. Otak aktif
mengisi ruang kosong, seperti sebentuk
penutupan yang kompleks. Jika benar
bahwa “alam tidak menyukai
kekosongan,” maka adalah benar
bahwa, menurut perspektif Gestalt, otak
juga tidak menyukai kekosongan dan
akan mengisinya.
Dengan konsep isomorfisme
psikofisik mereka, para gestaltian
menganggap diri mereka telah mampu
memecahkan problem utama yang
belum bias dipecahkan oleh teori
mekanistik, yakni persoalan
“bagaimana pikiran mengorganisasikan
informasi sensori dan menjadikannya
bermakna?” psikolog gestalt menawab
permasalahan ini dengan menyatakan
bahwa isis dari pemikiran datang ke kita
dalam keadaan sudah tertata, ia
diorganisasikan oleh otak sebelum kita
mengalaminya atau saat kita
mengalaminya, karenanya menurut
gestaltis, aktivitas otak berhubungan
secara dinamis dengan isis pemikiran.
Karena sangat percaya pada
“pikiran aktif”, getaltis juga termasuk
rasionalis, dank arena mereka percaya
bahwa “kekuatan pikiran” itu
ditentukan secara genetic, maka mereka
temasuk kedalam nativis. Keyakinan ini
menempatkan mereka ke dalam tradisi
plato, Descartes dan Kant.
3. Realitas Subjektif Dan Objektif
Menurut teoritis Gestalt, yang
menentukan perilaku adalah kesadaran
atau realitas subjektif dan fakta ini
mengandung implikasi yang penting.
Menurut Gestaltian Pragnanz bukan
bukan satu-satunya yang mengubah
atau memberikan makna pada apa yang
kita alami. Hal-hal seperti kebutuhan,
nilai-nilai, keyakinan, dan sikap juga
melengkapi segala yang kita alami
secara sadar. Maka dalam suatu
lingkungan yang sama orang bisa
menginterpretasikan keadaan itu
berbeda-beda dan tentunya dengan
reaksi yang bervariasi. Dalam hal ini
Koffka membedakan antara
geographical environment (realitas fisik
atau objektif) dengan behavioral
environment (realitas psikologis atau
subjektif). Oleh karena itu, Koffka
memahami bahwa orang bertindak
karena mengetahui lingkungan
behavioralnya ketimbang lingkungan
geografisnya.
Koffka memberikan contoh dari
legenda Jerman kuno yang
menunjukkan arti penting dari realitas
subjektif dalam menentukan perilaku.
Di suatu malam yang dingin seorang
lelaki dengan menunggang kuda di
tengah hujan salju tiba di sebuah
penginapan. Dia tampak gembira bisa
menemukan tempat berteduh setelah ia
menempuh perjalanan jauh menembus
hujan salju. Pemilik rumah yang
membukakan pintu kaget melihat orang
asing itu dan bertanya darimana
asalnya. Orang itu menunjuk lurus
kearah jalan yang habis dilaluinya.
Pemilik rumah itu takjub dan bertanya,
“ apakah kau tahu kalau engkau telah
menunggang kuda melintasi Danau
Constance?” Mendengar perkataan itu
si penunggang kuda itu jatuh dari
kudanya lantaran kaget dan langsung
mati. Di sini Koffka ingin menunjukkan
bahwa realitas subjektif itu menentukan
perilaku. Dimana sipenunggang kuda
itu merasa bahwa ia berjalan diatas
daratan, maka ia tidak takut ataupun
cemas. Tapi realista objektifnya bahwa
ia berjalan diatas danau yang membeku.
Jika awalnya ia tahu bahwa akan berjaln
diatas danau yang membeku, mungkin
dia akan takut dan berhati-hati atau
mungkin mengambil rute lain. Contoh
lainnya: gunung yang nampak dari jauh
seolah-olah sesuatu yang indah.
(lingkungan behavioral), padahal
kenyataannya merupakan suatu
lingkungan yang penuh dengan hutan
yang lebat (lingkungan geografis).
4. PRINSIP BELAJAR GESTALT
Teori getalt terutama yang
mnganut teori medan yang tertrik pada
fenomena perseptual, tidak mngejutkan
jika mereka memandang belajar sebagai
problem khusus dalam persepsi. Mereka
berasumsi bahwa ketika suatu
organisme berhadapan dengan sebuah
problem, akan muncul keadaan
disekuilibrium kognitif dan keadaan ini
akan terus berlanjut sampai problem
terselesaikan. Sehingga, psikolog
gestalt disekuilibrium kognitif
mengandung unsure motivasional yng
menyebabkan organism berusaha untuk
mendapatkan kembali keseimbangan
dalam system mentalnya.
Dalam buku Teori-Teori belajar
yang ditulis oleh Prof. Dr. Ratna Wilis
Dahar, M.Sc menjelaskan bahwa
menurut Gestalt-Field belajar adalah
suatu proses perolehan atau perubahan
insight, pandanga-pandangan
(outlooks), harapan-harapan, atau pola-
pola berpikir. Mereka mengasumsikan
bahwa ketika suatu organisme
berhadapan dengan sebuah problem,
akan muncul keadaan disekuilibrium
kognitif dan keadaan ini akan terus
berlanjut sampai problem terselesaikan.
Karenannya, menurut psikolog Gestalt,
disekuiblirirum kognitif mengandung
unsur motivisiobal yang menyebabkan
organisme berusaha untuk
mendapatakan kembali keseimbangan
dalam sistem mentalnya.
Menurut hukum Pragnanz,
keseimbangan kognitif lebih
memuaskan ketimbang
ketidakseimbangan kognitif. Bukti atas
pendapat ini diberikan oleh karya
Bluma Zeigarnik, yang menemukan
bahwa tugas yang belum selesai akan
selalu diingat lebih lama dan detail
ketimbang tugas yang sudah selesai.
Dia menjelaskan fenomena ini dalam
term properti motivasional dari suatu
problem yang terus ada sampai problem
itu dipecahkan.
Belajar, menurut Gestaltis
adalah fenomena kognitif. Organisme
“mulai melihat” solusi setelah
memikirkan problem. Pembelajaran
memikirkan semua unsur yang
dibutuhkan untuk memecahkan problem
dan menempatkannya bersama (secara
kognitif) dalam satu cara dan kemudian
ke cara-cara lainnya sampai problem
terpecahkan. Ketika solusi muncul,
organisme mendapatkan wawasan
(insight) tentang solusi problem.
Problem dapat eksis hanya dalam dua
keadaan: terpecahkan atau tak
terpecahkan. Tidak ada keadaan solusi
parsial di antara dua keadaan itu.
Beberapa prinsip belajar yang penting,
antara lain :
1. Manusia bereaksi dengan
lingkunganya secara keseluruhan,
tidak hanya secara intelektual, tetapi
juga secara fisik, emosional, dan
social.
2. Belajar adalah penyesuaian diri
dengan lingkungan.
3. Manusia berkembang sebagai
keseluruhan sejak dari kecil sampai
dewasa, lengkap dengan segala
aspek-aspeknya
4. Belajar adalah perkembangan
kearah diferensiasi yang lebih luas.
5. Belajar hanya berhasil, apabila
tercapai kematangan untuk
memperoleh insight.
6. Tidak mungkin ada belajar tanpa
ada kemauan untuk belajar,
motivasi member dorongan yang
mengerahkan seluruh organism.
7. Belajar akan berhasil kalau ada
tujuan.
8. Belajar merupakan suatu proses
bila seseorang itu aktif, bukan
ibarat suatu bejana yang diisi.
5. POKOK-POKOK TEORI BELAJAR MENURUT ALIRAN GESTALT
a. Pandangan Gestalt Tentang Belajar dan The Memory Trace (Kesan Ingatan)
Menurut teori Gestalt,
belajar adalah berkenaan dengan
keseluruhan individu dan timbul
dari interaksinya yang matang
dengan lingkungannya. Melalui
interaksi ini, kemudian tersusunlah
bentuk-bentuk persepsi, imajinasi
dan pandangan baru. Kesemuanya,
secara bersama-sama membentuk
pemahaman atau wawasan (Insight),
yang bekerja selama individu
melakukan pemecahan masalah.
Walaupun demikian pemahaman
(insight) itu barulah berfungsi
kalau ada persepsi/tanggapan
terhadap masalahnya-memahami
kesulitan, unsur-unsur dan
tujuannya. Sementara itu, dalam
belajar menurut Gestaltis prinsipnya
berkaitan dengan proses berfikir
(proses problem solving) dan
persepsi. Dalam hal ini terdapat
empat prinsip yang dikembangkan
oleh Wertheimer dan kemudian
diaplikasikan Kohler mengenai
berfikir dan persepsi. Karena
Gestaltis punya perhatian dengan
aspek-aspek molar dalam belajar
dan prilaku sebagaimana stimuli
dan respons, keterangan mereka
tentang belajar dan memori lebih
banyak bersifat global dan tidak
spesifik seperti halnya keterangan
dari behaviorist. Persepsi adalah
kemampuan manusia untuk
mengenal dan untuk memahami
apa yang tidak diketahuinya.
Penerimaan sesuatu berarti bahwa
manusia dapat mengingat
pengalaman-pengalaman, objek
atau kejadian masa lalu. Karena
itu persepsi memerlukan proses
lebih banyak dari sekedar
kemampuan melakukan reaksi
terhadap sesuatu, yaitu pemrosesan
yang sungguh-sungguh untuk
mengintegrasikan sumber-sumber
informasi ke dalam gambaran
tunggal. Dengan demikian,
kesadaran manusia bukan untuk
merespon terhadap persoalan
(objek) di dalam lingkungan dalam
dasar item per item. Akan tetapi
melihat segala sesuatu dalam satu
pandangan yang utuh. Menurut
pandangan psikologi gestalt
bahwa seseorang memperoleh
pengetahuan melalui sensasi atau
informasi dengan melihat
strukturnya secara menyeluruh
kemudian menyusunnya kembali
dalam struktur yang lebih
sederhana sehingga mudah
dipahami.
Persoalan umum
pandangan Gestalt diekspresikan
dalam statemen bahwa hukum-
hukum atau dalil-dalil organisasi
menerapkan persepsi dan belajar
secara sama-sama. Tetapi ada
problem khusus di dalam belajar
dimana gestatltis menguraikan
gagasan-gagasannya. Mereka
paling mudah di dalam
mendiskusikan memori manusia
daripada eksperimen kondisioning
pada binatang, sehingga hampir
semua ilustrasi yang mengikutinya,
berkaitan dengan memori
manusia. Problem utamanya
adalah bagaimana untuk
menghadirkan memori yaitu
bagaimana melakukan
konseptualisasi pengalaman masa
lalu kedalam masa kini. Hal ini
diurai dalam sebuah teori yang
disebut teori bekas.
Perjalanan waktu berpengaruh
terhadap jejak ingatan. Perjalanan
waktu itu tidak dapat melemahkan,
melainkan menyebabkan terjadinya
perubahan jejak, karena jejak tersebut
cenderung diperhalus dan
disempurnakan untuk mendapat Gestalt
yang lebih baik dalam ingatan. Contoh:
seorang anak pernah dimarahi oleh
ibunya ketika ia dengan tidak sengaja
menjatuhkan vas bunga kesayangan
ibunya. Ibunya memamarahinya hingga
anak itu merasa sangat sedih. Ketika
dalam keadaan sedih, temannya
mengajak dia bermain. Ia merasa
kesedihannya mulai berkurang karena
disibukkan dengan bermain. Suatu
ketika waktu dia beranjak dewasa, ia
merasa amat sedih karena diputusin
pacarnya. Ia pun mencoba menghibur
diri dengan bermain ke tempat
permainan seperti Time Zone bersama
teman-temannya. Dalam contoh diatas
anak itu mendapat solusi dari proses
memory trace, yakni mengatasi
kesedihan dengan menyibukkan diri
dengan bermain.
b. Jejak Individual Vs Sistem Jejak
Koffka dalam hidayati (2011),
berusaha menghubungkan masa lalu
dan masa sekrang melalui konsep
memory trace (jejak memori). Ia
mengasumsikan bahwa pengalaman
saat ini akan membangkitkan apa yang
disebutnya proses memori. Ketika
proses ini berhenti, jejak dari efeknya
masih tertinggal di otak. Jejak ini akan
mempengaruhi semua proses serupa
yang terjadi di masa depan. Semakin
kuat jejak memori semakin kuat
pengaruhnya pada sebuah proses.
Koffka juga mengatakan adanya prinsip
kebaruan (recency) yang menyatakan
bahwa apa yang dilakukan terakhir kali
oleh indiidu dalam suatu situasi nanti
akan dilakukan lagi apabila situasi itu
berulang.
Berbagai jejak individual yang
saling terkait disebut trace system
(sistem jejak). Koffka menyatakan
bahwa kualitas keseluruhan dari
keterampilan akan mendominasi jejak
individual dan karenanya menyebabkan
hilangnya individualitas. Karena sisitem
jejak makin kuat, sistem itu akan
berpengaruh besar terhadap setiap
pengalaman individual yang kita punya.
Jadi,penekanan prinsip gestalt adalah
keseluruhan dari pengalaman dan
pengingatan kembali pengalaman.
Dalam teori bekas, dinyatakan
bahwa konsepsi Gestalt terhadap
memori adalah percaya bahwa
persepsi menempel di dalam bekas
memori yang saling berhubungan.
Gestatltis menyatakan bahwa proses
neural aktif selama persepsi dapat
berlangsung terus di dalam bentuk
”yang lembut” sebagai sebuah bekas.
Jadi informasi disimpan dalam
bentuk yang sama, oleh neural yang
sama, sebagaimana dalam persepsi
orisinal. Kohler menggambarkan
persoalan ini sebagai berikut: Kejadian-
kejadian neural cenderung untuk
membentuk secara halus kondisi
jaringan dimana mereka ingat.
Perubahan seperti itu akan
menyerupai banyak proses dengan
mana mereka memproduksi pola
mereka dan berkenaan dengan milik
yang lain.
Memanggil kembali atau
mengingat kembali melibatkan
pengaktifan kembali bekas memori
yang ada. Sebetulnya, ini adalah
pembangkitan proses perceptual yang
sama, yaitu yang berhubungan
dengan persepsi yang orisinal. Bekas
terus aktif sebagai proses aktif di
dalam sistem syaraf, tetapi juga
intensitas yang cukup lambat untuk
masuk kesadaran. Pada umumnya
pandangan Gestaltis, yaitu bahwa
hasil-hasil belajar ada di dalam formasi
bekas memori. Sifat dasar yang pasti
dari bekas itu dibiarkan tidak
spesifik, dan sejumlah karakteristik
mereka adalah mendetail.
Karakteristik paling penting dari apa
yang telah dipelajari, seperti
perceptual, cenderung untuk mencapai
kemungkinan struktur yang paling
baik dengan memperbincangkan
perihal organisasi perceptual. Wulf
(1983) mendiskripsikan kecenderungan
organisasional dari memori dengan
memberi nama penyamarataan
(leveling), Penajaman (Sharpening),dan
normalisasi (Normalizing).
Penyamarataan (leveling)
adalah kecenderungan menuju simatri
atau menuju pendangan yang simpel
dari kepelikan pola perseptual. Koffka
mengasumsikan bahwa proses
levelling juga dapat diterapkan pada
persoalan kognitif. Sebagai contoh,
kita mengingat perasaan perjalanan di
kereta api, seseorang bisa mengingat
impresi yang menyamaratakan
gerakan maju (kereta api) dan
wilayah pedalaman yang meluas
dengan tanpa pengingatan sensasi dari
goyangan (kereta api) ke sisi yang
satu dan sisi yang lain. Penajaman
(Sharpening) adalah tindakan
penekanan pada ketiadaan perbedaan
pola. Ini kelihatan pada satu dari
karakteristik memori manusia bahwa
kualitasnya paling jelas memberikan
identitas objek yang cenderung untuk
dibesar-besarkan di dalam reproduksi
objek itu. Normalisasi (normalizing)
terjadi ketika objek yang direproduksi
dimodifikasi agar sesuai dengan
memori sebelumnya. Modifikasi ini
biasanya cenderung menuju
pengingatan kembali objek yang
lebih banyak seperti apa objek itu
muncul. Reproduksi berikutnya dari
objek stimulus yang sama melebihi
waktu sebelum menjadi makin
besarseperti sesuatu yang umum (dan
sebab itu sesuatu itu menjadi ”normal”).
Disisi lain, para gestaltis memberikan
perhatian yang agak terdistorsi dalam
perlakuan konvensional terhadap
belajar, sehingga problem khusus
yang ditekankan adalah bukan seleksi
secara natural bentuk problem dari
sudut pandang mereka. Beberapa
problem yang menjadi perhatian
Gestalt antara lain sebagai berikut.
1. Kecakapan (Capacity) Karena
belajar memerlukan pembedaan
dan restrukturisasi persoalan,
kondisi yang lebih tinggi dari belajar
sangat banyak bergantung pada
kecakapan alamiah untuk memberi
reaksi dalam kebiasaan itu. Dengan
meningkatkan kecakapan untuk
organisasi perceptual atau
kemampuan untuk ”memahami”
problem-problem mengarahkan
untuk meningkatkan kemampuan
belajar.
2. Praktek (Practice) Memori kita
adalah bekas yang dinyatakan
(secara positif tanpa bukti) dari
persepsi, asosiasi sebuah produk
organisasi perceptual. Hukum
perceptual juga menentukan
hubungan elemen-elemen di dalam
memori. Karena itu, pengulangan
pengalaman akan membangun
secara kumulatif pada pengalaman-
pengalaman yang lebih dulu hanya
jika kejadian yang kedua dianggap
sebagai sesuatu keadaan
pemunculan dari pengalaman
terdahulu.
3. Motivasi (Motivation) Hukum
empiris dari akibat, mengenai
peran reward dan hukuman,
diterima oleh psikologi Gestalt,
tetapi mereka berbeda dari
Thorndike di dalam memberi
interpretasi. Mereka percaya bahwa
akibat yang datang kemudian tidak
terjadi ”secara otomatis dan tanpa
di sadari” untuk memperkuat
tindakan sebelumnya. Agaknya,
akibat dipahami sebagai kepunyaan
tindakan sebelumnya-posisi yang
juga ditekankan oleh Thorndike.
Motivasi dipandang sebagai tempat
penempatan organisme ke dalam
situasi problem: rewards dan
punishment memainkan peran
untuk memperkuat atau tidak
memperkuat solusi terhadap problem
yang diusahakan.
4. Pemahaman (Understanding)
Pemahaman hubungan, kesadaran
hubungan antara bagian-bagian dan
keseluruhan, berhubungan dengan
konsekuensi, ditekankan oleh para
penulis Gestal. Problem harus
diselesaikan dengan pantas , dari
sudut pandang bangunannya, secara
organisatoris daripada mekanis,
secara bodoh atau dengan
melarikan diri dari kebiasaan-
kebiasaan sebelumnya. Belajar
yang penuh wawasan
(pengetahuan) adalah tugas belajar
sekarang yang lebih cocok dari
pada trial and error.
5. Transfer (Transfer) Konsep Gestalt
paling suka transfer perubahan. Pola
hubungan dipahami di situasi yang
bisa diterapkan pada situasi yang
lain. Satu keuntungan dari belajar
dengan pemahaman itu lebih baik
daripada dengan proses
penghafalan tanpa berfikir. Sebab,
pemahaman dapat merubah jarak
situasi yang lebih dalam, dan lebih
sering menyebabkan aplikasi yang
salah dari belajar yang sudah-sudah.
6. Pelupaan (forgetting) Pelupaan
dihubungkan dengan bagian
perubahan di dalam bekas. Bekas
bisa tidak kelihatan melalui
pengurangan secara gradual
(kemungkinan susah untuk
membuktikan atau tidak), melalui
perusakan karena sebagian kacau
balau, bidang yang terstruktur sakit,
atau karena asimilasi pada bekas atau
proses baru. Terkait dengan
beberapa komponen yang menjadi
perhatian Gestalt seperti diatas,
maka berkaitan dengan proses
belajar, tugas seorang guru secara
essensial adalah untuk membantu
subjek didik untuk melihat
hubungan signifikan dan untuk
memanag instruksi sehingga ia
mampu mengatur pengalaman-
pengalamannya, menunjukkan
gambar-gambar, meletakkan kata-
kata pada papan tulis,
mempresentasikan pelajaran yang
dibaca dan banyak aktivitas
pengajaran lainnya, Dalam hal ini
guru memberikan dorongan situasi
agar subyek didik mampu
melakukan proses belajar.
d. Hukum-hukum Pengamatan (Hukum-hukum Belajar) Menurut Aliran Gestalt
Hukum pragnaz menuut gestalt
menyatakan kecenderungan
terhadap apau yang dipandang untuk
kemungkinan menerima posisi yang
paling baik. Hokum pragnaz
digunakan sebagi petujuk dalam
mempelajari prinsip persepsi belajar
dan ingatan. dan 3 hukum tambahan
(subsider) yang tunduk kepada
hukum yang pokok itu, yaitu
Hukum Kesamaan, Hukum
Kedekatan dan Hukum
Ketertutupan. Menurut Hidayati
(2011), Dalam bukunya yang
berjudul "Investigation of Gestalt
Theory" (1923), Wertheimer
mengemukakan hukum-hukum
Gestalt sebagai berikut:
a. Hukum Keterdekatan (law of
proximity)
Dalam kita mengamati, obyek-obyek
yang berdekatan satu sama lain
akan nampak sebagai satu unit
persepsi. Dengan demikian hal-hal
yang saling berdekatan dalam
waktu atau tempat cenderung
dianggap sebagai suatu totalitas.
b. Hukum Ketertutupan (law of
closure)
Menyatakan bahwa kita
mempunyai tendensi untuk
melengkapi atau mengisi
pengalaman-pengalaman yang tidak
lengkap, agar menjadi lebih
berarti. Atau hal-hal yang
cenderung menutup akan membentuk
kesan totalitas tersendiri.
c. Hukum Kesamaan (law of
equivalence)
Dalam kita melakukan
pengamatan, maka obyek-obyek
yang mempunyai kemiripan
(similarity) satu sama lain akan
diorganisir ke dalam satu persepsi.
Dengan kata lain hal-hal yang mirip
satu sama lain, cenderung kita
persepsikan sebagai suatu kelompok
atau suatu totalitas.
e. Memecahkan Problem (Problem Solving), Mendapatkan wawasan (Insight)
Dalam teori belajar menurut
Gestalt, yang terpenting dalam
belajar adalah adanya penyesuaian
pertama, yaitu memperoleh respon
yang tepat untuk memecahkan
masalah yang dihadapi. Belajar
yang penting bukan mengulangi
hal-hal yang harus dipelajari, tetapi
mengerti/memperoleh insight
(pemahaman). Insight barulah
berfungsi bila ada persepsi terhadap
masalahnya. Hilgard (1948 : 190-
195) (Sumadi Suryabrata,
1984:302-304) memberikan enam
macam sifat khas belajar dengan
insight, sebagai berikut:
1. Insight itu dipengaruhi oleh
kemampuan dasar.
2. Kemampuan dasar itu
berbeda-beda dari individu
yang satu ke individu yang
lain. Pada umumnya anak
yang masih sangat muda sukar
untuk belajar dengan insight
ini.
3. Insight itu dipengaruhi oleh
pengalaman belajar masa
4. lampau yang relevan.
Walaupun insight itu
tergantung kepada pengalaman
masa lampau yang relevan,
namun memiliki pengalaman
masa lampau tersebut belum
menjamin dapatnya
memecahkan masalah. Jadi
misalnya anak tidak dapat
mengerjakan problem aljabar,
kalau dia
5. belum tahu menggunakan
simbol-simbol dalam aljabar
tersebut terlebih dahulu (dari
masa lampau), tetapi anak
yang telah menguasai simbol-
simbol tersebut serta
mengetahui cara-cara
pemecahan problem dalam
aljabar belum tentu dapat
memecahkan problem tersebut.
Disinilah letak perbedaan
antara teori Gestalt dengan
teori assosiasi yang
beranggapan bahwa hanya
memiliki pengalaman masa
lampau yang diperlukan
seseorang akan dapat
memecahkan problem, sebab
pemecahan-pemecahan
problem berarti penerapan
operation-operation yang telah
dipelajari.
6. Insight tergantung kepada
pengaturan secara
eksperimental. Insight itu
hanya mungkin terjadi apabila
situasi belajar diatur
sedemikian rupa sehingga
segala aspek yang perlu dapat
diambil. Apabila alat yang
diperlukan untuk pemecahan
problem itu dapat dibuat
seakan-akan menjadi tidak
mungkin, maka problem
menjadi lebih sukar.
7. Insight itu didahului oleh
suatu periode mencoba-coba.
Insight bukanlah hal yang dapat
jatuh dari langit dengan
sendirinya, melainkan hádala
hal yang harus di cari.
Sebelum dapat memperoleh
insight orang harus sudah
meninjau problemnya dari
berbagai arah dan mencoba-
coba memecahkan.
8. Belajar yang dengan Insight
itu dapat diulangi. Jika sesuatu
problem yang telah
dipecahkan dengan insight lain
kali diberikan lagi kepada
pelajar yang bersangkutan, maka
dia akan dengan langsung
dapat memecahkan problem itu
lagi.
9. Insight yang telah sekali di
dapatkan dapat dipergunakan
untuk menghadapi situasi-situasi
yang baru. Belajar yang disertai
insight (insight full learning)
biasanya mempunyai empat ciri.
a. Transisi dari pemecahan
permulaan sampai
pemecahan terjadi dengan
tiba-tiba.
b. Pemecahan yang dilakukan
dengan insight biasanya
lancar dan bebas dari
kesalahan.
c. Pemecahan masalah yang
disertai insight, dipegang
teguh untuk pertimbangan
lamanya waktu.
d. Satu prinsip adanya insight
adalah mudahnya aplikasi
terhadap problem yang lain.
Dalam pembahasan ini akan
di uraikan mengenai
karakteristik terakhir tentang
suatu prinsip pemecahan
masalah dalam satu situasi
yang diaplikasikan ke
problem lain yang
dinamakan transposisi.
Karya awal Kohler
mengenai transposisi
dilakukan dengan ayam dan
monyet. Eksperimennya
adalah dengan melatih
hewan untuk mendekati satu
dari dua sisi kertas abu-abu,
misalnya ayam diberi makan
di bagian bayangan yang
gelap dari kertas itu tetapi
tidak diberi makan dibagian
yang lebih terang. Setelah
training, ketika ayam diberi
pilihan, ayam akan memilih
mendekati bagian yang
gelap. Setelah training awal,
hewan itu diberi pilihan
antara kertas gelap seperti
yang dipakai saat latihan dan
kertas yang satunya lebih
gelap lagi. Gestaltian
berpendapat bahwa
behavioris akan
memprediksi hewan itu akan
mendekati kertas yang lebih
terang di situasi baru ini
kerena kertas itulah yang
sudah diperkuat pada fase
pertama percobaan. Tetapi,
Gestaltis berpendapat bahwa
apa yang dipelajari dalam
situasi ini adalah prinsip
relasional yakni
menganggap bahwa hewan
mempelajari prinsip
mendekati objek paling
gelap dari dua buah objek
dalam fase pertama
eksperimen dan prinsip yang
sama akan diaplikasikan
pada fase percobaan kedua.
Gestaltis mempredikasi
bahwa hewan itu akan
memilih objek yang lebih
gelap pada fase 2, meskipun
hewan tersebut telah
dikuatkan untuk memilih
objek yang satunya lagi
dalam fase 1. Oleh karena
itu pandangan behavioris
tentang belajar disebut
sebagai absolute theory
( teori absolute ) dan
pandangan gestaltis tentang
belajar disebut relational
theory ( teori relasional ).
7. Pendapat Gestalt Mengenai Pendidikan
Dalam mempermasalahkan
belajar bagi siswa, para penganut
teori Gestalt lebih menyukai istilah-
istilah orang daripada organisme,
lingkungan psikologi daripada
lingkungan fisik atau lingkungan
biologi, dan lebih suka menggunkan
istilah interaksi daripada aksi atau
reaksi. mereka berpendapat bahwa
konsep-konsep tersebut lebih
memudahkan para guru dalam
memberikan pembelajaran pada
siswa dan konsep tersbutlah yang
dimaksud field dalam proses belajar
meagajar oleh penganut teori
Gestalt.
Gestaltis berpendapat bahwa
problem yang tak selesai akan
menimbulkan ambiguitas atau
ketidakseimbangan organisasional
dalam pikiran siswa, dan ini adalah
kondisi yang tidak diinginkan.
Ambuguitas dilihat sebagai keadaan
negatif yang akan terus ada sampai
problem terselesaikan. Dalam satu
pengertian, pengurangan ambuguitas
dapatdilihat sebaai teori Gestalt yang
sejajar dengan gagasan penguatan dari
kaum behaviouris. Akan tetapi, reduksi
ambiguitas dapat dianggap sebagai
penguat instrinsik, sedangakan
behaviouris biasanya lebih menekankan
pada penguat ekstrinsik.
Brumer dan Holt menganut
gagasan Gestaltian bahwa belajar
adalah memuaskan secara personal
dan tidak perlu didorng oleh
penguatan eksternal. Kelas yang
beorientasi Gestalt akan dicirikan
oleh hu ungan memberi-
dan-,menerima anatar siswa dan
guru. Belajar berdasarkan pendapat
Gestalt bisa dimulai dengan sesuatu
yang familiar dan setipa langkah
dalam pendidikan didasarkan pada
hal-hal yang sudah dikuasai. Semua
aspek pelajaran dibagi-bagi menjadi
unit-unit yang bermakna, dan unit-
unit itu harus berkaitan dengan
seluruh konsep atau pengalaman.
Guru yang berorientasi Gestalt
mungkin menggunakan tekhnik
ceramah, tetapi ia kan berusaha agar
selalu ada interaksi antara guru dan
siswa. Dalam buku Teori-Teori
belajar yang ditulis oleh Prof. Dr.
Ratna Wilis Dahar, M.Sc juga
mengatakan bahwa Guru yang
menganut Gestalt-Field
berkeinginan untuk menolong para
siswanya mengubah pemahaman
mereka tentang masalah-masalah
atau situasi-situasi secara signifikan.
8. APLIKASI TEORI BELAJAR GESTALT PADA PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
Banyak praktek pendidikan
dan pengajaran yang menggunakan
dasar psikologi Ilmu Jiwa Gestalt.
a. Dalam bidang Kurikulum
Kurikulum concentris merupakan
pengetrapan prinsip-prinsip ilmu
Jiwa Gestalt. Kurikulum ini
mempunyai pusat yang sama (con-
centris). Dalam tingkatan yang
rendah, disusun kurikulum dari
suatu kesatuan yang utuh. Disini
diajarkan yang pokok-pokok secara
garis besar. Di tingkat yang lebih
tinggi, kesatuan itu diberikan lagi,
tetapi dibahas lebih mengarah ke
bagian-bagian lebih mendalam.
Sedang ditingkat yang lebih tinggi
lagi, kesatuan tersebut tetap
digunakan, tetapi dibahas menjadi
kesatuan-kesatuan yang lebih
mendalam lagi. Begitu seterusnya.
Dalam perwujudan dan
perkembangan selanjutnya,
kurikulum concentris ini dapat
terwujud dalam:
a. Penagajaran pusat minat
b. Penagajaran Proyek
c. Pengajaran alam sekitar
b. Dalam Bidang Didaktik Metodik
Dalam bidang Didaktik
Metodik, khususnya mengenai
metode mengajar membaca,
menulis. Pengaruh Ilmu Jiwa
Gestalt itu sangat besar. Ternyata
pengetrapan Ilmu Jiwa Gestalt
dalam metode mengajar membaca
menulis itu telah mampu
menggoyahkan metode mengajar
yang telah berabad-abad sejak zaman
Yunani Kuno hingga awal abad 20
ini. Di indonesia khususnya, metode
mengajar membaca menulis
dengan metode mengeja ini masih
ada guru yang melakukan,
meskipun secara resmi pemerintah
telah mengganti dengan metode
global (secara resmi digunakan
istilah metode S.A.S = Struktural
Analitis Sintesis). Secara singkat
dapat dibandingkan metode
mengeja dengan metode global
sebagai berikut:
a.Metode Mengeja
- Pertama, sisa dihadapkan pada
huruf yang justru merupakan
elemen terkecil. Hal ini sangat
asing bagi anak. Kita melakukan
persepsi bukan dari elemen
dulu, tetapi sebaliknya, secara
keseluruhan (global) dulu, baru
menuju bagian atau elemen.
Metode eja menyalahi prinsip
Gestalt Siswa pertama kali
belajar telah dihadapkan pada
huruf. Huruf itu bagi anak
belum dikenal, tidak
mempunyai makna (arti).
Seharusnya dimulai dari suatu
kebulatan kesatuan yang
mengandung makna. Jadi
metode eja menyalahi prinsip
Insightfullness.
- Dalam menghubungkan kata,
siswa-siswa banyak mengalami
kesukaran, karena selain tidak
dikenal (tanpa arti) juga tidak
merupakan figur. Akibatnya sukar
terjadi prinsip closure.
- Dilihat dari segi prestasi, metode
mengeja kurang memuaskan, salah
satunya adalah siswa membaca
terputus-putus, sebab setiap selesai
membaca satu kata, ia berhenti untuk
mengeja kata berikutnya. Hal ini
kadang-kadang masih tampak pada
siswa SMP.
b. Metode Belajar Global
Menggunakan dasar psikologis
Ilmu Jiwa Gestalt. Metode membaca
global dirintis oleh Dr. Ovide De Croly.
Di Indonesia dekenal dengan metode
S.A.S.
- Pertama-tama, anak telah
dihadapkan pada cerita pendek
yang telah dikenal anak dalam
kehidupan keluarga. Cerita ini jelas
merupakan satu kesatuan yang
telah dikenal anak. Maka dengan
mudah anak itu segera dapat
membaca seluruhnya secara
hafalan. Biarkan siswa membaca
sambil menunjuk kalimat yang
tidak cocok dengan yang diucapkan.
Menguraikan cerita pendek
tersebut menjadi kalimat-kalimat.
Guru secara alamiah menunjukkan
bahwa cerita pendek itu terdiri dari
kalimat-kalimat. Misalnya dengan
cara :
- Kalimat yang satu dengan yang
lain ditulis dengan warna yang
berbeda.
- Kalimat satu dengan yang lain
ditulis dengan jarak yang cukup
renggang. Biasanya setelah 2 atau 3
minggu siswa telah dapat
membedakan kalimat satu dengan
yang lain. Siswa telah mengingat
kalimat-kalimat.
- Memisahkan kalimat-kalimat
menjadi kata-kata Dapat dengan
berbagai cara, misal:
1) Tiap-tiap kata ditulis dengan warna
yang berbeda-beda
2) Tiap-tiap kata ditulis agak
berjauhan
3) Ditulis dengan susunan tiap kata
semakin menurun
4) Dibaca pelan-pelan sambil
menunjuk tiap kata
- Memisahkan kata-kata menjadi
suku kata. Dalam periode tertentu,
setelah siswa mengerti suku kata,
diteruskan,
- Memisahkan suku kata menjadi
huruf. Dalam fase ini, barulah siswa
diajarkan bunyi tiap-tiap huruf
(pertengahan tahun).
- Setelah siswa mengenal huruf,
diajarkan menyusun huruf menjadi
suku kata.
- Menyusun suku kata menjadi kata.
- Menyusun kata menjadi kalimat.
Untuk melaksanakan proses
menyusun kembali, dapat dilakukan
dengan bermacam permainan yang
menarik. Contoh pembelajaran
yang cocok menerapkan teori
kognitif selain pada pelajaran
bahasa : seperti mengarang,
menganalisis isi buku, juga pada
pelajaran fisika, kimia atau biologi:
yaitu dengan metode belajar yang
berbasis masalah (studi kasus),
eksperimen. Dan pada pelajaran IPS
berupa observasi, wawancara dan
membuat laporannya.
10. Dalam metodik mengajar
Sangat penting artinya bagi
individu (siswa), bila ia dapat
menemukan pemahaman (insight)
dengan caranya sendiri tanpa diberi
tahu. Karena itu guru harus pandai
mengatur strategi (membuat siasat)
bagaimana cara mengajar untuk
menimbulkan pemahaman (insight)
oleh siswa sendiri tanpa siswa
merasa digurui secara langsung.
Buatlah siasat agar siswa
menemukan pemahaman sendiri.
Metode ini terkenal dengan metode
problem solving (pemecahan
masalah).
9. KELEBIHAN DAN
KEKURANGAN TEORI
GESTALT
1. Kelebihan Teori Gestalt
a) Menghasilkan individu atau anak
yang memiliki kemampuan berfikir
untuk menyelesaikan setiap
persoalan yang dihadapi.
b) Kurikulum dirancang sedemikian
rupa sehingga terjadi situasi yang
memungkinkan pengetahuan dan
keterampilan dapat dikonstruksi
oleh peserta didik. Selain itu,
latihan memecahkan masalah
seringkali dilakukan melalui belajar
kelompok dengan menganalisis
masalah dalam kehidupan sehari-
hari.
c) Peserta didik dapat aktif dan
dapat menemukan cara belajar
yang sesuai bagi dirinya. Guru
berfungsi sebagai mediator,
fasilitator dan teman yang membuat
situasi menjadi kondusif untuk
terjadinya konstruksi pengetahuan
dari peserta didik. Tytler (1996:20)
juga menambahkan bahwa dengan
upaya mengimplementasikan teori
belajar kognitif dalam rancangan
Pembelajaran maka:
1) Siswa dengan mudah dapat
mengemukakan gagasannya dengan
bahasa sendiri.
2) Siswa dapat dengan mudah
berfikir tentang pengalamannya
sehingga menjadi lebih kreatif dan
imajinatif.
3) Siswa mempunyai kesempatan
untuk mencoba gagasan baru.
2. Kelemahan Teori Gestalt
Selain jasa dan sumbangannya yang
sangat berharga bagi belajar
disekolah dengan insight, namun
terdapat juga celah-celah
kelemahan dan kekurangannya.
Seperti halnya teori belajar
koneksionisme, terhadap teori
gestaltpun dapat diajukan
pertanyaan, bolehkah belajar
dengan insight itu dianggap sebagai
prototipe belajar? Dari satu segi,
teori ini nampak menunjukkan
beberapa kejadian belajar yang
umum, sehingga lebih mudah
menganalisisnya. Misalnya, kalau
anak dibimbing untuk ”melihat ’
hubungan, seperti tambah dan kali,
antara berat dan ”daya tarik” gaya
berat, maka sering ia mampu
memperlihatkan pemahaman.
Sedangkan dari segi yang lain,
memang sulit menemukan
pemahaman dalam mempelajari
hal-hal yang sangat beragam.
Misalnya: anak tidak dapat
mempelajari nama tanam-tanaman
atau bintang-bintang dengan
insight. Dia tidak dapat membaca
dengan insight, demikian pula dia
tidak tidak dapat berbicara dengan
bahasa asing. Siswa Biologi tidak
dapat mempelajari struktur dan
fungsi hewan dengan pemahaman.
Tegasnya, pemahaman itu tidak
dapat menjadi prototipe untuk
sejumlah belajar yang biasa
dilakukan manusia. Barangkali,
pemahaman barulah terjadi kalau
kita belajar dengan ”pemecahan
masalah”, walaupun dalam
kenyataannya, tidak semua hal
merupakan masalah, boleh jadi
hanya merupakan fakta atau prinsip.
KESIMPULAN
Pandangan para ahli psikologi
ge stalt tentang belajar berbeda dengan
ahli psikologi asosiasi. Psikologi gestalt
memandang bahwa belajar terjadi bila
insight (pemahaman). Insight timbul
secara tiba-tiba, bila individu te lah
dapat melihat hubungan antara unsur-
unsur dalam situasi poroblematis. Dapat
pula dikatakan insight timbul pada saat
individu dapat memahami struktur yang
semula merupakan suatu masalah.
Dengan kata lain insight adalah
semacam reorganisasi pengalaman yang
terjadi secara tiba-tiba, seperti ketika
seseorang menemukan ide baru atau
menemukan pemecahan suatu masalah.
DAFTAR PUSTAKA
B.R. Hergenhahn & Matthew H. Olson. 2008. Theories Of Learning (Teori Belajar) edisi VII. Jakarta: Kencana
Hidayati, Titin Nur. 2011. Implementasi Teori Belajar Gestalt pada Proses Pembelajaran. Jurnal falasifa. Vol. 2 no. 1 maret 2011jurnal falasifa. Vol. 2 No. 1 Maret 2011
Marada. 2008. Belajar Psikologi Gestalt dan Implikasinya di dalam Belajar dan pembelajaran. (online) Tersedia : http://maradagv.multiply.com/journal/item/32 Diakses 09 April 2013.
Ratna Wilis Dahar, 1996, Teori Belajar, Jakarta: Penerbit: Erlangga.
Riyanto, Bambang. 2008. Teori Belajar Gestalat. (online) Tersedia:
http://bambangriyantomath.wordpress.com/2009/05/29/teori-belajar-gestalt/. Diakses 09 April 2013.
Sagala, Syaiful. 2010. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta.
Sudrajat, Akhmad. 2008. Teori-Teori Belajar. (online) Tersedia : http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/02/02/teori-teori-belajar/. Diakses 09 April 2013
Sumadi Suryabrata, 2004, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
1.http://rumahbelajarpsikologi.com/index.php/gestalt.html
2. http://id.shvoong.com/social-sciences/psychology/1854950-teori-belajar-gestalt/
Top Related