TUGAS MATA KULIAH PATOLOGI KLINIK
INFEKSI MENINGITIS OLEH BAKTERI
Neisseria meningitidis (Meningococcus)
NAMA : Siti Uswatun Hasanah
NIM : 122210101083
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS JEMBER
2014
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar belakang
Meningitis merupakan jenis penyakit yang berbahaya bagi manusia. Salah satu
penyebabnya adalah bakteri Neisseria meningitids. Manusia merupakan satu-satunya host
alami bagi Neisseria meningitidis, bakteri ini dapat menyebabkan infeksi pada lapisan otak
dan cairan serebrospinal sehingga menyebabkan kerusakan pada selaput otak sampai dengan
kematian. Infeksi meningitis lebih banyak terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan
rentang usia 6 bulan sampai dewasa. Neisseria meningitidis ini sering juga ditemukan pada
saluran pernafasan pada individu yang sehat.
Di seluruh dunia, jutaan kasus infeksi bakteri meningitis terjadi dan setidaknya
200.000 pasien meninggal dunia. Meningitis terjadi di negara-negara berkembang sekitar
37% hingga 60%. 54% penderita meningitis yang selamat mengalami ketidakmampuan atau
gangguan fungsi fisiologis tubuh akibat infeksi bakteri meningitis, seperti berkurangnya
pendengaran atau tuli, keterbelakangan mental, dan gangguan saraf. Dengan tingkat kematian
yang tinggi dan bahaya yang ditimbulkannya, maka penting untuk melakukan studi lebih jauh
tentang infeksi meningitis yang disebabkan oleh bakteri Neisseria meningitidis.
II. Tujuan
1. Memahami penyebaran infeksi meningitis oleh bakteri Neisseria meningitidis.
2. Mengetahui ciri dan gejala penyakit meningitis yang disebabkan oleh bakteri
Neisseria meningitidis dan pengobatan yang tepat untuk jenis infeksi ini.
3. Meningkatkan pengetahuan tentang meningitis yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Neisseria meningitidis sehingga dapat menjaga pola hidup untuk
mengurangi resiko terinfeksi.
III. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah penyebaran infeksi meningitis oleh bakteri Neisseria
meningitidis?
2. Bagaimanakah ciri dan gejala penyakit meningitis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Neisseria meningitidis dan pengobatan yang tepat untuk jenis
infeksi ini?
3. Apa sajakah yang harus diketahui tentang meningitis yang disebabkan oleh
infeksi bakteri Neisseria meningitidis dan bagaimanakah cara untuk menjaga
pola hidup untuk mengurangi resiko terinfeksi?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Meningitis adalah infeksi cairan otak disertai radang yang mengenai piameter (lapisan
dalam selaput otak) dan arakhnoid serta dalam derajat yang lebih ringan mengenai jaringan
otak dan medula spinalis yang superfisial. Meningitis dapat juga diartikan sebagai
peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal column yang
menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.
2.2 Klasifikasi
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan
otak, yaitu :
a. Meningitis serosa
Adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang
jernih. Meningitis ini ditandai dengan jumlah sel dan protein yang meninggi. Penyebab
terseringnya adalah Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya lues, Virus, Toxoplasma
gondhii dan Ricketsia.
b. Meningitis purulenta
Adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter yang meliputi otak dan medula
spinalis. Meningitis purulenta atau meningitis bakteri adalah meningitis yang bersifat akut
dan menghasilkan eksudat berupa pus serta bukan disebabkan oleh bakteri spesifik maupun
virus. Penyebabnya antara lain : Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitis
(meningokok), Streptococus haemolyticuss, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae,
Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, dan Peudomonas aeruginosa. Meningitis
Meningococcus merupakan meningitis purulenta yang paling sering terjadi.
2.3 Epidemiologi dan Etiologi
Infeksi meningococcus dapat terjadi secara endemik maupun epidemik. Secara klinis
keduanya tidak dapat dibedakan, tetapi serogroup dari strain yang terlibat berbeda. Kasus
endemik pada negara-negara berkembang disebabkan oleh strain serogroup B yang biasanya
menyerang usia dibawah 5 tahun, kebanyakan kasus terjadi pada usia antara 6 bulan dan 2
tahun. Kasus epidemik disebabkan oleh strain serogroup A dan C, yang mempunyai
kecendrungan untuk menyerang usia yang lebih tua. Lebih dari setengah kasus
meningococcus terjadi pada umur antara 1dan 10 tahun. Penyakit ini relatif jarang didapatkan
pada bayi usia ≤ 3 bulan. Kurang dari 10% terjadi pada pasien usia lebih dari 45 tahun. Di AS
dan Finland, hampir 55% kasus pada usia dibawah 3 tahun selama keadaan nonepidemik,
sedangkan di Zaria, Negeria insiden tertinggi terjadi pada pasien usia 5 sampai 9 tahun.
Keadaan geografis dan populasi tertentu merupakan predisposisi untuk terjadinya penyakit
epidemik. Kelembaban yang rendah dapat merubah barier mukosa nasofaring, sehingga
merupakan predisposisi untuk terjadinya infeksi. Meningococcal epidemik di daerah Sao
Paulo dari 1971 sampai 1974 dimulai pada bulan Mei dan Juni, yang merupakan peralihan
dari musim hujan ke musim panas. Di daerah Sub-saharan Meningitis Belt (Upper volta,
Dahomey, Ghana dan Mali di barat, hingga Niger, Nigeria, Chad, Sudan di timur) di mulai
pada musim panas/winter dry season (November-Desember),mencapai puncaknya pada akhir
April-awal Mei, saat angin gurun Harmattan berkepanjangan dan tingginya suhu udara
sepanjang hari; diakhiri secara mendadak dengan dimulainya musim penghujan. Walaupun
terpaparnya populasi yang rentan terhadap strain baru yang virulen mungkin merupakan
penyebab epidemik, beberapa faktor lain termasuk lingkungan yang padat penduduk, adanya
kuman saluran nafas pathogen lain, hygiene yang rendah dan lingkungan yang buruk
merupakan pencetus untuk terjadinya infeksi epidemik. Infeksi N. meningitidis semata-mata
hanya mengenai manusia. Telah terbukti bahwa tidak didapatkan adanya host antara,
reservoar atau transmisi dari hewan ke manusia pada infeksi N. meningitidis. Nasofarings
merupakan reservoar alami bagi meningococcus. Meningococcus bisa didapatkan pada kultur
dari nasofaring dari manusia sehat, keadaan ini disebut carrier. Hal tersebut dapat meningeal
tergantung kepada kemampuan dari kapsel polisakarida untuk menghambat aktivitas sistim
komplemen bakterisidal yang klasik dan menginhibisi fagositosis neutrophil. Aktivasi dari
sistim komplemen merupakan hal yang sangat penting dalam mekanisme pertahanan terhadap
infeksi N. meningitidis. Pasien dengan defisiensi dari komponen terminal komponen (C5, C6,
C7, C8 dan mungkin C9) merupakan resiko tinggi untuk terinfeksi N. Meningitidis.
Gambar 1 : Serogrup meningokokus yang penting, struktur kapsul, komposisi operon, dan
wilayah keberadaan pada umumnya (Hill et al, 2010)
2.4 Patofisiologi Meningitis
Penularan kuman dapat terjadi secara kontak langsung dengan penderita dan droplet
infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan cairan tenggorok
penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada penularan penyakit ini. Bakteri
bakteri ini disebarkan pada orang lain melalui pertukaran udara dari pernafasan dan sekresi
sekresi tenggorokan yang masuk secara hematogen (melalui aliran darah) ke dalam cairan
serebrospinal dan memperbanyak diri didalamnya sehingga menimbulkan peradangan pada
selaput otak dan otak.
Ada 4 kondisi yang memungkinkan terjadinya penyakit meningokokal yang sifatnya
invasif ini, yaitu:
(i) paparan tehadap galur patogenik
(ii) adanya kolonisasi kuman di mukosa naso-pharyngeal
(iii) terjadinya pasasi melalui mukosa,
(iv) kemampuan meningococcus untuk dapat bertahan di darah.
Nasofaring manusia adalah satu-satunya reservoir alamiah dari N. meningitidis.
Kuman ini ditularkan dari satu orang ke orang lain melalui kontak langsung secara droplet.
Daya tahan hidup kuman di sini dipengaruhi oleh beberapa kondisi seperti misalnya iklim
yaitu suhu dan kelembaban. Pada periode infeksi endemik, sekitar 10% penduduk mengidap
kuman ini dalam hidungnya. Meskipun demikian, 9 dari 10 jenis kuman yang diisolasi dari
carrier bukan termasuk kuman yang patogenik. Mengapa suatu jenis kuman dapat
berkolonisasi di mukosa nasooropharyngeal sedangkan jenis yang lain tidak dapat, hal ini
masih merupakan suatu pertanyaan. Kolonisasi bakteri terjadi pada bagian permukaan luar sel
mukosa dan pada intra-atau sub-epitelial. Kerusakan pada epitel bersilia dari nasopharynx
merupakan langkah pertama dari proses kolonisasi bakteri ini. Kerusakan fisik karena
merokok dapat meningkatkan risiko terhadap penyakit ini, demikian pula halnya dengan stres
dan infeksi virus yang mendahului yang menyebabkan perubahan pada keutuhan dari
permukaan mukosa atau mempengaruhi imunitas lokal atau sistemik. Selanjutnya kuman-
kuman meningokok menembus epitel mukosa dengan jalan melalui vakuol fagositik sebagai
akibat endositosis dan mencapai aliran darah. Di dalam aliran darah ini kuman-kuman dapat
berkembang biak karena adanya faktor virulen bakteri atau karena inkompetensi daya tahan
tubuh penderita. Daya tahan inang setelah invasi meningococcus ditentukan oleh respons
seluler dan humoral yang merupakan sistem imun adaptif dari inang. Antibodi spesifik
memberikan perlindungan penuh terhadap infeksi, akan tetapi oleh karena pembentukan
antibodi memerlukan waktu sedikitnya seminggu setelah terjadinya kolonisasi, pertahanan
awal sangat tergantung dari elemen-elemen imunitas yang memberikan reaksi cepat seperti
misalnya complement-mediated bacteriolysis dan opsonophagocytosis. Pada individu normal,
insiden penyakit meningococcus berkaitan dengan antibodi spesifik yang dimiliki. Insiden
yang tertinggi dijumpai pada usia 6-24 bulan, pada saat antibodi maternal menghilang.
Sepanjang hidup manusia, antibodi spesifik ini secara terus menerus dan berkesinambungan
diinduksi oleh adanya jenis-jenis lain dari kuman meningococcus yang berada di nasofaring.
Kuman-kuman ini menimbulkan pembentukan antibodi yang bereaksi silang dengan
meningococcus. Pada sisi lain, antibodi IgA yang tidak mengaktifkan komplemen, dapat
melekat pada epitop yang penting dan menutup epitop ini dan memberi kesempatan pada
antibodi seperti IgG dan IgM untuk mengaktivasikan komplemen Dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan dan perkembang-biakan kuman meningococcus dalam darah dapat berlangsung
karena adanya gangguan fungsi pertahanan intravaskuler, baik ini disebabkan oleh karena
sifat-sifat khusus kuman itu sendiri maupun karena sistem imun yang defektif dari inang.
Gambar 2 : Patofisiologi Meningitis
2.5 Gejala, Ciri, dan Identifikasi Penyakit
Biasanya didapatkan riwayat infeksi saluran nafas bagian atas dalam dua atau tiga hari
sebelum onset penyakit, gejala dapat didahului oleh muntah dan diare. Begitu bakteri
meningitis mencapai aliran darah, berbagai manifestasi penyakit dapat terjadi. Pada beberapa
penderita, mungkin ditemukan demam menigitis yang secara spontan hilang, keadaan ini
disebut sebagai transient meningococcemia yang sifat demamnya singkat mirip flu. Apabila
keadaan bakteremia ini menetap, tidak hilang maka timbullah gejalagejala klinis. Pada kasus-
kasus ini yang menonjol adalah gejala yang disebabkan oleh bakteri yang melepaskan
endotoksin dan repons tubuh penderita terhadap toksin tersebut.
Pada hampir semua penderita yang mengalami shock dan pada kebayakan penderita
penderita meningitis, awal dari fase bakteremia ditandai dengan adanya serangan panas tinggi
dan menggigil, nyeri pinggang bagian bawah, nyeri paha, atau nyeri otot-otot dan sendi
umum. Dalam waktu beberapa jam, keadaan dapat berkembang menjadi sepsis fulminan
tanpa gejala meningitis. Keadaan ini terjadi karena adanya endotoksin dan sitokin dalam
plasma dalam jumlah besar. Berdasarkan urut-urutan kejadian patofisiologis, penderita-
penderita infeksi meningitis dapat dikelompokkan menjadi 4 golongan:
(i) penderita dengan bakteremia tanpa shock,
(ii) penderita dengan bakteremia dan shock tanpa gejala meningitis
(iii) penderita dengan shock dan meningitis, dan
(iv) penderita dengan hanya meningitis saja.
Klasifikasi penderita pada salah satu dari kelompok klinis ini sangat membantu di
dalam pengambilan keputusan terutama untuk perawatan intensif secara maksimal. Pada
beberapa kasus dapat terjadi infeksi metastatik berupa arthritis atau pericarditis yang
umumnya disebabkan oleh serogrup C dari N. meningitidis. Selain gejala arthritis atau
pericarditis pada penderita-penderita ini dapat ditemukan kemerahan kulit (rash) dan
rekrudensi demam yang terjadi pada 10-20% penderita ada hari ke-4 sampai ke-7 di waktu
konvaleseni dari penyakitnya. Sejumlah kecil penderita-penderita, mungkin kurang dari 1%
dan terdiri terutama dari orang dewasa, dijumpai satu atau lebih gejala kenaikan suhu badan
yang tajam (spiking), arthralgia, atau arthritis dan kemerahan kulit yang rekuren; sindrom ini
dikenal sebagai chronic benign meningococcemia.
Tabel 1 : gejala dan tanda pasien yang terinfeksi bakteri meningitis (Honda & Waren, 2009)
BAB III
PEMBAHASAN
Pembentukan koloni pada permukaan mukosa saluran pernapasan atas oleh N.
meningitidis adalah langkah awal infeksi pada manusia sebagai host bakteri ini. Penularan
bakteri meningokokua antar manusia sebagian besar terjadi melalui droplet pernapasan dan
sekresi tetapi ukuran inokulum yang dibutuhkan untuk infeksi tidak diketahui.
2.1 Strategi N. Meningitidis Untuk Bertahan Hidup, Membentuk Koloni, Dan
Menginfeksi
Penghindaran sistem imun tubuh dengan modulasi permukaan
Untuk mengatasi deteksi dari sistem imun inang, meningokok telah berevolusi untuk
mengubah komponen permukaannya. Struktur / variasi molekul antigenik ini merupakan
salah satu strategi dan dapat melibatkan pertukaran alelgen atau fragmen gen dari neisserial
DNA impor. Hal ini sering terjadi di N. meningitidis karena kompeten secara alami dan
mudah mengambil DNA dari lingkungannya. Selain itu, genomnya mengandung beberapa
salinan gen tertentu, misalnya opa dan pi.
Struktur permukaan kunci yang terlibat dalam interaksi host
Permukaan Glycans
N. meningitidis, ketika terisolasi dari carrier, mungkin akan membentuk kapsul atau
acapsulate, sedangkan isolat darah dan CSF (Cairan serebrospinal) yang selalu capsulate,
karena dalam bentuk kapsul akan membantu bakteri untuk dapat bertahan hidup. Sehingga
bakteri tahan terhadap antibodi / komplemen pembunuh dan menghambat fagositosis opsonik
dan non-opsonic. Demikian pula, struktur LPS tertentu (L3, L7 dan L9) juga dapat membantu
penghindaran sistem imun tubuh dan ditemukan lebih sering dalam darah isolat dibandingkan
dengan isolat pembawaisolat pembawa cenderung untuk mengekspresikan L1, L8 dan L10
LPS immunotypes.
Kapsul
Pada meningokokus, gen kapsul dikelompokkan dalam kromosom lokus tunggal, cps,
dibagi menjadi tiga wilayah. Region A mengkodekan enzim untuk biosintesis dan
polimerisasi polisakarida, dan daerah B dan C membawa gen yang bertanggung jawab untuk
translokasinya dari sitoplasma ke permukaan sel.
Polisakarida kapsuler dari serogrup B, C, W-135 dan Y mengandung asam sialat
[NANA (5- N -acetyl- Asam neuramic); Tabel 1], dan wilayah cps A dari serogrup ini
disimpan sebagai siaA, siaB dan SIAC. Gen ini bertanggung jawab untuk sintesis asam
salisilat dalam bentuk CMP-NANA, yang diperlukan untuk masuk ke polisakarida kapsul.
Gen keempat di wilayah ini, siaD, mengkodekan polysialyltransferase serogrup spesifik
yang terlibat dalam kapsul polimerisasi. Dalam serogrup A, lokus berisi empat gen biosintesis
mannosamine ditunjuk Myna-D. Penggabungan asam sialat ke dalam kapsul dan LPS
memungkinkan bakteri menjadi kurang terlihat oleh kekebalan sistem, seperti asam sialat
juga sering ada pada permukaan sel inang.
Variasi ekspresi kapsul
Kesamaan genetik dalam struktur lokus kapsul serogropus B, C, W dan Y (tapi tidak
serogrup A)mendukung pertukaran horisontal dari bagian-bagian kapiler biosintesis operon
kapsul antara serogrup yang berbeda. Akibatnya, antibodi anti-kapsul yang disebabkan oleh
vaksin menjadi tidak efektif dalam mengendalikan penyebaran patogen.
LPS
LPS N. meningitidis [juga disebut sebagai LOS (Lipo-oligosakarida)] terdiri dari
oligosakarida inti dalam dan luar yang melekat pada lipid A. Inti LPS meningokokus terdiri
dari diheptose (HepI dan HepII) yang melekat pada lipid A, melalui salah satu dari dua
KDOS (2-keto-3-deoksi-d-manno -2-octulosonic asam). Inti luar adalah heterogen, terdiri dari
variabel jumlah gula yang membentang dari HepI, ditambah glycosyltransferases yang
dikodekan oleh gen lgt.
Gambar 3 : Skema diagram yang menunjukkan struktur organisasi dari N. meningitidis LPS
dan beberapa faktor penentu penting dari immunotypes
Adhesi dan invasi dari N. meningitidis
Permukaan strain dari N. meningitidis mengandung sejumlah protein yang
disekresikan untuk mengikat molekul manusia. Protein tersebut meliputi, antara lain,
laktoferrin dan protein transferin pengikat yang memungkinkan meningokokus untuk
mendapatkan nutrisi seperti besi, yang merupakan faktor penting untuk pertumbuhan selama
masa infeksi. Adhesin meningokokus yang memungkinkan bakteri untuk tumbuh dan
berkembang membentuk koloni pada sel host tertentu dapat dibagi menjadi dalam kelompok
minor dan mayor. Adhesi mayor, pili dan protein, terdapat banyak pada bagian luar bakteri
yang merupakan pemicu adhesi paling dominan.
Gambar 4 : Pili dari N. Meningitidis. Dengan keterangan (A) Transmisi mikrograf elektron
dari dari strain meningokokus. (B) Skema diagram yang menunjukkan lokasi relatif seluler
produk gen yang terlibat dalam biogenesis beneng-benang pili. Beberapa dari protein ini
(PilD, F, M, N, O dan P) merupakan protein yang terlibat dalam tahap awal sintesis pilus,
protein lain (PILC, G, H, I, J, K, dan W) mungkin diperlukan untuk pematangan fungsional
pili-pili tersebut. Pilus ini diekstrusi melalui pori-luar membran yang dibentuk oleh PilQ. Sisa
dari protein memainkan peran dalam fungsi pilus. Misalnya, PilF dan PilT (keduanya dalam
membran dan terikat dengan ATPase) tampaknya memiliki dalam motilitas, retraksi, dan
kontrol pilus terkait. PilX telah dilaporkan terlibat dalam agregasi bakteri dan bisa memiliki
peran dalam kolonisasi melalui promosi pada pembentukan koloni oleh N. Meningitidis.
(C) Diagram Pita struktur tiga dimensi dari monomer Pilin strain didasarkan pada pili N.
gonorrhoeae.
Adhesins Mayor
Pili
Merupakan alat gerak yang berbentuk seperti rambut yang digunakan sebagai alat
gerak dan alat untuk melekat pada bakteri gram positif dan gram negatif. Pili meningokokus
terdiri dari 4 tipe pili. Pili neisserial terbukti mengalami modifikasi pasca-translasi berbeda
dan tidak biasa. Modifikasi pili telah dilaporkan di beberapa residu serin di strain ingokokus,
termasuk glikosilasi pada posisi 63 dan α -glycerophosphate pada posisi 93.
Opa and Opc
Strain N. meningitidis biasanya menghasilkan dua tipe protein membran luar, Opa dan
Opc yang penting untuk pertumbuhan koloni. Opc hanya akan dihasilkan oleh N. meningitidis
sedangkan protein Opc dihasilkan oleh meningokokus dan gonokokus.
Adhesins Minor
Beberapa adhesins baru seperti NadA (Neisserial adhesinA), OCA (oligomeric
coiled-coil adhesin) merupakan contoh adhesins. NadA berinteraksi dengan sel epitel
manusia melalui interaksi protein. Protein yang lainnya yakni NhhA (Neisseria hia
homologue A) dan App (adhesion and penetration protein) secara luas dihasilkan pada
virulen N.meningitidis.
2.2 Infeksi Meningokokus dari Nasofaring ke meninges
Kolonisasi dan penetrasi mukosa pernapasan
Selama transmisi, N. meningitidis diyakini membentuk kapsul, dimana bentuk ini
dapat meningkatkan kelangsungan hidup organisme di luar tubuh manusia sebagai hostnya.
Meskipun satu penelitian telah menunjukkan bahwa N. meningitidis dalam bentuk kapsul
memiliki potensi untuk bertahan hidup selama beberapa hari secara ex vivo, tidak tertutup
kemungkinan bahwa organisme yang tidak membentuk kapsul dapat menular dari satu orang
ke orang lain pada jarak pendek dan melalui kontak langsung.
Meskipun kapsul mempertahankan kelangsungan hidup bakteri dengan resisten
terhadap lingkungan dan host, hal ini dapat mempengaruhi kemampuan bakteri untuk
menginfeksi karena secara sterik dapat menghambat adhesi permukaan sehingga akan
mencegah interaksi lebih lanjut. Sehingga dalam bentuk kapsul infeksi dapat terjadi melalui
mekanisme genetik dan diikuti dengan penempelan oleh pili. Fenotip tidak dalam bentuk
kapsul yang timbul pada tahap ini dapat terikat lebih erat dengan sel melalui protein luar
membran, termasuk Opa dan OPC, membantu penetrasi penghalang. Namun, meskipun pili
dianggap adhesi primer, namun dalam kondisi tertentu, protein diluar membran juga ikut
berperan pada fenotip kapsul.
Gambar 5 : Gambaran skematis interaksi meningokokus pada penghalang epitel nasofaring
dan jenis penetrasi penghalang.
N. meningitidis adalah subjek yang manpu bertahan terhadap tekanan selektif dan
memiliki kemampuan untuk beradaptasi dengan cepat terhadap lingkungan. Fase dan variasi
antigenik dari sejumlah komponen permukaan memungkinkan penghindaran kekebalan tubuh
selama infeksi. Ini juga memiliki potensi untuk menghasilkan varian dengan kemampuan
infeksi yang berubah dan peningkatan kemampuan untuk menembus hambatan mukosa.
Selain itu, kemampuan invasif meningokokus juga bisa memungkinkan bakteri untuk
menghindari mekanisme kekebalan tubuh inang dengan memasukkan sel epitel. Permukaan
mukosa pada orang sehat dapat ditemukan N. Meningitidis dalam jaringannya, hal ini yang
mendasari bahwa, pada sistem imun inang penyebaran lebih lanjut akan dapat dicegah
dengan bakterisida serum aktif dan pertahanan lainnya, dalam berbagai rentan meningokokus
apapun melintasi penghalang epitel bisa bertahan dan menyebar melalui pembuluh darah
tersebut.
Penyebaran Hematogen
Dalam aliran darah, meningokokus menghasilkan respon inflamasi yang kuat dan
mengaktifkan komplemen dan agen koagulasi. LPS merupakan penginduksi utama respon
inflamasi seluler yang berperan penting dalam menyebabkan sepsis meningokokus. LPS-
penginduksi disekresi oleh berbagai sitokin dalam embuluh darah yang akhirnya
menyebabkan kerusakan endotel dan kebocoran kapiler, yang mengarah ke nekrosis jaringan
perifer dan kegagalan organ multiple. Hubungan antara tingkat sirkulasi LPS dan tingkat
kematian pada penyakit meningokokus telah terbukti. Dalam darah, N. Meningitidis
mengalami mekanisme pertahanan dari inang, termasuk antibodi / lisis oleh komplemen, serta
opsonofagosistosis. Apabila terdapat gangguan gen pada kapsul dan sintesis LPS, hal ini akan
menyebabkan peningkatan kepekaan meningokokus terhadap serum, ini menunjukkan
pentingnya polisakarida ini untuk bertahan hidup dalam darah. Jumlah polisakarida pada
kapsul juga menunjukkan seberapa resisten bakteri tersebut terhadap mekanisme imunitas
inang.
Gambar 6 : Penetrasi Meningokokus dan mekanisme pertahanan diri pada pembuluh darah
Kapiler di dekat jaringan epitel mukosa adalah titik masuk untuk N. meningitidis ke
dalam darah. Pada in vivo, meningokokus awalnya menghadapi permukaan basolateral sel
endotel dan perlu melintasi di basal ke arah apikal untuk memasuki pembuluh darah tersebut.
Integrin dan HSPGs keduanya diketahui diekspresikan pada permukaan basolateral sel
endotel dan, karenanya, kemungkinan merupakan target penetrasi ke pembuluh darah.
Namun, perlu dicatat bahwa reseptor ini juga apikal dan juga mungkin keluar dari aliran
darah. Setelah dalam darah, hanya meningokokus bentuk kapsul yang mampu untuk bertahan
hidup. Selain itu, meningokokus dapat mengikat sejumlah regulator negatif komplemen
seperti C4bp, faktor H dan vitronektin. Akuisisi faktor tersebut dapat menyebabkan
penurunan komplemen sistem imun secara in vivo. Interaksi dengan sel pembuluh darah
melalui protein adhesins dan reseptor yang sama dan melalui LPS-TLR4 menyebabkan
respon inflamasi yang menyebabkan pelepasan sitokin dan kerusakan sel. Hal ini dapat
menyebabkan penetrasi sel terhalang dan terjadinya kebocoran, hal ini yang menyebabkan
gejala klinis selama sepsis meningokokus, ditandai dalam tahap terakhir oleh ruam petekie.
Kesimpulannya, secara luas diyakini bahwa kunci utama dalam kelangsungan hidup
meningokokus dalam darah adalah meningokokus dalam bentuk kapsul dan LPS. Selain itu,
protein adhesins juga memainkan peran penting dalam penetrasi masuk dan keluar dari
pembuluh darah tersebut serta juga dapat memodulasi respon imun. Namun, bakteremia tidak
diperlukan untuk meningitis, meskipun pembuluh darah adalah rute utama menuju otak.
Mencapai meninges
Dua struktur membentuk BBB: pertama, pleksus koroid, yang terletak di ventrikel dan
dibentuk oleh kuboidal sel epitel dan kedua endotel kapiler. Adhesi di pembuluh darah sangat
dipengaruhi oleh laju alir dan tegangan geser yang dialami oleh meningokokus. pada post-
mortem pemeriksaan histologi dari satu individu, meningokokus diamati mengikuti aliran
kapiler dengan laju rendah dari aliran darah otak. Setelah proses pelekatan, sejumlah kecil
pili bakteri diinternalisasi oleh sel endotel. Hal ini mungkin transitosis lebih lanjut untuk
memasuki meninges. Kerusakan endotel yang disebabkan oleh efek sitopatik LPS
ditingkatkan dengan adanya pili. Selain pili, adhesins lain juga berfungsi dalam adhesi bakteri
dan penetrasi BBB. Eksperimen in vitro telah menunjukkan bahwa meningokokus kurang
protein Opc tidak mampu untuk melintasi sel endotel mikrovaskuler otak manusia monolayer.
Untuk menguji interaksi meningokokus dalam CNS (sistem saraf pusat), digunakan model
meningioma, wakil dari lapisan sel meliputi pia mater dan membran arachnoid
(leptomeninges). Pada bakteri berkapsul, interaksi pilus mendominasi, namun, adanya pilus
tertentu dengan struktur menurunkan kapasitas adhesi, protein Opa juga memediasi
kepatuhan dari berkapsul meningokokus untuk sel meningioma. Peningkatan produksi sitokin
IL-6 dan IL-8 dan menurunkan ekspresi dari kemokin RANTES (regulated upon activation,
normal T-cell expressed and secreted; CCL5) juga diamati pada sel meningioma yang
terinfeksi N. meningitidis. Tanggapan-spesies tertentu, dalam hal produksi sitokin dan
kerusakan sel, mengarahkan pada faktor bakteri dan reseptor inang yang mungkin dalam
peradangan dari themeninges. Dengan demikian, sama dengan kolonisasi dan kelangsungan
hidup dalam darah, SSP mengakibatkan meningitis cenderung melibatkan interaksi dinamis
beberapa faktor bakteri bertindak secara kooperatif.
2.3 Pencegahan dan Pengobatan
1. Pencegahan
Pemberian kemoprofilaksis (antibiotik) kepada orang yang kontak dekat
atau hidup serumah dengan penderita. Vaksin yang dianjurkan adalah jenis
vaksin tetravalen A, C, W135 dan Y. Tindakan pencegahan terhadap
beberapa serogrup telah tersedia untuk jangka waktu yang cukup dalam
bentuk vaksin berbasis kapsul.
Mengurangi kontak langsung dengan penderita dan mengurangi tingkat
kepadatan di lingkungan perumahan dan di lingkungan seperti barak,
sekolah, tenda dan kapal.
Meningkatkan personal hygiene seperti mencuci tangan yang bersih
sebelum makan dan setelah dari toilet.
2. Pengobatan
Pada jam-jam pertama, penderita harus diamati secara intensif karena
shock dapat terjadi setelah penderita mendapat antibiotika. Perlu dimonitor
perkembangan tekanan darah sistolik pada penderita, terutama anak-anak.
Terapi antibiotika harus dimulai sedini mungkin. Pemberian antibiotika yang
terlalu dini menyebabkan bertambah buruknya keadaan klinik penderita
karena antibiotika (terutama dari golongan lactam), karena akan menginduksi
pelepasan endotoksin belum pernah terbukti secara klinis. Sebaliknya,
penundaan terapi antibiotika dapat berakibat meningkatnya proses-proses
bakteriologis dan menyebabkan response peradangan yang berakibat buruk.
Bila pemberian antibiotika dilakukan pada waktu penyakit telah berjalan lanjut
misalnya pada saat lesi iskemik telah berjalan, lebih banyak kuman yang dapat
lolos dari efek antibiotika.
Tabel 2 : Rekomendasi untuk terapi antimikroba empirik untuk purulent meningitis
berdasarkan usia dan kondisi predisposing spesifik (Tunkel et al, 2004)
Pengobatan meningitis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik golongan
β-laktam seperti sefalosporin dan penisilin, yang keresistensinya masih jarang ditemui.
Infeksi meningitis dapat berkembang secara cepat mulai saat pertama kali terjadi infeksi,
sehingga dibutuhkan antibiotik untuk mengurangi tingkat kematian pasien. ( Hill et al, 2010)
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan :
1. Penularan penyakit meningitis dapat terjadi melalui kontak langsung dengan penderita
dan droplet infection yaitu terkena percikan ludah, dahak, ingus, cairan bersin dan
cairan tenggorok penderita. Saluran nafas merupakan port d’entree utama pada
penularan penyakit ini.
2. N. meningitidis mengalami beberapa hambatan selama transmisi, kolonisasi dan
perkembangan penyakit di manusia sebagai satu-satunya inang.
3. Organisme ini telah berevolusi untuk menginfeksi manusia dan dalam melakukannya,
telah memperoleh kisaran faktor virulensi untuk mempertahankan hidup mereka.
4. Meningokokus menginfeksi nasofaring manusia (pada awal infeksi), tetapi mereka
dapat pula menyebabkan infeksi tersebarluaskan seperti septikemia dan meningitis
pada individu yang rentan.
5. Beberapa komponen berperan pada proses masuknya bakteri dan proses infeksi pada
inang oleh N. meningitidis, salah satunya yakni faktor inang (faktor imunitas, gaya
hidup dan genetik)
6. Pengobatan meningitis dapat dilakukan dengan pemberian antibiotik golongan β-
laktam seperti sefalosporin dan penisilin.
DAFTAR PUSTAKA
Caugant, Dominique A. et. al. 1998. Laboratory Methods for the Diagnosis of
Meningitis Caused by Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumoniae, and Haemophilus
influenzae. Centers for Disease Control and Prevention : USA.
Darryl J. H., Natalie J. G., Elena B. and Mumtaz V. 2010. Cellular and molecular
biology of Neisseria meningitidis colonization and invasive disease. Clinical Science. 118,
547–564
Honda, Hitoshi & David K.Warren. 2009. Infections: Meningitis and Brain Abscess.
Infect Dis Clin N Am 23 (2009) 609–62.
Tunkel et al. 2004. Practice Guidelines for the Management of Bacterial Meningitis.
IDSA Guidelines. 2004:39.