Jln. Perintis Kemerdekaan No.65A Padang
WWeebbssiittee :: hhttttpp::////wwwwww..ddiinnkkeess..ssuummbbaarrpprroovv..ggoo..iidd
i
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, berkat rahmat-Nya telah
selesai disusun buku “Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Barat Tahun 2012” yang merupakan kelanjutan dari penerbitan sebelumnya.
Profil Kesehatan adalah salah satu sarana pelaporan hasil pemantauan dan
evaluasi pencapaian hasil pembangunan kesehatan, termasuk kinerja dari
penyelenggaraan pelayanan minimal di bidang kesehatan dan pencapaian target
indikator Millenium Development Goals bidang kesehatan, serta berbagai upaya
yang terkait dengan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan lintas sektor.
Profil Kesehatan berisi berbagai data/informasi yang menggambarkan situasi dan
kondisi kesehatan masyarakat di Provinsi Sumatera Barat.
Diharapkan Profil Kesehatan ini dimanfaatkan dalam pengambilan
keputusan yang didasari kepada data dan informasi (evidence based) serta
digunakan sebagai salah satu rujukan data dan informasi. Kepada instansi dan
unit-unit kerja yang telah membantu dalam pengumpulan data, kami aturkan
terima kasih atas bantuan yang telah diberikan. Semoga Profil Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat ini dapat bermanfaat.
Demi penyempurnaan penerbitan selanjutnya kami mengharapkan saran
perbaikan dari semua pemakai data.
Padang, Juni 2013
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi Sumatera Barat
Dr.Hj.Rosnini Savitri, M.Kes
NIP 19561207 198310 2 001
ii
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR LAMPIRAN vi
BAB I PENDAHULUAN 1
BAB II GAMBARAN UMUM 4
A. Keadaan Geografis 4
B. Keadaan Penduduk 5
C. Administrasi 6
D. Keadaan Pendidikan
E. Keadaan Lingkungan dan Perilaku
6
7
BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN
A. Angka Kematian Bayi
B. Angka Kematian Anak Balita
C. Angka Kematian Ibu
D. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir
10
11
11
12
iii
BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
1. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak
2. Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium
3. Penanggulangan Kurang Gizi
4. Upaya Perbaikan Gizi Institusi ( UPGI ).
B. PROGRAM KESEHATAN IBU
C. PROGRAM KESEHATAN ANAK
D. PROGRAM P2ML
E. PTM (PENYAKIT TIDAK MENULAR)
13
43
47
17
19
20
27
39
57
BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
A. Sarana Kesehatan 59
B. Tenaga Kesehatan 61
BAB VI PENUTUP
LAMPIRAN
iv
Tabel 1 LUAS WILAYAH, JUMLAH DESA/KELURAHAN, JUMLAH PENDUDUK,
JUMLAH RUMAH TANGGA, DAN KEPADATAN PENDUDUK, KABUPATEN
Tabel 2 JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN, KELOMPOK UMUR,
RASIO BEBAN TANGGUNGAN, RASIO JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 3 JUMLAH PENDUDUK MENURUT JENIS KELAMIN DAN KELOMPOK UMUR
Tabel 4 PERSENTASE PENDUDUK BERUMUR 10 TAHUN KE ATAS YANG MELEK
HURUF MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 5 PERSENTASE PENDUDUK LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN BERUSIA 10
TAHUN KE ATAS MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN TERTINGGI YANG
DITAMATKAN, KABUPATEN
Tabel 6 JUMLAH KELAHIRAN MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 7 JUMLAH KEMATIAN BAYI DAN BALITA MENURUT JENIS KELAMIN,
KABUPATEN
Tabel 8 JUMLAH KEMATIAN IBU MENURUT KELOMPOK UMUR, KABUPATEN
Tabel 9 JUMLAH KASUS AFP (NON POLIO) DAN AFP RATE (NON POLIO)
KABUPATEN
Tabel 10 JUMLAH KASUS BARU TB PARU DAN KEMATIAN AKIBAT TB PARU
MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 11 JUMLAH KASUS DAN ANGKA PENEMUAN KASUS TB PARU BTA+
MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 12 JUMLAH KASUS DAN KESEMBUHAN TB PARU BTA+ MENURUT JENIS
KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 13 PENEMUAN KASUS PNEUMONIA BALITA MENURUT JENIS KEL, KAB.
v
Tabel 14 JUMLAH KASUS BARU HIV, AIDS, DAN INFEKSI MENULAR SEKSUAL
LAINNYA MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 15 PERSENTASE DONOR DARAH DISKRINING TERHADAP HIV MENURUT
JENIS KELAMIN
Tabel 16 KASUS DIARE YANG DITANGANI MENURUT JENIS KELAMIN,
KABUPATEN
Tabel 17 JUMLAH KASUS BARU KUSTA MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 18 KASUS BARU KUSTA 0-14 TAHUN DAN CACAT TINGKAT 2 MENURUT
JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 19 JUMLAH KASUS DAN ANGKA PREVALENSI PENYAKIT KUSTA MENURUT
JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 20 PERSENTASE PENDERITA KUSTA SELESAI BEROBAT MENURUT JENIS
KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 21 JUMLAH KASUS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI
(PD3I) MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 22 JUMLAH KASUS PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI
(PD3I) MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 23 JUMLAH KASUS DBD MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 24 KESAKITAN DAN KEMATIAN AKIBAT MALARIA MENURUT JENIS
KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 25 PENDERITA FILARIASIS DITANGANI MENURUT JENIS KELAMIN,
KABUPATEN
Tabel 26 BAYI BERAT BADAN LAHIR RENDAH MENURUT JENIS KELAMIN,
KABUPATEN
Tabel 27 STATUS GIZI BALITA MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
vi
Tabel 28 CAKUPAN KUNJUNGAN IBU HAMIL, PERSALINAN DITOLONG TENAGA
KESEHATAN DAN PELAYANAN KESEHATAN IBU NIFAS
Tabel 29 PERSENTASE CAKUPAN IMUNISASI TT PADA IBU HAMIL KABUPATEN
Tabel 30 JUMLAH IBU HAMIL YANG MENDAPATKAN TABLET FE1 DAN FE3,
KABUPATEN
Tabel 31 JUMLAH DAN PERSENTASE IBU HAMIL DAN NEONATUS RISIKO
TINGGI/KOMPLIKASI DITANGANI MENURUT JENIS KELAMIN,
KABUPATEN
Tabel 32 CAKUPAN PEMBERIAN VITAMIN A PADA BAYI, ANAK BALITA DAN IBU
NIFAS MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 33 PROPORSI PESERTA KB AKTIF MENURUT JENIS KONTRASEPSI,
KABUPATEN
Tabel 34 PROPORSI PESERTA KB BARU MENURUT JENIS KONTRASEPSI,
KABUPATEN
Tabel 35 JUMLAH PESERTA KB BARU DAN KB AKTIF, KABUPATEN
Tabel 36 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATUS MENURUT JENIS KELAMIN,
KABUPATEN
Tabel 37 CAKUPAN KUNJUNGAN BAYI MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 38 CAKUPAN DESA/KELURAHAN UCI, KABUPATEN
Tabel 39 CAKUPAN IMUNISASI DPT, HB, DAN CAMPAK PADA BAYI MENURUT
JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 40 CAKUPAN IMUNISASI BCG DAN POLIO PADA BAYI MENURUT JENIS
KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 41 JUMLAH BAYI YANG DIBERI ASI EKSKLUSIF MENURUT JENIS KELAMIN,
KABUPATEN
vii
Tabel 42 PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI ANAK USIA 6-23 BULAN
KELUARGA MISKIN MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 43 CAKUPAN PELAYANAN ANAK BALITA MENURUT JENIS KELAMIN,
KABUPATEN
Tabel 44 JUMLAH BALITA DITIMBANG MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 45 CAKUPAN BALITA GIZI BURUK YANG MENDAPAT PERAWATAN
MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 46 CAKUPAN PENJARINGAN KESEHATAN SISWA SD & SETINGKAT
MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 47 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN SISWA SD DAN SETINGKAT
MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 48 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN USIA LANJUT MENURUT JENIS
KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 49 PERSENTASE SARANA KESEHATAN DENGAN KEMAMPUAN PELAYANAN
GAWAT DARURAT (GADAR ) LEVEL I
Tabel 50 JUMLAH PENDERITA DAN KEMATIAN PADA KLB MENURUT JENIS KLB
Tabel 51 DESA/KELURAHAN TERKENA KLB YANG DITANGANI < 24 JAM,
KABUPATEN
Tabel 52 PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT MENURUT JENIS KELAMIN,
KABUPATEN
Tabel 53 PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT PADA ANAK SD DAN
SETINGKAT MENURUT JENIS KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 54 JUMLAH KEGIATAN PENYULUHAN KESEHATAN
Tabel 55 CAKUPAN JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PRA BAYAR
MENURUT JENIS JAMINAN, JENIS KELAMIN, KABUPATEN
viii
Tabel 56 CAKUPAN PELAYANAN RAWAT JALAN MASYARAKAT MISKIN (DAN
HAMPIR MISKIN) MENURUT STRATA SARANA KESEHATAN, JENIS
KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 57 CAKUPAN PELAYANAN RAWAT INAP MASYARAKAT MISKIN (DAN
HAMPIR MISKIN) MENURUT STRATA SARANA KESEHATAN, JENIS
KELAMIN, KABUPATEN
Tabel 58 JUMLAH KUNJUNGAN RAWAT JALAN , RAWAT INAP, DAN KUNJUNGAN
GANGGUAN JIWA DI SARANA PELAYANAN KESEHATAN
Tabel 59 ANGKA KEMATIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT
Tabel 60 INDIKATOR KINERJA PELAYANAN DI RUMAH SAKIT
Tabel 61 PERSENTASE RUMAH TANGGA BERPERILAKU HIDUP BERSIH DAN
SEHAT, KABUPATEN
Tabel 62 PERSENTASE RUMAH SEHAT, KABUPATEN
Tabel 63 PERSENTASE RUMAH/BANGUNAN BEBAS JENTIK NYAMUK AEDES,
KABUPATEN
Tabel 64 PERSENTASE KELUARGA MENURUT JENIS SARANA AIR BERSIH YANG
DIGUNAKAN, KABUPATEN
Tabel 65 PERSENTASE KELUARGA MENURUT SUMBER AIR MINUM YANG
DIGUNAKAN, KABUPATEN
Tabel 66 PERSENTASE KELUARGA DENGAN KEPEMILIKAN SARANA SANITASI
DASAR MENURUT KABUPATEN
Tabel 67 PERSENTASE TEMPAT UMUM DAN PENGELOLAAN MAKANAN (TUPM)
SEHAT, KABUPATEN
Tabel 68 PERSENTASE INSTITUSI DIBINA KESEHATAN LINGKUNGANNYA
MENURUT KABUPATEN
Tabel 69 KETERSEDIAAN OBAT MENURUT JENIS OBAT
ix
Tabel 70 JUMLAH SARANA PELAYANAN KESEHATAN MENURUT KEPEMILIKAN
Tabel 71 SARANA PELAYANAN KESEHATAN DENGAN KEMAMPUAN LABKES DAN
MEMILIKI 4 SPESIALIS DASAR
Tabel 72 JUMLAH POSYANDU MENURUT STRATA, KABUPATEN
Tabel 73 UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT (UKBM),
KABUPATEN
Tabel 74 JUMLAH TENAGA MEDIS DI SARANA KESEHATAN
Tabel 75 JUMLAH TENAGA KEPERAWATAN DI SARANA KESEHATAN
Tabel 76 JUMLAH TENAGA KEFARMASIAN DAN GIZI DI SARANA KESEHATAN
Tabel 77 JUMLAH TENAGA KESEHATAN MASYARAKAT DAN SANITASI DI SARANA
KESEHATAN
Tabel 78 JUMLAH TENAGA TEKNISI MEDIS DAN FISIOTERAPIS DI SARANA
KESEHATAN
Tabel 79 ANGGARAN KESEHATAN KABUPATEN/KOTA, PROVINSI SUMATERA
BARAT
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat adalah gambaran situasi kesehatan di
Provinsi Sumatera Barat yang diterbitkan setiap tahun sekali. Maksud diterbitkannya
profil ini adalah untuk menampilkan berbagai data tentang kesehatan dan data pendukung
lain yang dideskripsikan dengan analisis dan ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik.
Sedangkan tujuan yang ingin dicapai adalah tersampaikannya informasi kesehatan yang
merupakan pencapaian Pembangunan Kesehatan Tahun 2012.
Salah satu keluaran dari penyelenggaraan sistem informasi kesehatan adalah
Profil Kesehatan, yang merupakan salah satu paket penyajian data/informasi kesehatan
yang relative lengkap, berisi data/informasi derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber
daya kesehatan dan data/informasi yang terkait lainnya yang terbit setiap tahun. Profil
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012 disusun berdasarkan data/informasi
yang didapatkan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, pengelola program di
lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat dan Lembaga/Badan yang terkait.
Penyusunan Profil Kesehatan Tahun 2012 ini mengacu pada Pedoman Tekhnis
Penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten/Kota (edisi data terpilah jenis kelamin) yang
dikeluarkan Pusat Data dan Informasi Kesehatan Kementerian Kesehatan RI tahun 2011
yang dikuatkan dengan Surat Edaran Sekretaris Jendral Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia No : IR.01.01/VI/062/2011 tanggal 18 Januari 2013
2
B. TUJUAN PROFIL KESEHATAN PROVINSI SUMATERA BARAT
Profil Kesehatan Provinsi Sumatera Barat merupakan salah satu sarana yang
dapat digunakan untuk melaporkan hasil pemantauan dan evaluasi terhadap pencapaian
hasil pembangunan kesehatan, termasuk kinerja dari penyelenggaraan Standar
Pelayanan Minimal (SPM) di bidang kesehatan, dan pencapaian target indikator
Millenium Development Goals (MDGs) bidang kesehatan, serta berbagai upaya terkait
dengan pembangunan kesehatan yang diselenggarakan lintas sektor seperti Badan Pusat
Statistik.
C. SISTEMATIKA
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini berisikan tentang Latar Belakang disusunnya Profil Kesehatan, tujuan serta isi
secara ringkas dari Profil Kesehatan serta Sistematika dari penyajiannya.
BAB II : GAMBARAN UMUM
Pada bab ini diuraikan keadaan umum daerah. Selain uraian tentang letak geografis,
administratif dan informasi umum lainnya, bab ini juga mengulas faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap kesehatan dan faktor-faktor lainnya seperti kependudukan,
ekonomi, sosial budaya dan lingkungan.
BAB III : SITUASI DERAJAT KESEHATAN
Dalam bab ini diuraikan tentang indikator mengenai angka kematian, angka harapan
hidup, angka kesakitan dan angka status gizi masyarakat.
3
BAB IV : SITUASI UPAYA KESEHATAN
Bab ini menguraikan tentang pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan
dan penunjang, pemberantasan penyakit menular, pembinaan lingkungan dan sanitasi
dasar, perbaikan gizi masyarakat, pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan, pelayanan
kesehatan dalam situasi bencana. Upaya pelayanan kesehatan yang diuraikan dalam
bab ini juga mengakomodir kinerja Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang
Kesehatan serta upaya pelayanan kesehatan lainnya.
BAB V : SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, pembiayaan kesehatan
dan sumber daya kesehatan lainnya.
BAB VI : SIMPULAN
Bab ini menyajikan tentang hal-hal penting yang perlu disimak dan ditelaah lebih lanjut
dari profil kesehatan berdasarkan hasil analisis sederhana dari masing-masing hasil
pelaksanaan program kesehatan. Selain keberhasilan-keberhasilan yang perlu dicatat,
bab ini juga mengemukakan hal-hal yang dianggap masih kurang dalam rangka
penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
LAMPIRAN
Pada lampiran berisi resume/angka pencapaian program kesehatan dengan 79 tabel
data yang merupakan gabungan tabel indikator Kabupaten/Kota dari semua
Kabupaten/Kota dan indikator pencapaian kinerja Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan.
4
BAB II
GAMBARAN UMUM
A. KEADAAN GEOGRAFIS
Sumatera Barat yang terletak di sebelah barat pulau Sumatera mempunyai letak
geografis yang strategis antara kawasan sebelah utara dan kawasan timur pulau Sumatera
dengan pulau Jawa disebelah selatan. Provinsi Sumatera Barat mempunyai luas
42.229.730 km2* dengan topografi yang datar dan bergelombang sampai bergunung
yang merupakan bagian dan jajaran pegunungan Bukit Barisan dengan luas perairan laut
diperkirakan ± 186.500 Km2.
Batas wilayah Provinsi Sumatera Barat terletak disepanjang pinggiran pantai barat
pulau Sumatera yang berada antara 0 - 54’ Lintang Utara sampai 3 - 30’ Lintang Selatan
serta antara 98 36’ sampai 101 53’ Bujur Timur. Provinsi Sumatera Barat yang terdiri dari
19 kabupaten/kota (12 Kabupaten dan 7 Kota) diantaranya Kabupaten Kepulauan
Mentawai memiliki wilayah terluas, yaitu 6.001,00 Km2 atau sekitar 14,21 % dari luas
Provinsi Sumatera Barat. Sedangkan kota Padang Panjang memiliki luas daerah terkecil,
yakni 23,00 Km2 (0,05 %). Provinsi Sumatera Barat terletak di sebelah barat pulau
Sumatera dan sekaligus berbatasan langsung dengan Samudera Indonesia, Provinsi Riau,
Provinsi Jambi, Provinsi Bengkulu dan Provinsi Sumatera Utara
Iklim Sumatera Barat tergolong iklim tropis dengan rata-rata suhu 25,5 derajad
Celcius dan rata-rata kelembaban yang tinggi yaitu 86,17 % dengan tekanan udara rata-
rata berkisar 997,03 mb.
5
B. KEADAAN PENDUDUK
Sesuai dengan data dari BPS Provinsi Sumatera Barat, jumlah penduduk Provinsi
Sumatera Barat pada tahun 2012 tercatat sebesar 4.904.460 jiwa*, dengan tingkat
kepadatan 115 jiwa per km2. Kepadatan penduduk Provinsi Sumatera Barat tidak merata,
kepadatan penduduk tertinggi adalah di Kota Bukittinggi dengan kepadatan penduduk
4.500 jiwa/km2. Komposisi penduduk Provinsi Sumatera Barat menurut kelompok umur,
menunjukkan bahwa penduduk yang berusia muda (65 tahun) sebesar
5,6 %. Angka Beban Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk Provinsi Sumatera Barat
pada tahun 2011, sebesar 59,43
C. ADMINISTRASI
Provinsi Sumatera Barat pada tahun 2012 mempunyai wilayah administrasi terdiri
atas 12 (dua belas) Kabupaten dan 7 (tujuh) Kota, dengan pengembangan/pemekaran 3
(tiga) Kabupaten yang relatif muda yaitu Pasaman Barat , Dhamasraya dan Solok Selatan
sehingga terjadi perubahan jumlah kecamatan di Provinsi Sumatera Barat, menjadi 176
kecamatan dengan jumlah nagari sebanyak 648 nagari, 260 kelurahan, 125 desa dan 3.640
jorong / kampung * (SDBA)
D. KEADAAN PENDIDIKAN
Keadaan pendidikan di Provinsi Sumatera Barat dapat dilihat dari kemampuan
baca tulis penduduk yang tercermin dari Angka Melek Huruf. Persentase penduduk
berumur 15 – 64 tahun ke atas yang buta huruf sebesar 2,65 %.
6
Pendidikan berkaitan erat dengan peningkatan sumber daya manusia. Ada beberapa
ukuran yang dapat digunakan untuk melihat kualitas pendidikan, antara lain menilai
tingkat intelegensia, kreativitas/inovasi dan kemampuan lain dari lulusannya. Ukuran-
ukuran tersebut relatif sulit untuk diterapkan, sehingga tidak cocok untuk ruang lingkup
yang luas. Akibatnya kualitas pendidikan jarang digunakan untuk menilai keberhasilan
pembangunan.
E. KEADAAN LINGKUNGAN DAN PERILAKU
Lingkungan merupakan salah satu variabel yang kerap mendapat perhatian khusus
karena lingkungan merupakan media penularan penyakit. Untuk itu maka penanganan
lingkungan perlu dilakukan. Disini dapat dilihat gambaran keadaan lingkungan terutama
dari indikator-indikator persentase rumah sehat dan persentase tempat-tempat umum serta
tempat pengelolaan makanan sehat. Disamping itu ada juga indikator lain yang sangat
menunjang keadaan suatu lingkungan yang sehat antara lain persentase keluarga yang
memiliki akses terhadap air bersih, gambaran masing-masing indikator lingkungan
diantaranya adalah :
1. Cakupan Rumah Sehat
Cakupan rumah yang memenuhi syarat 56,26 % masih jauh dari target 80 % dan
umumnya semua Kabupaten/Kota masih di bawah target. Rumah sehat ini banyak faktor
yang mempengaruhinya, antara lain tingkat ekonomi dan tingkat pendidikan masyarakat
sangat mempengaruhi perilaku masyarakat itu sendiri dan masyarakat lebih mementingkan
kehidupannya untuk makan dari pada kebersihan diri dan lingkungannya (Rumah sehat,
limbah, sampah dan jamban keluarga serta air bersih). Sebagaimana kita ketahui bahwa
7
rumah yang dikatakan memenuhi syarat kesehatan selain keadaan rumah, lingkungan di
sekitar rumah juga termasuk harus memenuhi syarat kesehatan seperti pengelolaan
sampah, pengelolaan limbah, jamban dan kandang ternak yang ada di sekitar rumah. Ini
dapat kita lihat untuk pengelolaan sampah dan limbah yang memenuhi syarat hanya
47,93% untuk sampah dan limbah 47,97%. Cakupan rumah sehat Kabupaten/Kota pada
umumnya di bawah 60%.
Grafik. 4.26 Pencapaian Cakupan Rumah Sehat Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012
Untuk meningkatkan cakupan rumah sehat ini perlu dilakukan peningkatan penyuluhan dan
pemantauan ke lapangan dengan menggunakan kartu rumah, sehingga pemilik / penghuni
dapat merobah perilakunyadalam pengelolaan lingkungan rumah menjadi lebih sehat
2. Cakupan Air Limbah Rumah Tangga
Untuk cakupan air limbah rumah tangga ini baru mencapai 51,79% yang masih jauh dari
target yaitu 80%. Sama halnya dengan cakupan rumah sehat karena rumah dikatakan sehat
telah terpenuhi salah satunya pengelolaan air limbah dengan baik sehinga tidak menimbulkan
pencemaran lingkungan dan menjadi sarang vector penyakit. Pada umumnya Kabupaten/Kota
8
masih di bawah 50%. Hal ini disebabkan belum adanya riol kota seperti di perkotaan,
mengingat masih luasnya perkarangan rumah yang dapat digunakan untuk menampung air
limbah dengan membuat lobang sendiri di halaman belakang rumah akan tetapi tidak dikelola
dengan baik sehinga menjadi sarang vector penyakit dan menimbulkan bau yang tidak enak
Grafik. 4.27
Pencapaian Cakupan Limbah Provinsi Sumatera Barat 2012
Untuk menanggulangi ini perlu adanya penyuluhan terhadap masyarakat untuk mengelola
limbah dengan baik dan diusahakan air limbah tidak tergenang sehingga tidak menjadi media
penyakit. Lebih meningkatkan koordinasi dengan lintas terkait dalam pengelolaan limbah
terutama dengan Dinas Kebersihan Kota.
3. Cakupan Sampah Yang Sehat
Pengelolaan sampah yang memenuhi syarat kesehatan 55.36% ini lebih baik dibandingkan
dengan pengelolaan limbah 51.79% (dengan target 80%). Dan juga untuk daerah kota maupun
ibu kota kabupaten sudah ada yang bertanggung jawab dengan pengelolaan sampah ini seperti
adanya Dinas Kebersihan. Untuk desa belum ada dikelola dengan baik. Pengelolaan sampah
9
hanya menjadi tanggung jawab sendiri oleh masyarakat yang hanya dibuang di belakang rumah
atau dibuang ke sungai.
Untuk peningkatan cakupan ini dilakukan peningkatan penyuluhan terhadap masyarakat dan
peningkatan koordinasi lintas sektor yang terkait dalam pengelolaan sampah terutama
pembuangan dari rumah-rumah.
Grafik. 4. 28 Pencapaian Cakupan Sampah Sehat Prov. Sumbar 2012
4. Cakupan Tempat-Tempat Umum (TTU) Sehat
Tempat-tempat umum ini merupakan tempat berkumpulnya orang banyak, sehingga agak sulit
untuk pengelolaannya terutama untuk kebersihan lingkungannya seperti pasar, tempat wisata,
bioskop hotel, penginapan dan lain-lain. Untuk tempat-tempat umum ini yang menjadi masalah
terutama air bersih dan sanitasi dasar (jamban. sampah dan limbah).
Untuk TTU cakupan tahun 2012 baru mencapai 57,57% dengan target 80%. Sebagian dari Kota
sudah mencapai target dalam pengelolaannya. Tempat-tempat umum ini yang paling susah
10
mengelolanya adalah sampah, ini sangat tergantung juga dengan perilaku dari masyarakat
pengunjungnya dimana telah disediakan tempat sampah akan tetapi masyarakat masih
membuang sampah disembarangan tempat seperti di pasar dan lokasi wisata. Penyediaan air
bersih yang selalu menjadi masalah karena ketersediaan air yang kurang untuk membersihkan
sehinga mengakibatkkan jamban umum akan kotor.
Grafik. 4.29 Pencapaian Cakupan Tempat-Tempat Umum (TTU) Sehat
Provinsi Sumatera Barat 2012
Untuk meningkatkan cakupan ini lebih ditingkatkannya koordinasi lintas sektor terkait dengan
TTU dan adanya Perda dalam penertiban pengelolaan tempat –tempat umum
5. Cakupan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) sehat
Yang termasuk dalam Tempat Pengelolaan Makanan ini antara lain : restoran/rumah makan,
kaki lima, kantin sekolah, warung kopi dan lain-lain. Cakupan untuk tahun 2012 baru mencapai
54,68% dari target 65%. Hal ini juga masih didominasi oleh kota yang pada umumnya sudah
mencapai target. Tempat pengelolaan makanan ini yang sering menjadi masalah juga sampah,
11
limbah dan kamar mandi/jamban. Hal ini berdasarkan hasil tinjauan/pengawasan lapangan
sangat erat hubungannya dengan perilaku dari orang-orang yang terlibat dengan pengelolaan
tempat makanan tersebut.
Untuk TPM ini masih dikelola oleh masing-masing pribadi, disini pada pelaku TPM masih
mementingkan penjualan dari pada kesehatan lingkungannya, umumnya TPM ini merupakan
mata pencarian masyarakat kelas ekonomi menengah ke bawah.
Grafik 4.30 Pencapaian Cakupan Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)
Sehat Provinsi Sumatera Barat 2012
Untuk meningkatkan cakupan ini lebih ditingkatkannya koordinasi lintas sektor terkait dan
adanya perda dalam penertiban pengelolaan tempat pengelolaan makanan.
6. Posyandu
Dalam rangka meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat berbagai
upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan sumber daya yang ada di masyarakat.
Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat
(UKBM) yang paling dikenal oleh masyarakat, posyandu menyelenggarakan minimal 5 (lima)
12
program dan kegiatan prioritas. Pencapaian tahun 2012 jumlah posyandu 7.042 dengan jumlah
kadernya 35.210 orang
13
BAB III
SITUASI DERAJAD KESEHATAN
Derajad kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor
tersebut tidak hanya berasal dari sektor kesehatan seperti pelayanan kesehatan dan
ketersediaan sarana dan prasarana, melainkan juga dipengaruhi faktor ekonomi,
pendidikan, lingkungan sosial, keturunan dan faktor lainnya. Situasi derajat kesehatan
masyarakat dapat tercermin melalui angka morbiditas, mortalitas dan status gizi. Pada bab
berikut ini situasi derajat kesehatan di Provinsi Sumatera Barat digambarkan melalui
Angka Kematian Bayi (AKB), Angka Kematian Balita (AKABA), Angka Kematian Ibu
(AKI) dan angka morbiditas beberapa peyakit.
Mortalitas merupakan angka kematian yang terjadi pada kurun waktu dan
tempat tertentu yang diakibatkan oleh keadaan tertentu, dapat berupa penyakit maupun
sebab lainnya. Angka Kematian yang disajikan pada bab ini yaitu AKB, AKABA, AKI
dan Angka Kematian Kasar (AKK).
A. Angka Kematian Bayi (AKB)
Angka Kematian Bayi (AKB) dapat didefinisikan sebagai banyaknya bayi yang
meninggal sebelum mencapai usia 1 tahun yang dinyatakan dalam 1.000 kelahiran
hidup pada tahun yang sama. AKB merupakan indikator yang biasanya digunakan
untuk menentukan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu banyak upaya kesehatan
yang dilakukan dalam rangka menurunkan AKB
Angka kematian bayi (AKB) juga merupakan salah satu indikator dari derajat
14
kesehatan dan merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam tujuan
pembangunan millenium yaitu MDGs 4 yaitu mengurangi kematian Bayi menjadi
24/1000 kelahiran hidup.
Dari hasil survei yang dilakukan AKB juga telah menunjukkan penurunan dari waktu
ke waktu. Berdasarkan SDKI 2007, AKB di Indonesia maupun di Sumatera Barat
sudah mengalami penurunan menjadi 34/1000 Kelahiran Hidup (Baseline tahun 1991
68/1000 Kelahiran Hidup).
Di Provinsi Sumatera Barat, AKB berdasarkan survey FK Unand tahun 2008 adalah
sebesar 28/1000 kelahiran hidup. Dibandingkan data Nasional, angka kematian bayi di
Sumatera Barat sudah lebih rendah, Berdasarkan prediksi dari Kementerian Kesehatan
RI tahun 2010, Kematian bayi di Provinsi Sumatera Barat sudah berada di pita biru.
AKB tahun 2012 belum dapat ditentukan karena yang berwenang untuk mengeluarkan
data AKB adalah Badan Pusat Statistik. Namun data jumlah kematian, kematian bayi
di Provisnsi Sumatera Barat sudah mengalami penurunan dari 1047 orang pada tahun
2011 menjadi 721 orang pada tahun 2012
B. Angka Kematian Ibu (AKI)
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator untuk melihat
derajat kesehatan perempuan. Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target
yang telah ditentukan dalam tujuan pembangunan millenium pada tujuan ke 5 yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015
adalah mengurangi sampai ¾ resiko jumlah kematian ibu. Dari hasil survei yang
dilakukan dan juga data capaian program, AKI telah menunjukkan penurunan dari
15
waktu ke waktu, namun demikian upaya untuk mewujudkan target tujuan
pembangunan millenium masih membutuhkan komitmen dan usaha keras yang
terus menerus. AKI juga dapat digunakan dalam pemantauan kematian terkait
dengan kehamilan. Indikator ini dapat dipengaruhi status kesehatan secara umum,
pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan. Sensitifitas AKI
terhadap perbaikan pelayanan kesehatan menjadikannya indikator keberhasilan
pembangunan kesehatan
Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dari derajat kesehatan.
Angka kematian ibu juga merupakan salah satu target yang telah ditentukan dalam
tujuan pembangunan millenium yaitu tujuan MDGs 5 yaitu meningkatkan kesehatan
ibu dimana target yang akan dicapai sampai tahun 2015 adalah mengurangi sampai ¾
resiko jumlah kematian ibu.
Dari hasil survey yang dilakukan ternyata pencapaian AKI telah menunjukkan
penurunan. Berdasarkan SDKI 2002 AKI di Indonesia sebesar 307/100.000 kelahiran
hidup sedangkan pada tahun 2008, berdasarkan hasil SDKI, AKI di Indonesia sebesar
228/100.000 Kelahiran Hidup.
Data pencapaian AKI di Provinsi Sumatera Barat telah memperlihatkan percepatan penurunan.
Berdasarkan Survei Fakultas Kedokteran Universiatas Andalas tahun 2008, AKI di Sumatera
Barat sebesar 212 /100.000 Kelahiran Hidup. Tahun 2012, AKI belum dapat ditentukan karena
yang berwenang untuk mengeluarkan AKI adalah Badan Pusat Statistik. Namun dilhat dari
kejadian jumlah kematian, jumlah kematian ibu di Provisnsi Sumatera Barat sudah mengalami
penurunan dari 129 orang pada tahun 2011 menjadi 99 orang pada tahun 2012
16
C. Umur Harapan Hidup Waktu Lahir
Derajat kesehatan masyarakat juga dapat diukur dengan melihat besarnya Umur Harapan
Hidup Waktu Lahir (UHH). Umur Harapan Hidup pada saat lahir (eo) adalah hasil
perhitungan proyeksi yang sering dipakai sebagai salah satu Indikator Kesejahteraan Rakyat.
Dengan asumsi kecenderungan Angka Kematian Bayi (AKB) menurun serta perubahan
susunan umur penduduk. Selain itu, UHH juga menjadi salah satu indikator yang
diperhitungkan dalam menilai Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Kondisi UHH di
Provinsi Sumatera Barat dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan.
Usia harapan hidup di Sumatera Barat pada tahun 2011 adalah 69,76 tahun angka ini lebih
tinggi dibandingkan data nasional yaitu 65.65 tahun.
Jika dilihat dari 15 program yang mendukung pencapaian target usia harapan hidup terlihat
bahwa penurunan AKI dan AKB telah dapat dicapai yaitu AKI 212/100.000 KH dan AKB
28/1000KH, prevalensi BBLR pada tahun 2010 menurut Riskesdas sudah dapat diturunkan
menjadi 6% angka ini lebih rendah dibandingkan data Nasional yaitu 11%. Prevalensi gizi
kurang berdasarkan berat dan tinggi badan (jumlah status gizi kurang berdasarkan BB/TB)
tahun 2007 15,3% telah turun menjadi 8,2% tahun 2010 dan menjadi 7,2% tahun 2011,
persalinan oleh tenaga kesehatan pada tahun 2010 menurut Riskesdas telah mencapai 86,9%.
17
BAB IV
SITUASI UPAYA KESEHATAN
A. PELAYANAN KESEHATAN DASAR
1. Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK)
1.1. Penanggulangan Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY)
a . Distribusi Kapsul Yodium.
Distribusi kapsul yodium tahun 2012 telah dilaksanakan. Pendistribusian kapsul
diberikan pada nagari dengan endemisitas GAKY sesuai dengan hasil pemeriksaan
urine pada WUS tahun 2009
b. Pemantauan Garam Beryodium.
Pemantauan Garam beryodium dilaksanakan pada anak SD. Ada 6 Kab/Kota yang
belum menyerahkan data hasil pemantauan garam beryodium yaitu Kab. Dharmasraya,
Kab. Padang Pariaman, Kab. Pasaman Barat, Kab. Mentawai, Kota Padang Panjang
dan Kota Bukittinggi
Jika dilihat keluarga yang mengkonsumsi garam beryodium tahun 2012 (98.7%) sudah
berada di atas target yang ditetapkan yaitu 80 %. Ada 1 Kab yang masih berada
dibawah target yang ditetapkan yaitu Kabupaten Agam (66,7%) dan Kabupaten/Kota
yang paling tinggi adalah Kota Sawahlunto (99,5%)
18
1.2 Penanggulangan kekurangan Vitamin A
a. Distribusi Kapsul Vitamin A pada bayi (6-11 bulan)
Cakupan distribusi Kapsul Vitamin A pada bayi tahun 2012 dapat dilihat pada
grafik berikut:
Pada tahun 2012 pencapaian distribusi kapsul Vitamin A pada bayi untuk Provinsi
Sumbar 82.9. Angka ini sudah berada di atas target yang ditetapkan yaitu 80 % .
Pencapaian terendah pada Kabupaten 50 Kota ( 67.67 % ) dan pencapaian tertinggi
Kabupaten Mentawai yaitu 96.15 %.
b. Distribusi Kapsul Vitamin A Pada anak balita (12-59 bulan)
Pada tahun 2012 cakupan distribusi kapsul Vit A pada anak balita 83. 3 % dan
angka tersebut sudah berada di atas target yang ditetapkan yaitu 80 %. Pencapaian
terendah pada Kab. Mentawai ( 55.87 % ) dan tertinggi pada Kab. Sjunjung 98.25 %.
19
C. Distribusi Kapsul Vitamn A Pada Anak Balita (6-59 bulan)
Cakupan distribusi kapsul vitamin A Tahun 2012 mengalami penurunan
dari 86,7% (2011) menjadi 83,3 % 2012 walaupun demikian persentase ini sudah
berada di atas target (80%). Penyebab turunnya persentase tersebut dikarenakan
terdapatnya perbedaan sasaran. Kabupaten/Kota yang paling rendah cakupannya
yaitu Kab Mentawai 60.48% dan yang paling tinggi adalah Kab Sijunjung 97.27%
1. 3. Penanggulangan Anemia Gizi
Distribusi Tablet Besi
Penanggulangan anemia gizi merupakan salah satu kegiatan pokok pada program
UPGK yakni dengan memberikan tablet besi kepada kelompok sasaran (ibu hamil).
Untuk tahun 2012 target cakupan adalah 78%
Distribusi cakupan tablet besi untuk Prop.Sumbar tahun 2012 dapat dilihat pada
grafik berikut :
20
Pada grafik terlihat bahwa rata-rata cakupan tablet besi di Provinsi Sumatera Barat
adalah sebesar 78.9 %. Angka ini berada di bawah angka cakupan Propinsi tahun
2011 ( 84.7 %) walaupun demkian cakupan tahun 2012 masih berada di atas target
yang ditetapkan yaitu 78 %. Pencapaian tertinggi pada Kota Solok ( 93.6% ) dan
terendah pada Kab. Mentawai (28.9 % ).
1.4 Penanggulangan kurang Gizi Pada Balita dan Bayi
a. Anak Baduta 12 -24 bulan mendapatkan MP-ASI
Penanggulangan kurang gizi pada balita adalah dengan jalan pemberian MP-ASI
pada pada anak baduta ( 12 – 24 bln ) sebanyak 2242 balita dalam bentuk biskuit .
dan Pemberian MP-ASI bayi (6 -11 bln) diberikan kepada 716 bayi selama 3 bulan
yang tujuannya untuk meningkatkan status gizi, juga untuk mempertahankan jangan
sampai menjadi gizi buruk. Pemberian MP-ASI ini diprioritaskan kepada Balita
dengan status gizi kurang Gakin di 19 Kabupaten/Kota
b. Balita Gizi buruk mendapatkan perawatan
Jumlah balita gizi buruk yang mendapatkan perawatan tahun 2012 adalah 547
orang.
Grafik kasus Gizi Buruk per Kabupaten/Kota Tahun 2012 dapat dilihat sebagi
berikut:
21
Semua balita gizi buruk sudah mendapatkan perawatan sesuai dengan 10 langkah
penatalaksanaan kasus gizi buruk baik secara rawat inap maupun rawat jalan. Di
Provinsi Sumatera Barat sudah ada 15 Klinik gizi buruk yang tersebar di 9
Kab/Kota yaitu Kota Padang ( Hc. Nanggalo ), Kab. Pasaman ( Hc, Pegangbaru),
Kab. Agam ( Hc. Pekan Kamis, Hc, Lubuk Basung), Kota Solok ( Hc. Tanah
Garam), Kab. Solok Selatan ( Hc. Lubuk Gadang), Kab. Dharamsraya ( Hc. Sungai
Rumbai, Hc. Koto Baru, Hc. Sitiung I ), Kab. Tanah Datar ( RS Ali Hanafiah ),
Kab. Lima Puluh Kota ( Hc. Dangung-dagung, Hc. Kapur IX, Hc. Pangkalan ) dan
Kota Pariaman ( Hc. Kampung Baru Padusunan)
2. Sistim Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG)
2.1. Penimbangan Bulanan
Penimbangan bulanan merupakan kegiatan rutin yang dilakukan oleh setiap
posyandu, untuk memantau pertumbuhan balita setiap bulan. Indikator yang
digunakan untuk melihat pencapaian penimbangan bulanan adalah :
22
a. Indikator (D/S).
Indikator D/S digunakan untuk melihat tingkat partisipasi masyarakat. Pencapaian
D/S untuk tahun 2012 ( 75.5 % ) angka ini lebih tinggi dari target yang ditetapkan
yaitu 75%. Jika dibandingkan dengan tahun 2011 pencapaian tahun 2012 lebih
tinggi, dimana pencapaian pada tahun 2011 (70.5 %).
b .Indikator N/D’
Indikator N/D’ digunakan untuk melihat pencapaian program. Pencapaian N/D’
untuk tahun 2012 ( 83.5 %) lebih tinggi dari target yang telah ditetapkan yaitu 80
%.
c. Indikator BGM/D.
Indikator BGM/D digunakan untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap
memburuknya keadaan gizi balita . Target yang ditetapkan adalah 1.5 %.
Pencapaian Prov. Sumbar untuk BGM/D adalah 1% masih berada di bawah
target.
23
PROGRAM KESEHATAN IBU
a. Persentase Ibu Hamil yang mendapat pelayanan Antenatal Care/K1
Cakupan Kunjungan Pertama (K1) ibu hamil ke petugas kesehatan tahun
2012 sebesar (97,7%). Angka ini sudah mencapai target yang ditetapkan yaitu
97%. Grafik di atas menunjukkan baru 14 Kab/Kota sudah mencapai target, yaitu
Kota.Padang Panjang, Kota Bukittinggi, Kab.Solsel, Kab.Sijunjung,
Kab.Pasaman, Kab.Pasaman Barat, Kota Solok, Kota Pariaman, Kab.Drmasraya,
Kota Padang, Kota Payakumbuh, Kota Sawahlunto, Kab.Pessel dan Kab.Padang
Pariaman.
K1 adalah kontak pertama ibu hamil dengan tenaga kesehatan yang
mempunyai kompetensi untuk mendapatkan pelayanan terpadu dan komprehensif
sesuai standar. Kontak pertama ini harus dilakukan sedini mungkin pada trimester
pertama sebaiknya minggu ke 8 dan pada saat kunjungan ini ibu juga diberikan
Target : 97%
24
buku KIA sebagai pedoman para ibu dimulai dari kehamilan sampai setelah
melahirkan.
b. Presentase Ibu Hamil mendapatkan pelayanan antenatal ( K 4)
Pencapaian cakupan ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal (K4)
tahun 2012 sebesar 87,18% sudah mencapai target yang ditetapkan sebesar 87%.
Pencapaian tertinggi Kota Bukittinggi dan pencapaian terendah di Kab mentawai.
K4 adalah ibu hamil dengan kontak 4 kali atau lebih dengan tenaga
kesehatan yang mempunyai kompetensi, untuk mendapatkan pelayanan terpadu
dan komprehensif sesuai standar. Kontak empat kali ini dilakukan dengan rincian
satu kali pada trimester I (kehamilan hingga 12 minggu) dan trimester kedua (
>12 -24 minggu), kemudian minimal 2 kali kontak pada trimester ketiga
dilakukan setelah minggu ke 24 sampai umur 36. Kunjungan antenatal ini bisa
lebih dari 4 kali sesuai dengan kebutuhan dan jika ada keluhan, penyakit atau
gangguan kehamilan.
25
c. Presentase Ibu Bersalin yang ditolong oleh Tenaga Kesehatan Terlatih
Pencapaian persalinan oleh tenaga kesehatan di ProV. Sumbar tahun 2012
adalah 88,25% angka ini sedikit lebih tinggi dari target yang ditetapkan yaitu 88
%. Pencapaian tertinggi pada Kota Pariaman dan pencapaian terendah pada
Kab.Mentawai.
Pada beberapa daerah masih ada persalinan yang ditolong oleh dukun,
tetapi sudah dilakukan pertemuan Kemitraan Bidan dan Dukun di beberapa
Kab/Kota, namun masih perlu Orientasi dan peningkatan pelaksanaan Kemitraan
Bidan dan Dukun, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan di Puskesmas,
pembinaan secara terus menerus dari Kab/Kota, kerjasama dengan organisasi
profesi (IBI) dan Kampanye KIE persalinan di fasilitas kesehatan serta
peningkatan peran Bidan Koordinator.
26
d. Presentase Ibu Nifas yang mendapatkan pelayanan (KF)
Kunjungan ibu nifas tahun 2012 sebesar 88,20% sudah mencapai target
yang telah ditetapkan yaitu 88%. Dari grafik di atas terlihat pencapaian tertinggi
Kab Dharmasraya dan Pasaman dan pencapaian terendah Kabupaten Mentawai.
Setelah melahirkan ibu masih perlu mendapat perhatian karena masa nifas
beresiko mengalami perdarahan atau infeksi yang dapat mengakibatkan kematian
Ibu. Untuk menjaga kesehatan Ibu Nifas dan Bayi baru lahir baik persalinannya
ditolong oleh tenaga kesehatan atau tidak harus mendapat post natal care
(pelayanan nifas).
27
e. Presentase Ibu Hamil, Bersalin, Nifas yang dapat Penanganan Komplikasi
Kebidanan (PK)
Grafik di atas menunjukkan Pencapaian Penanganan Komplikasi ibu
hamil, bersalin dan nifas di Prov. Sumatera Barat tahun 2012 sebesar 50%, angka
ini lebih rendah dari target yang ditetapkan sebesar 67 %.
Penanganan Komplikasi (PK) adalah penanganan komplikasi kebidanan,
penyakit menular, maupun penyakit tidak menular serta masalah gizi yang terjadi
pada waktu hamil bersalin dan nifas. Pelayanan diberikan oleh tenaga kesehatan
yang mempunyai kompetensi.
Kab/Kota yang cakupannya jauh di bawah target disebabkan karena masih
minim/kurangnya tenaga kesehatan yang kompeten/terampil dalam penanganan
komplikasi kebidanan, belum seluruh puskesmas PONED yang sudah dilatih
28
berfungsi secara maksimal, disamping sarana yang masih kurang dan akses ke
pelayanan kesehatan yang jauh.
PROGRAM KESEHATAN ANAK
1. Pelayanan Kesehatan Neonatus adalah pelayanan sesuai standar yang diberikan
tenaga kesehatan yang kompeten kepada neonatus, sedikitnya 3 (tiga) kali selama
periode 0-28 hari setelah lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah
yaitu; Kunjungan Neonatal ke-1 (KN 1) dilakukan pada kurun waktu 6-48 jam setelah
lahir, Kunjungan neonatal ke-2 (KN 2) dilakukan pada kurun waktu hari 3-7 setelah
lahir, Kunjungan neonatal ke-3 (KN 3) dilakukan pada kurun waktu hari 8-28 setelah
lahir, baik di fasilitas kesehatan maupun kunjungan rumah.
Indikator KN1 dan KN lengkap merupakan indikator penting dalam pelayanan
kesehatan bayi dalam rangka penurunan Angka Kematian Neonatus (AKN) dan
Angka Kematian Bayi (AKB). Kunjungan Neonatus yang sesuai protap adalah
dengan menggunakan pendekatan Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM) dan
Manajemen Terpadu Balita Sakit.
a. Cakupan Pelayanan Neonatus Pertama /Kunjungan Neonatus ke-1 (KN 1)
29
Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari, cakupan pelayanan neonatus
pertama (KN1) adalah Cakupan Neonatus yang telah memperoleh pelayanan
Kunjungan Neonatal sesuai standar pada 6-48 jam setelah lahir di satu wilayah kerja
pada kurun waktu tertentu, dengan indikator ini dapat diketahui akses/jangkauan
pelayanan kesehatan neonatal.
Pencapaian kunjungan neonatal pertama (KN1) Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2012 sebesar 90,6 %, sudah di atas target yang ditetapkan sebesar 82%,
cakupan inii meningkat dibanding cakupan tahun 2011. Kab/Kota yang belum
mencapai target yaitu Kota Payakumbuh, Kota Padang Panjang, Kab Tanah Datar,
Kab Solok, Kab Solok Selatan dan Kab Mentawai
Kondisi ini sudah memperlihatkan akses/jangkauan pelayanan kesehatan
neonatal yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di Sumatera Barat. Pelayanan
kesehatan yang diberikan meliputi Pemeriksaan Bayi Baru Lahir, Pemberian ASI
Eksklusif, Menjaga Bayi Tetap Hangat, Perawatan bayi, Pengenalan terhadap, tanda
sakit & bahaya, Merawat BBLR, Konseling dan Skrining Hipotiroid, Injeksi Vit K1
b. Cakupan Kunjungan Neonatus Lengkap
Target : 83%
30
Adalah cakupan neonatus yang telah mendapatkan pelayanan Kunjungan
Neonatal sesuai standar paling sedikit 3 (tiga) kali pada 6-48 jam; 1 kali pada 3-7
hari; 1 kali pada 8-28 hari; setelah lahir di satu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Indikator ini menggambarkan efektifitas dan kualitas pelayanan kesehatan
neonatal.
Pencapaian Cakupan Kunjungan Neonatus Lengkap Propinsi Sumatera Barat
tahun 2012 adalah 84,9%, angka lni lebih tinggi dari cakupan tahun 2011 (80%).
Terlihat dari grafik di atas 8 (delapan) Kab/Kota yang tidak mencapai target
adalah Kota Payakumbuh, Kota Pdg Panjang, Kab Agam, Kab Solok, Kab 50 Kota,
Kab Tanah Datar, Kab Sosel dan Kab Mentawai
Pencapaian ini sudah memperlihatkan efektifitas dan kualitas pelayanan
kesehatan neonatal yang diberikan yang meliputi Pemeriksaan Ulang, ASI Eksklusif,
Perawatan bayi, Pengenalan terhadap, tanda sakit & bahaya, Merawat BBLR dan
Konseling
c. Cakupan Neonatus dengan Komplikasi yang ditangani
Target : 72%
31
Adalah cakupan neonatus dengan komplikasi yang ditangani oleh tenaga
kesehatan yang terlatih sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu
tertentu. Dari target yang ditetapkan sebesar 72% yang tercapai baru 12% angka ini
sedikit meningkat dibanding cakupan tahun 2011 (11%). Keadaan ini disebabkan
karena masih minimnya pengetahuan dan keterampilan petugas dalam penanganan
neonatal komplikasi, Terbatasnya Sumber Daya Manusia & Dana untuk
mempertahankan dan memperluas Upaya-Upaya Intervensi seperti Manajemen
Asfiksia, BBLR, Manajemen Terpadu Bayi Muda, Pemberdayaan Masyarakat
melalui Buku KIA, Sistem Rujukan Pelayanan Neonatal Komplikasi Belum Berjalan
Optimal, Tidak tercatat dalam Pencatatan dan Pelaporan Kohort Bayi, belum semua
puskesmas yang melakukan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar dan
Fasilitas kesehatan dalam Pelayanan KIA masih kurang/minim.
Oleh karena itu untuk tahun 2013 melalui anggaran daerah dan dekon
dianggarkan kegiatan untuk meningkatkan keterampilan petugas dalam pengenalan
terhadap tanda sakit dan bahaya, Manajemen Terpadu Bayi Muda dan Manajemen
Terpadu Balita Sakit, peningkatan Kemampuan Petugas dalam memberikan
Pelayanan Neonatal, Peningkatan Kemampuan Petugas dalam Penanganan Bayi dan
Balita Sakit yang akan diikuti oleh tenaga kesehatan di puskesmas (Dokter, Bidan dan
Perawat), Pengadaan Buku dan format-format.
Indikator ini menunjukkan kaemampuan sarana pelayanan kesehatan dalam
menangani kasus kegawat daruratan neonatal, yang kemudian ditindak lanjuti sesuai
dengan kewenangannya atau dirujuk. Dari grafik di atas terlihat hanya 1 (satu)
Kab/Kota yang mencapai target, yaitu Kota Pariaman (81%)
32
d. Cakupan Kunjungan Bayi
Cakupan bayi post neonatal yang memperoleh pelayanan kesehatan paripurna
sesuai dengan standar oleh dokter, bidan, dan perawat yang memiliki kompetensi
klinis kesehatan, paling sedikit 4 kali (1 kali pada umur 29 hari - 2 bulan, 1 kali
pada umur 3-5 bulan, 1 kali pada umur 6-8 bulan, 1 kali pada umur 9-11 bulan) disatu
wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
Kunjungan bayi tahun 2012 sebesar 90,3% sudah mencapai target yang telah
ditetapkan sebesar 86% angka ini lebih tinggi dari tahun 2011 (83,6%). Indikator ini
dapat mengetahui efektifitas, continuum of care dan kualitas pelayanan kesehatan
bayi.
Kab/Kota yang belum mencapai target yaitu Kab. Mentawai, Kota
Payakumbuh, Kab.Agam, Kota Sawahlunto, Kab. 50 Kota, Kota Bukittinggi, Kab.
Pesisir Selatan, Kota Padang Panjang.
Target : 83%
33
e. Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak Balita
Pencapaian pelayanan kesehatan anak balita di Prov. Sumatera Barat Tahun
2012 (81,72%), sudah di atas target yang ditetapkan yaitu 81%. Pencapaian tertinggi
pada kab Pasaman Barat dan pencapaian terendah Kab.Mentawai.
Cakupan Pelayanan Kesehatan Anak balita adalah jumlah anak balita (12 –
59 bulan) yang memperoleh pelayanan pemantauan pertumbuhan minimal 8 x
setahun, pemantauan perkembangan minimal 2 x setahun, pemberian vitamin A 2 x
setahun. Dalam pencapaian ini sudah dilakukan berbagai upaya yang terintegrasi
antar program untuk mendukung tercapainya cakupan. Kegiatan-kegiatan yang
dilakukan seperti Penanganan dan Rujukan Kasus, AMP, Pembinaan Posyandu,
Pembinaan Anak Prasekolah, Pemberian Vitamin Anak Balita, Deteksi Dini Tumbuh
Kembang Anak Balita, Penyuluhan dan Peningkatan Pengetahuan Masyarakat (Ibu)
tentang Kesehatan Anak Balita melalui Kelas Ibu Balita (Tumbuh Kembang) dan
Buku KIA, Pemberian ASI sampai umur 2 (dua) tahun serta Perawatan Anak Balita
dan Pra Sekolah.
34
f. Cakupan SD/MI yang melaksanakan Penjaringan Siswa Klas 1 SD
Pencapaian cakupan kegiatan penjaringan siswa SD di Prov. Sumbar 95,7%
sudah di atas target yang ditetapkan yaitu 90%. Kab/Kota yang belum mencapai
target yaitu Kab Sosel, Kab Pessel dan Kab Mentawai. Kegiatan penjaringan ini
sudah dilaksanakan diseluruh Kab/Kota, begitu juga penjaringan terhadap siswa
SMP/SMA juga sudah diakukan di seluruh Kab/Kota.
Penjaringan kesehatan merupakan suatu prosedur pemeriksaan kesehatan
yang dilakukan untuk memilah (skrining) anak-anak yang sehat dan tidak sehat, serta
dapat dimanfaatkan untuk pemetaan kesehatan peserta didik yang bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan peserta didik secara optimal.
Kegiatan penjaringan selain untuk mengetahui secara dini masalah-masalah
kesehatan anak sekolah sehingga dapat dilakukan tindakan secepatnya untuk
mencegah keadaan yang lebih buruk, juga untuk memperoleh data atau informasi
Target : 90%
35
dalam menilai perkembangan kesehatan anak sekolah, maupun untuk dijadikan
pertimbangan dalam menyusun perencanaan, pemantauan dan evaluasi kegiatan UKS
g. Cakupan Kab/Kota yang mempunyai 4 Puskesmas Mampu pelayanan Kesehatan
Peduli Remaja (PKPR)
Pencapaian puskesmas yang memberikan pelayanan kesehatan peduli remaja
(PKPR) di Prov. Sumbar 100%, capaian ini sudah di atas target yang ditetapkan 70%,
angka ini lebih tinggi dari tahun 2011 (95%) berbagai upaya dibidang pelayanan
kesehatan remaja yang meliputi pelayanan Promotif, Preventif, Kuratif yaitu;
Skrining Status TT dan Imunisasi TT bagi yang membutuhkan, Konseling Remaja,
pelatihan Peer Konselor, Penyuluhan Masalah NAPZA, Pelayanan KIE, Pelayanan
Kesehatan Reproduksi Remaja, dukungan sumber daya yang memadai (kuantitas)
maupun kualitas dari Pemerintah Daerah setempat.
36
h. Jumlah Kematian Neonatal 0-7 hari
Resiko terbesar kematian neonatal terjadi 24 jam pertama kehidupan, minggu pertama
dan bulan pertama kehidupan.Bayi yang berusia kurang dari 1 bulan merupakan golongan
umur yang paling rentan atau memiliki resiko gangguan kesehatan yang paling tinggi.
Grafik di atas menunjukkan bahwa jumlah kematian di prov. Sumbar sebesar 691 orang.
i. Jumlah Kematian Neonatal 8-28 hari
Jumlah kematian neonatal 8-28 hari di Prov. Sumatera Barat sebesar 110 orang dengan
penyumbang kematian terbesar dari kab Sijunjung sebanyak 18 orang.
37
j. Jumlah Kematian Bayi
Jumlah kematian Bayi di Propinsi Sumatera Barat sebanyak 240 orang yang tersebar di
18 Kab/Kota dengan penyumbang kematian tertinggi dari Kab Sijunjung
k. Jumlah Kematian Anak Balita
Jumlah kematian anak balita di Propinsi Sumatera Barat sebanyak 138 orang.
38
B. Program Pengendalian Penyakit Menular Langsung (P2ML)
a. Pengendalian Penyakit Tuberkulosis
Tuberkulosis atau sering juga disebut TB adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis. Umumnya menyerang organ paru namun
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya. Tujuan dari Program Pengendalian TB
menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB, memutuskan rantai penularan serta
mencegah terjadinya Multi Drug Resistence (MDR), sehingga TB tidak lagi merupakan
masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru
TB BTA positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan penyembuhan 85% dari semua
pasien tersebut serta mempertahankannya. Provinsi Sumatera Barat saat ini telah
mencapai Case Detection Rate (CDR) sudah mencapai 59,55% dan Succes Rate (SR)
sudah mencapai 89,76%
Grafik 4. 1. Pencapaian Case Detection Rate (CDR) Tuberkulosis Tahun 2000
sampai dengan 2012
28.8
0
29.6
0
29.8
0 42.7
0
43.8
0
47.5
2
50.1
0
48.3
0
48.8
0
49.4
3
54.3
9
59.5
5
61.0
0
0
10
20
30
40
50
60
70
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CDR (%)
39
Grafik 4. 2. Pencapaian Succes Rate (SR) Tuberkulosis Tahun 2000 sampai dengan 2012
92.6
0
91.9
0
88.7
0
88.2
0
88.6
0
88.2
0
90.8
0
89.0
0
87.8
7
97.5
9
87.6
7
82.9
5
84.5
4
75
80
85
90
95
100
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Success Rate (%)
Kebijakan pelaksanaan penanggulangan tuberkulosis di Provinsi Sumatera Barat
adalah sebagai berikut :
1. Dilaksanakan sesuai dengan azaz desentralisasi
2. Dengan menggunakan strategis Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS)
3. Penguatan Kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah
4. Peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan pengobatan
untuk memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.
5. Penemuan dan pengobatan dilaksanakan oleh seluruh Unit Pelayanan Kesehatan
(UPK)
6. Penanggulangan dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerjasama dan
kemitraan dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional (Gerdunas) TB.
7. Peningkatan kemampuan Laboratorium
8. Obat Anti Tuberkulosis diberikan kepada pasien secara cuma-cuma dan dijamin
ketersediaannya.
40
9. Ketersediaan Sumber Daya Manusia yang kompeten untuk meningkatkan dan
mempertahankan kinerja.
10. Diprioritaskan kepada kelompok miskin dan kelompok rentan terhadap TB.
11. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
12. Memperhatikan Komitmen Internasional.
Kegiatan yang telah dilakukan adalah penemuan dan pengobatan, perencanaan,
pemantauan dan evaluasi, peningkatan SDM (pelatihan, supervisi), penelitian,
promosi dan kemitraan. Konsep kemitraan yang dibangun dalam memerangi TB
menjadi sangat penting mengingat untuk mendekatkan akses masyarakat terhadap
pelayanan pengobatan, meningkatkan penemuan kasus dan tindakan pengobatan
bukan hal yang mudah. Penanggulangan tuberkulosis melibatkan kalangan LSM dan
organisasi keagamaan. Jalinan kerjasama dengan LSM dan tokoh keagamaan
diharapkan dapat membantu proses sosialisasi kepada masyarakat mengenai gejala
penyakit TB, cara penemuan kasus dan pengobatan.
Selain itu juga telah dilakukan berbagai penelitian yang bertujuan untuk memberikan
masukan terhadap pengambil kebijakan di bidang Tuberkulosis.
Beberapa penelitian dilakukan untuk meningkatkan kualitas Program TB ini antara
lain :
1. Implication Study of Tuberculin Survey, West Sumatera Province, 2008
(dipresentasikan di Perancis)
2. Laboratory DOTS Link Development
3. Nagari Peduli TB sebagai suatu peningkatan Penanggulangan Tuberkulosis
melalui kemitraan di Provinsi Sumatera Barat (dipresentasikan pada TB Day 2011)
41
Salah satu kebijakan operasional penanggulangan tuberkulosis di Provinsi Sumatera
Barat adalah kemitraan yang dilakukan melalui suatu upaya untuk melibatkan
berbagai sektor, baik pemerintah, swasta maupun kelompok organisasi masyarakat.
Tingginya beban masalah tuberkulosis dan keterbatasan sektor pemerintah,
menyebabkan potensi melibatkan sektor lain semakin diperluas.
Berbagai upaya inovatif melalui kemitraan juga dilakukan dalam penanggulangan TB
di Sumatera Barat, sebagai berikut :
1. Kemitraan melalui Public Private Mix Tuberkulosis
Dalam pelaksanaan program tuberkulosis di Provinsi Sumatera Barat, selain
pengauatan di layanan kesehatan juga dilakukan peningkatan peran lintas sektor
melalui Public Private Mix yang ditandai dengan ditandatanganinya Piagam
Kesepakatan dari Organisasi Profesi dalam upaya membantu pencapaian target
program.
“Piagam Kesepakatan Pelaksanaan Public Private Mix Tuberkulosis
Provinsi Sumatera Barat”
2. Kemitraan melalui Nagari Peduli Tuberkulosis
Perubahan peta politik nasional yang terjadi membangkitkan kembali semangat
masyarakat Sumatera Barat untuk kembali menjalankan sistem pemerintahan
Nagari. Dengan berlakunya otonomi daerah pada tahun 2001, istilah nagari beserta
keistimewaannya kembali digunakan. Sebuah nagari dipimpin oleh seorang
Walinagari, yaitu orang yang dianggap paling menguasai tentang semua aspek
kehidupan dalam budaya alam Minangkabau dan dibentuk Kerapatan Adat Nagari
(KAN), yakni lembaga yang beranggotakan tungku tigo sajarangan yang terdiri
dari alim ulama, cerdik pandai dan ninik mamak.
42
Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat bersama PPTI melakukan suatu
terobosan melalui nagari peduli TB. Dasar kegiatan adalah partisipasi dan
pengembangan masyarakat sehingga terjadi peningkatan pengetahuan, perubahan
sikap, perilaku menjadi lebih mandiri, TAHU-MAU-MAMPU mengenai
tuberkulosis dan pemberantasannya. Aktifnya kader/relawan dan PMO, tumbuh
dan terbinanya dengan baik kerjasama dan kelembagaan melalui wadah nagari
siaga untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat yang terwujud dengan
dukungan yang luas dari Pemerintah Daerah, DPRD, instransi terkait, partisipasi
masyarakat, termasuk perantau.
Kegiatan ini telah dilaksanakan di dua Kabupaten/Kota yaitu di Kota Padang
(Kecamatan Kuranji di Kelurahan Kalumbuk dan Kelurahan Korong Gadang) dan
di Kabupaten Agam (Kecamatan Tanjung Mutiara di Nagari Tiku Utara dan
Nagari Tiku Selatan).
Kegiatan diawali dengan revitalisasi dan sosialisasi, pelaksanaan urvey awal,
penyuluhan tuberkulosis, Pelatihan KAP tentang tuberkulosis, pertemuan, diskusi,
seminar, informasi melalui media cetak dan elektronik dan pendekatan pelayanan
melalui nagari siaga.
Hasil dari kegiatan ini selain peningkatan CDR yang sangat signifikan (lebih dari
50% dibanding tahun 2008) juga peningkatan partisipasi masyarakat tuberkulosis
dan penanggulangannya. Kegiatan penggalagan peran serta msyarakat dalam
program penanggulangan tuberkulosis di Indonesia perlu mendapat perhatian yang
lebih serius dimasa yang akan datang.
3. Kemitraan dengan masyarakat melalui Paguyuban Tuberkulosis
43
Salah satu pendekatan yang harus dilakukan untuk memecahkan masalah
Tuberkulosis adalah perlunya dibangun kemitraan yang efektif sesuai dengan yang
dibutuhkan untuk kelancaran program penanggulangan TB dan salah satu langkah
untuk memecahkan masalah adalah dengan melibatkan model kemitraan atau
paguyuban.
Kemitraan pada esensinya dikenal dengan istilah gotong royong atau kerjasama
dari berbagai pihak, baik secara individual maupun kelompok. Paguyuban di
wilayah kerja Puskesmas dengan penemuan atau angka kesembuhan rendah adalah
sebagai salah satu pendekatan kemitraan yang berbasis komunitas dalam program
penanggulangan TB.
Kegiatan dalam suatu paguyuban tersebut meliputi penjaringan, pendampingan dan
promosi atau penyuluhan. Untuk membangun sebuah kemitraan, harus didasarkan
pada hal-hal berikut antara lain kesamaan perhatian (common interest) atau
kepentingan, saling mempercayai dan saling menghormati, tujuan yang jelas dan
terukur, serta kesediaan untuk berkorban, baik waktu, tenaga, maupun sumber
daya yang lain.
Metode pendekatan dengan menggunakan paguyuban dipilih karena paguyuban
banyak digunakan untuk menampung orang-orang yang memiliki minat, latar
belakang, motivasi yang sama dan kebanyakan digunakan untuk menumbuhkan
rasa saling memiliki dan persaudaraan.
Demikian halnya dengan paguyuban penderita dan mantan penderita TB Paru.
Paguyuban TB yang beranggotakan masyarakat sekitar penderita akan lebih efektif
membantu penanggulangan TB di masyarakat karena masyarakat tersebut lebih
44
dikenal dan lebih akrab dengan penderita maupun suspect penderita TB, sehingga
akan lebih diterima dengan tangan terbuka. Berbeda dengan petugas, belum tentu
akan diterima dengan baik oleh mereka (masyarakat penderita). Oleh karena itu
pembentukan paguyuban TB sangat efektif membantu upaya penanggulangan TB
melalui kemitraan yang berbasis komunitas dari, oleh dan untuk masyarakat
menuju Indonesia Bebas TB.
Beberapa Paguyuban yang ada di Provinsi Sumatera Barat al :
a. Ikatan Masyarakat Peduli Tuberkulosis (IMPUT) di Puskesmas Paninggahan
Kecamatan Junjung Sirih Kabupaten Solok
b. Ikatan DAI Peduli Tuberkulosis di Kabupaten Sijunjung. Paguyuban ini bertujuan
untuk membantu menurunkan angka kesakitan TB yang menjadi masalah
kesehatan di masyarakat yang bertujuan untuk melakukan penjaringan,
pendampingan sebagai Pengawas Makan Obat (PMO) dan penyuluhan.
Kepengurusan dalam Paguyuban TB ini terdiri dari mantan-mantan penderita TB,
penderita dan petugas kesehatan dari Puskesmas setempat.
4. Kemitraan dengan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI)
Pada tanggal 14 Juli 2011 telah dilaksanakan Kongres Nasional ke XII
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) di Bukittinggi Sumatera Barat, yang
dihadiri oleh lebih dari 700 orang Dokter dari seluruh Indonesia. Pada kesempatan
tersebut, Menteri Kesehatan juga memberikan kuliah umum dengan tema “Upaya
Penanggulangan Penyakit Paru di Indonesia”. Kongres di buka oleh
Prof.dr.Tjandra Yoga Aditama, SpP(K) ,MARS, DTM&H, DTCE Direktur
Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kementerian
45
Kesehatan RI. Juga dilakukan pelantikan Asosiasi Rumah Sakit dan Balai
Pengobatan Paru Indonesia (ARSABAPI) oleh Dr.Suprianto, Sp(P) Direktur
Jenderal Bina Upaya Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, dilanjutkan dengan
pembacaan deklarasi yang dipimpin oleh Ketua ARSABAPI, Dr.Priyanti
Z.S.SpP(K).
c. Pengendalian HIV/AIDS.
Aquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) adalah merupakan kumpulan gejala
penyakit yang disebabkan menurunnya immunitas tubuh sebagai akibat dari serangan
Human Immunodeficiency Virus (HIV). Karena imunitas tubuh yang diserang oleh
virus HIV, maka penderita mudah diserang berbagai macam penyakit infeksi dan
kanker yang tidak biasa.
Orang terpapar HIV di Provinsi Sumatera Barat pertama kali di diagnosis pada
sebuah sero survey pada tahun 1992. Sejak tahun 1992 setiap tahun ditemukan kasus
baru orang dengan HIV. Sampai dengan tahun 1999 tercatat 1 kasus AIDS di RS dan
masing-masing 2 kasus ditemukan melalui serosurvei dan PMI. Pada tahun 2000
ditemukan kasus baru orang dengan HIV sebanyak 9 kasus melalui serosurvei dan
PMI. Pada tahun 2002 terdapat 1 kasus AIDS yang dirawat di RS, tahun 2004
meningkat menjadi 6 kasus, tahun 2005 sebanyak 12 kasus, tahun 2006 kasus HIV 24
kasus dan AIDS 47 kasus. Dan sejak tahun 2007 sampai dengan saat ini setiap
tahunnya ditemukan lebih dari 100 kasus baru. Dari hasil serosurvei sentinel telah
ditemukan sebanyak 35 orang. Hingga akhir 2011 telah ditemukan 871 kasus (melalui
serosurvei 35 kasus, dari PMI 114 kasus dan 722 kasus dari Rumah Sakit yang terdiri
dari 40 HIV dan 682 AIDS).
46
Jumlah kasus AIDS pada satu sisi menggambarkan semakin baiknya sarana diagnosis
AIDS, tetapi pada satu sisi menggambarkan cepatnya manifestasi AIDS dari kondisi
mengidap HIV pada seseorang.
Tabel 4.4 Distribusi kasus HIV dan AIDS tersebar di 19 Kabupaten/Kota di
Provinsi Sumatera Barat.
No Kabupaten / Kota HIV AIDS MENINGGAL
1 Kabupaten Padang Pariaman 4 35 7
2 Kabupaten Tanah Datar 0 25 4 3 Kabupaten Pesisir Selatan 1 27 3 4 Kabupaten Agam 1 61 7
5 Kabupaten 50 Kota 0 17 2 6 Kabupaten Pasaman 0 8 1 7 Kabupaten Pasaman
Barat 1 11 3 8 Kabupaten Sijunjung 1 3 1
9 Kabupaten Dharmasraya 1 9 0 10 Kabupaten Solok 0 6 0 11 Kabupaten Solok Selatan 0 5 0 12 Kabupaten Mentawai 0 5 1
13 Kota Padang 39 322 58 14 Kota Bukittinggi 7 144 15 15 Kota Payakumbuh 0 23 1
16 Kota Padang Panjang 0 7 1 17 Kota Solok 2 17 3 18 Kota Sawahlunto 0 10 3
19 Kota Pariaman 4 18 5 20 Tidak diketahui 84 13 2 21 Lain-lain 7 36 8 Sumbar 122 802 123
Distribusi terbesar di Kota Padang, Kota Bukittinggi, Kabupaten Agam, Kabupaten
Tanah Datar dan Kota Payakumbuh
Hasil survei ini menggambarkan tingginya potensi epidemi HIV dan AIDS di
Provinsi Sumatera Barat. Potensi ini akan menghasilkan epidemi yang sangat besar
jika tidak dilakukan upaya-upaya pengendalian epidemi HIV dan AIDS.
Pada Tahun 2012 Pemerintah Provinsi mengajukan Peraturan Daerah yang dapat
mengatur penanggulangan HIV tersebut melalui Perda Nomor 5 Tahun 2012 tentang
47
Penanggulangan HIV-AIDS. Secara umum Program Penanggulangan AIDS terdiri
dari pengembangan kebijakan, program pencegahan, program perawatan, dukungan
dan pengobatan serta mitigasi.
Pada tahun 2012, Gubernur Sumatera Barat terpilih sebagai Tokoh Peduli Orang
Dengan HIV AIDS (ODHA) bersama dengan 11 orang lainnya di Provinsi Sumatera
Barat, yang dipilih oleh Komunitas ODHA.
Sejak Pemerintah Gubernur Irwan Prayitno dan Wakil Gubernur Muslim Kasim,
implemntasi program HIV AIDS di Provinsi Sumatera Barat dilaksanakan secara
lebih komprehensif. “Sudah saatnya kita bicara HIV-AIDS dengan transparan, agar
kita dapat memutus rantai penularan dengan tidak mengesampingkan perawatan yang
baik pada mereka yang sudah terlanjur kena, untuk itu dibutuhkan peran seluruh
sektor terkait”. Adapun kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :
1. Kegiatan Pencegahan
Kegiatan pencegahan yang dilakukan di Provinsi Sumatera Barat adalah :
a. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) HIV-AIDS dan NAPZA pada
kelompok beresiko tinggi, petugas kesehatan, anak sekolah, Warga
Binaan Pemasyarakatan (WBP), tokoh masyarakat, Karang Taruna.
b. Bekerjasama dengan Universitas (AISEC) untuk Penyuluhan HIV pada
generasi muda
c. Pembinaan di Panti Rehabilitasi Andam Dewi
d. Pengurangan dampak buruk (Harm Reduction) pada pengguna Napza
suntik.
48
e. Penatalaksanaan IMS (Klinik IMS, pengobatan dengan pendekatan
sindrom dan etiologi, pelatihan pendekatan sindrome pada Bidan
koordinator).
f. Skrining darah donor di UTD Cab. PMI Padang, Bukittinggi, Solok,
Pariaman.
g. Kewaspadaan Universal pada setiap kegiatan medis.
h. Peningkatan penggunaan kondom pada perilaku seksual rawan tertular dan
menularkan.
i. Pencegahan penularan dari Ibu HIV Positif kepada anaknya (PMTCT dan
Pemberian Makanan Bayi).
2. Kegiatan Penanggulangan
a. Klinik Voluntray Conceling and Testing (VCT), dengan memberikan
layanan konseling di klinik VCT yang terdapat di RSUP Dr.M.Jamil
Padang dan RSUD Achmad Muchtar Bukittinggi, RS.Yos Sudarso
Padang, RS Siti Rahmah Padang, Lentera Minang Kabau, Puskesmas
Biaro Agam, Puskesmas Payolansek Payakumbuh. Disamping itu di
semua Kabupaten/Kota sudah ada konselor terlatih untuk melakukan
VCT.
b. Klinik Care Support and Treatment (CST) dengan memberikan layanan
CST di RSUP Dr.M.Djamil Padang dan RSUD Achmad Muchtar
Bukittinggi dan saat ini sedang mempersiapkan 2 RSUD Provinsi lainnya
yaitu RSUD Pariaman dan RSUD Solok.
49
c. Pengadaan Anti Retroviral Therapy (ARV) untuk Buffer Stok dan reagen
melalui dana APBD Dinas Kesehatan Provinsi.
d. Kegiatan Harm Reduction (HR) dilaksanakan baik LASS (di Puskesmas
Biaro, Puskesmas Seberang Padang, Puskesmas Guguk Panjang), PTRM
di RSUP Dr.M. Djamil dan Detoksifikasi di RSJ HB.Saanin Padang.
e. Kegiatan Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) di RSUP Dr.M.Djamil
Padang, RSJ BH.Saanin Padang dan Puskesmas Perkotaan Bukittinggi)
f. Kegiatan TB-HIV di RSUP Dr.M.Djamil Padang dan RSUD Achmad
Muchtar Bukittinggi (RS.Provinsi)
g. Serosurvei pada kelompok Resiko Tinggi.
h. Kegiatan Infeksi Menular Seksual (IMS), dilakukan di Puskesmas
Seberang Padang Kota Padang (dengan 3 Puskesmas Satelit) dan
Puskesmas Guguk Panjang Kota Bukittinggi ( dengan 3 Puskesmas
Satelit).
3. Kegiatan Inovatif Lainnya
a. Memasukkan materi HIV dan Narkoba pada materi latih dokter PTT,
Bidan PTT dan di Fakultas Kedokteran Universitas Andalas Padang.
b. Pelatihan HIV-IMS untuk Poskestren.
c. Advokasi kepada Stakeholder
d. Pertemuan Koordinasi
e. Memberdayakan LSM untuk Konseling, pendampingan, KIE dan
penjangkauan.
50
Salah satu indikator pencapaian MDGs tujuan 6A (mengendalikan penyebaran HIV
dan mulai menurunkan kasus baru pada tahun 2015) adalah tingkat pengetahuan
komprehensif tentang HIV dan AIDS pada orang muda (15-24 tahun). Menurut buku
petunjuknya, pengetahuan komprehensif yang dimaksud adalah tahu bahwa dengan
menggunakan kondom pada hubungan seks dan saling setia dengan 1 pasangan seks
bisa mengurangi resiko tertular HIV disamping / meskipun HIV tidak menular
melalui gigitan nyamuk ataupun menggunakan peralatan makan/minum bersama
dengan orang yang sudah terinfeksi dan tahu bahwa orang yang terlihat sehat bisa
saja sudah terinfeksi HIV.
Jika kita melihat laporan perkembangan dari hasil Riskesdas 2010, maka persentase
penduduk umur ≥ 15 tahun dengan pengetahuan komprehensif tentang HIV/AIDS di
Provinsi Sumatera Barat sangat rendah yaitu 9% (rangking 21 dari 33 Provinsi di
Indonesia), dengan rata-rata Nasional adalah 11,4%. Untuk menyikapi hal tersebut
berbagai upaya dilakukan, diantaranya meningkatkan berbagai penyuluhan melalui
media dan penempelan stiker pengetahuan HIV/AIDS di rumah-rumah penduduk
yang dicanangkan oleh Wakil Menteri Kesehatan Prof. Dr. Ali Ghufron Mukti, M.Sc,
Ph.D
d. Pengendalian Penyakit Kusta
Salah satu jenis penyakit menular adalah Negleted Tropical Diseases (NTD). Hingga
saat ini, NTD termasuk diantaranya kusta dan frambusia memiliki permasalahan,
antara lain keterbatasan sumber daya, adanya stigma buruk di masyarakat dan
berhubungan dengan kemiskinan.
51
Saat ini dalam upaya penanggulangan Kusta dan Frambusia, sudah terbentuk Aliansi
Nasional Eliminasi Kusta (ANEK) dan Aliansi Daerah Eliminasi Kusta (ADEK).
Di Provinsi Sumatera Barat, Penemuan Kasus Baru (NCDR) untuk 5 tahun (tahun
2007 sampai 2011) menunjukkan trend fluktuatif, tetapi sejak tahun 2008
menunjukkan trend penurunan antara 3,4/100.000 penduduk menjadi 1,6/100.000
penduduk (tahun 2011 sebesar 1,6 /100.000 penduduk target < 5/100.000 populasi),
merupakan indikator yang baik untuk daerah endemis rendah seperti Sumatera Barat.
Namun masih ada 1 Kabupaten Padang Pariaman dari 19 Kabupaten/Kota dengan
NCDR ≥ 5/100.000.
Grafik 4. 3 Trend NCDR Tahun 2001 s/d 2012
2.55
3.37
3.75
3.13
2.82
2.3 2
.6
3.45
0.16
0.24
1.6 1.7
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
CDR per 100.000
Pada pertemuan Aliansi Nasional Eliminasi Kusta (ANEK) dan Eradikasi Frambusia
di Jakarta tanggal 30 Agustus 2010, Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno terpilih
sebagai Wakil Ketua ANEK. Sebagai Ketua dari daerah endemik tinggi (Gubernur
Maluku) dan Wakil Ketua dari daerah endemik rendah (Sumatera Barat), yang
mempunyai prestasi baik dalam kegiatan Penanggulangan Penyakit Kusta dan
memberi dukungan optimal terhadap program Kusta.
52
Adapun tugas pengurus Alliansi Nasional Eliminasi Kusta (ANEK) tahun 2010-2012
adalah :
a. Merumuskan langkah dan kebijakan untuk mencapai dan mempertahankan
eliminasi Kusta di Indonesia.
b. Melakukan Koordinasi, komunikasi dan kerjasama dengan lintas program, lintas
sektor serta instansi dan ahli yang relevan dengan penyelenggaraan upaya
eliminasi Kusta
c. Menyelenggarakan pertemuan ANEK dan daerah endemik rendah pada tahun 2012
guna membahas perkembangan dan permasalahan dalam upaya eliminasi kusta di
Indonesia.
d. Menyampaikan laporan perkembangan program pengendalian dan eliminasi kusta
di wilayahnya secara berkala kepada Menteri Kesehatan.
Pokok-pokok kegiatan yang dilakukan untuk pengendalian penyakit Kusta baik di
Pusat maupun Daerah sebagai berikut :
a. Tatalaksana penderita meliputi penemuan penderita, diagnosis dan klasifikasi,
pengobatan dan pengendalian pengobatan, pencegahan cacat dan perawatan diri,
rehabilitasi medik.
b. Tatalaksana program meliputi perencanaan, pelatihan, penyuluhan dan advokasi,
supervisi, pencatatan dan pelaporan, monitoring dan evaluasi.
d. Pengendalian Penyakit Malaria
Angka penemuan kasus Malaria (berdasarkan Ditjen PP dan PL Kemenkes dan Dinas
Kesehatan Provinsi Sumatera Barat) di Sumatera Barat pada tahun 2000 sebesar 1,78
per 1.000 penduduk dan mengalami penurunan menjadi 1,17 tahun 2004 dan
53
mengalami kenaikan pada tahun 2009, dimana API sebesar 2,58%. Tahun 2010 angka
ini menurun drastis menjadi 1,40 dan menurun lagi pada tahun 2011.
Grafik.4. 4 Angka Penemuan Malaria per 1.000 penduduk Di Sumatera Barat Tahun 2002-2012
2.21
1.10
1.17
0.70
0.97 1.10
1.39 1.23
0.99
1.30
0.27
0.00
0.50
1.00
1.50
2.00
2.50
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat (Sumatera Barat Dalam
Angka), daerah endemis malaria di Sumatera Barat berada di daerah pedesaan dari
pada daerah perkotaan. Kabupaten yang mempunyai malaria tertinggi di Sumatera
Barat terdapat di Kepulauan Mentawai, Kabupaten Pesisir Selatan, Kabupaten
Pasaman dan Kota Sawahlunto.
e. Pengendalian Penyakit Demam Berdarah Dengue
Sebagian besar Kabupaten/Kota di Sumatera Barat adalah daerah endemis DBD, yaitu
Kota Padang, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padang Panjang, Kabupaten
Pesisir Selatan, Kabupaten Tanah Datar, Kabupaten Solok, Kota Sawahlunto,
Kabupaten Sijunjung.
54
Grafik 4.5 Insidens Rate & Case Fatality Rate DBD di Prop.Sumbar Th 2003-
2012
f. Pengendalian Penyakit Zoonosis (Flu Burung dan Rabies)
1. Flu Burung
Wabah avian influenza atau Flu Burung (yang disebabkan oleh virus subtipe H5N1)
yang terjadi saat ini, pertama kali terdeteksi pada unggas di Korea Selatan pada bulan
Desember 2003. Virus ini secara bertahap terus berkembang dan menyerang burung
peliharaan, burung liar dan burung yang bermigrasi serta hewan lain seperti babi,
kucing dan harimau dan terus menyebar ke negara-negara lain.
Sebenarnya virus Flu Burung tidak mudah menular kepada manusia. Tetapi hal ini
bisa berubah karena terjadinya mutasi atau reassortment genetis (bercampurnya gen
influenza pada hewan dan manusia) sehingga dalam perkembangannya penyakit Flu
Burung tidak hanya menyerang unggas, tetapi juga menyerang manusia (zoonotik).
Pada tahun 2006 di Provinsi Sumatera Barat ada 11 kabupaten/kota yang unggasnya
positif tertular H5N1. Jumlah tersebut tahun 2012 ini sudah menurun dengan suspek
55
flu burung hanya ada di Kota Padang, Kabupaten Padang Pariaman dan Kota
Sawahlunto.
Kasus Suspect AI pertama kali ditemukan di Provinsi Sumatera Barat pada bulan
September 2005, seorang pegawai dari Kantor Dinas Pertanian dan Tanaman Pangan
Sumatera Barat. Kasus ini sebenarnya merupakan kasus dari luar Sumatera Barat
karena penderita tertular di Jakarta.
Pada tahun 2012 kasus flu burung yang dilaporkan ke Dinas Kesehatan Provinsi
Sumatera Barat terdapat 4 kasus suspect yaitu dari Kota Padang (2 kasus), Kota
Sawahlunt (1 kasus) dan Kabupaten Padang Pariaman (1 kasus).
Grafik.4.6. Mapping Perkembangan Kasus Avian Influensa
Di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012
Kep. Mentawai
TIDAK ADA KASUS AI
ADA KASUS SUSPECT
PADA MANUSIA
56
Upaya-upaya yang telah dilakukan di Provinsi Sumatera Barat :
a. Penatalaksanaan kasus AI/FB di Sumatera Barat
b. Memfungsikan RSUP Dr. M. Jamil untuk tata laksana kasus flu burung yang akan
mengembangkan 1 RS lagi (RSAM)
c. Melengkapi alat-alat perawatan intensif di RS rujukan AI/FB.
d. Membebaskan biaya perawatan penderita suspek dan penderita positif Flu Burung di RS.
e. Mendistribusikan oseltamivir ke RS Rujukan, Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, serta
Puskesmas.
Mendistribusikan APD/APP untuk Petugas PE Dinkes, Petugas RS Rujukan dan
Petugas Laboratorium
Penguatan Surveilans Epidemiologi
o Memperkuat Early Warning System (SKD) dan Surveilans AI Integrasi.
o Memperkuat TGC Penanggulangan KLB dalam melakukan penyelidikan
Epidemiologi dan Penanggulangan.
o Melakukan pemeriksaan spesimen darah dan usap tenggorok pada kontak
AI konfirmasi.
o Memperkuat koordinasi dan integrasi surveilans pada manusia dan
unggas/hewan dengan Dinas Peternakan Memperkuat laboratorium
diagnostik.
Komunikasi, Informasi dan Edukasi (Mengintensifkan komunikasi risiko dan promosi
kesehatan dalam membangun kesadaran seluruh lapisan masyarakat meningkatkan
keterlibatan organisasi profesi/LSM seperti MUI, PMI, IDI dll.
Membuka Posko AI/FB 24 jam, di Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat, Jalan
Perintis Kemerdekaan No. 65 A
57
Peningkatan Kapasitas
o Mendistribusikan buku pedoman
o Melaksanakan pelatihan : Penyelidikan Epidemiologi
Work Shop Flu Burung untuk Kadinkes Kabupaten/Kota
Mengembangkan desa siaga (penyakit yang dapat menimbulkan wabah, termasuk
AI/FB).
1. Rabies
Dari tahun ketahun terlihat bahwa kasus Gigitan Hewan Tersangka Rabies (GHTR)
masih sangat tinggi dan tidak menunjukkan penurunan yang berarti. Dari kasus
gigitan tersebut lebih dari separuhnya diberi VAR (Grafik 16.), hal ini disebabkan
karena masih rendahnya pengetahuan masyarakat sehingga hampir seluruh HPR
setelah menggigit dibunuh oleh masyarakat. Jumlah specimen yang diperiksa juga
sangat sedikit, dan angka ini belum menunjukan perubahan berarti dari tahun ke
tahun (Grafik 17.)
Grafik 4.8 Gambaran Kasus Rabies pada Manusia di Provinsi Sumatera Barat
Tahun 2000 s/d 2012
1,9
45 2,4
22
2,713
1,7
25
2,79
1
4,2
98
2,545
2,651
2,4
30
2,7
62
3,0
09
3,350
3,303
0
500
1,000
1,500
2,000
2,500
3,000
3,500
4,000
4,500
5,000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Gambaran Kasus GHTR di Provinsi Sumatera Barat 2000-2012
Grafik.4.9 Spesimen yang Diperiksa pada Kasus Gigitan
58
Tahun 2000 sampai Tahun 2012
1945 2
422
2713
1725
2791
4298
2545
2651
2430
2762
3009
3350
3303
1,4
53
1,6
85
1,9
10
1,2
38
2,1
51
3,0
51
1,7
89
1,9
45
1,7
18
2,0
15
1,7
74
2,5
03
2,4
86
520
363
159
374
354
248
211
270
278
280
202
0
500
1000
1500
2000
2500
3000
3500
4000
4500
5000
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Perbandingan Kasus GHTR, VAR dan Spesimen Positif
di Provinsi Sumatera Barat 2000-2012
GHTR VAR SP
Akan tetapi apabila dilihat kasus kematian akibat rabies, menunjukkan peningkatan
yang cukup berarti walaupun masih sangat jauh dari target yang diharapkan. Pada
tahun 2012 terdapat 14 Lyssa lebih tinggi dibandingkan tahun 2011 (10 kasus)
g. Pengendalian Penyakit Filaria
Dari grafik di bawah ini terlihat bahwa ada 14 kabupaten/kota di Provinsi
Sumatera Barat yang mempunyai kasus filaria, akan tetapi survei darah jari
belum dilakukan di semua kabupaten/kota yang memiliki kasus. Hal ini
perlu diperhatikan apabila ingin mengeliminasi filariasis.
Dari 7 kecamatan yang telah disurvei dan hasil Mikro Filaria Rate (mf
Ratenya) > 1 dilakukan pengobatan massal. Setelah pengobatan massal
maka ketika sudah melewati putaran kedua harus dilakukan survei
evaluasi pasca pengobatan
59
h. Program Immunisasi
Untuk menilai pencapaian program pada suatu periode tertentu, indikator UCI salah
alat ukur yang sudah baku dalam program Imunisasi. Secara bertahap cakupan UCI
harus meningkat dan merata keseluruh Jorong/kelurahan/Desa, sehingga akhir tahun
2010, diharapkan semua Kelurahan/Jorong/Desa sudah mencapai UCI, namun dalam
kenyataan dilapangan pencapaian UCI selalu berfluktuasi sehingga akan memperlambat
target pencapaian UCI Kelurahan/Jorong/Desa.
Tidak dicapainya target UCI disuatu wilayah pada umumnya karena distribusi jumlah
sasaran yang tidak merata, ada yang terlalu rendah dan ada yang terlalu tinggi.
Sehingga mempengaruhi jumlah cakupan UCI Kelurahan/Jorong/Desa. Untuk itu
diharapkan bagi Kabupaten/Kota agar memvalidasi jumlah data sasaran pada tahun
2010, sehingga jumah distibusi sasaran benar-benar valid sampai ke tingkat
Jorong/Kelurahan/ Desa.
1. Imunisasi Rutin
Dengan jumlah sasaran 106.391 bayi 0-11 bulan, sampai dengan bulan Desember 2012.
Secara Provinsi Sumatera Barat, beberapa indikator sudah dapat dicapai, akan tetapi
masih ada beberapa yang belum tercapai.
Untuk cakupan imunisasi Hepatotis B 0 diberikan pada bayi 0-7 hari, yang memberikan
kekebalan aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus hepatitis B mencapai 76,85%
(target 80%).
Untuk cakupan imunisasi kontak pertama, BCG: 76,85%, Polio 1: 93,39%, DPT-HB1:
90,84%. Hanya BCG yang tidak mencapai target disebabkan karena mitos bahwa anak
kecil tidak boleh keluar rumah dan disuntik.
60
Untuk cakupan imunisasi lengkap, Polio 4: 85,14%, DPT-HB3: 88,76%, Campak:
83,92% (Target 85%). Hanya campak yang tidak mencapai target karena adanya
mitos/issue negatif tentang imunisasi yang haram dan tidak efektif.
Grafik 4.11 Cakupan Imunisasi Hb 0 Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012
76.4
3 90.3
0
76.1
5
80.1
4
73.6
8
53.3
3
101.
63
73.5
7
16.8
9
72.7
4
81.4
2
59.7
2 76.
38 90
.89
86.3
3 103
.30
70.4
9
116.
41
84.0
6
76.8
5
0
20
40
60
80
100
120
140
Kab.
Pad
ang
Paria
man
Kab.
Agam
Kab.
Pasa
man
Kab.
50 K
ota
Kab.
Solo
k
Kab.
Tana
h Da
tar
Kab.
Siju
njun
g
Kab.
Pesi
sir S
elat
an
Kab.
Kep.
Men
tawa
i
Kab.
Pasa
man
Bar
at
Kab.
Dhar
mas
raya
Kab.
Solo
k Se
lata
n
Kota
Pad
ang
Kota
Buk
ittin
ggi
Kota
Pad
ang
Panj
ang
Kota
Pay
akum
buh
Kota
Sol
ok
Kota
Saw
ahlu
nto
Kota
Par
iam
an
Sum
bar
Grafik 4.12 Cakupan Imunisasi BCG Provinsi Sumatera Barat Tahun 2012
96.6
8
77.4
1 9
7.0
9
89.2
1
85.1
4
80.6
2
106.5
3
92.7
5
50.3
0
104.9
8
91.9
2
97.8
1
89.4
2
98.3
5
92.8
8
104.3
1
103.7
5
122.2
5
91.2
5
91.6
0
0
20
40
60
80
Top Related