Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

32

Transcript of Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

Page 1: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014
Page 2: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

30 • WARTA Ditjen PP dan PL

Page 3: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

1 WARTA Ditjen PP dan PL •

SUSUNAN REDAKSI

PENANGGUNG JAWAB : Sri Handini, SH, MH, M.Kes | REDAKTUR : drg. Yossy Agustina, MH.Kes, dr. Ita Dahlia, MH.Kes, Imam

Setiaji, SH | EDITOR/PENYUNTING : Risma, SKM, dr. Romadona Triada, Muji Yuswanto, S.Kom | DESIGN GRAFIS dan

FOTOGRAFER : Devy Nurdiansyah, AMKL, Bukhari Iskandar, SKM, Sri Sukarsih, Amd, Putri Kusumawardani, ST, Eriana

Sitompul | SEKRETARIAT : Dewi Nurul Triastuti, SKM, Firman Septiadi, SKM, Indah Nuraprilyanti, SKM, Aditya Pratama,

SI.Kom, Ni Nengah Yustina, SKM, Ira Vitria Sari, SE, Nurul Badriyah, SKM, Frans Landi, SKM, Budi Hermawan, Amd, Hastha

Meytha, SST, S.Si, Rizky Ndry Anggoro, SH, Rr. Tri Hastati | ALAMAT REDAKSI : Bagian Hukormas, Gedung A Direktorat

Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan, Jl. Percetakan Negara No.29 Jakarta Pusat 10560 | TELEPON : 021-4247608 |

FAKSIMILI : 021-4207087 | EMAIL : [email protected], [email protected] | WEBSITE : www.pppl.depkes.go.id

REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL: [email protected]

SALAM REDAKSI

M erebaknya kasus ebola

di Afrika kini sudah

merambah hingga lintas

benua. Hal ini

mengakibatkan Indonesia khususnya

Kementerian Kesehatan perlu waspada

dengan virus yang mematikan ini,

karena saat ini semakin banyak warga

negara Indonesia yang datang maupun

bepergian ke luar negeri, seperti TKI

maupun jemaah haji/umrah.

Kantor Kesehatan Pelabuhan

sebagai cegah tangkal penyakit di

pintu masuk negara bekerjasama

dengan instansi terkait, telah

menempatkan alat khusus pendeteksi

suhu tubuh yang dipasang di bandar

udara serta beberapa pelabuhan yang

memiliki akses langsung dengan

negara luar. Selain itu, disiapkan juga

petugas deteksi yang telah dilengkapi

alat khusus untuk mendeteksi

penumpang yang kemungkinan

terjangkit ebola. Hal ini yang kami

angkat dalam rubrik Warta Utama.

Indonesia memang tidak

menghadapi wabah virus mematikan

ini, namun Indonesia mengalami

betapa masalah kesehatan berdampak

pada kerugian ekonomi. Masalah

kesehatan di Indonesia yang

berdampak pada kerugian ekonomi

terkait dengan buruknya sanitasi

sehingga menimbulkan biaya untuk

kesehatan, akses yang lebih mahal

untuk air bersih dan hilangnya

pendapatan karena masuk rumah

sakit.

Persoalan sanitasi ini tidak

sepenuhnya sederhana. Untuk akses

sanitasi yang layak, Indonesia

membutuhkan dana yang tidak sedikit.

Pemerintah Indonesia menargetkan,

pada 2019 mendatang seluruh wilayah

Indonesia harus memiliki akses air

minum dan sanitasi yang layak

sebagaimana tertuang dalam UU No 17

tahun 2007 tentang Rencana

Pembangunan Jangka Panjang 2005-

2025.

Untuk mengenal lebih dekat Dirjen

PP dan PL yang baru, kami juga

menampilkan sosok dr. H. M. Subuh,

MPPM melalui rubrik Potret. Selain itu

kami juga menyuguhkan berita-berita

menarik lainnya dalam rubrik seputar

kita dan peristiwa.

Segenap redaksi majalah WARTA PP dan PL mengucapkan Selamat Hari Natal dan Tahun Baru 2015. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak berperan dalam penerbitan majalah WARTA PP dan PL edisi II ini. Kami sadar majalah ini masih jauh dari sempurna, dan kami selalu mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan edisi mendatang. Harapan kami agar majalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.

Penyakit Virus Ebola

Page 4: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

2 • WARTA Ditjen PP dan PL

DAFTAR ISI

Mengulik Tentang Virus Ebola Kenali Virusnya Hindar Penyakitnya

Menghadapi Virus Ebola di Pintu Masuk Negara

Cegah Ebola Dengan CTPS

10 Tips Menghindari Infeksi dan Menanggulangi Wabah Ebola

Green Office, Bukan Sekedar Slogan……!!!

Rabies Tahukah Anda?? Awas Gigitan Anjing Rabies!

Cegah Kanker Dengan Aktifitas Fisik

Integrasi Program Pelayanan TB di Era Jaminan Kesehatan Nasional

Sudah Amankah Tempat Pengelolaan Makan Kita ???

5 Bahaya Makan Roti Tawar !!!

Bawang Mentah Bagus Buat Jantung

Menkes Lantik Pejabat Eselon I Kementerian Kesehatan

Wujudkan Impian Pengembangan Laboratorium PES

Surveilans Berbasis Laboratorium untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Batasi Konsumsi Gula, Garam dan Lemak untuk Jantung Sehat

Pentingnya Keterbukaan Informasi Publik

Lokakarya Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Wabah

Bersinergi Dalam STBM Mencapai Akses Universal 2019

Page 5: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

3 WARTA Ditjen PP dan PL •

MENGULIK TENTANG MENGULIK TENTANG VIRUS EBOLAVIRUS EBOLA KENALI VIRUSNYAKENALI VIRUSNYA HINDARI PENYAKITNYAHINDARI PENYAKITNYA

S etelah merebaknya virus Mers-Cov di sejumlah negara di dunia beberapa waktu lalu, kini dunia tengah dihebohkan

dengan virus Ebola. Penyakit Virus Ebola atau Ebola Virus Disease (EVD) adalah salah satu dari banyak penyakit demam berdarah virus, yang berakibat fatal pada manusia dan primata (seperti monyet, gorila, dan simpanse).

Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dari genus Ebolavirus dan pertama kali ditemukan pada tahun 1976 di tempat yang sekarang dikenal sebagai Republik Demokratik Kongo dekat Sungai Ebola. Ada 5 sub spesies dari Ebolavirus. Empat dari lima telah menyebabkan penyakit pada manusia, yaitu: Virus Ebola (Zaire Ebolavirus); Virus Sudan (Sudan Ebolavirus); Virus TAI Forest (TAI Forest Ebolavirus, sebelumnya Pantai Gading Ebolavirus); Virus Bundibugyo (Bundibugyo Ebolavirus) dan Virus Reston (Reston Ebolavirus) telah menyebabkan penyakit pada primata. Host reservoir dari Virus Ebola masih belum diketahui. Namun, berdasarkan bukti yang ada dan sifat virus yang sama, peneliti percaya bahwa kelelawar menjadi reservoir yang paling mungkin.

Tanda dan gejala Gejala penyakit dapat muncul

dimana saja dengan masa inkubasi

virus 2 sampai 21 hari, namun yang paling umum terjadi adalah sekitar 8-10 hari setelah terpapar Virus Ebola. Gejalanya berupa demam mendadak, lemah, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan. Gejala ini diikuti dengan muntah, diare, ruam, gangguan fungsi ginjal dan hati, dan dalam beberapa kasus terjadi perdarahan baik internal maupun eksternal. Penderita Ebola dapat pula dilihat dari hasil laboratorium berupa penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit, serta peningkatan enzim hati.

Cara Penularan Penyakit Virus Ebola ini ditularkan

melalui kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi Virus Ebola atau terpapar objek (seperti jarum suntik) yang telah terkontaminasi dengan sekresi yang terinfeksi oleh Virus Ebola.

Pemeriksaan Klinis dan

Penunjang Infeksi Virus Ebola dapat

didiagnosis di laboratorium melalui beberapa jenis tes, yaitu Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), tes deteksi antigen, uji serum netralisasi, Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) assay, dan isolasi virus dengan kultur sel.

Tata Laksana Kasus dan Prognosis

Standar pengobatan Penyakit Virus Ebola masih terbatas pada terapi suportif, yaitu : 1. Menyeimbangkan cairan tubuh

dan elektrolit pasien 2. Mempertahankan status oksigen

dan tekanan darah 3. Memberikan pengobatan untuk

setiap komplikasi infeksi yang terjadi

Pengobatan tepat waktu pada

penderita Penyakit Virus Ebola adalah

penting, karena penyakit ini sulit

untuk didiagnosis secara klinis pada

tahap awal infeksi. Gejala awal seperti

sakit kepala dan demam tidak spesifik

untuk menentukan seseorang

terinfeksi. Namun jika seorang pasien

memiliki gejala awal dan ada alasan

kuat sehingga pasien tersebut

dinyatakan sebagai suspek, pasien

harus diisolasi dan petugas kesehatan

harus segera mengetahui hal ini.

Terapi suportif dapat dilanjutkan

dengan menggunakan pakaian

pelindung yang tepat sampai sampel

dari pasien diuji untuk

mengkonfirmasi infeksi. Sampai saat

ini belum ditemukan vaksin untuk

penyakit Virus Ebola. Beberapa vaksin

masih dalam tahap pengujian, namun

belum ada satu pun yang dapat

digunakan untuk kasus klinis.

Page 6: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

4 • WARTA Ditjen PP dan PL

E bola Virus Disease (EVD) ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, dan jaringan

orang yang terinfeksi, sehingga dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan masyarakat karena berpotensi menyebar dan menyebabkan kematian yang tinggi ( CFR sampai 90%). Penyakit Virus Ebola adalah demam berdarah virus

yang menjadi perhatian Internasional sesuai International Health Regulation/ IHR (2005).

Berdasarkan data WHO sampai dengan tanggal 14 September 2014 terdapat 5.357 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 2.630 kasus (49,09%) yang tersebar di 5 negara Afrika Barat yaitu Guinea dengan jumlah kasus 942 orang dengan kematian 601 orang, Liberia dengan

jumlah kasus 2.710 orang dengan kematian 1.459 orang, Sierra Leone dengan jumlah kasus 1.673 orang dengan kematian 562 orang, Nigeria dengan jumlah kasus 21 orang dengan jumlah kematian 8 orang, dan Senegal dengan jumlah kasus 1 orang dengan jumlah kematian 0. Terdapat pula 62 kasus EVD dengan jumlah kematian 35 orang di Negara Democratic Republic of the Congo (DRC).

Hingga saat ini di Indonesia belum ditemukan kasus konfirmasi penyakit virus Ebola, namun dengan tingkat mobilitas (pelaku perjalanan) yang tinggi dari dan ke luar negeri menjadi salah satu potensi atau risiko masuknya virus Ebola ke tanah air. WHO telah menyatakan penyakit virus Ebola sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) sehingga Indonesia khususnya Kementerian Kesehatan perlu melakukan langkah-langkah kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya virus Ebola.

Sejauh ini WHO belum mengeluarkan travel warning ke negara terjangkit. Kewaspadaan penularan penyakit harus dimiliki oleh WNI yang melakukan perjalanan ke negara terjangkit atau yang saat ini ada di negara terjangkit.

Pemerintah telah memiliki mekanisme untuk pencegahan penyebaran dan penanganan kasus penyakit impor secara umum termasuk penyakit virus Ebola. Upaya ini melibatkan jajaran Kementerian Kesehatan, TNI/ Polri, dan kementerian/ lembaga terkait lainnya. Upaya aktif pemerintah dalam mencegah masuknya penyakit Virus Ebola di Indonesia adalah dengan melakukan skrining di pintu masuk negara terhadap pelaku perjalanan dengan riwayat perjalanan dari negara terjangkit yang menunjukkan gejala penyakit virus Ebola.

Pemantauan perkembangan kasus Ebola dilakukan melalui mekanisme IHR (2005), komunikasi langsung dengan Outbreak Center WHO, dan mengamati penyakit di negara terjangkit dan kemungkinan penyebarannya ke negara lain.

MENGHADAPI VIRUS EBOLA

DI PINTU MASUK NEGARA

WARTA Ditjen PP dan PL 4 •

Page 7: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

5 WARTA Ditjen PP dan PL •

Peran Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mempunyai tugas cegah tangkal penyakit dari dan keluar pintu masuk negara wajib melaksanakan langkah-langkah kewaspadaaan sebagai upaya pencegahan dengan melakukan pelaporan jika diketahui terdapat penumpang sakit dipesawat sebelum kedatangan, dan melakukan investigasi terhadap wisatawan yang sakit dengan gejala demam viral dan ada riwayat kontak dengan daerah terjangkit, jika perlu dilakukan isolasi dan karantina.

Langkah kewaspadaan yang perlu dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai surat edaran Dirjen PP dan PL adalah dengan :

1. Mengikuti perkembangan berita tentang penyakit Ebola baik dari Kementerian Kesehatan RI maupun WHO dan berkoordinasi dengan jajaran kesehatan setempat/se wilayah.

2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas untuk segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan bila ada keluarga atau tetangga yang sakit dengan gejala demam viral dan ada riwayat kontak/perjalanan ke wilayah terjangkit virus Ebola, namun tidak perlu menimbulkan kepanikan.

3. Melakukan pengamatan ketat terhadap penumpang yang datang dari negara terjangkit dengan gejala klinis seperti tersebut diatas dengan cara : Lakukan pemeriksaan dan

memastikan kebenaran riwayat

perjalanan dari negara terjangkit Lakukan rujukan ke Rumah Sakit

rujukan Flu Burung terdekat untuk dilakukan tatalaksana kasus dan konfirmasi pemeriksaan laboratorium

Lakukan pencatatan dan pelaporan

Kantor Kesehatan Pelabuhan yang berkedudukan dan berada di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan pos lintas batas darat negara merupakan pintu masuk penyebaran penyakit virus Ebola, maka sudah menjadi tugas KKP melakukan fungsinya sebagai cegah tangkal penyakit dan masalah kesehatan di Indonesia dengan melakukan kewaspadaan dalam rangka mengantisipasi masuknya virus Ebola ke Indonesia.

WARTA Ditjen PP dan PL • 5

Page 8: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

6 • WARTA Ditjen PP dan PL

P enyakit virus ebola (EVD)

atau demam berdarah Ebo-

la (EHF) adalah penyakit

pada manusia yang

disebabkan oleh virus Ebola. Gejalan-

ya biasanya dimulai dua hari hingga

tiga minggu setelah terjangkit virus,

dengan adanyademam, sakit

tenggorokan, nyeri sendi, nyeriotot,

dan sakit kepala. Biasanya diikuti

dengan mual, muntah,diare,

menurunnya

fungsi liver dan ginjalsertamengalami

masalah pendarahan internal danek-

sternal.

Wabah Ebola yang meluas di em-

pat negara Afrika yaitu Liberia, Guin-

ea, Sierra Leonne, dan Nigeria telah

menewaskan lebih dari 1.000

orang.Berdasarkan data WHO, ke-

matian yang disebabkan virus Ebola

sebesar 57 %.

Virus mungkin didapatkan melalui

kontak dengan darah atau cairan

tubuh hewan yang terinfeksi

(biasanya monyet atau kelela-

war).Penyebaran lewat udara belum

pernah tercatat dalam lingkungan

alami. Begitu terjadi infeksi pada

manusia, penyakit ini dapat menyebar

pada orang-orang. Virus ini ditularkan

kepada orang lain melalui kontak

langsung dengan orang yang terin-

feksi melalui cairan penderita seperti

batuk, bersin, muntahan atau darah

penderita yang mengenai mata,

hidung, atau mulut orang lain. Virus

Ebola juga dapat bertahan hidup di

permukaan benda, sehingga benda

apa pun yang terkontaminasi dengan

cairan tubuh penderita, seperti sarung

tangan karet ataupun jarum suntik,

dapat menjadi media penularan virus

tersebut.

Hingga saat ini belum ada vaksin

maupun obat untuk penyakit tersebut.

Pencegahannya meliputi upaya men-

gurangi penyebaran penyakit dari

monyet dan babi yang terinfeksi ke

manusia. Hal ini dapat dilakukan

dengan memeriksa hewan tersebut

terhadap infeksi, serta membunuh

dan membuang hewan dengan benar

jika ditemukan penyakit tersebut. Me-

masak daging dengan benar dan

mengenakan pakaian pelindung ketika

mengolah daging juga berguna.

Menghindari kontak dengan orang

yang menderita penyakit tersebut

juga sangat disarankan. Jika memang

harus berada di sekitar orang yang

menderita penyakit tersebut, kenakan

pakaian pelindung dan cuci tangan

pakai sabun. Cuci Tangan Pakai

Sabun (CTPS) merupakan tindakan

pencegahan standar karena walaupun

sudah hati-hati tetap ada kemung-

kinan tangan kita tercemar. Sabun sendiri berfungsi untuk

mengangkat kotoran dan lemak yang

menempel di tangan. Sedangkan ku-

man menempel pada kotoran dan le-

mak. Air akan membantu kerja sabun

menyebar rata ke seluruh bagian tan-

gan dan dengan membilas tangan,

kotoran pun akan terbawa atau ter-

angkat bersama-sama sabun. Karena

itu mencuci tangan sesering mungkin

dengan sabun dan air mengalir selama

sedikitnya 20 detik masih dipercaya

sebagai pencegahan yang sederhana,

namun ampuh untuk penyakit ebola.

Cegah EBOLA dengan CTPS

WARTA Ditjen PP dan PL 6 •

Page 9: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

7 WARTA Ditjen PP dan PL •

1. Dapatkan Informasi tentang apa dan bagaiman penyebaran virus ebola agar dapat mengambil tindakan pencegahan.

2. Mencuci tangan dengan sabun, agar proses pembersihan lebih maksimal gunakan cairan pembersih tangan khusus.

3. Waspadai binatang hutan yang sakit atau mati, karena virus ini dapat masuk ke manusia lewat darah, lendir, dan berbagai cairan tubuh atau organ dari hewan yang telah terinfeksi.

4. Masaklah daging yang hendak dikonsumsi dengan baik, hindari pula memakan daging hewan hutan yang mengandung resiko pembawa virus.

5. Segera hubungi dokter/tenaga kesehatan ketika merasakan gejala awal, seperti demam yang disertai nyeri otot, sakit kepala dan tenggorokan, muntah-muntah, diare merah-merah ditubuh, gangguan fungsi ginjal dan hati. Pada tingkat lanjut pasien mengalami pendarahan dari mulut, telinga dan hidung. Infeksi Ebola dapat dipastikan lewat pemeriksaan laboraturium.

6. Tutup luka dan lindungi selaput lendir dari kontak langsung. Waspadai penularan dari manusia ke manusia, karena penularan ini dapat terjadi melalui kulit terbuka akibat luka, dll) dan selaput lendir (di hidung, mulut, mata, telinga, dll). Kontak tidak langsung dapat terjadi melalui lingkungan yang telah terkontamasi.

7. Langkah pencegahan penularan (perlindungan diri) harus menjadi bagian dari panggilan untuk memberikan perawatan kepada yang sakit.

8. Dalam kasus ini seseorang yang terinfeksi meninggal, keluarga dan masyarakat harus menerima penindakan khusus untuk mencegah penularan. Virus ini dapat menular lewat jasad seseorang.

9. Memahami bahwa manusia rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk infeksi Ebola.

10. Jika ada seorang anggota masyarakat terinfeksi Ebola, itu berarti undangan bagi seluruh masyarakat untuk mengentaskan penyakit itu, karena Ebola bukan sekedar penyakit yang menyerang individu saja tapi juga dapat membunuh satu kampung bahkan satu negara.

10 Tips Menghindari Infeksi

dan Menanggulangi Wabah Ebola

Page 10: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

8 • WARTA Ditjen PP dan PL

GREEN OFFICE, BUKAN SEKEDAR SLOGAN……!!!

B elakangan kalimat Green

Office begitu santer

didengungkan. Namun

banyak yang belum tahu

apa pengertian “green” tersebut. Tidak

salah jika kita mengartikan Green

Office sebagai kantor yang bernuansa

serba hijau. Hijau memang identik

dengan alam dan lingkungan. Jadi,

Green Office adalah perkantoran yang

memiliki dan menunjukkan komitmen

terhadap kelestarian lingkungan.

Banyak aspek yang bisa dilakukan

untuk menjadikan kantor sebagai

tempat menghabiskan waktu setiap

harinya menjadi sebuah kantor yang

berlabel Green Office. Sebagai contoh,

sebuah gedung perkantoran televisi

swasta di Jakarta mengangkat slogan

“Go Green dan No Styrofoam”.

Kementerian Kesehatan

mempunyai 6 indikator untuk

menentukan sebuah kantor berlabel

Green Office, yaitu : hemat listrik,

hemat air, reduce-reuse-recycle, hemat

bbm, penghijauan, tanpa rokok. Sejak

tahun 2012, Kementerian Kesehatan

melakukan perlombaan untuk

mengkampanyekan Green Office, dan

Sekretariat Ditjen PP dan PL berhasil

menjadi juara 1 tingkat satuan kerja

pusat pada tahun 2013.

Slogan “Go Green dan No Styrofoam”

dapat membawa pengaruh besar bagi

terciptanya lingkungan yang bebas

dari sampah plastik yang notabene

membutuhkan waktu puluhan tahun

bisa diurai. Pertanyaannya adalah,

apakah kita terhenti pada slogan tanpa

diiringi dengan kerja nyata?

Sekretariat Ditjen PP dan PL

mencoba menerapkan beberapa

konsep untuk menggalakkan kantor

yang ramah lingkungan, seperti

melakukan sosialisasi melalui stiker,

standing banner, edaran, running teks,

pengumuman berisi himbauan untuk

melakukan penghematan listrik, air,

kertas, tissue, tidak merokok di area

kantor, mengadakan automatic lamp

di toilet, green lamp tenaga surya di

halaman kantor, penyediaan parkir

sepeda untuk karyawan, penggantian

tanaman artificial di ruang kerja

dengan tanaman hijau yang rutin

diganti setiap minggunya,

menyediakan bus jemputan karyawan

untuk menimalisasi penggunaan mobil

pribadi, pemanfaatan lahan kosong di

sekitar kantor untuk taman hijau dan

asri, menyediakan fitness center untuk

menjaga kebugaran karyawan, serta

melakukan penanaman pohon dari

setiap perwakilan direktorat dan

sekretariat.

Tahun ini, Kementerian Kesehatan

akan mengadakan kembali

perlombaan Green Office. Mudah-

mudahan apa yang telah kita lakukan

selama ini dapat terus kita

pertahankan dan menjadikan kantor

yang benar-benar memiliki dan

melaksanakan konsep yang ramah

lingkungan bukan sekedar slogan.

Semoga!!

Page 11: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

9 WARTA Ditjen PP dan PL •

RABIESRABIES, TAHUKAH ANDA??, TAHUKAH ANDA??

AWAS GIGITAN ANJING RABIES !AWAS GIGITAN ANJING RABIES !

R abies atau anjing gila merupakan penyakit infeksi sistem syaraf pusat akut yang menyerang manusia dan hewan berdarah panas yang disebabkan oleh virus Rabies. Penyakit ini termasuk zoonosis yang

menjadi sangat penting karena sampai saat ini belum ditemukan obatnya dan jika gejala penyakit ini timbul maka rabies akan selalu menyebabkan kematian baik pada manusia maupun hewan.

Di Indonesia, sejauh ini 25 provinsi telah tertular dan hanya 9 provinsi masih bebas rabies. Daerah-daerah yang bebas rabies adalah Kepulauan Riau, Pulau Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat. Dengan masih banyaknya wilayah di Indonesia yang tertular, maka sangat penting penyebaran informasi mengenai cara penanganan rabies secara baik dan benar.

Penularan rabies dapat dengan gigitan dan non gigitan (goresan cakaran) oleh hewan penular rabies (GHPR) terutama anjing, kucing dan kera yang terinfeksi virus rabies melalui air liur dan cairan lainnya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, umumnya 3-8 minggu tergantung dari lokasi gigitan. Dalam pencegahan rabies pada hewan sebaiknya hewan penular rabies (HPR) dilakukan vaksinasi secara berkala, dikandangkan, pemasangan identitas pada leher sehingga mudah dikenali.

Gejala awal (stadium prodomal) berupa demam, malaise/lemah, mual dan rasa nyeri tenggorokan selama beberapa hari. Setelah itu (stadium sensoris) penderita akan merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan. Pada stadium eksitasi timbul gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dilatasi pupil dan sebagainya. Stadium ini merupakan puncak penyakit dan gejala khas pada stadium ini hidrofobia. Perilaku penderita tidak rasional kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif. Keadaan atau gejala-gejala ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal dunia. Kadang kala ditemukan juga kasus tanpa gejala eksitasi, melainkan paralisis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paralisis otot-otot pernafasan (stadium paralisis).

Apabila ada kasus GHPR harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies, usaha yang paling efektif adalah mencuci luka gigitan dengan air mengalir menggunakan sabun/deterjen selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, bila memang perlu sekali dapat dijahit (jahitan situasi). Selain itu harus dipertimbangkan pula perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti tetanus,

antibiotika untuk mencegah infeksi dan analgetika.

Tatalaksana kasus gigitan HPR harus memerhatikan derajat luka GHPR. Klasifikasi derajat luka GHPR menurut WHO dibagi menjadi 3 yaitu:

Apabila ada kasus gigitan sebaiknya segera dilakukan cuci luka dan dibawa ke pelayanan kesehatan untuk dilakukan tatalaksana sesuai prosedur. Berikut adalah alur tatalaksana GHPR.

ALUR PENATALAKSANAAN KASUS GIGITAN HEWAN TERSANGKA RABIES

Rabies memang berbahaya namun dapat dicegah dengan mengikuti tatalaksana yang baik dan benar sesuai prosedur.

Derajat Luka

Jenis Kontak Tatalaksana

I Sentuhan atau jila-tan HPR pada kulit tanpa luka

Tidak perlu tinda-kan tapi sebaiknya dicuci

II Luka cakar, luka abrasi/lecet, luka ringan, jilatan pada kulit luka

- Cuci luka

- Berikan VAR

III Luka multipel, luka dalam, luka risiko tinggi, saliva HPR pada mukosa

- Cuci luka

- Beri VAR dan SAR

Page 12: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

10 • WARTA Ditjen PP dan PL

Cegah Kanker Dengan Aktivitas Fisik

T ahukah Anda bahwa kanker dapat dicegah? Ya, kanker dapat dicegah dengan menghindari faktor risikonya.

Para ahli memperkirakan bahwa 40% kanker dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko kanker, seperti tidak merokok/terkena paparan asap rokok, menghindari obesitas dengan diet seimbang dan aktifitas fisik, tidak mengkonsumsi alkohol, memproteksi kulit dari paparan sinar ultraviolet, mencegah infeksi yang berhubungan dengan kanker, dan menghindari lingkungan yg mengandung karsinogen (UICC, 2009).

Menurut World Cancer Research Fund (WCRF), ada 10 rekomendasi pencegahan kanker dengan diet dan aktivitas fisik, yaitu: 1) menjaga berat badan normal, 2) beraktivitas fisik setiap hari, 3) membatasi konsumsi makanan dan minuman padat kalori, 4) memperbanyak konsumsi buah dan sayuran, 5) batasi konsumsi daging merah (seperti daging sapi, daging babi, domba) dan hindari daging olahan, 6) menghindari minuman beralkohol, 7) Batasi konsumsi makanan asin dan makanan yang diasinkan, 8) menghindari suplemen, 9) memberikan ASI eksklusif, serta 10) mengikuti rekomendasi pencegahan kanker bagi survivor kanker.

Aktivitas fisik dan kanker Sejak tahun 1990-an, banyak

penelitian yang membuktikan bahwa aktivitas fisik dapat mencegah 3 jenis kanker yaitu kanker usus besar, kanker payudara (pada wanita post menopause), dan kanker endometrium. Aktivitas fisik yang rutin mempunyai efek langsung dalam mengurangi risiko terjadinya kanker. Aktivitas fisik juga merupakan cara untuk menjaga berat badan ideal.

Salah satu cara bagaimana aktivitas fisik dapat mencegah kanker adalah dengan menurunkan tingkat hormon yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker leher rahim dan endometrium di dalam tubuh. Aktivitas fisik rutin juga menjadikan sistem pencernaan dapat bekerja dengan baik dan meningkatkan kecepatannya, yang mana dengan lebih cepat terserapnya makanan dalam saluran pencernaan dapat menurunkan kejadian kanker usus besar.

Aktivitas fisik dan obesitas Berat badan berlebih dan obesitas

meningkatkan risiko terjadinya beberapa jenis kanker, terutama sejak tahun 1990-an. Berat badan berlebih dan obesitas secara meyakinkan dapat menyebkan kanker kolorektal, oesofagus, endometrium, pankreas, ginjal, dan payudara (pada wanita post menopause), dan mungkin kanker

kandung kemih. Obesitas sentral (perut) dapat menyebabkan kanker kolorektal, dan mungkin kanker pankreas, endometrium, dan payudara.

Saran praktis aktivitas fisik

sehari-hari Beberapa tips berikut untuk

meningkatkan aktivitas jalan kaki harian:

Berjalan kaki dengan teman setelah makan siang

Berjalan kaki 30 menit setiap hari atau 15 menit di pagi hari dan 15 menit lagi di sore hari

Jika menggunakan kendaraan sendiri, parkirlah di tempat yang agak jauh dari tempat tujuan, kemudian berjalan kakilah menuju ke tempat tersebut

Jika menggunakan transportasi umum, berhentilah sebelum tempat tujuan dan berjalan kakilah menuju ke tempat tersebut

Naiklah tangga daripada menggunakan lift/eskalator

Sempatkanlah dan manfaatkan beberapa kegiatan di rumah untuk aktivitas fisik selama 30 menit, antara lain: menyiangi rumput di taman membersihkan kamar mandi mencuci motor/mobil sendiri membersihkan dan merapikan

tempat tidur membersihkan lantai merapikan tanaman

WARTA Ditjen PP dan PL 10 •

Page 13: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

11 WARTA Ditjen PP dan PL •

T ransformasi PT. Askes men-jadi BPJS Kesehatan sebagai pelaksana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

telah diimplementasikan pada awal Januari 2014. Hal ini merupakan langkah awal pencapaian Universal Health Coverage (UHC) tahun 2019. Diharapkan dengan JKN masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan yang lebih baik dan ter-jangkau.

JKN memiliki keterkaitan erat

dengan program pengendalian tu-

berkulosis (TB) sebagai bagian dari

layanan kesehatan. Oleh karena itu,

perlu dilakukan integrasi program

pengendalian TB dalam program JKN.

Langkah awal yang dilakukan adalah

membuat Memorandum of Under-

standing (MoU) antara Kementrian

Kesehatan dan BPJS Kesehatan terkait

pelayanan TB dalam jaminan

kesehatan. MoU antar lembaga ini di-

maksudkan untuk meningkatkan mu-

tu pelayanan yang nantinya akan

diterima oleh pasien. Didalam MoU

akan dipisahkan peran masing-masing

pihak sehingga jelas setiap

kewenangannya. Pelayanan TB dida-

lam JKN difokuskan pada pelayanan

Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).

Kegiatan sosialisasi TB bisa masuk ke

dalam program promosi kesehatan

pada pasien TB.

Pada awalnya, MoU yang akan

dikembangkan dijadikan sebagai

payung kerjasama antara Kemenkes

dan BPJS sebagai bentuk kelanjutan

MoU antara Kemenkes dengan PT.

Askes sebelumnya. Agar MoU mem-

iliki kekuatan hukum yang mengikat,

maka isi MoU yang diinisiasi oleh

Pusat Pembiayaan dan Jaminan

Kesehatan (PPJK) Kementerian

Kesehatan, secara garis besar telah

dimasukkan ke dalam petunjuk teknis

(juknis) pelaksanaan jaminan

kesehatan yang akan dilampirkan da-

lam Permenkes No. 28 Tahun 2014

tentang Pedoman Pelaksanaan Ja-

minan Kesehatan Nasional .

Petunjuk teknis disusun oleh pro-

gram TB dengan ruang lingkup terdiri

dari : 1) Pelayanan Tuberkulosis

Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama

dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Ting-

kat Lanjut; 2) Mekanisme Pelayanan

Rujukan; 3) Tata kelola Logistik; 4)

Monitoring dan Evaluasi; dan 6) Dasar

Prosedur Diagnostik. Petunjuk Teknis

pelayanan TB bagi peserta JKN ini ber-

sifat dinamis, sehingga tidak menutup

kemungkinan untuk terus dilakukan

perubahan dan perbaikan dalam

pelaksanaan layanan TB di fasilitas

kesehatan. (tw/vy/fh/ba)

Integrasi Program Pelayanan TB di Era Jaminan Kesehatan Nasional

Page 14: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

12 • WARTA Ditjen PP dan PL

K etika Anda sedang makan,

pernahkah anda tiba-tiba

menemukan capcay yang

tengah Anda santap

mengandung ulat sayur? Atau Anda

menemukan secuil kotoran yang

menempel di pinggiran piring yang

Anda pakai, atau bahkan di sekeliling

Anda banyak lalat hitam subur yang

berdenging di sekitar meja makan

Anda?

Hampir semua orang pasti pernah

mengalami pengalaman buruk seperti

ini baik saat menikmati masakan di

warteg, gerobak bakso keliling, bahkan

di restoran popular dan mahal

sekalipun di kota besar seperti

Jakarta. Tidak semua orang bereaksi

sama ketika menemui keadaan tidak

menyenangkan seperti di atas.

Secara umum, kesadaran

masyarakat Indonesia terhadap

makanan belum seperti di negara-

negara maju. Ada banyak alasan

mengapa mereka cuek, bisa jadi karena

tidak ada kepedulian masyarakat

terkait higiene sanitasi pangan,

frustrasi dengan respons pengelola

restoran, budaya masyarakat

Indonesia yang cenderung legowo dan

banyak tepa seliranya, atau karena

ketidaktahuan masyarakat.

Terlepas dari sikap acuh tak acuh

masyarakat, bagaimanapun masalah

keamanan pangan, kondisi lingkungan

penyimpanan makanan, cara

pengelolaan dan penyajian makanan,

dan semua hal yang bisa mencegah

terjadinya pencemaran pangan sudah

harus menjadi perhatian utama. Di

kota-kota besar dunia, seperti New

York City atau tetangga kita Singapura,

persoalan higiene sanitasi rumah

makan/restoran sudah berjalan

dengan sistem yang baik. Pemerintah

bersikap tegas dan pengusaha restoran

serta konsumen memperoleh manfaat

dan keuntungan dari ketegasan

pemerintahannya, baik melalui reward

maupun punishment kepada

pengusaha restoran.

SUDAH AMANKAH TEMPAT PENGELOLAAN MAKAN KITA ???

Page 15: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

13 WARTA Ditjen PP dan PL •

Peraturan Terkait Higiene Sanitasi

Rumah Makan/Restoran “Tanpa

Wibawa”

Sampai saat ini kita setuju bahwa

persoalan sepele tetapi penting ini

lepas dari pengawasan atau pantauan

Pemerintah, baik Pusat maupun

Daerah, karena tidak ada satu pun

berita di media massa tentang rumah

makan maupun restoran yang ditutup

karena persoalan tidak laik sehat/laik

higiene sanitasi. Padahal pada

kenyataannya, peraturan mengenai

keamanan pangan dan sanitasi, serta

peraturan pelaksananya sudah

terbilang lengkap.

Ada payung hukum berupa Undang

-Undang No. 18 tahun 2012 tentang

Pangan, Peraturan Pemerintah No. 28

tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu

dan Gizi Pangan, serta Keputusan

Menteri Kesehatan No. 1098 tahun

2003 tentang Persyaratan Higiene

Sanitasi Rumah Makan dan Restoran,

yang disertai dengan langkah teknis

pengawasan dan pembinaan tentang

kewajiban memiliki sertifikat laik

sehat dari beberapa kabupaten/kota

melalui peraturan daerah maupun

peraturan bupati/walikota.

Sayangnya, meski peraturan hukum

tersebut sudah disertai sanksi

pencabutan sertifikat laik sehat, tetapi

peraturan ini tampak jelas tidak

bergigi. Sebagai contoh, ketika izin laik

sehatnya dicabut, tetapi izin

operasionalnya masih tetap berjalan

itu artinya meskipun restoran/rumah

makan kondisi higiene sanitasinya

buruk, tetap saja bisa “lenggang

kangkung”.

Di Indonesia, inspeksi ke restoran

atau rumah makan baru dilakukan

Pemerintah Daerah, dalam hal ini

dinas kesehatan Kabupaten/Kota,

hanya jika ada permintaan dari si

pemilik/pengelola untuk memenuhi

tuntutan konsumen. Alasannya klasik.

Pemerintah daerah kekurangan tenaga

dan anggaran!

Kementerian Kesehatan melalui

Direktorat Penyehatan Lingkungan

sudah berupaya melakukan evaluasi

dengan melakukan pertemuan di

tingkat propinsi dan melibatkan

Dinkes Kabupaten/Kota terkait dengan

kinerja mereka terhadap pengawasan

higiene sanitasi pangan di rumah

makan dan restoran, serta melengkapi

peralatan untuk pemeriksaan cepat

terhadap makanan siap saji dan

diberikan kepada kabupaten/kota

yang mengusulkan ke Pusat. Namun,

hidup matinya pengawasan higiene

sanitasi pangan di kabupaten/kota

juga sangat terkait erat dengan

anggaran dan kinerja Pemerintah

daerah kabupaten/kota.

Poin penting terkait Persyaratan

Higiene Sanitasi Rumah Makan/

Restoran yang harus dilaksanakan:

Masyarakat perlu dilindungi dari

makanan/minuman yang tidak

memenuhi persyaratan higiene

sanitasi yang dikelola rumah makan

dan restoran agar tidak

membahayakan kesehatan.

Terkait dengan izin usaha, rumah

makan/restoran harus memiliki

sertifikat laik higiene dan sanitasi

yang dikeluarkan oleh dinas

kesehatan.

Tenaga penjamah makanan yang

bekerja pada usaha rumah makan/

restoran harus berbadan sehat dan

tidak menderita penyakit menular.

Penjamah makanan harus

memeriksakan kesehatannya

secara berkala minimal 2 kali dalam

satu tahun.

Penjamah makanan wajib memiliki

sertifikat kursus penjamah

makanan.

Dinas kesehatan kabupaten/kota

melakukan pengujian mutu

makanan dan spesimen terhadap

rumah makan/restoran.

Persyaratan higiene sanitasi yang

harus dipenuhi meliputi

persyaratan lokasi dan bangunan;

persyaratan fasilitas sanitasi;

persyaratan dapur, ruang makan

dan gudang makanan; persyaratan

bahan makanan dan makanan jadi;

persyaratan pengolahan makanan;

persyaratan penyimpanan bahan

makanan dan makanan jadi;

persyaratan penyajian makanan

jadi; dan persyaratan peralatan

yang digunakan.

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi

rumah makan/restoran sementara

berlaku selama 6 (enam) bulan dan

dapat diperpanjang sebanyak-

banyaknya 2 kali.

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi

rumah makan/restoran tetap

berlaku selama 3 tahun dan dapat

diperbaharui atau menjadi batal

bilamana terjadi pergantian

pemilik, pindah lokasi/alamat,

tutup dan atau menyebabkan

terjadinya keracunan makanan/

wabah yang mengakibatkan rumah

makan dan restoran menjadi tidak

laik higiene sanitasi.

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi

harus dipasang di dinding yang

mudah dilihat oleh petugas dan

masyarakat konsumen.

Sanitarian dan pengelola kesehatan

lingkungan harus selalu siap

melakukan pengawasan Higiene

Sanitasi Pangan ke rumah makan/

restoran, sehingga program

pengawasan dan pembinaan ini tidak

seperti kompor yang kehabisan bahan

bakar. (Aloysius W)

Page 16: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

14 • WARTA Ditjen PP dan PL

T ips kesehatan dan ahli kesehatan berkali-

kali menekankan pada diri Anda bahwa

mengkonsumsi roti tawar putih tidak baik

untuk kesehatan tubuh Anda. Anda juga

disarankan untuk mengganti roti tawar tersebut

dengan roti gandum.

Lantas apa yang menyebabkan roti tawar biasa tidak baik

untuk kesehatan tubuh? Ternyata ini alasannya

1. Tidak akan membuat Anda kenyang

Serat merupakan unsur penting dalam makanan yang

membantu menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh,

menyehatkan saluran cerna, dan membuat Anda merasa

kenyang lebih lama. Namun tidak seperti roti gandum,

roti tawar biasa terbuat dari tepung yang kehilangan

sebagian besar seratnya saat diproses. Itulah yang

menyebabkan Anda tidak merasa kenyang saat makan

roti tawar biasa.

2. Meningkatkan kadar gula darah

Roti tawar terbuat dari biji-bijian yang mudah diserap

selama proses pencernaan dalam tubuh. Hal ini

cenderung menyebabkan lonjakan gula darah yang

tajam. Roti tawar juga tinggi akan indeks glisemik yang

membuat Anda rentan untuk terkena penyakit seperti

diabetes, penyakit jantung, dan obesitas.

3. Tidak mengandung nutrisi yang cukup

Selama proses produksinya, tepung yang digunakan

untuk membuat roti tawar kehilangan vitamin B6,

vitamin E, asam folat, seng, dan kromium. Sehingga bisa

dikatakan roti tawar biasa tidak mengandung nutrisi

yang cukup.

4. Sulit untuk dicerna

Roti tawar mengandung gluten yang membuatnya sulit

untuk dicerna. Selain itu roti tawar tidak mengandung

enzim alami apapun yang dibutuhkan pankreas untuk

memecah lemak, karbohidrat, dan lemak.

5. Tepung putih tidak baik untuk kesehatan secara

keseluruhan

Karena tepung putih yang menjadi bahan utama

pembuat roti tawar sudah kehilangan nutrisi, maka

sebenarnya roti tawar tidak memiliki manfaat yang

menyehatkan untuk tubuh Anda selain berfungsi untuk

pengganjal perut.

Masih sering mengkonsumsi roti tawar biasa? Sebaiknya

ganti dengan roti gandum yang lebih bermanfaat untuk

kesehatan tubuh Anda. (sumber : fibreslimindonesia)

5 Bahaya5 Bahaya5 Bahaya Makan Roti Tawar !!!Makan Roti Tawar !!!Makan Roti Tawar !!!

Page 17: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

15 WARTA Ditjen PP dan PL •

B erbagai macam antioksidan

terkandung dalam bawang putih,

sehingga salah satu jenis bumbu

dapur ini bermanfaat untuk

kesehatan, salah satunya sebagai sahabat

jantung. Menurut suatu penelitian bawang

putih yang segar (mentah) berefek

menyehatkan jantung lebih baik ketimbang

bawang kering.

Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, bawang putih

segar itu harus dilumatkan atau dicincang sebelum

dikonsumsi.

Proses memotong-motong bawang itu membuat komponen

hidrogen sulfida dalam bawang menjadi aktif dan berfungsi

membuat rileks pembuluh darah.

Menurut peneliti tentang bawang itu, Dipak K. Das bersama

timnya, hidrogen sulfida beraksi sebagai pembawa pesan

kimiawi yang akan merilekskan pembuluh darah sehingga

darah akan mengalir lancar. Pemasakan atau pemrosesan

bawang putih akan mengurangi kemampuan untuk

mengaktifkan hidrogen sulfida.

"Bawang yang diproses maupun bawang putih segar yang

dicincang sebetulnya dapat mengurangi kerusakan akibat

kurangnya aliran oksigen di dalam pembuluh darah. "Akan

tetapi bawang segar yang diremuk memiliki efek yang lebih

hebat dalam memperbaiki aliran darah di dalam aorta dan

meningkatkan tekanan di dalam ventrikel kiri jantung,"

ungkap Das.

Hasil penelitiannya yang menggunakan tikus itu

dipublikasikan lewat Journal of Agricultural and Food

Chemistry.

BAWANG MENTAHBAWANG MENTAHBAWANG MENTAH

BAGUS BUAT JANTUNGBAGUS BUAT JANTUNGBAGUS BUAT JANTUNG

Page 18: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

16 • WARTA Ditjen PP dan PL

M enteri Kesehatan dr.

Nafsiah Mboi, SpA, MPH

di hari terakhir masa

jabatannya sebagai

Menkes pada Kabinet Indonesia

Bersatu Jilid II melantik empat orang

Pimpinan Tinggi Madya atau Pejabat

Eselon I di kantor Kementerian

Kesehatan, Jumat (17/10).

Pejabat yang di lantik yakni dr. H.

M. Subuh, MPPM sebagai Direktur

Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan; drg. Usman

Sumantri, M.Sc sebagai Kepala Badan

Pengembangan dan Pemberdayaan

Sumber Daya Manusia Kesehatan; drg.

Tini Suryanti Suhandi, M.Kes sebagai

Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan

Pemberdayaan Masyarakat; drg.

Tritarayati, SH sebagai Staf Ahli Bidang

Mediko Legal.

Dalam sambutannya, Menkes

mengatakan bahwa pelantikan dan

pengambilan sumpah jabatan para

pejabat yang dicalonkan oleh

Sekretaris Jenderal Kemenkes dan tim

ini seluruh prosesnya dilaksanakan

secara terbuka, jujur, dan transparan

berdasarkan fit and proper test serta

bisa dipertanggungjawabkan kepada

siapapun.

“Saya yakin dan percaya bahwa

saudara-saudara yang dilantik hari ini

adalah memang pribadi-pribadi pilihan

yang benar-benar mampu

menghasilkan kinerja terbaik dan

dapat melaksanakan sebaik-baiknya

kontrak kinerja yang telah

ditandatangani”, ujar Menkes.

Selain pelantikan dan pengambilan

sumpah jabatan Pimpinan Tinggi

Madya atau Pejabat Eselon I,

dr Nafsiah Mboi di hari terakhir

kerjanya atau masa jabatannya sebagai

Menkes RI memberikan penghargaan

kepada pegawai berprestasi dan

berdedikasi di lingkungan Kemenkes.

Satu diantaranya adalah dr. H. M.

Subuh, MPPM sebagai Dirjen PP dan PL

yang baru dilantik, mendapatkan

penghargaan secara langsung oleh

Menkes sebagai bentuk apresiasi

kepada pegawai Kemenkes yang dalam

pengamatannya selama 28 bulan masa

kepemimpinan Beliau, dinilai telah

bekerja dengan luar biasa dan baik

sekali. Menkes berharap dengan

diberikannya penghargaan ini bisa

menjadi sebuah motivasi agar dapat

bekerja lebih baik lagi.

Menkes Lantik Empat Pejabat Eselon I

Kementerian Kesehatan

Page 19: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

17 WARTA Ditjen PP dan PL •

S eperti mimpi yang menjadi

kenyataan. Begitu ungkapan

istimewa yang disampaikan

Sekretaris Ditjen PP dan PL,

dr H M Subuh MPPM pada acara pele-

takan batu pertama pengembangan

Laboratorium Pes dan Zoonosis serta

Pusat Diklat Teknis Zoonosis dan

STBM Nasional Nongkojajar Pasuruan,

9 Oktober 2014. Bagaimana tidak,

setelah menjalani proses administrasi

dan legalitas yang memakan waktu

bertahun-tahun semenjak era otonomi

daerah, akhirnya kepemilikan tiga aset

negara di Kabupaten Pasuruan terse-

but kembali ke Kementerian

Kesehatan.

Tanah dan bangunan seluas 5220

m2 yang berada di Desa Wonosari

Kecamatan Tutur tersebut akan

dibangun menjadi satu-satunya labora-

torium pengendalian penyakit Pes dan

Zoonosis pertama tak hanya di Indone-

sia, tapi juga dalam skala regional Asia

bahkan dunia. Sehingga tak

mengherankan jika Sesditjen pada

sambutannya memberi ja-

minan pembangunan beserta

anggarannya akan terus

dikawal sampai rampung

tahun 2015 mendatang.

Turut hadir dalam acara

tersebut Asisten II dan III

Pemkab Pasuruan, Kepala

Dinas Kesehatan Kabupaten

Pasuruan, Kepala Biro Keu-

angan dan BMN Kemenkes

RI, Kasubdit Zoonosis

Direktorat PPBB, Kepala Bagian Umum

dan Kepegawaian Ditjen PP dan PL,

Camat Tutur, Kepala Puskesmas

Nongkojajar, Kepala BBLK Surabaya,

dan Kepala KKP Probolinggo.

Acara peletakan batu pertama, di-

awali dengan penandatanganan Berita

Acara Serah Terima Barang Milik Dae-

rah antara Sekretaris Jenderal Kemen-

kes dr Untung Suseno MKes dengan

Bupati Pasuruan H M Irsyad Yusuf, SE

MMA di Pendopo Kabupaten Pasuruan.

Program pengendalian Pes dan Zoono-

sis telah dilakukan di Nongkojajar se-

jak tahun 1986, sejak dinyatakan telah

terjadi outbreak penyakit yang

disebabkan oleh pinjal tikus yang

mengandung bakteri Yersinia pestis

tersebut. Ada tiga tempat di Indonesia

yang menjadi lokasi pengamatan pes,

yaitu Ciwidey Jawa Barat, Kecamatan

Selo dan Cepogo di Kabupaten Boyolali

Jawa Tengah, serta Nongkojajar, Jawa

Timur. BBTKLPP Surabaya berperan

aktif dalam program pengendalian

penyakit Pes dan Zoonosis melalui

dukungan laboratorium, logistik, dan

pengendalian Pes.

Wujudkan ImpianWujudkan Impian

PengembanganPengembangan LABORATORIUM PESLABORATORIUM PES

Page 20: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

18 • WARTA Ditjen PP dan PL

K ementerian Kesehatan,

melalui Direktorat Jenderal

Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan

(Ditjen PP dan PL) bersama dengan

Field Epidemiology Training Program

(FETP) Indonesia menyelenggarakan

Pertemuan Ilmiah Epidemiologi

Nasional (PIEN) Ke IV pada 30

September - 2 Oktober 2014 di

Bandung Jawa Barat. Tema yang

diangkat pada pertemuan ini adalah

“Surveilans Berbasis Laboratorium

untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Sebagai Respon Atas Perubahan

Lingkungan Strategi”.

Menurut Menteri Kesehatan dr

Nafsiah Mboi SpA dalam sambutannya

yang dibacakan oleh Plt. Direktur

Jenderal PP dan PL, Prof Dr dr Agus

Purwadianto SH, MSi, SpF, DFM saat

membuka acara pada (1/10), adalah

sangat tepat dan relevan dengan upaya

pemerintah untuk memperkuat

pelaksanaan surveilans, mencegah

terjadinya KLB atau wabah di

Indonesia, serta untuk memantapkan

pengambilan keputusan dan

penetapan kebijakan berbasis bukti

dalam mensukseskan pembangunan

kesehatan sebagai bagian integral dari

pembangunan nasional. “Saya harap

dengan tema ini pembahasan dalam

pertemuan akan makin mendorong,

menyemangati, menginspirasi segenap

ahli epidemiologi dan calon ahli

epidemiologi untuk dengan bangga

membaktikan ilmu pengetahuan,

keterampilan serta pengalamannya

bagi kesejahteraan umat manusia”,

ujarnya.

Kepala Sub Direktorat Surveilans

dan Respon KLB dr Ratna Budi Hapsari

MKM, selaku Ketua Panitia di

kesempatan yang sama dalam

laporannya mengatakan bahwa

kegiatan yang dilaksanakan ini

Surveilans Berbasis Laboratorium untuk Masa Depan yang Lebih Baik

Page 21: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

19 WARTA Ditjen PP dan PL •

merupakan pertemuan tahunan dari

FETP Indonesia yang mengikutsertakan

mahasiswa dan alumni FETP dalam

memberikan informasi dan pandangan

mengenai isu-isu kesehatan masyarakat

yang berkaitan dengan epidemiologi,

serta memberikan satu pandangan lain

bagi mahasiswa dalam hal meningkat-

kan landasan epidemiologi serta

kapasitas untuk diterapkannya

epidemiologi di kehidupan sehari-hari

saat memecahkan suatu permasalahan

kesehatan.

Pada pertemuan yang dihadiri

sekitar 250 orang peserta terdiri dari

mahasiswa dan alumni FETP dari

Universitas Indonesia dan Universitas

Gajah Mada, Dinas Kesehatan Provinsi/

Kabupaten di Indonesia, dan Unit

Pelaksana Teknis (UPT) dari Ditjen PP

dan PL ini, disajikan pula sebanyak 40

abstrak presentasi lisan/oral yang

dibagi menjadi 8 sesi presentasi lisan

dengan topik, antara lain Penyakit

Bersumber Binatang, Penyakit

Pernapasan dan PD3I, Diare, HIV dan

IMS, Kesehatan Lingkungan,

serta Penyakit Tidak Menular. Selain

itu, 64 abstrak presentasi poster dan 3

Plenary Session dengan 9 orang

narasumber dari Eijkman, IPB, WHO,

USAID, BBTKLPP Yogyakarta,

Kemenkes, dan Kementan serta 1 sesi

presentasi khusus dari Subdit

Surveilans dan Respon KLB, UI, dan

UGM juga turut disajikan.

Pada kesempatan tersebut, Menkes

juga turut menyampaikan harapannya

kepada jajaran kesehatan, Persatuan

Ahli Epidemiologi (PAEI), Perguruan

Tinggi dan seluruh stakeholders untuk

bersama-sama meningkatkan minat

generasi muda dan perhatian

masyarakat pada bidang epidemiologi;

meningkatkan jumlah dan kualitas

tenaga epidemiolog;

mengembangkan kompetensi para

epidemiolog agar semakin

komprehensif, sehingga

menumbuhkan pembidangan keahlian,

baik yang terkait dengan penyakit,

masalah kesehatan lainnya, maupun

masalah sosial; mendorong agar data

dan informasi yang ada benar-benar

digunakan dalam pengambilan

keputusan dan penetapan kebijakan

oleh pihak yang berwenang; serta

mendorong pelaksanaan surveilans

epidemiologi dengan tepat dan

benar di semua tingkat administrasi

didukung oleh sumber daya yang

memadai.

Pertemuan ini melibatkan jejaring

epidemiologi regional (South Asia

Epidemiology Training and Network,

ASEAN plus Three Field Epidemiology

Training Network) dan

Internasional (Global Alert Response,

Training in Epidemiology and Public

Health International Network). Selain

itu, pertemuan ini juga terselenggara

berkat kerjasama Kementerian

Kesehatan dengan FETP Indonesia,

Pemerintah Daerah dan Dinkes

Provinsi Jawa Barat, WHO, CDC, USAID,

Australian AID, dan Safetynet.

Kedepannya, pertemuan ini akan

dikembangkan tidak hanya sebagai

wadah pembelajaran bagi mahasiswa

epidemiologi lapangan dan alumni,

tetapi sebagai wadah pertemuan

ilmiah ahli epidemiologi dan praktisi

epidemiologi yang menghasilkan

rekomendasi bagi penyelesaian

masalah kesehatan masyarakat

strategis berbasis bukti ilmiah.

Pada Pertemuan Ilmiah

Epidemiologi Nasional (PIEN) Ke IV

diselenggarakan pula kegiatan

lokakarya pra conference diikuti oleh

60 orang peserta yang dibagi menjadi

3 kelas masing-masing sebanyak 20

orang peserta membahas topik antara

lain Total Quality Management, Ebola

Preparedness, dan Scientific

Communication. Narasumber berasal

dari TEPHINET dan FETP Indonesia.

Penutupan dilaksanakan pada 2

Oktber 2014 oleh Kepala BBTKLPP

Yogyakarta Dr Hari Santoso, SKM,

MEpid, M Hum mewakili Direktur

Pengendalian Surveilans, Imunisasi,

Karantina, dan Kesehatan Matra

(SIMKARKESMA). Pada penutupan

tersebut diumumkan juga pemenang

presentasi lisan/oral dan presentasi

poster terbaik bagi mahasiswa dan

alumni FETP Indonesia..

Page 22: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

20 • WARTA Ditjen PP dan PL

P enyakit jantung merupakan

pembunuh nomor satu di

dunia yang menyerang

segala usia, baik laki-laki

maupun perempuan, bahkan di

Indonesia sebanyak 17,3 juta kematian

disebabkan oleh penyakit jantung dan

pembuluh darah. Lebih dari 3 juta

kematian tersebut terjadi sebelum usia

60 tahun. Terjadinya kematian “dini”

yang disebabkan oleh penyakit

jantung berkisar sebesar 4% di negara

berpenghasilan tinggi sampai dengan

42% terjadi di negara berpenghasilan

rendah.

Faktor risiko terjadinya penyakit

ini adalah merokok, pola makan yang

tidak sehat dan tidak seimbang, kurang

aktivitas fisik dan mengkonsumsi

alkohol. Keempat faktor risiko tersebut

masih tinggi di seluruh dunia dan terus

meningkat terutama di negara-negara

berpendapatan rendah dan menengah,

termasuk Indonesia.

Dalam rangka peringatan hari

jantung sedunia atau World Heart Day

yang diperingati setiap tanggal 29

September, Direktorat Pengendalian

Penyakit Tidak Menular, Direktorat

Jenderal Pengendalian Penyakit dan

Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan

PL) Kemenkes RI menyelenggarakan

Seminar Sehari dengan tema “Batasi

Konsumsi Gula, Garam dan Lemak

untuk Mencegah dan Mengendalikan

Penyakit Jantung dan Pembuluh

Darah“ pada 7 Oktober 2014

bertempat di kantor Kementerian

Kesehatan.

Seminar ini dihadiri oleh para

pejabat di lingkungan Kemenkes, para

pengusaha/produsen makanan/

minuman, wakil organisasi profesi,

akademisi, yayasan dan LSM.

Narasumber dalam diskusi panel ini

adalah Dr Ekowati Rahajeng, dr Isman

Firdaus, SpJP(K), dr Muhadi, SpPD, dr

Sonia Wibisono, Yusra Egayanti, S.Si,

Apt, Dr dr Fiastuti Witjaksono, SpGK

dan Prof Hardinsyah, MS.

Plt Dirjen PP dan PL, Prof. Dr. dr.

Agus Purwadianto, SH, M.Si, S.F(K)

dalam sambutannya menyampaikan

bahwa tema ini ditujukan untuk

menarik perhatian dan kepedulian

masyarakat dalam meningkatkan

kewaspadaan masyarakat pada

dampak dan tantangan kesehatan

masyarakat akibat penyakit jantung

dan pembuluh darah. Perubahan gaya

hidup dengan perilaku CERDIK yaitu

Cek kesehatan secara berkala,

Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas

fisik, Diet sehat dan seimbang,

Istirahat cukup dan Kelola stres untuk

mencegah dan mengendalikan faktor

risiko penyakit jantung dan pembuluh

darah.

Pada kesempatan ini juga diadakan

konfrensi pers dengan narasumber Plt

Dirjen PP dan PL, Direktur PPTM,

Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis

Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI),

dan Ketua Perhimpunan Dokter

Spesialis Kardiovaskuler Indonesia

(PERKI).

BATASI KONSUMSI GULA, GARAM DAN LEMAK

UNTUK JANTUNG SEHAT

Page 23: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

21 WARTA Ditjen PP dan PL •

D i era globalisasi saat ini

informasi sangatlah

berperan penting dalam

suatu instansi

pemerintahan. Informasi tersebut

hendaknya dapat diakses dengan

mudah oleh publik. Diperlukan suatu

aturan yang mengatur Badan atau

Pejabat Publik termasuk Kementerian

Kesehatan dalam memberikan akses

informasi kepada publik secara efisien,

terbuka, jujur, dan transparan. Untuk

itulah, Pemerintah mengeluarkan

Undang-Undang Nomor 14 Tahun

2008 tentang Keterbukaan Informasi

Publik (KIP) yang dijadikan sebagai

acuan dalam memperoleh informasi.

Adanya tuntutan keterbukaan

informasi tidak hanya diwajibkan

kepada lembaga eksekutif, legislatif,

dan yudikatif, tetapi juga badan lain

yang fungsi dan tugas pokoknya

berkaitan dengan penyelenggara

negara, atau organisasi non

pemerintah sepanjang sebagian atau

seluruh dananya bersumber dari APBN

dan/atau APBD, sumbangan

masyarakat dan/atau luar negeri.

Keterbukaan Informasi Publik

mempunyai makna yang luas karena

semua pengelolaan badan-badan

publik harus dipertanggungjawabkan

kepada masyarakat. Dengan adanya

Undang-Undang KIP ditujukan untuk

meningkatkan kemampuan Badan

Publik negara dan Badan Publik non

pemerintah dalam memberikan

pelayanan informasi kepada

masyarakat, sekaligus guna

mencerdaskan masyarakat dalam

kehidupan berbangsa dan bernegara

yang baik.

Undang-Undang Keterbukaan

Informasi Publik juga mengatur

informasi publik apa saja yang dapat

diberikan kepada masyarakat, dan di

samping itu ada informasi yang

dikecualikan tidak dikategorikan

sebagai informasi publik yang dapat

diakses kepada masyarakat, dengan

pertimbangan informasi yang

dikecualikan tersebut apabila

diberikan dan/atau diakses kepada

publik dapat menghambat proses

penegakan hukum, mengganggu

kepentingan perlindungan Hak Atas

Kekayaan Intelektual, membahayakan

sistem penyelenggaraan pertahanan

negara dan keamanan nasional,

terganggunya kepentingan ekonomi

nasional, mengungkap kerahasiaan

pribadi, dan informasi lainnya yang

PENTINGNYA

KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

Page 24: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

22 • WARTA Ditjen PP dan PL

tidak boleh diungkap berdasarkan

undang-undang lain.

Berdasarkan alasan tersebut,

Bagian Hukormas Sekretariat

Direktorat Jenderal PP dan PL

mengadakan Sosialisasi Keterbukaan

Informasi Publik di Padang pada 9-11

September 2014. Sosialisasi ini

mempunyai tujuan untuk

menginformasikan dan

mensosialisasikan materi/substansi

yang berkaitan dengan publikasi yang

diatur dalam peraturan perundang-

undangan yang telah ditetapkan

kepada petugas kesehatan di lapangan,

pengambil keputusan/kebijakan, dan

pemangku kepentingan lainnya, serta

guna mengevaluasi sejauh mana

peraturan perundang-undangan

tersebut dapat diimplementasikan.

Dalam sambutannya sekaligus

membuka acara, Sekretaris Ditjen PP

dan PL, dr. H M Subuh, MPPM

mengatakan agar setelah pertemuan

Sosialisasi Keterbukaan Informasi

Publik ini Kantor Kesehatan Pelabuhan

(KKP) dapat melakukan

pengklasifikasian informasi sesuai

dengan kategorinya yaitu: 1)

Informasi yang Tersedia Setiap Saat; 2)

Informasi Diumumkan Secara Berkala;

3) Informasi yang Diumumkan Secara

Serta Merta; 4) Informasi yang

Dikecualikan; serta 5) Informasi

Berdasarkan Permintaan.

Pengklasifikasian informasi di KKP

sangat penting, karena ke depan

informasi itu akan menjadi dasar dari

Kementerian Kesehatan dalam

menyikapi tuntutan pelayanan

informasi oleh publik agar dapat

diakses secara cepat dan efisien oleh

masyarakat sehingga tidak

menimbulkan persengketaan

informasi.

Sosialisasi diikuti oleh 40 orang

peserta terdiri dari lintas program,

lintas sektor, seluruh unit di

Kemenkes, terutama di lingkungan

Ditjen PP dan PL beserta UPT, dan

masyarakat. Kegaiatan diisi dengan

pemaparan materi dan diskusi tanya

jawab dengan narasumber dari Kepala

Biro Pengelola Informasi dan

Dokumentasi Divisi Mabes POLRI

(Brigjen, M.Taufik), Sekretaris

Inspektorat Jenderal Kemenkes (drg.

S.R. Mustikowati, M.Kes), dan

Sekretaris Ditjen PP dan PL (dr. H. M.

Subuh, MPPM).

Page 25: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

23 WARTA Ditjen PP dan PL •

Page 26: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

24 • WARTA Ditjen PP dan PL

S eiring dengan perkembangan

epidemiologi penyakit,

perubahan iklim, kemajuan

ilmu pengetahuan dan

teknologi, perubahan gaya hidup dan

perilaku masyarakat, perkembangan

lalu lintas nasional dan internasional,

serta perubahan lingkungan strategis

lainnya, potensi pengaruh terjadinya

peningkatan jumlah kejadian penyakit

yang dapat mengancam kehidupan

sosial-ekonomi masyarakat Indonesia

saat ini dan di masa yang akan datang

semakin meningkat, bahkan dapat

berdampak pada keamanan wilayah

dan ketahanan Negara. Ancaman

terbesar yang mungkin timbul dari

berbagai faktor risiko terhadap

kejadian penyakit/masalah kesehatan

adalah timbulnya wabah di suatu

daerah yang mengancam kesehatan

dan jiwa masyarakat di daerah

tersebut, bahkan dapat meluas ke

daerah lainnya di Indonesia.

Dalam perspektif kejadian wabah

di masa mendatang, dimensi wabah

dimungkinkan akan lebih luas karena

menyangkut berbagai isu, seperti

bioterorisme, radiasi, nuklir, dan

munculnya penyakit baru (new

emerging disease) serta penyakit lama

yang muncul kembali (re-emerging

disease).

Penanggulangan wabah penyakit

menular telah diatur melalui Undang-

Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang

Wabah Penyakit Menular, namun

ketentuan peraturan Undang-Undang

tersebut perlu ditinjau kembali

mengingat adanya perubahan kondisi

lingkungan strategis yang dinamis dan

berubah secara cepat, pernyataan

Indonesia sebagai anggota WHO yang

melaksanakan implementasi penuh

IHR 2005, adanya perubahan

ketentuan penyelenggaraan

pemerintahan pusat dan daerah, serta

pembangunan berwawasan kesehatan.

Sesuai dengan Undang-Undang

Nomor 12 tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan untuk menyusun suatu

undang-undang perlu dibuat Naskah

Akademik untuk memberi arah dan

lingkup pengaturan revisi UU Nomor 4

Tahun 1984. Sehubungan dengan

penyusunan Naskah Akademik,

Direktorat Jenderal Pengendalian

Penyakit dan Penyehatan Lingkungan

(PP dan PL) menyelenggarakan

Lokakarya Naskah Akademik

Rancangan Undang-Undang Wabah

pada tanggal 2 - 5 November 2014 di

Bandung, Jawa Barat.

Lokakarya dibuka secara resmi

oleh Sekretaris Ditjen PP dan PL, dr.

Desak Made Wismarini, MKM

didampingi oleh Staf Ahli Menteri

bidang Teknologi Kesehatan dan

Globalisasi, Staf Ahli Menteri Bidang

Hukum dan HAM Kementerian

Sekretariat Negara, Direktur

Pengendalian Penyakit Menular, dan

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa

Barat. Hadir pada lokakarya tersebut

dari berbagai Lintas Sektor

Kementerian, Lembaga Pemerintah

Non Kementerian (LPNK), Pemerintah

Daerah, Para Ahli, Profesi, Perguruan

Tinggi, dan Para Pejabat terkait di

Lingkungan Kementerian Kesehatan.

Pada lokakarya tersebut dihasilkan

beberapa rekomendasi yaitu: 1)

Melakukan penyempurnaan Naskah

Akademik RUU Wabah berdasarkan

hasil diskusi kelompok dalam pleno

yang mencakup pembahasan judul

sampai dengan bab per bab oleh Tim

Penyusun RUU Wabah Ditjen PP dan

PL; 2) Segera menyampaikan hasil

perbaikan Naskah Akademik dan RUU

Wabah kepada Sekretaris Jenderal

Kementerian Kesehatan cq. Biro

Hukum dan Organisasi dalam tempo

paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari

ke depan 3) Segera diusulkan menjadi

Program Legislasi Nasional, baik

Program Legislasi Nasional segera

(tahun 2015) maupun lima tahunan

(tahun 2015 – 2019).

LOKAKARYA NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG WABAH

Page 27: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

25 WARTA Ditjen PP dan PL •

H otel Discovery Ancol,

menjadi saksi

terselenggaranya Rapat

Koordinasi Nasional

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

(Rakornas STBM) II yang berlangsung

pada 3-5 September 2014. Pertemuan

yang dibuka secara resmi oleh Menteri

Kesehatan dr Nafsiah Mboi SpA, MPH,

bersama Menteri Perencanaan

Pembangunan Nasional/Kepala

BAPPENAS Armida Alisjahbana,

mengangkat tema Bersinergi dalam

STBM Mencapai Akses Universal 2019.

“Tema ini sangat relevan dengan upaya

kita bersama mewujudkan tersedianya

air minum dan sanitasi layak bagi

seluruh rakyat kita”, ujar Menkes

dalam sambutannya. Tampak peserta

begitu antusias mengikuti seluruh

rangkaian acara, sampai tiba acara

penutupan, yang diawali dengan

pembacaan rangkuman oleh Direktur

Penyehatan Lingkungan, Direktorat

Jenderal PP dan PL, Kementerian

Kesehatan RI, drh Wilfried H Purba

MKes.

Dalam rangkuman tersebut, beliau

menyampaikan bahwa kehadiran 34

provinsi memberikan inspirasi dan

semangat terutama kepada stakeholder

pusat untuk terus berupaya

mendukung pencapaian target Akses

Universal Sanitasi 2019. Selain itu,

beliau juga menyampaikan apresiasi

kepada ke-4 SKPD atas kontribusi

mereka dalam mengembangkan

paradigma bersama bahwa STBM

bukan proyek melainkan pendekatan

yang dapat masuk ke berbagai

program, fokus pada pemberdayaan

masyarakat untuk perubahan perilaku

higiene dan sanitasi, pendekatan

unggulan yang memiliki karakter dan

metode spesifik untuk mempercepat

peningkatan capaian akses universal

bidang sanitasi. Setelah penyampaian

rangkuman tersebut acarapun

dilanjutkan dengan konsolidasi

komitmen proses kerjasama lintas

sektor di tingkat provinsi dan

komitmen implementasi STBM dalam

rangka menuju Akses Universal 2019.

Dalam konsolidasi tersebut

terdapat beberapa hal penting yang

harus dipenuhi dan diwujudkan,

diantaranya: adanya sistem yang

berkelanjutan dan didukung dengan

kelembagaan yang kuat disemua

tingkatan serta memiliki tugas dan

kewenangan yang jelas;

mengembangkan inovasi-inovasi

metodologi yang aplikatif, memiliki

daya ungkit tinggi dan daya saing

positif serta mampu menjangkau kaum

marginal; mengadvokasi pembiayaan

pembangunan sanitasi dalam kerangka

STBM dari berbagai sumber lembaga

keuangan lokal formal dan informal

sebagai investasi untuk meningkatkan

ekonomi masyarakat; mengelola

berbagai potensi dan dukungan untuk

pengembangan kapasitas dalam

mendorong pelaksanaan STBM;

mensinergikan STBM dalam berbagai

agenda dan program pembangunan

sanitasi baik di perdesaan maupun

perkotaan dengan memperkuat dari

sisi perubahan perilaku

masyarakatnya; membangun

hubungan dengan berbagai pihak

dalam pelaksanaan UU No.6 Tahun

2014 tentang Desa yang disertai

dengan turunan regulasinya untuk

mendorong dari sisi pemberdayaan

masyarakat melalui perubahan

perilaku higienis dan saniter, serta 7)

Mengembangkan berbagai model

pembelajaran yang mampu

mempercepat pemenuhan kebutuhan

tenaga fasilitator (kuantitas maupun

kualitas) baik secara formal maupun

informal.

Kemudian konsolidasi tersebut secara

simbolis ditandatangani oleh Ditjen

PMD Kemendagri, Direktur

Penyehatan Lingkungan, Kepala Dinas

Kesehatan NTB, Bappeda Provinsi

Kalimatan Timur, dan diikuti oleh

perwakilan masing-masing provinsi.

(RS/HK/YS)

BERSINERGI DALAM STBM

MENCAPAI AKSES UNIVERSAL 2019

WARTA Ditjen PP dan PL • 25

Page 28: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

26 • WARTA Ditjen PP dan PL

P ada 17 Oktober 2014 Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH melantik dr. H.

Mohamad Subuh, MPPM sebagai Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menggantikan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

Jabatan Direktur Jenderal PP dan PL sempat mengalami kekosongan selama 5 bulan sejak kepindahan Prof. Tjandra ke Balitbangkes. Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, SpF(K) yang saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Tekhnologi Kesehatan dan Globalisasi ditunjuk oleh Menkes RI untuk mengisi jabatan sebagai Plt. Dirjen PP dan PL, sampai

pada akhirnya dilantik Dirjen PP dan PL definitif.

Pria kelahiran Pontianak 19 Januari 1962, merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1988. Beliau juga mengenyam pendidikan Pasca Sarjana melalui program beasiswa dari World Bank di University of Southern California (USC) Los Angeles tahun 1998.

dr. H. M. Subuh, MPPM mulai aktif dalam berbagai organisasi sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga bangku kuliah. Saat ini Beliau menjabat sebagai Ketua Pengurus Daerah Cabang Olahraga Bridge, Pengurus KONI, Ketua IDI Wilayah dan Dewan Pakar PB IDI. Menurut Beliau dengan berorganisasi dapat mengasah kepemimpinan, dimana kita dapat lebih mengenal cara berorganisasi justru di luar organisasi pemerintahan.

Anak kelima dari tujuh bersaudara ini pernah bertugas lama di salah satu

puskesmas terpencil di Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 1996 Beliau menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, kemudian pindah ke Provinsi dan menjabat sebagai Kepala Sub Dinas Pelayanan di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Namun setelah terjadi peleburan antara Dinas Kesehatan dengan Kanwil, Beliau menjabat Kepala Bidang Pelayanan di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dan selanjutnya dipromosikan sebagai Direktur RS Provinsi selama 5 tahun. dr. Subuh terakhir menjabat di Provinsi Kalimantan Barat sebagai Kepala Dinas Kesehatan selama 2 tahun. Tahun 2010 Beliau pindah ke Jakarta dan menjabat Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (PPML) di Direktorat Jenderal PP dan PL, dan terakhir sebagai Sekretaris Ditjen PP dan PL sebelum akhirnya dilantik menjadi Dirjen PP dan PL.

Suami dari dr. Liesa, SpM yang merupakan dokter spesialis mata di salah satu Rumah Sakit di Kota Pontianak ini mengatakan bahwa yang menjadi fokus program dari Ditjen PP dan PL adalah pertama bagaimana kita bisa mengendalikan penyakit menular melalui penekanan sinergitas kegiatan yang harus dilakukan baik di tingkat puskesmas sampai ke tingkat pusat terutama berkomunikasi dengan surveilans yang ada, kedua adalah memperhatikan penyakit tidak menular yang akhir-akhir ini perkembangannya sedemikian hebat sehingga angka kematian semakin tinggi, dan terakhir adalah penyehatan lingkungan. “Hal ini yang disebut dengan three angle epidemiology atau segitiga dari epidemiologi yang terdiri dari host, agent dan lingkungan”, ungkapnya.

dr. H. Mohamad Subuh, MPPM DIREKTUR JENDERAL PP DAN PL

Page 29: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

27 WARTA Ditjen PP dan PL •

Menurut penuturan Bapak dari tiga orang anak ini, bahwa kita sudah harus bisa mengubah cara pandang kita dalam mencapai target yang tadinya hanya berfikir bagaimana cara menurunkan angka kesakitan, tetapi dengan berfikir bagaimana kita mencapai target untuk mengeleminasi beberapa penyakit seperti eliminasi malaria, kusta dan schistosomiasis, atau bahkan sampai mengeradikasi penyakit seperti eradikasi frambusia meskipun cukup berat dari sisi pendanaan dan penggerakan sumber daya manusianya. “Upaya yang dilakukan dalam pencapaian target tersebut adalah melalui sinergitas dari level yang paling bawah sampai kepada penentu kebijakan dengan kerja nyata di lapangan dalam bentuk pendampingan di daerah atau dikenal dengan tehnical asistents. Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang kita buat pada dasarnya dilaksanakan oleh teman-teman di Puskesmas dan dimonitor oleh Kabupaten/Kota untuk mengetahui apakah NSPK yang kita susun sudah berjalan dengan baik dan sesuai”, ujar dr. Subuh.

Penghobby olahraga tenis dan jogging ini juga mengatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi dalam pencapaian target antara lain melalui faktor determinan kesehatan dan non kesehatan. Faktor determinan kesehatan seperti terpenuhinya sumber daya manusia dan anggaran kesehatan, berjalan atau tidaknya sistem rujukan, SOP, dan sistem cold chain. Faktor determinan non kesehatan misalnya hal-hal yang bisa dilakukan oleh kementerian/lembaga lain yang dapat menunjang kegiatan Kementerian Kesehatan khususnya Ditjen PP dan PL dimana kita tidak dapat bekerja sendirian tanpa bantuan dari beberapa lintas sektor seperti Kementerian Pekerjaan Umum dalam hal masalah lingkungan, Kemendikbud dalam upaya promosi pendidikan kesehatan, Kementerian Agama dalam hal masalah isu halal/haramnya vaksin, Kemenkumham dalam hal landasan hukum, dan Kemendagri dalam hal pelaksanaan kesehatan di lapangan. Dengan cara menyandingkan kedua peran tersebut dan setiap kali

kita melakukan bimtek atau supervisi ke daerah kita harus melakukan komunikasi kepada Kepala Daerah atau DPRD, lalu melakukan aksi sesuai dengan apa yang akan kita capai.

Di akhir wawancara dengan Tim Warta PP dan PL, dr. Subuh berpesan agar Ditjen PP dan PL “harus bisa buka baju” artinya PP dan PL harus bisa membuka diri dengan cara share informasi terhadap apa yang kita kerjakan baik dengan lintas program/sektoral maupun dengan masyarakat

sehingga tidak terkesan ekslusif, karena secara keilmuan kita sudah memiliki semua, dan untuk menggerakkan program agar dapat jalan bersama dengan lintas program. Selanjutnya tingkatkan kedispilinan, karena kita bekerja bukan semata-mata mengerjakan program namun ada koridor-koridor yang membatasi kita baik dari peraturan kepegawaian sehingga dapat memenuhi target yang akan kita capai. (YA)

Page 30: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

28 • WARTA Ditjen PP dan PL

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66

TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN

Judul : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66

Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan

Penerbit : Kementerian Kesehatan RI

Tahun : 2014

Tebal : 80 halaman

Sesuai amanah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,

perlu dibuat suatu aturan yang mengatur masalah kesehatan lingkungan

secara lebih detail. Oleh karena itu, lahirlah Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Sejak

ditetapkan di Jakarta, 6 Agustus 2014, peraturan yang sudah dirintis sejak

tahun 1992 ini, menjadi kabar gembira yang sudah lama ditunggu-tunggu

oleh para ahli kesehatan lingkungan karena peraturan ini sangat berguna

bagi para ahli kesehatan lingkungan dalam melaksanakan tugasnya. PP Kesling ini sendiri terdiri dari bagian-

bagian yang meliputi Ketentuan Umum; Tanggung Jawab dan Wewenang Pemerintah, Pemerintah Daerah

Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan

Kesehatan; Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan; Sumber Daya; Koordinasi, Jejaring Kerja, dan Kemitraan;

Peran Serta Masyarakat; Pembinaan dan Pengawasan; Ketentuan Peralihan dan Ketentuan penutup.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SANITASI

TOTAL BERBASIS MASYARAKAT

Judul : Waspadai Bahaya Obesitas Cara Sehat

Menurunkan Berat Badan

Penerbit : Kementerian Kesehatan RI

Tahun : 2014

Tebal : 51 halaman

Kegemukan dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya

berbagai penyakit metabolik dan degeneratif seperti penya-

kit kardiovaskuler, diabetes melitus, kanker, osteoatritis, dan

lain-lain.

Dengan aktivitas fisik, diet yang sehat, makan seimbang dan

tidak stres kita dapat terhindar dari obesitas. Pedoman ini

disusun dalam bentuk buku saku yang dapat menjadi salah

satu referensi untuk memahami apa itu obesitas dan bahaya

obesitas bagi kita yang membacanya. Buku ini juga berisi

cara praktis mengatasi obesitas dengan dilengkapi contoh

menu yang sesuai dengan kebutuhan gizi yang dianjurkan.

Page 31: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014

29 WARTA Ditjen PP dan PL •

Page 32: Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014