Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014
-
Upload
ditjen-kemkes -
Category
Social Media
-
view
429 -
download
1
Transcript of Warta Ditjen PP dan PL Edisi II Tahun 2014
30 • WARTA Ditjen PP dan PL
1 WARTA Ditjen PP dan PL •
SUSUNAN REDAKSI
PENANGGUNG JAWAB : Sri Handini, SH, MH, M.Kes | REDAKTUR : drg. Yossy Agustina, MH.Kes, dr. Ita Dahlia, MH.Kes, Imam
Setiaji, SH | EDITOR/PENYUNTING : Risma, SKM, dr. Romadona Triada, Muji Yuswanto, S.Kom | DESIGN GRAFIS dan
FOTOGRAFER : Devy Nurdiansyah, AMKL, Bukhari Iskandar, SKM, Sri Sukarsih, Amd, Putri Kusumawardani, ST, Eriana
Sitompul | SEKRETARIAT : Dewi Nurul Triastuti, SKM, Firman Septiadi, SKM, Indah Nuraprilyanti, SKM, Aditya Pratama,
SI.Kom, Ni Nengah Yustina, SKM, Ira Vitria Sari, SE, Nurul Badriyah, SKM, Frans Landi, SKM, Budi Hermawan, Amd, Hastha
Meytha, SST, S.Si, Rizky Ndry Anggoro, SH, Rr. Tri Hastati | ALAMAT REDAKSI : Bagian Hukormas, Gedung A Direktorat
Jenderal PP dan PL Kementerian Kesehatan, Jl. Percetakan Negara No.29 Jakarta Pusat 10560 | TELEPON : 021-4247608 |
FAKSIMILI : 021-4207087 | EMAIL : [email protected], [email protected] | WEBSITE : www.pppl.depkes.go.id
REDAKSI MENERIMA NASKAH DARI PEMBACA, DAPAT DIKIRIM KE ALAMAT EMAIL: [email protected]
SALAM REDAKSI
M erebaknya kasus ebola
di Afrika kini sudah
merambah hingga lintas
benua. Hal ini
mengakibatkan Indonesia khususnya
Kementerian Kesehatan perlu waspada
dengan virus yang mematikan ini,
karena saat ini semakin banyak warga
negara Indonesia yang datang maupun
bepergian ke luar negeri, seperti TKI
maupun jemaah haji/umrah.
Kantor Kesehatan Pelabuhan
sebagai cegah tangkal penyakit di
pintu masuk negara bekerjasama
dengan instansi terkait, telah
menempatkan alat khusus pendeteksi
suhu tubuh yang dipasang di bandar
udara serta beberapa pelabuhan yang
memiliki akses langsung dengan
negara luar. Selain itu, disiapkan juga
petugas deteksi yang telah dilengkapi
alat khusus untuk mendeteksi
penumpang yang kemungkinan
terjangkit ebola. Hal ini yang kami
angkat dalam rubrik Warta Utama.
Indonesia memang tidak
menghadapi wabah virus mematikan
ini, namun Indonesia mengalami
betapa masalah kesehatan berdampak
pada kerugian ekonomi. Masalah
kesehatan di Indonesia yang
berdampak pada kerugian ekonomi
terkait dengan buruknya sanitasi
sehingga menimbulkan biaya untuk
kesehatan, akses yang lebih mahal
untuk air bersih dan hilangnya
pendapatan karena masuk rumah
sakit.
Persoalan sanitasi ini tidak
sepenuhnya sederhana. Untuk akses
sanitasi yang layak, Indonesia
membutuhkan dana yang tidak sedikit.
Pemerintah Indonesia menargetkan,
pada 2019 mendatang seluruh wilayah
Indonesia harus memiliki akses air
minum dan sanitasi yang layak
sebagaimana tertuang dalam UU No 17
tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang 2005-
2025.
Untuk mengenal lebih dekat Dirjen
PP dan PL yang baru, kami juga
menampilkan sosok dr. H. M. Subuh,
MPPM melalui rubrik Potret. Selain itu
kami juga menyuguhkan berita-berita
menarik lainnya dalam rubrik seputar
kita dan peristiwa.
Segenap redaksi majalah WARTA PP dan PL mengucapkan Selamat Hari Natal dan Tahun Baru 2015. Tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak berperan dalam penerbitan majalah WARTA PP dan PL edisi II ini. Kami sadar majalah ini masih jauh dari sempurna, dan kami selalu mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk perbaikan edisi mendatang. Harapan kami agar majalah ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Penyakit Virus Ebola
2 • WARTA Ditjen PP dan PL
DAFTAR ISI
Mengulik Tentang Virus Ebola Kenali Virusnya Hindar Penyakitnya
Menghadapi Virus Ebola di Pintu Masuk Negara
Cegah Ebola Dengan CTPS
10 Tips Menghindari Infeksi dan Menanggulangi Wabah Ebola
Green Office, Bukan Sekedar Slogan……!!!
Rabies Tahukah Anda?? Awas Gigitan Anjing Rabies!
Cegah Kanker Dengan Aktifitas Fisik
Integrasi Program Pelayanan TB di Era Jaminan Kesehatan Nasional
Sudah Amankah Tempat Pengelolaan Makan Kita ???
5 Bahaya Makan Roti Tawar !!!
Bawang Mentah Bagus Buat Jantung
Menkes Lantik Pejabat Eselon I Kementerian Kesehatan
Wujudkan Impian Pengembangan Laboratorium PES
Surveilans Berbasis Laboratorium untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Batasi Konsumsi Gula, Garam dan Lemak untuk Jantung Sehat
Pentingnya Keterbukaan Informasi Publik
Lokakarya Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Wabah
Bersinergi Dalam STBM Mencapai Akses Universal 2019
3 WARTA Ditjen PP dan PL •
MENGULIK TENTANG MENGULIK TENTANG VIRUS EBOLAVIRUS EBOLA KENALI VIRUSNYAKENALI VIRUSNYA HINDARI PENYAKITNYAHINDARI PENYAKITNYA
S etelah merebaknya virus Mers-Cov di sejumlah negara di dunia beberapa waktu lalu, kini dunia tengah dihebohkan
dengan virus Ebola. Penyakit Virus Ebola atau Ebola Virus Disease (EVD) adalah salah satu dari banyak penyakit demam berdarah virus, yang berakibat fatal pada manusia dan primata (seperti monyet, gorila, dan simpanse).
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi virus dari genus Ebolavirus dan pertama kali ditemukan pada tahun 1976 di tempat yang sekarang dikenal sebagai Republik Demokratik Kongo dekat Sungai Ebola. Ada 5 sub spesies dari Ebolavirus. Empat dari lima telah menyebabkan penyakit pada manusia, yaitu: Virus Ebola (Zaire Ebolavirus); Virus Sudan (Sudan Ebolavirus); Virus TAI Forest (TAI Forest Ebolavirus, sebelumnya Pantai Gading Ebolavirus); Virus Bundibugyo (Bundibugyo Ebolavirus) dan Virus Reston (Reston Ebolavirus) telah menyebabkan penyakit pada primata. Host reservoir dari Virus Ebola masih belum diketahui. Namun, berdasarkan bukti yang ada dan sifat virus yang sama, peneliti percaya bahwa kelelawar menjadi reservoir yang paling mungkin.
Tanda dan gejala Gejala penyakit dapat muncul
dimana saja dengan masa inkubasi
virus 2 sampai 21 hari, namun yang paling umum terjadi adalah sekitar 8-10 hari setelah terpapar Virus Ebola. Gejalanya berupa demam mendadak, lemah, nyeri otot, sakit kepala, sakit tenggorokan. Gejala ini diikuti dengan muntah, diare, ruam, gangguan fungsi ginjal dan hati, dan dalam beberapa kasus terjadi perdarahan baik internal maupun eksternal. Penderita Ebola dapat pula dilihat dari hasil laboratorium berupa penurunan jumlah sel darah putih dan trombosit, serta peningkatan enzim hati.
Cara Penularan Penyakit Virus Ebola ini ditularkan
melalui kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh yang terkontaminasi Virus Ebola atau terpapar objek (seperti jarum suntik) yang telah terkontaminasi dengan sekresi yang terinfeksi oleh Virus Ebola.
Pemeriksaan Klinis dan
Penunjang Infeksi Virus Ebola dapat
didiagnosis di laboratorium melalui beberapa jenis tes, yaitu Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA), tes deteksi antigen, uji serum netralisasi, Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) assay, dan isolasi virus dengan kultur sel.
Tata Laksana Kasus dan Prognosis
Standar pengobatan Penyakit Virus Ebola masih terbatas pada terapi suportif, yaitu : 1. Menyeimbangkan cairan tubuh
dan elektrolit pasien 2. Mempertahankan status oksigen
dan tekanan darah 3. Memberikan pengobatan untuk
setiap komplikasi infeksi yang terjadi
Pengobatan tepat waktu pada
penderita Penyakit Virus Ebola adalah
penting, karena penyakit ini sulit
untuk didiagnosis secara klinis pada
tahap awal infeksi. Gejala awal seperti
sakit kepala dan demam tidak spesifik
untuk menentukan seseorang
terinfeksi. Namun jika seorang pasien
memiliki gejala awal dan ada alasan
kuat sehingga pasien tersebut
dinyatakan sebagai suspek, pasien
harus diisolasi dan petugas kesehatan
harus segera mengetahui hal ini.
Terapi suportif dapat dilanjutkan
dengan menggunakan pakaian
pelindung yang tepat sampai sampel
dari pasien diuji untuk
mengkonfirmasi infeksi. Sampai saat
ini belum ditemukan vaksin untuk
penyakit Virus Ebola. Beberapa vaksin
masih dalam tahap pengujian, namun
belum ada satu pun yang dapat
digunakan untuk kasus klinis.
4 • WARTA Ditjen PP dan PL
E bola Virus Disease (EVD) ditularkan melalui kontak langsung dengan darah, cairan tubuh, dan jaringan
orang yang terinfeksi, sehingga dapat menimbulkan dampak serius terhadap kesehatan masyarakat karena berpotensi menyebar dan menyebabkan kematian yang tinggi ( CFR sampai 90%). Penyakit Virus Ebola adalah demam berdarah virus
yang menjadi perhatian Internasional sesuai International Health Regulation/ IHR (2005).
Berdasarkan data WHO sampai dengan tanggal 14 September 2014 terdapat 5.357 kasus dengan jumlah kematian sebanyak 2.630 kasus (49,09%) yang tersebar di 5 negara Afrika Barat yaitu Guinea dengan jumlah kasus 942 orang dengan kematian 601 orang, Liberia dengan
jumlah kasus 2.710 orang dengan kematian 1.459 orang, Sierra Leone dengan jumlah kasus 1.673 orang dengan kematian 562 orang, Nigeria dengan jumlah kasus 21 orang dengan jumlah kematian 8 orang, dan Senegal dengan jumlah kasus 1 orang dengan jumlah kematian 0. Terdapat pula 62 kasus EVD dengan jumlah kematian 35 orang di Negara Democratic Republic of the Congo (DRC).
Hingga saat ini di Indonesia belum ditemukan kasus konfirmasi penyakit virus Ebola, namun dengan tingkat mobilitas (pelaku perjalanan) yang tinggi dari dan ke luar negeri menjadi salah satu potensi atau risiko masuknya virus Ebola ke tanah air. WHO telah menyatakan penyakit virus Ebola sebagai Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia (KKMMD) sehingga Indonesia khususnya Kementerian Kesehatan perlu melakukan langkah-langkah kewaspadaan terhadap kemungkinan masuknya virus Ebola.
Sejauh ini WHO belum mengeluarkan travel warning ke negara terjangkit. Kewaspadaan penularan penyakit harus dimiliki oleh WNI yang melakukan perjalanan ke negara terjangkit atau yang saat ini ada di negara terjangkit.
Pemerintah telah memiliki mekanisme untuk pencegahan penyebaran dan penanganan kasus penyakit impor secara umum termasuk penyakit virus Ebola. Upaya ini melibatkan jajaran Kementerian Kesehatan, TNI/ Polri, dan kementerian/ lembaga terkait lainnya. Upaya aktif pemerintah dalam mencegah masuknya penyakit Virus Ebola di Indonesia adalah dengan melakukan skrining di pintu masuk negara terhadap pelaku perjalanan dengan riwayat perjalanan dari negara terjangkit yang menunjukkan gejala penyakit virus Ebola.
Pemantauan perkembangan kasus Ebola dilakukan melalui mekanisme IHR (2005), komunikasi langsung dengan Outbreak Center WHO, dan mengamati penyakit di negara terjangkit dan kemungkinan penyebarannya ke negara lain.
MENGHADAPI VIRUS EBOLA
DI PINTU MASUK NEGARA
WARTA Ditjen PP dan PL 4 •
5 WARTA Ditjen PP dan PL •
Peran Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) Direktorat Jenderal pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan mempunyai tugas cegah tangkal penyakit dari dan keluar pintu masuk negara wajib melaksanakan langkah-langkah kewaspadaaan sebagai upaya pencegahan dengan melakukan pelaporan jika diketahui terdapat penumpang sakit dipesawat sebelum kedatangan, dan melakukan investigasi terhadap wisatawan yang sakit dengan gejala demam viral dan ada riwayat kontak dengan daerah terjangkit, jika perlu dilakukan isolasi dan karantina.
Langkah kewaspadaan yang perlu dilakukan oleh Kantor Kesehatan Pelabuhan sesuai surat edaran Dirjen PP dan PL adalah dengan :
1. Mengikuti perkembangan berita tentang penyakit Ebola baik dari Kementerian Kesehatan RI maupun WHO dan berkoordinasi dengan jajaran kesehatan setempat/se wilayah.
2. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat luas untuk segera mendatangi fasilitas pelayanan kesehatan bila ada keluarga atau tetangga yang sakit dengan gejala demam viral dan ada riwayat kontak/perjalanan ke wilayah terjangkit virus Ebola, namun tidak perlu menimbulkan kepanikan.
3. Melakukan pengamatan ketat terhadap penumpang yang datang dari negara terjangkit dengan gejala klinis seperti tersebut diatas dengan cara : Lakukan pemeriksaan dan
memastikan kebenaran riwayat
perjalanan dari negara terjangkit Lakukan rujukan ke Rumah Sakit
rujukan Flu Burung terdekat untuk dilakukan tatalaksana kasus dan konfirmasi pemeriksaan laboratorium
Lakukan pencatatan dan pelaporan
Kantor Kesehatan Pelabuhan yang berkedudukan dan berada di wilayah kerja bandara, pelabuhan, dan pos lintas batas darat negara merupakan pintu masuk penyebaran penyakit virus Ebola, maka sudah menjadi tugas KKP melakukan fungsinya sebagai cegah tangkal penyakit dan masalah kesehatan di Indonesia dengan melakukan kewaspadaan dalam rangka mengantisipasi masuknya virus Ebola ke Indonesia.
WARTA Ditjen PP dan PL • 5
6 • WARTA Ditjen PP dan PL
P enyakit virus ebola (EVD)
atau demam berdarah Ebo-
la (EHF) adalah penyakit
pada manusia yang
disebabkan oleh virus Ebola. Gejalan-
ya biasanya dimulai dua hari hingga
tiga minggu setelah terjangkit virus,
dengan adanyademam, sakit
tenggorokan, nyeri sendi, nyeriotot,
dan sakit kepala. Biasanya diikuti
dengan mual, muntah,diare,
menurunnya
fungsi liver dan ginjalsertamengalami
masalah pendarahan internal danek-
sternal.
Wabah Ebola yang meluas di em-
pat negara Afrika yaitu Liberia, Guin-
ea, Sierra Leonne, dan Nigeria telah
menewaskan lebih dari 1.000
orang.Berdasarkan data WHO, ke-
matian yang disebabkan virus Ebola
sebesar 57 %.
Virus mungkin didapatkan melalui
kontak dengan darah atau cairan
tubuh hewan yang terinfeksi
(biasanya monyet atau kelela-
war).Penyebaran lewat udara belum
pernah tercatat dalam lingkungan
alami. Begitu terjadi infeksi pada
manusia, penyakit ini dapat menyebar
pada orang-orang. Virus ini ditularkan
kepada orang lain melalui kontak
langsung dengan orang yang terin-
feksi melalui cairan penderita seperti
batuk, bersin, muntahan atau darah
penderita yang mengenai mata,
hidung, atau mulut orang lain. Virus
Ebola juga dapat bertahan hidup di
permukaan benda, sehingga benda
apa pun yang terkontaminasi dengan
cairan tubuh penderita, seperti sarung
tangan karet ataupun jarum suntik,
dapat menjadi media penularan virus
tersebut.
Hingga saat ini belum ada vaksin
maupun obat untuk penyakit tersebut.
Pencegahannya meliputi upaya men-
gurangi penyebaran penyakit dari
monyet dan babi yang terinfeksi ke
manusia. Hal ini dapat dilakukan
dengan memeriksa hewan tersebut
terhadap infeksi, serta membunuh
dan membuang hewan dengan benar
jika ditemukan penyakit tersebut. Me-
masak daging dengan benar dan
mengenakan pakaian pelindung ketika
mengolah daging juga berguna.
Menghindari kontak dengan orang
yang menderita penyakit tersebut
juga sangat disarankan. Jika memang
harus berada di sekitar orang yang
menderita penyakit tersebut, kenakan
pakaian pelindung dan cuci tangan
pakai sabun. Cuci Tangan Pakai
Sabun (CTPS) merupakan tindakan
pencegahan standar karena walaupun
sudah hati-hati tetap ada kemung-
kinan tangan kita tercemar. Sabun sendiri berfungsi untuk
mengangkat kotoran dan lemak yang
menempel di tangan. Sedangkan ku-
man menempel pada kotoran dan le-
mak. Air akan membantu kerja sabun
menyebar rata ke seluruh bagian tan-
gan dan dengan membilas tangan,
kotoran pun akan terbawa atau ter-
angkat bersama-sama sabun. Karena
itu mencuci tangan sesering mungkin
dengan sabun dan air mengalir selama
sedikitnya 20 detik masih dipercaya
sebagai pencegahan yang sederhana,
namun ampuh untuk penyakit ebola.
Cegah EBOLA dengan CTPS
WARTA Ditjen PP dan PL 6 •
7 WARTA Ditjen PP dan PL •
1. Dapatkan Informasi tentang apa dan bagaiman penyebaran virus ebola agar dapat mengambil tindakan pencegahan.
2. Mencuci tangan dengan sabun, agar proses pembersihan lebih maksimal gunakan cairan pembersih tangan khusus.
3. Waspadai binatang hutan yang sakit atau mati, karena virus ini dapat masuk ke manusia lewat darah, lendir, dan berbagai cairan tubuh atau organ dari hewan yang telah terinfeksi.
4. Masaklah daging yang hendak dikonsumsi dengan baik, hindari pula memakan daging hewan hutan yang mengandung resiko pembawa virus.
5. Segera hubungi dokter/tenaga kesehatan ketika merasakan gejala awal, seperti demam yang disertai nyeri otot, sakit kepala dan tenggorokan, muntah-muntah, diare merah-merah ditubuh, gangguan fungsi ginjal dan hati. Pada tingkat lanjut pasien mengalami pendarahan dari mulut, telinga dan hidung. Infeksi Ebola dapat dipastikan lewat pemeriksaan laboraturium.
6. Tutup luka dan lindungi selaput lendir dari kontak langsung. Waspadai penularan dari manusia ke manusia, karena penularan ini dapat terjadi melalui kulit terbuka akibat luka, dll) dan selaput lendir (di hidung, mulut, mata, telinga, dll). Kontak tidak langsung dapat terjadi melalui lingkungan yang telah terkontamasi.
7. Langkah pencegahan penularan (perlindungan diri) harus menjadi bagian dari panggilan untuk memberikan perawatan kepada yang sakit.
8. Dalam kasus ini seseorang yang terinfeksi meninggal, keluarga dan masyarakat harus menerima penindakan khusus untuk mencegah penularan. Virus ini dapat menular lewat jasad seseorang.
9. Memahami bahwa manusia rentan terhadap berbagai penyakit, termasuk infeksi Ebola.
10. Jika ada seorang anggota masyarakat terinfeksi Ebola, itu berarti undangan bagi seluruh masyarakat untuk mengentaskan penyakit itu, karena Ebola bukan sekedar penyakit yang menyerang individu saja tapi juga dapat membunuh satu kampung bahkan satu negara.
10 Tips Menghindari Infeksi
dan Menanggulangi Wabah Ebola
8 • WARTA Ditjen PP dan PL
GREEN OFFICE, BUKAN SEKEDAR SLOGAN……!!!
B elakangan kalimat Green
Office begitu santer
didengungkan. Namun
banyak yang belum tahu
apa pengertian “green” tersebut. Tidak
salah jika kita mengartikan Green
Office sebagai kantor yang bernuansa
serba hijau. Hijau memang identik
dengan alam dan lingkungan. Jadi,
Green Office adalah perkantoran yang
memiliki dan menunjukkan komitmen
terhadap kelestarian lingkungan.
Banyak aspek yang bisa dilakukan
untuk menjadikan kantor sebagai
tempat menghabiskan waktu setiap
harinya menjadi sebuah kantor yang
berlabel Green Office. Sebagai contoh,
sebuah gedung perkantoran televisi
swasta di Jakarta mengangkat slogan
“Go Green dan No Styrofoam”.
Kementerian Kesehatan
mempunyai 6 indikator untuk
menentukan sebuah kantor berlabel
Green Office, yaitu : hemat listrik,
hemat air, reduce-reuse-recycle, hemat
bbm, penghijauan, tanpa rokok. Sejak
tahun 2012, Kementerian Kesehatan
melakukan perlombaan untuk
mengkampanyekan Green Office, dan
Sekretariat Ditjen PP dan PL berhasil
menjadi juara 1 tingkat satuan kerja
pusat pada tahun 2013.
Slogan “Go Green dan No Styrofoam”
dapat membawa pengaruh besar bagi
terciptanya lingkungan yang bebas
dari sampah plastik yang notabene
membutuhkan waktu puluhan tahun
bisa diurai. Pertanyaannya adalah,
apakah kita terhenti pada slogan tanpa
diiringi dengan kerja nyata?
Sekretariat Ditjen PP dan PL
mencoba menerapkan beberapa
konsep untuk menggalakkan kantor
yang ramah lingkungan, seperti
melakukan sosialisasi melalui stiker,
standing banner, edaran, running teks,
pengumuman berisi himbauan untuk
melakukan penghematan listrik, air,
kertas, tissue, tidak merokok di area
kantor, mengadakan automatic lamp
di toilet, green lamp tenaga surya di
halaman kantor, penyediaan parkir
sepeda untuk karyawan, penggantian
tanaman artificial di ruang kerja
dengan tanaman hijau yang rutin
diganti setiap minggunya,
menyediakan bus jemputan karyawan
untuk menimalisasi penggunaan mobil
pribadi, pemanfaatan lahan kosong di
sekitar kantor untuk taman hijau dan
asri, menyediakan fitness center untuk
menjaga kebugaran karyawan, serta
melakukan penanaman pohon dari
setiap perwakilan direktorat dan
sekretariat.
Tahun ini, Kementerian Kesehatan
akan mengadakan kembali
perlombaan Green Office. Mudah-
mudahan apa yang telah kita lakukan
selama ini dapat terus kita
pertahankan dan menjadikan kantor
yang benar-benar memiliki dan
melaksanakan konsep yang ramah
lingkungan bukan sekedar slogan.
Semoga!!
9 WARTA Ditjen PP dan PL •
RABIESRABIES, TAHUKAH ANDA??, TAHUKAH ANDA??
AWAS GIGITAN ANJING RABIES !AWAS GIGITAN ANJING RABIES !
R abies atau anjing gila merupakan penyakit infeksi sistem syaraf pusat akut yang menyerang manusia dan hewan berdarah panas yang disebabkan oleh virus Rabies. Penyakit ini termasuk zoonosis yang
menjadi sangat penting karena sampai saat ini belum ditemukan obatnya dan jika gejala penyakit ini timbul maka rabies akan selalu menyebabkan kematian baik pada manusia maupun hewan.
Di Indonesia, sejauh ini 25 provinsi telah tertular dan hanya 9 provinsi masih bebas rabies. Daerah-daerah yang bebas rabies adalah Kepulauan Riau, Pulau Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Papua dan Papua Barat. Dengan masih banyaknya wilayah di Indonesia yang tertular, maka sangat penting penyebaran informasi mengenai cara penanganan rabies secara baik dan benar.
Penularan rabies dapat dengan gigitan dan non gigitan (goresan cakaran) oleh hewan penular rabies (GHPR) terutama anjing, kucing dan kera yang terinfeksi virus rabies melalui air liur dan cairan lainnya. Masa inkubasi bervariasi yaitu berkisar antara 2 minggu sampai 2 tahun, umumnya 3-8 minggu tergantung dari lokasi gigitan. Dalam pencegahan rabies pada hewan sebaiknya hewan penular rabies (HPR) dilakukan vaksinasi secara berkala, dikandangkan, pemasangan identitas pada leher sehingga mudah dikenali.
Gejala awal (stadium prodomal) berupa demam, malaise/lemah, mual dan rasa nyeri tenggorokan selama beberapa hari. Setelah itu (stadium sensoris) penderita akan merasa nyeri, rasa panas disertai kesemutan pada tempat bekas luka disusul dengan gejala cemas, dan reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan. Pada stadium eksitasi timbul gejala hiperhidrosis, hipersalivasi, hiperlakrimasi, dilatasi pupil dan sebagainya. Stadium ini merupakan puncak penyakit dan gejala khas pada stadium ini hidrofobia. Perilaku penderita tidak rasional kadang maniakal disertai dengan saat-saat responsif. Keadaan atau gejala-gejala ini dapat terus berlangsung sampai penderita meninggal dunia. Kadang kala ditemukan juga kasus tanpa gejala eksitasi, melainkan paralisis otot-otot yang bersifat progresif. Hal ini karena gangguan sumsum tulang belakang, yang memperlihatkan gejala paralisis otot-otot pernafasan (stadium paralisis).
Apabila ada kasus GHPR harus ditangani dengan cepat dan sesegera mungkin. Untuk mengurangi/mematikan virus rabies, usaha yang paling efektif adalah mencuci luka gigitan dengan air mengalir menggunakan sabun/deterjen selama 10-15 menit, kemudian diberi antiseptik. Luka gigitan tidak dibenarkan untuk dijahit, bila memang perlu sekali dapat dijahit (jahitan situasi). Selain itu harus dipertimbangkan pula perlu tidaknya pemberian serum/vaksin anti tetanus,
antibiotika untuk mencegah infeksi dan analgetika.
Tatalaksana kasus gigitan HPR harus memerhatikan derajat luka GHPR. Klasifikasi derajat luka GHPR menurut WHO dibagi menjadi 3 yaitu:
Apabila ada kasus gigitan sebaiknya segera dilakukan cuci luka dan dibawa ke pelayanan kesehatan untuk dilakukan tatalaksana sesuai prosedur. Berikut adalah alur tatalaksana GHPR.
ALUR PENATALAKSANAAN KASUS GIGITAN HEWAN TERSANGKA RABIES
Rabies memang berbahaya namun dapat dicegah dengan mengikuti tatalaksana yang baik dan benar sesuai prosedur.
Derajat Luka
Jenis Kontak Tatalaksana
I Sentuhan atau jila-tan HPR pada kulit tanpa luka
Tidak perlu tinda-kan tapi sebaiknya dicuci
II Luka cakar, luka abrasi/lecet, luka ringan, jilatan pada kulit luka
- Cuci luka
- Berikan VAR
III Luka multipel, luka dalam, luka risiko tinggi, saliva HPR pada mukosa
- Cuci luka
- Beri VAR dan SAR
10 • WARTA Ditjen PP dan PL
Cegah Kanker Dengan Aktivitas Fisik
T ahukah Anda bahwa kanker dapat dicegah? Ya, kanker dapat dicegah dengan menghindari faktor risikonya.
Para ahli memperkirakan bahwa 40% kanker dapat dicegah dengan menghindari faktor risiko kanker, seperti tidak merokok/terkena paparan asap rokok, menghindari obesitas dengan diet seimbang dan aktifitas fisik, tidak mengkonsumsi alkohol, memproteksi kulit dari paparan sinar ultraviolet, mencegah infeksi yang berhubungan dengan kanker, dan menghindari lingkungan yg mengandung karsinogen (UICC, 2009).
Menurut World Cancer Research Fund (WCRF), ada 10 rekomendasi pencegahan kanker dengan diet dan aktivitas fisik, yaitu: 1) menjaga berat badan normal, 2) beraktivitas fisik setiap hari, 3) membatasi konsumsi makanan dan minuman padat kalori, 4) memperbanyak konsumsi buah dan sayuran, 5) batasi konsumsi daging merah (seperti daging sapi, daging babi, domba) dan hindari daging olahan, 6) menghindari minuman beralkohol, 7) Batasi konsumsi makanan asin dan makanan yang diasinkan, 8) menghindari suplemen, 9) memberikan ASI eksklusif, serta 10) mengikuti rekomendasi pencegahan kanker bagi survivor kanker.
Aktivitas fisik dan kanker Sejak tahun 1990-an, banyak
penelitian yang membuktikan bahwa aktivitas fisik dapat mencegah 3 jenis kanker yaitu kanker usus besar, kanker payudara (pada wanita post menopause), dan kanker endometrium. Aktivitas fisik yang rutin mempunyai efek langsung dalam mengurangi risiko terjadinya kanker. Aktivitas fisik juga merupakan cara untuk menjaga berat badan ideal.
Salah satu cara bagaimana aktivitas fisik dapat mencegah kanker adalah dengan menurunkan tingkat hormon yang dapat meningkatkan risiko terjadinya kanker leher rahim dan endometrium di dalam tubuh. Aktivitas fisik rutin juga menjadikan sistem pencernaan dapat bekerja dengan baik dan meningkatkan kecepatannya, yang mana dengan lebih cepat terserapnya makanan dalam saluran pencernaan dapat menurunkan kejadian kanker usus besar.
Aktivitas fisik dan obesitas Berat badan berlebih dan obesitas
meningkatkan risiko terjadinya beberapa jenis kanker, terutama sejak tahun 1990-an. Berat badan berlebih dan obesitas secara meyakinkan dapat menyebkan kanker kolorektal, oesofagus, endometrium, pankreas, ginjal, dan payudara (pada wanita post menopause), dan mungkin kanker
kandung kemih. Obesitas sentral (perut) dapat menyebabkan kanker kolorektal, dan mungkin kanker pankreas, endometrium, dan payudara.
Saran praktis aktivitas fisik
sehari-hari Beberapa tips berikut untuk
meningkatkan aktivitas jalan kaki harian:
Berjalan kaki dengan teman setelah makan siang
Berjalan kaki 30 menit setiap hari atau 15 menit di pagi hari dan 15 menit lagi di sore hari
Jika menggunakan kendaraan sendiri, parkirlah di tempat yang agak jauh dari tempat tujuan, kemudian berjalan kakilah menuju ke tempat tersebut
Jika menggunakan transportasi umum, berhentilah sebelum tempat tujuan dan berjalan kakilah menuju ke tempat tersebut
Naiklah tangga daripada menggunakan lift/eskalator
Sempatkanlah dan manfaatkan beberapa kegiatan di rumah untuk aktivitas fisik selama 30 menit, antara lain: menyiangi rumput di taman membersihkan kamar mandi mencuci motor/mobil sendiri membersihkan dan merapikan
tempat tidur membersihkan lantai merapikan tanaman
WARTA Ditjen PP dan PL 10 •
11 WARTA Ditjen PP dan PL •
T ransformasi PT. Askes men-jadi BPJS Kesehatan sebagai pelaksana Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
telah diimplementasikan pada awal Januari 2014. Hal ini merupakan langkah awal pencapaian Universal Health Coverage (UHC) tahun 2019. Diharapkan dengan JKN masyarakat dapat mengakses pelayanan kesehatan yang lebih baik dan ter-jangkau.
JKN memiliki keterkaitan erat
dengan program pengendalian tu-
berkulosis (TB) sebagai bagian dari
layanan kesehatan. Oleh karena itu,
perlu dilakukan integrasi program
pengendalian TB dalam program JKN.
Langkah awal yang dilakukan adalah
membuat Memorandum of Under-
standing (MoU) antara Kementrian
Kesehatan dan BPJS Kesehatan terkait
pelayanan TB dalam jaminan
kesehatan. MoU antar lembaga ini di-
maksudkan untuk meningkatkan mu-
tu pelayanan yang nantinya akan
diterima oleh pasien. Didalam MoU
akan dipisahkan peran masing-masing
pihak sehingga jelas setiap
kewenangannya. Pelayanan TB dida-
lam JKN difokuskan pada pelayanan
Upaya Kesehatan Perorangan (UKP).
Kegiatan sosialisasi TB bisa masuk ke
dalam program promosi kesehatan
pada pasien TB.
Pada awalnya, MoU yang akan
dikembangkan dijadikan sebagai
payung kerjasama antara Kemenkes
dan BPJS sebagai bentuk kelanjutan
MoU antara Kemenkes dengan PT.
Askes sebelumnya. Agar MoU mem-
iliki kekuatan hukum yang mengikat,
maka isi MoU yang diinisiasi oleh
Pusat Pembiayaan dan Jaminan
Kesehatan (PPJK) Kementerian
Kesehatan, secara garis besar telah
dimasukkan ke dalam petunjuk teknis
(juknis) pelaksanaan jaminan
kesehatan yang akan dilampirkan da-
lam Permenkes No. 28 Tahun 2014
tentang Pedoman Pelaksanaan Ja-
minan Kesehatan Nasional .
Petunjuk teknis disusun oleh pro-
gram TB dengan ruang lingkup terdiri
dari : 1) Pelayanan Tuberkulosis
Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama
dan Fasilitas Kesehatan Rujukan Ting-
kat Lanjut; 2) Mekanisme Pelayanan
Rujukan; 3) Tata kelola Logistik; 4)
Monitoring dan Evaluasi; dan 6) Dasar
Prosedur Diagnostik. Petunjuk Teknis
pelayanan TB bagi peserta JKN ini ber-
sifat dinamis, sehingga tidak menutup
kemungkinan untuk terus dilakukan
perubahan dan perbaikan dalam
pelaksanaan layanan TB di fasilitas
kesehatan. (tw/vy/fh/ba)
Integrasi Program Pelayanan TB di Era Jaminan Kesehatan Nasional
12 • WARTA Ditjen PP dan PL
K etika Anda sedang makan,
pernahkah anda tiba-tiba
menemukan capcay yang
tengah Anda santap
mengandung ulat sayur? Atau Anda
menemukan secuil kotoran yang
menempel di pinggiran piring yang
Anda pakai, atau bahkan di sekeliling
Anda banyak lalat hitam subur yang
berdenging di sekitar meja makan
Anda?
Hampir semua orang pasti pernah
mengalami pengalaman buruk seperti
ini baik saat menikmati masakan di
warteg, gerobak bakso keliling, bahkan
di restoran popular dan mahal
sekalipun di kota besar seperti
Jakarta. Tidak semua orang bereaksi
sama ketika menemui keadaan tidak
menyenangkan seperti di atas.
Secara umum, kesadaran
masyarakat Indonesia terhadap
makanan belum seperti di negara-
negara maju. Ada banyak alasan
mengapa mereka cuek, bisa jadi karena
tidak ada kepedulian masyarakat
terkait higiene sanitasi pangan,
frustrasi dengan respons pengelola
restoran, budaya masyarakat
Indonesia yang cenderung legowo dan
banyak tepa seliranya, atau karena
ketidaktahuan masyarakat.
Terlepas dari sikap acuh tak acuh
masyarakat, bagaimanapun masalah
keamanan pangan, kondisi lingkungan
penyimpanan makanan, cara
pengelolaan dan penyajian makanan,
dan semua hal yang bisa mencegah
terjadinya pencemaran pangan sudah
harus menjadi perhatian utama. Di
kota-kota besar dunia, seperti New
York City atau tetangga kita Singapura,
persoalan higiene sanitasi rumah
makan/restoran sudah berjalan
dengan sistem yang baik. Pemerintah
bersikap tegas dan pengusaha restoran
serta konsumen memperoleh manfaat
dan keuntungan dari ketegasan
pemerintahannya, baik melalui reward
maupun punishment kepada
pengusaha restoran.
SUDAH AMANKAH TEMPAT PENGELOLAAN MAKAN KITA ???
13 WARTA Ditjen PP dan PL •
Peraturan Terkait Higiene Sanitasi
Rumah Makan/Restoran “Tanpa
Wibawa”
Sampai saat ini kita setuju bahwa
persoalan sepele tetapi penting ini
lepas dari pengawasan atau pantauan
Pemerintah, baik Pusat maupun
Daerah, karena tidak ada satu pun
berita di media massa tentang rumah
makan maupun restoran yang ditutup
karena persoalan tidak laik sehat/laik
higiene sanitasi. Padahal pada
kenyataannya, peraturan mengenai
keamanan pangan dan sanitasi, serta
peraturan pelaksananya sudah
terbilang lengkap.
Ada payung hukum berupa Undang
-Undang No. 18 tahun 2012 tentang
Pangan, Peraturan Pemerintah No. 28
tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan, serta Keputusan
Menteri Kesehatan No. 1098 tahun
2003 tentang Persyaratan Higiene
Sanitasi Rumah Makan dan Restoran,
yang disertai dengan langkah teknis
pengawasan dan pembinaan tentang
kewajiban memiliki sertifikat laik
sehat dari beberapa kabupaten/kota
melalui peraturan daerah maupun
peraturan bupati/walikota.
Sayangnya, meski peraturan hukum
tersebut sudah disertai sanksi
pencabutan sertifikat laik sehat, tetapi
peraturan ini tampak jelas tidak
bergigi. Sebagai contoh, ketika izin laik
sehatnya dicabut, tetapi izin
operasionalnya masih tetap berjalan
itu artinya meskipun restoran/rumah
makan kondisi higiene sanitasinya
buruk, tetap saja bisa “lenggang
kangkung”.
Di Indonesia, inspeksi ke restoran
atau rumah makan baru dilakukan
Pemerintah Daerah, dalam hal ini
dinas kesehatan Kabupaten/Kota,
hanya jika ada permintaan dari si
pemilik/pengelola untuk memenuhi
tuntutan konsumen. Alasannya klasik.
Pemerintah daerah kekurangan tenaga
dan anggaran!
Kementerian Kesehatan melalui
Direktorat Penyehatan Lingkungan
sudah berupaya melakukan evaluasi
dengan melakukan pertemuan di
tingkat propinsi dan melibatkan
Dinkes Kabupaten/Kota terkait dengan
kinerja mereka terhadap pengawasan
higiene sanitasi pangan di rumah
makan dan restoran, serta melengkapi
peralatan untuk pemeriksaan cepat
terhadap makanan siap saji dan
diberikan kepada kabupaten/kota
yang mengusulkan ke Pusat. Namun,
hidup matinya pengawasan higiene
sanitasi pangan di kabupaten/kota
juga sangat terkait erat dengan
anggaran dan kinerja Pemerintah
daerah kabupaten/kota.
Poin penting terkait Persyaratan
Higiene Sanitasi Rumah Makan/
Restoran yang harus dilaksanakan:
Masyarakat perlu dilindungi dari
makanan/minuman yang tidak
memenuhi persyaratan higiene
sanitasi yang dikelola rumah makan
dan restoran agar tidak
membahayakan kesehatan.
Terkait dengan izin usaha, rumah
makan/restoran harus memiliki
sertifikat laik higiene dan sanitasi
yang dikeluarkan oleh dinas
kesehatan.
Tenaga penjamah makanan yang
bekerja pada usaha rumah makan/
restoran harus berbadan sehat dan
tidak menderita penyakit menular.
Penjamah makanan harus
memeriksakan kesehatannya
secara berkala minimal 2 kali dalam
satu tahun.
Penjamah makanan wajib memiliki
sertifikat kursus penjamah
makanan.
Dinas kesehatan kabupaten/kota
melakukan pengujian mutu
makanan dan spesimen terhadap
rumah makan/restoran.
Persyaratan higiene sanitasi yang
harus dipenuhi meliputi
persyaratan lokasi dan bangunan;
persyaratan fasilitas sanitasi;
persyaratan dapur, ruang makan
dan gudang makanan; persyaratan
bahan makanan dan makanan jadi;
persyaratan pengolahan makanan;
persyaratan penyimpanan bahan
makanan dan makanan jadi;
persyaratan penyajian makanan
jadi; dan persyaratan peralatan
yang digunakan.
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
rumah makan/restoran sementara
berlaku selama 6 (enam) bulan dan
dapat diperpanjang sebanyak-
banyaknya 2 kali.
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
rumah makan/restoran tetap
berlaku selama 3 tahun dan dapat
diperbaharui atau menjadi batal
bilamana terjadi pergantian
pemilik, pindah lokasi/alamat,
tutup dan atau menyebabkan
terjadinya keracunan makanan/
wabah yang mengakibatkan rumah
makan dan restoran menjadi tidak
laik higiene sanitasi.
Sertifikat Laik Higiene Sanitasi
harus dipasang di dinding yang
mudah dilihat oleh petugas dan
masyarakat konsumen.
Sanitarian dan pengelola kesehatan
lingkungan harus selalu siap
melakukan pengawasan Higiene
Sanitasi Pangan ke rumah makan/
restoran, sehingga program
pengawasan dan pembinaan ini tidak
seperti kompor yang kehabisan bahan
bakar. (Aloysius W)
14 • WARTA Ditjen PP dan PL
T ips kesehatan dan ahli kesehatan berkali-
kali menekankan pada diri Anda bahwa
mengkonsumsi roti tawar putih tidak baik
untuk kesehatan tubuh Anda. Anda juga
disarankan untuk mengganti roti tawar tersebut
dengan roti gandum.
Lantas apa yang menyebabkan roti tawar biasa tidak baik
untuk kesehatan tubuh? Ternyata ini alasannya
1. Tidak akan membuat Anda kenyang
Serat merupakan unsur penting dalam makanan yang
membantu menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh,
menyehatkan saluran cerna, dan membuat Anda merasa
kenyang lebih lama. Namun tidak seperti roti gandum,
roti tawar biasa terbuat dari tepung yang kehilangan
sebagian besar seratnya saat diproses. Itulah yang
menyebabkan Anda tidak merasa kenyang saat makan
roti tawar biasa.
2. Meningkatkan kadar gula darah
Roti tawar terbuat dari biji-bijian yang mudah diserap
selama proses pencernaan dalam tubuh. Hal ini
cenderung menyebabkan lonjakan gula darah yang
tajam. Roti tawar juga tinggi akan indeks glisemik yang
membuat Anda rentan untuk terkena penyakit seperti
diabetes, penyakit jantung, dan obesitas.
3. Tidak mengandung nutrisi yang cukup
Selama proses produksinya, tepung yang digunakan
untuk membuat roti tawar kehilangan vitamin B6,
vitamin E, asam folat, seng, dan kromium. Sehingga bisa
dikatakan roti tawar biasa tidak mengandung nutrisi
yang cukup.
4. Sulit untuk dicerna
Roti tawar mengandung gluten yang membuatnya sulit
untuk dicerna. Selain itu roti tawar tidak mengandung
enzim alami apapun yang dibutuhkan pankreas untuk
memecah lemak, karbohidrat, dan lemak.
5. Tepung putih tidak baik untuk kesehatan secara
keseluruhan
Karena tepung putih yang menjadi bahan utama
pembuat roti tawar sudah kehilangan nutrisi, maka
sebenarnya roti tawar tidak memiliki manfaat yang
menyehatkan untuk tubuh Anda selain berfungsi untuk
pengganjal perut.
Masih sering mengkonsumsi roti tawar biasa? Sebaiknya
ganti dengan roti gandum yang lebih bermanfaat untuk
kesehatan tubuh Anda. (sumber : fibreslimindonesia)
5 Bahaya5 Bahaya5 Bahaya Makan Roti Tawar !!!Makan Roti Tawar !!!Makan Roti Tawar !!!
15 WARTA Ditjen PP dan PL •
B erbagai macam antioksidan
terkandung dalam bawang putih,
sehingga salah satu jenis bumbu
dapur ini bermanfaat untuk
kesehatan, salah satunya sebagai sahabat
jantung. Menurut suatu penelitian bawang
putih yang segar (mentah) berefek
menyehatkan jantung lebih baik ketimbang
bawang kering.
Untuk mengoptimalkan potensi tersebut, bawang putih
segar itu harus dilumatkan atau dicincang sebelum
dikonsumsi.
Proses memotong-motong bawang itu membuat komponen
hidrogen sulfida dalam bawang menjadi aktif dan berfungsi
membuat rileks pembuluh darah.
Menurut peneliti tentang bawang itu, Dipak K. Das bersama
timnya, hidrogen sulfida beraksi sebagai pembawa pesan
kimiawi yang akan merilekskan pembuluh darah sehingga
darah akan mengalir lancar. Pemasakan atau pemrosesan
bawang putih akan mengurangi kemampuan untuk
mengaktifkan hidrogen sulfida.
"Bawang yang diproses maupun bawang putih segar yang
dicincang sebetulnya dapat mengurangi kerusakan akibat
kurangnya aliran oksigen di dalam pembuluh darah. "Akan
tetapi bawang segar yang diremuk memiliki efek yang lebih
hebat dalam memperbaiki aliran darah di dalam aorta dan
meningkatkan tekanan di dalam ventrikel kiri jantung,"
ungkap Das.
Hasil penelitiannya yang menggunakan tikus itu
dipublikasikan lewat Journal of Agricultural and Food
Chemistry.
BAWANG MENTAHBAWANG MENTAHBAWANG MENTAH
BAGUS BUAT JANTUNGBAGUS BUAT JANTUNGBAGUS BUAT JANTUNG
16 • WARTA Ditjen PP dan PL
M enteri Kesehatan dr.
Nafsiah Mboi, SpA, MPH
di hari terakhir masa
jabatannya sebagai
Menkes pada Kabinet Indonesia
Bersatu Jilid II melantik empat orang
Pimpinan Tinggi Madya atau Pejabat
Eselon I di kantor Kementerian
Kesehatan, Jumat (17/10).
Pejabat yang di lantik yakni dr. H.
M. Subuh, MPPM sebagai Direktur
Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan; drg. Usman
Sumantri, M.Sc sebagai Kepala Badan
Pengembangan dan Pemberdayaan
Sumber Daya Manusia Kesehatan; drg.
Tini Suryanti Suhandi, M.Kes sebagai
Staf Ahli Bidang Pembiayaan dan
Pemberdayaan Masyarakat; drg.
Tritarayati, SH sebagai Staf Ahli Bidang
Mediko Legal.
Dalam sambutannya, Menkes
mengatakan bahwa pelantikan dan
pengambilan sumpah jabatan para
pejabat yang dicalonkan oleh
Sekretaris Jenderal Kemenkes dan tim
ini seluruh prosesnya dilaksanakan
secara terbuka, jujur, dan transparan
berdasarkan fit and proper test serta
bisa dipertanggungjawabkan kepada
siapapun.
“Saya yakin dan percaya bahwa
saudara-saudara yang dilantik hari ini
adalah memang pribadi-pribadi pilihan
yang benar-benar mampu
menghasilkan kinerja terbaik dan
dapat melaksanakan sebaik-baiknya
kontrak kinerja yang telah
ditandatangani”, ujar Menkes.
Selain pelantikan dan pengambilan
sumpah jabatan Pimpinan Tinggi
Madya atau Pejabat Eselon I,
dr Nafsiah Mboi di hari terakhir
kerjanya atau masa jabatannya sebagai
Menkes RI memberikan penghargaan
kepada pegawai berprestasi dan
berdedikasi di lingkungan Kemenkes.
Satu diantaranya adalah dr. H. M.
Subuh, MPPM sebagai Dirjen PP dan PL
yang baru dilantik, mendapatkan
penghargaan secara langsung oleh
Menkes sebagai bentuk apresiasi
kepada pegawai Kemenkes yang dalam
pengamatannya selama 28 bulan masa
kepemimpinan Beliau, dinilai telah
bekerja dengan luar biasa dan baik
sekali. Menkes berharap dengan
diberikannya penghargaan ini bisa
menjadi sebuah motivasi agar dapat
bekerja lebih baik lagi.
Menkes Lantik Empat Pejabat Eselon I
Kementerian Kesehatan
17 WARTA Ditjen PP dan PL •
S eperti mimpi yang menjadi
kenyataan. Begitu ungkapan
istimewa yang disampaikan
Sekretaris Ditjen PP dan PL,
dr H M Subuh MPPM pada acara pele-
takan batu pertama pengembangan
Laboratorium Pes dan Zoonosis serta
Pusat Diklat Teknis Zoonosis dan
STBM Nasional Nongkojajar Pasuruan,
9 Oktober 2014. Bagaimana tidak,
setelah menjalani proses administrasi
dan legalitas yang memakan waktu
bertahun-tahun semenjak era otonomi
daerah, akhirnya kepemilikan tiga aset
negara di Kabupaten Pasuruan terse-
but kembali ke Kementerian
Kesehatan.
Tanah dan bangunan seluas 5220
m2 yang berada di Desa Wonosari
Kecamatan Tutur tersebut akan
dibangun menjadi satu-satunya labora-
torium pengendalian penyakit Pes dan
Zoonosis pertama tak hanya di Indone-
sia, tapi juga dalam skala regional Asia
bahkan dunia. Sehingga tak
mengherankan jika Sesditjen pada
sambutannya memberi ja-
minan pembangunan beserta
anggarannya akan terus
dikawal sampai rampung
tahun 2015 mendatang.
Turut hadir dalam acara
tersebut Asisten II dan III
Pemkab Pasuruan, Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten
Pasuruan, Kepala Biro Keu-
angan dan BMN Kemenkes
RI, Kasubdit Zoonosis
Direktorat PPBB, Kepala Bagian Umum
dan Kepegawaian Ditjen PP dan PL,
Camat Tutur, Kepala Puskesmas
Nongkojajar, Kepala BBLK Surabaya,
dan Kepala KKP Probolinggo.
Acara peletakan batu pertama, di-
awali dengan penandatanganan Berita
Acara Serah Terima Barang Milik Dae-
rah antara Sekretaris Jenderal Kemen-
kes dr Untung Suseno MKes dengan
Bupati Pasuruan H M Irsyad Yusuf, SE
MMA di Pendopo Kabupaten Pasuruan.
Program pengendalian Pes dan Zoono-
sis telah dilakukan di Nongkojajar se-
jak tahun 1986, sejak dinyatakan telah
terjadi outbreak penyakit yang
disebabkan oleh pinjal tikus yang
mengandung bakteri Yersinia pestis
tersebut. Ada tiga tempat di Indonesia
yang menjadi lokasi pengamatan pes,
yaitu Ciwidey Jawa Barat, Kecamatan
Selo dan Cepogo di Kabupaten Boyolali
Jawa Tengah, serta Nongkojajar, Jawa
Timur. BBTKLPP Surabaya berperan
aktif dalam program pengendalian
penyakit Pes dan Zoonosis melalui
dukungan laboratorium, logistik, dan
pengendalian Pes.
Wujudkan ImpianWujudkan Impian
PengembanganPengembangan LABORATORIUM PESLABORATORIUM PES
18 • WARTA Ditjen PP dan PL
K ementerian Kesehatan,
melalui Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan
(Ditjen PP dan PL) bersama dengan
Field Epidemiology Training Program
(FETP) Indonesia menyelenggarakan
Pertemuan Ilmiah Epidemiologi
Nasional (PIEN) Ke IV pada 30
September - 2 Oktober 2014 di
Bandung Jawa Barat. Tema yang
diangkat pada pertemuan ini adalah
“Surveilans Berbasis Laboratorium
untuk Masa Depan yang Lebih Baik
Sebagai Respon Atas Perubahan
Lingkungan Strategi”.
Menurut Menteri Kesehatan dr
Nafsiah Mboi SpA dalam sambutannya
yang dibacakan oleh Plt. Direktur
Jenderal PP dan PL, Prof Dr dr Agus
Purwadianto SH, MSi, SpF, DFM saat
membuka acara pada (1/10), adalah
sangat tepat dan relevan dengan upaya
pemerintah untuk memperkuat
pelaksanaan surveilans, mencegah
terjadinya KLB atau wabah di
Indonesia, serta untuk memantapkan
pengambilan keputusan dan
penetapan kebijakan berbasis bukti
dalam mensukseskan pembangunan
kesehatan sebagai bagian integral dari
pembangunan nasional. “Saya harap
dengan tema ini pembahasan dalam
pertemuan akan makin mendorong,
menyemangati, menginspirasi segenap
ahli epidemiologi dan calon ahli
epidemiologi untuk dengan bangga
membaktikan ilmu pengetahuan,
keterampilan serta pengalamannya
bagi kesejahteraan umat manusia”,
ujarnya.
Kepala Sub Direktorat Surveilans
dan Respon KLB dr Ratna Budi Hapsari
MKM, selaku Ketua Panitia di
kesempatan yang sama dalam
laporannya mengatakan bahwa
kegiatan yang dilaksanakan ini
Surveilans Berbasis Laboratorium untuk Masa Depan yang Lebih Baik
19 WARTA Ditjen PP dan PL •
merupakan pertemuan tahunan dari
FETP Indonesia yang mengikutsertakan
mahasiswa dan alumni FETP dalam
memberikan informasi dan pandangan
mengenai isu-isu kesehatan masyarakat
yang berkaitan dengan epidemiologi,
serta memberikan satu pandangan lain
bagi mahasiswa dalam hal meningkat-
kan landasan epidemiologi serta
kapasitas untuk diterapkannya
epidemiologi di kehidupan sehari-hari
saat memecahkan suatu permasalahan
kesehatan.
Pada pertemuan yang dihadiri
sekitar 250 orang peserta terdiri dari
mahasiswa dan alumni FETP dari
Universitas Indonesia dan Universitas
Gajah Mada, Dinas Kesehatan Provinsi/
Kabupaten di Indonesia, dan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) dari Ditjen PP
dan PL ini, disajikan pula sebanyak 40
abstrak presentasi lisan/oral yang
dibagi menjadi 8 sesi presentasi lisan
dengan topik, antara lain Penyakit
Bersumber Binatang, Penyakit
Pernapasan dan PD3I, Diare, HIV dan
IMS, Kesehatan Lingkungan,
serta Penyakit Tidak Menular. Selain
itu, 64 abstrak presentasi poster dan 3
Plenary Session dengan 9 orang
narasumber dari Eijkman, IPB, WHO,
USAID, BBTKLPP Yogyakarta,
Kemenkes, dan Kementan serta 1 sesi
presentasi khusus dari Subdit
Surveilans dan Respon KLB, UI, dan
UGM juga turut disajikan.
Pada kesempatan tersebut, Menkes
juga turut menyampaikan harapannya
kepada jajaran kesehatan, Persatuan
Ahli Epidemiologi (PAEI), Perguruan
Tinggi dan seluruh stakeholders untuk
bersama-sama meningkatkan minat
generasi muda dan perhatian
masyarakat pada bidang epidemiologi;
meningkatkan jumlah dan kualitas
tenaga epidemiolog;
mengembangkan kompetensi para
epidemiolog agar semakin
komprehensif, sehingga
menumbuhkan pembidangan keahlian,
baik yang terkait dengan penyakit,
masalah kesehatan lainnya, maupun
masalah sosial; mendorong agar data
dan informasi yang ada benar-benar
digunakan dalam pengambilan
keputusan dan penetapan kebijakan
oleh pihak yang berwenang; serta
mendorong pelaksanaan surveilans
epidemiologi dengan tepat dan
benar di semua tingkat administrasi
didukung oleh sumber daya yang
memadai.
Pertemuan ini melibatkan jejaring
epidemiologi regional (South Asia
Epidemiology Training and Network,
ASEAN plus Three Field Epidemiology
Training Network) dan
Internasional (Global Alert Response,
Training in Epidemiology and Public
Health International Network). Selain
itu, pertemuan ini juga terselenggara
berkat kerjasama Kementerian
Kesehatan dengan FETP Indonesia,
Pemerintah Daerah dan Dinkes
Provinsi Jawa Barat, WHO, CDC, USAID,
Australian AID, dan Safetynet.
Kedepannya, pertemuan ini akan
dikembangkan tidak hanya sebagai
wadah pembelajaran bagi mahasiswa
epidemiologi lapangan dan alumni,
tetapi sebagai wadah pertemuan
ilmiah ahli epidemiologi dan praktisi
epidemiologi yang menghasilkan
rekomendasi bagi penyelesaian
masalah kesehatan masyarakat
strategis berbasis bukti ilmiah.
Pada Pertemuan Ilmiah
Epidemiologi Nasional (PIEN) Ke IV
diselenggarakan pula kegiatan
lokakarya pra conference diikuti oleh
60 orang peserta yang dibagi menjadi
3 kelas masing-masing sebanyak 20
orang peserta membahas topik antara
lain Total Quality Management, Ebola
Preparedness, dan Scientific
Communication. Narasumber berasal
dari TEPHINET dan FETP Indonesia.
Penutupan dilaksanakan pada 2
Oktber 2014 oleh Kepala BBTKLPP
Yogyakarta Dr Hari Santoso, SKM,
MEpid, M Hum mewakili Direktur
Pengendalian Surveilans, Imunisasi,
Karantina, dan Kesehatan Matra
(SIMKARKESMA). Pada penutupan
tersebut diumumkan juga pemenang
presentasi lisan/oral dan presentasi
poster terbaik bagi mahasiswa dan
alumni FETP Indonesia..
20 • WARTA Ditjen PP dan PL
P enyakit jantung merupakan
pembunuh nomor satu di
dunia yang menyerang
segala usia, baik laki-laki
maupun perempuan, bahkan di
Indonesia sebanyak 17,3 juta kematian
disebabkan oleh penyakit jantung dan
pembuluh darah. Lebih dari 3 juta
kematian tersebut terjadi sebelum usia
60 tahun. Terjadinya kematian “dini”
yang disebabkan oleh penyakit
jantung berkisar sebesar 4% di negara
berpenghasilan tinggi sampai dengan
42% terjadi di negara berpenghasilan
rendah.
Faktor risiko terjadinya penyakit
ini adalah merokok, pola makan yang
tidak sehat dan tidak seimbang, kurang
aktivitas fisik dan mengkonsumsi
alkohol. Keempat faktor risiko tersebut
masih tinggi di seluruh dunia dan terus
meningkat terutama di negara-negara
berpendapatan rendah dan menengah,
termasuk Indonesia.
Dalam rangka peringatan hari
jantung sedunia atau World Heart Day
yang diperingati setiap tanggal 29
September, Direktorat Pengendalian
Penyakit Tidak Menular, Direktorat
Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan (Ditjen PP dan
PL) Kemenkes RI menyelenggarakan
Seminar Sehari dengan tema “Batasi
Konsumsi Gula, Garam dan Lemak
untuk Mencegah dan Mengendalikan
Penyakit Jantung dan Pembuluh
Darah“ pada 7 Oktober 2014
bertempat di kantor Kementerian
Kesehatan.
Seminar ini dihadiri oleh para
pejabat di lingkungan Kemenkes, para
pengusaha/produsen makanan/
minuman, wakil organisasi profesi,
akademisi, yayasan dan LSM.
Narasumber dalam diskusi panel ini
adalah Dr Ekowati Rahajeng, dr Isman
Firdaus, SpJP(K), dr Muhadi, SpPD, dr
Sonia Wibisono, Yusra Egayanti, S.Si,
Apt, Dr dr Fiastuti Witjaksono, SpGK
dan Prof Hardinsyah, MS.
Plt Dirjen PP dan PL, Prof. Dr. dr.
Agus Purwadianto, SH, M.Si, S.F(K)
dalam sambutannya menyampaikan
bahwa tema ini ditujukan untuk
menarik perhatian dan kepedulian
masyarakat dalam meningkatkan
kewaspadaan masyarakat pada
dampak dan tantangan kesehatan
masyarakat akibat penyakit jantung
dan pembuluh darah. Perubahan gaya
hidup dengan perilaku CERDIK yaitu
Cek kesehatan secara berkala,
Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas
fisik, Diet sehat dan seimbang,
Istirahat cukup dan Kelola stres untuk
mencegah dan mengendalikan faktor
risiko penyakit jantung dan pembuluh
darah.
Pada kesempatan ini juga diadakan
konfrensi pers dengan narasumber Plt
Dirjen PP dan PL, Direktur PPTM,
Ketua Perhimpunan Dokter Spesialis
Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI),
dan Ketua Perhimpunan Dokter
Spesialis Kardiovaskuler Indonesia
(PERKI).
BATASI KONSUMSI GULA, GARAM DAN LEMAK
UNTUK JANTUNG SEHAT
21 WARTA Ditjen PP dan PL •
D i era globalisasi saat ini
informasi sangatlah
berperan penting dalam
suatu instansi
pemerintahan. Informasi tersebut
hendaknya dapat diakses dengan
mudah oleh publik. Diperlukan suatu
aturan yang mengatur Badan atau
Pejabat Publik termasuk Kementerian
Kesehatan dalam memberikan akses
informasi kepada publik secara efisien,
terbuka, jujur, dan transparan. Untuk
itulah, Pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 14 Tahun
2008 tentang Keterbukaan Informasi
Publik (KIP) yang dijadikan sebagai
acuan dalam memperoleh informasi.
Adanya tuntutan keterbukaan
informasi tidak hanya diwajibkan
kepada lembaga eksekutif, legislatif,
dan yudikatif, tetapi juga badan lain
yang fungsi dan tugas pokoknya
berkaitan dengan penyelenggara
negara, atau organisasi non
pemerintah sepanjang sebagian atau
seluruh dananya bersumber dari APBN
dan/atau APBD, sumbangan
masyarakat dan/atau luar negeri.
Keterbukaan Informasi Publik
mempunyai makna yang luas karena
semua pengelolaan badan-badan
publik harus dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat. Dengan adanya
Undang-Undang KIP ditujukan untuk
meningkatkan kemampuan Badan
Publik negara dan Badan Publik non
pemerintah dalam memberikan
pelayanan informasi kepada
masyarakat, sekaligus guna
mencerdaskan masyarakat dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara
yang baik.
Undang-Undang Keterbukaan
Informasi Publik juga mengatur
informasi publik apa saja yang dapat
diberikan kepada masyarakat, dan di
samping itu ada informasi yang
dikecualikan tidak dikategorikan
sebagai informasi publik yang dapat
diakses kepada masyarakat, dengan
pertimbangan informasi yang
dikecualikan tersebut apabila
diberikan dan/atau diakses kepada
publik dapat menghambat proses
penegakan hukum, mengganggu
kepentingan perlindungan Hak Atas
Kekayaan Intelektual, membahayakan
sistem penyelenggaraan pertahanan
negara dan keamanan nasional,
terganggunya kepentingan ekonomi
nasional, mengungkap kerahasiaan
pribadi, dan informasi lainnya yang
PENTINGNYA
KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
22 • WARTA Ditjen PP dan PL
tidak boleh diungkap berdasarkan
undang-undang lain.
Berdasarkan alasan tersebut,
Bagian Hukormas Sekretariat
Direktorat Jenderal PP dan PL
mengadakan Sosialisasi Keterbukaan
Informasi Publik di Padang pada 9-11
September 2014. Sosialisasi ini
mempunyai tujuan untuk
menginformasikan dan
mensosialisasikan materi/substansi
yang berkaitan dengan publikasi yang
diatur dalam peraturan perundang-
undangan yang telah ditetapkan
kepada petugas kesehatan di lapangan,
pengambil keputusan/kebijakan, dan
pemangku kepentingan lainnya, serta
guna mengevaluasi sejauh mana
peraturan perundang-undangan
tersebut dapat diimplementasikan.
Dalam sambutannya sekaligus
membuka acara, Sekretaris Ditjen PP
dan PL, dr. H M Subuh, MPPM
mengatakan agar setelah pertemuan
Sosialisasi Keterbukaan Informasi
Publik ini Kantor Kesehatan Pelabuhan
(KKP) dapat melakukan
pengklasifikasian informasi sesuai
dengan kategorinya yaitu: 1)
Informasi yang Tersedia Setiap Saat; 2)
Informasi Diumumkan Secara Berkala;
3) Informasi yang Diumumkan Secara
Serta Merta; 4) Informasi yang
Dikecualikan; serta 5) Informasi
Berdasarkan Permintaan.
Pengklasifikasian informasi di KKP
sangat penting, karena ke depan
informasi itu akan menjadi dasar dari
Kementerian Kesehatan dalam
menyikapi tuntutan pelayanan
informasi oleh publik agar dapat
diakses secara cepat dan efisien oleh
masyarakat sehingga tidak
menimbulkan persengketaan
informasi.
Sosialisasi diikuti oleh 40 orang
peserta terdiri dari lintas program,
lintas sektor, seluruh unit di
Kemenkes, terutama di lingkungan
Ditjen PP dan PL beserta UPT, dan
masyarakat. Kegaiatan diisi dengan
pemaparan materi dan diskusi tanya
jawab dengan narasumber dari Kepala
Biro Pengelola Informasi dan
Dokumentasi Divisi Mabes POLRI
(Brigjen, M.Taufik), Sekretaris
Inspektorat Jenderal Kemenkes (drg.
S.R. Mustikowati, M.Kes), dan
Sekretaris Ditjen PP dan PL (dr. H. M.
Subuh, MPPM).
23 WARTA Ditjen PP dan PL •
24 • WARTA Ditjen PP dan PL
S eiring dengan perkembangan
epidemiologi penyakit,
perubahan iklim, kemajuan
ilmu pengetahuan dan
teknologi, perubahan gaya hidup dan
perilaku masyarakat, perkembangan
lalu lintas nasional dan internasional,
serta perubahan lingkungan strategis
lainnya, potensi pengaruh terjadinya
peningkatan jumlah kejadian penyakit
yang dapat mengancam kehidupan
sosial-ekonomi masyarakat Indonesia
saat ini dan di masa yang akan datang
semakin meningkat, bahkan dapat
berdampak pada keamanan wilayah
dan ketahanan Negara. Ancaman
terbesar yang mungkin timbul dari
berbagai faktor risiko terhadap
kejadian penyakit/masalah kesehatan
adalah timbulnya wabah di suatu
daerah yang mengancam kesehatan
dan jiwa masyarakat di daerah
tersebut, bahkan dapat meluas ke
daerah lainnya di Indonesia.
Dalam perspektif kejadian wabah
di masa mendatang, dimensi wabah
dimungkinkan akan lebih luas karena
menyangkut berbagai isu, seperti
bioterorisme, radiasi, nuklir, dan
munculnya penyakit baru (new
emerging disease) serta penyakit lama
yang muncul kembali (re-emerging
disease).
Penanggulangan wabah penyakit
menular telah diatur melalui Undang-
Undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
Wabah Penyakit Menular, namun
ketentuan peraturan Undang-Undang
tersebut perlu ditinjau kembali
mengingat adanya perubahan kondisi
lingkungan strategis yang dinamis dan
berubah secara cepat, pernyataan
Indonesia sebagai anggota WHO yang
melaksanakan implementasi penuh
IHR 2005, adanya perubahan
ketentuan penyelenggaraan
pemerintahan pusat dan daerah, serta
pembangunan berwawasan kesehatan.
Sesuai dengan Undang-Undang
Nomor 12 tahun 2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-
undangan untuk menyusun suatu
undang-undang perlu dibuat Naskah
Akademik untuk memberi arah dan
lingkup pengaturan revisi UU Nomor 4
Tahun 1984. Sehubungan dengan
penyusunan Naskah Akademik,
Direktorat Jenderal Pengendalian
Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
(PP dan PL) menyelenggarakan
Lokakarya Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang Wabah
pada tanggal 2 - 5 November 2014 di
Bandung, Jawa Barat.
Lokakarya dibuka secara resmi
oleh Sekretaris Ditjen PP dan PL, dr.
Desak Made Wismarini, MKM
didampingi oleh Staf Ahli Menteri
bidang Teknologi Kesehatan dan
Globalisasi, Staf Ahli Menteri Bidang
Hukum dan HAM Kementerian
Sekretariat Negara, Direktur
Pengendalian Penyakit Menular, dan
Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa
Barat. Hadir pada lokakarya tersebut
dari berbagai Lintas Sektor
Kementerian, Lembaga Pemerintah
Non Kementerian (LPNK), Pemerintah
Daerah, Para Ahli, Profesi, Perguruan
Tinggi, dan Para Pejabat terkait di
Lingkungan Kementerian Kesehatan.
Pada lokakarya tersebut dihasilkan
beberapa rekomendasi yaitu: 1)
Melakukan penyempurnaan Naskah
Akademik RUU Wabah berdasarkan
hasil diskusi kelompok dalam pleno
yang mencakup pembahasan judul
sampai dengan bab per bab oleh Tim
Penyusun RUU Wabah Ditjen PP dan
PL; 2) Segera menyampaikan hasil
perbaikan Naskah Akademik dan RUU
Wabah kepada Sekretaris Jenderal
Kementerian Kesehatan cq. Biro
Hukum dan Organisasi dalam tempo
paling lama dalam waktu 7 (tujuh) hari
ke depan 3) Segera diusulkan menjadi
Program Legislasi Nasional, baik
Program Legislasi Nasional segera
(tahun 2015) maupun lima tahunan
(tahun 2015 – 2019).
LOKAKARYA NASKAH AKADEMIK RANCANGAN UNDANG-UNDANG WABAH
25 WARTA Ditjen PP dan PL •
H otel Discovery Ancol,
menjadi saksi
terselenggaranya Rapat
Koordinasi Nasional
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat
(Rakornas STBM) II yang berlangsung
pada 3-5 September 2014. Pertemuan
yang dibuka secara resmi oleh Menteri
Kesehatan dr Nafsiah Mboi SpA, MPH,
bersama Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala
BAPPENAS Armida Alisjahbana,
mengangkat tema Bersinergi dalam
STBM Mencapai Akses Universal 2019.
“Tema ini sangat relevan dengan upaya
kita bersama mewujudkan tersedianya
air minum dan sanitasi layak bagi
seluruh rakyat kita”, ujar Menkes
dalam sambutannya. Tampak peserta
begitu antusias mengikuti seluruh
rangkaian acara, sampai tiba acara
penutupan, yang diawali dengan
pembacaan rangkuman oleh Direktur
Penyehatan Lingkungan, Direktorat
Jenderal PP dan PL, Kementerian
Kesehatan RI, drh Wilfried H Purba
MKes.
Dalam rangkuman tersebut, beliau
menyampaikan bahwa kehadiran 34
provinsi memberikan inspirasi dan
semangat terutama kepada stakeholder
pusat untuk terus berupaya
mendukung pencapaian target Akses
Universal Sanitasi 2019. Selain itu,
beliau juga menyampaikan apresiasi
kepada ke-4 SKPD atas kontribusi
mereka dalam mengembangkan
paradigma bersama bahwa STBM
bukan proyek melainkan pendekatan
yang dapat masuk ke berbagai
program, fokus pada pemberdayaan
masyarakat untuk perubahan perilaku
higiene dan sanitasi, pendekatan
unggulan yang memiliki karakter dan
metode spesifik untuk mempercepat
peningkatan capaian akses universal
bidang sanitasi. Setelah penyampaian
rangkuman tersebut acarapun
dilanjutkan dengan konsolidasi
komitmen proses kerjasama lintas
sektor di tingkat provinsi dan
komitmen implementasi STBM dalam
rangka menuju Akses Universal 2019.
Dalam konsolidasi tersebut
terdapat beberapa hal penting yang
harus dipenuhi dan diwujudkan,
diantaranya: adanya sistem yang
berkelanjutan dan didukung dengan
kelembagaan yang kuat disemua
tingkatan serta memiliki tugas dan
kewenangan yang jelas;
mengembangkan inovasi-inovasi
metodologi yang aplikatif, memiliki
daya ungkit tinggi dan daya saing
positif serta mampu menjangkau kaum
marginal; mengadvokasi pembiayaan
pembangunan sanitasi dalam kerangka
STBM dari berbagai sumber lembaga
keuangan lokal formal dan informal
sebagai investasi untuk meningkatkan
ekonomi masyarakat; mengelola
berbagai potensi dan dukungan untuk
pengembangan kapasitas dalam
mendorong pelaksanaan STBM;
mensinergikan STBM dalam berbagai
agenda dan program pembangunan
sanitasi baik di perdesaan maupun
perkotaan dengan memperkuat dari
sisi perubahan perilaku
masyarakatnya; membangun
hubungan dengan berbagai pihak
dalam pelaksanaan UU No.6 Tahun
2014 tentang Desa yang disertai
dengan turunan regulasinya untuk
mendorong dari sisi pemberdayaan
masyarakat melalui perubahan
perilaku higienis dan saniter, serta 7)
Mengembangkan berbagai model
pembelajaran yang mampu
mempercepat pemenuhan kebutuhan
tenaga fasilitator (kuantitas maupun
kualitas) baik secara formal maupun
informal.
Kemudian konsolidasi tersebut secara
simbolis ditandatangani oleh Ditjen
PMD Kemendagri, Direktur
Penyehatan Lingkungan, Kepala Dinas
Kesehatan NTB, Bappeda Provinsi
Kalimatan Timur, dan diikuti oleh
perwakilan masing-masing provinsi.
(RS/HK/YS)
BERSINERGI DALAM STBM
MENCAPAI AKSES UNIVERSAL 2019
WARTA Ditjen PP dan PL • 25
26 • WARTA Ditjen PP dan PL
P ada 17 Oktober 2014 Menteri Kesehatan RI dr. Nafsiah Mboi, SpA, MPH melantik dr. H.
Mohamad Subuh, MPPM sebagai Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan menggantikan Prof. dr. Tjandra Yoga Aditama, SpP(K), MARS, DTM&H, DTCE yang saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Jabatan Direktur Jenderal PP dan PL sempat mengalami kekosongan selama 5 bulan sejak kepindahan Prof. Tjandra ke Balitbangkes. Prof. Dr. dr. Agus Purwadianto, SH, M.Si, SpF(K) yang saat itu menjabat sebagai Staf Ahli Menteri Bidang Tekhnologi Kesehatan dan Globalisasi ditunjuk oleh Menkes RI untuk mengisi jabatan sebagai Plt. Dirjen PP dan PL, sampai
pada akhirnya dilantik Dirjen PP dan PL definitif.
Pria kelahiran Pontianak 19 Januari 1962, merupakan lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tahun 1988. Beliau juga mengenyam pendidikan Pasca Sarjana melalui program beasiswa dari World Bank di University of Southern California (USC) Los Angeles tahun 1998.
dr. H. M. Subuh, MPPM mulai aktif dalam berbagai organisasi sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga bangku kuliah. Saat ini Beliau menjabat sebagai Ketua Pengurus Daerah Cabang Olahraga Bridge, Pengurus KONI, Ketua IDI Wilayah dan Dewan Pakar PB IDI. Menurut Beliau dengan berorganisasi dapat mengasah kepemimpinan, dimana kita dapat lebih mengenal cara berorganisasi justru di luar organisasi pemerintahan.
Anak kelima dari tujuh bersaudara ini pernah bertugas lama di salah satu
puskesmas terpencil di Kabupaten Sintang Provinsi Kalimantan Barat. Pada tahun 1996 Beliau menjabat sebagai Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang, kemudian pindah ke Provinsi dan menjabat sebagai Kepala Sub Dinas Pelayanan di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat. Namun setelah terjadi peleburan antara Dinas Kesehatan dengan Kanwil, Beliau menjabat Kepala Bidang Pelayanan di Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, dan selanjutnya dipromosikan sebagai Direktur RS Provinsi selama 5 tahun. dr. Subuh terakhir menjabat di Provinsi Kalimantan Barat sebagai Kepala Dinas Kesehatan selama 2 tahun. Tahun 2010 Beliau pindah ke Jakarta dan menjabat Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (PPML) di Direktorat Jenderal PP dan PL, dan terakhir sebagai Sekretaris Ditjen PP dan PL sebelum akhirnya dilantik menjadi Dirjen PP dan PL.
Suami dari dr. Liesa, SpM yang merupakan dokter spesialis mata di salah satu Rumah Sakit di Kota Pontianak ini mengatakan bahwa yang menjadi fokus program dari Ditjen PP dan PL adalah pertama bagaimana kita bisa mengendalikan penyakit menular melalui penekanan sinergitas kegiatan yang harus dilakukan baik di tingkat puskesmas sampai ke tingkat pusat terutama berkomunikasi dengan surveilans yang ada, kedua adalah memperhatikan penyakit tidak menular yang akhir-akhir ini perkembangannya sedemikian hebat sehingga angka kematian semakin tinggi, dan terakhir adalah penyehatan lingkungan. “Hal ini yang disebut dengan three angle epidemiology atau segitiga dari epidemiologi yang terdiri dari host, agent dan lingkungan”, ungkapnya.
dr. H. Mohamad Subuh, MPPM DIREKTUR JENDERAL PP DAN PL
27 WARTA Ditjen PP dan PL •
Menurut penuturan Bapak dari tiga orang anak ini, bahwa kita sudah harus bisa mengubah cara pandang kita dalam mencapai target yang tadinya hanya berfikir bagaimana cara menurunkan angka kesakitan, tetapi dengan berfikir bagaimana kita mencapai target untuk mengeleminasi beberapa penyakit seperti eliminasi malaria, kusta dan schistosomiasis, atau bahkan sampai mengeradikasi penyakit seperti eradikasi frambusia meskipun cukup berat dari sisi pendanaan dan penggerakan sumber daya manusianya. “Upaya yang dilakukan dalam pencapaian target tersebut adalah melalui sinergitas dari level yang paling bawah sampai kepada penentu kebijakan dengan kerja nyata di lapangan dalam bentuk pendampingan di daerah atau dikenal dengan tehnical asistents. Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) yang kita buat pada dasarnya dilaksanakan oleh teman-teman di Puskesmas dan dimonitor oleh Kabupaten/Kota untuk mengetahui apakah NSPK yang kita susun sudah berjalan dengan baik dan sesuai”, ujar dr. Subuh.
Penghobby olahraga tenis dan jogging ini juga mengatakan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi dalam pencapaian target antara lain melalui faktor determinan kesehatan dan non kesehatan. Faktor determinan kesehatan seperti terpenuhinya sumber daya manusia dan anggaran kesehatan, berjalan atau tidaknya sistem rujukan, SOP, dan sistem cold chain. Faktor determinan non kesehatan misalnya hal-hal yang bisa dilakukan oleh kementerian/lembaga lain yang dapat menunjang kegiatan Kementerian Kesehatan khususnya Ditjen PP dan PL dimana kita tidak dapat bekerja sendirian tanpa bantuan dari beberapa lintas sektor seperti Kementerian Pekerjaan Umum dalam hal masalah lingkungan, Kemendikbud dalam upaya promosi pendidikan kesehatan, Kementerian Agama dalam hal masalah isu halal/haramnya vaksin, Kemenkumham dalam hal landasan hukum, dan Kemendagri dalam hal pelaksanaan kesehatan di lapangan. Dengan cara menyandingkan kedua peran tersebut dan setiap kali
kita melakukan bimtek atau supervisi ke daerah kita harus melakukan komunikasi kepada Kepala Daerah atau DPRD, lalu melakukan aksi sesuai dengan apa yang akan kita capai.
Di akhir wawancara dengan Tim Warta PP dan PL, dr. Subuh berpesan agar Ditjen PP dan PL “harus bisa buka baju” artinya PP dan PL harus bisa membuka diri dengan cara share informasi terhadap apa yang kita kerjakan baik dengan lintas program/sektoral maupun dengan masyarakat
sehingga tidak terkesan ekslusif, karena secara keilmuan kita sudah memiliki semua, dan untuk menggerakkan program agar dapat jalan bersama dengan lintas program. Selanjutnya tingkatkan kedispilinan, karena kita bekerja bukan semata-mata mengerjakan program namun ada koridor-koridor yang membatasi kita baik dari peraturan kepegawaian sehingga dapat memenuhi target yang akan kita capai. (YA)
28 • WARTA Ditjen PP dan PL
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 66
TAHUN 2014 TENTANG KESEHATAN LINGKUNGAN
Judul : Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 66
Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan
Penerbit : Kementerian Kesehatan RI
Tahun : 2014
Tebal : 80 halaman
Sesuai amanah Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
perlu dibuat suatu aturan yang mengatur masalah kesehatan lingkungan
secara lebih detail. Oleh karena itu, lahirlah Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 66 Tahun 2014 tentang Kesehatan Lingkungan. Sejak
ditetapkan di Jakarta, 6 Agustus 2014, peraturan yang sudah dirintis sejak
tahun 1992 ini, menjadi kabar gembira yang sudah lama ditunggu-tunggu
oleh para ahli kesehatan lingkungan karena peraturan ini sangat berguna
bagi para ahli kesehatan lingkungan dalam melaksanakan tugasnya. PP Kesling ini sendiri terdiri dari bagian-
bagian yang meliputi Ketentuan Umum; Tanggung Jawab dan Wewenang Pemerintah, Pemerintah Daerah
Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota; Standar Baku Mutu Kesehatan Lingkungan dan Persyaratan
Kesehatan; Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan; Sumber Daya; Koordinasi, Jejaring Kerja, dan Kemitraan;
Peran Serta Masyarakat; Pembinaan dan Pengawasan; Ketentuan Peralihan dan Ketentuan penutup.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN TENTANG SANITASI
TOTAL BERBASIS MASYARAKAT
Judul : Waspadai Bahaya Obesitas Cara Sehat
Menurunkan Berat Badan
Penerbit : Kementerian Kesehatan RI
Tahun : 2014
Tebal : 51 halaman
Kegemukan dan obesitas merupakan faktor risiko terjadinya
berbagai penyakit metabolik dan degeneratif seperti penya-
kit kardiovaskuler, diabetes melitus, kanker, osteoatritis, dan
lain-lain.
Dengan aktivitas fisik, diet yang sehat, makan seimbang dan
tidak stres kita dapat terhindar dari obesitas. Pedoman ini
disusun dalam bentuk buku saku yang dapat menjadi salah
satu referensi untuk memahami apa itu obesitas dan bahaya
obesitas bagi kita yang membacanya. Buku ini juga berisi
cara praktis mengatasi obesitas dengan dilengkapi contoh
menu yang sesuai dengan kebutuhan gizi yang dianjurkan.
29 WARTA Ditjen PP dan PL •