Post on 12-Mar-2019
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuntutan modernisasi dan globalisasi memaksa setiap elemen untuk
menyesuaikan diri dengan perubahan. Tak terkecuali dalam dunia industri.
Penyesuaian yang dilakukan akan berdampak pada pihak-pihak yang
berkepentingan. Di sinilah hubungan industrial memegang peranan penting dalam
menjaga kepentingan pihak-pihak tersebut.
Hubungan industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan
( stake holders) atau pihak yang saling terkait atas proses produksi dan pelayanan
jasa pada suatu perusahaan. Hubungan industrial berawal dari adanya hubungan
kerja yang lebih bersifat individual antara pekerja dan pengusaha. Pengaturan hak
dan kewajiban pekerja diatur melalui perjanjian kerja yang bersifat perorangan.
Perjanjian kerja ini dilakukan pada saat penerimaan pekerja, antara lain memuat
ketentuan mengenai waktu pengangkatan, persoalan masa percobaaan, jabatan
yang bersangkutan, gaji (upah), fasilitas yang tersedia, tanggungjawab, uraian tugas,
dan penempatan kerja.
Hubungan industri melibatkan sejumlah konsep, seperti konsep keadilan dan
kesamaan, kekuatan dan kewenangan, individualisme dan kolektivitas, hak dan
kewajiban, serta integritas dan kepercayaan. Di tingkat perusahaan, pekerja dan
pengusaha adalah dua pelaku utama dalam kegiatan hubungan industrial yang
mempunyai hak yang sama dan sah untuk melindungi hal-hal yang dianggap
sebagai kepentingannya masing-masin. Di satu sisi, pekerja dan pengusaha
mempunyai kepentingan yang sama, yaitu kelangsungan hidup pekerja dan
kemajuan perusahan, tetapi di sisi lain hubungan antar keduanya juga mempunyai
potensi konflik.
Sementara itu, fungsi utama pemerintah dalam hubungan industrial adalah
menyusun peraturan dan perundangan ketenagakerjaan agar hubungan antara
pekerja dan pengusaha berjalan harmonis, dengan dilandasi oleh pengaturan hak
dan kewajiban yang adil. Pemerintah juga berkewajiban untuk menyelesaikan secara
adil perselisihan atau konflik yang terjadi. Kepentingan pemerintah pada dasarnya
adalah menjamin keberlangsungan produksi demi kepentingan yang lebih luas.
Page | 1
Tujuan akhir pengaturan hubungan industrial sebenarnya adalah untuk
meningkatkan produktivitas dan kesejahteraan pekerja maupun pengusaha, serta
kestabilan ekonomi bangsa secara lebih luas lagi. Tujuan ini saling berkaitan, tidak
terpisah, bahkan saling mempengaruhi. Namun pengusaha, pekerja dan pemerintah
tidak sesederhana itu. Potensi konflik sangat besar. Kita menyoroti berbagai
permasalahan konflik atau perselisihan hubungan industrial baik pada tingkat ringan
hingga kompleks. Terlebih selama Reformasi di Indonesia mulai bergulir, gerakan
serikat pekerja (SP) baik berbentuk federasi, tingkat nasional maupun tingkat
perusahaan (SPTP) sendiri, terlihat lebih mencolok. Pekerja terus menuntut,
pengusaha terus berdalih, pemerintah terus mengubah peraturan-peraturan namun
tidak menyelesaikan masalah. Konflik pekerja dengan pengusaha, atau dengan
pemerintah, berkisar antara permasalahan kebijakan mengenai outsourcing,
penggajian, jaminan sosial, Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), jam kerja (lembur)
yang panjang, keselamatan kerja serta permasalahan ketenagakerjaan lainnya.
Situasi ekonomi yang tidak menentu seperti saat ini, persaingan untuk menarik
investor dengan beberapa negara lain menjadi sangat ketat, masing-masing negara
berusaha keras untuk menawarkan iklim investasi yang kondusif dan kompetitif. Para
pengusaha pun dalam menjalankan usahanya tidak mau dirugikan dengan berbagai
biaya yang telah mereka keluarkan. Salah satu cara yang dilakukan adalah
memindahkan biaya produksi tersebut pada pekerja. Bagi pengusaha, upah pekerja
merupakan biaya produksi yang paling lentur, sehingga jauh lebih mudah menekan
upah daripada harus berhadapan dengan kekuatan birokrasi dan pasar. Cara lain
dengan outsourcing, bahkan pemutusan hubungan kerja. Hal ini tentu menyebabkan
tekanan bagi pihak pekerja. Sebagai konsekuensinya konflik pun tidak pernah
terelakkan.
Sampai saat ini pun masalah-masalah yang dihadapi buruh dan pengusaha
masih saja belum terselesaikan. Demonstrasi ribuan buruh beberapa
industri/perusahaan di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya,
Bandung, Medan dan kota-kota besar lainnya pada beberapa waktu terakhir ini
merupakan suatu contoh bahwa perselisihan perburuhan sampai sekarang
cenderung menimbulkan ketakutan di kalangan pengusaha daripada menemukan
solusi yang menguntungkan dua belah pihak.
Page | 2
Data tentang pemogokan di Indonesia selama tahun 2007 (Sutinah,dkk)
sebanyak 150 kasus pemogokokan dengan melibatkan 135.297 tenaga kerja dan
menghilangkan jam kerja sebanyak 1.161.413 jam. Sementara pada bulan Januari
dan Februari tahun 2008 terdapat sebanyak 14 kasus pemogokan dengan jumlah
tenaga kerja yang terlibat sebanyak 17.875 orang dan sebanyak 126.525 jam kerja
yang hilang. Ditemukan pula sebanyak 190 kasus perselisihan hubungan industrial.
Dalam perspektif manajemen sumber daya manusia, hubungan industrial seperti
tersebut di atas, dapat dilihat dari paradigma yag lebih luas. Jika dalam paradigma
lama, topik yang dibahas dalam hubungan industrial adalah posisi tawar-menawar
kolektif (collective bargaining), serikat pekerja, dan pemogokan. Paradigma baru
merupakan model manajemen baru yang berisi beberapa pekerjaan dan inovasi
manajemen sumber daya manusia yang meliputi penugasan kerja fleksibel, cross
training, team work, yang didukung oleh sistem kompensasi berbasis kinerja,
partisipasi karyawan formal, dan program keselamatan kerja. Menurut studi
hubungan antarkaryawan (human relations), meskipun karyawan dan pengusaha
berada dalam konflik namun konflik tersebut dapat dihilangkan jika manajer dapat
mengadopsi kebijakan dan praktik yang tepat. Kuncinya adalah sistem komunikasi
yang lebih baik, desain pekerjaan yang lebih humanistik, dan proses pengambilan
keputusan yang lebih partisipatif.
Paradigma baru dan paradigma lama tidak perlu diperdebatkan, namun lebih
ditekankan pada praktik di tempat kerja dan pengaruhnya pada hasil. Situasi baik di
dalam perusahaan maupun di luar perusahaan selalu dinamis dan lebih menantang
terutama di era globalisasi ini. Diperlukan kebijakan yang tepat untuk meminimalisir
terjadinya konflik yang memang akan selalu ada dalam hubungan industrial. Atas
dasar isu dan realitas di atas, tulisan ini akan membahas mengenai ”Strategi
Pengelolaan Hubungan Industrial dalam Perspektif Manajemen SDM”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, perumusan masalah pada tulisan ini adalah:
1. Bagaimana konflik / perselisihan hubungan industrial dapat terjadi?
2. Bagaimana upaya untuk menyelesaikan konflik/perselisihan hubungan industrial?
3. Bagaimana strategi untuk mengelola Hubungan Industrial dalam pandangan ilmu
Manajemen SDM ?
Page | 3
C. Maksud dan TujuanMaksud dan tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui faktor-faktor pemicu konflik/perselisihan hubungan industrial;
2. Untuk mengetahui upaya untuk menyelesaikan konflik/perselisihan hubungan
industrial;
3. Untuk mengetahui strategi manajemen untuk mengelola Hubungan industrial dalam
pandangan ilmu Manajemen SDM.
Page | 4
BAB IILANDASAN TEORI
A. DEFINISI HUBUNGAN INDUSTRIAL
Salah satu teori dari hubungan industrial diajukan oleh John Dunlop pada tahun
1950. Menurut Dunlop: “industrial relations system consists of three agents –
management organizations, workers and formal/informal ways they are organized and
government agencies. These actors and their organizations are located within an
environment. Within this environment, actors interact with each other, negotiate and
use economic/political power in process of determining rules that constitute the output
of the industrial relations system”
Secara singkat, Payaman Simanjuntak (2009) mengemukakan bahwa hubungan
industrial adalah hubungan antara semua pihak yang berkepentingan atau pihak yang
saling terkait atas proses produksi dan pelayanan jasa pada suatu perusahaan.
Senada dengan itu, hubungan industrial di Indonesia dalam UU no. 13 tahun
2003 tentang ketenagakerjaan pasal 1 nomor 16 disebutkan bahwa “hubungan
industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam
proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha,
pekerja/buruh, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945”.
Hubungan industrial antara para pihak terkait tersebut pada prinsipnya
didasarkan pada kepentingan bersama, sehingga mengandung prinsip:
- Pengusaha dan pekerja, pemerintah dan masyarakat pada umumnya, sama-sama
mempunyai kepentingan atas keberhasilan dan kelangsungan perusahaan.
- Perusahaan merupakan sumber penghasilan bagi banyak orang.
- Pengusaha dan pekerja mempunyai hubungan fungsional dan masing-masing
mempunyai fungsi yang berbeda dalam pembagian kerja atau pembagian tugas.
- Pengusaha dan pekerja merupakan anggota keluarga perusahaan.
- Tujuan pembinaan hubungan industrial adalah menciptakan ketenangan berusaha
dan ketentraman bekerja supaya dapat meningkatkan produktivitas perusahaan.
- Peningkatan produktivitas perusahaan harus dapat meningkatkan kesejahteraan
bersama, yaitu kesejahteraan pengusaha dan kesejahteraan pekerja.Page | 5
B. RUANG LINGKUP INDUSTRIAL1. Ruang Lingkup Cakupan
Pada dasarnya hubungan industrial mencakup seluruh tempat‐tempat kerja
dimana para pekerja dan pengusaha bekerjasama dalam hubungan kerja untuk
mencapai tujuan usaha. Yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai
unsur upah, perintah dan pekerjaan.
2. Ruang Lingkup Fungsi- Fungsi Pemerintah : Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan,
melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap
pelanggaran peraturan undang‐undang ketenagakerjaan yang berlaku.
- Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya,
menjaga ketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi
secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut
memajukan perusahaan serta memperjuangkan kesejahteraan anggota dan
keluarganya.
- Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha,
memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara
terbuka, demokratis serta berkeadilan.
3. Ruang Lingkup MasalahAdalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak
langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah,
diantaranya:
- Syarat-syarat kerja
- Pengupahan
- Jam kerja
- Jaminan sosial
- Kesehatan dan keselamatan kerja
- Organisasi ketenagakerjaan
- Iklim kerja
- Cara penyelesaian perselisihanPage | 6
4. Ruang Lingkup Peraturan- Undang‐undang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
- Undang‐undang No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan
Hubungan Industrial
- Perpu No. 1 Tahun 2005, tentang Penangguhan Mulai Berlakunya UU No.2
Tahun 2004
- Perjanjian Kerja Bersama, Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja.
C. SARANA-SARANA HUBUNGAN INDUSTRIALDengan adanya pengaturan mengenai hal‐hal yang harus dilaksanakan oleh
pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, maka
diharapkan terjadi hubungan yang harmonis, kondusif dan berkeadilan. Untuk
mewujudkan hal tersebut diperlukan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal
103 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial
dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut :
1. Lembaga Kerja Sama Bipartit
2. Lembaga Kerja Sama Tripartit
3. Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh
4. Organisasi Pengusaha
5. Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrial
6. Peraturan Perusahaan
7. Perjanjian Kerja Bersama
8. Perjanjian Kerja Khusus
a) Lembaga Kerja Sama BipartitLembaga Kerjasama Bipartit adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit
produksi yang dibentuk oleh pekerja dan pengusaha. Setiap pengusaha yang
mempekerjakan 50 (lima puluh) orang pekerja atau lebih dapat membentuk
Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggota‐anggota yang terdiri dari unsur
pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan dan keahlian.
LKS Bipartit berfungsi sebagai forum komunikasi, konsultasi dan
musyawarah dalam memecahkan permasalahan ketenagakerjaan pada
perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja.
Page | 7
b) Lembaga Kerja Sama TripartitLembaga Kerjasama Tripartit anggota‐anggotanya terdiri dari unsur-unsur
pemerintahan, organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Fungsinya adalah
sebagai forum komunikasi, konsultasi dengan tugas utama menyatukan
konsepsi, sikap dan rencana dalam menghadapi masalah ketenagakerjaan, baik
berdimensi waktu saat sekarang yang telah timbul karena faktor-faktor yang
tidak diduga maupun untuk mengatasi hal‐hal yang akan datang.
c) Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/BuruhOrganisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela
dan demokratis dari, oleh dan untuk pekerja dan berbentuk Serikat Pekerja,
Gabungan Serikat Pekerja, Federasi, dan Non Federasi. Kehadiran Serikat
Pekerja di perusahaan sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan
pelaksanaan Hubungan Industrial.
d) Organisasi PengusahaOrganisasi pengusaha berhak dibentuk oleh para pengusaha, seperti
Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO). Visi APINDO yaitu terciptanya iklim
usaha yang baik bagi dunia usaha dan misinya adalah meningkatkan hubungan
industrial yang harmonis terutama ditingkat perusahaan, merepresentasikan
dunia usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan melindungi, membela
dan memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya anggota. Untuk menjadi
anggota APINDO perusahaan dapat mendaftar di Dewan Pengurus
Kota/Kabupaten (DPK) atau di Dewan Pengurus Privinsi (DPP) atau di Dewan
Pengurus Nasional (DPN).
e) Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrialPerbedaan persepsi, interpretasi dan tujuan antara pekerja dengan
pengusaha, atau bahkan ketika terjadi tindak pelanggaran, dapat menimbulkan
tekanan, keluhan dan ketidanyamanan pada suatu pihak. Mekanisme
penyelesaian keluh kesah merupakan sarana yang seharusnya diadakan setiap
perusahaan. Mekanisme ini harus transparan dan merupakan bagian dari
Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama
(PKB). Dalam pelaksanaan fungsi‐fungsi supervisi dari setiap para manajer
merupakan kunci terlaksananya mekanisme ini. Dalam hal perselisihan tersebut Page | 8
tidak dapat diselesaikan dalam lembaga mekanisme penyelesaian keluh kesah
ini, dapat dilaksanakan lebih lanjut sesuai dengan Peraturan
perundangundangan yang berlaku.
f) Peraturan PerusahaanPeraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis
yang memuat ketentuanketentuan tentang syarat‐syarat kerja serta tata tertib
perusahaan.
g) Perjanjian Kerja BersamaPerjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang disusun oleh
pengusaha dan serikat yang telah terdaftar yang dilaksanakan secara
musyawarah untuk mencapai mufakat.
h) Perjanjian Kerja Khusus Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain atau majikan, selama
waktu tertentu sesuai perjanjian.
D. PENDEKATAN STUDI HUBUNGAN INDUSTRIALDeery et al. (1998) membagi tiga pendekatan dalam studi hubungan industrial,
yaitu unitary, pluralist, dan radical.
1. Pendekatan Keseragaman atau Kesatuan (Unitary Approach) Pendekatan keseragaman mengasumsikan bahwa setiap organisasi
merupakan satu kesatuan yang terintegrasi dengan sasaran atau tujuan yang
sama. Hubungan kerja didasarkan pada kerjasama (mutual co-operation) dan
terdapat keserasian dalam keinginan antara pengusaha dan karyawan. Dalam
pendekatan keseragaman ini tidak ada konflik mendasar antara pemilik modal
dan pemasok tenaga kerja. Konflik industrial yang terjadi bersifat temporer
biasanya disebabkan oleh masalah komunikasi dan manajemen yang buruk atau
adanya perilaku menyimpang. Serikat pekerja dianggap sebagai pihak pengacau
yang mempunyai struktur seragam dan kerjasama dalam organisasi yang
dipertimbangkan sebagai pesaing oleh manajemen dalam mengelola karyawan.
Page | 9
Pandangan keseragaman ini berorientasi pada manajerial dengan adanya
kewenangan tunggal dan berfokus pada loyalitas. Dalam strategi manajerial
pandangan keseragaman menekankan pada keinginannya membangun
komitmen, memperbaiki komunikasi, dan dalam beberapa kasus menggunakan
gaya kepemimpinan demokratik dan sistem partisipasi karyawan di tempat kerja.
Hal ini mendorong timbulnya tiga aliran dalam manajemen, yaitu manajemen
ilmiah (scientific management), hubungan antar karyawan (human relations) dan
pandangan baru dalam hubungan antar karyawan (neo-human relations).
a. Manajemen Ilmiah (Scientific Management)Frederick W. Taylor adalah tokoh dalam manajemen ilmiah yang
merumuskan teori perilaku industrial. Prinsip yang dikembangkannya adalah
menciptakan iklim industrial melalui hubungan kemitraan (partnership) antara
modal dan karyawan sehingga tercapai peningkatan efisiensi organisasi.
Taylor menyatakan bahwa manajemen harus mempelajari pekerjaan yang
harus dilakukan agar didapatkan satu cara terbaik dalam mengerjakan tugas.
Taylor juga menyatakan bahwa dengan mengoptimalkan efisiensi produk
setiap karyawan, penghasilan maksimum karyawan dan pengusaha akan
tercapai. Menurut Taylor, dengan desain pekerjaan dan kompensasi yang
tepat, dapat mengurangi sumber konflik.
b. Hubungan Antarkaryawan (Human Relations)Aliran ini merupakan isu awal dalam psikologi industri yang berfokus pada
individu. Para ahli teori hubungan antarkaryawan kurang tertarik dengan
struktur insentif ekonomi, namun lebih tertarik pada penciptaan kepuasan
dalam hubungan sosial dalam kelompok kerja. Karyawan yang puas akan
memiliki kinerja yang tinggi dan mau bekerjasama. Karyawan memang harus
diperlakukan sebagai manusia, sedangkan manajer harus menyadari
keinginan karyawan untuk dipahami perasaan dan emosinya dan berusaha
menciptakan rasa memiliki dan identifikasi personal dalam organisasi.
Selanjutnya, supervisi yang baik dan keterbukaan dalam komunikasi akan
menginspirasi rasa percaya diri dan meningkatkan komitmen terhadap
pencapaian sasaran organisasi. Manajer harus menyediakan lingkungan kerja
Page | 10
yang mampu menanggapi kebutuhan emosional dan personal individu dalam
kelompok kerja.
Penelitian mengenai hubungan antarkaryawan telah dilakukan oleh Elton
Mayo dengan Studi Howthorne (Howthorne Studies). Tujuan studi tersebut
adalah mengobservasi pengaruh produktivitas karyawan yang diukur dalam
lingkungan kerja yang berubah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
peningkatan produktivitas bukan dipengaruhi oleh faktor logis seperti
pencahayaan atau jam kerja yang singkat, melainkan oleh perasaan
menyenangkan dan mempunyai keinginan kuat dalam mencapai
keinginannya.
Howthorne Studies menunjukkan bahwa motivasi seseorang dapat
dipengaruhi oleh hubungan antarkaryawan atau yang disebut dengan faktor
sosial (Locke, 1982). Locke menyatakan bahwa ada empat cara atau teknik
praktis dalam memotivasi karyawan, yaitu uang, penyusunan tujuan/ sasaran,
partisipasi dalam pembuatan keputusan, dan pengayaan pekerjaan (job
enrichment).
Satu kritik terhadap pendapat Taylor adalah menolak serikat pekerja (anti
union) dengan menggunakan berbagai teknik, yaitu:
1. Studi waktu dan gerak (time and motion study)
2. Peralatan dan prosedur standar
3. Modifikasi perilaku organisasional
4. Pemberian bonus berupa uang
5. Pekerjaan individual, yang ditunjukkan dengan adanya fenomena social
loafing (yaitu fenomena penurunan produktivitas bila anggota kelompok
ditambah)
6. Tanggungjawab manajemen untuk mengadakan pelatihan
7. Penggunaan jam kerja yang lebih pendek
c. Pandangan Baru dalam Hubungan Antarkaryawan (Neo-human relations)
Page | 11
Tokoh dalam pandangan baru antara lain McGregor, Likert, dan Herzberg
yang memandang bahwa cara untuk memahami perilaku di tempat kerja
adalah menemukan kebutuhan individu (atau egoistik) karyawan, bukan
kebutuhan sosial.
Oleh karena itu, pandangan ini menekankan terciptanya kepuasan
karyawan. Karakteristik pekerjaan seperti menarik, menantang, dan
kesempatan memiliki tanggungjawab dan arahan diri (self-direction)
merupakan motivator yang sesungguhnya. Program seperti perluasan
pekerjaan (job enlargement) dan pengayaan pekerjaan telah menggantikan
kebutuhan sosial.
McGregor menyatakan bahwa bila organisasi akan meningkatkan
kebutuhan karyawan melalui perubahan dalam struktur pengambilan
keputusan organisasional, maka langkah yang tepat untuk dilakukan adalah
mencapai kesamaan sasaran individu dengan sasaran organisasi. Frederich
Herzberg berpendapat bahwa karyawan dapat dipengaruhi oleh dua faktor
yakni faktor ekstrinsik atau faktor yang tidak memuaskan (hygiene factors)
dan faktor intrinsik atau faktor yang dapat memuaskan (motivator factors).
Pemberian upah, kondisi kerja yang menyenangkan, peraturan
perusahaan antara lain merupakan faktor ekstrinsik yang apabila tidak
dipenuhi dapat menyebabkan ketidakpuasan. Sedangkan penghargaan,
prestasi, tanggung jawab, pengembangan merupakan faktor intrinsik yang
apabila terpenuhi dapat memuaskan karyawan.
Pendekatan dalam pandangan baru ini lebih baik daripada pendekatan
sebelumnya dalam analisis keperilakuan. Hal terpenting dalam analisis
keperilakuan ini adalah memperbaiki hubungan antarkaryawan di tempat
kerja. Sumber konflik ditemukan dalam organisasi dan menemukan
perubahan dengan menerapkan teknik manajerial yang tepat. Konflik dapat
dihindari dengan menciptakan sistem komunikasi yang efektif, kepemimpinan
yang mendukung, dan hubungan informal yang baik, sehingga pekerjaan
memuaskan dan mendapatkan hasil. Lingkungan kerja yang menyenangkan
dan tingkat upah yang tinggi merupakan faktor ekstrinsik yang dapat
menghindari ketidakpuasan. Sementara itu, pengayaan pekerjaan ( job
enrichment), pembesaran pekerjaan (job enlargement), dan rotasi pekerjaan
Page | 12
(job rotation) merupakan metode yang penting dalam mengurangi kebosanan
dan pengulangan dalam proses produksi.
2. Pendekatan Keragaman (Pluralist Approach)Berbeda dengan pendekatan keseragaman yang memiliki satu sumber
kekuasaan yang memiliki legitimasi, pendekatan keragaman memungkinkan
terjadinya perbedaan kelompok peminatan dan berbagai bentuk loyalitas.
Kerangka kerja keragaman menyatakan bahwa karyawan dalam organisasi
yang berbeda dapat memiliki minat yang sama. Dengan menciptakan
hubungan horizontal dengan kelompok di luar organisasi dapat
mengembangkan loyalitas dan komitmen terhadap pemimpin daripada
pengelolaan organisasinya.
Pendekatan keragaman memusatkan perhatian pada peraturan, regulasi,
dan proses yang dapat memberikan kontribusi pada kepentingan organisasi
dan menjamin bahwa perbedaan kepentingan secara efektif akan
mempertahankan keseimbangan sistem. Pendekatan ini menekankan pada
stabilitas sosial, sehingga hubungan industrial dipandang sebagai satu set
aturan yang menekankan pada aspek hubungan antara pengusaha dengan
karyawan dan hubungan antara manajemen dan serikat pekerja, sehingga
konflik dalam mengendalikan pasar tenaga kerja dan proses yang terjadi
merupakan manifestasi kepentingan sang bersifat terus-menerus.
3. Pandangan Radikal (Radical Approach)Pandangan ini mengenal konflik fundamental dan melekat pada konflik
kepentingan antara karyawan dan pengusaha di tempat kerja. Tempat kerja
merupakan suatu tempat terjadinya konflik dengan adanya konflik
kepentingan yang radikal yang mendasari adanya hubungan industrial. Tidak
seperti dalam pendekatan keragaman, pendekatan radikal memandang
hubungan industrial sebagai totalitas hubungan sosial dalam produksi.
Pendekatan radikal memandang ketidakseimbangan kekuasaan dalam
masyarakat dan di tempat kerja sebagai inti hubungan industrial.
Page | 13
E. PERSELISIHAN INDUSTRIALDalam kehidupan organisasi yang semakin besar dan semakin kompleks,
konflik merupakan fenomena umum yang ada dalam setiap organisasi. Dengan
organisasi yang semakin besar dan kompleks, jumlah individu dan kelompok akan
semakin banyak dibanding sebelumnya. Mereka mempunyai kepentingan dan
keinginan yang berbeda-beda. Perusahaan-perusahaan yang tidak berhasil dalam
mengupayakan adanya kerja sama akan menyebabkan operasinya menjadi tidak
lancar dan seringkali timbul konflik.
Konflik adalah terbangunnya hubungan-hubungan beberapa pihak dalam arena
dan struktur sosial tertentu akibat adanya perbedaan kepentingan dan tujuan
sebagai bentuk penerjemahan kebutuhan yang diperjuangkan secara individual dan
maupun kolektif. Konflik hadir dalam masyarakat dan konteks wilayah sosial (social
field) yang mana ada hubungan-hubungan sosial khusus seperti arena sosial
pertentanggaan, arena sosial sekolah, arena sosial perkantoran, dan arena sosial
industri. Dahrendorf menyebutnya sebagai “integrated into a common frame of
reference“. Berbagai dimensi konflik tersebut memiliki karakter sosiologis dan
dinamika yang unik. Pada level praktis seperti pada usaha pemecahan masalah,
setiap konteks dimensi konflik membutuhkan model pengelolaan konflik yang
spesifik juga (Dahrendorf dalam Susan, 2009).
Konflik merupakan suatu proses yang dihasilkan dari tindakan kelompok atau
individu yang dipandang oleh kelompok/individu lain akan mempunyai akibat yang
negatif terhadap kepentingan mereka (Greenberg & Baron dalam Wardiningsih). Dari
pengertian ini konflik mencakup empat elemen kunci yaitu :
a. kepentingan yang berlawanan/berbeda antar individu atau kelompok;
b. menyadari adanya kepentingan yangberlawanan;
c. keyakinan bahwa individu atau kelompoklain akan menghalangi kepentingannya;
d. tindakan yang menghalangi kepentingan pihak lain.
Gambar 1. Bentuk Konflik Organisasi
Page | 14
Sumber: Greenberg & Baron: 426
Sesuai dengan tata hukum di Indonesia Pasal 1 angka I Undang-Undang
Nomor 2 Tahun 2004, “perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan
pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan
pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/ serikat buruh karena
adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan
pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antarserikat pekerja/ serikat buruh
dalam satu perusahaan.”
Dari pengertian di atas, berikut ini adalah beberapa bentuk perselisihan di
dalam hubungan industrial:
a. Perselisihan Hak. Perselisihan yang timbul akibat tidak dipenuhinya hak akibat adanya
perbedaan pelaksanaan atau penafsiran terhadap ketentuan Perundang-
undangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama yang melandasi hak yang disengketakan.
b. Perselisihan Kepentingan atau belangen geschiPerselisihan yang terjadi karena ketidaksesuaian paham/pendapat dalam
perubahan syarat-syarat kerja atau keadaan perburuhan yang ditetapkan dalam
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja.
c. Perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja.Perselisihan yang timbul akibat tidak adanya kesesuaian pendapat
mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan oleh salah satu pihak
(Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004). Perselisihan
Page | 15
mengenai PHK selama ini paling banyak terjadi karena tindakan PHK yang
dilakukan oleh satu pihak dan pihak lain tidak dapat menerimanya.
d. Perselisihan Antarserikat Pekerja/Serikat Buruh dalam Satu Perusahaan.Perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dengan serikat
pekerja/serikat buruh lain dalam satu perusahaan. Perselisihan tersebut terjadi
karena tidak adanya kesepahaman mengenai keanggotaan pelaksanaan hak
dan kewajiban serikat pekerja (Pasal 1 angka 5 UU Nomor 2 Tahun 2004).
BAB IIIPEMBAHASAN
A. FAKTOR PENYEBAB PERSELISIHAN/KONFLIK INDUSTRIAL1. Contoh Kasus Perselisihan/Konflik Industrial di Indonesia
a. Pemogokan pekerja PT Megariamas Sentosa, kasus penahanan hak THR.“ beritajakarta.com . Ratusan buruh PT Megariamas Sentosa yang berlokasi di Jl Jembatan III Ruko 36 Q, Pluit, Penjaringan, Jakarta Utara, datang sekitar pukul 12.00 WIB. Sebelum ditemui Kasudin Nakertrans Jakarta Utara, mereka menggelar orasi yang diwarnai aneka macam poster yang mengecam usaha perusahaan menahan THR mereka. Padahal THR merupakan kewajiban perusahaan sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 4 Tahun 1994 tentang THR.Sekitar 500 buruh yang tergabung dalam Serikat Buruh Garmen Tekstil dan Sepatu-Gabungan Serikat Buruh Independen (SBGTS-GSBI) PT Megariamas Sentosa, Selasa siang ‘menyerbu’ Kantor Sudin Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Nakertrans) Jakarta Utara di Jl Plumpang Raya, Kelurahan Semper Timur, Kecamatan Koja, Jakarta Utara. Mereka menuntut pemerintah mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mempekerjakan mereka karena mangkir memberikan (THR).Demonstrasi ke Kantor Nakertrans bukan yang pertama, sebelumnya ratusan buruh ini juga mengadukan nasibnya karena perusahan bertindak sewenang-wenang pada karyawan. Bahkan ada beberapa buruh yang diberhentikan pihak perusahaan karena dinilai terlalu vokal. Akibatnya, kasus konflik antar buruh dan manajemen dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial. Karena itu, pihak manajemen mengancam tidak akan memberikan THR kepada pekerjanya. Dalam demo tersebut para buruh menuntut perusahaan untuk mendapatkan THR sesuai dengan peraturan yang berlaku. Para demonstras mengatakan “ jangan dikarenakan ada konflik internal kami tidak mendapatkan THR, karena setahu mereka perusahaan garmen tersebut tidak merugi, bahkan sebaliknya”. Sekedar diketahui ratusan buruh perusahaan garmen dengan memproduksi pakaian dalam merek Sorella, Pieree Cardine, Felahcy, dan Young Heart untuk ekspor itu telah berdiri sejak 1989 ini mempekerjakan sekitar 800 karyawan yang mayoritas perempuan.Mengetahui hal tersebut, ratusan buruh PT Megariamas Sentosa mengadu ke kantor Sudin Nakertrans Jakarta Utara. Setelah dua jam menggelar orasi di depan halaman Sudin Nakertrans Jakarta Utara, bahkan hendak memaksa masuk ke dalam kantor. Akhirnya perwakilan buruh diterima oleh Kasudin Nakertrans, Saut Tambunan di ruang rapat kantornya. Dalam peryataannya di depan para pendemo, Sahut Tambunan berjanji akan menampung aspirasi para pengunjuk rasa dan membantu menyelesaikan permasalahan tersebut. "Pasti kami akan bantu, dan kami siap untuk menjadi fasilitator untuk menyelesaikan masalah ini," tutur Sahut. Selain itu, Sahut juga akan memanggil pengusaha agar mau memberikan THR karena itu sudah kewajiban. “Kalau memang perusahaan
Page | 16
tersebut mengaku merugi, pihak manajemen wajib melaporkan ke pemerintah dengan bukti konkret,” kata Saut Tambunan usai menggelar pertemuan dengan para perwakilan demonstrasi.”
b. Demostrasi KSPI, Kasus kenaikan UMP, outsource, stabilitas harga.“KOMPAS.com — Suasana puasa tidak membuat seribu buruh dari Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) "puasa" demo. Mereka akan melakukan aksi di Bundaran Hotel Indonesia, Rabu (31/7/2013) sore. Staf media KSPI, Nelly, mengatakan, aksi buruh kali ini hendak menuntut pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono untuk memenuhi tiga tuntutan mereka. Tuntutan itu salah satunya terkait stabilitas harga bahan pokok, mengingat harga-harga kebutuhan pokok jelang Lebaran yang terus merangkak naik. Selain itu, mereka menuntut kenaikan upah buruh 50 persen dan penghapusan outsourcing. Massa aksi menuntut utamanya perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk melaksanakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permennakertrans) No 19 tahun 2012. Dalam Permenakertrans tersebut, pekerjaan alih daya ditiadakan. Adapun kelima jenis pekerjaan yang diperbolehkan diisi tenaga alih daya, yaitu jasa pembersihan (cleaning service), keamanan, transportasi, katering, dan jasa migas pertambangan. "Kita minta BUMN menerapkan aturan itu, artinya tidak ada lagi tenaga alih daya (selain 5 jenis). Dan mereka harus diangkat menjadi karyawan BUMN," lanjut Nelly. KSPI juga menuntut pemerintah untuk menjalankan jaminan kesehatan secara menyeluruh serempak pada 1 Januari 2014, dan bukan secara bertahap.”
.
c. SP. JICT, Akibat Konflik Internal, Karyawan PT JICT Bentuk Serikat Baru“Berita hukum - Serikat Pekerja Internasional Countainer Terminal (SP JICT) terbelah menjadi dua. Hal itu mengancam terjadinya konflik internal PT JITC, apalagi anggota yang keluar dari SP JITC saat ini sudah mendeklarasikan diri membentuk serikat baru yakni Serikat Buruh Internasional Countainer Terminal (SB JICT). Namun untuk saat ini, serikat baru itu nampaknya belum mendapat restu dari perusahaan. Untuk itu mereka mengadakan unjuk rasa didepan kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat (4/1).Ketua SB JICT, Sobirin menjelaskan soal pembentukan serikat yang dibuat pihaknya, menurutnya, pembentukan itu berawal dugaan pelanggaran yang dilakukan kolaborasi antara serikat pekerja (SP JICT) dengan Management. "Yang paling pertama adalah bahwa kita sudah melaporkan tentang pelarangan," katanya. Ia menegaskan, apa yang pihaknya lakukan untuk membentuk serikat baru dilindungi oleh UUD maupun UU No. 21 tentang Ketenagakerjaan atau tentang berserikat. "Tapi yang dilakukan oleh managemen dan serikat pekerja yang sudah ada itu jelas merupakan satu tindak pelanggaran. Kalau kita lihat di UU No 21 itu jelas ranah Hukumnya itu adalah pelanggaran. Dan itu ada sanksi pidananya, jadi itu jelas beranggapan bahwa ini adalah sangat terkait dengan Pidana atau tindakan pidana yang mereka lakukan," tambahnya….”
d. PT Askes, Pemutusan Hubungan Kerja
“hukumonline.com .Sekjen Organisasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar, mendesak PT Askes untuk menjalankan putusan pengadilan terkait kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap Ketua Umum Skasi, Itop Reptianto. Pasalnya, Mahkamah Agung (MA) menerbitkan putusan kasasi bernomor 686/K/.Pdt.Sus/2012 yang intinya PT Askes diperintahkan untuk mempekerjakan kembali Itop Reptianto. Serta membayar hak-hak Itop sebagai pekerja yang selama ini belum dibayar.Selain itu Timboel menyebut Ombudsman dan Komnas HAM telah menerbitkan rekomendasi yang mestinya dipatuhi PT Askes. Yaitu rekomendasi Ombudsman bernomor 04/REK/0660.2012/PB-11/IV/2013 tertanggal 10 april 2013 yang pokoknya menyebut direksi PT. askes telah melakukan tindakan mal administrasi. Serta mengimbau direksi PT. Askes menghormati putusan kasasi MA itu.Lalu, lewat surat bernomor 1.397/K/PMT/VII/2012 tertanggal 3 Juli 2012, Komnas HAM menerbitkan rekomendasi yang isinya mengindikasikan terjadi tindak pemberangusan serikat
Page | 17
pekerja atas PHK yang dijatuhkan terhadap Itop Reptianto. Indikasi itu mengacu pasal 28 huruf (a) UU Serikat Pekerja dan pasal 39 UU HAM..“PT Askes harus tunduk pada ketentuan hukum yang berlaku karena proses transformasi menuju BPJS Kesehatan mencakup juga transformasi di bidang sumber daya manusia,” kata Timboel kepada hukumonline di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Jakarta, Senin (8/7).Atas dasar itu Timboel menyebut BPJS Watch mendesak direksi PT Askes untuk mematuhi dan menjalankan putusan kasasi MA, rekomendasi Ombudsman dan Komnas HAM. Jika hal itu tak kunjung dilakukan, Timboel menilai akan memperburuk citra BPJS Kesehatan. Timboel juga mendorong agar Panja BPJS DPR untuk memanggil dan menginstruksikan direktur PT Askes untuk menjalankan putusan hukum dan rekomendasi tersebut. Tak ketinggalan, Timboel mendesak Presiden dan Meneg BUMN untuk melakukan hal serupa.Terpisah, Direktur Utama PT Askes, Fachmi Idris, mengaku belum mengetahui langkah apa yang akan dilakukan untuk menindaklanjuti kasus Itop Reptianto. Pasalnya, persoalan itu ditangani di bidang SDM PT Askes. Namun, secara umum ia mengatakan PT Askes akan mengikuti peraturan yang ada. “Pokoknya begini, sederhana saja, kami patuh atas putusan hukum,” tuturnya kepada hukumonline usai mengikuti rapat kerja di ruang sidang Komisi IX”
e. Kerugian Pemogokan Pekerja Tahun 2012“Jakarta - Kerugian akibat aksi buruh selama 2012 yang menuntut kelayakan Upah Minimum Provinsi (UMP) di seluruh Indonesia telah menimbulkan kerugian sedikitnya Rp 190 triliun. Sementara munculnya sejumlah kebijakan pemerintah baru-baru ini juga dinilai merugikan kalangan pengusaha. "Kerugiannya (aksi buruh, red) ditaksir mencapai Rp 190 triliun atau US$20 miliar," kata Ketua Hubungan Industrial dan Advokasi Dewan Pengurus Nasional Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hasanuddin Rahman di Jakarta, Rabu (28/11).Menurut Hasanuddin, akibat aksi itu, kapasitas produksi tidak bisa penuh dan absensi buruh turun. Akibatnya, tingkat produksi rata-rata di kawasan industri turun 50% dari kapasitas produksi normal. engamat ekonomi Universitas Atma Jaya A Prasetyantoko menyebutkan aksi sweeping buruh yang dilakukan di beberapa wilayah dapat melumpuhkan sektor industri Indonesia dan membuat kerugian yang cukup banyak. “Namun untuk jumlah kerugian akibat aksi sweeping tersebut hanya bisa dihitung oleh perusahaan masing – masing,” ujarnya. Anggota Komisi IX DPR RI Poempida Hidayatullah mengungkapkan, perhitungan kerugian Rp 190 triliun itu karena pengusaha memasukan unsur opportunity loss, tidak saja kerugian fisik. Kerugian terbesar dalam aksi buruh ini dialami oleh industri berat yang pekerjanya banyak melakukan aksi buruh dalam setahun ini.”Padahal, Undang-Undang No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan mengatakan bahwa buruh bisa melakukan aksi mogok maksimal lima hari dalam setahun. Ini bisa dilihat apakah buruh tersebut melakukan pelanggaran aturan itu apa tidak,” katanya.Namun Poempida mengatakan, dengan adanya tafsiran kerugian akibat aksi buruh ini, seolah-olah buruh yang disalahkan. Memang, kata dia, para pelaku usaha dirugikan atas aksi buruh tersebut namun mereka tidak sepenuhnya bersalah dalam aksi-aksi tersebut karena mereka menuntut hak dan kesejahteraan. Seharusnya pemerintah yang disalahkan karena tidak transparan dalam memunculkan angka-angka pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi berhasil membuat daya beli masyarakat tinggi. Hal ini memunculkan aksi buruh yang ingin mendapatkan kesejahteraan yang baik bagi mereka,” ungkapnya.”
2. Kajian Faktor Penyebab Perselisihan/Konflik IndustrialKonflik industrial merupakan suatu realitas sosial yang tidak pernah dan akan
pernah berhenti sepanjang dalam masyarakat ada dua kelompok yang memiliki
kepentingan yang berbeda. Perspektif struktural dalam sosiologi konflik memiliki
pandangan bahwa akar masalah konflik selalu berkaitan dengan kekuasaan
(power) dan angka kepentingan di dalamnya. Dalam konteks hubungan industri,
kekuasaan yang hanya menguntungkan diri sendiri dan mengabaikan fakta
Page | 18
hubungan-hubungan kerja memiliki kecenderungan menciptakan kekerasan
(Sale, 2003). Pada kasus-kasus aksi buruh yang muncul dalam bentuk
anarkisme, pemogokan, dan berbagai bentuk aksi kekerasan sebagaimana
contoh kasus di atas, pada pengertian ini tidak lebih dari respon terhadap praktek
kekerasan pemerintah dan perusahaan terhadap buruh.
Sebagaimana Karl Marx menjelaskan bahwa selama dalam masyarakat
terdapat dua kelompok dalam relasi produksi ini, yaitu kelompok yang
memiliki/pemilik dan kelompok yang tidak memiliki/bukan pemilik (struktur kelas),
maka pemisahan antara kelompok sosial yang menghasilkan profit – dan
karenanya menguasai kapital-- dan kelompok sosial yang hanya mampu menjual
tenaga kerjanya saja menentukan hubungan kelas, itulah yang menjadi basis
terjadinya eksploitasi dan konflik sosial dalam masyarakat modern. Di dalamnya
menyangkut relasi sosial : pertama, hubungan-hubungan produksi yang bersifat
primer seperti hubungan buruh dan majikan; kedua, hubungan-hubungan
produktif yang bersifat sekunder seperti serikat buruh, asosiasi pemilik modal dan
pola-pola dasar kehidupan keluarga yang berkaitan erat dengan sistem produksi
kapitalistik; ketiga, hubungan-hubungan politik dan sosial yang bersumber dari
hubungan produksi primer dan sekunder, lembaga-lembaga pendidikan, dan
lembaga-lembaga sosial lainnya yang mencerminkan hubungan buruh dan
majikan.
Dalam kaitannya dengan konflik dalam konteks wilayah sosial industri konflik
industrial terbangun melalui proses dari ketidakpuasan individual buruh, menuju
pada ketidakpuasaan kolektif yang tidak teroganisir, dan sampai pada tingkat
pengorganisasian ketidakpuasan kolektif buruh dalam rangka perjuangan untuk
mencapai tujuan. Dalam konteks yang lebih besar, konflik industrial melibatkan
pihak-pihak yang membawa angka kepentingan dan tujuan yang saling
berseberangaan.
Jika dianalisis lebih dalam, kepentingan para pihak pada hubungan
industrialis dapat dilihat sebagai berikut:
1. Pengusaha/pemilik modal
Kepentingan pengusaha adalah menjalankan usahanya untuk memperoleh
profit yang memadai agar dapat terus tumbuh dan berkembang. Namun iklim
investasi yang selalu berubah baik karena isu globalisasi ataupun akibat
Page | 19
kebijakan pemerintah terkait investasi, pajak, perijinan,dll menuntut
perusahaan memberlakukan kebijakan tertentu untuk menghadapinya. Biaya
produksi yang besar perlu ditutupi agar dapat bertahan. Efektivitas dan
efisiensi menjadi hal penting untuk dilakukan, dalam setiap kebijakan yang
diambil. Hal ini akan terkait langsung dengan seluruh resources dalam
perusahaan, termasuk pekerja.
2. Pemerintah
Kepentingan pemerintah pada dasarnya adalah menjamin keberlangsungan
produksi demi kepentingan yang lebih luas. Namun seringkali upaya untuk
memenuhi hak-hak ekonomi, sosial dan budaya para pekerja serta warga
masyarakat secara keseluruhan tidak dapat dilakukan secara maksimal
karena mereka dihadapkan pada dilema antara: (1) kepentingan negara
menarik investasi yang diyakini membutuhkan jaminan keamanan dan kondisi
yang tanpa gejolak, dengan (2) tuntutan bahwa negara harus memenuhi hak-
hak pekerja sesuai kesepakatan yang mana pada titik-titik tertentu
dikhawatirkan implikasinya justru dapat mengganggu keseimbangan sistem
yang dibutuhkan untuk menciptakan iklim yang kondusif bagi para pemilik
modal atau investor.
3. Pekerja
Kepentingan pekerja tentunya adalah untuk dapat bekerja dan memperoleh
hak sesuai dengan pekerjaannya guna dapat hidup layak. Dalam dunia
industri, pekerja memiliki posisi tawar yang lemah. Hal ini terjadi karena (1)
asumsi di pasar tenaga kerja terjadi penawaran tenaga kerja (supply) melebihi
permintaan (demand). Titik lemah inilah yang seringkali disadari benar oleh
pengusaha untuk membuat para pekerja pasrah, atas status kerjanya dan
menerima upah yang tak pernah bergerak ke taraf yang diklasifikasikan layak
dan adil, sehingga pengusaha mempunyai kekuatan untuk menekan upah
(pressure) atau insentif lain yang tidak dipenuhi sesuai kesepakatan kerja; (2)
aspek teknologi yang mendorong efisiensi perusahaan dalam skala produksi
yang secara eksplisit akan menekan jumlah penggunaaan tenaga kerja;
(3)rasio upah yang terlalu tinggi.
Pada dasarnya, pekerja dan pengusaha menginginkan suatu hubungan
yang harmonis untuk menjamin kepentingan masing-masing dapat terwujud.
Page | 20
Namun ketika disadari bahwa salah satu kepetingan menemui masalah, serta
ada keyakinan bahwa individu atau kelompok lain akan menghalangi
kepentingannya, potensi konflik/perselisihan akan terjadi. Sebenarnya hal ini
dapat dieliminir dengan komunikasi yang efektif antar pihak yang berkepentingan.
Namun ketika tidak menemukan titik temu dan masing-masing pihak bersikukuh
dengan kepentingannya, maka konflik akan membesar menjadi suatu aksi yang
pada akhirnya akan merugikan perusahaan serta pemerintah pula.
B. PENYELESAIAN PERSELISIHAN/KONFLIK INDUSTRIAL SECARA HUKUM
Untuk lebih menjamin terciptanya rasa keadilan bagi pihak yang beperkara,
menurut UU No 2 Tahun 2004, penyelesaian sengketa diutamakan melalui
perundingan guna mencarimusyawarah mufakat di luar pengadilan Ada empat cara
yang dapat dilakukan dalam perundingan atau penyelesaian perselisihan di luar
pengadilan, yaitu melalui bipartit, konsiliasi, arbitrase, dan mediasi.
1. BipartitPenyelesaian perselisihan atau perundingan antara pengusaha dan pekerja
atau kuasa pekerja (serikat pekerja) di tingkat perusahaan. Bilamana dalam
perundingan ini terjadi kesepakatan, maka dibuat Perjanjian Bersama yang
ditandatangani oleh kedua belah pihak beperkara. Selanjutnya Perjanjian
Bersama ini wajib didaftarkan di Perselisihan Hubungan Industrial guna
memperoleh Akta Bukti Pendaftaran Perjanjian Bersama. Apabila ternyata
kemudian salah satu pihak tidak melaksanakan kesepakatan dalam Perjanjian
Bersama, pihak yang dirugikan hak perdatanya dapat mengajukan permohonan
eksekusi kepada PHI di wilayah hukumnya. Penyelesaian perselisihan melalui
Bipartit ini harus tuntas paling lama 30 hari sejak tanggal perundingan. Bilamana
dalam jangka waktu 30 hari perundingan buntu (deadlock) atau salah satu pihak
yang beperkara menolak untuk berunding, maka perundingan bipartite dianggap
gagal. Apabila dalam perundingan bipartit gagal, maka salah satu atau kedua
belah pihak mencatatkan perselisihannya kepada Dinas Tenaga Kerja (Disnaker)
setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian bipartit. Selanjutnya,
Page | 21
Disnaker menawarkan kepada para pihak beperkara untuk memilih penyelesaian
melalui konsiliasi atau arbitrase. Namun apabila pihak yang beperkara tidak
menetapkan pilihan melalui konsiliasi atau arbitrase, Disnaker melimpahkan
penyelesaiannya melalui mediasi.
2. KonsiliasiKonsoliasi adalah lembaga perorangan atau swasta mandiri yang diangkat
dan diberhentikan dalam periode tertentu melalui Keputusan Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi RI. Konsiliasi mencakup penyelesaian perselisihan
kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja (PHK), dan perselisihan
antarserikat pekerja dalam satu perusahaan yang dilakukan melalui musyawarah
yang ditengahi oleh seorang atau lebih konsiliator yang netral. Berbeda dengan
mediasi yang dapat menyelesaikan segala jenis perselisihan, dalam konsiliasi
ada pengecualian, yaitu perselisihan hak. Perselisihan hak hanya dapat
diselesaikan melalui lembaga mediasi.
Apabila dalam perundingan di tingkat konsiliasi ini terjadi kesepakatan para
pihak, maka dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani kedua belah pihak
beperkara. Selanjutnya didaftarkan di PHI untuk mendapatkan Akta Bukti
Pendaftaran. Sebaliknya apabila tidak terjadi kesepakatan, maka pihak yang
merasa kurang puas atau dapat mengajukan surat gugatan ke PHI.
3. Arbitrase.
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui arbitrase hubungan
industrial yang dilakukan oleh arbiter harus diawali dengan upaya mendamaikan
kedua belah pihak yang berselisih. Apabila perdamaian tersebut tercapai, maka
arbiter atau majelis arbiter wajib membuat akta perdamaian yang ditandatangani
oleh para pihak yang berselisih dan arbiter. Penyelesaian perselisihan hubungan
industrial melalui arbitrase harus sudah diselesaikan dalam jangka 30 hari kerja
sejak penandatanganan surat penunjukan arbiter. Perpanjangan waktu
penyelesaian perselisihan hanya dapat dilakukan satu kali, yaitu sebanyak 14
hari kerja. Hal ini harus dengan persetujuan para pihak.
Selanjutnya perselisihan hubungan industrial yang sedang atau telah
diselesaikan melalui arbitrase tidak dapat dilakukan di Pengadilan Hubungan
Industrial (Pasal 53 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004). Apabila terjadi
Page | 22
penyelesaian damai, maka arbiter akan membantu para pihak untuk membuat
perjanjian bersama dan mendaftarkannya di Pengadilan Perselisihan Hubungan
Industrial untuk mendapatkan bukti akta perdamaian. Namun apabila tidak
terjadi penyelesaian secara damai dan kekeluargaan, arbiter akan mengeluarkan
putusan yang bersifat final, yang harus diikuti oleh para pihak yang berselisih.
Atas putusan arbiter tidak dapat diajukan gugatan ke pengadilan, karena
putusan tersebut telah mempunyai kekuatan hukum yang mengikat para pihak,
dan merupakan putusan akhir yang berkekuatan tetap.
4. MediasiMediasi adalah penyelesaian perselisihan antara pengusaha dan pekerja
atau kuasa pekerja yang diperantarai mediator atau Pegawai Departemen
Tenaga Kerja yang ditunjuk Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI. Dulu,
disebut Tingkat Tripartit atau Tingkat Perantaraan. Lembaga ini merupakan
penyelesaian terakhir di luar pengadilan, apabila salah satu atau para pihak
beperkara tidak dapat menetapkan pilihan konsiliasi atau arbitrase, atau menolak
penyelesaian perselisihan melalui konsiliasi atau arbitrase.
Gambar 2 Skema Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial di Luar Pengadilan
Page | 23
Disetujui para pihak
Anjuran tertulis
Tidak berhasilBerhasil damai
mendamaikan
MEDIASI Pembatan o/ MA pihak
PutusanParapihak tdk menetapkan pilihan
ARBITRASEKONSILIASI
Menawarkan model penyelesaianDaftar di Pengadilan HI
Eksekusi
Sumber: Jurnal Hukum Bisnis
C. STRATEGI MENGELOLA HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM PERSPEKTIF MANAJEMEN SDM.
Hubungan industrialis, di negara penganut sistem apapun dan stabilitas ekonomi
seperti apapun pada prinsipnya akan baik apabila dalam hubungan antara pekerja dengan
perusahaan dapat terwujud diantaranya :
a) Sistem Kompensasi yang adil dan layak
b) Kondisi kerja sehat dan aman
c) Ada peluang untuk memanfaatkan kapabilitas
d) Ada peluang untuk mengembangkan diri, mengembangkan karir, dan keamanan kerja
(job security)
e) Ada integrasi sosial dan identitas dalam organisasi
f) Ada kesesuaian antara peran kerja dan kehidupan pekerja lainnya
g) Ada keterlibatan dalam pengambilan keputusan bagi lingkungan/ kehidupan kerjanya.
Dari beberapa point di atas, kompensasi adalah masalah utama yang terkait dengan
tenaga kerja. Berlaku adil adalah kunci dari sukses atau tidaknya kondisi hubungan industrial
pada suatu perusahaan. Hal ini ditunjukan dari banyak contoh kasus, Betapa kompensasi
seringkali menjadi agenda utama dan bersifat rutin sebagai bahan Serikat Pekerja dalam
memerjuangkan hak-hak yang terkait dengan tingkat kesejahteraan. Konsep konpensasi
sangat diyakini berpengaruh positif terhadap tingkat kesjahteraan dan kepuasan pekerja.
Disamping itu, adanya kondisi kerja yang sehat dan aman akan memacu motivasi dalam
berkreativitas dan berinovasi, dimana keduanya merupakan syarat mutlak dalam
meningkatkan daya saing perusahaan di tingkat global.
Selanjutnya, keinginan untuk mengembangkan diri, karir dan status pekerjaan
merupakan kodrat setiap manusia. Perusahaan dinilai tidak cukup hanya memberikan
kompensasi, kondisi kerja yang sehat dan aman, tetapi lebih jauh harus mampu
Page | 24
Catat di Disnakertrans
Tidak berhasil damai
BIPARTIT
Berhasil
Perjanjian Bersama
Perselisihan
menciptakan berbagai peluang yang memungkinkan kapabilitas dapat dibangun. Kapabilitas
pekerja sangat berpengaruh positif terhadap kapabilitas perusahaan.
Pekerja adalah manusia yang merupakan makhluk sosial, tidak dapat hidup tanpa
manusia lain, memiliki keinginan untuk menjalin hubungan antara satu sama lain. Kondisi ini
harus disikapi dengan baik oleh perusahaan, dengan membangun konsep human relation.
Salah satu contoh, bagaimana kebebasan pekerja dalam mengikatkan diri dengan serikat
pekerja, jaringan komunitas sosial dan kemungkinan pekerja masuk pada jaringan
pelanggan. Semua harus disupport oleh perusahaan sepanjang baik bagi kinerjanya dan
kinerja organisasi.
Disamping itu pula, perusahaan harus meyakinkan diri terhadap kapabilitas pekerja. Di
dalam teori dan desain organisasi, dikenal desain struktur organisasi yang memungkinkan
penguatan pada lini tugas dan pelimpahan wewenang kepada seseorang yang dianggap
mampu dan memiliki kapabilitas, begitu juga dalam hubungan industrial, konsep
penyelenggaran negoisation mulai dari tahapan persiapan sampai langkah pengawasan
hasil, tidak mungkin akan dilakukan pihak manajemen sendiri. Perusahaan harus berani
mencari terobosan untuk melibatkan pekerja dalam membuat kebijakan penting perusahaan.
Visi dan tujuan harus familiar dalam setiap momen dan ingatan pekerja bila perlu
digambarkan secara besar dan jelas. Dengan melibatkan peran serta pekerja memutuskan
kebijakan perusahaan, maka mereka akan ikut merasa bertanggung jawab dan menjadi
bagian dari perusahaan, terlebih dalam beberapa kasus sudah banyak perusahaan yang
membuka kesempatan kepada para pekerja memiliki saham perusahaan. Praktik ini cukup
bagus, kepemilikan perusahaan tidak terkesan didominasi oleh level tertentu tetapi
merupakan dimiliki oleh semua level dalam perusahaan. Dengan demikian, pekerja merasa
bahwa maju mundurnya perusahaan tergantung dari konstribusi semua pihak, mereka
adalah salah satunya yang juga ikut bertanggung jawab.
Kondisi sebagaiaman dipaparkan di atas, dalam perspektif manajemen sumber daya
manusia dan organisasi, dapat diciptakan dengan pendekatan tertentu sesuai kondisi yang
dihadapi. Paradigma baru dalam hubungan industrial merupakan model manajemen baru
yang berisi beberapa pekerjaan dan inovasi manajemen sumber daya manusia yang meliputi
penugasan kerja fleksibel, cross training, team work, yang didukung oleh sistem kompensasi
berbasis kinerja, partisipasi karyawan formal, dan program keselamatan kerja. Menurut studi
hubungan antarkaryawan (human relations), meskipun karyawan dan pengusaha berada
dalam konflik namun konflik tersebut dapat dihilangkan jika manajer dapat mengadopsi
kebijakan dan praktik yang tepat. Kebijakan yang tepat dapat menyelesaikan permasalahan
pengaturan kerja yang sebagai pengganti kesepakatan kerja bersama. Penganut paham ini
Page | 25
mengusulkan sistem komunikasi yang lebih baik, desain pekerjaan yang lebih humanistik,
dan proses pengambilan keputusan yang lebih partisipatif.
Sejalan dengan pandangan tersebut, pendekatan yang dilakukan dalam menentukan
strategi mengelola hubungan industrialis yang baik, pada saat ini, adalah pendekatan
kesatuan (unitary approach). Bahwa hubungan kerja didasarkan pada kerjasama (mutual co-
operation) dan terdapat keserasian dalam keinginan antara pengusaha dan karyawan.
Pegawai diperlakukan sebagai manusia.
Cara untuk memahami perilaku mereka adalah menemukan kebutuhan individu
pegawai, bukan kebutuhan sosial. Oleh karena itu, pandangan ini menekankan terciptanya
kepuasan karyawan. Hal terpenting dalam analisis keperilakuan ini adalah memperbaiki
hubungan antarkaryawan di tempat kerja.
Sumber konflik ditemukan dalam organisasi namun dapat menemukan penyelesaian
dengan menerapkan teknik manajerial yang tepat. Konflik dapat dihindari dengan
menciptakan sistem komunikasi yang efektif, kepemimpinan yang mendukung, dan
hubungan informal yang baik, sehingga pekerjaan memuaskan dan mendapatkan hasil.
Lingkungan kerja yang menyenangkan dan tingkat upah yang tinggi merupakan faktor
ekstrinsik yang dapat menghindari ketidakpuasan. Sementara itu, pengayaan pekerjaan (job
enrichment), pembesaran pekerjaan (job enlargement), dan rotasi pekerjaan (job rotation)
merupakan metode yang penting dalam mengurangi kebosanan dan pengulangan dalam
proses produksi.
Dengan pendekatan manajemen pengelolaan SDM yang tepat dan humanis akan
meningkatkan motivasi dan produktifitas pekerja, yang tentunya akan memberikan
keuntungan bagi perusahaan. Hubungan industrial akan terjalin baik, konflik dapat
diminimalisir, dan aksi-aksi pemogokan tidak perlu terjadi dan tentunya kerugian akibat aksi-
aksi pekerja tidak akan terjadi. Secara lebih makro, hal ini akan menjaga stabilitas
perekonomian dan iklim investasi yang nyaman di Indonesia.
Page | 26
BAB VKESIMPULAN
Hubungan industrialis merupakan suatu kondisi yang sangat komplek, melibatkan
pihak-pihak yang saling terkait atas proses produksi dan pelayanan jasa pada suatu
perusahaan, yaitu, pekerja, perusahaan dan pemerintah. Konflik industrial merupakan
suatu realitas sosial yang tidak pernah dan akan pernah berhenti sepanjang dalam
masyarakat ada dua kelompok yang memiliki kepentingan yang berbeda. Untuk
mengelola suatu hubungan industrialis dalam perusahaan, perlu dilakukan pendekatan-
pendekatan yang tepat.
Paradigma baru dalam hubungan industrial merupakan model manajemen baru yang
berisi beberapa pekerjaan dan inovasi manajemen sumber daya manusia yang meliputi
penugasan kerja fleksibel, cross training, team work, yang didukung oleh sistem
kompensasi berbasis kinerja, partisipasi karyawan formal, dan program keselamatan
kerja. Kuncinya adalah sistem komunikasi yang lebih baik, desain pekerjaan yang lebih
humanistik, dan proses pengambilan keputusan yang lebih partisipatif.
Meskipun pekerja dan pengusaha berada dalam konflik namun konflik tersebut
dapat dihilangkan jika manajer dapat mengadopsi kebijakan dan praktik yang tepat.
Page | 27
DAFTAR PUSTAKA
Arijanto, Agus. MSDM Strategik : Modul ke 12. Universitas Mercubuana, Jakarta: 2009
Wiwoho, Jamal. Problematika Hubungan Industrial. Jurnal Hukum Bisnis Vol. 32 No.2
Tahun 2013.
Yunus Shamad, Hubungan Industrial di Indonesia, 1995, Jakarta, Bina Sumber DayaManusia
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
Sutinah, Konflik Industrial. Jurnal Unair: journal.unair.ac.id
industrialrelations.naukrihub.com
wikipedia.org/wiki/Industrial_relations
raidenmas.blogspot.com. hubungan Industrial.
Page | 28