Post on 27-Dec-2015
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kerja Praktek
Era globalisasi yang sarat dengan perkembangan teknologi menuntut
manusia untuk mempersiapkan diri dengan meningkatkan ilmu pengetahuan dan
wawasan yang dimiliki. Hal tersebut mendorong manusia untuk mempelajari ilmu
pengetahuan dari segala sumber yang ada. Pengetahuan secara teoritis terkadang
dirasa kurang cukup apabila tidak ditunjang dengan pengalaman paraktek di
lapangan. Dengan mengalami praktek di lapangan secara langsung diharapkan
dapat mengetahui korelasi antara teori dan kenyataan di lapangan sehingga akan
menjadikan pengetahuan semakin mantap guna menghadapi ketatnya dunia kerja
di era globalisasi.
Kerja praktek adalah salah satu bentuk tatap muka yang harus dikerjakan
oleh mahasiswa di industri- industri atau tempat dimana mahasiswa melakukan
kerja praktek. Dengan adanya kerja praktek, mahasiswa dapat mengenal lebih
jauh mengenai proses-proses yang terjadi di industri, sehingga berkesinambungan
ilmu yang diperoleh dari industri ataupun teori di praktek.
Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir mengadakan program berupa Kerja
Praktek yang wajib ditempuh oleh mahasiswa untuk menghasilkan tenaga kerja
yang mempunyai pengetahuan luas, berpengalaman, berketrampilan dan
mempunyai keahlian, serta etos kerja yang tinggi. Kerja Praktek merupakan mata
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 2
kuliah yang mempunyai bobot 3 satuan kredit studi (sks) yang wajib ditempuh
sebagai syarat kelulusan mahasiswa program D-IV program studi Teknofisika
Nuklir
Kerja Praktek akan bermanfaat terhadap penciptaan iklim yang saling
mendukung. Peran perguruan tinggi sebagai penghasil sumber daya manusia yang
nyata dan memiliki tingkat kredibilitas tinggi mampu berperan di dunia industri
dengan menjadikan perusahaan sebagai rekan kerja dalam penelitian maupun
dalam pemberi masukan. Sehingga dengan adanya Kerja Praktek akan tercipta
kerja sama yang saling menguntungkan dan kemitraan yang saling mendukung
antara perguruan tinggi dan dunia industri.
1.2 Tujuan Kerja Praktek
1.2.1 Tujuan Umum
Agar mahasiswa dapat mengetahui secara langsung pekerjaan dan kegiatan
yang ada pada industri sehingga dapat menambah ilmu pengetahuan dan
memperoleh teknologi baru dari dunia industri, sekaligus sebagai pengemban
tugas baik di lembaga maupun di industri nantinya.
1.2.2 Tujuan khusus
Setelah melaksanakan kerja praktek diharapkan mahasiswa:
1. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan keteknikan, serta teknologi
baru yang diperoleh di industri dan belum pernah didapatkan
sebelumnya di lembaga pendidikan.
2. Mempelajari manejemen perusahaan, struktur organisasi serta proses
kerja dalam perusahaan tersebut.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 3
3. Membantu melaksanakan tugas-tugas dan kegiatan proses produksi di
dalam suatu industri.
4. Menyelidiki suatu kasus yang ditemukan dalam pekerjaan dan mencari
jalan keluar pemecahan terbaik.
5. Membuat laporan praktek industri untuk memenuhi syarat wajib
membuat laporan setelah praktek industri selesai.
1.3 Manfaat Kerja Praktek
Manfaat yang dapat diambil dari pelaksanaan Kerja Praktek ini adalah :
(1). Bagi mahasiswa :
1. Memperoleh pengetahuan yang nyata tentang kondisi suatu
perusahaan atau industri baik dari segi manajemen yang diterapkan,
kondisi fisik, peralatan yang digunakan, kondisi para karyawan dan
kegiatan pekerjaan yang dilakukan.
2. Memperoleh pengalaman nyata yang berguna untuk meningkatkan
kemampuan keterampilan keteknikan yang relefan sesuai jurusan yang
diambil.
3. Mengetahui perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai
dengan tuntutan perkembangan industri.
4. Dapat membina hubungan dengan industri sehingga memungkinkan
untuk dapat bekerja di industri tempat pelaksanaan kerja praktek
setelah lulus nanti.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 4
(2). Bagi Lembaga Pendidikan :
1. Terjalinnya hubungan baik antara Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir –
BATAN Yogyakarta dan PT. Radiant Utama Interinsco Tbk, sehingga
memungkinkan kerjasama ketenaga kerjaan dan kerjasama lainnya.
2. Mendapat umpan balik untuk meningkatkan kualitas pendidikan
sehingga selalu sesuai dengan perkembangan dunia industri.
(3). Bagi perusahaan :
1. Memperoleh masukan-masukan baru dari lembaga pendidikan melalui
mahasiswa yang sedang melakukan kerja praktek.
2. Dapat menjalin hubungan yang baik dengan lembaga pendidikan
khususnya Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir – BATAN Yogyakarta.
3. Perusahaan semakin dikenal oleh lembaga pendidikan sebagai
pemasok tenaga.
1.4 Batasan Masalah
Batasan masalah pada laporan ini hanya terbatas pengujian NDT pada
material dengan menggunakan metoda Uji Partikel Magnet (Magnetic Particle
Inspection).
1.5 Metoda Penelitian
Pengumpulan data untuk melengkapi laporan Kerja Praktek ini dilakukan
dengan beberapa metoda, diantaranya :
1. Studi literatur
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 5
Merupakan suatu cara untuk memperoleh data dan informasi dari literatur,
baik manual book, handbook, maupun data report perusahaan yang ada
kaitanya dengan pokok masalah.
2. Studi lapangan
Merupakan suatu cara untuk memperoleh data dan informasi dengan
mengamati langsung obyek yang diteliti sehingga diperoleh data aktual
sebagai pembanding dari data yang diperoleh dari literatur.
3. Wawancara
Merupakan suatu cara untuk memperoleh data dan informasi dengan
melakukan wawancara secara lansung kepada pembimbing industri atau
teknisi yang terkait untuk mengetahui masalah – masalah teknis di lapangan.
1.6 Waktu dan Tempat Kerja Praktek
Untuk menjaga agar pelaksanaan kerja praktek dan proses perkuliahan
dapat berjalan dengan baik dan tidak bersamaan, maka kami menerapkan
pelaksanaan praktek industri dilaksanakan pada:
Mulai : 12 Juli 2010
Selesai : 31 Agustus 2010
Dengan rincian di kantor pusat PT. Radiant Utama Interinsco Tbk selama 3
hari dan di kantor PT. Radiant Utama Interinsco Tbk Cabang Cilegon selama 46
hari.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 6
BAB II
PROFIL PERUSAHAAN
2.1 Sejarah Perusahaan
PT. Radiant Utama Interinsco yang didirikan pada tanggal 22 Agustus
1984 merupakan salah satu perusahaan yang tergabung dalam Radiant Utama
Group yang telah memiliki pengalaman lebih dari 30 tahun di industri minyak dan
gas di Indonesia. Perusahaan bergerak dalam bidang jasa teknik berupa jasa
penunjang di sektor energi, minyak dan gas bumi dari hulu sampai ke hilir,
termasuk didalamnya penyediaan fasilitas pengeboran dan produksi lepas pantai,
jasa inspeksi, dan sertifikasi mutu serta perdagangan umum.
Saat ini, PT. Radiant Utama Interinsco Tbk bersama kedua anak
perusahaannya yaitu PT Supraco Indonesia dan PT Radiant Tunas Interinsco
bergerak dalam empat bidang utama, yaitu:
Jasa Pendukung Operasional
Jasa Sertifikat & Inspeksi NDT
Jasa pengeboran dan produksi lepas pantai
Jasa lainnya seperti AMDAL, Pelatihan.
Selain itu, pada tanggal tanggal 11 Nopember 1985, PT Supraco Indonesia
bersama-sama dengan Global Santa Fe membuat usaha bersama dalam bisnis jasa
pengeboran lepas pantai di Indonesia. Saat ini, PT. Santa Fe Supraco Indonesia,
perusahaan bersama tersebut mengoperasikan 2 (dua) unit jack-up rig yang saat
ini beroperasi di Total E&P Indonesia.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 7
Perusahaan dan anak perusahaan senantiasa dan terus berkomitmen untuk
memberikan pelayanan yang terbaik kepada seluruh pelanggan. Komitmen
menuju kualitas dan kesempurnaan dalam layanan tersebut didukung dengan telah
diperolehnya ISO 9001 : 2000 pada tahun 2002.
2.2 Filosofi, Visi, dan Misi PT. Radiant Utama Interinsco Tbk
1. Filosofi Radiant Utama Interinsco :
"Karyawan Adalah Aset Terpenting Bagi Perusahaan"
2. Visi Radiant Utama Interinsco :
Menjadi mitra usaha yang terbaik pada sektor energi di Indonesia
3. Misi Radiant Utama Interinsco :
1. Melayani kebutuhan pengguna jasa dengan komitmen kualitas
terbaik.
2. Menggunakan metoda kerja dan teknologi terbaik yang
memperhatikan keselamatan dan lingkungan.
3. Memperkerjakan dan memotivasi karyawan untuk menghasilkan
yang terbaik bagi perusahaan.
4. Menghasilkan ROE dan pertumbuhan laba yang terbaik.
2.3 Arahan Kerja
Dalam melaksanakan proses kerjanya suatu perusahaan tentu mempunyai
tujuan dan sasaran, begitu juga dengan PT. Radiant Utama Interinsco Tbk yang
mempunyai arah kerja sebagai berikut :
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 8
1. Memberikan jasa teknik berupa jasa penunjang bagi industri minyak dan
gas bumi, perdagangan dan sertifikasi mutu dari hulu sampai ke hilir
dalam industri migas.
2. Untuk menangani jasa inspeksi material di bidang industri dengan
metoda OCTG dan NDT.
3. Mulai memberikan jasa penyediaan Operation Support Services di
bidang migas dan jasa kegiatan migas lepas pantai.
2.4 Ruang Lingkup
PT. Radiant Utama Interinsco Tbk merupakan perusahaan yang bergerak
dalam bidang perdagangan dan jasa inspeksi. PT. Radiant Utama Interinsco Tbk
yang pusatnya terletak di Jakarta memiliki anak perusahaan yaitu PT Supraco
Indonesia dan PT Radiant Tunas Interinsco yang terletak di Jakarta. PT Supraco
Indonesia bergerak di bidang jasa penyedia alat-alat eksplorasi sedangkan PT
Radiant Tunas Interinsco bergerak di bidang pembangunan, perdagangan,
pertambangan, pengangkutan darat, perbengkelan, dan jasa. Ruang lingkup kerja
PT. Radiant Utama Interinsco Tbk antara lain ;
1. Jasa teknik instalasi dan rekayasa bidang minyak, minyak bumi, dan energi.
2. Jasa sertifikasi mutu.
3. Jasa survey bidang minyak, gas bumi, dan energi.
4. Perdagangan besar peralatan dan material bidang gas dan minyak bumi.
5. Jasa penyewaan peralatan pertambangan minyak dan gas bumi.
6. Jasa perbaikan dan perawatan instalasi pertambangan minyak dan gas bumi.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 9
Gambar 2.1 adalah foto gedung PT. Radiant Utama Interinsco Tbk Pusat
Gambar 2.1 Gedung PT. Radiant Utama Interinsco Tbk
PT. Radiant Utama Interinsco Tbk memiliki dua departemen dalam
memberikan jasa pengujian kepastian mutu atau kondisi suatu peralatan, yaitu
Non Destructive Test (NDT) dan Oil Country Tubular Goods (OCTG). NDT
merupakan jasa pengujian kepastian mutu maupun kondisi suatu peralatan atau
material baik baru maupun terpakai tanpa harus membongkar atau menghentikan
pemakaian peralatan yang diuji sedangkan OCTG merupakan pengujian
kepastian mutu atau kondisi suatu peralatan yang dikhususkan bagi pipa bawah
tanah (underground pipe). Pengujian ini terutama diperlukan sebagai data
penunjang dalam mengevaluasi kondisi suatu alat atau material. Adapuun cara dan
tipe pengujian ini antara lain :
1. Radiographic Test (RT)
2. Ultrasonic Test (UT)
3. Magnetic Particle Test (MT)
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 10
4. Liquid Penetrant Testing (PT)
5. Laser Optic Tube Inspection System (LOTIS)
6. Leak Testing (LT)
7. Thermal Infrared (TIR)
8. Holiday Detector
PT. Radiant Utama Interinsco Tbk memberikan jasa pemeriksaan dalam
rangka mencegah terjadinya kebocoran yang mengakibatkan blow out pada
sumur. Adapun cara, tipe dan jenis pekerjaannya antara lain :
1. Intelegence Pig
2. Electromagnetic Inspection
3. Threading Surveilance
4. API Thread Gauging
5. Visual Thread Inspection
6. Wall thickness spot check
Untuk memenuhi permintaan akan jasa inspeksi, PT. Radiant Utama
Interinsco Tbk memiliki sejumlah kantor cabang yang tersebar di beberapa kota di
Indonesia.
Tabel berikut adalah alamat kantor cabang PT. Radiant Utama Interinsco Tbk
No Cabang Alamat Kepala cabang
1 BALIKPAPAN JL.Mekar Sari No.
14,Gunung Sari Ilir
Balikpapan, Kalimantan
Timur
Telp: (0542) 426406 -
7020012
Fax : (0542) 732548
HP. 0812-5424191
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 11
Kepala Cabang. Sartono
Email : rui-bpp@radiant-
utama.com
2 BATAM
Ruko Travalgar No. 29
Taman Duta Mas –
Batam Center
Telp. : (0778) 467362
Fax : (0778) 461494
Email : rui-
batam@radiant-
utama.com
Rommel C. Virly
0811-702158
Amier Hussin
0811-698621
Nuzirman
0811-894-7337
3 BONTANG
Jl. Beringin I No. 21
Bontang, Kalimantan
Timur
Kepala Cabang :Martinus
Telp. : (0548) 21721 Fax
: (0548) 21721
HP. 0811-587655
4 CILEGON
Jl. R.Sastradikarta No.19
Desa Masigit, Cilegon,
Banten
Kepala Cabang: Agus I
Darmawan
Phone.0254-392061
Fax.0254-392061
HP. 0813-1938 5227
5 CIREBON Gg Bantaran No 49 Rt 04
Rw 02 Desa Jatimulya,
Cirebon Utara, Jawa
Phone.0231-221014,
Fax.0231-221014
HP.0811-244106
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 12
Barat
Kepala Cabang : H. Edi
Sudardjo
6 CILACAP
Jl. Abiyasa No. 16
Cilacap
Kepala Cabang.: Anjas
Sulistyaningrum
Phone. 0282 – 547262,
Fax : 0282 - 547262
HP. 0815-6972281
7 DURI
Jl. Raya Duri – Dumai
Km. 12 Duri, Riau
Kepala Cabang: Erwin
Yulial
Email : rui-duri@radiant-
utama.com
Telp.: (0765) 560113/
560028
Fax :(0765) 560976
HP. 0812-7550109
8 PALEMBANG
JL. Bank Raya I No. 06
RT/RW. 051/015
Kelurahan Lorok Pakjo
30137 – Palembang
Email : rui-
palembang@radiant-
utama.com
Kepala Cabang :Pratikto
Telp.: (0711) 313011/
Flexi : 0711-7073302
Fax :(0711) 313011
HP. 0811-783575
9 SURABAYA Jl Ikan Mungsing VII No
49, RT 10 RW 04, Perak
Phone 031-3530423 Fax.
031-3539220
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 13
Barat, Surabaya
Kepala Cabang: Jarot
Setianto
Email :
ruinco@indosat.net.id
HP. 0812-9031452
2.5 Manajemen PT. Radiant Utama Interinsco Tbk
Dengan komitmen penuh dari Dewan Komisaris, Direksi, dan seluruh
karyawan PT. Radiant Utama Interinsco Tbk, perusahaan bertekad untuk
melaksanakan standar tertinggi tata kelola perusahaan guna mengembangkan dan
meningkatkan nilai bagi para pemegang saham dan stakeholder lainnya dalam
jangka panjang.
2.5.1 Pedoman Tata Kelola Perusahaan
Untuk menerapkan tata kelola perusahaan secara baik Perusahaan merasa
perlu untuk membuat ”Buku Pedoman Tata Kelola Perusahaan”, yang memuat
peraturan-peraturan atau sistem yang dapat mengarahkan dan mengendalikan
perusahaan. Pedoman ini juga dimaksudkan untuk mengatur berbagai hal yang
terkait dengan prinsip-prinsip pelaksanaan tata kelola perusahaan yang baik, yang
mengacu pada pedoman Good Corporate Governance yang disusun oleh Komite
Nasional Kebijakan Corporate Governance dan sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Prinsip-prinsip yang tercakup di dalam tata kelola
perusahaan adalah keterbukaan, tanggung jawab, akuntabilitas, dan kesetaraan.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 14
2.5.2 Rapat Umum Pemegang Saham
Organ perseroan yang memegang kekuasaan tertinggi dalam perseroan
adalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Sesuai akte pendirian/anggaran
dasar perseroan, RUPS tahunan dilaksanakan sekali dalam setahun sebagai sarana
pertanggung jawaban terhadap pengelolaan dan kinerja perseroan oleh Komisaris
dan Direksi khususnya mengenai laporan tahunan. Disamping RUPS tahunan,
perseroan dapat menyelenggarakan RUPS luar biasa kapanpun jika diperlukan
seperti pembahasan tentang perubahan anggaran dasar perseroan.
2.5.3 Komisaris
Komisaris perseroan terdiri dari tiga orang anggota, yaitu Komisaris
Utama, satu Komisaris Independen, dan satu orang anggota komisaris lainnya.
Komisaris Independen adalah seorang Komisaris yang tidak terafiliasi dengan
pemegang saham pengendali, Komisaris lainnya, dan Direksi. Jumlah anggota
Komisaris Independen telah memenuhi peraturan perundang-undangan yang
berlaku yakni sekurang-kurangnya 30% dari jumlah keseluruhan Komisaris.
Komisaris diharuskan untuk bersikap dan bertindak secara independen, serta
menghindari konflik kepentingan yang dapat mengurangi obyektivitasnya dalam
bekerja.
2.5.4 Komite Audit
Komite Audit dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Dewan Komisaris
no. 001/kep.kom/X/2006 tanggal 31 Oktober 2006. Komite Audit terdiri atas tiga
orang anggota yang berkompeten dalam bidang keuangan/ akuntansi dan
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 15
memahami operasi perseroan. Salah satu anggota Komite Audit bertindak sebagai
ketua, yang berasal dari seorang Komisaris Independen. Tanggung jawab Komite
Audit adalah melakukan pengawasan dan penilaian atas laporan keuangan,
pengendalian internal dan proses audit. Komite Audit menyelenggarakan
pertemuan sekurang-kurangnya satu kali dalam sebulan.
Tugas Komite Audit difokuskan untuk membantu Komisaris dalam rangka
memastikan bahwa tata kelola perusahaan dijalankan dengan baik oleh perseroan.
Tugas Komite Audit secara rinci tercantum dalam Pedoman Kerja Komite Audit
(Audit Committee Charter) yang antara lain :
1. Melakukan tinjauan atas rencana audit oleh internal audit atau akuntan
publik termasuk merekomendasikan pemilihan akuntan publik.
2. Melakukan tinjauan semua laporan internal audit dan akuntan publik.
3. Melakukan tinjauan atas pengendalian internal dan penerapan kebijakan
manajemen risiko.
4. Melakukan tinjauan atas penerapan tata kelola perusahaan, kode etik
perseroan berikut pedoman perilakunya.
5. Melakukan tinjauan dan memberikan persetujuan atas laporan keuangan
perseroan, termasuk memberikan masukan atas kualitas penyajian laporan
keuangan untuk memenuhi ketentuan yang berlaku.
2.5.5 Direksi
Direksi Perseroan terdiri dari 4 (empat) orang anggota, yaitu Direktur
Utama dan 3 (tiga) orang Direktur. Salah satu Direktur adalah sebagai Direktur
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 16
yang tidak terafiliasi dengan pemegang saham pengendali, Komisaris, dan Direksi
lainnya. Jumlah anggota Direktur tidak terafiliasi telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yakni sekurang-kurangnya 30% dari jumlah
keseluruhan direksi.
Direksi bertanggung jawab atas penerapan tata kelola perusahaan dan
kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, penetapan dan
pelaksanaan sistem pengendalian internal, pengelolaan risiko, pelaksanaan
aktivitas audit internal, peningkatan kompetensi personil, serta pelaporan kinerja
perseroan pada laporan tahunan dalam RUPS.
Direksi dipilih dalam RUPS untuk masa jabatan 3 (tiga) tahun, namun
Direksi dapat diberhentikan sebelum masa jabatannya berakhir melalui keputusan
RUPS yang berkaitan dengan hasil tinjauan atas kinerja Direksi setiap tahun.
Pencalonan Direksi diusulkan oleh Komisaris kepada para pemegang
saham dalam RUPS, begitu juga evaluasi atas kinerja Direksi dilakukan oleh
Komisaris pada pertemuan bulanan antara Komisaris dan Direksi. Sedangkan
Direksi dapat menyelenggarakan rapat sekurang-kurangnya sebulan sekali.
2.5.6 Laporan Tahunan
Direksi mempunyai tanggung jawab dan akuntabilitas terhadap posisi
keuangan dan hasil usaha perseroan berikut prospek usahanya. Untuk itu Direksi
telah melakukan penelaahan pada Laporan Tahunan perseroan, yang antara lain
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 17
dalam bentuk Management Discussion and Analysis, Operational and Financial
Performance dan sebagainya.
2.5.7 Sistem Pengendalian Internal
Direksi bertanggung jawab untuk menerapkan, meningkatkan dan
memelihara sistem pengendalian internal secara memadai dan efektif, dalam
rangka melindungi kepentingan para pemegang saham dan para stakeholder
lainnya. Sistem pengendalian internal perseroan dimaksudkan untuk memastikan
apakah operasi perseroan berjalan efektif dan efisien, kehandalan laporan
keuangan perseroan, adanya kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan
yang berlaku, adanya perlindungan terhadap aktiva perseroan yang memadai.
Komponen-komponen sistem pengendalian internal meliputi:
1. Lingkungan pengendalian
Perseroan perlu mengembangkan budaya perusahaan dalam suasana yang
kondusif antara lain menyangkut penerapan kode etik perseroan berikut
pedoman perilakunya, peraturan-peraturan perseroan lainnya yang berkaitan
dengan praktek usaha, konflik kepentingan, serta adanya pemisahan tugas
dalam suatu proses bisnis.
2. Penilaian Resiko
Perseroan perlu melakukan penilaian risiko atas aktivitas-aktivitas yang
berkaitan dengan proses manajemen risiko, termasuk menilai efektivitas
penerapan manajemen risiko perseroan. Penilaian ini dilakukan perseroan
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 18
guna meningkatkan kehandalan manajemen risiko perseroan sesuai dengan
prinsip-prinsip tata kelola perusahaan yang baik.
3. Informasi dan Komunikasi
Perseroan perlu mengkomunikasikan informasi kepada para stakeholder,
termasuk kepada manajemen dan karyawan perseroan agar mereka bisa
melakukan aktivitasnya dengan penuh tanggung jawab. Manajemen
perseroan harus mengendalikan usahanya melalui informasi yang diperoleh,
misalnya yang berkaitan dengan kegiatan operasi, laporan keuangan, serta
aktivitas kepatuhan perseroan terhadap peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
4. Pemantauan
Sistem pengendalian internal perseroan kiranya perlu dimonitor dan diaudit
secara periodik untuk menilai mutu kinerja sistem tersebut, efektivitas dan
kecukupannya.
2.5.8 Sekretaris Perusahaan
Perusahaan telah memiliki Sekretaris Perusahaan sebelum melakukan
Penawaran Umum. Saat itu, Sekretaris Perusahaan lebih banyak melakukan
kegiatan-kegiatan internal seperti mengkoordinasikan Rapat Direksi dan
Komisaris. Sejak menjadi perusahaan publik pada tanggal 12 Juli 2006, ruang
lingkup pekerjaan Sekretaris Perusahaan bertambah sehingga mencakup hal-hal
sebagai berikut :
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 19
1. Mengkoordinasikan rapat-rapat Dewan Komisaris dan Direksi;
2. Menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham;
3. Mengadministrasikan dokumen-dokumen perusahaan;
4. Memantau Daftar Pemegang Saham;
5. Menjadi media antara Perusahaan dengan otoritas pasar modal
seperti Bursa Efek Jakarta, Bapepam;
6. Menjalin hubungan yang baik dengan pemegang saham, media
massa, analis pasar modal dan pihak-pihak ekternal lainnya;
7. Menjamin pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang baik; dan
8. Mencari alternatif pendanaan dari pasar modal untuk menunjang
kegiatan operasional Perusahaan
Sehubungan dengan bertambahnya dan luasnya ruang lingkup pekerjaan
yang harus dijalani, Sekretaris Perusahaan saat ini di bantu beberapa staf sebagai
berikut :
1. Investor Relation, yang bertugas menjalin dan memelihara hubingan
yang baik dengan pemegang saham, otoritas pasar modal dan
praktisi-praktisi pasar modal.
2. Media Relation, yang bertugas menjalin dan memelihara hubungan
yang baik dengan media massa.
Sejak terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Sekretaris Perusahaan dan Investor
Relation telah beberapa kali menerima investor dan analis dari sekuritas lokal
maupun asing yang melakukan kunjungan ke Perusahaan. Beberapa sekuritas
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 20
telah menulis laporan tentang perusahaan dan memberikan rekomendasi kepada
nasabah-nasabahnya. Perusahaan yakin, dengan adanya Sekretaris Perusahaan,
investor dan pihak-pihak yang berkepentingan akan mendapat informasi yang
transparan, akurat dan tepat waktu.
Gambar 2.2 adalah struktur organisasi PT. Radiant Utama Interinsco Tbk.
Gambar 2.2 Flowcart struktur organisasi PT. Radiant Utama Interinsco Tbk
Gambar 2.3 merupakan struktur organisasi PT. Radiant Utama Interinsco Tbk
cabang Cilegon.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 21
Gambar 2.3 Flowcart struktur organisasi PT. Radiant Utama Interinsco Tbk
cabang Cilegon
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
Administration
SekretariatQshe
Operating Support
Marketing and Development
Operation
IT
Human Resource
Accounting
Finance
General Affair
Purchasing
Inventory
Asset
OCTG Supervisor
NDT/SID Supervisor
Branch Manager
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 22
BAB III
RADIOGRAFI SINAR GAMMA
3.1. Pendahuluan
Radiologi adalah istilah umum untuk pemeriksaan material yang
didasarkan pada perbedaan penyerapan radiasi oleh benda uji yang diperiksa.
Radiografi adalah metode radiologi khusus yang menggunakan film atau kertas
sebagai media perekam. Dalam perkembangannya, istilah radiografi juga
digunakan untuk metode radiologi yang menggunakan media perekam selain film
atau kertas.
Radiografi film atau kertas merupakan sebuah gambar laten dua dimensi
dari radiasi terproyeksi yang dihasilkan pada film atau kertas ketika terpapari oleh
radiasi tak terserap yang menembus benda uji. Gambar laten tersebut akan
menjadi gambar tampak yang dapat diamati bila film atau kertas yang telah
terpapari diproses (dikembangkan) lebih lanjut.
Film hasil radiografi (radiograf) dapat diterima sebagai alat uji tak rusak
apabila telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan, antara lain memiliki
kualitas yang baik dan bebas dari cacat film. Untuk itu perlu diketahui jenis-jenis
film berdasarkan karakteristiknya, dan cara pemrosesan film secara benar agar
diperoleh film yang bebas dari artifact (cacat film).
3.2. Sumber Sinar Gamma
Radioisotop dapat memancarkan sinar – sinar korpuskular (alpha dan
betha) dan bisa juga sinar elektro magnetik seperti sinar gamma yang berasal dari
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 23
beberapa radioisotop mempunyai daya tembus yang besar, sehingga sangat cocok
untuk radiografi specimen yang tebal atau specimen yang mempunyai densitas
yang tinggi. Radioisotop yang digunakan sebagai sumber sinar gamma untuk
radiografi dapat berasal dari beberapa proses kejadian, antara lain :
1. Radioisotop Alam
Radium merupakan isotop alam yang secara umum banyak digunakan
untuk radiografi sinar gamma. Radium memiliki waktu paroh yang sangat
panjang yaitu 1600 tahun dengan energi 0,6 ; 1,12 dan 1,76 MeV. Sumber
ini dapat digunakan untuk radiografi baja dengan rentang ketebalan 5
sampai 15 cm. Akan tetapi setelah ditemukan radioisotop buatan yang
dibuat dengan biaya yang tidak terlalu mahal, maka radium sudah tidak
dipergunakan lagi secara luas.
2. Radioisotop Buatan
Cobalt-60 merupakan radioisotop buatan yang dibuat berdasarkan reaksi
inti antara nuklida yang tidak radioaktif dengan neutron (di dalam reaktor
nuklir) atau berdasarkan reaksi inti antara nuklida yang tidak radioaktif
dengan partikel cepat (di dalam alat-alat pemercepat partikel, misalnya
akselerator atau siklotron). Radioisotop lainnya yang umum dipakai dalam
radiografi industri adalah Ir-192 yang mempunyai waktu paroh 74 hari,
aktifitas 450 Ci per gram, dan energi 0,31 ; 0,47 ; dan 0,64 MeV. Selain itu
ada juga Se-75 yang mempunyai waktu paroh 118,5 hari, dengan energi
0,066 dan 0,401 MeV.
Aktifitas dari suatu sumber sinar gamma merupakan kekuatan efektif
sumber yang menentukan lamanya waktu penyinaran yang diperlukan dalam
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 24
radiografi. Aktifitas dinyatakan dalam satuan Curie (Ci) atau Bequerel (Bq)
dimana 1 Curie = 3,7x1010 Becquerel = 3,7 x 1010 dps.
Radioisotop sinar gamma memancarkan radiasi sepanjang waktu dan ke
segala arah, sehingga bila digunakan secara langsung sangatlah tidak aman. Untuk
itu maka diperlukan suatu kontainer yang didesain khusus sebagai tempat
penyimpanan radioisotop pada saat tidak digunakan, kontainer tersebut dinamakan
dengan gamma projector atau kamera gamma radiografi. Beberapa material yang
sering digunakan sebagai penahan adalah Timah hitam (Lead) dan Uranium susut
kadar (Depleted Uranium).
Kamera gamma radiografi biasanya tersedia dalam beberapa model
tergantung dengan keperluan penggunaan. Namun, model yang paling sering
digunakan adalah kamera gamma radiografi model remote control. Bila dilihat
dari posisi sumber radioisotop di dalam kamera, maka kamera gamma radiografi
remote control dibedakan atas dua macam yaitu :
1. Kamera gamma radiografi remote control dengan shutter (gambar 3.1)
2. Kamera gamma radiografi remote control tanpa shutter (gambar 3.2)
Gambar 3.1 : Kamera gamma radiografi remote control dengan shutter
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 25
Gambar 3.2 : Kamera gamma radiografi remote control tanpa shutter
Bila dilihat dari sistim peralatan yang digunakan untuk menggerakkan
sumber radioisotop dari dalam kamera ke posisi penyinaran, jenis kamera dapat
dibedakan menjadi dua tipe :
1. Type Clutch wire cable
Kamera ini menggunakan kabel pengarah (guide tube) dan kabel krank
yang digunakan untuk mendorong sumber ke posisi eksposure dengan cara
memutar krank.
2. Type pneumatic
Kamera ini menggunakan system pneumatic (tekanan udara) untuk
mengeluaekan sumber radioisotope dari dalam kamera ke posisi
penyinaran.
3.3. Radiografi dengan Film
Sebuah pelat yang ketebalannya merata, berisi cacat internal yang
karakteristik penyerapannya berbeda dari materi sekitarnya, sehingga cacat dan
materi sekitarnya menyerap jumlah radiasi yang berbeda. Hal tersebut
menghasilkan perbedaan intensitas radiasi yang mengenai media perekam,
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 26
sehingga gambar atau bayangan cacat dapat terlihat pada media perekam. Salah
satu media perekam yang digunakan pada radiografi industri adalah film
radiografi, seperti ditunjukkan pada gambar 3.3. berikut.
Gambar 3.3 : Film hasil Radiografi
3.3.1. Komposisi Film Radiografi
Film Radiografi (Gambar 3.4.) pada umumnya terbuat dari beberapa
bahan, antara lain :
1. Bahan Dasar (Base)
Base dibuat dari selulosa yang bersifat transparan (bening), yang
permukaannya dilapisi oleh emulsi. Berfungsi sebagai struktur untuk
mempertahankan bentuk dan ukuran selama pemakaian dan pemrosesan
(dimentional stability) agar tidak terjadi distorsi gambar.
Lapisan pelindung
Gambar 3.4 : Komposisi Film Radiografi
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 27
2. Lapisan Perekat
Lapisan perekat berfungsi agar emulsi dapat menempel secara merata pada
bahan dasar.
3. Emulsi
Emulsi merupakan inti dari film radiografi, yang merupakan tempat
terjadinya interaksi antara bahan radioaktif film dengan radiasi pengion
atau cahaya tampak. Emulsi terdiri dari campuran homogen antara gelatin
dan Kristal perak halida. Gelatin dibuat dari bahan bening yang berpori,
sehingga bahan kimia dapat menembus ke dalam Kristal perak halida
selama pemrosesan. Fungsi gelatin untuk menjaga agar Kristal perak
halida dapat tersebar secara merata pada bahan dasar film. Kristal perak
halida adalah bahan aktif emulsi film yang umumnya terdiri dari perak
bromida (AgBr) dan perak Iodida (AgI). Selain bahan tersebut juga
terdapat Kristal AgS (perak sulfida) yang disebut sensitivity speck.
Interaksi radiasi sinar-X/gamma atau cahaya tampak dengan bahan yang
relatif bernomor atom tinggi inilah yang menghasilkan pembentukan
gambar pada film hasil radiografi.
4. Lapisan pelindung
Lapisan pelindung terbuat dari bahan gelatin, berfungsi untuk melindungi
emulsi dari goresan, tekanan selama pemrosesan.
3.3.2. Prinsip Pembentukan Bayangan pada film
Proses terjadinya bayangan dapat dijelaskan sebagai berikut. Dalam
Kristal perak halida, perak adalah ion positif sedangkan halida (Br dan I) adalah
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 28
ion negatif. Ion bromida akan melepaskan elektron jika berinteraksi dengan
radiasi yang mempunyai energi cukup tinggi. Elektron yang lepas akan bergerak
bebas di dalam kristal dengan jarak yang relatif jauh, dan akan terperangkap jika
menjumpai sensitivity speck. Sedangkan ion bromida yang telah kehilangan
elektron berubah menjadi gas dan diserap oleh gelatin.
Sensitivity speck menangkap elektron dan menjadi bermuatan negatif
sehingga dapat menarik ion perak. Di dalam sensitivity speck tersebut, ion perak
dinetralkan menjadi sebuah atom perak. Prosesnya dapat ditulis sebagai berikut :
Br- + Foton Br + e-
e- + Ag+ Ag
Satu atom perak yang dihasilkan akan bertindak sebagai penangkap
elektron berikutnya. Atom perak itu berubah menjadi ion perak yang bermuatan
negatif, sehingga menyebabkan ion perak yang lain (yang bermuatan posistif)
bergerak ke arahnya dari kedua ion perak ini menjadi dua atom perak. Proses ini
terjadi secara terus menerus sehingga terjadi pertumbuhan atom perak pada
tempat tersebut dan membentuk kelompok kecil. Kelompok kecil atom perak ini
disebut pusat gambar laten.
Sedikitnya dua atom perak harus ada pada pusat gambar laten agar dapat
terkembang oleh larutan developer dan menjadikan film kelihatan hitam. Semakin
banyak atom perak dalam pusat gambar laten maka film akan tampak menjadi
lebih hitam.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 29
3.3.3. Jenis dan Klasifikasi Film Radiografi
Film radiografi umumnya dibagi menjadi dua yaitu film jenis screen dan
film langsung. Film jenis screen yaitu film yang dalam penggunaannya
memerlukan screen pengintensif fluorosen. Film langsung, yaitu film yang dalam
penggunaannya tidak memerlukan screen atau untuk penyinaran menggunakan
screen Pb. Berdasarakan karakteristik serapan cahaya, film dibedakan atas blue
sensitive film yang peka terhadap cahaya ultraviolet dan biru, serta green
sensitive film yang peka terhadap cahaya ultraviolet, biru, dan hijau.
Film radiografi diklasifikasikan dengan cara mengkombinasikan faktor-
faktor karakteristik film yaitu kecepatan, kontras dan graininess. Kecepatan
merupakan kemampuan film untuk mencapai densitas (tingkat kehitaman)
tertentu dalam waktu tertentu pula. Suatu film dikatakan mempunyai kecepatan
lebih tinggi dibandingkan film lain apabila film tersebut memiliki densitas yang
lebih tinggi ketika menerima paparan dengan jumlah yang sama. Kontras
merupakan kemampuan film untuk mendetaksi dan merekam perbedaan paparan
radiasi sebagai perbedaan densitas. Sedangkan graininess adalah kesan yang
tampak dari ketidakrataan densitas pada film hasil radiografi.
American Society of Testing Material (ASTM), mengklasifikasikan film
atas kelas spesial, I, II, III, W-A, W-B, W-C, dimana setiap kelas memiliki
karakteristik seperti pada tabel 3.1. Klasifikasi film berguna untuk
membandingkan kesetaraan beberapa produk film, sebagai contoh film AGFA D4
setara dengan film KODAK M, karena keduanya memiliki klasifikasi kelas 1
ASTM.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 30
Tabel 3.1. Klasifikasi film menurut standar ASME V Tahun 2004 (ASTM)
Kelas Kecepatan Kontras GraininessSpesial
I Rendah Sangat Tinggi Sangat RendahII Sedang Tinggi Rendah
III Tinggi Sedang Tinggi
W-A Film latitude lebar dengan kualitas yang sama atau lebih baik dari film kelas IIIW-B
W-CFilm latitude lebar dengan kualitas yang lebih rendah dari film kelas III
Setiap pabrik menentukan klasifikasi film yang dibuatnya, misalnya pabrik
film AGFA menentukan kelas filmnya seperti ditunjukkan dalam tabel 3.2.
sedangkan untuk pabrik film lainnya mengklasifikasikan film yang dibuatnya
seperti yang ditunjukkan dalam tabel 3.3, 3.4, dan 3.5
Tabel 3.2 : Film AGFA GEVAERT
Jenis Film
Faktor Paparan RelatifKelas ISO
Kelas DIN
Kelas ASTM100
kV200 kV
Ir-192
Co-60
LINAC/8 MeV
D2 10,6 8,7 9,0 10,0 10,0 GI G1 SpesialD3 sc 10,6 8,7 - - - GI G1 I
D3 4,1 4,2 5,0 5,1 5,1 GI G1 ID4 3,1 2,6 3,0 3,1 3,1 GI G2 ID5 1,8 1,6 1,5 1,5 1,5 GII G2 ID7 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0 GIII G3 IID8 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 GIII G4 II
D6R 2,0 1,7 1,7 1,7 1,3 GIII - II
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 31
Tabel 3.3 : Jenis Film KODAK ( UK )
Film Screen
Faktor Paparan (relatif terhadap film AX) Klasifikasi
50-150 kV
150 Kv-Ir-192
Co-60 & Sumber energi tinggi
ASTM Standard Inggris
Industre x MX Dengan
atau tanpa screen timbal
220 230 400 ISangat halus kontras tinggi
AX 100 100 100 II Butiran halus kontras tinggi
CX 70 65 60 III Butiran halus kontras tinggi
Film kodak tanpa screen - - 3 -
Kodak omat film
Salt screen
- - - -
Tabel 3.4 : Jenis Film FUJI
Film screen
Kecepatan relatif (type no.100 sebagai standar) Kelas
X-Ray Co-60
X-Ray dengan
ASTMScreen metal fluoresen (smp 308)
Screen fluoresen
(kz-s-f)#50
Dengan atau tanpa
screen
25 25 - - I#80 5 50 25 - I
#100 100 100 100 100 II#150 180 180 - - III
#400 Screen fluoresen 1000 1000 -
Tabel 3.5 : Jenis Film KODAK (AMERIKA)
Film Screen Faktor kecepatan (relatif trhadap film AA) Klasifikasi ASTM100 kV 200 kV Ir - 192 Co - 60
Industrex R(Single Coat)
Tanpa atau
dengan screen Timbal
14 13 12 10 I
Industrex R(Double Coat
16 15 14 12 I
Industrex M 50 45 35 30 IIndustrex
TMX60 60 55 50 I
Industrex T 80 70 65 55 IIndustrex AX 100 100 100 100 IIIndustrex AA 100 100 100 100 IIFilm Kodak tanpa screen IIIKodak Blue Brand Film
Salt Screen
- - - - -
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 32
3.4. Pengelolaan Film
Pengelolaan film harus dilakukan di tempat yang gelap (ruang gelap) dan
cahayanya bisa dikendalikan. Cahaya yang terlalu terang dan langsung mngenai
film akan membuat film rusak sehingga tidak dapat dibaca. Kegiatan-kegiatan
yang harus dilakukan di ruang gelap ini antara lain memasukkan film ke kaset
(loading), mengeluarkan film dari kaset (unloading) dan pemrosesan film yang
meliputi Developing, Stoping, Fixing, Washing.
Pengembangan (Developing)
Ketika film dimasukkan ke dalam larutan developer, maka kristal film
yang tersinari radiasi (mengandung gambar laten) dikembangkan menjadi
bayangan hitam yang nyata, sedangkan bagian film yang tidak tersinari tidak
dikembangkan dan berwarna kuning susu. Perubahan tersebut merupakan hasil
proses kimia. Temperatur yang ideal untuk kondisi film dan larutan adalah 68oF
atau 20oC dengan waktu pengembangan antara 5 sampai 8 menit. Selama proses
film yang dicelupkan dan ditempatkan pada hanger harus digoyang-goyang
(agitasi) agar pengembangan bisa merata ke seluruh permukaan film.
Stoping
Stop bath berfungsi untuk memberhentikan aksi pengembangan dengan
cara menetralisir sisa larutan developer pada emulsi dengan larutan asam lemah
atau membilas film dengan air yang mengalir. Jika film langsung dimasukkan ke
dalam larutan fixer tanpa dinetralisir terlebih dahulu, sisa larutan developer yang
bersifat basa akan menetralkan larutan fixer yang asam sehingga fixer akan cepat
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 33
melemah. Waktu yang baik adalah 30-60 detik pada temperatur 65oF sampai
dengan 70oF dengan diagitasi perlahan. Bila air yang digunakan sebagai stop bath
maka waktu poembilasan adalah 2 menit.
Fixing
Fixer berfungsi menghilangkan semua butir perak bromida tak tersinari
dan menyisakan kristal perak yang dikembangkan developer menjadi gambar
yang permanen. Disamping itu, fixer juga menguatkan gelatin sehingga film tahan
terhadap udara panas saat dikeringkan dan tidak mudah tergores. Idealnya Fixing
dilakukan selama kurang lebih 2 menit. Suhu larutan fixer tidak boleh berbeda
melebihi ±3oC (± 5oF) dari suhu developer.
Washing
Fungsi mencuci adalah untuk membersihkan emulsi film dari sisa fixer.
Pencucian yang kurang bersih akan menyebabkan film kurang tahan dalam
penyimpanan, karena terjadinya perubahan warna gambar atau pudar dan juga
terjadinya bercak-bercak berwarna kecoklatan. Waktu pencucian berkisar antara
30 menit pada suhu air pencucian 60oF sampai 80oF dengan laju aliran air 4 tangki
setiap jam.
3.5. Teknik Penyinaran
3.5.1. Teknik Penyinaran menurut geometri benda uji
Geometri merupakan susunan antara sumber radiasi, benda uji, dan film.
Dalam tehnik penyinaran susunan ketiganya menjadi salah satu faktor yang
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 34
menentukan kualitas film hasil radiografi. Pembahasan difokuskan untuk benda
uji bentuk las longitudinal dan circumferential (melingkar).
A. Las Longitudinal
Las longitudinal merupakan bentuk las yang mendatar. Bentuk las tersebut
bisa berada pada benda bentuk plat atau turbular. Pengujian sambungan las
longitudinal pada benda uji turbular, misal pada bejana tekan atau pipa,
penyinaran dapat dilakukan dengan beberapa posisi antara lain :
a. Film di luar pipa dan sumber radiasi di dalam pipa
b. Film di dalam pipa dan sumber radiasi di luar pipa
c. Film dan sumber radiasi diletakkan di luar pipa.
Ketiga jenis posisi tersebut ditunjukkan pada gambar 3.5.a, b, dan c.
Dalam setiap kali penyinaran dapat digunakan satu atau beberapa film,
tergantung pada panjang daerah pemeriksaan (diagnostik) yang diijinkan.
Gambar 3.5.a : Film di luar pipa dan sumber radiasi di dalam pipa
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 35
Gambar 3.5.b : Film di dalam pipa dan sumber radiasi di luar pipa
Gambar 3.5.c : Film dan sumber radiasi diletakkan di luar pipa.
B. Las Circumferential
Las circum ferential biasanya terdapat pada benda uji bentuk turbular atau
spherical (bola). Tehnik penyinaran pada las circumferential ini dibagi atas :
a. Teknik Dinding Tunggal Gambar Tunggal atau Single Wall Single Image
(SWSI)
b. Teknik Dinding Ganda Gambar Tunggal atau Double Wall Single Image
(DWSI)
c. Teknik Dinding Ganda Gambar Ganda atau Double Wall Double Image
(DWDI)
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 36
a. Teknik Dinding Tunggal Gambar Tunggal atau Single Wall Single
Image (SWSI)
Teknik penyinaran dengan melewatkan radiasi pada suatu dinding las
benda uji dan pada film tergambar satu bagian dinding las untuk
diinterpretasi. Teknik SWSI meliputi :
1. Teknik Sumber di Dalam (internal source tehnique)
Teknik ini dapat dilakukan dengan meletakkan sumber radiasi di dalam
benda uji dan film di luar benda uji, seperti ditunjukkan pada gambar 3.6.
Gambar 3.6 : Internal Source Tehnique
2. Teknik Film di Dalam (internal film tehnique)
Film di dalam benda uji dan sumber radiasi di luar benda uji (gambar
3.7.) Biasanya teknik ini dilakukan ketika benda uji cukup besar dimana
diameter dalam benda uji minimal sama dengan SFD minimal dan ada
akses masuk ke dalam pipa.
Gambar 3.7 : Internal Film Tehnique
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 37
3. Teknik Panoramik
Teknik ini dilakukan dengan menempatkan sumber di sumbu benda uji
untuk mendapatkan film hasil radiografi sekeliling benda uji dengan
sekali penyinaran (gambar 3.8.)
Gambar 3.8 : Teknik Panoramik
b. Teknik Dinding Ganda Gambar Tunggal atau Double Wall Single Image
(DWSI)
Benda uji yang tidak dapat diradiografi dengan teknik penyinaran SWSI,
maka dapat digunakan teknik DWSI. Posisi sumber sedemikian rupa sehingga
radiasi melalui dua dinding las sedangkan pada film hanya tergambar satu
dinding las yang dekat dengan film untuk diinterpretasi. Teknik DWSI
meliputi :
1. Teknik Contact
Teknik ini dilakukan dengan melekatkan sumber ke permukaan lasan
benda uji (gambar 3.9). Diameter luar benda uji besarnya minimal sama
atau lebih besar dari SFD minimal untuk bisa dilakukan tehnik ini.
2. Teknik bukan Contact
Jika diameter benda uji besarnya lebih kecil dari SFD minimal maka
penempatan sumber dapat diletakkan agak jauh dari permukaan tetapi
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 38
diatur sedemikian rupa hingga dinding atas las tidak tergambar pada film
(gambar 3.10)
Gambar 3.9 : Teknik DWSI – Contact
Gambar 3.10 : Taknik DWSI – Bukan Contact
c. Tehnik Dinding Ganda Gambar Ganda atau Double Wall Double Image
(DWDI)
Benda uji dengan diameter luar yang kecil tidak mungkin diterapkan
teknik SWSI maupun DWSI. Beberapa standar merekomendasikan teknik
DWDI diterapkan pada benda uji yang berdiameter 3,5 inci atau kurang.
Teknik DWDI merupakan teknik penyinaran dengan posisi sumber radiasi
sedemikian rupa sehingga radiasi menembus kedua dinding benda uji dan
pada film tergambar kedua dinding las tersebut untuk diinterpretasi. Teknik
DWDI meliputi :
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 39
1. Teknik Elips
Teknik ini dilakukan dengan posisi sumber radiasi membentuk sudut
tertentu terhadap bidang normal las sehingga gambar kedua bagian
dinding benda uji berbentuk elips (gambar 3.11)
Gambar 3.11 : Teknik DWDI - Elips
2. Teknik Superimposed
Sebagai alternatif bila teknik elips tidak dapat diterapkan maka teknik
DWDI dilakukan dengan meletakkan sumber tegak lurus terhadap benda
uji sehingga gambar kedua dinding benda uji bertumpuk (gambar 3.12)
Gambar 3.12 : Teknik DWDI – Superimposed
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 40
3.5.2. Variabel tehnik Penyinaran
Penggunaan uji radiografi pada prakteknya harus mempertimbangkan
variabel yang berpengaruh pada pemilihan tehnik penyinaran. Variabel tersebut
meliputi ketidaktajaman geometri (Unsharpness Geometri – Ug), jarak minimal
sumber ke film (Minimal Source to Film Distance – SFD min), dan waktu
penyinaran.
A. Ketidaktajaman Geometri (Unsharpness geometric – Ug)
Ketidaktajaman geometri disebut juga penumbra merupakan penurunan
definisi, berupa bayangan berwarna abu-abu pada tepi gambar hasil radiografi.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi besarnya Ug, yaitu ukuran sumber radiasi,
jarak objek ke sumber radiasi dan jarak obyek ke film. Terjadinya Ug terlihat
seperti gambar 3.13. di bawah ini :
Gambar 3.13 : Geometri penyinaran yang menyebabkan Ug
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 41
Besarnya Ug secara matematis dapat dituliskan :
Ug = (3.1)
f : dimensi sumber radiasi
d : jarak film ke permukaan obyek yang menghadap sumber radiasi
D : jarak sumber radiasi ke permukaan obyek yang menghadap sumber
Pada set up penyinaran, biasanya film diletakkan melekat pada benda uji,
sehingga jarak film ke permukaan obyek yang menghadap sumber radiasi (d)
besarnya sama dengan tebal benda uji, persamaan dapat ditulis sebagai berikut :
Ug = (3.2)
SFD : jarak film ke sumber radiasi
Biasanya Ug maksimal yang diperbolehkan menurut ASME V Article 2 T-274.2
Geometric Unsharpness Limitations adalah 0,51 mm
B. Jarak minimal Sumber ke Film (Minimum Source to Film Distance - SFDmin)
Kualitas film hasil radiografi dapat dicapai antara lain dengan
memperkecil Ug guna memperbaiki definisi. Untuk itulah besarnya Ug dibetasi
dengan membatasi jarak sumber radiasi ke film (SFD min)
(3.3)
f : dimensi sumber atau focal spot
Ug maks : Ug maksimal yang diijinkan (dari standar yang diacu)
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 42
d : jarak film ke permukaan obyek yang menghadap sumber radiasi
Pada teknik penyinaran DWDI elips, posisi sumber radiasi membentuk sudut
tertentu terhadap bidang normal las sehingga dikenal adanya pergeseran (P) oleh
sumber radiasi dari bidang normal yang ditentukan dengan rumus sebagai berikut:
P = (1/5. SFD) + 2L (3.4)
P : pergeseran
L : lebar lasan
SFD : SFD normal
SFD elips ditentukan dengan menggunakan persamaan phytagoras sebagai
berikut:
SFD elips = (3.5)
C. Waktu Penyinaran
Lama waktu penyinaran sangat mempengaruhi tingkat kehitaman film
hasil radiografi. Adapun penentuan waktu penyinaran ditentukan dengan rumus
berikut :
t = (3.6)
SFD : jarak sumber radiasi ke obyek dalam penyinaran (=OD untuk
teknik DWSI contact, =SFD elips untuk teknik DWDI elips)
SFD kurva : jarak sumber radiasi ke obyek dalam kurva penyinaran
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 43
E : penyinaran / paparan (eksposure)
A : aktivitas sumber radiasi
Untuk bisa menentukan parameter-parameter waktu penyinaran terlebih
dahulu kita harus mengenal apa yang dimaksud dengan Kurva penyinaran sinar
gamma. Kurva penyinaran sinar gamma berisi satu garis atau beberapa garis lurus
yang mana setiap garis berhubungan dengan jenis film tertentu, densitas film
tertentu, jarak sumber ke film tertentu. Tebal material dinyatakan sebagai sumbu
X, dan paparan dalam satuan curie jam atau curie menit dinyatakan sebagai sumbu
Y. Gambar 3.14 menunjukkan sebuah kurva penyinaran untuk sumber radiasi Ir-
192
Cara penggunaan :
Masukkan nilai tebal material pada sumbu X, tarik garis ke arah vertikal
memotong garis kurva. Dari titik potong tarik garis ke kiri menuju sumbu Y. Titik
potong pada sumbu vertikal menyatakan besarnya paparan (curie menit).
Besarnya paparan juga dapat diperoleh dengan memasukkan nilai tebal material
ke dalam persamaan garis yang tersedia. Dari kurva tersebut kita dapatkan
beberapa parameter antara lain paparan (E) dan SFD grafik yang tertulis pada
keterangan kurva. Sedangkan aktivitas diperoleh dari perhitungan peluruhan
aktivitas sumber pada saat sumber digunakan.
A = Ao (3.7)
A : Aktivitas sumber saat digunakan
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 44
Ao : Aktivitas awal sumber
T1/2 : waktu paroh sumber
T : waktu peluruhan
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 45
Gambar 3.14 : kurva penyinaran untuk sumber radiasi Ir-192
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 46
Tebal material dalam penentuan waktu penyinaran dengan teknik DWDI
didasarkan pada tebal dua dinding benda uji ditambah dengan tinggi
reinforcement dan backing strip jika ada. Pemilihan tebal dalam penentuan waktu
penyinaran untuk beberapa teknik lain serta untuk penentuan parameter radiografi
lainnya disajikan dalam tabel 3.6
Tabel 3.6 : Tebal material untuk menentukan perameter radiografi pada beberapa
teknik penyinaran
TeknikPenyinaran
SFD minimalDan Ug
Waktu Penyinaran Penetrameter(IQI)
SWSI t + reinforcement t + reinforcement + backing strip
t + reinforcement
DWSI t + reinforcement 2 (t+reinforcement + backing strip)
t + reinforcement
DWDI OD 2 (t+reinforcement + backing strip)
t + reinforcement
t : tebal 1 dinding material
3.6 Kualitas Gambar Radiografi
Fialm hasil radiografi (radiograf) akan memiliki kualitas gambar yang baik
dan dapat menampakkan diskontinuitas dengan jelas apabila teknik yang
diterapkan dapat menghasilkan densitas cukup, distorsi minimal, kontras yang
tinggi, dan definisi tajam.
3.6.1. Densitas
Densitas adalah tingkat kehitaman film setelah film tersebut diproses. Film
dengan tingkat kehitaman lebih tinggi (gelap) berarti memiliki densitas yang lebih
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 47
tinggi. Sebaliknya film dengan kehitaman lebih rendah (terang) densitasnya
rendah.
(b)
Gambar 3.15 : Densitometer (a)
dan step-wedge comparison
film (b)
(a)
Densitas film diukur menggunakan alat ukur elektronik yang disebut
densitometer, atau diperkirakan nilainya menggunakan film pembanding yang
biasa disebut dengan step-wedge comparison film.
Densitas film bergantung pada paparan radiasi yang mengenai film dan
derajad pengembangan pada proses film. Densitas mempengaruhi kualitas gambar
radiografi maupun kemampuan pendeteksian cacat. Densitas terlalu rendah
mengakibatkan kontras film rendah, sedangkan densitas terlalu tinggi
mengakibatkan film tidak tertembus cahaya sehingga cacat tidak dapat terdeteksi.
3.6.2. Prinsip Geometri
Salah satu sifat radiasi adalah merambat pada garis lurus. Karena sifat
tersebut maka radiasi dapat membentuk bayangan dari obyek yang dilalui bila
direkam pada suatu film. Susunan geometri dari sumber, benda uji, dan film,
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 48
mempengaruhi karakteristik bayangan yaitu perbesaran, distorsi, dan
ketidaktajaman.
A. Perbesaran
Bayangan radiografi dinyatakan mengalami perbesaran bila ukuran
bayangan berbeda dengan ukuran obyeknya seperti tampak pada
gambar 3.16. Perbesaran terjadi karena jarak sumber radiasi terlalu
dekat ke obyek atau jarak film terlalu jauh dari obyek.
Gambar 3.16 : Bayangan obyek yang mengalami perbesaran
B. Distorsi
Distorsi adalah penyimpangan bentuk bayngan dari bentuk obyek
karena bagian-bagian pada obyek membentuk bayangan dengan
perbesaran yang berbeda, bagian yang terjauh dari pusat berkas
mengalami perbesaran paling besar, sedangkan nbagian yang berada
pada pusat berkas tidak mengalami perbesaran. Distorsi terjadi karena
berkas radiasi tegak lurus terhadap obyek, atau film tidak sejajar
dengan obyek.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 49
Gambar 3.17 : Bayangan obyek yang mengalami distorsi
C. Ketidaktajaman geometri
Bayangan yang dihasilkan pada film radiografi mempunyai batas tepi
yang tidak jelas atau tidak tajam. Daerah tidak tajam tersebut
dinamakan ketidaktajaman geometri (geometric unsharpness, Ug) atau
penumbra atau gradien tepi. Penyebab utama terjadinya penumbra
adalah karena sumber radiografi berdimensi (bukan sumber titik), SFD
yang terlalu dekat, dan OFD (jarak obyek ke film) yang terlalu jauh.
Gambar 3.18 : Bayangan yang mengalami ketidaktajaman geometri
3.6.3. Sensitifitas Radiografi
Sensitifitas radiografi berhubungan dengan ukuran detil (cacat) terkecil
yang dapat dideteksi pada film hasil radiografi. Dalam setiap uji radiografi
digunakan sebuah alat uji standar yang disebut penetrameter atau Image Quality
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 50
Indicator (IQI), yang mana gambarnya pada film hasil radiografi digunakan untuk
mengukur kualitas gambar radiografi.
3.6.4. Kontras radiografi
Kontras radiografi adalah perbedaan densitas pada suatu daerah terhadap
daerah sekitarnya pada film hasil radiografi. Pada gambar 3.19, film A memiliki
perbedaan densitas lebih tinggi daripada B, karena itu dikatakan film A lebih
kontras daripada film B.
Gambar 3.19 : Perbedaan kontras pada dua buah film, film A lebih kontras daripada film B
3.6.5. Indikator Kualitas Gambar
Dalam radiografi, untuk menentukan kualitas gambar radiografi atau
kualitas teknik radiografi, digunakan alat yang dinamakan penetrameter atau
Image Quality Indicator (IQI). Umumnya, IQI ditempatkan pada sisi material
yang menghadap sumber.
1. Jenis-jenis Penetrameter
IQI yang digunakan secara luas di Indonesia ada beberapa jenis yaitu
IQI ASTM/ASME tipe lubang, IQI ASTM/ASME tipe kawat, IQI
DIN tipe kawat.
IQI ASME type lubang
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 51
IQI tipe lubang yang ditetapkan oleh ASTM (American Standard of
Testing Material) dan ASME (American Siciety of Mechanical
Enginer) ada dua jenis yaitu IQI persegi dan IQI cakram, seperti
ditunjukan pada gambar 3.20.
Gambar 3.20 : IQI tipe lubang
IQI ASTM/ASME Tipe Kawat
IQI ASTM/ASME terdiri atas 21 kawat, disusun menjadi 4 set dimana
setiap set berisi 6 kawat.
ASTM
1B 03
Gambar 3.21 : Sketsa IQI tipe kawat ASTM / ASME
Tabel 3.7. : Diameter IQI ASTM / ASME
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 52
IQI DIN tipe Kawat
IQI tipe kawat standar DIN (Deutche Industrie Norm) terdiri atas 16
kawat, yang disusun menjadi tiga set. Setiap set terdiri dari 7 kawat
DIN 62 FE
10 ISO 16
Gambar 3.22 : Sketsa IQI tipe kawat DIN
Tabel 3.8. : Diameter IQI DIN
1 ISO 7 6 ISO 12 10 ISO 16Nomorkawat
Diameter(mm)
Nomorkawat
Diameter(mm)
Nomorkawat
Diameter(mm)
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 53
1234567
3,22,52,01,6
1,251,00,8
6789
101112
1,00,8
0,630,50,4
0,320,25
10111213141516
0,40,320,250,2
0,160,125
0,1
2. Pemilihan IQI berdasarkan sensitivitas
Atas persetujuan pihak yang terlibat dalam kontrak, ada kalanya
prosedur radiografi mensyaratkan pemeriksaan dengan nilai
sensitivitas IQI tertentu. Dalam kasus demikian diameter IQI tipe
kawat dapat ditentukan dengan persamaan
Φ = (3.8)
Dengan
Φ = Diameter IQI kawat (mm atau Inch)
S = nilai sensitivitas yang ditetapkan (%)
X = Tebal material (mm atau inch)
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 54
BAB IV
PELAKSANAAN DAN PEMBAHASAN
4.1. Pelaksanaan
Sebelum dilakukan uji radiografi di tempat yang akan dituju, terlebih dahulu
dilakukan persiapan-persiapan alat yang akan dibawa dan juga dilakukan
pengecekan sumber. Adapun alat-alat yang akan dibawa adalah sebagai berikut :
1. kamera gamma dengan sumber radiasi Ir-192
2. kabel krank dan kabel pengarah (guide Tube)
3. kolimator
4. tali kuning sebagai tanda radiasi
5. danger lamp
6. papan radiasi
7. surveymeter, dosimeter saku, dan film badge
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 55
8. film dan aksesorisnya
9. dan alat-alat bantu lain seperti statif (penyangga) dan tali pengikat jika
dibutuhkan.
Gambar 4.1 : Perlengkapan radiografi
Selain itu, sebelum menuju lokasi operator radiografi harus melakukan
pengecekan besarnya aktifitas sumber pada saat akan digunakan. Pengecekan
tersebut dapat dilakukan dengan melihat tabel yang sudah tersedia seperti yang
dapat dilihat pada lampiran. Surveymeter juga harus diperiksa dahulu apakah
baterai masih bagus dan tanggal kalibrasi masih berlaku.
Pada saat uji radiografi dilakukan ada beberapa langkah yang harus diikuti
antara lain :
1. Gunakan film badge
2. Baca dan catat nilai dosis pada dosimeter saku, kemudian gunakan
3. Perkirakan batas laju dosis 0,75 mR/jam dan pasang tanda radiasi dan
pita kuning pada tempat tersebut dan pastikan area tersebut tidak ada
orang selain operator radiografi.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 56
4. Tempatkan kamera di dekat material dan pemutar kabel sejauh mungkin
dari kamera
5. Pasang Sumber dan Film beserta aksesoris pada material yang akan
diuji
6. Setelah sumber dan film terpasang, buka pengunci kamera dan segera
menjauh dari sumber pada daerah yang cukup aman (misalnya
bersembunyi di balik material lain yang agak jauh dari sumber)
7. Nyalakan timer sesuai kebutuhan
8. Periksa paparan radiasi, cari daerah 2,5 mR/jam dan 0,75 mR/jam
dengan surveymeter dan tempatkan kembali tanda radiasi pada posisi
yang benar.
9. Putar kembali kabel krank sampai sumber terkunci di dalam kamera.
10. Ambil film dan pasang kembali film yang baru pada lokasi lain sesuai
permintaan.
11. Ulangi langkah 6-10 sampai semua lokasi selesai.
12. Setelah selesai, baca dan catat dosimeter saku dan matikan surveymeter
Pada kenyataannya langkah-langkah di atas tidak sepenuhnya diterapkan di
lapangan, banyak faktor yang menjadi pertimbangan ketika sudah dihadapkan
pada kenyataan kondisi di lapangan. Dalam dunia industri, pekerja dituntut untuk
bekerja secepat mungkin dan seproduktif mungkin. Demikian juga dengan
operator radiografi, meraka dituntut untuk bisa menyelesaikan inspeksi sebanyak
target yang diinginkan dalam waktu yang relatif singkat. Dalam keadaan
demikian, paparan radiasi dari sumber sering kali terabaikan. Batas-batas nilai
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 57
aman radiasi sudah tidak lagi diperhitungkan, apalagi jika dihadapkan pada bentuk
material yang tidak memungkinkan untuk berlindung dari radiasi, seperti halnya
uji radiografi pada tangki. Pemakaian kolimator juga dirasa kurang efektif ketika
dihadapkan pada material uji yang bentuknya rumit
Namun walaupun demikian, operator radiografi bukan berarti tidak
memperdulikan lingkungan sama sekali, mereka tetap memasang tanda radiasi
dan pita kuning sejauh mungkin walaupun tanpa mengukur paparan sebenarnya.
Selain itu penembakan (uji radiografi) juga dilakukan ketika tidak ada orang yang
beraktifitas di sekitar area penembakan. Penembakan selalu dilakukan pada jam
istirahat (12.00) atau pada malam hari di saat para pekerja setempat telah pulang.
Hal tersebut dilakukan untuk meminimalisir bahaya radiasi yang ada bagi
masyarakat sekitar. Gambar 4.2 merupakan gambar yang diambil ketika aktifitas
radiografi berlangsung di PT. SBS Cilegon.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 58
Gambar 4.2 : Aktifitas Radiografi di PT. SBS Cilegon
4.2. Studi Kasus dan Pembahasan
Dalam pelaksanaannya, kerja praktek dilakukan di beberapa tempat,
khususnya untuk radiografi test dilakukan di 3 tempat antara lain PT. SBS, PT.
Polychem, dan PT. KBI. Pada Masing-masing lokasi tersebut dilakukan berbagai
teknik radiografi yang berbeda-beda antara lain tehnik DWSI contact dan super
impose di PT.SBS, teknik DWDI di PT. Polichem, dan teknik SWSI di PT. KBI.
Berikut ini akan dibahas mengenai semua teknik pada masing-masing kasus
tersebut.
4.2.1. Exchanger (client : PT.SBS Cilegon-Banten)
Gambar 4.3 : Exchanger
Exchanger merupakan suatu sistem pertukaran suhu yang bisanya
digunakan dalam sistem reaktor atau boiler. Pipa – pipa berbentuk U (U-Bend)
berisi minyak panas yang didinginkan oleh sistem di dalam kotak penutup. Dalam
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 59
kasus ini, bagian yang akan diuji dengan radiografi adalah bagian lasan pipa
(welding) pada U-bend dan pada pipa-pipa inlet dan outlet (bagian bawah) yang
digolongkan ke dalam jenis pipa bertekanan karena dialiri oleh minyak panas dan
pendingin. Dalam uji radiografi ini, untuk pipa bertekanan mengacu pada ASME
section 8. Kedua pipa ini berbahan karbon steel. Berikut akan dibahas teknik
radiografi terhadap kedua pipa tersebut.
4.2.1.1. U-Bend (menggunakan teknik DWSI)
a. Material
Pipa ini berbentuk U dengan diameter (OD) adalah 5 inchi dengan
ketebalan 6,55 mm. Biasanya ketebalan ini diketahui dari schedule
standar pipa. Pipa dengan diameter tertentu memiliki ketebalan tertentu
tergantung dari standar yang dipakai. Berdasarkan schedule 40, ketebalan
untuk pipa berdiameter 5 inchi adalah 6,55 mm. Adapun daftar schedule
dapat dilihat pada lampiran. Tinggi las diperkirakan 2 mm. Untuk
diameter dalam (ID), dan lebar las tidak dilakukan pengukuran karena
kondisi bentuk yang tidak memungkinkan. Selain itu, parameter –
parameter tersebut dapat dieliminir dalam batas yang masih bisa
ditoleransi.
b. Tehnik penyinaran
Berdasarkan standar ASME section V artikel 2.T-271, untuk OD
nominal lebih besar dari 3,5 inchi maka digunakan tehnik DWSI contact
(Double wall Single Image). Pemasangan film dilakukan dengan 3 posisi
yaitu posisi samping kanan (0-15), posisi tengah bawah(15-30), dan
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 60
posisi samping kiri (30-0). Posisi ditentukan berdasarkan posisi film
sehingga memudahkan owner untuk mencari lokasi cacat yang harus
direpair. Gambar 4.4.a, b, dan c merupakan teknik pemasangan sumber
pada masing-masing posisi.
Gambar 4.4.a : Posisi 0-15 Gambar 4.4.b. : posisi 30-0
Gambar 4.4.c. : Posisi 15-30
c. Sumber Radiasi
Sumber radiografi yang dipakai pada radiografi test PT. Radiant
Utama adalah Iridium 192 dengan waktu paroh 74 hari yang
memancarkan gamma ray yang terbungkus oleh kamera gamma dengan
type B(U) CDN /2086/B (U)-96 dengan berat 22 kg yang menggunakan
pelindung uranium susut kadar (depleted uranium) dengan kapasitas
sumber sampai 135 Ci. HVL pelindung uranium susut kadar ini adalah
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 61
2,71 mm untuk sumber Ir-192. Material ini juga memiliki kemampuan
untuk menyerap pancaran radiasi yang sangat tinggi jika dibandingkan
dengan material lainnya seperti timah hitam (Pb). Ketika terakhir kali
penggantian sumber dilakukan, besarnya sumber adalah 91 Ci pada
tanggal 21 mei 2010. Di Indonesia penggunaan sumber gamma di atas
seratus currie tidak dianjurkan. Namun, di Negara berteknologi tinggi
seperti Jepang, aktifitas sumber bisa mencapai lebih dari seratus currie
karena dari segi teknologi keamanan mereka lebih unggul.
Ketika digunakan untuk inspeksi U-bend di PT.SBS pada tanggal
24 Juli 2010 sumber Ir-192 tentu saja sudah mengalami peluruhan
sehingga besarnya lebih kecil dari aktifitas semula. Pada tanggal tersebut,
aktivitas sumber menjadi sekitar 50 Ci. Secara teoritis, perhitungan
peluruhan aktifitas tersebut adalah sebagai berikut :
Waktu peluruhan dari 21 Mei 2010 sampai 24 Juli 2010 adalah 65 hari.
At = Ao . e(ln2/t paroh).t
At = 91 . e(-0,693/74).65
At = 91 . 0,544
At = 49,5 Ci
Namun pada kenyataannya Operataor Radiografi tidak perlu
menghitung nilai tersebut setiap kali melakukan pekerjaannya. Mereka
cukup melihat tabel nilai aktifitas sumber yang sudah terhitung setiap
harinya. Tabel tersebut tersedia dalam satuan Currie dan Bequerel. Pada
tanggal 24 juli 2010 nilai aktifitas pada tabel adalah 49,9 selisih 0,4
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 62
dengan perhitungan. Dalam report biasanya cukup dibulatkan menjadi 50
Ci. Adapun tabel tersebut dapat dilihat pada lampiran.
d. Film
Film yang digunakan adalah jenis AGFA D7 dengan screen depan
belakang 0,125 mm berbahan Pb (Lead) dan memiliki ukuran 4 x 10
inchi. Mengapa dipilih film jenis ini adalah karena film ini merupakan
film kualitas menengah dengan harga yang cukup murah. Biasanya
permintaan seperti ini diajukan oleh client dengan alasan lebih ekonomis.
Namun film ini masih cukup bagus untuk mendeteksi cacat yang sangat
kecil.
e. SFD (Source Film Distance)
Karena tehnik yang digunakan adalah DWSI contact maka SFD
diasumsikan sebagai OD yaitu 5 inchi atau sama dengan 127 mm. Tebal
las tidak perlu diperhitungkan karena perbandingannya sangat kecil yaitu
hanya berkisar antara 1-2 mm sehingga bisa diabaikan.
f. Penentuan Penetrameter
Penentuan penetrameter (biasa disebut peny) didasarkan pada
standar ASME V artikel 2 Tabel T-276 dan T-233.2. Mengacu pada tabel
T-276, untuk tebal 6,55 mm dengan penambahan tebal las sekitar 2 mm
sehingga tebalnya menjadi 8,55 mm, posisi film side, diameter kawat
peny yang dikehendaki adalah 0,008 inchi. Mengacu pada tabel T-233.2,
diameter kawat tersebut berada pada set kelompok A. Sehingga peny
yang digunakan seharusnya ASTM 1A. Huruf A menandakan kelompok
kawat, sedangkan angka 1 menunjukkan kelompok bahan penetrameter.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 63
Ada 8 kelompok bahan penetrameter antara lain magnesium, aluminium,
titanium, carbon steel, aluminium broxy, inconel, monel, tim brower.
Angka 1 merupakan kode untuk kelompok carbon steel.
Namun pada prakteknya dipakai peny kelompok B. Pemilihan
tersebut dilakukan dengan berbagai pertimbangan seperti efisiensi waktu,
meminimalisir kemungkinan terjadinya reshoot (uji radiografi ulang)
karena ketidakmunculan kawat peny, dan masih banyak lagi faktor lain.
Dalam dunia industri banyak client yang tidak terlalu memperhitungkan
keakuratan dalam pemilihan peny ini, bagi mereka asalkan peny muncul
dan cacat yang signifikan terdeteksi maka film dapat diterima. Cacat
yang signifikan di sini maksudnya adalah cacat di atas batas standar
minimal untuk material tertentu sesuai kriteria perusahaan owner yang
bersangkutan. Jadi walaupun pihak inspector (pihak yang melakukan uji
radiografi) mempunyai standar operasional sendiri yaitu ASME, tetapi
client meminta untuk mengacu pada standar operasionalnya maka pihak
inspector harus mengikutinya karena PT. Radiant Utama bergerak di
bidang jasa sehingga harus mengikuti aturan client.
Jika dipakai peny ASTM 1A besar kemungkinan kawat peny tidak
muncul karena berbagai faktor seperti terjadinya hamburan balik radiasi
karena mengenai material di bawahnya atau disebabkan karena kontak
yang kurang bagus antara peny dengan film akibat bentuk material yang
sulit dipasangi film. Jika sudah demikian maka harus dilakukan reshoot
sehingga memperlambat proses produksi dan tentunya berpengaruh pada
biaya inspeksi. Sebenarnya peny ASTM 1A bisa diusahakan dengan
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 64
menggunakan sumber X-Ray, memperjauh SFD, dan memakai film
lambat (D4). Namun hal tersebut tentu saja ada konsekuensinya antara
lain pesawat sinar-X yang sulit diusahakan, lamanya proses radiografi
karena jarak SFD yang terlalu jauh, dan mahalnya biaya inspeksi karena
memekai film dengan kualitas tinggi yaitu Film D4 yang harganya
mahal. Dengan berbagai alasan tersebut maka client tentu saja memilih
inspeksi yang cepat, hemat biaya dan masih bisa diperhitungkan
keandalannya untuk mendeteksi cacat yang signifikan (tidak perlu harus
bisa mendeteksi cacat yang sangat kecil).
Pada kasus U-Bend di PT.SBS, cacat yang besarnya >1/3 thicknes
yaitu 2,2 mm harus di reject (dilakukan pengelasan ulang), sedangkan
cacat <1/3 thickness masih bisa ditolelir. Kawat Peny kelompok B
diameter terbesarnya saja hanya 0,81 mm yang berari cacat diatas 2 mm
masih bisa dideteksi. Dalam hal ini fleksibilitas masih bisa ditolelir.
g. Penentuan waktu penyinaran
Waktu penyinaran bisa dilakukan dengan menggunakan kurva
paparan (exposure chart) seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.14.
SFD kurva = 610 mm
Tebal 2 las = 2(6,55 + 2) = 17,1 mm
E berdasarkan kurva = 183,06 Ci.menit
t = .
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 65
t = .
t = 0,04 . 3,68
t = 0,158 menit = 9,52 detik
Hitungan tersebut adalah hitungan secara teori, dalam praktek di
lapangan biasanya Operator radiografi memakai rumus kalkulator yaitu :
Hasilnya cukup mendekati perhitungan sebelumnya yaitu 7,3 detik
h. Hasil Film
Gambar 4.5.a, b dan c merupakan gambar film hasil radiografi U-Bend
pada berbagai posisi.
Gambar 4.5.a : Film untuk posisi 0-15
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 66
Gambar 4.5.b : Film untuk posisi 15-30
Gambar 4.5.c : Film untuk posisi 30-0
Penjelasan :
Keterangan pada film-film tersebut menunjukan nama client, lokasi objek
yang diradiografi (joint), jenis pengelasan, kode welder / pengelas, kawat
peny, dan tanggal inspeksi.
Sensitifitas
Pada semua posisi film, kawat peni muncul 4 buah dengan
diameter terkecil 0,016 inchi. Sehingga sensitifitasnya adalah
S = . 100 %
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 67
S = . 100 % = 6,1 %
Nilai tersebut tidak sesuai karena sensitifitas di atas 2%. Hal
tersebut disebabkan oleh pemakaian penetrameter yang kurang
sesuai.
Densitas
Pada umumnya nilai densitas sebenarnya tidak dicantumkan dalam
report hasil radiografi, melainkan hanya berupa range antara 2-4
saja. Pada saat menggunakan densitometer asalkan bagian film
yang berwarna putih tidak kurang dari 2 dan bagian film yang
berwarna hitam tidak lebih dari 4 maka film layak diinterpretasi.
Jika client yang bersangkutan merasa film terlalu gelap atau terlalu
terang barulah pihak radiographer menunjukkan nilai densitasnya.
Artifact dan cacat
Dengan melihat film di atas, dapat diketahui bahwa pada lokasi 0-
15 memiliki las-lasan yang cukup memenuhi syarat. Sedangkan
pada lokasi 15-30 dan 30-0 terdapat porosity yang cukup signifikan
sehingga perlu adanya repair atau pengelasan kembali dan
dinyatakan reject oleh interpreter. Hasil tersebut ditampilkan pada
report seperti yang terlampir di laporan ini.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 68
4.2.1.2. Saluran inlet dan outlet (menggunakan teknik DWDI Superimpose)
Saluran ini merupakan tempat keluar masuknya cairan (biasanya berupa
minyak panas atau bisa juga untuk keluar masuknya pendingin sebelum atau
sesudah di sirkulasi di dalam exchanger.
a. Material
Material yang akan diukur merupakan pipa berdiameter 2 inchi
(50,8mm) dengan tinggi las-lasanan sekitar 2 mm. Tebal material
adalah 3,9 mm. Pada report, objek material terdapat pada joint D-4-1-R-
N2 dan D-4-1-R-N1. Joint merupakan kode lokasi material. Material ini
juga berbahan carbon steel.
b. Tehnik Penyinaran
Berdasarkan standar ASME section V artikel 2.T-271, untuk OD
nominal kurang dari 3,5 inchi maka digunakan teknik DWDI (Double
wall Doule Image). Teknik DWDI terdiri dari teknik elips dan super
impose. Karena tehnik elips tidak memungkinkan untuk diaplikasikan
di sini, maka digunakan tehnik super impose. Pemasangan film
dilakukan dengan 3 posisi yaitu posisi A, B, dan C. Gambar 4.6.a, b,
dan c menunjukkan pemasangan sumber pada masing-masing posisi.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 69
Gambar 4.6.a : posisi A Gambar 4.6.b : posisi B
Gambar 4.6.c : posisi C
c. Sumer Radiasi
Jenis sumber radiasi masih sama seperti pada kasus sebelumnya
yaiyu Iridium 192. Waktu peluruhan dimulai dari tanggal 21 mei 2010 –
04 Agustus 2010 (76 hari). Adapun perhitungan teorinya adalah sebagai
berikut :
At = Ao . e(ln2/t paroh).t
At = 91 . e(-0,693/74).76
At = 44,66 Ci
d. Film
Film yang digunakan adalah jenis AGFA D7 dengan screen
depan belakang 0,125 mm berbahan Pb (Lead) dan memiliki ukuran 4 x
10 inchi.
e. SFD
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 70
Karena tehnik yang digunakan sekarang adalah super impose maka
tentu saja terdapat jarak antara material dan film. SFD tegak lurus
minimum dapat dihitung dengan perhitungan sebagai berikut :
SFD min = OD
= 50,8
= 349,6 mm = 13,76 inchi
Selain dengan cara di atas, biasanya operator radiografi
menggunakan rumus yang lebih praktis untuk menghitung SFD, yaitu
SFD = 7 x OD. Dan hasilnyapun cukup mendekati perhitungan teori
ASME.
SFD min = 7 x OD
= 7 x 2 inchi
= 14 inchi (cukup mendekati perhitungan
sebelumnya)
f. Waktu Penyinaran
Waktu penyinaran bisa dilakukan dengan menggunakan kurva
paparan (exposure chart) seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.14.
SFD kurva = 610 mm
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 71
Tebal 2 las = 2(3,9 + 2) = 11,8 mm
E berdasarkan kurva = 133,29 Ci.menit
t = .
t = .
t = 0,97 menit = 58,3 detik
Dalam dunia industri waktu tersebut dirasa terlalu lama jika dihadapkan
pada kondisi jumlah joint (lokasi inspeksi) yang sangat banyak yang
harus diselesaikan dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu waktu
tersebut dapat dipercepat dengan memperkecil SFD (perbandingan
lurus).
g. Penetrameter
Penentuan penetrameter didasarkan pada standar ASME V artikel 2
Tabel T-276 dan T-233.2. Mengacu pada tabel T-276, untuk tebal 3,9
mm dengan penambahan tebal las sekitar 2 mm sehingga tebalnya
menjadi 5,9 mm, posisi film side diameter kawat peny yang
dikehendaki adalah 0,0063 inchi. Mengacu pada tabel T-233.2,
diameter kawat tersebut berada pada set kelompok A. Sehingga peny
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 72
yang digunakan seharusnya ASTM 1A. Namun peny yang dipakai
masih ASTM 1B dengan berbagai pertimbangan seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya.
h. Hasil Film
Gambar 4.7.a, b, c menunjukan hasil film radiografi pada masing-masing
posisi
Gambar 4.7.a : Posisi A Gambar 4.7.b : Posisi B
Gambar 4.7.c : Posisi C
Penjelasan :
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 73
Keterangan pada film-film tersebut menunjukan client, lokasi objek yang
diradiografi (joint), jenis pengelasan, kode welder/ pengelas, kawat peny,
dan tanggal inspeksi.
Sensitifitas
Pada posisi A muncul 4 kawat, pada posisi B muncul 5
kawat, dan pada posisi C muncul 3 kawat saja karena pemasangan
penetrameter yang miring. Sensitifitas pasti di atas 2%. Hal
tersebut disebabkan oleh pemakaian penetrameter yang kurang
sesuai.
Densitas
Nilai densitas sebenarnya tidak dicantumkan dalam report
hasil radiografi, melainkan hanya berupa range antara 2-4 saja.
Pada saat menggunakan densitometer asalkan bagian film yang
berwarna putih tidak kurang dari 2 dan bagian film yang berwarna
hitam taidak lebih dari 4 maka film layak diinterpretasi. Jika client
yang bersangkutan merasa film terlalu gelap atau terlalu terang
barulah pihak radiographer menunjukkan nilai densitasnya.
Artifact dan cacat
Pada tehnik super impose las-lasan pada film bertumpukan
antara bagian depan dan belakang. Jika diamati dari satu posisi
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 74
tentunya akan menimbulkan keraguan mengenai posisi cacat
sebenarnya. Sebagai contoh adalah sebagai berikut :
A
B C
A
Jika dilihat dari titik A saja masih ada keraguan apakah cacat di
depan atau belakang. Oleh karena itu dilihat lagi dari sudut C
C
A B
A
Sekarang jelas bahwa cacat ada di las-lasan bagian belakang jika
dilihat dari sudut pandang A.
Selain itu, las-lasan pada bagian depan biasanya agak lebih
kabur dibanding bagian belakang karena Ug nya lebih besar. Pada
kasus pipa inlet dan outlet di PT. SBS cacat terlihat pada titik A,
namun setelah dilihat dari titik B dan C cacat sulit diamati karena
tersembunyi di pinggiran pipa yang tebal sehingga sulit
diinterpretasi. Oleh karena itu interpreter hanya menuliskan bahwa
cacat terletak di titik A yang berupa porosity. Namun cacat ini
masih bisa ditolelir karena diameternya masih dibawah 1/3
thickness. Berikut adalah perbesaran gambar film pada posisi A.
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 75
Gambar 4.8 : Cacat berupa porosity yang dapat dilihat dari sudut
pandang A
6.2.2. Wall Tube (Client : PT. Polychem – Pengoreng – Banten) -
menggunakan teknik DWDI elips
Gambar 4.9 : Pipa saluran air pada boiler
Gambar 4.9 menunjukan kerangka dalam boiler yang belum
sempurna. Pipa-pipa panjang berwarna hijau nantinya akan diisi dengan air
untuk selanjutnya dibakar dengan api yang berada di tengah-tengahnya. Air
dalam pipa tersebut akan mendidih dan menghasilkan uap yang akan
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 76
menggerakkan turbin. Turbin akan memutar generator listrik dan
menghasilkan listrik untuk keperlun produksi PT. Polychem.
a. Material
Jenis bahan material masih berupa Carbon steel dengan OD = 2
inchi (50,8 mm), OD las = 50,8 mm + 2 mm = 52,8 mm, dan lebar las 7
mm. Pada report dan film tertulis tebal material schedule 40. Artinya
untuk mengetahui ketebalan pipa berdiameter 2 inchi kita harus melihat
tabel schedule 40, sehingga didapatkan nilai ketebalan meterial adalah
3,9 mm.
b. Tehnik Penyinaran
Berdasarkan standar ASME section V artikel 2.T-271, untuk OD
nominal kurang dari 3,5 inchi maka digunakan tehnik DWDI (Double
wall Doule Image). Kali ini teknik yang digunakan adalah tehnik elips
karena posisi material yang memungkinkan. Pemasangan film
dilakukan dengan 1 posisi saja. Adapun pemasangan sumber dapat
dilihat pada gambar 4.10 berikut :
Pipa yang akan diinspeksi
Gambar 4.10 : Pemasangan sumber teknik elips
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 77
c. Sumber
Jenis sumber radiasi masih sama seperti pada kasus sebelumnya
yaitu Iridium 192. Waktu peluruhan dimulai dari tanggal 21 mei 2010 –
06 Agustus 2010 (78 hari). Adapun perhitungan teorinya adalah sebagai
berikut :
At = Ao . e(ln2/t paroh).t
At = 91 . e(-0,693/74).78
At = 43,8 Ci
(Dalam report perusahaan pada lampiran ditulis 44 Ci)
d. Film
Film yang digunakan adalah jenis AGFA D7 dengan screen depan
belakang 0,125 mm berbahan Pb (Lead) dan memiliki ukuran 4 x 10
inchi.
e. SFD
Karena teknik yang digunakan sekarang adalah elips, maka SFD
tegak lurus minimum dapat dihitung dengan perhitungan praktis sebagai
berikut :
SFD min = 7 x OD
= 7 x 2 inchi
= 14 inchi
Pergeseran = 1/5 . SFD tegak lurus + 2.Lebar Las
= 1/5 . 355,6 + 2.7
= 85,12 mm
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 78
SFD Elips = 365,64 mm
f. Penetrameter
Penentuan penetrameter didasarkan pada standar ASME V artikel 2
Tabel T-276 dan T-233.2. Mengacu pada tabel T-276, untuk tebal 3,9
mm dengan penambahan tebal las sekitar 2 mm sehingga tebalnya
menjadi 5,9 mm, posisi film side diameter kawat peny yang
dikehendaki adalah 0,0063 inchi. Mengacu pada tabel T-233.2,
diameter kawat tersebut berada pada set kelompok A. Sehingga peny
yang digunakan seharusnya ASTM 1A. Namun peny yang dipakai
masih ASTM 1B dengan berbagai pertimbangan seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya.
g. Waktu penyinaran
Waktu penyinaran bisa dilakukan dengan menggunakan kurva
paparan (exposure chart) seperti yang dapat dilihat pada 3.14.
SFD kurva = 610 mm
Tebal 2 las = 2(3,9 + 2) = 11,8 mm
E berdasarkan kurva = 133,29 Ci.menit
t = .
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 79
t = .
t = 1,088 menit = 65,3 detik
h. Hasil Film
Gambar 4.11 menunjukkan hasil film radiografi untuk pipa Row 50
pada boiler di PT. Polichem
Gambar 4.11 : Film untuk pipa R 50 (Row 50)
Sensitifitas
Pada gambar di atas jumlah kawat yang muncul adalah 5
kawat, pada posisi B muncul 5 kawat. Sensitifitas pasti di atas 2%.
Hal tersebut disebabkan oleh pemakaian penetrameter yang kurang
sesuai.
Densitas
Nilai densitas sebenarnya tidak dicantumkan dalam report
hasil radiografi, melainkan hanya berupa range antara 2-4 saja.
Pada saat menggunakan densitometer asalkan bagian film yang
berwarna putih tidak kurang dari 2 dan bagian film yang berwarna
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 80
hitam taidak lebih dari 4 maka film layak diinterpretasi. Jika client
yang bersangkutan merasa film terlalu gelap atau terlalu terang
barulah pihak radiographer menunjukkan nilai densitasnya.
Artifact dan cacat
Dengan melihat film di atas, dapat diketahui bahwa pada
posisi tengah las-lasan bagian belakang terdapat porosity yang
cukup significan sehingga perlu adanya repair atau pengelasan
kembali dan dinyatakan reject oleh interpreter. Hasil tersebut
ditampilkan pada report seperti yang terlampir di laporan ini.
Gambar 4.12 berikut adalah perbesaran gambar film pipa R-50
Porosity
Gambar 4.12 : Porosity pada pipa R-50
6.2.3. H-Beam (Client : PT. KBI – Cilegon) – menggunakan teknik SWSI
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 81
Gambar 4.13 : H-Beam
H-Beam merupakan tiang atau penyangga yang penampangnya berbentuk
huruf H. Pada umumnya H-Beam digunakan untuk konstruksi bangunan. Bentuk
H-Beam yang menyerupai Huruf H memanjang ini memiliki kekuatan yang kokoh
untuk dipasang pada konstruksi bangunan seperti jembatan, gedung, pabrik, dan
sebagainya.
a. Material
Jenis bahan material masih berupa Carbon steel dan digolongkan
ke dalam objek plat dengan tebal = 20 mm dan tinggi las 2 mm
b. Tehnik Penyinaran
Karena objek radiografi berupa plat, maka tehnik yang digunakan
adalah SWSI (Single Wall Single Image). Pemasangan film dilakukan
dengan beberapa posisi karena bentuk lasan yang sangat panjang. Namun
yang akan dibahas hanya satu sample posisi saja. Gambar 4.14 merupakan
contoh pemasangan sumber pada H-Beam :
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 82
Sumber Radiasi
Gambar 4.14 : teknik SWSI pada H-Beam
c. Sumber
Jenis sumber radiasi masih sama seperti pada kasus sebelumnya
yaitu Iridium 192. Waktu peluruhan dimulai dari tanggal 21 mei 2010 – 12
Agustus 2010 (84 hari). Adapun perhitungan teoritisnya adalah sebagai
berikut :
At = Ao . e(ln2/t paroh).t
At = 91 . e(-0,693/74).84
At = 41,4 Ci
(Dalam report perusahaan pada lampiran ditulis 42 Ci)
d. Film
Karena Las-lasan yang memanjang, film yang digunakan
berdasarkan permintaan client adalah jenis AGFA D7 dengan screen depan
belakang 0,125 mm berbahan Pb (Lead) dan memiliki ukuran 4 x 15 inchi
(lebih panjang).
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 83
e. SFD
Karena tehnik yang digunakan sekarang SWSI, maka SFD tegak
lurus minimum dapat dihitung dengan perhitungan praktis sebagai berikut:
SFD min = 7 x tebal
= 7 x 20 mm
= 140 mm
f. Penetrameter
Penentuan penetrameter didasarkan pada standar ASME V artikel 2
Tabel T-276 dan T-233.2. Mengacu pada tabel T-276, untuk tebal 20 mm
dengan penambahan tebal las sekitar 2 mm sehingga tebalnya menjadi 22
mm, posisi film side diameter kawat peny yang dikehendaki adalah 0,016
inchi. Mengacu pada tabel T-233.2, diameter kawat tersebut berada pada
set kelompok B. Sehingga peny yang digunakan adalah ASTM 1B.
Sehingga pada kasus ini penggunaan peny sudah sebagaimana mestinya.
g. Waktu penyinaran
Waktu penyinaran bisa dilakukan dengan menggunakan kurva
paparan (exposure chart) seperti yang dapat dilihat pada gambar 3.14.
SFD kurva = 610 mm
Tebal 1 las = 20 + 2 = 22 mm
E berdasarkan kurva = 245,47 Ci.menit
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 84
t = .
t = .
t = 0,31 menit = 18,5 detik
h. Hasil film
Gambar 4.15 merupakan salah satu film hasil radiografi pada H-Beam di
PT. KBI.
Worm hole
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 85
Gambar 4.15 : Film hasil radiografi H-Beam yang menunjukkan indikasi
Worm Hole
Sensitifitas
Pada semua posisi film, kawat peni muncul 4 buah dengan
diameter terkecil 0,016 inchi. Sehingga sensitifitasnya adalah
S = . 100 %
S = . 100 % = 1,8 %
Nilai tersebut sesuai dengan kriteria karena sensitifitas di bawah
2%. Jadi bisa dikatakan film sudah memenuhi syarat untuk dibaca.
Densitas
Densitas sebenarnya tidak dicantumkan dalam report hasil
radiografi, melainkan hanya berupa range antara 2-4 saja. Pada saat
menggunakan densitometer asalkan bagian film yang berwarna
putih tidak kurang dari 2 dan bagian film yang berwarna hitam
taidak lebih dari 4 maka film layak diinterpretasi. Jika client yang
bersangkutan merasa film terlalu gelap atau terlalu terang barulah
pihak radiographer menunjukkan nilai densitasnya.
Artifact dan cacat
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 86
Dengan melihat film di atas, dapat diketahui bahwa pada
lokasi B-C memiliki las-lasan dengan cacat berupa worm hole pada
bagian kanan sehingga perlu adanya repair atau pengelasan
kembali dan dinyatakan reject oleh interpreter. Hasil tersebut
ditampilkan pada report seperti yang terlampir di laporan ini.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Dari kegiatan radiografi yang telah diikuti selama pelaksanaan kerja
praktek di PT. Radiant Utama Interinsco, maka dapat diperoleh beberapa
kesimpulan terkait dengan bidang Uji Radiografi antara lain :
1. Secara umum, tehnik radiografi dikelompokkan menjadi 3 tehnik yaitu
tehnik DWSI (Double Wall Single Image), DWDI (Double Wall Double
Image), dan SWSI (Single Wall Single Image)
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 87
2. Berdasarkan standar ASME section V artikel 2.T-271, untuk inspeksi pipa,
OD nominal lebih besar dari 3,5 inchi maka digunakan tehnik DWSI, OD
nominal lebih kecil dari 3,5 inchi digunakan tehnik DWDI, Sedangkan
untuk plat digunakan tehnik SWSI
3. Pada inspeksi Exchanger di PT. SBS didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
U-Bend
Berdasarkan standar ASME V artikel 2, sensitivitas kurang
memenuhi syarat yaitu di atas 2 % karena kesalahan
pemakaian peny.
Pada posisi film 0-15 hasil inspeksi dinyatakan ACC,
sedangkan pada posisi 15-30 dan 30-0 dinyatakan reject
dan harus direpair.
Pipa inlet dan outlet
Berdasarkan standar ASME V artikel 2, sensitivitas kurang
memenuhi syarat yaitu di atas 2 % karena kesalahan
pemakaian peny.
Terdapat porosity jika dilihat dari posisi A, namun porosity
tersebut masih di tolelir karena dibawah 1/3 thickness.
4. Pada inspeksi Pipa boiler di PT. Polichem didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 88
Berdasarkan standar ASME V artikel 2, sensitivitas kurang
memenuhi syarat yaitu di atas 2 % karena kesalahan pemakaian
peny.
Terdapat porosity yang cukup signifikan sehingga harus dinyatakan
reject dan harus direpair
5. Pada inspeksi H-Beam di PT. KBI didapatkan kesimpulan sebagai
berikut :
Berdasarkan standar ASME V artikel 2, sensitivitas memenuhi
syarat yaitu di bawah 2 %.
Terdapat cacat yang berupa worm hole yang mengelompok
sehingga dinyatakan reject dan harus direpair.
6. Dalam ilmu Radiografi kenyataan di lapangan terkadang berbeda dengan
teori yang ada. Standar Operasional yang berbeda-beda, keadaan material
di lapangan yang tidak menunjang dan cost (biaya) menjadi faktor utama
yang mempengaruhi perbedaan tersebut. Dalam dunia industri semua
factor tersebut sangat diperhitungkan karena berpengaruh terhadap
produktifitas.
5.2. Saran
Pengalaman selama melaksanakan Kerja Praktek di PT.Radiant Utama
Interinsco sangat berkesan dan memberikan banyak ilmu bagi penulis. Namun,
penulis ingin memberikan saran dan masukan demi kemajuan bersama, antara
lain :
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 89
1. Mengingat bahwa sumber radiasi gamma merupakan radiasi yang
berbahaya dan memiliki daya tembus yang tinggi, maka sebaiknya perlu
diperhatikan mengenai keselamatan para operator radiografi. Kedisiplinan
dalam penggunaan alat-alat proteksi radiasi seperti dosimeter saku dan
film badge jarang terealisasi. Hal tersebut disebabkan karena tidak adanya
PPR (Petugas Proteksi Radiasi) yang benar-benar bertugas sebagaimana
mestinya ketika inspeksi dilakukan.
2. Ketika operator radiografi dihadapkan pada suatu medan yang sulit untuk
menghindari paparan radiasi, maka prosedur keselamatanpun tak dapat
dilaksanakan. Oleh karena itu, perlu diciptakan suatu penahan radiasi yang
bisa dipakai untuk bersembunyi dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari
sumber sehingga operator tidak perlu menempuh jarak yang jauh untuk
pemasangan film yang berulang-ulang. Namun, penahan radiasi tersebut
harus bersifat ringkas agar mudah dibawa.
DAFTAR PUSTAKA
1. RADIOGRAFI LEVEL 1 – Teknik Radiografi. 2008. Jakarta. Pusdiklat-BATAN.
2. ASME 2007 SECTION V, Article 2.
3. SOP PT. Radiant Utama Interinsco 2007.
4. http://en.wikipedia.org/wiki/Densitometer
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 90
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 91
LAMPIRAN
WALL THICKNESS REFERENCE
Nom. SCHEDULE
Size 10 20 30 STD 40 60 XS 80 100 120 140 160 XXS
1/8" 1,73 1,73 2,41
1/4" 2,24 2,24 3,02
3/8" 2,31 2,31 3,20
1/2" 2,77 2,77 3,73 4,78 7,47
3/4" 2,87 2,87 3,91 5,56 7,82
1" 3,38 3,38 4,55 6,35 9,09
1.1/4" 3,56 3,56 4,85 4,85 7,14 9,70
1.1/2" 3,68 3,68 5,08 5,08 7,14 10,16
2" 3,91 3,91 5,54 5,54 8,74 11,07
2.1/2" 5,16 5,16 7,01 7,01 9,53 14,02
3 5,49 5,49 7,62 7,62 11,13 15,24
3.1/2" 5,74 5,74 8,08 8,08 16,15
4" 6,02 6,02 8,56 8,56 11,13 13,49 18,80
5" 6,55 6,55 9,53 9,53 12,70 15,88 19,05
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 92
6" 7,11 7,11 10,97 10,97 14,27 18,26 21,95
8" 6,35 8,18 8,18 10,31 12,70 12,70 15,09 18,26 20,62 23,01 22,23
10" 6,35 9,17 9,27 12,70 12,70 15,09 18,26 21,44 25,4 25,58 25,40
12" 6,35 8,18 10,31 14,27 12,70 17,48 21,44 25,4 28,58 33,32 25,40
14" 6,35 7,92 9,53 9,53 11,13 15,09 12,70 19,05 25,4 27,79 31,75 35,71
16" 6,35 7,92 9,53 9,53 12,70 16,66 12,70 21,44 27,79 30,96 36,53 40,49
18" 6,35 7,92 11,13 9,53 14,27 19,05 12,70 23,83 30,96 34,93 39,67 45,24
20" 6,35 9,53 12,70 9,53 15,09 20,62 12,70 26,19 32,54 38,10 44,45 50,01
22" 6,35 9,53 12,70 9,53 22,23 12,70 28,58 34,93 41,28 47,63 53,98
24" 6,35 9,53 14,27 9,53 17,48 24,61 12,70 30,96 39,89 46,02 52,37 59,54
26" 7,92 12,70 15,88 9,53 12,70
28" 7,92 12,70 15,88 9,53 12,70
30" 7,92 12,70 15,88 9,53 12,70
32" 7,92 12,70 15,88 9,53 17,48 12,70
34" 7,92 12,70 15,88 9,53 17,48 12,70
36" 7,92 12,70 15,88 9,53 19,05 12,70
EDISI JULI'2009
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 93
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 94
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 95
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 96
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)
PT. RADIANT UTAMA INTERINSCO Tbk 97
STTN – BATANF Fahmy Faishal (020700183)