Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

27
PANDUAN INTERPRETASI RADIOGRAF DENGAN PROF HANNA KELOMPOK I 2010 Pemeriksaan Radiografi : Bertujuan untuk mendapatkan informasi yang belum atau tidak didapatkan sebelumnya Dokter gigi dituntut untuk kompeten melakukan pemeriksaan radiografi, meliputi (1) membuat radiograf , (2) evaluasi mutu dan (3) interpretasi radiografi untuk tata laksana kasus menetukan DD Tercantum pada Standar Kompetensi Dokter Gigi yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Gigi Indonesia Tata laksana, meliputi: 1. Diagnosis (informasi diagnostik) 2. Rencana Perawatan 3. Prognosis 4. Rencana Observasi Informasi diagnostik adalah semua informasi yang didapat dari pasien untuk tata laksana kasus secara komprehensif , meliputi: Ketika kita dikonsulkan foto radiograf, 1.Keadaan Umum - jika ada pasien , maka lihat keadaan umum pasien pemilik foto radiograf tsb ( bagaimana kondisi pasien tsb saat datang, compos mentis, nyeri atau tidak pada giginya). Hal ini penting untuk menentukan rencana perawatan. 2 Data Sosiodemografi - Bayangkan pasiennya dengan data-data sosiodemografi yang sudah ada. Seperti jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan. Untuk melihat kondisi

Transcript of Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

Page 1: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

PANDUAN INTERPRETASI RADIOGRAFDENGAN PROF HANNA KELOMPOK I 2010

Pemeriksaan Radiografi :Bertujuan untuk mendapatkan informasi yang belum atau tidak didapatkan sebelumnya

Dokter gigi dituntut untuk kompeten melakukan pemeriksaan radiografi, meliputi (1) membuat radiograf , (2) evaluasi mutu dan (3) interpretasi radiografi untuk tata laksana kasus menetukan DDTercantum pada Standar Kompetensi Dokter Gigi yang dikeluarkan Konsil Kedokteran Gigi Indonesia

Tata laksana, meliputi:1. Diagnosis (informasi diagnostik)2. Rencana Perawatan3. Prognosis4. Rencana Observasi

Informasi diagnostik adalah semua informasi yang didapat dari pasien untuk tata laksana kasus secara komprehensif , meliputi:

Ketika kita dikonsulkan foto radiograf, 1.Keadaan Umum

- jika ada pasien , maka lihat keadaan umum pasien pemilik foto radiograf tsb ( bagaimana kondisi pasien tsb saat datang, compos mentis, nyeri atau tidak pada giginya). Hal ini penting untuk menentukan rencana perawatan.

2 Data Sosiodemografi- Bayangkan pasiennya dengan data-data sosiodemografi yang sudah ada. Seperti

jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan. Untuk melihat kondisi fisiologisnya, untuk menentukan rencana perawatan. Untuk melihat epidemiologi, persebaran kasus

- Data-data sosiodemografi didapat untuk tatalaksana kasus (1. diagnosis, 2. rencana perawatan, 3. prognosis, 4.observasi)

- Pemeriksaan foto radiograf dilakukan jika informasi diagnostik pada pemeriksaan sebelumnya belum cukup untuk tatalaksana kasus

- Sebagai cth.pada pasien usis muda atau <30 th, yang dapat kita lihat adalah kondisi tulang yang masih seimbang, dengan kemungkinan osteoporosis yang masih jauh, bisa jadi agresive jika ada kerusakan jaringan periodonsium

- Usia 25-40 thn : tulang dalam kondisi seimbang, usia > 40 thn : kondisi tulang sudah mulai terganggu(perubahan fisiologis)

- Usia dibawah 40 tahun masih memiliki sistem daya tahan imun yang masih baik, maka dari itu perlu mempertimbangkan lesi yang terjadi adalah granuloma, pertimbangkan juga kondisi sistemik.

- Kemudian lihat kondisi Ekstra oral dan Intra oral

Page 2: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

3. Keluhan Utama dan Pemeriksaan Klinis- Kondisi pasien dilihat dari keluhan utama, riwayat gigi tsb. Pemeriksaan perkusi,

vitalitas, palpasi. - Perkusi (+), palpasi (+), menandakan kondisi penyakit dalam fase akut, kronis

eksaserbasi akut. - Palpasi(+) umumnya menunjukkan adanya abses- Apabila terdapat lesi periapikal namun pada permeriksaan klinis ternyata gigi

masih vital, maka bisa terjadi parsial necrosis atau false positif (saat menggunakan electric vitality test.

EVALUASI MUTU FOTO RADIOGRAF

1. OBJEK TERCAKUP DAN TERLETAK DI TENGAH

TERCAKUP : - Sesuai dengan tujuan pemeriksaan. Cth. Jika ingin lesi periapikal dan kemudian

struktur mahkota harus dikorbankan tidak apa-apa, karena mahkota dapat dilihat secara klinis.

- Ada reference site. Dalam gambaran radiograf terdapat daerah yang normal di dekat gambaran tidak normal, sbg refrence site. Ataupun gambaran kondisi yang menjauhi kelainan ataupun yang paling mendekati normal.

- Cukup mendapatkan informasi diagnostik

TERLETAK DI TENGAH- tujuan: agar sinar x jatuh di tengah/pusat film- sehingga gambaran radiograf terlihat lbh jelas ditengah karena ada di daerah

umbra dengan sedikit penumbra.-2. KONTRAS, DETIL, & KETAJAMAN

KONTRAS- dapat dilihat perbedaan anatara radiopak dan radiolusen- radiolusen : pada radiograf pada daerah yang tidak ada objek. Radiolusen sehitam

karbon.- Semakin tebal objek maka semakin radiopak gambarannya-DETIL -dapat terlihat struktur anatomi baik batas maupun bentuknya

KETAJAMAN- terlihat outline- ketajaman yang tidak baik dikarenakan cone bergerak saat pengambilan radiograf,

cth lain yaitu pada pemngambilan radiograf pasien anak-anak

Page 3: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

3. SUDUT HORIZONTAL (DAERAH INTERDENTAL)-dikatakan tidak ada distorsi sudut horizontal jika daerah interdental terlihat jelas. Seuai dengan susunan gigi geligi klinisnya.- kecuali pada gigi gigi yang malposisi- daerah interdental harus jelas untuk dapat melihat kondis ijaringan periodonsium marginalnya.

4. SUDUT VERTIKAL

PADA GIGI ANTERIOR - dengan melihat singulum. Kondisi normal: singulum lebar serviko insisal tidak

lebih dari 1-2 mm. Berada di 1/3 servikal mahkota.- Pemanjangan (sudut vertikal terlalu kecil ) : singulum melebar scr serviko insisal

lbh dari 2 mm, dengan gambaran tidak lebih radiopak, blur, ke arah mahkota yang strukturnya lebih tipis. Sinar x terproyeksi lbh ke arah mahkota yang lebihtipis sehingga gambarannya tidak lebih radiopak (blur)

- Pemendekan (sudut vertikal terlalu besar : singulum melebar scr serviko insisal lbh dr 2mm, terlihat lebih radiopak ke arah akar, sinar x terproyeksi ke arah akar yang struktur nya lebih tebal sehingga lebih radiopak tegas.

-PADA GIGI POSTERIOR - dengan melihat cusp bukal dan palatal. Cusp bukal dan palatal terletak sebidang yaitu sesuai dengan klinisnya.jika trelihat jarak cusp buka dan palatal lbh dari normal maka dikatakan gambaran radiograf mengalami pemendekan- dengan melihat daerah 1/3 tengah mahkota pada gigi molar, yaitu daerah yang paling cembung. Apabila lbh radiopak maka terjadi pemendekan, tidak lebih radiopak maka terjadi pemanjangan.

PADA GIGI ANTERIOR DAN POSTERIOR-dengan melihat ketinggian tulang alveolar. Ketinggian yang normal yaitu 0,5-1,5mm dibawah CEJ, namun jangan dijadikan patokan apabila terjadi kerusakan tl kortikal pada alv crest. - alveolar crest yang semakin mendekati cej maka terjadi pemendekan- alveolar crest yang semakin menjauhi cej maka terjadi pemanjangan (dengan syarat tidak terdapat kerusakan tulang kortikal pada alveolar crest- apabila tulang kortikal pd alveolar crest hilang ataupun ireguler tapi mendekati ej dr jarak normal, maka dikatakan pemendekan

5. DISTORSI MINIMAL- misalkan foto yang tertekuk, bisa pada arah oklusoinsisal dengan gambaran berupa tertariknya daerah apikal- kesalahan saat pencucian, namun jika sesuai dengan tujuan pemeriksaan dan dapt dilihat, maka radiograf masih dapat diinterpretasikan

Page 4: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

GENERAL VIEW

- untuk melihat kesan awal radiograf- untuk melihat kelainan berasal dari pulpoperiapikal, periodontal, kombinasi, atau

sistemik- cara menentukan kelainan berasal dari mana yaitu dengan melihat lokasi mana

yang paling berat , apikal atau marginal- kelainan kombinasi yaitu berasal dari pulpoperiapikal dan periodontal. Kondisi

nya sama-sama berat, keluhan sama parahnya.1. kondisi gigi geligi- perhatikan ada atau tidak anomali pada gigi geligi. Cth aganesis, supernumerary,

unfavourable condition : akar runcing, akar pendek dan pipih, bentuk mahkota seperti tabung (tidak ada pinggul). Ada atau tidak malposisi gigi

2. perubahan gigi geligi- kehilangan jaringan dengan ga,abarn radiopal atau radiolusen, loaksi dimana,

outline ireguler/reguler.3. hubungan antar gigi- perhatikan titik kontak dan garis oklusi- titik kontak : ada yang tidak baik( kontak bidang atau overlap), atau tidka ada titik

kontak.- Kemudian perhatikan garis oklusi sebidang atau tidak, pada gigi malposisi

biasanya garis oklusi tidak sebidang, kemudian kemungkinan ada TFO, lihat jejas TFO pada jaringan periodonsium (lamina dura dan r periodontal)

4. kondisi jar periodonsium- ada atau tidak kelainan- untuk melihat TFO lihat apakah terdapat jejas-jejas TFO yaitu: - pelebaran ruang periodontal: ini yang harus dilihat pertama kali sebelum

penebalan lamina dura. Lokasi penyempitan ruang periodontal menandai arah trauma ke lokasi tersebut, sedangkan pelebaran ruang periodontal terjadi di arah yang berlawanan dengan arah trauma.

- penebalan lamina dura : penebalan terjadi di lokasi searah dengan datangnya trauma.

5. perubahan jaringan periodonsium- ada atau tidak nya perubahan jar periodonsium, apakah secara apikal atau

marginal- lamina dura di akar mesial terlihat lebih tebal (normal) karena ada daaerah cekung

sehingga terproyeksi sinar x sehingga menghasilkan gambaran yang lbh radiopak/tebal

6. hubungan gigi dan jar periodonsium- Cth tidak adanya titik kontak yang baik pada gigi geligi menyebabkan perubahan

jaringan periodonsium7. kondisi tulang rahang- perhatikan pola trabekulasi dan densitas- peningkatan densitas loka, jika ada lesi periapikal sebagai bentuk perthanan lokal,

lihat refernce site8. perubahan tl rahang

Page 5: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

- perubahan pola, terutama jika ada kelainan sistemik. 9. hub gigi, periodonsium, dan tl rahang10. kesimpulan kelainan berasal dari

pulpoperiapikal, periodontal, kombinasi atau sistemik

SPESIFIC VIEW

A) KELAINAN PERIAPIKAL

Dilihat dari 7 clues :1. radiodensitas : radiopak atau radiolusen2. lokasi :biasanya di apeks gigI atau 1/3 apikal gigi. Lesi bermula dari ruang periodontal di 1/3 apikal gigi.3. batas tepi : bagaimana batas tepi nya jelas atau tidak4. struktur interna : radiolusen atau radiopak berkabut. 5. efek terhadap jaringan sekitar : cth. Peningkatan densitas tulang di daerahsekitar lesi, yang mendakan konsisi yg kronis dan telah terjadi lokalisir lesi6. bentuk : bulat atau oval7. ukuran : diameter lesi

untuk struktur interna lesi yang radiolusen berkabut, 2 kemungkinan yaitu menunjukkan adanya lesi periapikal abses dan granuloma

GRANULOMA : - radiolusen berkabut, batas jelas- lesi mengikuti bentuk akar, terjadi di usia muda (imunitas yang masih bagus

sehingga melokalisir lesi sbg bntuk pertahanan)- maksimal uk diameter yaitu 1 cm (melokalisir, tidka dapat membesar krna bentuk

pertahanan lokal- lamina terputus di 1/3 apikal kemudian kanselus bereaksi untuk melokalisir

berupa peningkatan densitas. Apabila terputus dan ada sakit(+) maka menjadi granuloma terinfeksi (ada keluhan sakit ataupun tanda akut pada pemeriksaan klinis)

- Kapan suatu lesi menjadi granuloma?o Usia muda (adanya lokalisasi infeksi)o Lamina dura terlihat menyambung dan mempunyai bentuk tertentuo Bila sakit biasanya batas terlihat diffuse dan menandakan adanya

infeksi

ABSES - radiolusen berkabut dengan batas tidak jelas- pada abses dini belum terlihat begitu radiolusen , tp lamina dura sudah putus dan

hilang di 1/3 apikal, ada keluah sakit krna belum terlokalisir lesinya.- Abses kronis : terjadi peningkatan densitas tulang di sekitar lesi- Abses kronis eksaserbasi akut : ada peningkatan densitas tulang di sekitar lesi,

namun ada tanda akut pada pemeriksaan klinis.

Page 6: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

- Abses pada anak-anak biasanya langsung terdiagnosis sebagai abses dentoalveolar karena tulang trabekulasi tipis. Namun proses healing berjalan cepat

- Abses dentoalveolar : Abses yang telah mengenai sebagian besar pembungkus akar (alveolus) dan bisa menyebar sampai ke bifurkasi.

- Abses periodontal: biasanya yang paling berperan terhadap abses ini adalah adanya trauma (kecuali akibat sebab lain, misalnya tertusuk duri ikan).

LESI TRAUMATIK- Biasanya terlihat ada bukti trauma, baik secara klinis, radiografis, maupun tertera

pada anamnesa berupa riwayat trauma. - Jejas trauma yang pertama terlihat dari periodonsium.- Bila kerusakan struktur pada gigi memiliki outline yang rapi (tidak irreguler),

biasanya disebabkan trauma eksternal. - Biasanya terlihat batas jelas, sedikit diffuse namun tidak terlihat adanya pita

radiolusen seperti pada kista. Pada bagian lesi dapat terlihat masih ada bagian lamina dura yang tersambung.

- Gigi dapat dijumpai dalam keadaan vitalitas (+) partial necrosis maupun (-) necrosis pulpa, akan tetapi perlu diperhatikan bahwa hasil (+) dapat saja false positive.

LESI CAMPURAN- Jalan masuknya lesi lebih dari satu, bisa dari Periapikal atau Periodontal- Dalam radiograph tentukan kira-kira dari mana jalan masuknya infeksi yang

paling dominan : o Lihat pemeriksaan klinis : kalau berasal dari periodontal bisanya goyang

sudah derajat 3. o Lihat perluasan lesi : lesi periapikal meluas dengan pusatnya berada pada

apikal gigi, sedangkan pada lesi periodontal perluasan lesi lebih ke arah lateral dengan pusat tidak pada apikal gigi

- Contoh penulisan DD : o Kasus primary perio with secondary endo : Abses periodontal EC OH

buruk diperberat TFO dan Lesi Periapikal kronis EC NP.o Kasus primary endo with secondary perio : Abses apikalis kronis EC NP

dan Lesi periodontal EC OH buruk diperberat TFO- Pada penulisan DD jangan menamai lesi campuran dengan dua abses (abses

apikal dan periodontal), penamaan abses diberikan pada jalur infeksi yang lebih dominan sedang jalur yang kalah dominan diberi nama ’lesi’ saja.

KISTA- Radiolusen dengan batas jelas ( jika sel epitel malassez terangsang)- batas jelas : radiopak seperti lamina dura- dapat membesar karena perkembangannya berasal dari tengah atau dalam lesi. - Jika ada tanda akut pada pem klinis, dan terlihat terputus batas tepi mya maka

dikatakan kista terinfeksi

Page 7: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

B) KELAINAN PERIODONTAL

Dapat dilihat dengan 10 clues:1. tinggi tulang yang tersisa- hitung jarak antara alv crest dengan tinggi seharusnya, bukan dari cej.Berapa penurunannya. Tinggi tulang yg tersisa: 1/3 servikal, 1/3 tengah, atau 1/3 apikal2. kondisi alveolar crest- perhatikan tl kortikal, bentuk, outline, kontinuitasnya, densitasnya.Apabila sudah terjadi kerusakan tl kortikal, ireguler, sampai kehilangan tl 1 mm dr tempat seharusnya maka dikatakan mild periodontitis.Apabila sudah kehilangan tulang lebih dari 1mm-1/2 akar dikatakan moderate.Apabila kehilangan tl alv lbh dari ½ akar maka dikatakan severe3. kehilangan tulang di bifurkasi- ada atau tidak keterlibatan bifurkasi . 4. lebar ruang periodontal- untuk melihat ada atau tidak jejas TFO- TFO merupakan faktor pemberat, dapat dilihat dr arah mesio distal ataupun antero posterior. Cth sisi mesial kondisi r periodontal dan lamina duranya berlawanan dengan kondisi lamina dura dan r periodontal di sisi distal5. faktor lokal- kalkulus- restorasi yang overhanging-gigi malposisi6. panjang akar, morfologi akar, rasio mahkota akar- mengacu pada poin satu7. kontak interproksimal- bagaimana kontaknya baik atau tidak, ada atau tidak8. pertimbangan anatomis- cth kehilangan gigi, supernumerary, impaksi, posisi sinus maksila pada RA9. pertimbangan patologis- adanya karies, lesi periapikal, resorspsi akar10. garis oklusi- sebidang atau tidak, meilhat adanya TFO atau tidak- garis oklusi yang sebidang bisa menjadi petunjuk adanya TFO, namun pada gambaran radiograf tetap harus dicari tanda jejasnya karena bisa saja walaupun garis oklusi tidak sebidang tetapi tidak terjadi TFO (mis. giginya tidak dipakai untuk menggigit)-ada atau tidaknya TFO berpengaruh terhadap rencana perawatan

Diagnosis untuk kelianan periodontal1. MILD: terdapat iregularitas pada crest sampai dengan kehilangan tulang 1 mm

dari tempat seharusnya (bukan dari CEJ).2. MODERATE: kehilangan tulang >1 mm dari tempat seharusnya sampai dengan

setengah akar.3. SEVERE

Page 8: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

4. AGRESIVE :- pada usia <30 th, kerusakan tulang horizontal, lamina dura hilang tnpa sebab, terutama pada gigi I dan M. Faktor lokal tidk dominan walaupun ada.

5. untuk yang murni karena faktor lokal, kerusakan tulang angular

Biasanya pada kasus Periodontitis:

-Reference site terpotong

-Terdapat perubahan pola dan densitas curiga sistemik

-Jika dicurigai terdapat sistemik atau kelainan,maka dilakukan (1) foto keseluruhan,

panoramik/full moth survey (2) Lihat kualitas tulang

PRINSIP-PRINSIP RADIOLOGI

- RISK AND BENEFIT (1)

- ALARA (2 DAN 3)

Ada 3 prinsip proteksi radiasi yang telah direkomendasikan oleh International Commission Radiological Protection (ICRP) untuk dipatuhi, yaitu :1. Justifikasi

Setiap penggunaan radiasi harus berlandaskan asas manfaat, dimana manfaat yang diterima harus lebih besar dari risiko yang  ditimbulkannya.2. Limitasi

Dosis yang diterima pekerja radiasi maupun pasien tidak boleh melampaui Nilai Batas Dosis (NBD) yang telah ditetapkan. Batas dosis bagi pekerja radiasi dimaksudkan untuk mencegah munculnya efek deterministik (non stokastik) dan mengurangi peluang terjadinya efek stokastik.3. Optimasi

Semua penyinaran harus diusahakan serendah-rendahnya (prinsip ALARA-as low as reasonably achieveable), dengan mempertimbangkan faktor ekonomi dan sosial. Kegiatan pemanfaatan radiasi harus direncanakan dan sumber radiasi harus dirancang serta dioperasikan untuk menjamin agar paparan radiasi yang terjadi dapat ditekan serendah-rendahnya.   

 

Page 9: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

UNDANG-UNDANGBAB III. Petugas dan ahli proteksi radiasiPasal 4.Setiap Instalasi Atom harus mempunyai sekurang-kurangnya seorang Petugas Proteksi Radiasi.Pasal 5.(1)   Setiap Penguasa Instalasi Atom, dengan persetujuan Instansi yang Berwenang, diwajibkan menunjuk dirinya sendiri atau orang lain dibawahnya selaku Petugas Proteksi Radiasi.(2)   Petugas Proteksi Radiasi bertanggungiawab atas segala sesuatu yang berhubungan dengan keselamatan setiap orang dalam lingkungan kepada Penguasa Instalasi Atom.Pasal 6.Petugas Proteksi Radiasi berkewajiban menyusun Pedoman Kerja, Instruksi dan lain-lain yang berlaku dalam lingkungan Instalasi atom yang bersangkutan.Pasal 7.(1)   Untuk mengawasi ditaatinya peraturan-peraturan keselamatan kerja terhadap radiasi, perlu ditunjuk Ahli Proteksi Radiasi oleh Instansi yang berwenang.(2)   Ahli Proteksi Radiasi diwajibkan memberikan laporan kepada Instansi yang Berwenang dan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi secara berkala.BAB V. Ketentuan-ketentuan kerja dengan zat-zat radioaktif dan sumber radiasi lainnyaPasal 14.Semua pekerjaan yang memakai zat radioaktif terbuka dan zat radioaktif tertutup serta sumber-sumber radiasi lainnya, harus mengikuti ketentuanketentuan yang diatur lebih lanjut oleh Instansi yang berwenang.Pasal 15.Wanita hamil tidak diperkenankan meneriina dosis radiasi yang melebihi Nilai Batas yang diizinkan sebagai yang diatur pada Pasal 3. NILAI BATAS DOSIS (NBD)Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri (PTNBR) telah menetapkan Nilai Batas Dosis (NBD) radiasi tahunan yang mengacu pada SK Kepala BAPETEN No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 tentang Ketentuan Keselamatan Kerja terhadap Radiasi.Nilai batas dosis yang ditetapkan dalam Ketentuan ini bukan batas tertinggi yang apabila dilampaui seseorang akan mengalami akibat radiasi merugikan yang nyata atau menjadi sakit, akan tetapi merupakan batas tertinggi yang dijadikan acuan, karena setiap penyinaran yang tidak perlu harus dihindari dan penerimaan dosis harus diusahakan serendah-rendahnya (ALARA). Nilai batas dosis pada masyarakat umum  adalah 5 mSv per tahun, dan untuk wanita hamil adalah 10 mSv selama masa kehamilan. Dosis tahunan maksimum yang direkomendasikan untuk para pekerja kesehatan adalah 50 milisiverts dan seumur hidup maksimum yang diijinkan adalah 10 mSv dikalikan dengan usia seseorang dalam tahun.Efek yang dihasilkan akibat radiasi, seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat dikurangi atau diminimalisir dengan dosis yang sesuai dan penggunaan proteksi radiasi bagi operator, pasien dan ruangan sehingga efek tersebut dapat dihindarkan

Page 10: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI KONTRAS

1. Subject contrastSubject contrast merupakan perbedaan kontras yang disebabkan oleh perbedaan bagian tubuh pada pasien yang dilewati oleh sinar-X. Contohnya adalah gigi dan tulang akan menyerap hampir keseluruhan sinar radiasi sedangkan jaringan lunak akan meneruskan sinar radiasinya. Selain itu, subject contrast juga dipengaruhi oleh energi (kVp), mA, dan waktu dari sinar-X tersebut. Peningkatan kVp akan menurunkan kontras, sedangkan sebaliknya jika kVp diturunkan kontras akan meningkat. Biasanya kVp yang digunakan berkisar antara 70-80 kVp. Perubahan waktu juga akan mempengaruhi kontras. Jika terlalu lama akan menyebabkan film menjadi lebih gelap.

2. Film contrastFilm contrast bergantung pada jenis foto (intraoral atau ekstraoral) ataupun pada saat prosesing film tersebut.

3. Scattered radiationPemeriksaan radiografi terhadap organ – organ tubuh yang memiliki ketebalan dan nomor atom yang tinggi akan memerlukan energi sinar-X yang tinggi pula, sehingga radiasi yang dihamburkan juga tinggi. Kenaikan tegangan dan arus tabung serta penambahan luas lapangan penyinaran dapat menimbulkan bertambahnya jumlah radiasi hambur yang sampai ke film, sehingga mengakibatkan penurunan kontras radiografi.

HAL-HAL YANG MEMPENGARUHI DETAIL DAN KETAJAMAN

1. Motion blurringDiakibatkan oleh adanya pergerakan dari film, subjek, ataupun sumber sinar-X disaat pemaparan sedang berlangsung.

2. Geometric blurringDiakibatkan oleh adanya fokal spot (sinar foton tidak dipancarkan dari tabung sinar-X). Semakin besar fokal spot, semakin berkurang ketajaman. Untuk meningkatkan ketajaman, dapat dengan cara meningkatkan jarak antara fokal spot dengan objek, serta mengurangi jarak antara objek dengan film.

3. Absorption unsharpnessDikarenakan adanya variasi bentuk objek. Contohnya adalah cervical burn-out.

Page 11: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

EFEK BIOLOGI RADIOTERAPI PADA WANITA HAMIL

Minggu ke-3 hingga minggu ke-8 kehamilan, merupakan fase pembentukan organ

pada janin, sehingga paparan radiasi bahkan pada dosis yang sangat rendah (0,1 Gray

atau 10 Rad) pun, dapat menyebabkan abortus maupun cacat bawaan. Kelainan yang

ditimbulkan tergantung pada sistem organ yang sedang dibentuk pada saat terjadinya

radiasi.

Minggu ke-8 hingga minggu ke-15 kehamilan, merupakan fase pembentukan

sistem saraf pusat pada janin. Sehingga apabila terjadi paparan radiasi dengan dosis > 30

Rad (0,3 Gray) pada fase ini, dapat mempengaruhi kecerdasan (tingkat intelektual) janin.

Setelah minggu ke-16, janin menjadi lebih kebal terhadap paparan radiasi, tetapi tetap

tidak boleh melebihi dosis tertentu.

Sinar X (rontgen) yang diberikan selama usia kehamilan kurang dari 4 bulan,

dapat menimbulkan cacat pada janin. Seiring dengan bertambahnya usia kehamilan,

risiko cacat pada janin juga semakin berkurang. Tetapi apabila pemeriksaan radiologis

tidak dapat terhindarkan, sebaiknya dipertimbangkan modalitas lain yang lebih aman dan

tidak menimbulkan ionisasi seperti sinar X, misalnya dengan Ultrasonografi

(menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi) ataupun MRI (Magnetic Resonance

Imaging) sehingga dapat memberikan manfaat maksimal bagi ibu dan juga

meminimalkan dampak negatif bagi janin.

EFEK BIOLOGIS RADIASI

Jika radiasi mengenai tubuh manusia, ada 2 kemungkinan yang dapat terjadi: berinteraksi

dengan tubuh manusia, atau hanya melewati saja. Jika berinteraksi, radiasi dapat mengionisasi

atau dapat pula mengeksitasi atom. Setiap terjadi proses ionisasi atau eksitasi, radiasi akan

kehilangan sebagian energinya. Energi radiasi yang hilang akan menyebabkan peningkatan

temperatur (panas) pada bahan (atom) yang berinteraksi dengan radiasi tersebut. Dengan kata

lain, semua energi radiasi yang terserap di jaringan biologis akan muncul sebagai panas melalui

peningkatan vibrasi (getaran) atom dan struktur molekul. Ini merupakan awal dari perubahan

kimiawi yang kemudian dapat mengakibatkan efek biologis yang merugikan.

Satuan dasar dari jaringan biologis adalah sel. Sel mempunyai inti sel yang merupakan

Page 12: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

pusat pengontrol sel. Sel terdiri dari 80% air dan 20% senyawa biologis kompleks. Jika radiasi

pengion menembus jaringan, maka dapat mengakibatkan terjadinya ionisasi dan menghasilkan

radikal bebas, misalnya radikal bebas hidroksil (OH), yang terdiri dari atom oksigen dan atom

hidrogen. Secara kimia, radikal bebas sangat reaktif dan dapat mengubah molekul-molekul

penting dalam sel.

DNA (deoxyribonucleic acid) merupakan salah satu molekul yang terdapat di inti sel,

berperan untuk mengontrol struktur dan fungsi sel serta menggandakan dirinya sendiri.

Setidaknya ada dua cara bagaimana radiasi dapat mengakibatkan kerusakan pada sel.

Pertama, radiasi dapat mengionisasi langsung molekul DNA sehingga terjadi perubahan kimiawi

pada DNA. Kedua, perubahan kimiawi pada DNA terjadi secara tidak langsung, yaitu jika DNA

berinteraksi dengan radikal bebas hidroksil. Terjadinya perubahan kimiawi pada DNA tersebut,

baik secara langsung maupun tidak langsung, dapat menyebabkan efek biologis yang merugikan,

misalnya timbulnya kanker maupun kelainan genetik.

Pada dosis rendah, misalnya dosis radiasi latar belakang yang kita terima sehari-hari, sel

dapat memulihkan dirinya sendiri dengan sangat cepat. Pada dosis lebih tinggi (hingga 1 Sv), ada

kemungkinan sel tidak dapat memulihkan dirinya sendiri, sehingga sel akan mengalami

kerusakan permanen atau mati. Sel yang mati relatif tidak berbahaya karena akan diganti dengan

sel baru. Sel yang mengalami kerusakan permanen dapat menghasilkan sel yang abnormal ketika

sel yang rusak tersebut membelah diri. Sel yang abnormal inilah yang akan meningkatkan risiko

tejadinya kanker pada manusia akibat radiasi.

Efek radiasi terhadap tubuh manusia bergantung pada seberapa banyak dosis yang

diberikan, dan bergantung pula pada lajunya; apakah diberikan secara akut (dalam jangka waktu

seketika) atau secara gradual (sedikit demi sedikit).

Sebagai contoh, radiasi gamma dengan dosis 2 Sv (200 rem) yang diberikan pada seluruh

tubuh dalam waktu 30 menit akan menyebabkan pusing dan muntah-muntah pada beberapa

persen manusia yang terkena dosis tersebut, dan kemungkinan satu persen akan meninggal dalam

waktu satu atau dua bulan kemudian. Untuk dosis yang sama tetapi diberikan dalam rentang

waktu satu bulan atau lebih, efek sindroma radiasi akut tersebut tidak terjadi.

Contoh lain, dosis radiasi akut sebesar 3,5 – 4 Sv (350 – 400 rem) yang diberikan seluruh

tubuh akan menyebabkan kematian sekitar 50% dari mereka yang mendapat radiasi dalam waktu

30 hari kemudian. Sebaliknya, dosis yang sama yang diberikan secara merata dalam waktu satu

tahun tidak menimbulkan akibat yang sama.

Selain bergantung pada jumlah dan laju dosis, setiap organ tubuh mempunyai kepekaan

Page 13: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

yang berlainan terhadap radiasi, sehingga efek yang ditimbulkan radiasi juga akan berbeda.

Sebagai contoh, dosis terserap 5 Gy atau lebih yang diberikan secara sekaligus pada

seluruh tubuh dan tidak langsung mendapat perawatan medis, akan dapat mengakibatkan

kematian karena terjadinya kerusakan sumsum tulang belakang serta saluran pernapasan dan

pencernaan. Jika segera dilakukan perawatan medis, jiwa seseorang yang mendapat dosis terserap

5 Gy tersebut mungkin dapat diselamatkan. Namun, jika dosis terserapnya mencapai 50 Gy,

jiwanya tidak mungkin diselamatkan lagi, walaupun ia segera mendapatkan perawatan medis.

Jika dosis terserap 5 Gy tersebut diberikan secara sekaligus ke organ tertentu saja (tidak ke

seluruh tubuh), kemungkinan besar tidak akan berakibat fatal. Sebagai contoh, dosis terserap 5

Gy yang diberikan sekaligus ke kulit akan menyebabkan eritema. Contoh lain, dosis yang sama

jika diberikan ke organ reproduksi akan menyebabkan mandul.

Efek radiasi yang langsung terlihat ini disebut Efek Deterministik. Efek ini hanya muncul

jika dosis radiasinya melebihi suatu batas tertentu, disebut dosis ambang.

Efek deterministik bisa juga terjadi dalam jangka waktu yang agak lama setelah terkena

radiasi, dan umumnya tidak berakibat fatal. Sebagai contoh, katarak dan kerusakan kulit dapat

terjadi dalam waktu beberapa minggu setelah terkena dosis radiasi 5 Sv atau lebih.

Jika dosisnya rendah, atau diberikan dalam jangka waktu yang lama (tidak sekaligus),

kemungkinan besar sel-sel tubuh akan memperbaiki dirinya sendiri sehingga tubuh tidak

menampakkan tanda-tanda bekas terkena radiasi. Namun demikian, bisa saja sel-sel tubuh

sebenarnya mengalami kerusakan, dan akibat kerusakan tersebut baru muncul dalam jangka

waktu yang sangat lama (mungkin berpuluh-puluh tahun kemudian), dikenal juga sebagai periode

laten. Efek radiasi yang tidak langsung terlihat ini disebut Efek Stokastik.

Efek stokastik ini tidak dapat dipastikan akan terjadi, namun probabilitas terjadinya akan

semakin besar apabila dosisnya juga bertambah besar dan dosisnya diberikan dalam jangka waktu

seketika. Efek stokastik ini mengacu pada penundaan antara saat pemaparan radiasi dan saat

penampakan efek yang terjadi akibat pemaparan tersebut. Kecuali untuk leukimia yang dapat

berkembang dalam waktu 2 tahun, efek pemaparan radiasi tidak memperlihatkan efek apapun

dalam waktu 20 tahun atau lebih.

Salah satu penyakit yang termasuk dalam kategori ini adalah kanker. Penyebab sebenarnya dari

penyakit kanker tetap tidak diketahui. Selain dapat disebabkan oleh radiasi pengion, kanker dapat

pula disebabkan oleh zat-zat lain, disebut zat karsinogen, misalnya asap rokok, asbes dan

ultraviolet. Dalam kurun waktu sebelum periode laten berakhir, korban dapat meninggal karena

penyebab lain. Karena lamanya periode laten ini, seseorang yang masih hidup bertahun-tahun

setelah menerima paparan radiasi ada kemungkinan menerima tambahan zat-zat karsinogen

Page 14: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

dalam kurun waktu tersebut. Oleh karena itu, jika suatu saat timbul kanker, maka kanker tersebut

dapat disebabkan oleh zat-zat karsinogen, bukan hanya disebabkan oleh radiasi.

Faux Pearl

Perhatikan radiograf bitewing pada gambar A, lihat gambaran radiopak membulat pada gigi M1 bawah. Bandingkan pada radiograf bitewing gambar B yang diambil pada hari yang sama dan sudah tidak terdapat gambaran radiopak tersebut.

Gambaran radiopak membulat pada bitewing A tersebut mirip seperti enamel pearl, namun bukan pulp stone, karena pulp stone hanya terdapat di dalam ruang pulpa.

Gambaran ini disebut “faux pearl” (faux = false). Hal ini disebabkan angulasi dari sinar-X yang menyebabkan overlapping bagian atas akar mesial dan distal sehingga menyebabkan ilusi berupa faux pearl. Perhatikan tulang interradicular dan area furkasi pada gigi M1 bawah, tampak berbeda dari normal (gambar B).

Sumber:White S.C, Pharoah M.J. Oral Radiology Principles and Interpretation 5th ed. 2004. Mosby: MissouriWhaites E. Essentials of Dental Radiography and Radiology 3rd ed. 2003. Elsevier.Langlais, R.P. Exercises in Oral Radiology and Interpretation 4th ed. 2004. Saunders: Missouri.

Page 15: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

STANDAR KOMPETENSI RADIOLOGI KEDOKTERAN GIGI MAHASISWA

S1 FKG UI- BPKM

Blok 3 : Radiologi Dasar

Pembuatan radiografi intra oral dan ekstra oral

1. Menjelaskan:

- Dasar-dasar fisika radiasi

- Sumber, jenis, dan kegunaan radiasi

- Fisika radiasi

- Efek radiasi/biologi radiasi

- Faktor-faktor yang mempengaruhi gambaran radiografis

- Sarana radiologi kedokteran gigi

- Radiografi intra oral, indikasi, kelebihan, kekurangan, teknik pengambilan

foto (paralel/biseksi, topografi/crosssection, bitewing) dan radiografi ekstra

oral (panoramik, sefalometri lateral, PA)

- Film radiografis dan proses pencucian

- Kegagalan gambaran radiografis yang sering terjadi dan faktor penyebabnya

2. Menjelaskan proteksi radiasi untuk pasien, operator dan lingkungan

3. Menjelaskan Undang-Undang Keselamatan Nuklir dan tindakan proteksi serta

penanggulangan efek radiasi pada penggunaan radiasi sebagai sarana diagnostik

maupun terapi di bidang kedokteran gigi

4. Mengetahui macam-macam diagnostic imaging dalam dunia kedokteran gigi,

contohnya yaitu MRI (Magnetic Resonance Imaging), USG (ultrasonografi), CT

scans (Computed Tomography), CBCT (Cone Beam Computed Tomography).

Blok 4 : Radiologi Kedokteran Gigi 1

Pendekatan interpretasi radiografi, evaluasi radiografik, anatomi dan anomali gigi serta

rahang

1. Mampu memahami dan menjelaskan urutan erupsi, struktur dan morfologi gigi

secara radiografis sehingga dapat mengidentifikasi perubahan/kelainan/penyakit

yang berkaitan

Page 16: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

2. Mampu melakukan pendekatan evaluasi radiografik gigi sulung dan gigi tetap

serta berbagai komponen dalam sistem stomatognatik dan kompleks maksilo-

mandibular

3. Mampu memahami dan menjelaskan struktur anatomi komponen-komponen

stomatognatik

4. Mampu melakukan pembuatan radiograf (roentgen foto) gigi, tulang dan struktur

maksilofasial sesuai tuntutan kompetensi, melakukan interpretasi radiografik

struktur normal dan mengenali perubah

Blok 5 : Radiologi K edokteran G igi 2

Interpretasi radiografis kelainan/penyakit jaringan keras gigi dan periodontal

1. Mampu menentukan pemeriksaan radiografik yang tepat berdasarkan prinsip

pemeriksaan radiografik (ALARA, risk vs benefit, dan prinsip seleksi kasus sesuai

justifikasi, pemeriksaan radiografik yang tepat) yang dibutuhkan pada kelainan

jaringan keras gigi dan periodontal

2. Mampu mengidentifikasi karies secara radiografis pada gigi tetap dan sulung

3. Mampu memahami keterbatasan radiografik karies dan faktor-faktor yang

mempengaruhi interpretasi radiografik

4. Mampu menjelaskan hasil pemeriksaan/interpretasi radiografik untuk menetukan

perluasan dan kerusakan gigi

5. Mampu melakukan pemeriksaan radiografik untuk karies dan non karies

6. Mampu menentukan pemeriksaan radiografik untuk menginterpretasi, menganalisis

dan menentukan diagnosis banding kelainan/kerusakan jaringan keras gigi dan

jaringan periodontal

Blok 6 : Radiologi K edokteran G igi 3

Interpretasi radiografis penyakit pulpa periapikal dan penjalaran infeksinya termasuk

kedalam Sinus maksilaris, pemeriksaan khusus untuk penentuan akar dan saluran akar.

1. Mampu menentukan indikasi pemeriksaan radiografis yang dibutuhkan dan

menginterpretasi hasil pemeriksaan radiografis untuk diagnosis kelainan/penyakit

pulpa, periapikal, trauma gigi

Page 17: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

Blok 7 : Radiologi Kedokteran Gigi 4

Interpretasi Radiografis Penatalaksanaan Kelainan/Penyakit Periodontal dan Evaluasi

Kualitas dan Kuantitas Tulang Rahang

1. Mahasiswa mampu menginterpretasi radiografik penyakit/kelainan jaringan

periodontal di antaranya periodontitis kronis, periodontitis agresif, abses

periodontal, TFO, dan kondisi yang berkaitan dengan penyakit sistemik

Blok 8 : Radiologi Kedokteran Gigi 5

Evaluasi Radiografik Pertumbuhan dan Perkembangan OKF dan Pasca Natal dan Anomali OKF

1. Mahasiswa mampu menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan OKF secara normal

pada masa pasca natal secara radiografik

2. Mampu menjelaskan macam-macam kelainan tumbuh kembang serta etiologinya secara

radiografik

Blok 11 : Radiologi Kedokteran Gigi 6

1. Mahasiswa diharapkan mampu melakukan evaluasi radiografis kelainan/penyakit

oromaksilofasial, manifestasi penyakit sistemik di rongga mulut, kista, neoplasma

odontogenik dan non-odontogenik, penyaki/kelainan kelenjar saliva

2. Mahasiswa mampu meginterpretasi radiografik kelainan/penyakit OMF 1 (ekstraksi dan

odontektomi) berkaitan dengan posisi pada tulang rahang, serta keterlibatan struktur

anatomis sinus maksilaris dan kanalis mandibularis.

Blok 12 : Radiologi Kedokteran Gigi 7

1. Mahasiswa diharapkan mampu mengevaluasi gambaran radiografik kelainan OMF 2

(trauma OMF, kelainan TMJ, pemeriksaan khusus trauma dan TMJ)

Page 18: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010

KOMPETENSI RADIOLOGI DOKTER GIGI – STANDAR KOMPETENSI DRG KKI

Page 19: Panduan Interpretasi Radiografi Prof Hanna Kelompok i 2010