Post on 19-Feb-2022
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP MENINGKATNYA
TINDAK PIDANA KORUPSI DI PROVINSI JAMBI
SKRIPSI
Oleh :
Eka Susanti
NIM: SHP.162162
PEMBIMBING:
Dr. Ruslan Abdul Ghani, S.H., M.H
Dr. Dedek Kusnadi, M.Si., MM
JURUSAN HUKUM PIDANA ISLAM
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SULTHAN THAHA SAIFUDDIN JAMBI
TAHUN 1442 H/2020 M
i
ii
iii
iv
MOTTO
أيها يا كى أيىانكى تأكهىا نا آيىا انذي إنا بانباطم بي أ تجارة تكى كى تزاض ع تقتهىا ونا ي
فسكى أ انهه إ ا بكى كا رحي
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta-sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengan suka sama suka. Dan janganlah kalian membunuh
dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu. (QS.An-
Nisa Ayat 29)
v
iv
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah bahwa dengan terselesainya skripsi ini merupakan suatu
kebahagiaan bagi penulis, karena itu sebagai rasa syukur kepada Allah SWT.
Sebuah Langkah Usai Sudah...
Satu Cita Telah Aku Capai...
Namun, Itu Bukan Akhir Dari Perjuangan...
Melainkan Awal Dari Perjuangan...
Skripsi ini saya persembahkan kepada orang-orang terkasih dan tersayang saya
yang selalu ada dan mendampingi saya dalam setiap keadaan, yaitu:
Ayahanda Tercinta Jang Ning
Ibunda Tercinta Mariana
Nenek Tercinta Saiyah
Paman Tersayang Sahidin
Saudaraku Tercinta Eko Saputra, Niko Indriansyah, Dan Aril Prayoga
v
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Tanggapan Kriminologi Terhadap
penyebab Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Jambi, Upaya Menanggulangi
Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi Ditinjau Dari Hukum Islam serta
kendala yang dihadapi aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana
korupsi di Provinsi Jambi . Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis
sosiologis. Instrumen pengumpulan data melalui wawancara langsung,
dokumentasi dan observasi. Berdasarkan penelitian yang dilakukan diperoleh hasil
dan kesimpulan yaitu dari analisis kriminologinya yang menyebabkan
meningkatnya tindak pidana korupsi di provinsi Jambi ini adalah sifat serakah
yang ada dalam diri manusia dimana saat ada jabatan, kewenangan dan
kesempatan serta kurangnya pengawasan maka kejujuran dan rasa ingin
mengambil yang bukan hak merekapun timbul. Maka dari itu penulis
menyarankan bahwa perlunya peningkatan dalam pencegahan, pemberantasan dan
penegakan hukum yang lebih tegas dan lebih maksimal lagi. Agar korupsi
kedepannya dapat diberantas dan paling tidaknya mampu dimeminimalisir angka
terjadinya tindak pidana korupsi khususnya di Provinsi Jambi.
Kata kunci: Kriminologi, Tindakan, Korupsi
iv
DAFTAR SINGKATAN
BAP Berita Acara Perkara
DITRESKRIMSUS Direktorat Reserse Kriminal Khusus
IQ Intelgentia
KAPOLDA Kepolisian Daerah
KASUPSI Kepala Sub Seksi
KKN Korupsi Kolusi Nepotisme
KPK Komisi Pemberantasan Korupsi
KUHP Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Pidsus Pidana Khusus
PT Perusahaan Terbatas
SMA Sekolah Menengah Atas
SMK Sekolah Menengah Kejuruan
SMP Sekolah Menengah Pertama
TIPIKOR Tindak Pidana Korupsi
UU Undang-Undang
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Syukur Alhamdulillah, dengan menyebut nama Allah SWT yang maha
pengasih lagi maha penyayang. Segala puja dan puji penulis panjatkan kehadiran-
Nya, karena dengan rahmat dan karunia-Nya lah penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan judul: “Analisis Kriminologis Terhadap Meningkatnya Tindak
Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi”.
Skripsi ini merupakan persyaratan yang ditentukan oleh lembaga
perguruan tinggi pada umumnya dan Universitas Islam Negeri Sultan Thaha
Saifuddin Jambi pada khususnya, yaitu untuk mencapai gelar keserjanaan. Bagi
penulis sendiri adalah untuk mencapai gelar Sarjana Hukum pada Universittas
Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi Jurusan Hukum Pidana Islam.
Didalam penulisan ini penulis menyadari akan adanya kekurangan yang
mungkin harus diperbaiki, oleh sebab itu penulis dengan penuh keikhlasan akan
menerima petunjuk maupun saran-saran yang sifatnya membangun dari semua
pihak demi kesempurnaan skripsi ini.
Skripsi ini dapat penulis selesaikan karena berkat bantuan dari seluruh
pihak yang dengan kerelaan dan keikhlasannya telah ikut berpartisipasi. Untuk itu
dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi Asy’ari, MA., Ph. D selaku Rektor UIN STS
Jambi
vi
2. Bapak Dr. Sayuti Una, S. Ag., M. H selaku Dekan Fakultas Syariah UIN
STS Jambi
3. Bapak Agus Salim, M.A., M.I.R., Ph.D Selaku Wakil Dekan Fakultas
Syariah UIN STS Jambi.
4. Ibu Dr. Robiatul Adawiyah S. HI., M.HI selaku Ketua Jurusan Hukum
Pidana Islam dan bapak Devrian Ali S. S.I., M.A. HK selaku Sekretaris
Jurusan Hukum Pidana Islam, Fakultas Syariah
5. Bapak Dr. Ruslan Abdul Ghani, S.H., M.H selaku dosen Pembimbing I
6. Dr. Dedek Kusnadi, S. Sos., M. S. I selaku Pembimbing II
7. Bapak-bapak dan ibu-ibu selaku dosen Fakultas Syariah
8. Yang terhormat dan saya sayangi kedua otang tua, Jang Ning dan ibu
Mariana yang dengan tulus dan ikhlas telah memberikan bantuan materil
dan dorongan moril serta doa kepada saya hingga terselesaikannya skripsi
ini
9. Yang saya hormati dan saya cintai nenek Saiyah dan paman Sahidin yang
selalu memberikan semangat dan doa kepada saya
10. Sahabat seperjuangan (keluarga besar hukum pidana islam pada umumnya
yang selalu support dan tak hentinya memotivasi) dan teman kampus
ataupun yang diluar kampus yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
turut membantu memberikan motivasi dalam proses skripsi dari awal
sampai akhir
11. Teman-teman Kuliah Kerja Nyata (KKN) desa Tanjung Mudo Kabupaten
Merangin.
vii
Akhir kata, disadari dengan segala hal keterbatasan yang ada, dirasakan
penulis skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, baik sistematika penulisan
maupun materi pembahasannya, untuk itu segala krituk dan saran sangatlah
penulis harapkan demi penyempurnaan skripsi ini, semoga skripsi ini bermanfaat
bagi saya dan kita semua. Aamiin. Terimakasih
Jambi, 2020
Penulis
viii
DAFTAR ISI
SURAT PERNYATAAN ORISINALITAS SKRIPSI .............................. i
NOTA DINAS ........................................................................................... ii
PENGESAHAN .......................................................................................... iii
MOTTO ...................................................................................................... iv
PERSEMBAHAN ...................................................................................... v
ABSTRAK ................................................................................................. vi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ vii
KATA PEGANTAR .................................................................................. viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1
B. Rumusan Masalah .................................................................... 3
C. Batasan Masalah ....................................................................... 3
D. Tujuan dan Manfaat Penulisan .................................................. 4
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual ............................................ 5
F. Tinjauan Pustaka ...................................................................... 9
BAB II METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian ............................................................... 11
B. Lokasi Penelitian ....................................................................... 11
C. Jenis dan Sumber Data .............................................................. 12
D. Unit Analisis ............................................................................ 12
E. Intrumen Pengumpulan Data .................................................... 13
F. Teknik Analisa Data .................................................................. 14
G. Sistematika Penulisan ............................................................... 14
H. Jadwal Penelitian ....................................................................... 15
BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG KRIMINOLOGI
A. Pengertian Kriminologi ............................................................. 17
B. Teori-Teori Kriminologi ........................................................... 19
C. Tinjauan Mengenai Kejahatan .................................................. 20
D. Penyebab Terjadinya Kejahatan ................................................ 22
BAB IV PEMBAHASAN
A. Tanggapan Kriminologi Terhadap penyebab Tindak Pidana Korupsi di
Provinsi Jambi ........................................................................... 28
B. Upaya Menanggulangi Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi
Ditinjau Dari Hukum Islam ....................................................... 35
C. Kendala Aparat Penegak Hukum Dalam Menanggulangi Terjadinya
Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi ................................ 48
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ............................................................................... 51
B. Saran .......................................................................................... 52
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 54
LAMPIRAN ................................................................................................ 58
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................... 61
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kriminologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejahatan.1 Dalam
penelitian ini penulis membahas tentang kriminologi yaitu di bidang tindak
pidana korupsi di Provinsi Jambi. Kriminologi di bidang tindak pidana korupsi
saat ini, sudah dalam posisi yang sangat parah dan begitu mengakar dalam setiap
sendi kehidupan.
Perkembangan kriminologi di bidang tindak pidana korupsi di provinsi
jambi dari tahun ke tahun terus meningkat, baik dalam kuantitas atau jumlah
kerugian keuangan negara maupun dari segi kualitas yang semakin sistematis,
canggih serta lingkupnya sudah meluas dalam seluruh aspek masyarakat.
Meningkatnya kriminologi di bidang tindak pidana korupsi di provinsi jambi
yang tidak terkendali akan membawa bencana tidak saja terhadap kehidupan
perekonomian nasional tetapi juga pada kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kriminologi di bidang tindak pidana korupsi di provinsi jambi merupakan
perbuatan yang bukan saja dapat merugikan keuangan negara akan tetapi juga
dapat menimbulkan kerugian-kerugian pada perekonomian rakyat. Di dalam
hukum islam Kriminologi di bidang tindak pidana korupsi dilarang keras dimana
dijelaskan dalam Al-Qur’an Surat An-Nisa Ayat 29 dan Q.S Al-Baqarah ayat 188
أيها يا كى أيىانكى تأكهىا نا آيىا انذي أ إنا بانباطم بي تجارة تكى كى تزاض ع فسكى تقتهىا ونا ي أ
انهه إ ا بكى كا رحي
1 Muhammad Mustafaf, 2007. Kriminologi. Depok: FISIP UI PRESS. Hal. 2
2
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta-sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka. Dan janganlah kalian membunuh dirimu,
sesungguhnya Allah adalah Maha penyayang kepadamu.2 (QS.An-Nisa Ayat 29)
ى تى تعه أيىال اناس بانإثى وأ كى بانباطم وتدنىا بها إنى انحكاو نتأكهىا فزيقا ي ونا تأكهىا أيىانكى بي
Artinya: "Dan janganlah sebahagian kamu memakan harta sebahagian yang lain
diantara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan)
harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta
benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui".3
(Q.S Al-Baqarah ayat 188)
Dua ayat di atas sudah sangat jelas bahwa mengambil hak orang lain
dengan jalan yang tidak diridhoi oleh Allah SWT. atau dengan jalan korupsi itu
sangat dilarang. Al Quran menyebutkan hal demikian ini lantaran tidak lain pasti
akan terjadinya hal tersebut dan menyebar lebih banyak dan menjadikan
mengakar budaya. Padahal demikian tersebut disadari kalau merupakan jalan
kebatilan, tapi yang namanya manusia itu memiliki fitrah untuk menyukai harta,
bagi yang tidak memiliki keimanan pasti akan meraihnya walaupun dengan jalan
yang buruk sekalipun.
Berdasarkan data di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Negeri
Jambi yaitu pada tahun 2016 terjadi 44 Perkara Tindak Pidana Korupsi, pada
tahun 2017 terdapat 45 Perkara Tindak Pidana Korupsi dan pada tahun 2018
terdapat 50 Perkara Tindak Pidana Korupsi. Pada tahun 2016-2017 mengalami
peningkatan 2,27 % pada tahun 2017-2018 mengalami peningkatan sebesar 11,11
%, data diatas menunjukkan bahwa kasus Tindak Pidana Korupsi setiap tahunnya
2 Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemahan, Bandung: CV. Darus Sunnah, 2015Q.S
An- Nisa’ (4): 29 3 Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemahan, Bandung: CV. Darus Sunnah, 2015Q.S
Al- Baqarah (2): 188.
3
mengalami peningkatan.4 Oleh karena itu, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian dengan judul: “Analisis Kriminologis Terhadap Meningkatnya
Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas maka rumusan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana tanggapan kriminologi terhadap tindak pidana korupsi di
Provinsi Jambi?
2. Bagaimana upaya menanggulangi Tindak Pidana Korupsi di Provinsi
Jambi ditinjau dari hukum islam?
3. Apa kendala aparat penegak hukum dalam menanggulangi terjadinya
Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Jambi dilihat dari Kriminologi?
C. Batasan Masalah
Pembatasan masalah dalam penelitian ini sebagaimana yang penulis
uraikan dalam latar belakang diatas untuk mempermudah pembahasan dalam
penulisan ini. Maka penulis membatasinya hanya sebatas pembahasan faktor
penyebab tindak pidana korupsi dan Upaya yang dilakukan aparat penegak
hukum dalam menanggulangi Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Jambi, serta
kendala aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana korupsi di
Provinsi Jambi. Data yang digunakan penulis berdasarkan data dari tahun 2016-
2018.
4Pengadilan Negeri Jambi, 21 februari 2020
4
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui faktor penyebab tindak pidana korupsi di Provinsi
Jambi dilihat dari Kriminologi
b. Untuk menjelaskan upaya aparat penegak hukum dalam menanggulangi
tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi dilihat dari Kriminologi
c. Untuk menganalisis kendala aparat penegak hukum dalam meminimalisir
terjadinya Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Jambi dilihat dari
Kriminologi
2. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dibagi dua bagian, yakni manfaat teoritis dan manfaat
praktis. Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini yaitu:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
pengembangan teori-teori atau konsep-konsep yang dilaksanakan oleh
Spenegak hukum dalam menanggulangi kejahatan Tindak Pidana Korupsi
yang terjadi di Provinsi Jambi
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan untuk
mengembangkan penelitian ini lebih lanjut guna kepentingan ilmu
pengetahuan khususnya studi hukum pidana/ hukum pidana islam di
bidang Tindak Pidana Korupsi
Adapun kegunaan praktis dari penelitian ini yaitu hasil penelitian ini
diharapkan dapat berguna bagi banyak pihak terutama bagi aparat penegak
5
hukum dan penelitian ini dapat digunakan sebagai upaya menanggulangi Tindak
Pidana Korupsi di Provinsi Jambi
E. Kerangka Teoritis dan Konseptual
1. Kerangka Teoritis
Kerangka teoritis adalah susunan dari beberapa anggapan , pendapat, cara,
aturan, asas, keterangan sebagai suatu kesatuan yang logis yang menjadi
landasan, acuan, dan pedoman untuk mencacpai tujuan dalam penelitian atau
penulisan.5 Pada umumnya, teori bersumber dari undang-undang, buku atau
karya tulis bidang ilmu dan laporan penelitian. Setiap penelitian akan ada
kerangka teoritis yang menjadi acuan dan bertujuan mengidentifikasi terhadap
dimensi sosial yang dianggap relevan oleh peneliti.6
Adapun kerangka teori yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini,
penulis menggunakan teori kriminologi yaitu:
a. Teori Asosiasi Diferensial (Differential Association Theory)
Sutherland menghipotesakan bahwa perilaku kriminal itu dipelajari melalui
asosiasi yang dilakukan dengan mereka yang melanggar norma-norma
masyarakat termasuk norma hukum.7 Teori asosiasi differensial lebih lanjut
dijelaskan oleh Sutherland bahwa Teori asosiasi differensial mengenai
kejahatan menegaskan sebagai berikut:
a) Perilaku kriminal seperti halnya perilaku lainnya, dipelajari.
5 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung. PT. Citra Aditya
Bhakti, hlm. 73 6 Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta, Universitas Indonesia-
Press, hlm. 125.
7 Soedjono Dirdjosisworo, 1976. Sinopsi Kriminologi Indonesia. Bandung: Mandar Maju.
Hal. 108.
6
b) Perilaku kriminal dipelajari dalam hubungan interaksi dengan orang lain
melalui suatu proses komunikasi.
c) Bagian penting dari mempelajari perilaku kriminal terjadi dalam pergaulan
intim dengan mereka yang melakukan kejahatan, yang berarti dalam relasi
langsung di tengah pergaulan.
d) Mempelajari perilaku kriminal, termasuk didalamnya teknik melakukan
kejahatan dan motivasi/ dorongan atau alasan pembenar.
e) Dorongan tertentu ini dipelajari melalui penghayatan atas peraturan
perundang-undangan; menyukai atau tidak menyukai.
f) Seseorang menjadi deliquent karena penghayatannya terhadap peraturan
perundangan lebih suka melanggar daripada mentaatinya.
g) Asosiasi diferensial ini bervariasi tergantung dari frekuensi, durasi, prioritas
dan intensitas.
h) Proses mempelajari perilaku kriminal melalui pergaulan dengan pola
kriminal dan anti kriminal melibatkan semua mekanisme yang berlaku
dalam setiap proses belajar.
i) Sekalipun perilaku kriminal merupakan pencerminan dari kebutuhan umum
dan nilai-nilai, akan tetapi tingkah laku kriminal tersebut tidak dapat
dijelaskan melalui kebutuhan umum dan nilai-nilai tadi, oleh karena
perilaku non kriminal pun merupakan pencerminan dari kebutuhan umum
dan nilai-nilai yang sama.8
b. Teori Tegang (Strain Theory)
Teori ini beranggapan bahwa manusia pada dasarnya makhluk yang selalu
memperkosa hukum atau melanggar hukum, norma-norma dan peraturan-
peraturan setelah terputusnya antara tujuan dan cara mencapainya menjadi
demikian besar sehingga baginya satu-satunya cara untuk mencapai tujuan ini
adalah melalui saluran yang tidak legal. Teori “tegang” memandang manusia
dengan sinar atau cahaya optimis. Dengan kata lain, manusia itu pada dasarnya
baik, karena kondisi sosiallah yang menciptakan tekanan atau stress, ketegangan
dan akhirnya kejahatan.9
c. Teori Kontrol Sosial (Social Control Theory)
8 Ibid. Hal. 109
9 Ibid. Hal. 112
7
Landasan berpikir teori ini adalah tidak melihat individu sebagai orang
yang secara intriksik patuh pada hukum, namun menganut segi pandangan
antitesis di mana orang harus belajar untuk tidak melakukan tindak pidana.
Mengingat bahwa kita semua dilahirkan dengan kecenderungan alami untuk
melanggar peraturan-peraturan di dalam masyarakat, delinkuen di pandang oleh
para teoretisi kontrol sosial sebagai konsekuensi logis kegagalan seseorang
untuk mengembangkan larangan-larangan ke dalam terhadap perilaku
melanggar hukum.
Terdapat empat unsur kunci dalam teori kontrol sosial mengenai perilaku
kriminal menurut Hirschi, yang meliputi :
a) Kasih Sayang yang meliputi kekuatan suatu ikatan yang ada antara individu
dan saluran primer sosialisasi, seperti orang tua, guru dan para pemimpin
masyarakat. Akibatnya, itu merupakan ukuran tingkat terhadap mana orang-
orang yang patuh pada hukum bertindak sebagai sumber kekuatan positif
bagi individu.
b) Komitmen yaitu dengan komitmen kita melihat investasi dalam suasana
konvensional dan pertimbangan bagi tujuan-tujuan untuk hari depan yang
bertentangan dengan gaya hidup delinkuensi.
c) Keterlibatan yaitu ukuran kecenderungan seseorang untuk berpartisipasi
dalam kegiatan-kegiatan konvensional mengarahkan individu kepada
keberhasilan yang dihargai masyarakat.
d) Kepercayaan yaitu memerlukan diterimanya keabsahan moral norma-norma
sosial serta mencerminkan kekuatan sikap konvensional seseorang. Keempat
unsur ini sangat mempengaruhi ikatan sosial antara seorang individu dengan
lingkungan masyarakatnya.10
2. Konseptual
Kerangka konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep khusus yang akan diteliti, baik dalam penelitian hukum
normatif maupun empiris. Biasanya telah merumuskan dalam definisi-definisi
10
Ibid. Hal. 126
8
tertentu atau telah menjalankan lebih lanjut dari konsep tertentu. Kerangka
konseptual merupakan kerangka yang menghubungkan atau menggambarkan
konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti yang berkaitan
dengan istilah.
Adapun kerangka konseptual yang di maksudkan di dalam skripsi ini adalah
sebagai berikut:
a. Analisis adalah proses berfikir manusia tentang sesuatu kejadian atau
peristiwa untuk memberikan suatu jawaban atas kejadian atau peristiwa
tersebut.11
b. Kriminologis adalah ilmu pengetahuan yang bertujuan menyelidiki gejala
kejahatan seluas-luasnya.12
c. Tindak pidana korupsi menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999
tentang Pemberantasan Korupsi Pasal 2 ayat (1) yaitu:
“Setiap orang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana
penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun
dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp.
200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp.
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)”.13
F. Tinjauan Pustaka
Berdasarkan hasil penelusuran peneliti terhadap beberapa literature
terdahulu, maka peneliti menemukan adanya beberapa literature yang memiliki
relevansi dengan peneliti lakukan. Adapun sebagai berikut :
11
Ibid, hlm. 129 12
Topo Santoso dan Eva Achiani Zulfa, 2003, Kriminologi Cetakan Ketiga, Jakarta, PT.
Grafindo Persada, hlm. 9 13
Tim Redaksi FOKUSMEDIA, 2005, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan
Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung: FOKUSMEDIA, hal. 87
9
1. Skripsi oleh Magfira Nur Aulia14
. Magfira Nur Aulia adalah mahasiswa
Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar Tahun 2017 dengan
judul skripsinya “Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Korupsi
(Studi Kasus Di Kota Makassar 2013-2015)”. Dalam penulisan skripsi ini
penulis mengkaji faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan korupsi di
Kota Makassar dan upaya aparat penegak hukum dalam menanggulangi
kejahatan korupsi.
2. Skripsi oleh Josua M. Sirait.15
Josua M. Sirait adalah mahasiswa Fakultas
Hukum Program Studi Ilmu Hukum Surabaya Tahun 2011 dengan judul
skripsinya “Upaya Pemberantasan Korupsi Di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Surabaya”. Dalam penulisan skripsi ini penulis mengkaji upaya
pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh pengadilan Tipikor Surabaya
dalam memberikan efek jera pada para pelaku-pelaku korupsi yang selama
ini diitangani. Penulisan ini menggunakan metode yuridis empiris melalui
wawancara.
Adapun yang membedakan penelitian saya dengan penelitian sebelumnya
adalah “Analisis Kriminologis Terhadap Meningkatnya Tindak Pidana Korupsi Di
Provinsi Jambi”. Dimana penulisan ini mengkaji tentang tanggapan kriminologi
terhadap tindak pidana korupsi di provinsi Jambi, upaya menanggulangi Tindak
Pidana Korupsi di Provinsi Jambi ditinjau dari hukum islam serta kendala aparat
14
Magfiro Nur Aulia, Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Korupsi (Studi Kasus
Di Kota Makassar 2013-2015), Makassar, 2017. 15
Josua M. Sirait, Upaya Pemberantasan Korupsi Di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi
Surabaya, Surabaya, 2011.
10
penegak hukum dalam menanggulangi Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi .
Adapun data yang digunakan dari tahun 2016-2018.
11
BAB II
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian adalah suatu usaha untuk menyelidiki suatu permasalahan
secara sistematis dengan metode ilmiah untuk dapat mendiskripsikan
permasalahan dan memberikan penyelesaian atau solusi atas permasalahan.16
Adapun Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Pendekatan
yuridis sosiologis. Pendekatan yuridis sosiologis adalah mengidentifikasi dan
mengkonsepsikan hukum sebagai institusi sosial yang riil dan fungsional dalam
sistem kehidupan yang nyata.17
Pendekatan yuridis sosiologis adalah
menekankan penelitian yang bertujuan memperoleh pengetahuan hukum secara
empiris dengan cara terjun langsung ke obyeknya yaitu mengetahui mengapa
kasus tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi dari tahun ke tahun mengalami
peningkatan.
B. Lokasi Penelitian
Adapun lokasi penelitian pennilis dalam memperoleh data Skripsi yaitu
yang pertama Kepolisian Daerah (Kapolda) Jambi, kedua Kejaksaan Negeri
Jambi (Kejari), ketiga Pengadilan Negeri (PN) Jambi, keempat Lapas Klas II A
Jambi.
16
Ibid 17
Soejono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Penerbit Universitas
Indonesia Press, hal. 51
12
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
Jenis data yang dipergunakan di dalam penelitian ini yaitu data primer,
dan data sekunder.
Data primer adalah data pokok yang diperlukan dalam penelitian, yang
diperoleh langsung dari sumbernya atau keseluruhan data hasil penelitian yang
diperoleh dilapangan.18
Data sekunder adalah data yang di peroleh dari sumber
tidak langsung yang berupa data Kepustakaan (library research). Data
sekunder itu jika dilihat dari segi jenisnya atau isinya terdiri dari data hukum
primer dan data hukum sekunder serta data hukum tersier.
2. Sumber data
Sumber data primer di peroleh dari hasil wawancara sejumlah
responden yang berkaitan dengan permasalahan. Sumber data sekunder
bersumber dari hasil penelitian perpustakaan berupa literatur buku, jurnal-
jurnal, yang ada kaitannya dengan permasalahan penelitian yang dilakukan
dalam penelitian disesuaikan dengan fokus dan tujuan penelitian. Sesuai
dengan fokus penelitian, maka yang menjadi sumber data dalam penelitian ini
adalah jawaban dari wawancara penulis dengan informan dilapangan, isi dari
dokumen-dokumen dan buku-buku.
D. Unit Analisis
Unit analisis dalam penelitian ini adalah Provisi Jambi sedangkan
informannya adalah sebagai berikut: 1). Kompol Handers yaitu Kanit II bagian
18
Tim Penyusun, Pedoman Penulisan Skripsi Edisi Revisi (Jambi: Syariah Press,
2012) hlm.45
13
Ditreskrimsus Polisi Daerah (Polda) Jambi, 2). Rendi Winata yaitu kepala Sub
Seksi (Kasupsi) bagian Penuntutan Kejaksaan Negeri (Kejari) Jambi. 3). M.
Purba yaitu Hakim Umum dan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jambi.
4). Beberapa Orang Warga Binaan di Lapas Klas II A Jambi. Dengan teknik
sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Purposive Sampling
adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu.19
E. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen Pengumpulan Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut 1). Wawancara, 2). Studi dokumen, 3). Observasi. Apabila di
jelaskan pengumpulan data tersebut di atas dapat dilihat di bawah ini
1. Wawancara
Wawancara yang dilakukan adalah wawancara langsung, dimana
wawancara yang dilakukan yang bersifat tertutup dimana responden dapat
menjawab secara sesuai pemikirannya dan tidak dibatasi, dan pedoman
wawancara berupa daftar pertanyaan yang telah disusun dalam bentuk tulisan
sebagai pedoman.
2. Dokumentasi
Dokumentasi menurut Sugiono adalah suatu cara yang digunakan untuk
memperoleh data dan informasi dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan
angka dan gambar yang berupa laporan serta keterangan yang dapat mendukung
penelitian. Dokumentasi yang digunakan untuk mengumpulkan data kemudian
19
Sugiyono, 2012. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Bandung: Alfabeta.
14
ditelaah.20
Adapun dokumentasi yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
peraturan perundang-undangan seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi serta
literatur-literatur lainnya yang berkaitan dengan penelitian skripsi ini.
3. Observasi
Observasi menurut Sugiyono yaitu kegiatan pemuatan penelitian tehadap
suatu objek.21
Apabila dilihat dalam pelaksanaan pengumpulan data, observasi
dibedakan menjadi partisipan dan non-partisipan. Dalam melakukan observasi,
peneliti memilih hal-hal yang diamati dan mencatat hal-hal yang berkaitan
dengan penelitian.
F. Teknik Analisa Data
Setelah semua dikumpulkan maka untuk selanjutnya data tersebut dianalisis
secara kualitatif yaitu menganalisa data berdasarkan keterangan atau jawaban
responden dan ditarik kesimpulan bersifat deskriftif, mengenai tanggapan
kriminologi terhadap tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi, upaya
menanggulangi Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Jambi ditinjau dari hukum
islam, dan kendala aparat penegak hukum dalam menanggulangi terjadinya
Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Jambi dilihat dari Kriminologi.
G. Sistematika Penulisan
Penyusunan skripsi ini terbagi menjadi lima bab, antara babnya ada yang
terdiri dari sub-sub bab. Masing-masing bab membahas permasalahan tersendiri,
tetapi tetap saling berkaitan antara sub bab dengan bab yang berikutnya. Untuk
20
Sugoyono, 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix. Methods). Bandung: Alfabeta,
hal. 329 21
Ibid, hal. 204
15
memberikan gambaran secara mudah agar lebih terarah dan jelas megenai
pembahasan skripsi ini menyusun menggunakan sistematika dengan membagi
pembahasan sebagai berikut:
BAB I Merupakan pendahuluan yang menguraikan latar belakang masalah,
rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat
penelitian, kerangka teoritis dan konseptual, dan tinjauan pustaka.
BAB II Metode penelitian yang menguraikan pendekatan penelitian, lokasi
penelitian, jenis dan sumber data, unit analisis, instrumen pengumpulan
data, teknik analisis data, sistematika penulisan dan jadwal penelitian.
BAB III Tinjauan umum tentang kriminologi yang menguraikan pengertian
kriminologi, teori kriminologi, tinjauan mengenai kejahatan, dan
penyebab terjadinya kejahatan.
BAB IV Menguraikan pembahasan mengenai tanggapan kriminologi terhadap
tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi, upaya menanggulangi Tindak
Pidana Korupsi di Provinsi Jambi ditinjau dari hukum islam, dan
kendala aparat penegak hukum dalam menanggulangi terjadinya Tindak
Pidana Korupsi di Provinsi Jambi dilihat dari Kriminologi.
BAB V Penutup, pada bab ini akan diuraikan kesimpulan dari bab-bab
sebelumnya yang diperoleh dari penelitian penulis serta saran terhadap
penelitian ini.
H. Jadwal Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama enam bulan. Penelitian dilakukan dengan
pembuatan proposal, kemudian dilanjutkan dengan perbaikan hasil seminar
16
skripsi, setelah pengesahan judul dan izin riset, maka penulis mengadakan
pengumpulan data, verifikasi dan analisis data dalam waktu yang berurutan.
Hasilnya penulis melakukan konsultasi dengan pembimbing sebelum diajukan
kesidang munaqasah. Adapun jadwal penelitian sebagai berikut:
Tabel 1.1
Jadwal Penelitian
No Kegiatan Waktu Pelaksanaan
1 Pengajuan Judul 6 Maret 2019
2 Pembuatan Proposal Agustus 2019
3 Perbaikan dan Seminar Januari 2020
4 Surat Izin Riset Februari 2020
5 Pengumpulan Data Maret 2020
6 Pengelolaan Data Maret 2020
7 Bimbingan dan Perbaikan Maret 2020
8 Agenda dan Ujian Skripsi Maret 2020
9 Penjilidan April 2020
17
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG KRIMINOLOGI
A. Pengertian Kriminologi
Kriminologi ditemukan oleh seorang ahli antropologi Perancis P.
Topinard yang terdiri dari 2 suku kata, yaitu “crimen” dan “logos”. Crimen yang
artinya adalah kejahatan, dan Logos merupakan ilmu pengetahuan. Sehingga dapat
diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang kejahatan.22
Beberapa ahli mendefinisikan kriminologi ini diantaranya:
1. W. A. Bonger
Kriminologi merupakan ilmu pengetahuan yang memiliki tujuan untuk
menyelidiki segala sesuatu gejala kejahatan seluas-luasnya.23
2. Sutherland
Kriminologi adalah keseluruhan ilmu pengetahuan yang bertalian dengan
perbuatan jahat sebagai gejala sosial (The body of knowlwdge regarding crime
as a social phenomenon). Menurut Sutherland kriminologi mencakup proses
pembuatan hukum, pelanggaran hukum, dan reaksi atas pelanggaran hukum.24
3. Michael dan Adler
Kriminologi merupakan keseluruhan keterangan mengenai perbuatan dan
sifat dari para penjahat, mulai dari lingkungan mereka sampai pada perlakuan
secara resmi oleh lembaga-lembaga penertib masyarakat dan oleh para
22
Susanto, 1991. Diklat Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Di Ponegoro
Semarang. Semarang, hal. 1 23
Mustofa muhammad, 2007. Kriminologi. Depok: Fisip UI Press. Hal.24
24 Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2002. Kriminologi, Jakarta: PT. Grafindo
Persada, hal. 10
18
anggota masyarakat.25
4. Wolfgang, Savitz dan Johnston
Wolfgang, Savitz dan Johnston dalam The Sociology of Crime and
Delinquency memberikan definisi kriminologi sebagai kumpulan ilmu
pengetahuan tentang kejahatan yang bertujuan untuk memperoleh pengetahuan
dan pengertian tentang gejala kejahatan dengan jalan mempelajari dan
menganalisis secara ilmiah keterangan-keterangan, keseragaman-keseragaman,
pola-pola dan faktor-faktor kausal yang berhubungan dengan kejahatan, pelaku
kejahatan serta reaksi masyarakat terhadap keduanya.26
5. J. Contant (Elemen de Criminologie) yang memandang kriminologi sebagai
ilmu pengetahuan emprik yang bertujuan menentukan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya perbuatan jahat dan penjahat (etiologi). Untuk itu
perlu diperhatikan baik faktor-faktor ekonomi maupun faktor-faktor
individual dan psikologi.27
6. Edwin H. Sutherland
Kriminologi merupakan seperangkat pengetahuan yang mempelajari
kejahatan sebagai fenomena sosial, termasuk
Jadi secara umum maka dapat ditarik suatu kesimpulan dari berbagai
pendapat para ahli tersebut diatas bahwa obyek studi dalam kriminologi
mencakup tiga hal yaitu:
25
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, 2003. Kriminologi. Jakarta: Raja Grafindo. Hal. 12-
13 26
Ibid, hal.12 27
Rusdiyan Nas, 2012. Analisis Kriminologis Terhadap Pelaku Penyalahgunaan Situs
Jejaring Sosial Facbook Berdasarkan Undag-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi
Dan Transaksi Elektronik. Bandar Lampung: UNILA-Skripsi. Hal. 20
19
a. Perbuatan yang disebut kejahatan
b. Perilaku kejahatan
c. Reaksi masyarakat yang ditujukan baik terhadap perbuatan maupun
terhadap pelakunya.28
B. Teori-Teori Kriminologi
Kriminologi mengenal banyak sekali teori-teori, akan tetapi kita coba
untuk memfokuskan pada beberapa teori yang dapat dibagi ke dalam tiga
perspektif :
a. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif biologis dan psikologis.
Teori ini menitik beratkan pada perbedaan-perbedaan kondisi fisik dan
mental yang terdapat pada individu. Dengan mempertimbangkan suatu
variasi kemungkinan, antara lain yaitu :cacat kesadaran, ketidakmatangan
emosi, perkembangan moral lemah, pengaruh hormon, ketidak normalan
kromosom, kerusakan otak dan sebagainya yang mempengaruhi tingkah
laku kriminal. Para tokoh teori ini; Cesare Lambroso, Rafaelle Garofallo
serta Charles Goring.29
b. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif sosiologis. Teori
sosiologis mencari alasan perbedaan dalam angka kejahatan didalam suatu
lingkungan sosial. Teori ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori
umum, yaitu; strain, cultural deviance (penyimpangan budaya), dan social
28
Rahmat, 2012. Analisis Yuridis Kriminologis Terhadap Kejahatan Yang Dilakukan Oleh
Oknum Aparat Kepolisian Di Indonesia, Universitas Gorontalo, hal. 16-17 29
Ibid, hal. 18
20
control (kontrol Sosial). Mendasarkan satu asumsi bahwa motivasi
kejahatan merupakan bagian dari umat manusia.30
c. Teori yang menjelaskan kejahatan dari perspektif lainnya. Teori dari
perspektif lainnya ini merupakan suatu alternative penjelasan terhadap
Kejahatan yang sangat berbeda dengan dua perspektif sebelumnya, yang
dianggap sebagai tradisional expanations. Para kriminolog menjelaskan
kejahatan dengan berusaha menujukkan bahwa orang menjadi kriminal
bukan karena cacat atau kekurangan internal tetapi lebih karena apa yang
dilakukan oleh orang-orang yang berada dalam kekuasaan, khususnya
mereka yang berbeda dalam sistem peradilan pidana.31
C. Tinjauan Mengenai Kejahatan
Mengenai pengertian kejahatan,sampai saaat ini belum ada kesepakatan
pendapat dari para pakar kriminologi, untuk itu penulis akan mengemukakan
beberapa pendapat pakar kriminologi sebagai toko ukur pemberian pengertian
kejahatan .
1. W. A. Bonger dan Soerjono Soekanto
W. A. Bonger dan Soerjono Soekanto mengemukakan, bahwa “kejahatan
itu merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi dari
rumusan-rumusan hukum mengenai kejahatan”.32
30
Ibid 31
Ibid, hal 20 32
W. A. Bonger dalam Soerjono Soekanto, 1981, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Ghalia
Indonesia, hal. 44
21
2. Sue Titus Reid
Sue Titus Reid merumuskan, bahwa “ a) kejahatan adalah suatu tindakan
sengaja; b) merupakan pelanggaran hukum pidana; dan c) yang dilakukan
tanpa adanya pembelaan atau pembenaran yang diakui secara hukum”.33
3. Paul Moedikdo Moeliono
Paul Moedikdo Moeliono memberikan suatu pandangan bahwa “Kejahatan
adalah pelanggaran norma hukum yang ditafsirkan sebagaimana perbuatan
yang merugikan, menjengkelkan, dan tidak boleh dibiarkan, seperti halnya
pembunuhan, pencurian, perampokan, korupsi dan lain-lain”.34
4. Gillin
Gillin dalam bukunya Criminology and penology pernah mengatakan,
bahwa “kejahatan merupakan suatu perbuatan yang dianggap berbahaya bagi
masyarakat oleh suatu golongan orang yang memiliki kekuasaan menegakkan
kepercayaan itu.35
Jika diperhatikan pengertian kejahatan diatas, ternyata seluruhnya
menempatkan pengertian kejahatan dalam arti normstif, artinya kejahatan itu
merupakan pelanggaran terhadap norma-norma hukum positif yang berlaku.
Sedangkan kejahatan (crime) itu tidak cukup dilihat dari artian yang normatif
semata, kejahatan perlu pula mendapat sentuhan sosiologis karena kejahatan
merupakan salah satu fakta sosial yang bertentangan dengan tata susila
kemasyarakatan.
33
Ibid, hal. 45 34
Paul Moedikdo. M. dalam Soejono, D., 1976, Konsepsi Kriminologi Dalam Usaha
Penanggulangan Kejahatan, Alumni, Bandung, hal. 11 35
Stephan Hurwitz, 1986, Kriminologi (saduran: Ny. L. Moeljatno), Jakarta: Bina Aksara,
hal. 136
22
5. Raffaele Garofalo
Raffaele Garofalo dalam bukunya La Criminologie telah memprakarsai
pengertian kejahatan dari paradigma sosial atau yang disebutnya dengan
istilah “natural crime”. Beliau mengatakan: 36
Kejahatan merupakan perbuatan yang bertentangan dengan masyarakat
beradab karena sifat berbahayanya, bertentangan dengan rasa
perikemanusiaan, bertentangan dengan rasa kejujuran menurut naluri
(dapat dikatakan sesuai dengan sifat melawan hukum yang materiel,
artinya bertentangan dengan rasa keadilan, kepatutandalam masyarakat).
Dari pengertian diatas, jelas sekali Garofalo melihat kejahatan sebagai
suatu perbuatan yang bertentangan dengan rasa keadilan dalam masyarakat, yang
sifatnya jauh lebih luas dari pengertian kejahatan dalam artian yang normatif-
positivistis (hukum positif yang menekankan pada sifat melawan hukum formal).
D. Penyebab Terjadinya Kejahatan
Berbicara mengenai penyebab terjadinya kejahatan ini, berarti berbicara
tentang faktor-faktor penyebab terjadinya kejahatan, baik faktor intern (biologik)
dari pelaku kejahatan itu sendiri maupun faktor ekstern (sosiologik) pelaku
kejahatan.
1. Faktor Intern (Biologik)
Untuk mengetahui latar belakang terjadinya kejahatan dari sudut intern
(biologik) ini diperlukan beberapa teori yang mendasarinya, seperti:
a. Teori Frenologi (bentuk kepala) yang dipelopori oleh Gall dan Spurzheim
yang mencoba mencari hubungan antara bentuk tengkorak kepala dengan
tingkah laku. Teori ini mendasarkakn pada proposisi dasar:
36
Ibid, hal 134
23
1) Bentuk luar tengkorak kepala sesuai dengan bentuk otak yang ada di
dalamnya;
2) “Akal” terdiri dari kemampuan atau kecakapan;
3) Kemampuan dan kecakapan ini berhubungan dengan bentuk otak dan
tengkorak kepala.
Oleh karena otak merupakan organ dari akal, sehingga benjolan-
benjolannya merupakan petunjuk dari kemampuan/kecakapan tetentu
dari organ.37
b. Teori Biologis (ciri-ciri fisik) yang dipelopori oleh Cesare Lambroso
dalam bukunya L’uomo Delinquente. Beliau mengetengahkan beberapa
pokok pikiran, antara lain:
1) Penjahat adalah ornag yang mempunyai bakat jahat;
2) Bakat jahat tersebut diperoleh karena kelahiran, yaitu diwariskan dari
nenek moyang (borne criminal);
3) Bakat jahat tersebut dapat dilihat dari ciri-ciri biologis tertentu, seperti
muka yang tidak simetris, bibir tebal, hidung pesek dan lain-lain;
4) Bahwa bakat jahat tersebut tidak dapat diubah, artinya bakat jahat
tersebut tidak dapat dipengaruhi.38
c. Teori Genotype dan Phenotype yang dipelopori oleh kinberg dalam
bukunya “Kriminal Biologie”. Genotype adalah warisan yang
sesungguhnya (pembawaan) sedangkan Phenotype adalah pembawaan
yang berkembang menjadi kepribadian. Pemikiran dalam teori ini
menjelaskan bahwa “perkembangan suatu gen tunggal adakalanya
tergantung dari gen lain yang mewariskannya, teristimewa bagi sifat-sifat
mental dan terkadang pula pembawaan itu berkembang menjadi
kepribadian/bakat yang dikembangkan”.39
37
Galldalam I. S. susanto, 1995, Kriminologi, Fakultas Hukum Undip, Semarang, hal. 30 38
Lambrosodalam I.S. Susanto, hal 32 39
Stephan hurwitz, Disadur oleh Ny. L. Moelyatno, Op. Cit, hal. 36
24
d. Teori Psycologis, teori ini dipelopori oleh Krethmer seorang Psikiater dari
Jerman. Teori ini menekankan pada “gangguan mental” yang ada dasarnya
dibagi menjadi tiga (3) bentuk, yaitu: 40
1) Psikoses, dibedakan menjadi dua (2), yaitu: Psikoses Organis dan Psikoses
Fungsional.
2) Neoroses, yaitu jenis gangguan mental ini paling sering mengakibatkan
terjadinya kejahatan. Hal ini disebabkan rasa takut yang berlebihan,
misalnya rasa takut pada kegelapan (nycotophobia), takut terhadap wanita
(gynophobia), takut terhadap tempat yang tinggi (aerophobia), takut
terhadap orang banyak (ochlophobia) dan takut terhadap kesunyian/berada
sendirian (monophobia).
3) Kekuranngan Intelegentia (IQ), tingkat kedewasaan penderitanya menjadi
lemah, sehingga menyebabkan orang menjadi idiot, minder/tidak dapat
bergaul. Penderita ini lebih banyak diderita oleh anak-anak. Kejahatan
yang mungkin terjadi adalah pembakaran, kekerasan dan bunuh diri.
2. Faktor Ekstern (Sosiologik)
Selain dari faktor intern, faktor ekstern dapat pula memberikan
pengaruh/sebagai faktor penyebab terjadinya kejahatan, dan faktor ini secara
faktual lebih besar pengaruhnya daripada faktor intern terjadinya suatu
kejahatan.
Terdapat beberapa teori yang berhubungan dengan faktor ekstern, antara
lain: 41
40
Galldalam I. S. Susanto. Hal. 36
25
a. Teori Ekologis, teori ini memberikan pengaruh yang cukup kuat bagi
terjadinya kejahatan, karena teori ini menekankan pada faktor lingkungan
sebagai penyebab orang melakukan kejahatan. Teori ini mencoba mencari
sebab kejahatan dari:
1) Kepadatan penduduk, hal ini diyakini dapat menjadi faktor penyebab
munculnya kejahatan. Semakin padat jumlah penduduk suatu wilayah,
maka semakin meningkat jumlah perselisihan yang akhirnya
mengakibatkan semakin banyak jumlah kejahatan.
2) Konflik budaya, yang berisi nilai-nilai sosial kepentingan dan norma. Hal
ini terjadi ketika ada perkembangan budaya, perpindahan nilai sosial dan
norma dari suatu tempat ketempat lainnya.
3) Ekomomi, faktor ini paling banyak melatar belakangi terjadinya kejahatan,
karena kehidupan ekonomi merupakan hal yang paling fundamental bagi
manusia.
4) Kekuasaan (powerity), dapat menjadi sarana/alat yang paling mudah untuk
digunakan.kekuasaan di salah gunakan (abuse of power) demi kepentingan
pribadi atau golongan, dan kejahatan yg dilakukan biasanya bersembunyi
dibalik ketentuan-ketentuan yang legal. E. Sutherland menyebutnya
dengan istilah “differential association” yaitu suatu perkumpulan yang
membedakan dirinya dengan perkumpulan yang sebenarnya.
Dari beberapa pemaparan yang berkaitan dengan faktor penyebab
terjadinya kejahatan diatas, menurut hemat penulis semuanya mempunyai
41
Ibid., hal. 52-60
26
kesempatan yang sama untuk menjadi latar belakang seseorang atau sekelompok
orang untuk melakukan kejahatan, tergantung dari pelaku dan perbuatannya itu
sendiri.
27
28
BAB IV
PEMBAHASAN
ANALISIS KRIMINOLOGIS TERHADAP MENINGKATNYA TINDAK
PIDANA KORUPSI DI PROVINSI JAMBI
A. Tanggapan Kriminologi Terhadap penyebab Tindak Pidana Korupsi di
Provinsi Jambi
Kejahatan korupsi tidak dapat ditanggulangi semata-mata dengan
criminal polcy (politik criminal) yang bersifat penal (hukum pidana), perlu
diintegrasikan dengan kebijakan yang bersifat non-penal yaitu kebijakan
penaggulangan kejahatan dengan cara menghilangkan faktor-faktor kondusif
yang menyebabkan terjadinya kejahatan.42
Korupsi merupakan suatu tindak pidana yang memperkaya diri yang
secara langsung merugikan keuangan atau perekonomian Negara dan korupsi
adalah suatu transaksi yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kergian uang,
waktu dan tenaga dari pihak lain baik penyuapan, pemerasan maupun
nepotisme.43
Diantara ketiga macam hal yang terakhir saya sebutkan diatas tidaklah
sama, namun ada suatu benang menghubungkan tipe-tipe fenomena itu yaitu
adanya Tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat
menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak asasi, ideology Negara,
perekonomian, keuangan Negara, moral bangsa dan sebagainya yang merupakan
perilaku jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi.
42
Edwin Sutherland Dan Donald R. Cressey, 1960. Principle Of Criminology Six Edition.
New York: J. B. Lippincott Hal. 1 43
29
Berdasarkan data dari hasil penelitian di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Negeri Jambi bahwa tingkat korupsi dari tahun 2016-2018
adalah sebagai berikut:44
Tabel 2.1
Jumlah Tindak Pidana Korupsi di Pengadilan Negeri Jambi
NO TAHUN JUMLAH
1 2016 44
2 2017 45
3 2018 50
Sumber : Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Korupsi) Negeri Jambi
Pada tahun 2016 terdapat 44 kasus tindak pidana korupsi, pada tahun
2017 terdapat 45 kasus tindak pidana korupsi dan tahun 2018 terdapat 50 kasus
tindak pidana korupsi. Pada tahun 2016-2017 terdapat peningkatan sebanyak 1
kasus kasus tindak pidana korupsi yaitu dengan persantase 2, 27 % dan tahun
2017-2018 terdapat peningkatan sebanyak 5 kasus kasus tindak pidana korupsi
yaitu dengan persantase 11,11%. Jadi dengan peningkatan tersebut harus
ditanggulangi.
Inefisiensi (ketidak efiesienan) dalam pembangunan dapat disebabkan
oleh tingginya tingkat korupsi di Indonesia khususnya di Provinsi Jambi dan jika
korupsi terus terjadi pastinya akan berdampak pada pembangunan ekonomi yang
tidak merata sehingga menimbulkan efek buruk. Berdasarkan data diatas
menjelaskan peningkatan korupsi memberikan dampak menurunnya
44
Data diambil dari Pengadilan Negeri Jambi, pada 21 Februari 2020
30
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan ketimpangan pendapatan yang pada
akhirnya berdampak pada naiknya tingkat kemiskinan. Korupsi akan berdampak
langsung dengan kemiskinan jika terjadi pada treatment atau program-program
anti kemiskinan dan tidak berdampak langsung dengan kemiskinan jika korupsi
tersebut terjadi pada tranmisi pertumbuhan ekonomi. Kapasitas Negara juga
berkurang akibat dari ilangnya dana dalam hal ini modal pemerintah karena
korupsi.
Adapun tanggapan kriminologi terhadap penyebab tindak pidana korupsi
di provinsi jambi hasil dari wawancara penulis dengan Kanit II Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Polisi Daerah (Polda) Jambi : Kompol Handers yang menjadi
penyebab Tindak Pidana Korupsi di Provinsi Jambi adalah :
1. Keserakahan pada diri manusia
2. Tuntutan manusia
3. Karena ada kesempatan
4. Ketidaktahuan tentang korupsi45
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa tanggapan kriminologi terhadap
penyebab tindak pidana korupsi di provinsi jambi meliputi: keserakahan pada
diri manusia, tuntutan ekonomi, karna ada kesempatan dan ketidaktahuan
tentang korupsi dari hal tersebut dapat diketahui bahwa penyebab tersebut
merupakan penyebab yang utama terhadap orang yang melakukan suatu tindak
pidana korupsi.
45
Wawancara dengan Bapak Kompol Handers, SH., S.IK, selaku Kanit Tindak Pidana
Korupsi Polisi Daerah Jambi, pada hari Rabu tanggal 02 Maret 2020
31
Selanjutnya penulis melakukan wawancara dengan bapak Rendi Winata
bagian Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Jambi tanggapan kriminologi
terhadap penyebab tindak pidana korupsi di provinsi jambi adalah :
1. Undang-Undang dan/ atau aturannya belum maksimal serta lemahnya
penegakan hukum sehingga belum dapat memberikan efek jera terhadap
pelaku tindak pidana korupsi dan/ atau sanksi yang tidak setimpal dengan
hasil korupsi
2. Pola pikir masyarakat yang belum sadar hukum
3. Sifat tamak dan/atau keserakahan46
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa tanggapan kriminologi terhadap
penyebab tindak pidana korupsi di provinsi jambi meliputi: Undang-Undang
dan/atau aturannya belum maksimal serta lemahnya penegakan hukum sehingga
belum dapat memberikan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi
dan/atau sanksi yang tidak setimpal dengan hasil korupsi, pola pikir masyarakat
yang belum sadar hukum, Sifat tamak dan/atau keserakahan. Dari hal tersebut di
atas penyebab ini merupakan salah satu penyebab utama mendorong orang
melakukan suatu tindak pidana korupsi seperti sanksi yang tidak setimpal
dengan hasil korupsi dan sifat tamak dan/atau keserakahan sehingga orang dapat
melakukan suatu peerbuatan yang dilarang oleh Undang-undang.
Penulis juga melakukan wawancara dengan Hakim Pengadilan Negeri
Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jambi Bapak M. Purba tanggapan kriminologi
terhadap penyebab tindak pidana korupsi di provinsi jambi adalah :
46
Wawancara dengan Bapak Rendi Winata bagian Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jambi,
pada hari Jum’at 28 Januari 2020
32
1. Punya jabatan dan kewenagan
2. Kurangnya pengawasan
3. Keserakahan 47
Berdasarkan penjelasan diatas bahwa penyebab dari suatu Tindak Pidana
Korupsi di Provinsi Jambi meliputi : Punya jabatan dan kewenangan, Kurangnya
pengawasan dan keserakahan. Dari hal tersebut diatas penyebab yang
mendorong orang mekukan tindak pidana korupsi seperti punya jabatan dan
kewenangan dan kurangnya pengawasan sehingga orang termotivasi melakukan
suatu perbuatan yang dilarang oleh Undang-undang.
Kemudian penulis melakukan wawancara dengan beberapa Narapidana
di Lapas Klas II A Jambi yaitu tentang penyebab tindak pidana korupsi adalah :
Pertama, bapak Santoso yaitu salah satu pelaku Tindak Pidana Korupsi
yang sudah diputus oleh Pengadilan Negeri Jambi, bapak santoso divonis karena
melakukan Tindak Pidana Korupsi dana pembangunan unit sekolah baru
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 7 Kabupaten Muaro Jambi yang
bersumber dari dana hibah Program Australian Education Partnership Indonesia
melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dengan
anggaran 1, 9 Miliar, dengan jabatan sebagai Komite Pembangunan.
Adapun penyebab korupsi yaitu dari penjelasan narasumbernya bahwa
adanya kesalahan dari administrasi mitranya dimana bukti-bukti pembelanjaan
tidak diserahkan sehingga bukti pengeluaran keuangan untuk pebelanjaan
dianggap penyelewengan dana untuk memperkaya diri sendiri.
47
Wawancara dengan Bapak M. Purba, SH sebagai Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana
Korupsi Jambi, pada hari Kamis 19 Maret 2020
33
Bapak santoso terbukti bersalah melanggar Undang-undang berdasarkan
pasal 3 jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 Tentan
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dan ditambah
dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke (1)
KUHP dengan 3 tahun kurungan penjara, membayar kerugian negara senialai
Rp. 605.000.000.- dan denda 50.000.000.- subsidair 2 bulan kurungan penjara.48
Kedua, bapak Dadang Setiawan terbukti melakukan tindak pidana
korupsi yang sudah diputus oleh Pengadilan Negeri Jambi. Pak dadang
tersandung kasus korupsi Proyek Masterplan yaitu pengadaan 48 unit laptop
untuk siswa berprestasi di Sekolah Menengah Atas (SMA) Titian Teras bagian
pekerjaan dan pendataan serta penyusunan Masterplan pendidikan tahun
anggaran 2012 dengan jabatan Administrasi. Adapun penyebab bapak dadang ini
melakukan korupsi yaitu ingin memperkaya dirinya sendiri dan karena
perbuatannya pak dadang dijerat dengan hukuman 3 tahun 8 bulan, denda Rp.
100.000.000.- subsider 3 bulan dan membayar uang pengganti Rp.
1.800.000.000.-49
Ketiga, Sumono terbukti melakukan Tindak Pidana Korupsi yang sudah
diputus oleh pengadilan Negeri Jambi yaitu tersandung kasu penyalahgunaan
wewenang jabatan dan administrasi Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
Lukman Al-Hakim, Kecamatan Betara, Kabupaten Tanjab Barat. Dimana dana
dialihkan ke jalan dan jembatan.
48
Wawancara dengan Bapak Santoso Narapidana kasus Korupsi di Muaro Jambi, pada hari
Selasa, tanggal 10 Maret 2020 49
Wawancara dengan Bapak Dadang, S.A Narapidana kasus Korupsi di Muaro Jambi, pada
hari Selasa, tanggal 10 Maret 2020
34
Keadaan jalan rusak dan jembatan retak saat proses pembangunan SMK
itu berlangsung, serta kesalahan administrasi yaitu pembayaran gaji tukang tidak
ada bukti seperti kuitansi dan pada saat di Berita Acara Perkara (BAP) jaksa
hanya mendatangkan satu rombongan tukang dan tukang yang lain tidak
didatangkan jadi saat dimintai bukti pembayaran gaji tukang yang lainnya bapak
sumono ini tidak dapat menunjukkan bukti seperti kuitansi pembayaran gaji
tukangnya.
Berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan, pak sumono telah
melanggar pasal 2 jo Pasal 18 ayat (1) huruf b Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang perubahan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1)
KUHP, yaitu dengan dijatuhkan hukuman penjara selama 2 tahun kurungan
penjara, denda sebesar Rp. 50.000.000.- subsider 2 bulan kurungan penjara dan
uang pengganti Rp. 348.000.000.- .subsider 3 bulan kurungan penjara.50
Dari penjelasan beberapa responden di atas, maka penulis menyimpulkan
bahwa tanggapan kriminologi terhadap penyebab tindak pidana korupsi di
provinsi jambi meliputi: Keserakahan dimana ingin memperkaya diri sendiri
dengan jalan memanfaatkan peluang salah satunya menyelewengkan wewenang
jabatan yang dipercayakan kepada diri seseorang, tuntutan ekonomi, kurangnya
pengawasan sehingga adanya kesempatan untuk melakukan korupsi dan sanksi
50
Wawancara dengan Bapak Sumono, S.Pdi., M.SI Narapidana kasus Korupsi di
Tanjung Jabung Barat, pada hari Selasa, 10 Maret 2020
35
pidana yang terkadang tidak setimpal dengan hasil korupsi sehingga
meyebabkan masih banyak saja yang melakukan tindakan tercela seperti
korupsi, selanjutnya pola pikir masyrakat yang belum sadar hukum dan
terkadang ketidaktahuan pelaku korupsi tentang tindak pidana korupsi atau
dianggap bukan korupsi sehingga ada kelalaian dan ketidaktahuan sehingga
perbuatan korupsi itu terjadi.
B. Upaya Menanggulangi Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi
Ditinjau Dari Hukum Islam
Upaya Menanggulangi Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi Ditinjau
Dari Hukum Islam lebih ditegaskan dengan penegakan sangsi hukumanannya.
Dalam hukum islam terdapat tiga macam hukuman. Penggolongan tersebut sesuai
dengan jenis pelanggaran (Jarimah) yang dilakukan. Islam memandang korupsi
sebagai perbuatan keji. Perbuatan korupsi dalam konteks agama Islam sama
dengan perbuatan yang merusak tatanan kehidupan yang pelakunya
dikategorikan melakukan Jinayat al-kubra (dosa besar).51
Korupsi dalam Islam adalah perbuatan melanggar syariat. Syariat
Islam bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi umat manusia dengan
apa yang disebut sebagai maqasid al-syariah. Diantara kemaslahatan yang
hendak dituju tersebut adalah terpeliharanya harta (hifdz al-mal) dari
berbagai bentuk pelanggaran dan penyelewengan. Islam mengatur dan
menilai harta sejak perolehannya hingga pembelanjaannya. Islam memberikan
tuntunan agar dalam memperoleh harta dilakukan dengan cara-cara yang
bermoral dan sesuai dengan hukum Islam yaitu dengan tidak menipu, tidak
51
Bambang Widjoyanto (ed), 2010. Koruptor Itu Kafir. Bandung: Mizan, hal. xiii
36
memakan riba, tidak berkhianat, tidak menggelapkan barang milik orang lain,
tidak mencuri, tidak curang dalam takaran dan timbangan, tidak korupsi, dan lain
sebagainya.52
Setiap kejahatan (jarimah) memiliki hukuman di dunia untuk
menjadikan jera pelakukanya dan menjadikan dia taubat dan tidak lagi
melakukan perbuatan tersebut. Konsep yang bisa diambil untuk menindak
pelaku korupsi secara tegas dan keras adalah hirabah. Tindakan pidana semacam
ini disebutkan dalam Q.S al- Maidah (5) ayat 33 dengan sanksi hukuman mati,
salib potong tangan dan kaki secara menyilang atau pengasingan.53
Surah al-Maidah (5) ayat 33 yang artinya:
“Sesunggunya pembalasan bagi orang yang memerangi Allah dan Rasul-
Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hukuman mereka dibunuh atau
disalib atau dipotong tangan dan kaki mereka secara menyilang, atau dibuang di
negeri (tempat kediamannya) yang demikaian itu sebagai suatu penghinaan
untuk mereka di dunia, dan akhirat mereka akan mendapat siksaan besar”.
Koruptor dalam ayat ini termasuk dalam orang yang membuat
kerusakan. Yang dirusak oleh koruptor adalah sistem hukum dan
keadilan sehingga menimbulkan kemiskinan yang struktural dimana hak
masyarakat tidak sampai pada dirinya sementara pelaku koruptor
menikmatinya sendiri. Bahkan menurut Sayyid Qutbh, hukuman bagi pelaku
kerusakan dan bisa mengancam stabilitas Negara dapat diperberat lagi. Orang
yang berlaku demikian layak dibuang untuk diasingkan . Di dalam
pengasingan tersebut, dia tak mampu melakukan kejahatan serupa.54
52
Sabri Samin, 2008. Pidana Islam dalam Politik Hukum Indonesia, Jakarta: Kholam, hal.
77. 53
Ibid 54
Sayyid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, Jilid III, hal. 216
37
Dalam ayat di atas disebutkan “Yang demikian itu (sebagai)
suatu penghinaan untuk mereka di dunia dan di akhirat mereka beroleh
siksaan yang besar”. Dengan demikian pembalasan yang mereka dapatkan
di dunia tidak menggugurkan azab yang akan mereka terima di akhirat.
Juga belum dapat membersihkan mereka dari noda-noda kejahatan
sebagaimana halnya hukuman had yang lain dalam kasus-kasus tertentu. Ini
menunjukkan betapa buruknya tindakan yang dilakukan karena menimbulkan
kerusakan yang besar.55
Hukuman jika telah terdapat dalam al-Qur’an dikenal dengan hudud,
qisas, dan diyat. Sedang yang belum terdapat dalam nash kejelasan
hukumannya (bukan hukumnya) dinamai dengan takzir. Sebagian ulama,
menggolongkan bahwa para pejabat yang melakukan tindak korupsi
kesalahannya jauh lebih besar dibandingkan dengan para pencuri amatir,
karena mereka termasuk golongan parapengkhianat. Dalam pandangan yang
menyatakan bahwa korupsi sama halnya dengan pencurian maka Q.S al-
Maidah (5) ayat 38 memerintahkan untuk memotong tangan pencuri.56
Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri,
potonglah keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka
lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa, Maha
Bijaksana”.57
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa ayat tersebut turun
berkenaan dengan seorang wanita yang mencuri pada masa Rasulullah Saw,
kemudian Rasulullah Saw memotong tangan kanannya sesuai dengan ayat
55
Ibid 56
Ibid, hal. 217 57
Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemahan, Bandung: CV. Darus Sunnah, 2015 QS. Al-
Ma’idah 5: 39 hal. 115
38
diatas. Lalu wanita tersebut bertanya kepada Beliau, “Apakah taubatku
diterima?‟ kemudian turunlah ayat berikutnya (QS. Al-Ma’idah 5: 39)58
yang menegaskan bahwa taubat seseorang akan diterima apabila ia benar-benar
bertaubat dan memperbaiki diri.59
Sanksi korupsi dimasukkan ke dalam hukuman ta’zir sebab korupsi
tidak dijelaskan secara spesifik hukumannya dalam nas. Namun hal tersebut
telah jelas kejahatannya karena memang memiliki beberapa unsur dalam
kejahatan yang dilarang oleh nas yakni, perampasan hak, penyelewengan
kewenangan, dan merugikan orang lain. Sehingga dalam hal ini bisa
dimasukkan pada hukuman ta’zir yang berkaitan dengan harta, kemaslahatan
individu, serta kemaslahatan umum sebagaimana pembagian yang dilakukan
oleh Abdul Aziz Amir dalam bukunya al-Ta’zir fi al-Syariah al-Islamiyah60
Dalam kasus korupsi adalah tindak korupsi yang sangat merugikan dan harus
diberantas. Maka, dalam hal ini, umat Islam dapat berijtihad untuk
menentukan hukuman yang pantas untuk koruptor. Tujuannya adalah untuk
kemaslahatan bersama. Ibn Taimiyah menyebut beberapa model hukuman
jarimah takzir yang pernah dicontohkan oleh Nabi Saw dan para
sahabatnya, “Batas minimal hukuman takzir tidak dapat ditentukan, tapi
intinya adalah semua hukuman menyakitkan bagi manusia, bisa berupa
perkataan, tindakan atau perbuatan dan diasingkan. Kadang-kadang seseorang
58
Departemen Agama RI, Al-Quran Terjemahan, Bandung: CV. Darus Sunnah, 2015 QS. Al-
Ma’idah 5: 39. Hal. 115 59
HR. Ibnu Jarir dari Abu Kuraib dari Musa bin Dawud dari Ibnu Hai‟ ah dari Hayyim bin
Abdillah dari Abdirrahman dari Abdillah bin Amrin 60
Abdul Aziz Amir, 1993. Al-Ta’zir fi al-Syari’ah al-Islamiyah, Beirut: Darul Furqan
hal. 34
39
dihukum takzir dengan memberinya nasehat atau teguran, menjelekannya dan
menghinakannya. Kadang-kadang seseorang dihukum takzir dengan
mengusirnya untuk meninggalkan negerinya sehingga ia bertaubat.
Sebagaimana Nabi Saw pernah mengusir tiga orang yang berpaling, mereka itu
adalah Ka‟ ab bin Malik, Mararah bin Rabi ‟ dan Hilal bin Umaiyyah. Mereka
berpaling dari Rasulullah Saw pada perang Tabuk. Maka Nabi Saw
memerintahkan untuk mengasingkan mereka, kemudian Nabi Saw memaafkan
mereka setelah turun ayat-ayat al-Quran tentang diterimanya taubat mereka.
Dan kadang-kadang hukuman takzir berbentuk pemecatan dari dinas militer
bagi prajurit yang melarikan diri dari medan perang, karena melarikan
diri dari medan perang merupakan dosa besar Begitu pula pejabat apabila
melakukan penyimpangan maka ia diasingkan.61
Dalam tindak pidana korupsi takzir dapat diklasifikasi sesuai dengan
berat dan ringannya cara atau akibat yang ditimbulkan. Diantaranya:
1. Celaan dan teguran/peringatan. Hukuman ini dijatuhkan kepada pelaku
tindak pidana tertentu yang dinilai ringan namun dianggap merugikan
orang lain. Sebagaimana Rasulullah Saw pernah mengungkapkan
“Apakah kamu membuat fitnah, wahai Muadz? Ungkapan tersebut
diucapkan Rasulullah Saw sewaktu para sahabat mengadukan tentang salat
Muadz yang sangat panjang. Dalam hadis lain juga Rasulullah Saw pernah
menegur Abu Dzar yang berkata kepada seseorang,”Hai anak dari perempuan
kulit hitam.” Lalu Rasulullah Saw mengatakan kepadanya,”Sesungguhnya
61
A. Fathi Bahansi, 1984. al-Mas’uliyah al-Jinaiyyah al-Islamy, Beirut: Dar al-Syuruq,
h a l . 2 3
40
pada dirimu masih melekat perilaku kaum jahiliyah.62
Adapun peringatan dimaksudkan untuk mendidik pelaku, mengancam
pelaku kriminal jika dia mengulangi kejahatannya dengan ancaman penjara,
cambuk sampai pada ancaman hukuman terberat. Hukuman tersebut dapat
diberlakukan kepada pelaku tindak pidana ringan.63
2. Memecat dari jabatannya (al-azl min al-wadzifah). Hal ini bisa
diberlakukan kepada pelaku yang memangku jabatan publik, baik yang
diberi gaji atau jabatan yang sifatnya sukarela.64
3. Dengan pukulan (dera/cambuk). Hukuman ini diberikan kepada pelaku
pidana dengan tidak dimaksudkan untuk melukai atau menganggu
produktifitas kerjanya, sebaliknya diberlakukan dengan tujuan membuat
jera si pelaku. Menurut Abu Hanifah, minimal deraan sebanyak 39 kali.
Sedangkan ukuran maksimalnya menurut Imam Malik boleh lebih dari
seratus kali jika kondisi menghendaki demikian.65
bentuk hukuman
takzir inidiambil berdasarkan Hadits, amr bin Syuaib dari ayah dari
kakeknya, dia berkata: Rasulullah Saw bersabda,”Suruhlah anak-anak kamu
untuk salat ketika mereka mencapai usia tujuh tahun. Dan pukullah mereka
jika mereka tidak mengerjakannya bila umur mereka telah mencapai sepuluh
tahun dan pisahkanlah antara mereka di tempat tidur.66
62
Abd al-Qadir Audah, 1987. al-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, Beirut: Muassasah al-Risalah, Jilid I, 703.
Mahfudz Ibrahim Faraj, 1983. Al-Uqubah Fi Al-Tasyri’ Al-Jina’i Al Islami, Kairo: Dar Al-
I’tisham, Hal.124 63
Abd al-Qadir Audah, 1987. al-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, Beirut: Muassasah al-Risalah, Jilid I, Hal. 703.
64 Ibid
65 Ibid, 689-690
66Abu Dawud dalam kitab sunan Bab Salat no 418
41
4. Hukuman berupa harta (denda) dan hukuman fisik. Hukuman ini
seperti hukuman yang dikenakan pada kasus pencurian buah-buahan
yang masih berada di pohon. Rasulullah Saw bersabda,”Siapa saja yang
mengambil barang orang lain (mencuri), maka dia harus mengganti dua
kali lipat nilai barang yang telah dia ambil dan dia harus diberi hukuman.67
5. Penjara. Pemenjaraan bisa berjangka pendek atau jangka panjang,
penjara seumur hidup misalnya. Hukuman jangka pendek paling sebentar
satu hari dan paling lama tidak ditentukan karena tidak disepakati oleh para
ulama. Ada yang menyatakan 6 bulan, sementara ulama lain berpendapat
tidak boleh melebihi satu tahun dan menurut kelompok lain
penentuannya diserahkan pada pemerintah. Adapun penjara yang
tidak terbatas waktunya perlumemperhatikan pelaku, jika akhlaknya
membaik maka pada saat itu hukuman bisa dihentikan. Tetapi jika
pelakunya selalu mengulang kejahatannya dan jenis kejahatannya sangat
membahayakan, maka hukumannya penjara hingga mati.68
Bentuk hukuman
ini diambil berdasarkan hadith Amr bin Syarid dan bapaknya dari Rasulullah
Saw bersabda,”Orang kaya yang mengulur waktu membayar hutang tanpa
ada uzur adalah zalim, maka halal harga dirinya dan hukumannya adalah
penjara.69
6. Pengasingan, untuk mengasingkan para terpidana, ulama berbeda pendapat
tentang batas maksimal lama pengasingan. Menurut Ulama Syafi‟ iyah
dan Hanabilah, pengasingan tidak boleh lebih dari satu tahun karena pada
67
Hadith Riwayat al-Nasai, Kitab Sariq No. 4872 68
Abdul Wadir Audah, Hal. 697 69
Hadith ini diriwayatkan oleh Lima Imam hadith kecuali al-Timidzi
42
mulanya pengasingan diberlakukan pada pelaku zina yang lamanya
satu tahun. Sedangkan Abu Hanifah membolehkan lebih dari satu tahun
karena tujuan takzir untuk memberikan penyadaran dan itu bukan
berarti sebagai pemberlakuan had seperti pada pelaku zina. Hal seperti ini
pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dan Umar bin Khattab kepada
Nasr bin Hajjal. Pengasingan pelaku pidana dicabut ketika pelakunya
sadar dan berkelakuan baik.70
7. Penyaliban. Rasulullah Saw pernah melakukannya kepada pelaku
kerusuhan, keonaran dan pembangkangan yang biasa disebut dengan
hirabah.71
8. Hukuman mati. Hukuman ini bisa diberlakukan bila kemaslahatan benar-
benar menghendaki. Misalnya hukuman mati kepada mata-mata,
provokator, penyebar fitnah, pelaku kejahatan pemerkosaan, bandar narkoba
dan tentu saja koruptor. Hukuman mati bagi korupsi ini sudah diberlakukan
beberapa Negara. Sebab bagaimana pun korupsi adalah berbahaya. Bentuk
hukuman mati seperti ini menurut ulama-ulama mazhab Hanafi dinamakan
hukuman mati dengan motif politik tertentu (al-qatl al siyasah).
Selain takzir menjadi hukuman bagi pelaku korupsi yaitu bagian dari
upaya menanggulangi tindak pidana korupsi di provinsi jambi ditinjau dari hukum
islam, perkembangan hukum modern memiliki pilihan-pilihan yang bisa
disesuaikan dengan besar-kecilnya kerugian yang diakibatkan dari
tindakan korupsi tersebut. Disamping ketentuannya ditentukan oleh ulil amri
70
Abdul Qadir Audah, Hal. 697. 71
Ibid, Hal. 701
43
yang dalam hal ini adalah pemimpin negara,undang-undang dan juga hakim.
Adapun upaya yang dilakukan pemerintah dalam hal menanggulangi
Tindak Pidana Korupsi berdasarkan dengan perkembangan hukum modern yaitu
dengan dibentuknya suatu badan khusus seperti Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (KPK) yaitu yang diatur dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pembearantasan Tindak Pidana
Korupsi dimana badan tersebut berdiri sendiri tanpa ada implementasi dari
lembaga lain. Akan tetapi lembaga tersebut mendapatkan bantuan langsung dari
lembaga-lembaga hukum lain yang ada di Republik Indonesia.
Kemudian upaya pemerintah dalam pemberantasan tindak pidana korupsi
yaitu pemerintah juga membentuk Undang-undang Nomor 31 Tahun 1971, dalam
Undang-undang ini juga melakukan upaya pemberantasan tindak pidana korupsi,
kemudian pada Tahun 1999 dikeluarkan kembali Undang-undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang tindak pidana korupsi, dan Undang-undang Nomor 20 Tahun
2001 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang
tindak pidana korupsi. Secara yuridis dalam hal memberantas tindak pidana
korupsi pada pasal 1 angka 3 yaitu: Serangkaian tindakan untuk mencegah dan
memberantas tindak pidana korupsi melalui upaya koordinasi, supervise, monitor,
penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan disidang Pengadilan, dengan peran
masyarakat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.72
Dan
terakhir dibentuklah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sesuai dengan
ketetapan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan
72
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
2016, Bandung: Citra Umbara.
44
Korupsi (KPK), Komisi independen (berdiri sendiri) yang memiliki peran yang
sangat penting dan memiliki kewenangan yang sangat besar dalam hal
memberantas tindak pidana korupsi.73
Dalam mencegah tindak pidana korupsi harus bermula dari diri sendiri dan
kemudian secara bersama-sama untuk mencegahnya. Tindak pidana korupsi perlu
dicegah dan ditanggulangi bukan saja karena sifat ketercelaannya, tetapi juga
karena secara ekonomis menimbulkan kerugian terhadap keuangan Negara dan
merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat.
Tuntutan masyarakat untuk memberantas korupsi merupakan cermin
masalah penegakan hukum di Negeri ini, sebab korupsi merupakan bentuk
perbuatan melanggar hukum yang merugikan Negara dan masyarakat. Korupsi
yang timbul dimana-mana merupakan petunjuk kelemahan fungsi hukum sebagai
sarana pengendalian, sarana perubahan dan sarana integratif.
Upaya keras untuk memberantas terjadinya Korupsi, Kolusi dan
Nepotisme (KKN) baik dalam bidang pemerintahan umum dan pembangunan
kenyataannya belum diikuti oleh langkah-langkah nyata dan sungguh-sungguh
oleh pemerintah terutama pemerintah Provinsi Jambi, termasuk aparat penegak
hukum dalam penerapan dan penegakan hukum. Begitu pula halnya dengan
munculnya intervensi dan pengaruh dari pihak lain dalam penyelesaian proses
peradilan, justru semakin melemahkan upaya pemberantasan tindak pidana
korupsi demi mewujudkan pemerintahan yang baik.
Upaya yang dilakukan oleh para penegak hukum secara umum yaitu
73
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
45
dilakukan upaya prevetif dapat dilakukan melalui: pendidikan moral agama yang
ditanamkan sejak dini pada setiap orang, berupa kesadaran akan bahaya korupsi,
meningkatkan kesadaran moral masyarakat untuk selalu menjaga perbuatannya
sehingga tidak terperosok pada perbuatan kejahatan yang merugikan dan
meningkatkan kesadaran moral pada pejabat aparatur Negara dan penegak hukum
agar kekuasaannya dijalankan sebagaimana seharusnya dan tidak sewenang-
wenang.
Kemudian upaya represif yaitu ditempuh dengan upaya hukum bagi para
pelaku korupsi, pelaku korupsi jika ia terbukti bersalah maka ia tidak bisa lepas
dari jeratan hukum, upaya hukum dalam pemberantasan korupsi memerlukan
aturan hukum tentang korupsi secara tegas. Aturan-aturan tersebut meliputi:
A. Menetapkan berbagai peraturan perundang-undangan tentang korupsi.
B. Dibentuknya berbagai badan hukum yang khusus mempunyai kewenangan
luas, independent, serta bebas dari kekuasaan manapun, sehingga dengan
tegas dan leluasa memberantas tindak pidana korupsi yang terjadi di
Indonesia.
Sedangkan upaya aparat penegak hukum dalam menanggulangi Tindak
Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi, seperti yang penulis dapatkan dari
wawancara responden yaitu: Upaya aparat penegak hukum dalam
menanggulangi tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi hasil wawancara yang
pertama dengan Kompol Handers yaitu Kanit II bagian Ditreskrimsus Polisi
Daerah Jambi yaitu:
Pertama diproses secara hukum bagi pelaku tindak pidana korupsi untuk
menciptakan kepastian hukum dan sebisa mungkin mengembalikan dan
46
memulihkan kerugian keuangan Negara. Yang dititik beratkan kepada
dana Desa dan investasi. Dari upaya ini pada tahun 2019 Polisi Daerah dan
jajaran Kepolisian Resor (Polres) yang ada di Provinsi Jambi dapat
menyelamatkan kerugian keuangan Negara sebesar Rp. 9.331.205.414.11,-
dari total kerugian Negara sebesar Rp. 23.664.487.435,-. Adapun tahap
Kepolisian Daerah (Kapolda) dalam menangani perkara yaitu memeriksa
orang, pekerjaan orang dan proyek apa yang sedang diembannya lalu
dilanjutkan dengan menghitung keuangan suatu proyek tersebut bersama
Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP). Aparat Pengawas Internal
Pemerintah (APIP) ini terbagi menjadi 4 antara lain yaitu: (1) Badan
Pengawasan Keuangan Dan Pembangunan (BPKP), (2) Inspektorat
jenderal kementerian , inspektorat/unit pengawasan intern pada
kementerian negara, inspektorat utama/inspektorat lembaga pemerintah
non kemeterian, inspektorat/unit pengawasan intern pada kesekretariatan
lembaga tinggi Negara dan lembaga Negara, (3) Inspektorat
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan (4) Unit pengawasan intern pada badan
hukum pemerintah lainnya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan.
Selanjutnya, setelah proses penghitungan dilaksanakan dan ternyata ada
kesalahan maka dalam proses penyelidikan pelaku yang melakukan tindak
pidana korupsi ini mampu mengembalikan kerugian Negara maka kasus
perkaranya tidak dilanjutkan bukan berarti perbuatan penyelwengan dari
kepolisian tapi Diskresi Kepolisian (suatu wewenang menyangkut
pengemablian suatu keputusan pada kondisi tertentu atas dasar
pertimbangan dan keyakinan pribadi seorang anggota kepolisian). Dan
apabila sudah masuk tahap penyidikan maka sudah berlaku Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Pasal 4 “pengembalian kerugian
negara atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku
tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3”. Jadi
pada tahap ini pelaku tindak pidana korupsi walaupun dia mengembalikan
kerugian negara tetap diproses berdasarkan aturan hukum yang berlaku.
Adapun penindakan dan penanganan terhadap perkara tindak pidana
korupsi dilakukan secara profesional dan proposional serta sanksi pidana
terhadap pelaku kejahatan yang lebih mengedepankan pada keseimbangan
kepentingan dan pemulihan keadaan yang diakibatkan dengan adanya
pelanggaran hukum tersebut.74
Kemudian penulis melakukan wawancara dengan bapak Rendi Winata
Kepala Sub Seksi (Kasupsi) bagian Penuntutan Kejaksaan Negeri (Kejari)
74
Wawancara dengan Bapak Kompol Handers, SH., S.IK selaku Kanit Tindak Pidana
Korupsi Polisi Daerah Jambi, pada hari Rabu, 02 Maret 2020
47
Jambi. Adapun upaya dan kendala yang ditemui dalam menanggulangi tindak
pidana korupsi di Provinsi Jambi yaitu :
Pertama upaya preventif yaitu melakukan pencegahan seperti sedini
mungkin sudah diajarkan tentang bagaimana bersikap jujur bisa salah satu
contoh dibuat kantin kejujuran disetiap sekolah-sekolah agar timbul rasa jujur
pada diri sendiri sejak dini, selanjutnya sosialisasi pendampingan proyek untuk
pencegahan terjadinya tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi dan ini
merupakan salah satu program dari Kejaksaan Negeri jambi adanya
pendampingan dalam suatu proyek-proyek seperti proyek sensasional dan dana
desa karena adanya dana satu desa satu miliar itu banyak peluang terjadinya
tindak pidana korupsi maka dari itu harus ada pendampingan dan sosialisai
tentang peraturan perundang-undangannya atau pendampingan tentang
pengelolaan keuangannya sesuai aturan karena banyak sekali orang yang
diberikan tanggungjawab untuk mengelolanya namun tidak memahami atau
tidak kompeten dibidang nya sehingga terjadi kerugian Negara namun pada
dasarnya orang yang bertanggungjawab tentang hal ini tidak memperkaya
dirinya atau malah memperkaya orang lain atau korporasi seperti tidak kompeten
misal dibidang administrasi sehingga menguntungkan orang lain, atau korporasi
agar tidak terjadi kejahatan seperti tindak pidana korupsi, maka dari itu harus
ada pendampingan dan sosialisasi untuk meminimalisirkan kejahatan tindak
pidana korupsi yang terjadi di Provinsi Jambi.
Kedua upaya Refresif yaitu penindakan terhadap pelaku tindak pidana
korupsi jika benar bersalah ditindak sesuai aturan perundang-undangan. Adapun
sanksi terhadap pelaku tindak pidana korupsi yaitu di kejaksaan bidang
penuntutan sangat tegas terhadap pelaku yang melakukan kejahatan tindak
pidana korupsi ini yaitu ditindak sesuai perbuatan yang dilakukan termasuk
mengembalikan kerugian Negara seperti dengan adaya perampasan harta yang
diperoleh dari hasil tindak pidana korupsi sehingga dapat memberikan efek jera
agar menggurangi angka kejahatan tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi.
Adapun didalam penuntutan dimana ada hal yang meringankan dan hal yang
memberatkan, ketika tidak ada hal yang meringankan maka penuh tuntutannya
ditinggikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bisa
penindakannya dengan cara dimiskinkan sesuai aturan perundang-undanganan
tindak pidana korupsi ataupun status sosial pelaku kejahatan tindak pidana
korupsi ini sudah tercap narapidana dari kasus kejahatan tindak pidana korupsi
yang dia lakukan sehingga ada kesadaran tidak lagi melakukan perbuatan yang
sama untuk melakukan kejahatan atau melanggar hukum.75
Selanjutnya hasil wawancara penulis dengan Bapak M. Purba, SH Hakim
Umum dan Tindak Pidana Korupsi Pengadilan Negeri Jambi menjelaskan bahwa
75
Wawancara dengan Bapak Rendi Winata bagian Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jambi,
pada hari Jum’at, 28 Februari 2020
48
upaya dan kendala yang ditemukan oleh aparat penegak hukum dalam
menanggulangi tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi adalah:
Upaya yang pertama adalah Pencegahan harus ditingkatkan karena
pencegahan ini sangat penting dalam perkara tindak pidana korupsi seperti
sosialisasi atau penyuluhan hukum tentang tindak pidana korupsi kepada
orang yang diberikan wewenang atau tanggungjawab dalam mengelola
keuangan supaya dapat menanggulangi terjadinya tindak pidana korupsi.
Upaya yang kedua yaitu terhadap pelaku yang telah melakukan kejahatan
tindak pidana korupsi, pelaku diberikan sanksi tegas sesuai dengan
undang-undang yang berlaku, agar dengan sanksi tersebut dapat
meningkatkan kesadaran hukum bahwa perbuatan yang dilakukan
merupakan kejahatan yang merugikan masyarakat dan Negara.76
C. Kendala Aparat Penegak Hukum Dalam Menanggulangi Terjadinya
Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi
Dari berbagai upaya yang dilakukan aparat penegak hukum dalam
menanggulangi tindak pidana korupsi di Provinsi Jambi tentu banyak pula
kendala yang dihadapi aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak
pidana korupsi tersebut.
Adapun kendala yang ditemui aparat penegak hukum dalam
menanggulangi tindak pidana korupsi di provinsi jambi yang penulis dapatkan
melalui wawancara langsung yang pertama bersama bapak Handers yaitu Kanit
II bagian Ditreskrimsus Polisi Daerah (Polda) Jambi yaitu:
Kendala yang ditemui yaitu keterbatasan fasilitas waktu dan biaya dalam
penanganan dugaan tindak pidana korupsi, kakunya sistem birokrasi
sehingga bilamana aparat kepolisian yang melakukan penyelidikan dan
penyidikan seorang pejabat Negara yang terindikasi melakukan tindak
pidana korupsi terkadang aparat kepolisian mendapatkan intervensi
misalnya dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena mereka
merasa lebih kolektif-kolegal. Namun terlepas dari hal tersebut aparat
kepolisian akan tetap berkomitmen akan meningkatkan kemampuan dalam
penanganan tindak pidana korupsi. Belum adanya mekanisme yang jelas
76
Wawancara dengan Bapak M. Purba sebagai Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana
Korupsi Jambi, pada hari Kamis, 19 Maret 2020
49
mengenai perlindungan terhadap pelapor dan saksi sebagaimana
diamanatkan oleh Konvensi Anti Korupsi, sulitnya memperoleh informasi
perbankan terkait dengan seseorang yang diduga melakukan ataupun
terlibat dalam suatu tindak pidana korupsi, panjangnya birokrasi yang
harus dilalui untuk melakukan pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat
tertentu yang terindikasi melakukan tindak pidana perbankan misalnya,
belum adanya sanksi yang tegas bagi penyelenggara Negara yang tidak
melaporkan harta kekayaannya.77
Kemudian penulis melakukan wawancara bersama bapak Rendi Winata
Kepala Sub Seksi (Kasupsi) bagian Penuntutan Kejaksaan Negeri (Kejari)
Jambi. Adapun kendalanya yairu:
Menurut bapak Rendi Winata kendala yang ditemui dalam menanggulangi
tindak pidana korupsi yaitu: a). Belum adanya aturan yang jelas tentang
kewenangan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan antara Komisi
Pemberantasan Korupsi, kepolisian dan kejaksaan. Walaupun ketentuan
dalam Undang-undang tentang kewenangan Komisi Pemberantasan
Korupsi tapi di lapangan masih terjadi tumpang tindih penanganan. Hal ini
terjadi karena lembaga kejaksaan maupun kepolisian masih memiiki
pijakan hukum untuk bertindak, disamping adanya arogansi lembaga dan
kurang adanya kepercayaan di antara lembaga penegak hukum.78
Selanjutnya penulis melakukan wawancara bersana bapak M. Purba
hakim umum dan hakim tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Jambi
mengenai kendala aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak pidana
korupsi. Adapun hasil wawancaranya yaitu:
Menurut bapak M. Purba Kendala yang ditemui seperti kendala
struktural, dimana kendala ini telah berlangsung lama yang bersumber
dari praktek-praktek penyelenggaraan Negara dan pemerintahan yang
membuat penanganan tindak pidana korupsi tidak berjalan sebagaimana
mestinya. Kendala ini meliputi: perbedaan yang besar seperti gaji formal
diantara sesama aparat penegak hukum bidang korupsi, egoisme sektoral
dan institusional yang menjurus pada pengajuan dana sebanyak-
banyaknya untuk sektor dan instansinya tanpa memperhatikan kebutuhan
nasional secara keseluruhan serta berupaya menutup-nutupi
penyimpangan-penyimpangan yang terdapat di sektor dan instansi yang
77
Wawancara dengan Bapak Kompol Handers selaku Kanit Tindak Pidana Korupsi Polisi
Daerah Jambi, pada hari Rabu, 02 Maret 2020 78
Wawancara dengan Bapak Rendi Winata bagian Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jambi,
pada hari Jum’at, 28 Februari 2020
50
bersangkutan, belum berfungsinya pengawasan secara efektif, lemahnya
koordinasi antara aparat pengawasan dan aparat penegak hukum yang
semakin banyak, seperti polisi, jaksa, komisi pemberantasan korupsi,dan
tim Tastipikor, sehingga hal ini menimbulkan kesulitan dalam
melakukan kontrol atau pengawasan, dan terkadang sesama aparat
penegak hukum tidak mempunyai pandangan yang sama dalam hal
menafsirkan peraturan perundang-undangan dalam pemberantasan
korupsi, serta lemahnya system pengendalian intern yang memiliki
korelasi positif dengan berbagai penyimpangan dan efesiensi dalam
pengelolaan kekayaan Negara dan rendahnya kualitas pelayanan
publiknya.79
79
Wawancara dengan Bapak M, Purba sebagai Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana
Korupsi Jambi, pada hari Kamis, 19 Maret 2020
51
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab di atas, maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
1. Adapun tanggapan kriminologi terhadap penyebab tindak pidana korupsi di
provinsi Jambi yaitu keserakahan yang ada dalam diri seseorang, kurangnya
kesadaran akan hukum dan dibarengi dengan adanya jabatan, kewenagan
serta kurangnya pegawasan yang menyebabkan tindak pidana makin
merajalela.
2. Upaya Menanggulangi Tindak Pidana Korupsi Di Provinsi Jambi Ditinjau
Dari Hukum Islam yaitu lebih kepada penegakan sangsi hukumannya. Agar
timbul efek jera untuk tidak melekukan perbuatan yang melanggar syariat
tersebut.
3. Kendala yang dihadapi aparat penegak hukum dalam menanggulangi tindak
pidana korupsi yaitu keterbatasan fasilitas waktu dan, kakunya sistem
birokrasi, panjangnya birokrasi yang harus dilalui terhadap pejabat-pejabat
tertentu yang terindikasi melakukan tindak pidana perbankan, belum adanya
sanksi yang tegas bagi penyelenggara Negara yang tidak melaporkan harta
kekayaannya.
52
B. Saran
1. Bertolak dari berbagai realitas korupsi yang terjadi dan trend
perkembangannya, maka setidaknya hal-hal yang perlu mejadi bahan
pemikiran yaitu meningkatkan kesadaran hukum dan pemahaman hukum
bagi masyarakat khususnya dalam pencegahan, pemberantasan dan
penegakan hukum korupsi ke depan.
2. Kedepannya di perlukan dukungan dari masyarakat agar upaya untuk
memberantas tindak pidana korupsi di Indonesia khususnya di Provinsi
Jambi dapat di berantas dan paling tidak dapat meminimalisirkan angka
korupsi di Provinsi Jambi.
3. Selain dukungan dari masyarakat perlu pendidikan Anti-korupsi sejak dini
seperti yang terdapat dalam strategi ketiga yang dibahas diatas karna jika
sejak dini sudah ditanamkan bekal ilmu dan kejujuran maka akan
menimbulkan kesadaran dan taat akan hukum.
54
DAFTAR PUSTAKA
A. BUKU
Amir, Abdul Aziz 1993. Al-Ta’zir fi al-Syari’ah al-Islamiyah, Beirut: Darul
Furqan.
Audah, Abd. al-Qadir 1987. al-Tasyri’ al-Jina’i al-Islami, Beirut: Muassasah
al-Risalah, Jilid I
Bahansi, A. Fathi 1984. al-Mas’uliyah al-Jinaiyyah al-Islamy, Beirut: Dar al-
Syuruq.
Bonger, W. A. dalam Soerjono Soekanto, 1981, Sosiologi Suatu Pengantar,
Jakarta: Ghalia Indonesia.
Departemen Agama RI 2015. Al-Quran Terjemahan, Bandung: CV. Darus
Sunnah
Faraj, Mahfudz Ibrahim 1983. Al-Uqubah Fi Al-Tasyri’ Al-Jina’i Al Islami,
Kairo: Dar Al-I’tisham.
Hurwitz, Stephan 1986, Kriminologi (saduran: Ny. L. Moeljatno), Jakarta: Bina
Aksara.
Muhammad, Abdulkadir 2004. Hukum dan Penelitian Hukum, Bandung: PT.
Citra Aditya Bhakti.
Muhammad, Mustofa 2007. Kriminologi. Depok: Fisip UI Press.
Mustafaf, Muhammad 2007. Kriminologi. Depok: FISIP UI PRESS.
Paul Moedikdo. M. dalam Soejono, D., 1976, Konsepsi Kriminologi Dalam
Usaha Penanggulangan Kejahatan, Bandung: Alumni
55
Samin, Sabri 2008. Pidana Islam dalam Politik Hukum Indonesia. Jakarta:
Kholam.
Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa, 2002. Kriminologi. Jakarta: PT. Grafindo
Persada.
Santoso, Topo dan Eva Achiani Zulfa 2003. Kriminologi Cetakan Ketiga.
Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Soekanto, Soerjono1986. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: Universitas
Indonesia-Press.
Sugiyono, 2012. Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R&D, Bandung:
Alfabeta.
Sugoyono, 2015. Metode Penelitian Kombinasi (Mix. Methods). Bandung:
Alfabeta.
Susanto, 1991. Diklat Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Di Ponegoro
Semarang.
Susanto, Galldalam I. S. 1995, Kriminologi, Fakultas Hukum Undip, Semarang.
Sutherland, Edwin Dan Donald R. Cressey, 1960. Principle Of Criminology Six
Edition. New York: J. B. Lippincott.
Tim Penyusun, 2012. Pedoman Penulisan Skripsi Edisi Revisi Jambi: Syariah
Press
Tim Redaksi FOKUSMEDIA 2005. Himpunan Peraturan Perundang-
Undangan Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bandung:
FOKUSMEDIA.
Widjoyanto, Bambang 2010. Koruptor Itu Kafir. Bandung: Mizan
56
C. Perundang-undangan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, 2016, Bandung: Citra Umbara.
Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK) Yogyakarta: Pustaka Mahardika
D. Skripsi
Magfiro Nur Aulia, Tinjauan Kriminologis Terhadap Kejahatan Korupsi (Studi
Kasus Di Kota Makassar 2013-2015), Makassar, 2017.
Josua M. Sirait, Upaya Pemberantasan Korupsi Di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi Surabaya, Surabaya, 2011.
Nas, Rusdiyan 2012. Analisis Kriminologis Terhadap Pelaku Penyalahgunaan
Situs Jejaring Sosial Facbook Berdasarkan Undag-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik. Bandar
Lampung: UNILA-Skripsi.
Rahmat, 2012. Analisis Yuridis Kriminologis Terhadap Kejahatan Yang
Dilakukan Oleh Oknum Aparat Kepolisian Di Indonesia, Universitas
Gorontalo.
E. Wancara
Wawancara dengan Bapak Kompol Handers, SH., S.IK, selaku Kanit Tindak
Pidana Korupsi Polisi Daerah Jambi, pada hari Rabu tanggal 02 Maret
2020
Wawancara dengan Bapak Rendi Winata bagian Pidana Khusus Kejaksaan
Negeri Jambi, pada hari Jum’at 28 Januari 2020
57
Wawancara dengan Bapak M. Purba, SH sebagai Hakim Pengadilan Negeri
Tindak Pidana Korupsi Jambi, pada hari Kamis 19 Maret 2020
Wawancara dengan Bapak Santoso Narapidana kasus Korupsi di Muaro Jambi,
pada hari Selasa, tanggal 10 Maret 2020
Wawancara dengan Bapak Dadang, S.A Narapidana kasus Korupsi di Muaro
Jambi, pada hari Selasa, tanggal 10 Maret 2020
Wawancara dengan Bapak Sumono, S.Pdi., M.SI Narapidana kasus Korupsi di
Tanjung Jabung Barat, pada hari Selasa, 10 Maret 2020
58
LAMPIRAN
Dokumentasi Wawancara Bersama Bapak Handers, SH., S.IK selaku
Kanit II Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polisi Daerah (Polda) Jambi
Dokumentasi Wawancara Bersama Bapak Rendi Winata Bagian Pidana Khusus
(Pidsus) Kejaksaan Negeri Jambi
59
Dokumentasi Wawancara Bersama Bapak M. Purba, SH selaku Hakim Pengadilan
Negeri Jambi
Dokumentasi Wawancara Bersama Bapak Santoso Narapidana Kasus Tindak
Pidana Korupsi Dana Pembangunan Unit Sekolah Baru Sekolah Menengah
Pertama(SMP) Negeri 7 Muaro Jambi
60
Dokumentasi Wawancara Bersama Bapak Dadang Setiawan, S.A Narapidana
Kasus Proyek Masterplan Yaitu Pengadaan 48 Unit Laptopuntuk Siswa
Berprestasi Di Sekolah Menengah Atas (SMA) Titian Teras
Dokumentasi Wawancara Bersama Bapak Sumono, S.Pdi., M. Si Narapidana
Kasus Penyalagunaan Wewenang Jabatan Dan Administrasi Sekolah Menengah
Kejuruan (SMK) Lukman Al-Hakim Kecamatan Betara Kabupaten Tanjung
Jabung Barat
61
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Eka Susanti
Nim : Shp. 162162
Tempat/Tgl Lahir : 05 Juni 1997
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Mahasiswa
Alamat : Jl. Jambi Suak Kandis KM.45, Desa Pematang Raman, Rt.
05, Kab. Muaro Jambi, Prov. Jambi
No. Hp : 082280241841
Email : eka745224@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
SD : SDN 21-IX P. Raman
MTS : MTS Negeri Betung
SMK : SMK Negeri 5 Muaro Jambi
Sarjana : UIN STS Jambi
Pengalaman Organisasi :
1. Anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Tahun 2016
sampai sekarang.