Post on 07-Apr-2018
8/6/2019 BAB I Yes 1 Paling Baru
1/7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut) adalah suatu penyakit
yang terbanyak diderita oleh anak- anak, baik dinegara berkembang
maupun dinegara maju dan banyak dari mereka perlu masuk rumah sakit
karena penyakitnya cukup gawat. Penyakit-penyakit saluran pernapasan
pada masa bayi dan anak-anak dapat pula memberi kecacatan sampai
pada masa dewasa (Misnadiarly 2008).
ISPA dapat ditularkan melalui air ludah, bersin, serta udara
pernapasan yang mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat
kesaluran pernapasannya. Infeksi saluran pernapasan bagian atas
terutama yang disebabkan oleh virus, sering terjadi pada semua golongan
usia pada masyarakat. Salah satu penyebab tingginya angka kesakitan
pada bayi dan balita adalah penyakit ISPA, yang hingga saat ini masih
merupakan masalah dan tantangan bagi upaya pembangunan kesehatan
(Depkes RI, 2008).
Pemberantasan penyakit ISPA di Indonesia telah dimulai sejak
tahun 1984, bersamaan dengan diumumkannya Pemberantasan Penyakit
ISPA Tingkat Global oleh WHO. Pada tahun 1988 WHO mempublikasikan
1
8/6/2019 BAB I Yes 1 Paling Baru
2/7
2
pola baru tatalaksana penderita ISPA, yakni memisahkan tatalaksana
penyakit Pneumonia dengan penderita penyakit infeksi akut telinga dan
tenggorokan. Kemudian pada Lokakarya Nasional III tahun 1990 di
Cimacan telah dibahas tatalaksana penderita ISPA pola WHO pada tahun
1988 tersebut. Kemudian setelah diadaptasi sesuai dengan situasi dan
kondisi setempat, maka pola tersebut diterapkan di Indonesia. Maka
dengan adanya penetapan tersebut sejak tahun 1990 pemberantasan
penyakit ISPA menitikberatkan atau memfokuskan kegiatannya pada
penanggulangan Pneumonia pada Bayi dan Balita. (Depkes RI, 2002)
ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di
sarana kesehatan. Terutama Puskesmas dengan persentasi kunjungan
pasien berobat sebesar 40% - 60% dan 15% - 30% kunjungan berobat di
bagian rawat jalan dan rawat inap Rumah Sakit. Survei mortalitas yang
dilakukan oleh Depkes Subdit ISPA tahun 2000 menempatkan ISPA
sebagai penyebab kematian bayi dan balita terbesar di Indonesia dengan
persentase 22,30% dari seluruh kematian bayi dan balita (Depkes RI,
2002).
Mengingat bahwa penyakit menular bersifat tidak mengenal batas
wilayah administratif, maka perlu dikembangan pemberantasan penyakit
menular dan penyehatan lingkungan secara terpadu berbasis wilayah
melalui peningkatan surveilans, advokasi dan kemitraan. Dalam
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian penyakit ISPA memerlukan
dukungan dari lintas program yang terpadu dan berkesinambungan.
8/6/2019 BAB I Yes 1 Paling Baru
3/7
3
Untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal banyak
faktor yang mempengaruhinya, faktor yang paling besar pengaruhnya
adalah faktor lingkungan dan perilaku. Lingkungan dan perilaku yang
tidak sehat salah satunya dikarenakan oleh kurangnya kesadaran dan
pengetahuan masyarakat akan lingkungan dan perilaku yang sesuai
dengan kaedah kaedah kesehatan. Dengan pengertian masyarakat
diharapkan mampu berperilaku sehat dalam memelihara lingkungan dan
meningkatkan derajat kesehatannya sendiri, dengan demikian masyarakat
mampu menjadi subyek kesehatan.(Depkes RI, 1996).
Berbagai penelitian mengenai ISPA menunjukan bahwa terdapat
faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian ISPA antara lain gizi kurang,
BBLR, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara ( kebiasaan merokok di
dalam rumah ), kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak lengkap
dan defisiensi vitamin A. (Suhandayani, 2007)
Faktor prilaku seperti kebiasaan merokok keluarga dalam rumah
sangat berpengaruh pada penderita gangguan kesehatan, akibat merokok
ataupun menghirup asap rokok (bagi perokok pasif) yang umumnya
adalah perempuan dan anak-anak, sedangkan faktor pelayanan
kesehatan seperti pemberian imunisasi merupakan faktor yang dapat
membantu mencegah terjadinya penyakit infeksi seperti gangguan
pernapasan sehingga tidak mudah menjadi parah. Kejadian ISPA pada
balita lebih mudah menyerang pada balita yang tidak mendapatkan ASI
secara Eksklusif ( Depkes RI, 2002). Hal ini berkaitan dengan asupan gizi
8/6/2019 BAB I Yes 1 Paling Baru
4/7
4
ASI dan daya tahan tubuh balita tersebut. Apalagi sekarang ini ASI
banyak di ganti dengan susu formula. Masyarakat melihat dari sisi iklan
saja , dimana susu formula dianggap dapat mengganti ASI , padahal ASI
mempunyai gizi yang cukup dan kandungan imun terhadap tubuh
sehingga tidak mudah sakit.
Berdasarkan hasil rekapitulasi data Dinas Kesehatan Kalimantan
Timur, setiap tahun terjadi peningkatan kasus ISPA pada bayi dan balita.
Diperoleh data dari Dinas Kesehatan Propinsi Kalimantan Timur pada
tahun 2006 jumlah penderita ISPA bayi dan balita sebanyak 124567
anak, tahun 2007 tejadi peningkatan dengan jumlah penderita ISPA pada
bayi dan balita sebanyak 129.666 anak. Dan tahun 2008 juga terjadi
peningkatan menjadi 136.984 anak dan pada tahun 2009 terdapat
142.389 anak. (Dinkes Kaltim, 2010)
Demikian pula yang terjadi dikabupaten Kutai Kartanegara,
diperoleh data pada tahun 2007 penderita ISPA pada usia 1-4 tahun
berjumlah 4610 anak. Dan tahun 2008 meningkat menjadi 6230 anak,
begitu juga pada tahun 2009, terjadi peningkatan sebanyak 7269 anak.
(DKK Kukar, 2009)
Di Puskesmas Handil Baru data morbiditas penyakit ISPA
berdasarkan usia 1-4 tahun pada tahun 2007 adalah 529 anak, dan pada
tahun 2008 terjadi peningkatan menjadi 873 anak. Dan pada tahun 2009
menjadi 1147 anak. Dilihat dari cakupan imunisasi, sebagian ada yang
belum lengkap hal ini dapat dilihat dari cakupan imunisasi yang masih di
8/6/2019 BAB I Yes 1 Paling Baru
5/7
5
bawah 90 %. Selain itu rata-rata di rumah tangga, masih banyak yang
memiliki kebiasaan merokok terutama laki-laki dewasa, hal ini dilihat dari
tatanan PHBS dimana anggota keluarga memiliki kebiasaan merokok di
dalam rumah. Ini tentunya dapat mengganggu kesehatan anggota
keluarga yang lainnya terutama balita. (Puskesmas Handil Baru, 2009).
Dari penjabaran latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk
meneliti faktor faktor apa yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada
balita diwilayah Puskesmas Handil Baru Kecamatan Samboja kabupaten
Kutai Kartanegara 2009.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah faktor -
faktor apa saja yang berhubungan dengan kejadian ISPA pada balita di
wilayah Puskesmas Handil Baru kecamatan Samboja kabupaten Kutai
Kartanegara tahun 2009 ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor faktor apa saja yang berhubungan dengan
kejadian ISPA pada balita diwilayah Puskesmas Handil Baru
Kecamatan Handil Baru tahun 2009.
2. Tujuan Khusus :
8/6/2019 BAB I Yes 1 Paling Baru
6/7
6
a. Untuk mengetahui hubungan antara status ASI Eklusif
dengan kejadian ISPA pada balita.
b.Untuk mengetahui hubungan antara status Imunisasi
dengan kejadian ISPA pada balita.
c. Untuk mengetahui hubungan antara kebiasaan merokok
anggota keluarga didalam rumah dengan kejadian ISPA pada
balita.
d. Untuk mengetahui hubungan antara BBLR dengan
kejadian ISPA pada balita.
D. Manfaat Penelitian
a. Hasil penelitian ini dimaksudkan sebagai bahan masukan dan
informasi bagi pelaksana atau penanggung jawab program
kesehatan dalam perencanaan penanggulangan penyakit ISPA
pada balita, baik di tingkat Puskesmas maupun Dinas Kesehatan
Kabupaten Kutai Kartanegara.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah ilmu
pengetahuan dan merupakan salah satu bahan bacaan bagi
peneliti berikutnya. Serta untuk menambah kasanah ilmu yang ada
bagi pengembangan kesehatan masyarakat kedepannya.
c. Bagi peneliti sendiri merupakan pengalaman berharga dalam
memperluas wawasan dan menambah ilmu pengetahuan.
8/6/2019 BAB I Yes 1 Paling Baru
7/7
7