Post on 03-Aug-2020
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pada bab ini dipaparkan teori-teori mengenai novel, unsur pembangun
novel, sosiologi sastra, tinjauan kritik sosial dalam karya sastra, bentuk kritik
sosial serta fungsi kritik sosial.
2.1 Novel
Novel yang diteliti adalah novel Tambora karya Agus Sumbogo. Peneliti
menganalisis unsur kritik sosial dalam novel Tambora karya Agus Sumbogo,
karena kritik sosial muncul disebabkan oleh adanya masalah sosial. Konflik-
konflik yang timbul akibat permasalahan sosial terjadi di dalam novel tersebut.
Novel merupakan karya sastra yang mengemukakan kehidupan dan
pengalaman hidup manusia. Setiap unsur-unsur dari novel diperoleh berbagai
pikiran yang menyenangkan atau menarik, oleh karena itu novel membawa
aspirasi terhadap masyarakat. Sejalan dengan ini Nurgiyantoro (1995: 31)
mendefinisikan bahwa novel merupakan sebuah unsur-unsur organisme yang
unik, mengutarakan sesuatu secara tidak langsung, dan kompleks. Novel berasal
dari kenyataan hidup yang diolah oleh pengarang menjadi bentuk imajinatif.
Novel bersumber dari kenyataan-kenyataan kehidupan yang diolah oleh
pengarang menjadi bentuk imajinatif. Cerita (novel) yang mampu memberikan
rasa atau kesan yang meresap ke dalam hati pembacanya dikatakan novel yang
berkualitas. Dengan demikian, novel tersebut dapat memberikan pengaruh yang
membuat pembaca terpuaskan dan larut dalam alur cerita novel tersebut.
10
Goldmann (dalam Faruk, 1999: 31) mengemukakan bahwa novel terdiri
dari tiga macam, ialah novel idealisme abstrak, psikologis, dan pendidikan.
Sedangkan Nurgiyantoro (1995: 16) mengemukakan novel terdiri dari dua macam
ialah novel popular dan novel serius. Dalam dunia kesusastraan usaha
membedakan novel memang sering terjadi, akan tetapi bagaimanapun adanya
perbedaan itu tetap saja kabur, tak jelas benar batas-batas pemisahnya.
Menurut Nurgiyantoro (1995: 22-23) novel ialah suatu keutuhan, sebuah
keutuhan yang memiliki nilai seni. Menjadi sesuatu yang utuh, novel memiliki
kelompok kecil yang berhubungan erat dan saling membutuhkan. Unsur
pembangun novel merupakan salah satu dari keutuhan yang meliputi unsur
intrinsik dan ekstrinsik.
2.2 Unsur Pembangun Novel
Adapun unsur pembangun novel meliputi unsur intrinsik (tema, alur/plot,
penokohan, latar cerita/setting, sudut pandang, gaya bahasa, amanat) dan unsur
ekstrinsik (unsur yang berada di luar karya sastra).
2.2.1 Tokoh dan Penokohan
Menurut Aminuddin (dalam Siswanto, 2008: 142) tokoh merupakan
pemeran dalam cerita karangan sehingga kejadian-kejadian dapat terangkai pada
sebuah karangan. Tokoh dalam cerita karangan pasti mempunyai sikap, watak-
watak, dan sifat. Pengarang mengemukakan tokoh disebut penokohan dan jika
pengarang memberikan tabiat terhadap tokoh dalam cerita karangan disebut
perwatakan.
11
Zaimar (dalam Saraswati, 2008: 260) mengatakan bahwa kejadian-
kejadian yang berupa cerita dalam sebuah karangan dengan tokoh-tokoh akan
melakukan sandiwara tertentu di dalam cerita tersebut. Agar dapat mengetahui
kepribadian atau identitas tokoh, maka pengarang menunjukkan tanda yang
dimunculkan dalam sosial, ciri-ciri fisik, maupun moral tokoh. Pengarang akan
berusaha untuk mewujudkan tokoh dengan tanda-tanda yang bertepatan dengan
sikap tokoh dalam cerita tersebut.
Menurut Saraswati (2008: 261) ada beberapa cara untuk menampilkan
watak tokoh-tokoh cerita pengarang, yaitu: (1) Secara langsung (2) secara tidak
langsung dengan perbuatan dan perbincangan antar tokoh (3) hubungan istimewa,
yang berhubungan dengan ruang tertutup maupun penampilan luar dan
lingkungan sosial. Beberapa cara di atas merupakan cara penulis memaparkan
perwatakan tokoh agar pembaca dapat mengetahui watak tokoh dalam cerita.
2.2.2 Latar Cerita (Setting)
Aminuddin (2015: 67) mendefinisikan bahwa setting merupakan latar
peristiwa dalam cerita karangan, baik berupa waktu, tempat, suasana, maupun
peristiwa. Latar waktu, berkaitan dengan waktu terjadinya di dalam cerita. Latar
tempat, berkaitan dengan lokasi fiksi terjadinya kejadian di dalam suatu cerita.
Latar suasana, berkenaan dengan emosi-emosi yang muncul dalam cerita.
Misalkan, suasana gembira, haru, pilu, dan tegang.
Hudson (dalam Siswanto, 2008: 150) mendefinisikan setting terbagi
menjadi dua. Setting fisik dan setting sosial. Setting fisik merupakan bentuk
fisikal ialah wilayah, rumah, gedung, dan lain-lain. Latar cerita yang sering
12
muncul ialah latar tempat dan waktu. Penjelasan setting pada cerita karangan
bermacam-macam, ada yang dipaparkan dengan tepat sesuai realitas; ada yang
gabungan antara realitas dengan rekaan; ada pun setting hasil dari khayalan
sastrawan. Setting sosial menjelaskan kondisi masyarakat, seperti wataknya, gaya
hidup, cara berbicara maupun bahasanya dan sebagainya yang menonjolkan
peristiwa.
2.3 Sosiologi Sastra
Menurut Faruk (1999: 1) sosiologi sastra merupakan kajian ilmu yang
objektif tentang proses bermasyarakat, kajian mengenai proses sosial. Jadi,
sosiologi berupaya melaksanakan penelitian ilmiah kepada manusia dalam proses
bermasyarakat. Adapun aspek-aspek yang ada dalam manusia ialah keluarga,
agama, politik, ekonomi, dan sosial.
Wolf (dalam Faruk, 1999: 3) mendefinisikan bahwa sosiologi sastra
adalah sebuah disiplin yang tidak ada wujudnya, terdiri dari beberapa penemuan
penelitian ilmiah dan macam-macam usaha untuk melakukan sesuatu pada teori
yang umum dan masing-masing memiliki persamaan dalam hal perkara dengan
sangkut pautnya antara kesusastraan dengan masyarakat. Sastra memang
merupakan realitas sosial, jika hanya menceritakan tanpa mengutarakan perbuatan
dan hanya untuk mengemukakan perihal sosial.
Ian Watt (dalam Faruk, 1999: 4) mendefinisikan tiga macam pendekatan
dalam sosiologi sastra (1) pendekatan pada konteks sosial pengarang, pendekatan
ini berkatian dengan masyarakat yang sangat berhubungan dengan kontek sosial
sastrawan yang ada di dalam lingkungannya, (2) pendekatan sastra yang berperan
13
sebagai cerminan masyarakat, hal ini berhubungan dengan sastra itu diulis oleh
pengarang melalui bayangan masyarakat yang hendak disampaikan, (3) fungsi
sosial sastra, berhubungan tentang sastra mampu berguna sebagai perubahan
dalam masyarakat serta berfungsi sebagai penghibur saja.
Karya sastra adalah sebuah hasil kerja pengarang dan memiliki pesan
sosiologis untuk para pembacanya. Seperti yang diketahui bersama bahwa karya sastra
merupakan ciptaan pengarang untuk para pembaca dengan sebuah kepentingan
sosiologis. Bisa jadi sastra ditulis untuk memperbaiki tataran hidup manusia dalam
sebuah lingkup masyarakat dengan cakupan hubungan antara individu dengan individu,
individu dengan kelompok, dan antar kelompok dengan kelompok. Jadi, pembaca
mampu memetik pelajaran yang bermanfaat untuk proses kehidupannya.
Polak (dalam Abdulsyani, 2002: 6) memaparkan bahwa sosiologi
merupakan studi yang menelaah tentang masyarakat, yaitu ikatan di antara
individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan antar kelompok dengan
kelompok. Pada zaman sekarang hampir tidak ada satu bidang pun di mana orang
tidak menggunakan dan menerapkan hasil-hasil yang dikumpulkan oleh sosiologi.
Bukan saja dalam bidang ilmu-ilmu pengetahuan, tetapi pula dalam kehidupan
kemasyarakatan, misalnya dalam perekonomian, dalam politik, dalam
manajemen, dalam pemerintahan dan sebagainya.
2.4 Tinjauan Kritik Sosial dalam Karya Satra
Nurgiyantoro (1995: 332) menegaskan bahwa karya sastra yang memuat
pesan kritik dikatakan sebagai sastra kritik, lazimnya hendak muncul dalam
masyarakat saat ada sesuatu yang menyimpang di masyarakat. Penulis berusaha
14
menyampaikan sebuah kritik kepada permasalahan yang terlihat dalam
masyarakat secara tidak langsung seperti, sindiran, celaan, bahkan mengecam
agar mengingatkan sesuatu yang menjadi tujuan tersebut.
Kritik sosial muncul karena adanya masalah sosial. Menurut Horald A.
Phelps (dalam Abdulsyani, 2002: 183) masalah sosial berasal dari, (1) keadaan
ekonomi, yaitu serba kekurangan, pengangguran, dan lain-lain, (2) keadaan
biologi, yaitu penyakit jasmani dan cacat, (3) keadaan psikologi, yaitu sakit jiwa,
saraf, ingatannya tidak kuat, pemabuk, sulit beradaptasi, bunuh diri dan
sebagainya, (4) faktor budaya, yaitu permasalahan umur, tidak memiliki tempat
tinggal, janda, bercerai, perbuatan yang jahat dan perbuatan nakal anak muda,
perselihan-perselihan agama, suku, ras.
Soekanto (dalam Abdulsyani, 2002: 184) mengatakan bahwa terjadinya
permasalahan sosial dikarenakan oleh harapan masyarakat yang tidak tercapai.
Dengan demikian, dapat diketahui bahwa masalah sosial yang terjadi pada
lingkungan sekitar merupakan hubungan yang saling berkaitan antara masyarakat
dengan masalah itu sendiri. Jika kita meninjau kembali masalah-masalah yang
diangkat biasanya berhubungan dengan kehidupan ekonomi yang kurang
mencukupi sehingga muncullah permasalahan kecil seperti organisasi, kesehatan,
dan kekacauan pribadi.
Mas’oed (1997: 47) mendefinisikan kritik sosial merupakan sebuah wujud
komunikasi pada masyarakat yang berguna sebagai pengendalian di dalam
masyarakat. Kritik sosial tidak untuk dipahami sebagai perbuatan yang hendak
membuat sesuatu menjadi utuh, tetapi dapat berkontribusi terhadap keselarasan
sosial. Sebab keselarasan merupakan keseimbangan dari konflik yang ada di
15
dalam masyarakat, semua pihak saling menguntungkan dan tidak ada yang
dirugikan. Oleh karena itu kritik sosial harus gamblang karena berfungsi sebagai
kontrol di dalam masyarakat.
Kritik sosial lahir di tengah masyarakat yang bergejolak, misalnya adanya
korupsi, kesewenang-wenangan, penindasan, kemiskinan, dan lain-lain. Peristiwa
ini muncul melalui tingkah laku manusia dalam proses bermasyarakat dan
menjadikan suatu keadaan sosial sebagai suatu realitas tertentu. Pesan moral
berbentuk kritik sosial merupakan salah satu pendorong ditulisnya karya sastra.
Mas’oed (1997: 48-49) menegaskan kritik sosial dapat dikatakan sebagai
sesuatu pembaharuan sosial. Kritik sosial dapat menjelma sebagai upaya
pembaharuan komunikasi sambil menilai inovasi lama agar terjadinya peralihan
sosial. Kritik sosial yang seperti itu berguna agar dapat merubah berbagai
perilaku, kebiasaan dan mementingkan kepentingan pribadi dalam suatu proses
bermasyarakat.
Wujud kehidupan yang dikecam terdapat berbagai macam sebanyak ruang
lingkup kehidupan tersebut. Tidak sedikit karya sastra yang bermutu karena
mengandung pesan kritik (Nurgiyantoro, 1995: 331). Pengarang ingin
menyampaikan kondisi yang dilihat dan dialaminya dalam sebuah karya sastra
yang bertujuan untuk memberikan pesan bagi penikmat karya sastra. Pradopo
(1994: 19) menegaskan bahwa kritik sastra atau seorang kritikus dapat memberi
keterangan tentang hal-hal yang masih samar-samar kita ketahui dalam karya
sastra, sehingga kita dapat menangkap dengan jelas nilai kehidupan yang terdapat
pada karya sastra tersebut.
16
2.5 Bentuk Kritik Sosial
Abdulsyani (2002: 188) mengatakan terdapat berbagai permasalahan
sosial yang marak terjadi pada lingkup kemasyarakatan seperti ketidakadilan,
kriminalitas, kemiskinan, rusaknya lingkungan hidup, dan masih banyak lagi.
Realitas kehidupan banyak yang tidak sesuai dengan harapan. Dengan adanya
masalah sosial seperti ini, akan muncul kritik sosial yang dapat disampaikan
melalui berbagai media seperti novel, puisi, lagu, media sosial dan lain-lain.
2.5.1 Kriminalitas
Menurut Abdulsyani (2002: 189) munculnya kriminalitas karena adanya
hal yang tidak sebagaimana mestinya. Terdapat keadaan atau peristiwa yang ada
di dalam masyarakat, seperti kemelut ekonomi, terdapat kehendak yang tidak
tersampaikan, desakan batin, kejahatan dan lain-lain. Dalam artian, munculnya
kriminalitas disebabkan oleh karena peralihan masyarakat yang terlampau sangat
cepat. Perilaku antisosial, memang sering dialami oleh setiap manusia, karena saat
keadaan mereka melalui bermacam-macam perbuatan yang menyimpang.
2.5.2 Kemiskinan
Abdulsyani (2002: 191) mengatakan bahwa kemiskinan merupakan
masalah global. Kemiskinan ialah suatu kondisi yang serba kekurangan untuk
mencukupi hal yang dibutuhkan seperti pakaian, makanan, kesehatan, tempat
tinggal, dan pendidikan. Permasalahan kemiskinan ialah pilihan yang sulit untuk
manusia dalam hidupnya yang kian lebih rumit.
17
Abdulsyani (2002: 191) menegaskan tolak ukur kaya atau miskin bisa
terlihat dengan kesanggupan ekonomisnya. Sedikit banyak masyarakat
mempunyai penduduk yang dilanda kemiskinan, akan tetapi permasalahan
kemiskinan tidak akan pernah punah. Jadi yang harus dipikirkan saat ini
bagaimana cara untuk menanggulangi permasalahan kemiskinan ini.
2.5.3 Lingkungan Hidup
Salim (dalam Abdulsyani, 2002: 194) mendefinisikan bahwa lingkungan
hidup mencakup peristiwa yang dimunculkan oleh hubungan antara lingkungan
dan makhluk hidup. Dalam lingkungan hidup ini manusia adalah kelompok yang
sangat berpengaruh. Suatu hal ditujukan kepada pengaruh dari dua belah pihak
antara manusia dengan lingkungan. Akan tetapi, pengaruh dari dua belah pihak
tersebut akan mengakibatkan permasalahan, seperti permasalahan lingkungan
sosial, lingkungan biologi serta lingkungan fisik. Jika hubungan antara manusia
dan kelompok lainnya sebanding, pasti tidak akan muncul permasalahan
lingkungan. Atau mungkin karena dorongan yang diperlukan oleh manusia,
minimnya pengertian akan lingkungan hidup dan sebagainya, jadi adanya suatu
hal yang terganggu antara lingkungan hidup dengan tindakan manusia, sehingga
kadar lingkungan hidup tersebut menjadi tidak baik.
Soekanto (1984: 66) memaparkan lingkungan hidup bukanlah suatu gejala
yang terjadi secara kebetulan. Lingkungan hidup disebabkan oleh adanya suatu
hal ditujukan kepada pengaruh dari dua belah pihak antara manusia dengan
lingkungan yang membentuk suatu keserasian atau keseimbangan.
18
Rusaknya lingkungan hidup hendak merugikan atau mencelakakan diri
sendiri terhadap jalannya suatu proses kehidupan; terjadinya kebakaran,
pencemaran air sungai, kekeringan, pendek kata semakin menyebarnya berbagai
berbagai macam penderitaan manusia dan masyarakat secara umum (Abdulsyani,
2002: 195). Jika bermacam-macam masalah lingkungan ini tidak ditemukan
solusinya, maka proses kehidupan manusia di muka bumi akan menimbulkan
kekhawatiran. Kerusakan lingkungan berarti sama dengan daya dukung
kehidupan manusia.
2.6 Fungsi Kritik Sosial
Mas’oed (1997: 47 ) memaparkan fungsi kritik sosial ialah sebagai
pengendalian pada berlangsungnya suatu proses bermasyarakat. Bermacam-
macam perbuatan sosial dan individual yang menyimpang pada masyarakat bisa
tercegah dengan memfungsikan kritik sosial.
2.6.1 Meminimalisasi Kriminalitas
Durkheim (dalam Setiadi & Kolip, 2011: 246-247) mengatakan bahwa
perbuatan menyimpang mempunyai andil yang bersifat membangun terhadap
berlangsungnya proses bermasyarakat. Terdapat empat andil pokok dari perbuatan
menyimpang, ialah; (a) perbuatan menyimpang memperkukuh moralitas pada
masyarakat. kebaikan ialah kebalikan dari ketidakbaikan. Jadi, ada kebaikan, ada
pula ketidakbaikan. Maka, perbuatan menyimpang memiliki guna untuk
menguatkan etiket dalam masyarakat. (b) tanggapan terhadap perbuatan
menyimpang hendak mengetahui hal yang baik dan buruk. Dengan menunjukkan
19
seseorang yang melakukan suatu perbuatan yang menyimpang, masyarakat
hendak mengetahui hal yang baik dan hal yang buruk. (c) masyarakat akan
bersatu untuk menindaklanjuti perbuatan yang menyimpang. Masyarakat
bersama-sama akan mengambil tindakan untuk perbuatan menyimpang dengan
sungguh-sungguh secara tandas. Jadi, masyarakat mempertegas lagi hubungan
moral yang membuat mereka bersatu. (d) terjadinya peralihan sosial. Orang-orang
yang melakukan perbuatan menyimpang hendak mendesak batas moral
masyarakat, menyerahkan alternatif baru pada keadaan masyarakat dan mendesak
terjadinya perubahan.
2.6.2 Mengurangi Angka Kemiskinan
Davis (dalam Soelaeman, 2009: 230-231) mendefiniskan fungsi
kemiskinan yaitu; (a) fungsi ekonomi yaitu menyediakan pekerja agar dapat
bekerja, mendatangkan dana sosial, membuka usaha baru dan memanfaatkan
barang yang tidak digunakan lagi (masyarakat pemulung). (b) fungsi sosial yaitu
menimbulkan dorongan untuk berbuat jasa kepada orang lain, sebagai tolak ukur
perkembangan bagi kelas lain, serta menyebabkan timbulnya badan amal. (c)
fungsi kultural yaitu sumber inspirasi kebijaksanaan teknokrat, sumber inspirasi
sastrawan dan menambah budaya saling melindungi antar sesama manusia. (d)
fungsi politik yaitu sebagai tolak ukur untuk lawan bersaing bagi kelompok lain.
2.6.3 Menjaga Lingkungan Hidup
Menurut Bethan (2008: 74) fungsi lingkungan hidup hendak menyerahkan
sesuatu yang berguna agar membantu kelancaran jalannya lingkungan hidup untuk
20
melakukan aktivitas masing-masing. Manusia memperoleh makan, minum serta
mencukupi sesuatu yang diperlukan lainnya dari ketersediaan atau sumber yang
diberikan oleh lingkungan hidup dan kekayaan alam sebagai sumber yang paling
utama dan sangat penting untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Makhluk hidup
seperti hewan dan tumbuhan juga bisa melangsungkan hidupnya karena daya
dukung lingkungan hidupnya.