BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustakaeprints.umm.ac.id/42176/3/BAB II.pdf2.3.2 Pengertian Balok...
Transcript of BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustakaeprints.umm.ac.id/42176/3/BAB II.pdf2.3.2 Pengertian Balok...
3
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Tujuan utama dari struktur adalah memberikan kekuatan pada suatu bangunan.
Struktur bangunan dipengaruhi oleh beban mati ( dead load ) berupa berat sendiri,
beban hidup ( live load ) berupa beban akibat penggunaan ruang dan beban khusus
seperti penurunan pondasi, tekanan tanah atau air, peengaruh temperatur dan beban
akibat gempa .
Suatu beban yang bertambah dan berkurang menurut waktu secara berkala
disebut beban bergoyangm beban ini sangat berbahaya apabila periode
penggoyangan berimpit dengan periode struktur dan apabila beban ini diterapkan
pada struktur selama kurun waktu yang cukup lama, dapat menimbulkan lendutan .
Lendutan yang melampaui batas yang direncakan dapat merusak struktur bangunan
tersebut .
Ada empat yang harus diperhatikan dalam perencaan bangunan sebagai
berikut:
1. Estetika
Merupakan dasar keindahan dan keserasian bangunan yang mampu memberikan
rasa bangga kepada pemiliknya ..
2. Fungsional
Disesuaikan dengan pemanfaatan dan penggunaanya sehingga dalam
pemakaianya dapat memberikan kenikmatan dan kenyamanan .
3. Struktural
Mempunyai struktur yang kuat dan mantap yang dapat memberikan rasa aman
untuk tinggal di dalamnya .
4. Ekonomis
Pendimensian elemen bangunan yang proporsional dan penggunan bahan
bangunan yang memadai sehingga bangunan awet dan mempunyai umur pakai
yang panjang .
4
2.2 Beton Bertulang
Beton adalah suatu campuran yang terdiri dari pasir, kerikil, batu pecah, atau
agregat-agregat lain yang dicampur menjadi satu dengan suatu pasta yang terbuat
dari semen dan air membentuk suatu massa mirip batuan. Terkadang, satu atau lebih
bahan aditif ditambahkan untuk menghasilkan beton dengan karakteristik tertentu,
seperti kemudahan pengerjaan (workability), durabilitas dan waktu pengerasan.
(Mc Cormac, 2004:1).
Beton bertulang adalah merupakan gabungan logis dari dua jenis bahan: beton
polos yang memiliki kekuatan tekan yang tinggi akan tetapi kekuatan tarik yang
rendah dan batang-batang baja yang ditanamkan didalam beton dapat memberikan
kekuatan tarik yang diperlukan. (Wang, 1993:1)
Beton tidak dapat menahan gaya tarik melebihi nilai tertentu tanpa mengalami
retak-retak. Untuk itu, agar beton dapat bekerja dengan baik dalam suatu sistem
struktur, perlu dibantu dengan memberinya perkuatan penulangan yang terutama
akan mengemban tugas menahan gaya tarik yang bakal timbul didalam sistem
(Dipohusodo, 1999:12).
Dalam perencanaan struktur beton bertulang, beton diasumsikan tidak memiliki
kekuatan tarik sehingga diperlukan material lain untuk menanggung gaya tarik
yang bekerja. Material yang digunakan umumnya berupa batang-batang baja yang
disebut tulangan.
Untuk meningkatkan kekuatan lekat antara tulangan dengan beton di
sekelilingnya telah dikembangkan jenis tulangan uliran pada permukaan tulangan,
yang selanjutnya disebut sebagai baja tulangan deform atau ulir.
Berdasarkan SNI 03–2847–2013, untuk melindungi tulangan terhadap bahaya
korosi maka di sebelah tulangan luar harus diberi selimut beton. Untuk beton
bertulang, tebal selimut beton minimum yang harus disediakan untuk tulangan
harus memenuhi ketentuan berikut :
Tabel 2.1 Batasan Tebal Selimut Beton
5
Kondisi Struktur
Tebal Selimut Minimum (mm)
a) Beton yang dicor langsung diatas tanah dan selalu
berhubungan dengan tanah
b) Beton yang berhubungan dengan tanah atau cuaca:
Batang D-19 hingga D-57
Batang D-16, jarring kawat polos M-16 ulir
atau polos dan yang lebih kecil
c) Beton yang tidak langsung berhubungan dengan
cuaca atau tanah :
Pelat dinding, pelat berusuk :
Batang D-44 dan D-57
Batang D-36 dan yang lebih kecil
Balok , kolom :
Tulangan utama, pengikat, sengkang, lilitan
spiral
Komponen struktur cangkang, pelat peliput :
Batang D-19 dan yang lebih besar
Batang D-16, jarring kawat polos M-16 ulir
atau polos dan yang lebih kecil
75
50
40
40
20
40
20
13
Sumber : SNI 03-2847-2013
2.3 Elemen Struktur
2.3.1 Pengertian Kolom
Kolom adalah komponen strukur dengan rasio tinggi terhadap dimensi
lateral terkcil melebihi 3 yang digunakan terutama untuk mendukung beban aksial
tekan . (SNI 03-2847-2013)
Dalam buku struktur beton bertulang (Istimawan Dipohusodo, 1994), ada
tiga jenis kolom beton bertulang yaitu :
1. Kolom menggunakan pengikat sengkang lateral. Kolom ini merupakan kolom
beton yang ditulangi dengan batang tulangan pokok memanjang, yang pada
jarak spasi tertentu diikat dengan pengikat sengkang ke arah lateral. Tulangan
6
ini berfungsi untuk memegang tulangan pokok memanjang agar tetap kokoh
pada tempatnya.
2. Kolom menggunakan pengikat spiral. Bentuknya sama dengan yang pertama
hanya saja sebagai pengikat tulangan pokok memanjang adalah tulangan spiral
yang dililitkan keliling membentuk heliks menerus di sepanjang kolom. Fungsi
dari tulangan spiral adalah memberi kemampuan kolom untuk menyerap
deformasi cukup besar sebelum runtuh, sehingga mampu mencegah terjadinya
kehancuran seluruh struktur sebelum proses redistribusi momen dan tegangan
terwujud.
3. Struktur kolom komposit, merupakan komponen struktur tekan yang diperkuat
pada arah memanjang dengan gelagar baja profil atau pipa, dengan atau tanpa
diberi batang tulangan pokok memanjang.
2.3.2 Pengertian Balok
Balok dikenal sebagai elemen lentur, yaitu elemen struktur yang dominan
memikul gaya dalam berupa momen lentur dan juga geser. Balok betom adalah
bagian dari struktur rumah yang berfungsi untuk menopang lantai diatasnya, balok
juga berfungsi sebagai penyalur momen menuju kolom-kolom. Balok beton
terlentur beton bertulang lebih sering didesain tuntuk memikul momen lentur
dengan menggunakan penampang bertulangan ganda, sebab ditinjau dari
mekanisme lentur penampang bertulangan ganda mempunyai daktilitas yang lebih
besar daripada penampang bertulangan tunggal .
Balok merupakan bagian struktur yang digunakan sebagai dudukan lantai
dan pengikat kolom lantai atas. Fungsinya adalah sebagai rangka penguat
horizontal bangunan akan beban-beban . Apabila suatu gelagar balok bentangan
sederhana menahan beban yang mengakibatkan timbulnya momen lentur akan
terjadi deformasi (regangan) lentur di dalam balok tersebut. Regangan-regangan
balok tersebut mengakibatkan timbulnya tegangan yang harus ditahan oleh balok,
tegangan tekan di sebelah atas dan tegangan tarik dibagian bawah. Agar stabilitas
terjamin, batang balok sebagai bagian dari sistem yang menahan lentur harus kuat
untuk menahan tegangan tekan dan tarik tersebut karena tegangan baja dipasang
di daerah tegangan tarik bekerja, di dekat serat terbawah, maka secara teoritis
balok disebut sebagai bertulangan baja tarik saja
7
Beton mempunyai sifat susut dan rangkak. Susut adalah pemendekan beton
selama proses pengerasan dan pengeringan pada temperature konstan, sedangkan
rangkak terjadi pada beton yang di bebani secara tetap dalam jangka waktu yang
lama. Oleh Karen itu pada balok beton dikenal dengan istilah short-team
(immediate) deflection dan long-term deflection. (bahan Kuliah struktur beton 1)
2.4 Pembebanan Struktur
Perencanaan pembebanan ini digunakan beberapa acuan standar sebagai
berikut:
1. Standar Perencanaan Ketahan Gempa Untuk Struktur Bangunan Gedung (SNI
03-1726-2012);
2. Pedoman Perencanaan Pembebanan Minimum pada Gedung (SNI 1727-2013)
Berdasarkan peraturan-peraturan diatas, struktur sebuah gedung harus
direncanakan kekuatannya terhadap bebab-beban berikut:
1. Beban Mati (Dead Load), dinyatakan dengan lambang DL;
2. Beban Hidup (Live Load), dinyatakan dengan lambang LL;
3. Beban Gempa (Earthquake Load), dinyatakan dengan lambang E;
4. Beban Angin (Wind Load), dinyatakan dengan lambang W.
2.4.1 Beban Mati (DL)
Beban mati yang diperhitungkan dalam struktur gedung bertingkat ini
merupakan berat sendiri elemen struktur bangunan yang memiliki fungsi
structural menahan beban. Beban dari berat sendiri elemen-elemen tersebut
diantaranya sebagai berikut :
Beton =2400kg/m3
Tegel (24 kg/m2) + Spesi (21 kg/m2) = 45 kg/m3
Plumbing = 10 kg/m3
Plafond + Penggantung = 18 kg/m3
Dinding ½ bata = 250 kg/m2
Beban tersebut harus disesuikan dengan volume elemen struktur yang
akan digunakan. Karena analisis dilakukan dengan program SAP2000, maka berat
8
sendiri akan dihitung secara langsung.
2.4.2 Beban Hidup (LL)
Beban hidup yang diperhitungkan adalah beban hidup selama masa layan.
Beban hidup selama masa konstruksi tidak diperhitungkan karena diperkirakan
beban hidup masa layan lebih besar daripada beban hidup pada masa konstruksi.
Beban hidup yang direncakan adalah sebagai berikut:
a) Beban Hidup pada Lantai Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman pembebanan
yang ada, yaitu sebesar 500 kg/m2.
b) Beban Hidup pada Atap Gedung
Beban hidup yang digunakan mengacu pada standar pedoman
pembebanan yang ada, yaitu sebesar 100 kg/m2.
2.4.3 Beban Gempa (E)
Beban gempa adalah semua beban static ekivalen yang bekerja pada gedung
atau bagian gedung yang menirukan pengaruh dari gerakan tanah akinat gempa
itu. Dalam hal pengaruh gempa pada struktur gedung ditentukan berdasarkan
suatu anlisa dinamik, maka yang diartikan dengan beban gempa disini adalah
gaya-gaya di dalam struktur tersebut yang terjadi oleh gerakan tanah akibat gempa
itu.
Berdarakan SNI 03-1726-2012 menyatakan untuk mensimulasikan arah
pengaruh gempa rencan yang sembarang terhadap struktur gedung, pengaruh
pembebanan gempa dalam arah utama harus di anggap efektif 100% dam harus di
anggap terjadi bersamaan dengan pengaruh gempa dalam arah tegak lurus pada
arah utama tadi tetapi efektifitasnya hanya 30%. Gaya gempa terletak di pusat
massa lantai-lantai tingkat.
2.4.3.1 Menentukan Kategori Resiko Gempa dan Faktor Keutamaan
Gempa
Beban gempa adalah beban yang timbul akibat percepatan getaran tanah
pada saat gempa terjadi . Untuk merencanakan struktur bangunan tahan gempa
menurut SNI 03-1726-2012 adalah sebagai berikut :
9
Tabel 2.2 Kategori Resiko Gempa
Jenis Pemanfaatan
Kategori
resiko
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko rendah terhadap jiwa
manusia pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk,
anatara lain :
- Fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan
- Fasilitas sementara
- Gudang penyimpanan
- Rumah jaga dan struktur kecil lainnya
I
Semua gedung dan struktur lain, kecuali yang termasuk dalam kategori
I, III, IV, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
- Perumahan
- Rumah toko dan rumah kantor
- Pasar
- Gedung perkantoran
- Gedung apartemen/rumah susun
- Pusat perbelanjaan/mall
- Bangunan industri
- Fasilitas manufaktur
- Pabrik
II
Gedung dan non gedung yang memiliki resiko tinggi terhadap jiwa manusia
pada saat terjadi kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
- Bioskop
- Gedung pertemuan
- Stadion
- Fasilitas kesehatan yang tidak memiliki unit bedah dan unit gawat darurat
- Fasilitas penitipan anak
- Penjara III
- Bangunan untuk orang jompo
Gedung dan non gedung, tidak termasuk kedalam kategori risiko IV, yang
memiliki potensi untuk menyebabkan dampak ekonomi yang besar dan/atau
gangguan massal terhadap kehidupan masyarakat sehari-hari bila terjadi
kegagalan, termasuk, tapi tidak dibatasi untuk :
- Pusat pembangkit listrik biasa
- Fasilitas penanganan air
- Fasilitas penanganan limbah
- Pusat telekomunikasi
Gedung dan non gedung yang tidak termasuk dalam kategori risiko IV,
(termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas manufaktur, proses,
penanganan, penyimpanan, penggunaan atau tempat pembuangan bahan
bakar berbahaya, bahan kimia berbahaya, limbah berbahaya, atau bahan
yang mudah meledak) yang mengandung bahan beracun atau peledak
dimana jumlah kandungan bahannya melebihi nilai batas yang diisyaratkan
III
10
oleh instansi yang berwenang dan cukup menimbulkan bahaya bagi
masyarakat jika terjadi kebocoran.
Gedung dan non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting,
termasuk, tetapi tidak dibatasi untuk :
- Bangunan-bangunan monumental
- Gedung sekolah dan fasilitas pendidikan
- Rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya yang memiliki fasilitas bedah
dan unit gawat darurat
- Fasilitas pemadam kebakaran, ambulans, dan kantor polisi, serta garasi
keadaan darurat
- Tempat perlindungan terhadap gempa bumi, angin badai, dan tempat
perlindungan darurat lainnya
- Fasilitas kesiapan darurat, komunikasi, pusat operasi, dan
fasilitas lainnya untuk tanggap darurat
- Pusat pembangkit energi dan fasilitas publik lainnya yang dibutuhkan pada
saat keadaan darurat
- Struktur tambahan (termasuk menara telekomunikasi, tangki penyimpanan
bahan bakar, menara pendingin, struktur stasiun listrik, tangki air pemadam
kebakaran atau struktur rumah atau struktur oendukung air atau material
atau peralatan pemadam kebakaran) yang disyaratkan untuk beroperasi pada
saat keadaan darurat
Gedung dan non gedung yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi
struktur bangunan lain yang masuk ke dalam kategori risiko IV
IV
(Sumber : SNI-1726-2012)
Tabel 2.3 Faktor Keutamaan Gempa
11
Kategori risiko Faktor keutamaan gempa, Ie
I atau II 1.0
III 1.25
IV 1.50
(Sumber : SNI-1726-2012)
2.4.3.2 Menentukan Percepatan Respons Spektral MCE dari Peta Gempa
Pada langkah ini adalah menentukan nilai parameter percepatam spectral
desain. S1 untuk parameter respons percepatan spectral MCE dari peta pada
periode 1 detik dan SS untuk parameter respons percepatan spectral MCE dari
periode 0,2 detik. Peta gempa yang dipertimbangkan memiliki dua variabel
yaitu S1 dan SS, seperti dibawah ini:
Gambar 2.1 Peta respons spektra 0,2 detik (Ss) di batuan dasar (Sb)
untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun
12
Gambar 2.2 Peta respons spektra 1,0 detik (S1) di batuan dasar (Sb)
untuk probabilitas terlampaui 2% dalam 50 tahun
2.4.3.3 Menghitung Bobot Bangunan
Berat seismic efektid struktur, W , harus meyertakan seluruh beban mati
dan beban lainnya yang terdaftar di bawah ini :
1. Dalam daerah yang digunakan untuk penyimpanan : minimum sebesar 25%
beban hidup lantai ( beban hidup lantai di garasi public dan struktur parkiran
terbuka, serta beban penyimpanan yang tidak melebihi 5% dari berat seismic
efektif pada suatu lantai.
2. Jika ketentuan untuk partisi disyaratkan dalam desain beban lantai : diambil
sebagai yang terbesar di antara berat partisi actual atau berat daerah lantai
minimum sebesar 0,48 kN/m2.
3. Berat operasional total dari peralatan yang permanen .
4. Berat lansekap dan beban lainnya pad ataman atap atau luasan sejenis lainnya.
2.4.3.4 Menentukan Klasifikasi Situs
Klasifikasi situs dapat ditetapkan dengan tiga parameter, yaitu :
1. Kecepatan rata-rata gelombang geser.
13
2. Tahanan penetrasi standart lapangan rata-rata, atau tahanan penetrasi standar
rata-rata untuk lapisan tanah non kohesif.
3. Kuat geser nilai rata-rata
Ketentuan mengenai penggunaan parameter di atas dijelaskan dalam SNI
1726:2012 pasal 5.3 dan 5.4. Dari parameter-parameter ini dapat diketahui
kalsifikasi situs sesuai dengan Tabel 3.3 .
Tabel 2.4 Klasifikasi Situs
Kelas Situs Vs (m/detik) N atau Nch su (kPa)
SA (batuan
keras) >1500 N/A N/A
SB (batuan) 750 sampai 1500 N/A N/A
SC (tanah keras,
sangat padat dan
batuan lunak)
350 sampai 750 >50 >100
SD (tanah
sedang) 175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
SE (tanah
lunak)
<175 <15 <50
Atau setiap profil yang mengandung lebih dari 3m
dengan karakteristik berikut :
1. indeks plastisitas, PI >20
2. Kadar air, w ≥ 40 %
3. Kuat geser nralir su < 25 kPa
SF (tanah
khusu, yang
membutuhkan
investigasi
geoteknik
spesifikasi dan
asnalisis respons
spesidik-situs
yang mengikuti
6.10.1)
Setaiap profil lapisan tanah yang memiliki salah satu atau
lebih dari karektristik berikut :
- Rawan dan berpotensi gagal atau runtuh akibat
beban gempa seperti mudah likuifaksi, lempung
sangat sensitif, tanah tersementasi lemah
- Lempung sangat organik dan/ gambut (ketebalan
H >3)
- Lempung berplastisitas sangat tinggi (ketebalan H
>7,5m dengan indeks plastisitas PI > 75)
Lapisan lempung lunak/setengah teguh dengan ketebalan
H >35m dengan su < 50 kPa
CATATAN : N/A = tidak dapat dipakai
2.4.3.5 Menentukan Parameter Percepatan Gempa (SM1 dan SMS)
Untuk menentukan respons spectral percepatan gempa MCER di
permukaan tanah, diperlukan suatu factor amplifikasi seismic pada perioda 0,2
14
detik dan periode 1 detik. Factor amplifikasi meliputi factor amplifikasi getaran
terkait percepatan pada getaran perioda pendek (Fa) dan factor amplifikasi
terkait percepatan yang mewakili getaran perioda 1 detik (Fv). parameter
spectrum respons percepatan pada perioda pendek (SMS) dan perioda 1 detik
(SM1) yang disesuaikan dengan pengaruh klasifikasi situs, harus ditentukan
dengan perumusan berikut ini :
SMS = FaSS
SM1 = FvS1
Keterangan:
SS = parameter respons spectral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
perioda pendek.
S1 = parameter respons spectral percepatan gempa MCER terpetakan untuk
perioda 0,1 detik.
Dan koefisien situs Fa dan Fv ditentukan menurut table di bawah ini:
Tabel 2.5 Koefisien situs, Fv
Tabel 2.6 Koefisien situs, Fa
Kelas
Situs
Parameter respons spectral percepatan hempa (MCER) terpetakan
pada perioda pendek, T=0,2 detik, SS
SS ≤ 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1,0 SS ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,2 1,2 1,1 1,0 1,0
SD 1,6 1,4 1,2 1,1 1,0
SE 2,5 1,7 1,2 0,9 0,9
SF SSb
Catatan:
(a) Untuk nilai-nilai anatar SS dapat dilakukan interpolasi linear
(b) SS = situs yang memerelukan investigasi spesifik dan analisis respons situs-
spesifik
15
2.4.3.6 Parameter percepatan Spektral Desain
Parameter percepatan spectral desain untuk perioda pendek SDS dan pada
perioda 1 detik SD1, harus ditentukan melalui perumusan berikut ini:
SDS = 𝟐
𝟑 SMS
SD1 = 𝟐
𝟑 SM1
2.4.3.6.1 Spektrum Respons Desain
Bila spectrum respons desain diperlukan oleh tata cara ini dan
prosedur gerak tanah dari spesidik-situs tidak digunakan, maka kurva spectrum
respons desain harus dikembangkan dengan mengacu gambar 2.1 dan
mengikuti ketentuan di bawah ini:
1. Untuk perioda yang lebih kecil dan T0 spektrum respons percepatan desain,
Sa harus diambil dari persamaan;
Sa = SDS (𝟎, 𝟒 + 𝟎, 𝟔 𝑻
𝑻𝟎)
2. Untuk perioda leih besar dari atau sama dengan T0 dan lebih kecil dari atau
sama dengan Ts, spectrum respons percepatan desain, Sa = SDS
3. Untuk perioda lebih besar dari Ts, spectrum respons percepatan desain Sa
diambil berdasrkan persamaan:
Sa = 𝑆𝐷1
𝑇
Keterangan:
Kelas
Situs
Parameter respons spectral percepatan hempa (MCER) terpetakan
pada perioda pendek, T=0,2 detik, SS
SS ≤ 0,25 SS = 0,5 SS = 0,75 SS = 1,0 SS ≥ 1,25
SA 0,8 0,8 0,8 0,8 0,8
SB 1,0 1,0 1,0 1,0 1,0
SC 1,7 1,6 1,5 1,4 1,3
SD 2,4 2 1,8 1,6 1,5
SE 3,5 3,2 2,8 2,4 2,4
SF SSb
16
SDS = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda pendek
SD1 = parameter respons spectral percepatan desain pada perioda 0,1 detik
T = perioda gtar fundamental struktur
T0 = 0,2 𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑆
Ts = 𝑆𝐷1
𝑆𝐷𝑆
Gambar 2.3 Spektrum Respons Desain
2.4.3.7 Kategori Desain Seismik
Perencanaan penentuan Kategori Desain seismik diperlukan sebagai
dasar dalam penantuan jenis sistem struktur yang akan digunakan pada struktur
bangunan yang akan didesain, kategori desain seismic ini bergantuk pada nilai
Parameter percepatan spektral desain untuk perioda pendek (SDS) dan
parameter percepatan spektral desain perioda 1 detik (SD1), dengan
berdasarkan tabel dibawah ini:
Tabel 2.7 Kategori desain seismik berdasarkan parameter percepatam
pada perioda pendek
Nilai SDS Kategori resiko
I atau II atau III IV
17
SDS < 0,167 A A
0,167 ≤SDS < 0,33 B C
0,33 ≤ SDS < 0,50 C D
0,50 ≤ SDS D D
Tabel 2.8 Kategori desain seismik berdasarkan parameter percepatam
pada perioda 0,1 detik
Nilai SDS Kategori resiko
I atau II atau III IV
SD1 < 0,167 A A
0,067 ≤SD1 < 0,133 B C
0,133 ≤ SD1 < 0,20 C D
0,20 ≤ SD1 D D
2.4.3.8 Periode Fundamental Pendekatan
Perioda fundamental pendekatan (Ta) dalam detik, harus ditentukan
dari persamaan berikut:
Ta = Ct𝒉𝒏𝒙
Keterangan:
hn adalah ketinggian struktur, dalam (m), di atas dasar sampai tigkat tertinggi
struktur, dan koefisien Ct dan x ditentukan dari tabel 2.9
Tabel 2.9 Koefisien untuk batas atas pada perioda yang dihitung
Tabel 2.10 Nilai parameter perioda pendekatan Ct dan x
Parameter percepatan respons spectral
desain pada 1 detik, SD1
Koefisien Cu
≥0,4 1,4
0,3 1,4
0,2 1,5
0,15 1,6
≤0,1 1,7
Tipe struktur Ct x
18
Sebagai alternative, diijimkan untuk menentukan perioda fundamental
pendekatan (Ta) dalam detik, dari persamaan berikut untuk struktur dengan
ketinggian tidak melebihi 12 tingkat dimana sistem penahan gaya gempa
teridiri dari rangka penahan momen beton atau aja secara keseluruhan dan
tinggi tingkat paling sedikit 3m:
Ta = 0,1N
Keterangan:
N = Jumlah tingkat
2.4.3.9 Faktor Koefisien Modifikasi Respons, Kuat Lebih Sistem,
Pembesaran Defleksi
Nilai-nilai dari koefisien modifikasi respon (R), kuat lebih sistem (Ω0),
pembesaran defleksi (Cd) dan dapat ditentukan setelah mengetahui kategori
desain seismic. Karena pada perencanaan ulang ini menggunakan Sistem
Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK), maka nilai-nilai koefisienya
adalah sebagai berikut:
Tabel 2.11Faktor (R), (Ω0), (Cd) Untuk Penahan Gempa
Sistem rangka pemikul momen dimana rangka memikul
100% gaya gempa yang disyaratkan dan tidak
dilingkupi atau dihubungkan dengan komponen yag
lebih kaku dan akan mencegah rangka dari defleksi
jika dikenai gaya gempa
Rangka baja pemikul momen 0,0724a 0,8
Rangka beton pemikul momen 0,0466a 0,9
Rangka baja dengan bresing eksentris 0,07731a 0,75
Rangka baja dengan bresing terkekang terhadap tekuk 0,0731a 0,75
Semua sistem struktur lainnya 0,07488a 0,75
19
2.4.3.10 Koefisien Respons Seismik (Cs) dan Gaya Dasar Seismik (V)
1. Koefisien Respons Seismik (Cs)
Untuk menetukan nilai (Cs) ditentukan dengan persamaan berikut ini:
Cs =𝑆𝐷𝑠
𝑅
𝐼𝑒
Cs max = 𝑆𝐷1
𝑇(𝑅
𝐼𝑒)
Cs min = 0,044.SDS.Ie ≥ 0,01
Cs min < Cs < Cs max
Keterangan:
SDS = Parameter percepatan spektrum dalam rentang periode 0,2 detik
SD1 = Parameter percepatan spektrum dalam rentang periode 1,0 detik
R = Faktor modifikasi respons
Ie = Faktor keutamaan gempa
T = Periode fundamental pendekatan
2. Gaya Dasar Seismik (V)
Setelah nilai Cs didapatkan, maka gaya dasar seismic dapat dihitung
dengan persamaan berikut ini:
V = Cs W
20
Keterangan:
Cs = Koefisien respons seismik
W = Berat bobot bangunan (kN)
2.4.3.11 Distribusi Vertikal Gaya Gempa (Fx)
Gaya gempa lateral (Fx) (kN) yang timbul di semua tingkat harus
ditentukan dari persamaan berikut:
Fx = CvxV
Dimana;
Cvx = 𝑾𝒙.𝒉𝒙
𝒌
∑ 𝑾𝒊.𝒏𝒊=𝟏 𝒉𝒊
𝒌
Keterangan:
Cvx = Faktor distribusi vertical
V = Gaya lateral desain total atau geser di dasar stryktur (kN)
wi dan wx = bagian dari berat seismic efektif total struktur (W) yang
ditempatkan atau dikenakan pada yingkat i atau x
k = Eksponen yang terkait dengan perioda struktur sebagai berikut:
k=1, untuk struktur yang mempunyai perioda 0,5 detik atau kurang
k=2, untuk struktur yang mempunyai perioda 2,5 detik atau lebih
k harus sebesar 2 atau harus diinterpolasi linear 1 dan 2, i=untuk struktur
yang mempunyai perioda 0,5 dan 2,5 detik
2.4.4 Beban Kombinasi
Sturktur, komponen, dan pondasi harus di rancang sedemikian rupa
sehingga kekuatan desainya sama atau melebihi efek dari bahan terfaktor dalam
kondisi berikut :
21
1. 1,4D
2. 1,2D + 1,6L + 0,5 (L atau S atau R)
3. 1,2D + 1,6L (L atau S atau R) + (L atau 0,5W)
4. 1,2D + 1,0W + L + 0,5 (L atau S atau R)
5. 1,2D + 1,0E + L + 0,5S
6. 0,9D + 1,0W
7. 0,9D + 1,0E
(SNI 03-1726-2013)
2.5 Sistem Rangka Pemikul Momen
Sistem sturktu yang pada dasranya memiliki rangka ruang pemikul beban
gravitasi secara lengkap, sedangkan beban lateral yang diakibatkan oleh gempa
dipikul oleh rangka pemikul momen melalui mekanisme lentur. Sistem ini terbagi
menjadi 3, yaitu SRPMB (Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa), SRPMM
(Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah), dan SRPMK (Sistem rangka Pemikul
Momen Khusus) (SNI 03-1726-2013). Dalam tugas akhir ini perencaan di lakukan
dengan menggunak SRPMK (Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus).
2.6 Sistem Rangka Pemikul Momen Khusus (SRPMK)
2.6.1 Komponen Struktur Lentur Balok Rangka Pemikul Momen Khusus
2.6.1.1 Ruangk Lingkup
Komponen struktur lentur pada SRPMK harus memenuhi syarat-syarat
dibawah ini : (SNI 03-1726-2013)
1. Gaya aksial tekan terfaktor pada komponen struktur (Pu) tidak boleh melebihi
0,1Ag f’c.
2. Bentang bersih untuk komponen struktur ln, tidak boleh kurang dari empat
kali tinggi efektifnya.
3. Lebar komponen, bw, tidak boleh kurang dari yang lebih kecil dari 0,3h dan
250mm.
4. Lebar komponen struktur bw, tidak boleh melebihi lebar komponen struktur
penumpu c2, ditambah suatu jarak pada masing-masing sisi komponen
struktur penumpu yang sama dengan yang lebih kecil dari(a) dan (b) :
22
(a) Lebar komponen struktur penumpu c2, dan
(b) 0,75 kali dimensi keseluruhan komponen struktur penumpu, c1.
2.6.1.2 Persyaratan Tulangan Longitudinal
Beberapa pesyaratan tulangan lentur yang perlu diperhatikan pada
perencanaan komponen struktur lentur SRPMK diantaranya adalah :
a) Masing-masing luas tulangan atas dan bawah harus lebih besar dari tulangan
minimum yang disyaratkan yaitu (0,25bw d√fc’)/ fy atau (1,4bwd)/fy. Rasio
tulangan lentur maksimum (ρ maks) juga dibatasi sebesar 0,025. Selain itu,
pada penampang harus terpasang secara menerus minimum dua batang
tulangan atas dan dua batang tulangan bawah .
b) Kuat lentur positif balok pada muka kolom harus lebih besar atau sama
dengan setengah kuat lentur negatifnya . kuat lentur negative dan positif pada
setiap penampang di sepanjang bentang tidak boleh kurang dari seperempat
kuat lentur terbesarr pada bentang tersebut .
Gambar 2.4 contoh tulangan longitudinal yang di pasang searah sumbu
batang
2.6.1.3 Persyaratan Tulangan Transversal (tulangan geser)
Tulangan transversal pada komponen lentur dibutuhkan terutama untuk
menahan geser, mengekang daerah inti penampang eton dan menyediakan
tahanan lateral bagi setiap batang tulangan lentur dimana tgangan leleh
terbentuk. Hal yang terjadi pada saat gempa kuat terjadi adalah terkelupasnya
23
selimut beton (spalling) pada daerah sekitarnya, makan semua tulangan
transversal pada elemen SRPMK harus berbentuk sengkang terutup. Beberapa
persyaratan harus dipenuhi untuk sengkang tertutup di antaranya :
a) Sengkang tertutup harus dipasang :
1. Pada daerah hinggan dua kali tinggi balok diukur dari muka tumpuan.
2. Di sepanjang daerah dua kali tinggi balok pada kedua sisi dari suatu
penampang yang berpotensi terbentuk sendi plastis.
b) Sengkang tertutup pertama harus dipasang tidak lebih dari 50mm dari muka
tumpuan . spasi sengkang terututup tidak melebihi :
1. d/4
2. enam kali diameter terkecil tulangan memanjang
3. 150 mm
c) Bila sengkang tertutup diperlukan, batang tulangan lentur utama yang
terdekat ke muka tarik dan tekan mempunyai tumpuan lateral yang memenuhi
syarat , spasi batang tulangan lentur yang tertumpu secara transversal tidak
melebihi 350 mm . tulangan kulit diisyaratkan tidak perlu tertumpu secara
lateral.
d) Pada daerah yang tidak memerlukan sengkang tertutup, sengkang dengan
kait gempa kedua ujungnya harus dipasang dengan spasi tidak lebih dari d/2
di sepanjang bentang komponen struktur .
e) Sengkang atau pengikat yang diperlukan untuk menahan geser harus berupa
sengkang sepanjang komponen sttuktur.
f) Sengkang pada komponen struktur lentur diizinkan terbentuk dari dua
potongan tulangan : sebuah sengkang yang mempunyai kait gempa pada
kedua ujungnya dan ditutup olehpengikat silang. Pengikat silang berurutan
yang mengikat batang tulangan memanjang yang sama hrus mempunyai kai
90 dearajanya pada sisi komponen struktur lentur yang berlawanan. Jika
batang tulangan memanjang yang diamankan oleh pengikat silang dikekang
oleh slab hanya pada satu sisi komponen struktur rangka lentur, kait pengikat
silang 90 dearajat harus ditempatkan di sisi tersebut.
24
Gambar 2.5 Tulangan Transversal yang dipasang Bertumpuk
2.6.2 Komponen Pemikul Lentur dan Gaya Aksial Kolom pada SRPMK
2.6.2.1 Persyaratan Tulangan Longitudinal ( SNI 2847:2013 pasal 21.6.2)
Kuat lentur suatu kolom harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
∑𝑴𝐧𝐜 ≥ 𝟔
𝟓 ∑𝑴𝒏𝒃
Dengan :
∑𝑴𝐧𝐜 adalah jumlah kuat lentur nominal kolom yang merangka pada suatu
hubungan balok-kolom (HBK). Kuat lentur kolom harus dihitung untuk
gaya aksial terfaktor yang sesuai dengan arah gaya-gaya lateral yang
ditinjau yang menghasilkan nilai kuat lentur yang terkecil.
∑𝑴𝒏𝒃 adalah jumlah kuat lentur nominal balok yang merangka pada suatu
hubungan balok-kolom (HBK)
𝑃endekatan ini sering dikenal sebagai konsep kolom kuat – balok lemah (
strong colomn – weak beam )
Dengan menggunakan konsep ini maka diharapkan bahwa komom tidak
akan mengalami kegagalan terlebih dahulu sebelum balok. Tulangan lentur
25
harus dipilih sedemikan sehingga persamaam diatas terpenuhi. Sedangkan
rasio tulangan harus dipilih sehingga syarat :
0,01≥ ρg ≤ 0,006
Gambar 2.6 Konsep Strong Colomn – Weak Beam
2.6.2.2 Persyaratan Tulangan Transversal ( SNI 2847:2013 pasal 21.6.4)
Kolom harus dideatilkan dengan baik untik menghasilkan tingkat
daktilitas yang cukup, terutama pada saat mulai terbentuknya sendi plastis akibat
beban gempa. Pada daerah sendi plastis kolom (daerah sepanjang Io dari muka
hubungan balok – kolom, dikedua ujungnya) harus disedaiakan tulangan
transversal yang mencukupi. Panjang Io daerah sendi plastis kolom, diambil
tidak kurang dari :
1. tinggi penampang komponen struktru pada muka hubungan balok – kolom
atau pada segmen yang memiliki potensi terjadi leleh lentur.
2. 1/6 dari bentang bersih komponen sturktur
3. 450 mm
26
Gambar 2.7 Persyaratan Tulangan Transversal Untuk Sengkang Sprial
dan Sengkang Terutup Persegi
Gambar 2.8 Contoh Detail Penampang Kolom
2.6.3 Hubungan Balok – Kolom pada SRPMK
2.6.3.1 Persyaratan Tulangan Longitudinal ( SNI 2847:2013 pasal 21.7.2)
1. Gaya-gaya pada tulangan longitudinal balok di muka Hubungan Balok –
Kolom (HBK) harus ditentukan dengan menganggap bahwa tegangan pada
tulangan tarik lentur adalah 1,25fy.
27
2. Tulangan longitudinal balok yang berhenti pada suatu kolom harus memiliki
panjang penyaluran yang cukup hingga mencapai sisi jauh dari inti kolom
terkekang.
3. Jika tulangan longitudinal balok diteruskan hingga melewati Hubungan
Balok – Kolom (HBK), maka dimensi kolom dalam arah parallel terhadap
tulangan longitudinal balok tidak boleh kurang dari 20 kali diameter tulangan
longitudinal terbesar balok. Untuk beton ringan, maka dimensi tersebut tidak
boleh kurang dari 26 kali diameter tulangan longitudinal terbesar balok .
Gambar 2.9 Gaya-gaya Pada Suatu Hubungan Balok – Kolom
2.6.3.2 Persyaratan Tulangan Transversal ( SNI 2847:2013 pasal 21.7.3)
1. Tulangan Transversal benbentuk sengkang tertutup (seperti pada lokasi sendi
plastis kolom) harus disediakan pada daerah HBK.
2. Pada suatu HBK yang memiliki balok dengan lebar sekurangny ¾ lebar
kolom dan merangka pada keempat sisi kolom tersebutm maka dapat
dipasang tulangan transversal setidaknya sejumlah ½ dari kebutuhan di
daerah sendi plastis kolom. Tulangan transversal ini dipasang di daerah HBK
pada setinggi balok terencah yang merangka ke HBK. Pada daerah ini, jarak
tulangan transversal boleh diperbesar menjadi 150 mm.
3. Pada Hbk dengan lebar balok lebih besar daripada lebar kolom, tulangan
transversal seperti pada daerah sendi plastis kolom harus disediakan untuk
28
memberikan kekangan terhadap tulangan longitudinal balok yang terletak di
luar inti kolom.
2.6.3.3 Kuat Geser ( SNI 2847:2013 pasal 21.7.4)
Kuat geser nominal HBK untuk beton diambil tidak melebihi dari :
1. 1,7 √𝒇′𝒄. Aj, untuk HBK yang terkekang keempat sisinya.
2. 1,25 √𝒇′𝒄. Aj, untuk HBK yang terkekang ketiga sisinya atau dua sisi yang
beralawanan.
3. 1,0 √𝒇′𝒄. Aj, untuk HBK yang lainnya .
Dengan :
Aj adalah merupakam luas efektif dari HBK, ditentukan seperti dalam
Gambar 2.7. Untuk beton ringan, kuat geser nominal HBK tidak boleh
diambil melebihi ¾ dari batasan untuk beton normal. Suatu balok yang
merangka pasa suatu HBK dianggap mampu memberikan kekangan jika
setidaknya ¾ bidang muka HBK tersebut tertutupi oleh balok yang
merangka ke HBK tersebut .
Gambar 2.10 Luas Efektif Hubungan Balok - Kolom
2.6.4 Panjang Penyaluran Tulangan ( SNI 2847:2013 pasal 21.7.5.1)
1. Panjang penyaluran Idh untuk tulangan tarik berdiameter 10 hingga 36 mm,
yang memiliki kait standar 90⁰, diambil dari nilai terbesar antara :
29
8db
150 mm, atau
fydb / (5,4 √f’c)
2. Untuk tulangan berdiameter 10 hingga 36 mm tanpa ikat, panjang penyaluran
tulangan tarik, Idh tidak boleh diambil lebih kecil daripada :
2,5 Idh, jika tebal pengecoran beton di bawah tulangan tersbut kurang dari
300 mm.
3,25 Idh, jika tebal pengecoran beton di bawah tulangan tersbut lebih dari
300 mm.
2.7 Sistem Rangka Pemikul Momen Menengah (SNI 2847:2013 pasal 21.3)
Sistem rangka pemikul momen menengah yaitu sistem rangka ruang dalam
mana komponen-komponen struktur dan joint-jointnya menahan gaya yang bekerja
melalui aski lentur, geser, dan aksial. Sistem ini pada dasarnya memiliki daktilitas
sedang dan dapat digunakan di zona 1 hingga zona 4.
2.7.1 Persyaratan Kuat Geser
ØVn balok yang menahan pengaruh gempa, E, tidak boleh kurang dari yang
lebih kecil dari (a) dan (b):
a) Jumlah geser yang terkait dengan pengembangan Mn balok pada setiap
ujung bentang bersih yang terkekang akibat lentur kurvatur balik dan geser
yang dihitung untuk beban gravitasi terfaktor
b) Geser maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban desain yang
melibatkan E, dengan E diasumsikan sesbar dua kali yang ditetapkan oleh
tata cara bangunan umum yang diadopsi secara legal untuk desain tahan
gempa.
ØVn kolom yang menahan pengaruh gempa, E, tidak boleh kurang dari yang
lebih kecil dari (a) dan (b):
a) Geser yang terkait dengan pengembangan kekuatan momen nominal kolom
pada setiap ujung terkekang dari panjang yang tak mtertumpu akibat lentur
kurvatur balik. Kekuatan lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial
30
terfaktor, konsisten dengan arah gaya lateral yang ditinjau, yang
menghasilkan kekuatan lentur tinggi.
b) Geser maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban desain yang
melibatkan E, dengan E ditingkatkan Ω0.
Gambar 2.11 Geser Desain untuk Rangka Momen Menengah
2.8 Sistem Rangka Pemikul Momen Biasa (SNI 2847:2013 pasal 21.2)
Sistem rangka pemikul momen biasa adalah suatu sistem rangka yang memenuhi
ketentuan-ketentuan SNI beton 2847:2013 pasal 21.2. Sistem rangka ini pada
dasarnya memiliki tingkat daktilitas terbatas dan hanya cocok digunakan untuk
bangunan yang dikenakan maksimal KDS B. Balok harus mempunyai paling sedikit
dua batang tulangan longitudinal yang menerus sepanjang kedua muka atas dan
bawah. Tulangan ini harus disalurkan pada muka tumpuan. Kolom yang
mempunyai tinggi bersih kurang dari atau sama dengan lima kali dimensi c1 harus
didesain untuk geser seperti persamaan dibawah ini:
(a) Geser yang terkait dengan pengembangan kekuatan momen nominal kolom
pada setiap ujung terkekang dari panjang yang tak mtertumpu akibat lentur
31
kurvatur balik. Kekuatan lentur kolom harus dihitung untuk gaya aksial
terfaktor, konsisten dengan arah gaya lateral yang ditinjau, yang menghasilkan
kekuatan lentur tinggi.
(b) Geser maksimum yang diperoleh dari kombinasi beban desain yang melibatkan
E, dengan E ditingkatkan Ω0.
2.9 Perencanaan Dinding Geser (Shear Wall)
2.9.1 Ruang Lingkup
Dinding Geser berfungsi sebagai pengaku yang menerus sampai pondasi
dan juga merupakan dinding inti untuk memoerkaku seluruh bangunan yang
dirancang untuk menahan gaya geser dan gaya lateral akibat gempa bumi.
Perencanaan dinding geser sebagai elemen struktur panahan beban gempa
pada gedung bertingkat dilakukan dengan konsep gaya dalam (yaitu hanya
meninjau gaya-gaya dalam akibat kombinasi beban gempa), kemudian setelah itu
direncanakan penulangan dinding geser. Berdasarkan letak dan fungsinya,
dinding geser dapat diklasifikasikan dalam 3 jenis yaitu:
a) Bearing wall adalah dinding geser yang juga mendukung sebagian besar beban
gravitasi. Tembok-tembok ini juga menggunakan dinding partisi yang
berdekatan.
b) Frame wall adalah dinding geser yang menahan beban lateral, dimana beban
gravitasi berasal dari frame beton bertulang. Tembok-tembok ini dibangun
diantara baris kolom.
c) Core wall adalah dinding geser yang terletak di dalam wilayah inti pusat dalam
gedung yang biasanya diisi tangga atau poros lift. Dinding yang terletak
dikawasan inti pusat memiliki fungsi ganda dan dianggap menjadi pilihan
paling ekonomis.
32
Gambar 2.12 Jenis-jenis Dinding Geser
2.9.2 Metode Desain Empiris
Dinding dengan penampang persegi panjang masih diizinkan untuk didesain
dengan ketentuan empiris bila resultan semua beban terfaktor terletak dalam
sepertiga tengah tebal dinding keseluruhan, dengan kekuatan aksial desain (∅Pn)
sesuai persamaan berikut: ( SNI 2847:2013 pasal 14.5.2)
∅Pn = 0,55∅fc’Ag[𝟏 − (𝒌.𝒍𝒄
𝟑𝟐𝒉) ²]
Dimana:
∅ =0,75 (Komponen struktur dengan tulangan spiral)
∅ =0,70 (Komponen struktur dengan tulangan lainnya)
k = 0,8 (Dikekang terhadap rotasi pada satu atau kedua ujungnya)
k = 1,0 (Tak dikekang terhadap rotasi pada kedua ujunngnya)
k = 2,0 (Untuk dinding yang ditahan terhadap translasi lateral)
Kekuatan momen desain ∅Mn untuk kombinasi lentur dan beban tengah
ketinggian harus sebesar
∅Mn ≥ Mu
Dimana :
Mu = Mua + Pu Δu
Mua adalah momen terfaktor maksimum pada tengah ketinggian dinding akibat
beban lateral dan vertical eksentris, tidak termasuk pengaruh Pu dan Δu adalah :
Dimana:
33
dan nilai Es / Ec tidak boleh diambil kurang dari 6.
2.9.3 Kekuatann Geser
Vn dinding struktur tidak boleh melebihi :
Dimana:
αc = 0,25 untuk hw/lw ≤ 1,5
αc = 0,17 untuk hw/lw ≥ 2,0
Acv = Luas kombinasi bruto dari semua segmen vertical dinding
Untuk semua segmen dinding vertical yang menahan gaya lateral yang
sama kombinasi Vn ≤ 0,66 Acv √𝒇𝒄′
Untuk semua segmen dinding horizontal yang menahan gaya lateral yang
sama kombinasi Vn ≤ 0,83 Acw √𝒇𝒄′
Gambar 2.13 Dinding dengan bukaan
2.10 Kontrol Stabilitas Bangunan
Menurut ( AISC 2005) untuk menentukan kestabilan struktur bisa ditinjau dari:
Drift-ratio
Nilai rasio drift yang didapat dari hasil perhitungan drift maksimum dibagi
dengan tinggi bangunan seperti persamaan di bawah ini:
Drift-ratio = ∆𝐭𝐨𝐩
𝐻 < 0,0025 (OK)
Dimana:
∆top = Displ puncak bangunan (m)
34
H = tinggi bangunan (m)
Gambar 2.14 Contoh Kontruksi Bangunan dengan Kapasitas Desain
Drift-storey
Simpangan antar tingkat harus seragam, dihindari adanya loncatan drift antar
tingkat
Drift-storey = 𝛅𝐢+𝟏−𝛅𝐢
𝒉
Dimana:
𝛅i+1 =Simpangan pada tingkat ke-(i+1)
𝛅I = Simpangan pada tingkat ke-i
h = Tinggi antar lantai
Menurut SNI 1726:2012 (pasal 7.12.1) simpangan antar lantai tingkat desain (∆)
tidak boleh melebihi simpangan antar lantai tingkat ijin (Δa)
Tabel 2.12 Simpangan antar lantai ijin, (Δa)
Keterangan :
35
hsx = tinggi antar lantai
Efek P-Delta
Pada keadaan batas ultimit, kebutuhan pokok dalam perencaan adalah
tercukupinya kekuatan dan ketahanan serta menjaga bangunan agar masih
dalam keadaan stabil terhadap kemungkinan terburuk aksi beban yang
mungkin terjadi selama umur bangunan termasuk selama pelaksanaan
konstruksi. Hal tersebut membutuhkan analisi gaya dan tegangan pada elemen
struktur sebagai hasil dari kemungkinan kombinasi beban paling kritis,
termasuk pembesaran momen yang mungkin timbul dari tambahan defleksi
orde kedua (Efek P-Delta), seperti gambar dibawah ini
Gambar 2.15 Model Struktur yang mengalami Efek P-Delta
Analisis struktur pada model struktur gambar 3.5 (a) yang secara simultan
menerima gaya transversal (Px) dan aksial gravitasi (Py), hanya akan menghasilkan
momen yang timbul di titik A (MA) adalah sebsear MA1 = Px(L), sehingga pengaruh
Py terhadap MA tidak terhitung seperti pada gambar 3.5 (b) sering dilakukan dan
dikenal sebutan analisis orde pertama. Namun, ketika gaya Px bekerja dan
menyebabkan perpipndahan horizontal sebesar ∆1 tersebut, akan menimbulkan
suatu eksentrisitas gaya gravitasi terhadap sumbu vertical dari model struktur yang
besarnya adalah perpindahan ∆1 itu juga. Eksentrisitas terseut akan menghasilkan
momen tambhan internal yang dapat mempengaruhi momen hasil analisi orde
pertama, dan menambah pula besarnya defleksi di titik B (∆2x dan ∆2y) sehingga
terjadi perbesaran momen di titik A yaitu MA2 = Px(L)+ Py(∆1), dan total
36
perpindahan horizontal di titik B menjadi ∆1 + ∆2x seperti pada gambar 3.5 (c) .
Pengaruh gaya gravitasi Py pada perpindahan horizontal ∆1 dikenal dengan sebutan
analisis struktur orde 2 (Efek P-Delta).
Pengaruh P-Delta pada geser dan momen tingkat, gaya dan momen elemen
struktur yang dihasilkan, dan simpangan antar lantai tingkat yang timbul oleh
pengaruh ini tidak diisyaratkan untuk diperhitungkan bila koefisien stabilitas (θ)
seperti ditentukan oleh persamaan berikut sama dengan atau kurang dari 0,10:
(Menurut SNI 1726:2013 pasal 7.8.7)
θ = 𝑃𝑥∆𝐼𝑒
𝑉𝑥 ℎ𝑠𝑥 𝐶𝑑 Nilai Maksimum θmax =
0,5
𝛽𝐶𝑑 ≤ 0,025
Keterangan:
Px = Beban desain vertikal total pada dan di atas tingkat x, dinyatakan dalam kilo
newton (kN); bila menghitung Px, factor beban individu tidak perlu melebihi
1,0;
∆ adalah simpangan antar lantai tingkat desain seperti didefinisikan dalam 7.8.6,
terjadi secara serentak dengan Vx dinyatakan dalam millimeter (mm)
Ie = Faktor Keutamaan Gempa
Vx = Gaya geser deismik yang bekerja antar tingkat x dan x-1 (kN)
hsx = Tinggi tingkat di bawah tingkat x, dinyatakan dalam (mm)
Cd = Faktor pembesaran defleksi
β adalah rasio kebutuhan geser terhadap kapasitas geser untuk tingkat antara x dan
x-1, rasio diijinkan secara konservatif diambil sebesar 1,0.
Gambar 2.16 Penentuan Simpangan antar lantai