Post on 26-Oct-2020
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Medis
1. Kehamilan
a. Pengertian Kehamilan
Kehamilan di definisikan sebagai fertilisasi atau penyatuan dari
spermatozoa dan ovum dan dilanjutkan dengan nidasi atau implantasi
(Prawirohardjo S, 2008; h. 213).
Kehamilan adalah masa yang dimulai dari konsepsi sampai
lahirnya janin, dan lamanya hamil normal adalah 280 hari (40 minggu
atau 9 bulan 7 hari) dihitung dari hari pertama haid terakhir (Wiknjosastro,
2006; h. 89).
Kehamilan merupakan proses alamiah (normal) untuk menjaga
kelangsungan peradaban manusia (Hani ummi, dkk, 2011; h. 21).
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kehamilan
adalah proses alamiah (normal) membentuk pertumbuhan dan
perkembangan janin intra uterin sejak dari konsepsi dan berakhir sampai
lahirnya janin atau berakhir sampai permulaan persalinan.
b. Pembagian Kehamilan
Kehamilan dibagi menjadi tiga trimester, yaitu:
1) Trimester I, yaitu : 0-12 minggu
2) Trimester II, yaitu : 13-27 minggu
3) Trimester III, yaitu : 28-40 minggu ( Prawirohardjo, 2008; h. 213).
11
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
c. Tanda-tanda kehamilan
Untuk menegakkan kehamilan ditetapkan dengan melakukan
penilaian terhadap beberapa tanda dan gejala kehamilan, seperti:
1) Tanda dugaan kehamilan
Berikut ini beberapa tanda-tanda dugaan adanya kehamilan,yaitu:
a) Amenorhea (terlambat datang bulan)
Konsepsi dan nidasi menyebabkan tidak tidak terjadi
pembentukan folikel de Graaf dan ovulasi, dengan mengetahui
hari pertama haid terakhir menggunakan perhitungan rumus
Naegle (menggunakan usia kehamilan yang berlangsung selama
288 hari), dapat ditentukan perkiraan persalinan (Manuaba, 2010;
h. 107). Setelah seorang wanita dalam masa mampu hamil/ bisa
hamil, apabila sudah melukukan hubungan seks mengeluh
terlambat haid, maka perkiraan bahwa dia hamil, meskipun
keadaan stres, obat-obatan, penyakit kronis dapat pula
mengakibatkan terlambat haid (Saryono, 2010; h. 75).
b) Mual dan muntah
Mual dan muntah merupakan gejala umum, pengaruh
estrogen dan progestron yang menyebabkan pengeluaran asam
lambung yang berlebihan. Mual muntah terjadi mulai dari rasa
tidak enak sampai muntah yang berkepanjangan, yang sering
disebut juga dengan istilah morning sickness karena munculnya
seringkali pada pagi hari. Dalam batas yang fisiologis, keadaan ini
dapat diatasi. Akibat terjadinya mual dan muntah maka nafsu
makan menjadi berkurang (Manuaba, 2010; h. 107).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
c) Ngidam
Wanita hamil sering menginginkan makanan tertentu,
keinginan yang demikian disebut ngidam (Manuaba, 2010; h.
107).
d) Sinkope atau pingsan
Terjadinya gangguan sirkulasi ke daerah kepala (sentral)
menyebabkan iskemia susunan saraf pusat dan menimbulkan
sinkope atau pingsan. Keadaan ini menghilang setelah usia
kehamilan 16 minggu (Manuaba, 2010; h. 107).
e) Payudara tegang
Pengaruh estrogen-progestron dan somatomamotrofin
menimbulkan deposit lemak, air, dan garam pada payudara.
Sehingga payudara membesar dan tegang dan ujung saraf
tertekan menyebabkan rasa sakit terutama pada hamil pertama
(Manuaba, 2010; h. 107).
f) Sering miksi (buang air kecil)
Desakan rahim ke depan menyebabkan kandung kemih
cepat terasa penuh dan sering miksi atau buang air kecil. Pada
triwulan kedua, gejala ini sudah menghilang (Manuaba, 2010; h.
107).
g) Konstipasi atau obstipasi
Pengaruh progesteron dapat menghambat peristaltik usus,
menyebabkan kesulitan untuk buang air besar (Manuaba, 2010;
h. 107).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
h) Pigmentasi kulit
Keluarnya melanophore stimulating hormone (MSH)
hipofisis anterior menyebabkan pigmentasi kulit di sekitar pipi
(kloasma gravidarum), pada dinding perut (striae nigra, linea alba
makin hitam), dan sekitar payudara (hiperpigmentasi areola
mamae, puting susu makin menonjol, kelenjar montgomeri
menonjol, pembuluh darah menifes sekitar payudara) (Manuaba,
2010; h. 107-108).
i) Epulis
Hipertrofi gusi yang disebut epulis, dapat terjadi bila hamil
(Manuaba, 2010; h. 108).
j) Varises atau penampakan pembuluh darah vena
Varises atau penampakan pembuluh darah vena terjadi
karena pengaruh dari estrogen dan progestron, terutama bagi
mereka yang mempunyai bakat. Penampakan pembuluh darah itu
terjadi di sekitar genitalia eksterna, kaki, betis, dan payudara.
Penampakan pembuluh darah ini dapat menghilang setelah
persalinan (Manuaba, 2010; h. 108).
2) Tanda tidak pasti kehamilan
Tanda tidak pasti kehamilan dapat ditentikan oleh:
a) Rahim membesar, sesuai dengan umur kehamilan (Manuaba,
2010; h. 108).
b) Pada pemeriksaan dalam, dijumpai tanda Hegar, tanda
Chadwicks, tanda Piscaseck, kontraksi Braxton Hicks, dan teraba
Ballottement (Manuaba, 2010; h. 108).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
c) Pemeriksaan tes biologis kehamilan positif. Tetapi sebagian
kemungkinan positif palsu (Manuaba, 2010; h. 108).
3) Tanda pasti kehamilan
Tanda pasti kehamilan dapat ditentukan melalui:
a) Gerakan janin dalam rahim (Manuaba, 2010; h. 109).
b) Terlihat atau teraba gerakan janin dan teraba bagian-bagian janin
(Manuaba, 2010; h. 109).
c) Denyut jantung janin. Didengar dengan stetoskop Laenec, alat
kardio tokografi, alat Doppler. Dilihat dengan ultrasonografi.
Pemeriksaan dengan alat canggih, yaitu rontgen untuk melihat
kerangka janin, ultrasonografi (Manuaba, 2010; h. 109).
d. Penyulit yang menyertai kehamilan
Tanda bahaya ibu dan janin pada kehamilan muda yang mana
kehamilan merupakan hal yang fisiologis. Namun kehamilan yang normal
dapat berubah menjadi patologis. Salah satu asuhan yang dilakukan
seorang bidan untuk menapis adanya resiko ini yaitu dengan melakukan
pendeteksian dini adanya komplikasi/ penyakit yang mungkin terjadi
selama hamil muda. Adapun komplikasi ibu dan janin yang mungkin
terjadi pada masa kehamilan muda meliputi, emesis dan hiperemesis
gravidarum, anemia pada kehamilan (Manuaba, 2010; h. 227-237).
Perdarahan selama kehamilan dibagi menjadi dua yaitu perdarahan pada
kehamilan muda atau umur kehamilan <20 minggu seperti abortus,
kehamilan ektopik, dan kehamilan mola hidatidosa. Sedangkan
perdarahan yang terjadi pada kehamilan lanjut atau umur kehamilan >20
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
minggu seperti plasenta previa, solusio plasenta, dan ruptur uteri
(Prawirohardjo, 2008; h. 460-488).
e. Pembagian kehamilan menurut umur
1) Abortus, adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi sebelum
janin dapat hidup di luar kandungan. Sebagai batasan ialah
kehamilan < 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
(Prawirohardjo, 2008; h. 460).
2) Imatur adalah umur kehamilan antara 20-28 minggu dengan berat
janin antara 500-1000 gram (Sastrawinata, 2005; h. 1).
3) Prematur adalah umur kehamilan antara 28-37 minggu dengan berat
janin antara 1000-2500 gram (Manuaba, 2007; h. 432).
4) Matur atau kehamilan cukup bulan adalah umur kehamilan antara 37-
42 minggu dengan berat janin >2500 gram (Sastrawinata, 2005; h. 1).
2. Abortus
a. Pengertian Abortus
Abortus adalah suatu proses berakhirnya suatu kehamilan, dimana
janin belum mampu hidup di luar rahim (belum viable) dengan kriteria usia
kehamilan < 20 minggu atau berat janin < 500 gram (Achadiat, 2004; h.
26).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum janin dapat hidup
di dunia luar, tanpa mempersoalkan penyebabnya (Wirakusumah, 2005;
h. 1).
Abortus adalah berakhirnya suatu kehamilan (oleh akibt-akibat
tertentu) pada atau sebelum kehamilan tersebut berusia 22 minggu atau
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
buah kehamilan belum mampu untuk hidup di luar kandungan
(Wiknjosastro, dkk, 2006; h. 145).
Abortus adalah berakhirnya kehamilan melalui cara apapun
sebelum janin mampu bertahan hidup (Williams Obstetri, 2006; h. 951).
Abortus adalah ancaman atau pengeluaran hasil konsepsi
sebelum janin dapat hidup diluar kandungan. Sebagai batasannya ialah
kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin kurang dari 500 gram
(Prawirohardjo, Sarwono, 2008; h. 460).
Keguguran atau abortus adalah keluarnya hasil konsepsi sebelum
mampu hidup diluar kandungan dengan berat badan kurang dari 1000
gram atau usia kehamilan kurang dari 28 minggu (Manuaba IGB, 2010; h.
287).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa abortus adalah
pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) pada
usia kehamilan kurang dari 20 minggu atau berat janin < 500gram.
b. Klasifikasi
Abortus dapat di bagi atas dua golongan :
1) Abortus spontan (spontaneous abortion)
Yaitu berakhirnya kehamilan pada usia <20 minggu dengan
berat janin < 500 gram (Wahyuningsih, Meiliya, 2010; h. 75).
Abortus spontan terdiri atas:
a) Abortus imminens
Abortus imminens adalah proses awal dari suatu
keguguran yang ditandai dengan perdarahan pervaginam,
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan janin masih
baik intrauterin (Achadiat, 2004; h. 26).
Abortus imminens adalah abortus tingkat permulaan dan
merupakan ancaman terjadinya abortus, ditandai perdarahan
pervaginam, ostium uteri masih tertutup dan hasil konsepsi masih
baik dalam kandungan (Wiknjosastro, dkk, 2008; h. 467).
Abortus imminens adalah terjadinya perdarahan bercak
yang menunjukkan ancaman terhadap kelangsungan suatu
kehamilan. Dalam kondisi seperti ini, kehamilan masih mungkin
berlanjut atau dipertahankan ( Prawirohardjo,2009; h. 147).
Abortus imminens adalah perdarahan intrauterin pada
umur < 20 minggu kehamilan lengkap dengan atau tanpa
kontraksi uterus, tanpa dilatasi servik, dan tanpa pengeluaran
hasil konsepsi (Benson, Pernoll, 2009; h. 294).
Abortus imminens adalah perdarahan per vaginam
tanpa pengeluaran hasil konsepsi(Wahyuningsih,
Meiliya, 2010; h. 76).
Abortus imminens yaitu keguguran yang mengancam,
ditegakkan dengan adanya keterlambatan datang bulan,
perdarahan disertai perut sakit (mules) (Manuaba, 2010; h. 291).
Abortus imminens adalah proses awal dari suatu
keguguran yang ditandai dengan perdarahan pervaginam,
sementara ostium uteri eksternum masih tertutup dan janin masih
baik intrauterin (Achadiat, 2004; h. 26).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Dari pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
abortus imminens adalah perdarahan pervaginam yang terjadi
pada umur kehamilan < 20 minggu sementara ostium uteri
ekternum masih tertutup dan janin masih baik atau masih bisa
dipertahankan.
b) Abortus Insipiens (Inevitable abortion)
Abortus insipiens adalah proses abortus yang sedang
berlangsung dan tidak lagi dapat dicegah, ditandai dengan
terbukanya ostium uteri eksternum, selain perdarahan (Achadiat,
2004; h. 26).
Abortus insipiens adalah abortus yang sedang
mengancam yang ditandai dengan serviks telah mendatar dan
ostium uteri telah membuka, akan tetapi hasil konsepsi masih
dalam kavum uteri dan dalam proses pengaluaran (Wiknjosastro,
2008; h. 469).
Abortus Insipiens adalah perdarahan intrauterin sebelum
kehamilan lengkap 20 minggu dengan dilatasi serviks berlanjut
tetapi tanpa pengeluaran hasil konsepsi (Benson, Pernoll, 2009;
h. 294).
Abortus insipiens adalah perdarahan ringan hingga
sedang pada kehamilan muda dimana hasil konsepsi masih
berada dalam kavum uteri (Prawirohardjo,2009; h. 147).
Abortus insipien yaitu perdarahan banyak, kadang-kadang
keluar gumpalan darah disertai nyeri karena kontraksi rahim kuat
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
dan ditemukan adanya dilatasi serviks sehingga jari pemeriksa
dapat masuk dan ketuban dapat diraba (Saryono, 2010; h. 126).
Abortus insipiens adalah perdarahan per vaginam (atau
kehilangan cairan amnion) terjadi disertai dilatasi serviks, dengan
atau tanpa nyeri abdomen (Wahyuningsih, Meiliya, 2010; h. 76).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan abortus insipiens
adalah proses abortus yang sedang berlangsung pada umur
kehamilan < 20 minggu yang ditandai dengan serviks telah
mendatar dan ostium uteri telah membuka dan hasil konsepsi
masih berada dalam kavum uteri.
c) Abortus inkomplit (incomplete abortion)
Abortus inkomplit adalah proses abortus di nama sebagian
hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir (Achadiat, 2004; h.
26).
Abortus inkonplit adalah keluarnya sebagian hasil
konsepsi dari kavum uteri dan masih ada yang tertinggal
(Wiknjosastro, dkk, 2008; h. 469).
Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan
muda di mana sebagian dari hasil konsepsi telah ke luar dari
kavum uteri melalui kanalis servikalis (Wiknjosastro, 2009; h.
148).
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil
konsepsi pada umur kehamilan < 20 minggu (Benson, Pernoll,
2009; h. 294).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan
dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus, sehingga
sisanyamemberikan gejala klinis (Manuaba, 2010; h. 293).
Abortus inkomplit adalah sebagian dari hasil konsepsi
telah lahir atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal
(biasanya jaringan plasenta) (Suryono, 2010; h. 127).
Dari pengertian diatas dapt di simpulkan bahwa abortus
inkomplit adalah abortus yang terjadi pada umur kehamilan < 20
minggu yang ditandai dengan keluarnya sebagian hasil konsepsi
dari kavum uteri melalui kanalis servikalis.
d) Abortus Komplite (Complete Abortion)
Abortus kompletus ialah proses abortus dimana
keseluruhan hasil konsepai telah keluar melalui jalan lahir
(Achadiat, 2004; h. 26).
Abortus komplite adalah keluarnya seluruh hasil konsepsi
dari kavum uteri pada kehamilan < 20 minggu atau berat janin <
500 gram (Wiknjosatro, dkk, 2008; h. 467).
Abortus komplite adalah pengeluaran semua hasil
konsepsi pada umur kehamilan < 20 minggu (Benson, Pernoll,
2009; h. 295).
Abortus komplite merupakan perdarahan pada kehamilan
muda dimana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum
uteri (Prawirohardjo, 2009; h. 148).
Abortus komplite adalah keluarnya semua hasil konsepsi
(Wahyuningsih, Meiliya, 2010; h. 76).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Abortus kompletus yaitu seluruh hasil konsepsi telah
dikeluarkan, sehingga tidak memerlukan tindakan (Manuaba,
2010; h. 294).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus
komplitus adalah perdarahan pada umur kehamilan < 20 minggu
di mana seluruh hasil konsepsi telah dikeluarkan dari kavum uteri.
e) Missed Abortion ( Abortus Tersembunyi)
Missed Abortion adalah berakhirnya suatu kehamilan
sebelum 20 minggu, namun seluruh hasil konsepsi itu tertahan
dalam uterus selama 6 minggu atau lebih (Achadiat, 2004; h. 26).
Missed Abortion adalah penghentian perkembangan atau
kematian janin dengan retensi produk konsepsi yang mati
(Handayani, lestari, dkk, 2008; h. 447).
Missed abortion adalah abortus yang ditandai dengan
embrio atau fetus telah meninggal dalam kandungan sebelum
kehamilan 20 minggu dan hasil konsepsi seluruhnya masih
tertahan dalam kandungan (Winkjosastro, dkk, 2008; h. 470).
Missed Abortion adalah kematian embio atau janin
berumur < 20 minggu kehamilan lengkap tetapi hasil konsepsi
tertahan dalam rahim selama >8 minggu (Benson, pernoll, 2009;
h. 295 ).
Missed Abortion yaitu perdarahan pada kehamilan muda
disertai dengan retensi hasil konsepsi yang telah mati hingga 8
minggu atau lebih (Prawirohardjo, 2009; h. 148).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa missed
abortus adalah perdarahan pada kehamilan < 20 minggu yang
ditandai dengan embrio atau fetus telah meninggal dalam
kandungan dan hasil konsepsi seluruhnya masih tertahan dalam
rahim selama kurang lebih dari 8 minggu.
f) Abortus Habitualis
Abortus Habitualis adalah abortus yang terjadi tiga kali
berturut-turut atau lebih oleh sebab apapun (Achadiat, 2004; h.
26).
Abortus habitualis adalah aborsi spontan tiga kali atau
lebih secara berturut-turut (Handayani, lestari, dkk, 2008; h. 447).
Abortus Habitualis adalah abortus spontan yang terjadi
tiga kali atau lebih berturut-turut (Prawirohardjo, 2008; h. 472).
Abortus Habitualis adalah kehilangan tiga atau lebih hasil
kehamilan secara spontan yang belum viabel secara berturut-turut
(Benson, pernoll, 2009; h. 295).
Abortus habitualis merupakan abortus spontan yang
terjadi tiga kali berturut-turut atau lebih (Saryono, 2010; h. 129).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa abortus
habitualis adalah abortus spontan yang terjadi tiga kali atau lebih
secara berturut-turut oleh sebab apapun.
2) Abortus Provokatus (Induced Abortion)
Abortus provokatus adalah abortus yang disengaja dilakukan
tindakan (Prawirahardjo, 2008; h. 460). Abortus ini dibagi lagi
menjadi:
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
a) Abortus medisinalis (therapeutic abortion)
Abortus medisinalis adalah abortus yang didasarkan atas
pertimbangan dokter minimal tiga dokter spesialis yaitu spesialis
kebidanan dan kandungan, spesialis penyakit dalam, dan
spesialis jiwa untuk menyelamatkan ibu (Prawirohardjo, 2008; h.
460).
b) Abortus kriminalis (criminal abortion)
Abortus kriminalis adalah pengguguran kehamilan tanpa
alasan medis yang sah atau oleh orang yang tidak berwenang
dan dilarang oleh hukum (Sastrawinata, dkk, 2005; h. 2).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Gambar 2.1 : Penatalaksanaan keguguran (Manuaba IGB, 2010; h. 292).
Gambaran klinis abortus
Keguguran mengancam • Perdarahan
sedikit; • Nyeri perut; • Tidak ada
pembukaan serviks
Keguguran membakat • Perdarahan banyak • Nyeri perut • Ada pembukaan
serviks
Keguguran tak lengkap Keguguran dengan infeksi • Perdarahan • Nyeri perut • Adanya pembukaan
serviks • Demam • Darah cairan berbau
dan kotor
Konservatif • Istirahat • Obat : Vit B Komplek dan
penenang • Pemulangan bila bebas
perdarahan, rasa nyeri hilang dan tes hamil positif
• Pemeriksaan ulang satu minggu kemudian dan lanjutkan ANC.
Tindakan definitif • Persiapan infus; • Transfusi darah; • Antibiotika; • Persiapan kuretase (dengan
narkosa) • Observasi kesadarn, perdarahan,
infeksi, perforasi uteri, degenerasi ganas;
• Kontrol ulang seminggu kemudian
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
3. Abortus inkomplit
a. Pengertian
Abortus Inkomplit adalah Abortus inkomplit adalah proses abortus
di nama sebagian hasil konsepsi telah keluar melalui jalan lahir (Achadiat,
2004; h. 26).
Abortus inkomplit (keguguran tidak lengkap) adalah sebagian dari
buah kehamilan telah dilahirkan, tetapi sebagian (biasanya jaringan
plasenta) masih tertinggal di dalam rahim, ostium terbuka dan teraba
jaringan (Sastrawinata, 2005; h. 5).
Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda di
mana sebagian dari hasil konsepsi telah keluar dari kavum uteri melalui
kanalis servikalis (Wiknjosastro, dkk, 2006; h. 148).
Abortus inkonplit adalah keluarnya sebagian hasil konsepsi dari
kavum uteri dan masih ada yang tertinggal (Wiknjosastro, dkk, 2008; h.
469).
Abortus inkomplit adalah pengeluaran sebagian hasil konsepsi
pada umur kehamilan < 20 minggu (Benson, Pernoll, 2009; h. 294).
Abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan muda di
mana sebagian dari hasil konsepsi telah ke luar dari kavum uteri melalui
kanalis servikalis (Wiknjosastro, 2009; h. 148).
Abortus inkomplit adalah tidak semua produk konsepsi keluar
bersama janin pada saat keguguran (Kriebs, Gegor, 2010; h. 247).
Abortus inkomplit adalah abortus yang ditandai dengan
dikeluarkannya sebagian hasil konsepsi dari uterus, sehingga
sisanyamemberikan gejala klinis (Manuaba, 2010; h. 293).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Abortus inkomplite adalah sebagian dari hasil konsepsi telah lahir
atau teraba pada vagina, tetapi sebagian tertinggal (biasanya jaringan
plasenta) (Suryono, 2010; h. 127).
Dari beberapa pengertia diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
abortus inkomplit adalah perdarahan pada kehamilan < 20 minggu di
mana sebagian dari hasil konsepsi telah ke luar dari kavum uteri melalui
kanalis servikalis, tetapi sebagian (biasanya jaringan plasenta) masih
tertinggal di dalam rahim, ostium terbuka dan teraba jaringan.
b. Etiologi
Penyebab abortus merupakan gabungan dari beberapa faktor.
Umumnya abortus didahului oleh kematian janin (Sastrawinata, 2005; h.
2). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya abortus antara lain,
yaitu:
1) Faktor Janin
Kelainan yang paling sering dijumpai pada abortus adalah kelaian
perkembangan zigot, embrio, janin bentuk awal, atau kadang-kadang
plasenta (Cunningham, 2006; h. 952). Kelaian tersebut biasanya
menyebabkan abortus pada trimester pertama, yaitu:
a) Kelaian telur (blighted ovum)
Pada separuh embrio mengalami degenerasi atau tidak
ada sama sekali, kerusakan embrio, atau kelainan kromosom
(trisomi autosom, monosomi) (Cunningham, 2006; h. 952).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
b) Faktor lingkungan endometrium
Endometrium yang belum siap untuk menerima implantasi
hasil konsepsi dan gizi ibu yang kurang karena anemia atau jarak
kehamilan terlalu dekat (Manuaba, 2010; h. 288).
c) Pengaruh luar
Infeksi endometrium yaitu endometrium tidak siap
menerima hasil konsepsi dan hasil konsepsi terpengaruh oleh
obat dan radiasi yang menyebabkan pertumbuhan hasil konsepsi
terganggu (Manuaba, 2010; h. 288).
2) Faktor Ibu
a) Umur
Resiko abortus spontan meningkat seiring dengan usia ibu
dan ayah. Faktor abortus secara klinis terdeteksi meningkat dari
12% pada wanita berusia kurang dari 20 tahun dan menjadi 26%
pada mereka yang usianya lebih dari 40 tahun (Cunningham,
2006; h. 951).
b) Paritas atau jumlah anak lahir
Paritas juga mempengaruhi peningkatan kejadian abortus
apabila wanita atau klien hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan
bayi aterm (Cunningham, 2006; h. 951).
c) Penyakit infeksi
Sejumlah penyakit kronik diperkirakan dapat
menyebabkan abortus seperti herpes simplek yang dapat
menyebabkan abortus setelah terjadi infeksi genital pada awal
kehamilan, HIV dalam darah ibu (Cunningham, 2006; h. 953).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Selain itu penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis,
malaria dan sifilis juga dapat secara langsung mempengaruhi
pertumbuhan janin dalam kandungan melalui plasenta (Manuaba,
2010; h. 289).
Infiksi maternal dapat membawa resiko bagi janin yang
sedang berkembang, terutama pada akhir trimester pertama atau
awal trimester kedua (Sastrawinata, 2005; h. 3).
d) Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal, penyakit
hati, dan penyakit diabetes melitus (Manuaba, 2010; h. 289).
e) Kelainan endokrin
Abortus spontan dapat terjadi bila produksi progesteron
tidak mencukupi atau pada penyakit disfungsi tiroid dan defisiensi
insulin (Sastrawinata, 2005; h. 3).
f) Anemia ibu melalui gangguan nutrisi dan peredarah oksigen
menuju sirkulasi retroplasenter (Manuaba, 2010; h. 289).
g) Defisiensi progesteron
Kurangnya sekresi progesteron oleh korpus luteum atau
plasenta yang dapat menyebabkan peningkatan kejadian abortus
(Cunningham, 2006; h. 954).
3) Kelainan pada plasenta
Infeksi pada plasenta dengan berbagai sebab, sehingga
plasenta tidak dapat berfungsi; gangguan pembuluh darah plasenta,
diantaranya pada diabetes melitis, sedangkan hipertensi yang
menyebabkan gangguan peredaran darah plasenta sehingga
menimbulkan keguguran atau abortus (Manuaba, 2010; h. 289).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
4) Nutrisi
Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu
zat gizi atau defisiensi sedang semua nutrien merupakan penyebab
abortus yang penting. Mual dan muntah yang timbul agak sering
pada awal kehamilan, dan semua penyakit yang dipicunya, jarang
diikuti oleh abortus spontan (Cunningham, 2006; h. 954).
5) Pemakaian obat dan faktor lingkungan
a) Tembakau
Merokok dapat menyebabkan resiko terjadinya abortus
(Cunningham, 2006; h. 954).
b) Alkohol
Abortus spontan dan kelainan janin dapat terjadi akibat
sering mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu pertama
kehamilan (Cunningham, 2006; h. 954).
c) Kafein
Kadar paraxantin (suatu metabolit kafein) dalam darah ibu
menyebabkan peningkatan dua kali lipat resiko abortus spontan
hanya apabila kadar tersebut sangat tinggi. Namun bila
mengkonsumsi kafein baik dalam jumlah sedang, kecil
kemungkinan menyebabkan abortus spontan (Cunningham, 2006;
h. 955).
d) Radiasi
Dalam dosis 1-10 rad bagi janin pada umur kehamilan 9
minggu pertama dapat merusak janin dan dosis yang lebih tinggi
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
dapat menyebabkan keguguran atau abortus (Sastrawinata, 2005;
h. 3).
e) Kontrasepsi
Tidak terdapat bukti yang mendukung bahwa kontrasepsi
oral atau zat spermisida yang digunakan dalam krim dan jeli
kontrasepsi menyebabkan peningkatan kejadian abortus. Namun
alat kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan
kejadian abortus septik setelah kegagalan kontrasepsi
(Cunningham, 2006; h. 955).
f) Toksin lingkungan
Peningkatan resiko abortus spontan pada para perawat
gigi yang terpajan nitrogen oksida selama 3 jam atau lebih di
kamar praktek tanpa alat pembersih, tetapi tidak pada kamar
praktek yang menggunakan alat pembersih. Sedangkan sebelum
adanya alat pembersih, terdapat peningkatan resiko abortus
spontan pada wanita yang terpapar gas-gas anestetik ditempat
kerja (Cunningham, 2006; h. 955).
Pada sebagian besar kasus, tidak banyak informasi yang
menunjukkan bahan tertentu dilingkungan sebagai penyebab;
namun terdapat bukti bahwa arsen, timbal, formaldehida,
benzena, dan etilen oksida dapat menyebabkan abortus
(Cunningham, 2006; h. 955).
g) Infeksi Torch
Infeksi ini disebabkan oleh toksoplasmosis gondii yang
bersumber dari kucing, tikus dan hewan peliharaan lain. Jalur
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
kontaminasi adalah melalui makanan yang terkontaminasi oleh
kotoran hewan tersebut dalam bentuk kista yang tidak mati saat
dimasak. Gejala klinisnya yang pertama adalah demam, kelenjar
limfe membengkak, dan terjadi abses. Bentuk manifestasi klinis
lain adalah pneumonia, poliomielitis, dan miokarditis.
Pengaruhnya terhadap kehamilan dapat menimbulkan cacat
kongenital yang berat serta multipel, persalinan prematur atau
abortus (Manuaba, 2010; h. 340).
6) Faktor imunologis
Sistem imun juga termasuk sebagai faktor penting dalam
kematian janin berulang. Faktor imunologis ini dibagi menjadi dua
model patologis utama yang berkembang yaitu:
a) Faktor Autoimun
Kematian janin berulang memiliki faktor autoimunitas. Antibodi
yang paling signifikan memiliki spesifisitas terhadap fosfolipid
bermuatan negatif dan paling sering terdeteksi dengan
pemeriksaan untuk anti koagulan lupus dan anti bodi
antikardiolipin. (Cunningham, 2006; h. 955).
b) Faktor Aloimun
Kematian janin berulang pada sejumlah wanita di diagnosis
sebagai akibat faktor-faktor aloimun. Para wanita ini mendapat
beragam terapi yang ditunjukkan untuk merangsang toleransi
imun ibu terhadap janin. Diagnosis faktor aloimun berpusat pada
beberapa pemeriksaan, seperti perbandingan HLA ibu dan ayah,
pemeriksaan serum ibu untuk mendeteksi keberadaan antibodi
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
sitotoksik terhadap leukosit ayah, pemeriksaan serum ibu untuk
mendeteksi faktor-faktor penyekat pada reaksi pencampuran
limfosit ibu dan ayah (Cunningham, 2006; h. 956). Selain itu
adapun ketidak cocokan (inkompatibilitas) sistem HLA (Human
Leukocyte Antigen) (Sastrawinata, 2005; h. 3).
7) Gamet yang menua
Peningkatan insiden abortus yang relatif terhadap kehamilan
normal apabila inseminasi terjadi 4 hari sebelum atau 3 hari sesudah
saat pergeseran suhu tubuh basal. Pada penuaan gamet di dalam
saluran genitalia wanita sebelum pembuahan meningkatkan
kemungkinan terjadinya abortus (Cunningham, 2006; h. 957).
8) Laparotomi
Pembedahan yang dilakukan pada kehamilan tahap awal
dapat meningkatkan angka abortus. Sebagai contoh tumor ovarium
dan mioma bertangkai yang pada umumnya diangkat tanpa
mengganggu kehamilan, akan tetapi peritonitis dapat meningkatkan
kemungkinan abortus (Cunningham, 2006; h. 957).
9) Trauma
Kasusnya jarang terjadi, umumnya abortus terjadi segera
setelah trauma tersebut, misalnya trauma akibat pembedahan yaitu
pengangkatan ovarium yang mengandung korpus luteum
graviditatum sebelum minggu ke-8; pembedahan intra abdominal dan
operasi pada uterus disaat hamil (Sastrawinata, 2005; h. 3).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
10) Kelainan yang terdapat dalam rahim
Rahim merupakan tempat tumbuh kembangnya janin dijumpai
keadaan abnormal dalam bentuk mioma uteri, uterus arkuatus, uterus
septus, retrofleksia uteri, serviks inkompeten, bekas operasi pada
serviks (konisasi, amputasi serviks), robekan serviks postpartum
(Manuaba, 2010; h. 289).
c. Patofisiologi
Terjadinya keguguran/abortus mulai dari terlepasnya sebagian
atau seluruh jaringan plasenta, yang menyebabkan perdarahan sehingga
janin kekurangan nutrisi dan akosigen. Bagian yang terlepas dianggap
benda asing, sehingga rahim berusaha untuk mengeluarkan dengan
kontraksi. Pengeluaran tersebut dapat terjadi spontan seluruhnya atau
sebagian masih tertinggal, yang menyebabkan berbagai penyulit. Oleh
karena itu, keguguran memiliki gejala umum sakit perut karena kontraksi
rahim, terjadi perdarahan, dan disertai pengeluaran seluruh atau sebagian
hasil konsepsi (Manuaba IGB, 2010; h. 289).
d. Tanda dan gejala abortus
1) Adanya keterlambatan datang bulan
2) Terjadinya perdarahan
3) Disertai sakit perut
4) Dapat di ikuti oleh pengeluaran hasil konsepsi
5) Pemeriksaan hasil tes positif dapat masih positif atau sudah negatif
(Manuaba, 2010; h. 291).
Gejala klinis abortus inkomplit, yaitu:
1) Perdarahan memanjang, sanpai terjadi keadaan anemis;
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
2) Perdarahan mendadak banyak menimbulkan keadaan gawat;
3) Terjadi infeksi dengan ditandai suhu tinggi;
4) Dapat terjadi degenerasi ganas (korio karsinoma) (Manuaba, 2010; h.
294).
Gejala abortus inkomplit, yaitu:
1) Perdarahan bercak hingga sedang
2) Sedikit atau tanpa nyeri perut
3) Servik terbuka atau menutup
4) Riwayat ekspulsi hasil konsepsi (Protap RSUD KAB. Kebumen, No.
445/271-49, 2010).
e. Diagnosis
Abortus dapat diduga bila seorang wanita dalam masa reproduksi
mengeluh adanya keterlambatan haid atau amenorea kurang dari 20
minggu yang disertai perdarahan pervaginam, padat pula disertai jaringan
dan rasa nyeri atau kram terutama di daerah supra simfisis. Pada abortus
inkomplit jika sebagian hasil konsepsi telah keluar, namun sebagian masih
tertinggal di dalam rahim dan ostium uteri eksternum dijumpai terbuka,
kadang-kadang teraba adanya jaringan atau bahkan kadang menonjol di
ostium (Achadiat, 2009; h. 27).
Untuk menentukan diagnosis pada abortus inkomplit yaitu dengan:
1) Anamnesis
a) Amenorhea, disertai dengan PP test (+)
b) Perdarahan dari jalan lahir (biasanya banyak)
c) Adanya nyeri/kontraksi rahim
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
d) Apabila perdarahan banyak dapat terjadi syok (Sastrawinata,
2005; h. 7).
e) Uterus tertutup atau terbuka
f) Uterus lebih kecil dari usia gestasi (kurniawati dan mirzanie, 2009;
h. VII 4).
2) Pemeriksaan fisik
a) Keadaan umum
Pada abortus inkomplit keadaan umum pasien/klien
terlihat lemah, karena terjadi perdarahan memanjang hingga
keadaan anemis (Manuaba, 2010; h. 294).
b) Tanda-tanda vital
(1) Tekanan darah. Pada kejadian abortus yang sudah terdapat
tanda-tanda syok, tekanan sistolik <90 mmHg
(Prawirohardjo, 2009; h. 148).
(2) Nadi. Pada kejadian abortus sampai dengan syok, frkuensi
nadinya <90x/menit (Manuaba, 2007; h. 690).
(3) Suhu. Pada kejadian abortus inkomplit suhu tubuh klien
meningkat > 38°C, karena terjadinya infeksi sehingga
mengakibatkan demam (Manuaba, 2010; h. 294).
(4) Respirasi. Pada penderita abortus mengalami peningkatan
respirasi > 20x/menit, karena telah terjadi syok (Manuaba,
2007; h. 690).
3) Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam ostium uteri terbuka dan teraba sisa
jaringan buah kehamilan (Sastrawinata, 2005; h. 7).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
4) Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan darah yaitu untuk menghitung trombosit dan jika
perlu jumlah fibrinogen darah atau darah lengkap, serta kultur
darah, dan pemeriksaan golongan darah untuk transfusi darah
(Manuaba, 2007; h. 690).
b) Pemeriksaan urin untuk mengetahui volume urin dalam 24 jam
(Manuaba, 2007; h. 690).
c) Pemeriksaan servik untuk mengetahui preparat cairan servik dan
kultur cairan servik (Manuaba, 2007; h. 690).
d) Pemeriksaan USG untuk mengetahui tampak sisa hasil konsepsi
(Manuaba, 2007; h. 690). Gambaran USG pada abortus inkomplit
tidak spesifik, bergantung pada usia kehamilan dan banyaknya
sisa jaringan konsepsi yang tertinggal di dalam kavum uteri.
Kavum uteri mungkin berisi kantung gestasi yang bentuknya tidak
utuh lagi. Mungkin juga sisa konsepsi terlihat sebagai massa
ekogenik yang tebal ireguler di dalam kavum uteri atau terlihat
sebagai massa kompleks bila sisa konsepsi bercampur dengan
jaringan nekrotik dan bekuan darah. Kadang-kadang gambaran
sisa konsepsi sulit dibedakan dari bekuan darah (Prawirohardjo,
2008; h. 256).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
f. Komplikasi atau penyulit abortus
Beberapa komplikasi atau penyulit yang menyertai kejadian abortus, yaitu:
1) Perdarahan
Perdarahan dapat terjadi sedikit dalam waktu yang panjang atau
lama yang mendadak banyak sehingga menimbulkan syok
(Manuaba, 2010; h. 291).
2) Infeksi
Infeksi bisa terjadi pada penanganan yang tidak legal dan keguguran
yang tidak lengkap (Manuaba, 2010; h. 291).
Pada abortus inkomplit selain tanda tanda keguguran, ibu mengeluh
tidak enak badan dan sakit kepala, mual, dan demam. Hal ini dapat
terjadi akibat infeksi lokal pada tuba uteri dan rongga uterus, atau
septikemia umum dengan peritonotis (Flaser dan Cooper, 2009; h.
277).
3) Degenerasi ganas
Keguguran dapat menjadi korio karsinoma sekitar 15-20 %. Gejala
korio karsinoma adalah terdapat perdarahan berlangsung lama,
terjadi pembesaran/perlunakan rahim (Trias Acosta Sison), terdapat
metastase ke vagina atau lainnya (Manuaba, 2010; h. 291).
4) Penyulit saat melakukan kuretase
Dapat terjadi perforasi dengan gejala kuret terasa tembus, penderita
kesakitan, penderita syok, dan dapat terjadi perdarahan dalam perut
dan infeksi dalam abdomen (Manuaba, 2010; h. 291).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
g. Penatalaksanaan abortus inkomplit
1) Bila ada tanda-tanda syok seperti, tekanan darah menurun (tekanan
sistolik <90 mm Hg), nadi cepat (> 90x/menit), dan lemah akibat
perdarahan (< 30x/menit), maka atasi dahulu dengan ABC yang
terdiri atas menjaga fungsi saluran napas (Airway), pernapasan
(Breathing), dan sirkulasi darah (Circulation) melalui pemberian
cairan dan tranfusi darah (Prawirohardjo, 2008; h. 403).
2) Pemberian obat-obatan uterotonika dan antibiotika apabila terjadi
infeksi, seperti amphisilin 3x1000 mg dan metronidazol 3x500mg
(Prawirohardjo, 2009; h. 151).
3) Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode
digital atau cunam ovum pada hasil konsepsi yang terperangkap
pada servik yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang. Bila
perdarahan terus berlangsung (perdarahan hebat) dan usia gestasi
kurang dari 16 minggu, segera lakukan evakuasi sisa hasil konsepsi
dengan AVM atau D & K (Prawirohardjo, 2009; h. 149-150).
4) Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang
melekat pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan
memanipulasi instrumen (sendok kuret) kedalam kavum uteri.
Sendok kuret akan melepaskan jaringan tersebut dengan teknik
pengwrokan secarasistematik (Prawirohardjo, 2009; h. 441) .
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
1. Tinjauan teori manajemen kebidanan menurut Helen Varney
Proses manajemen varney terdiri dari 7 langkah varrney yang dimulai
dengan mengumpulkan data dasar dan berakhir dengan evaluasi. Setiap
langkah dapat diuraikan menjadi langkah-langkah yang lebih rinci dan dapat
berubah sesuai dengan kebutuhan klien. Berikut tujuh langkah manajemen
kebidanan menurut Varney.
Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Pada langkah pertama, dilakukan pemgkajian melalui pengumpulan
semua data dasar yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien secara
lengkap, yaitu riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik sesuai kebutuhan,
peninjauan catatan terbaru atau catatan sebelumnya dan data laboratorium,
serta perbandingannya dengan hasil studi.
Semua informasi yang akurat dikumpulkan dari semua sumber yang
berkaitan dengan kondisi klien. Bidan mengumpulkan data dasar awal yang
lengkap. Jika klien mengalai komplikasi yang perllu dikonsultasikan kepada
dokter dalam manajemen kolaborasi, bidan akan melakukan konsultasi. Pada
keadaan tertent, dapat terjadi langkah pertama tumpang tindih dengan
langkah V dan VI (atau menjadi bagian langkah tersebut) karena data yang
diperlukan didapat dari hasil pemeriksaan laboratorium atau pemeriksaan
diagnostik yang lain (Saminem, 2009; h. 15-16).
Langkah II: Interpretasi Data Dasar
Pada langkah ini, dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang benar atas
data yang telah dikumpulkan. Data dasar yang dikumpulkan akan
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
diinterpretasikan sehingga ditemukan masalah atau diagnosis yang spesifik.
Istilah masalah dan diagnosis digunakan karena beberapa masalah tidak
dapat diselesaikan, seperti diagnosis, tetapi membutuhkan penanganan yang
dituangkan ke dalam rencana asuhan terhadap klien.
Masalah sering berkaitan dengan pasien/klien yang di identifikasi oleh
bidan sesuai dengan pengarahan, dan masalah ini sering menyertai
diagnosis. Sebagai contoh, diperoleh diagnosis kemungkinan wanita hamil,
dan masalah yang berhubungan dengan diagnosis ini adalah wanita tersebut
mungkin tidak menginginkan kehamilannya (Saminem, 2009; h. 16).
Langkah III : Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial
Pada langkah ini, bidan mengidentifikasi masalah atau diagnosis
potensial lain berdasarkan rangkaian masalah dan diagnosa yang sudah
diidentifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, jika memungkinkan
dilakukan pencegahan. Sambil mengamati kondisi klien, bidan diharapkan
dapat bersiap jika diagnosa atau masalah potensial benar-benar terjadi.
Langkah ini menentukan cara bidan melakukan asuhan yang aman
(Saminem, 2009; h. 16-17).
Langkah IV: Identifikasi Perlunya Penanganan Segera.
Bidan atau dokter mengidentifikasi perlunnya tindakan segera dan
atau konsultasi maupun penanganan bersama dengan anggota tim
kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi klien.
Langkah keempat mencerminkan kesinambungan proses manajemen
kebidanan. Manajemen bukan hanya selama asuhan primer periodik atau
kunjungan prenatal, tetapi juga selama pasien/ wanita tersebut dalam
persalinan.
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Dalam kondisi tertentu, seorang wanita mungkin memerlukan
konsultasi atau kolaborasi dengan dokter atau tim kesehatan, misalnya
pekerjaan sosial, ahli gizi, atau ahli perawatan klinis bayi baru lahir. Dalam
hal ini, bidan harus mampu mengevaluasi kondisi setiap klien untuk
menentukan kepada siapa konsultasi dan kolaborasi yang paling tepat dalam
manajemen asuhan kebidanan (Saminem, 2009; h. 17-18).
Langkah V : Merencanakan Asuhan Menyeluruh
Pada langkah ini, direncanakan asuhan yang menyeluruh yang
ditentukan oleh langkah sebelumnya. Langkah ini merupakan kelanjutan
manajemen terhadap diagnosa atau masalah yang telah diidentifikasi atau
diantisipasi, pada langkah ini informasi atau data yang tidak lengkap dapat
dilengkapi.
Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang
sudah diidentifikasi dari kondisi pasien atau dari setiap masalah yang
berkaitan, tetapi juga dari kerangka pedoman antisipasi terhadap wanita
tersebut tentang apa yang akan terjadi berikutnya, apakah dibutuhkan
penyuluhan untuk masalah sosial ekonomi, budaya, atau psikologis.
Dengan kata lain asuhan terhadap pasien tersebut sudah mencakup
setiap hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap rencana
asuhan harus disetujui oleh kedua pihak, yaitu bidan dan klien, agar dapat
dilaksanakan dengan efektif karena klien merupakan bagian pelaksanaan
perencanaan tersebut. Oleh karena itu pada langkah ini tugas bidan adalah
merumuskan rencana asuhan sesuai hasil pembahasan rencana bersama
klien, kemudian membuat kesepakatan bersama sebelum melaksanakannya.
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Semua keputusan yang dikembangkan dalam asuhan menyeluruh ini
harus rasional dan benar-benar valid berdasarkan pengetahuan dan teori
yang up to date serta sesuai dengan asumsi tentang apa yang akan atau
tidak akan dilakukan klien (Saminem, 2009; h. 18-19).
Langkah VI : Pelaksanaan Rencana
Pada langkah ini, rencana asuhan menyeluruh yang diuraikan pada
langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan aman. Perencanaan ini
dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau sebagian dilakukan oleh bidan,
dan senagian lagi oleh klien atau anggota tim kesehatan lainnya. Jika bidan
tidak melakukannya sendiri, ia tetap memikul tanggung jawab untuk
mengarahkan pelaksanaannya (misalnya memastikan agar langkah-langkah
tersebut terlaksana).
Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi dengan dokter untuk
menangani klien yang mengalami komplikasi, keterlibatan bidan alam
manajemen asuhan bagi klien adalah bertanggung jawab terhadap
terlaksananya rencana asuhan bersama yang menyeluruh tersebut.
Manajemen yang efisien akan menghemat waktu dan biaya serta
meningkatkan mutu asuhan klien (Saminem, 2009; h. 19-20).
Langkah VII: Evaluasi
Pada langkah ini, dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang
sudah diberikan meliputi pemenuhan kebutuhan bantuan yang diidentifikasi
dalam masalah dan diagnosis.
Rencana tersebut dapat dianggap efektif jika pelaksanaannya efektif.
Ada kemungkinan rencana tersebut efektif, sedang sebagian yang lain belum
efektif. Mengingat proses manajemen asuhan ini merupakan suatu kontinum,
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
perlu mengulang kembali dari awal setiap asuhan yang tidak efektif melalui
proses manajemen untuk mengidentifikasi mengapa prosesmanajemen tidak
efektuf serta melakukan penyesuaian pada rencana asuhan tersebut
(Saminem, 2009; h. 20).
Pelayanan kesehatan ibu dilakukan dengan menyeluruh melalui
sebuah pendekatan manajemen, yang melibatkan kerja tim melalui sebuah
kelompok, kelompok tersebut bekerja melalui tim yang dibentuk dengan
koordinasi yang tepat dalam unit pelayanan kebidanan. Pengkoordinasian
dapat dilakukan oleh seorang manajer kebidanan yang dapat mengatur dan
mengarahkan timnya sesuai dengan fungsi manajerial (Syafrudin, 2009; h.
130-134).
2. Teori Manajemen Kebidanan dengan SOAP
S : Subjektif
Pendokumentasian dari hal pengumpulan data dari anamnesa/ bertanya
secara langsung ke pasien mengenai keluhan yang dirasakan yang
berhubungan dengan diagnosa (Syafrudin, 2009; h. 176-177).
O : Objektif
Pendokumentasian dari hasil pemeriksaan fisik, hasil lab, dan tes
diagnostik lain yang merumuskan dalam data fokus untuk mendukung
assessment (Syafrudin, 2009; h. 177).
A : Assessment
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan analisa dan
interpretasi, objektif dalam suatu identifikasi.
1. Diagnosa/masalah
2. Antisipasi diagnosa lain.
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
P : Planning
Perencanaan, membuat rencana saat itu atau yang akan datang. Proses
ini termasuk kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien dan tindakan
yang diambil harus membantu pasien mencapai kemajuan dalam
kesehatan dan harus mendukung rencana dokter bila itu dalam
manajemen kolaborasi atau rujukan (Syafrudin, 2009; h. 177).
3. Penerapan Asuhan Kebidanan pada Abortus Inkomplit
Langkah I : PENGKAJIAN
a. Data Subjektif
1) Identitas klien/ pasien
a) Nama
Dikaji sebagai identitas yang jelas mulai dari nama pasien
yang harus jelas dan lengkap, nama depan dan nama tengah (bila
ada), nama keluarga, dan nama panggilan akrabnya. Tujuannya
untuk membedakan dan mengenali identitas klien yang satu
dengan yang lain (Matondang dkk, 2003; h. 5).
b) Usia/umur
Pada wanita yang berusia kurang dari 20 tahun dan
mereka yang usianya lebih dari 40 tahun beresiko lebih tinggi
mengalami abortus spontan (Cunningham, 2006; h. 951).
c) Pekerjaan
Peningkatan resiko abortus spontan pada pada para
perawat gigi yang terpajan nitrogen oksida selama 3 jam atau
lebih di kamar praktek tanpa alat pembersih, tetapi tidak pada
kamar praktek yang menggunakan alat pembersih. Sedangkan
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
sebelum adanya alat pembersih, terdapat peningkatan resiko
abortus spontan pada wanita yang terpapar gas-gas anestetik
ditempat kerja (Cunningham, 2006; h. 955).
d) Alamat
Pada lingkungan yang terpapar bahan tertentu seperti
arsen, timbal, formaldehida, benzena, dan etilen oksida dapat
menyebabkan abortus (Cunningham, 2006; h. 955).
2) Keluhan utama
Adanya keterlambatan haid atau amenorea kurang dari 20
minggu yang disertai perdarahan pervaginam, padat pula disertai
jaringan dan rasa nyeri atau kram terutama di daerah supra simfisis.
Pada abortus inkomplit jika sebagian hasil konsepsi telah keluar,
namun sebagian masih tertinggal di dalam rahim dan ostium uteri
eksternum dijumpai terbuka, kadang-kadang teraba adanya jaringan
atau bahkan kadang menonjol di ostium (Achadiat, 2009; h. 27).
3) Riwayat kesehatan
a) Riwayat kesehatan dahulu
Untuk mengetahui apakah klien/pasien dahulu memiliki
riwaya penyakit kronik seperti herpes simplek, dan HIV
(Cunningham, 2006; h. 953); Penyakit menahun ibu seperti
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, penyakit diabetes
melitus, dan penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis,
malaria dan sifilis (Manuaba, 2010; h. 289).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
b) Riwayat kesehatan sekarang
Untuk mengetahui apakah klien/pasien memiliki riwayat
penyakit kronok seperti herpes simplek, HIV (Cunningham, 2006;
h. 953); Penyakit menahun ibu seperti hipertensi, penyakit ginjal,
penyakit hati, dan penyakit diabetes melitus, dan penyakit infeksi
seperti pneumonia, tifus abdominalis, malaria dan sifilis
(Manuaba, 2010; h. 289).
c) Riwayat kesehatan keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam pihak keluarga ada
yang memiliki riwayat penyakit kronok seperti herpes simplek, HIV
(Cunningham, 2006; h. 953); Penyakit menahun seperti
hipertensi, penyakit ginjal, penyakit hati, dan penyakit diabetes
melitus, dan penyakit infeksi seperti pneumonia, tifus abdominalis,
malaria dan sifilis (Manuaba, 2010; h. 289).
4) Riwayat Obstetri
a) Riwayat Haid
Pada kejadian abortus ditandai dengan gejala keterlambatan
datang bulan, terjadi perdarahan yang disertai sakit perut, dan
dapat diukuti oleh pengeluaran hasil konsepsi (Manuaba, 2010; h.
291). Sedangkan pada abortus inkomplit ditandai dengan adanya
perdarahan memanjang hingga terjadi keadaan anemis
(Manuaba, 2010; h. 291); adanya nyeri/kontraksi rahim
(Sastrawinata, 2005; h. 7).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
b) Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu
Dikaji untuk mengetahui riwayat kehamilan, persalinan dan nifas
yang lalu apa pernah mengalami kejadian abortus spontan atau
kehamilan ektopik (Kriebs dan Gegor, 2010; h. 248). Wanita
dengan abortus spontan tiga kali atau lebih beresiko lebih besar
mengalami kelahiran preterm, plasenta previa, presentasi bokong,
dan malformasi janin pada kehamilan berikutnya (Cunningham,
2006; h. 965).
c) Riwayat kehamilan sekarang
Pada kehamilan sekarang pasien/klien mengeluh mengalami
keterlambatan haid atau amenorea kurang dari 20 minggu yang
disertai perdarahan pervaginam, padat pula disertai jaringan dan
rasa nyeri atau kram terutama di daerah supra simfisis (Achadiat,
2009; h. 27). Pada abortus inkomplit klien mengalami amenorhea,
disertai dengan PP test positif (+), perdarahn dari jalan hahir
biasanya banyak dan dapat disertai syok (Sastrawinata, 2005; h.
7).
5) Riwayat pernikahan
Kejadian abortus biasanya dipengaruhi pada usia nikah ibu dan
suami yang masih muda dan jumlah paritas yang dekat (wanita yang
hamil dalam 3 bulan setelah melahirkan aterm) beresiko mengalami
abortus (Leveno, 2009; h. 54).
6) Riwayat KB
Tidak ada bukti yang mendukung bahwa kontrasepsi oral atau zat
spermisida yang digunakan dalam krim dan jeli kontrasepsi
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
menyebabkan peningkatan kejadian abortus. Namun alat
kontrasepsi dalam rahim berkaitan dengan peningkatan insiden
abortus septik setelah kegagalan kontrasepsi (Cunningham, 2006; h.
955).
7) Pola kebutuhan sehari-hari
a) Pola Nutrisi
Tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa defisiensi salah satu zat
gizi atau defisiensi sedang semua nutrien merupakan penyebab
abortus yang penting (Cunningham, 2006; h. 954). Bagi
pengkonsumsi kopi dalam jumlah lebih dari empat cangkir per hari
tampaknya sedikit meningkatkan resiko abortus. Namun, apabila
mengkonsumsi kafein dalam jumlah sedang kecil
kemungkinannya menyebabkan abortus spontan (Cunningham,
2006; h. 955).
b) Pola Eliminasi
Dikaji untuk mengetahui kebiasaan ibu buang air besar maupun
buanag air kecil selama kehamilan, buang air kecil normalnya
500cc/24jam (Manuaba, 2010; h. 94). Pada kasus abortus tidak
ada pengaruh terhadap buang air besar melainkan pada buang
air kecil pelu dilakukan pemantauan volume urine selama 24 jam
(minimal 30cc/satu jam) (Manuaba, 2007; h. 690).
c) Pola Istirahat
Istirahat sangat diperlukan oleh pasien/klien pada kasus abortus
inkomplite untuk mempersiapkan energi menghadapi proses
kuretase (Manuaba, 2007; h. 688).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
d) Pola Aktifitas
Peningkatan resiko abortus spontan pada wanita yang terpapar
gas-gas anestetik ditempat kerja (Cunningham, 2006; h. 955).
e) Aktifitas seksual
Senggama terakhir berpengaruh terhadap nyeri atau perdarahan
yang dialami (Kriebs dan Gegor, 2010; h. 248).
8) Kultural
Pada klien yang memiliki kebiasaan merokok dan
mengkonsumsi alkohol selama 8 minggu kehamilan dapat
menyebabkan resiko terjadinya abortus spontan (Cunningham, 2006;
h. 954).
9) Lingkungan yang berpengaruh
Pada sebagian besar kasus, menunjukkan bahan tertentu di
lingkungan sebagai penyebab; namun, terdapat bukti bahwa arsen,
timbal, formaldehida, benzena, dan etilen oksida dapat menyebabkan
abortus (Cunningham, 2006; h. 955).
Pada lingkungan yang terdapat hewan seperti kucing, tikus,
dan hewan peliharaan lain, berpengaruh dapat menimbulkan cacat
kongenital yang berat serta multipel, persalinan prematur atau
abortus. Jalur kontaminasinya melalui makanan yang
terkontaminasioleh kotoran hewan tersebut dalam bentuk kista yang
tidak mati saat dimasak (Manuaba, 2010; h. 340).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
b. Data Objektif
1) Keadaan umum
Pada abortus inkomplite keadaan umum pasien/klien terlihat
lemah, karena terjadi perdarahan memanjang sampai terjadi keadaan
anemis (Manuaba, 2010; h. 294).
2) Tanda Vital
a) Tekanan darah
Pada kejadian abortus yang sudah terdapat tanda-tanda syok
tekanan sistolik kurang dari 90 mmHg (Prawirohardjo, 2009; h.
148).
b) Nadi
Pada kejadian abortus sampai dengan syok maka frekuensi
nadinya diatas 90x/menin (Manuaba, 2007; h. 690). Adapun
reverensi lain menyebutkah bahwa pada kejadian abortus yang
mengalami syok, maka frekuensi nadi lebih dari 112x/menit
(Prawirohardjo, 2009; h. 148).
c) Suhu
Pada kasus abortus inkomplit suhu tubuh pasien >38°C karena
terjadinya infeksi sehingga mengakibatkan demam (Manuaba,
2010; h. 294). Adapun reverensi lain menyebutkan pada kejadian
abortus yang mengalami syok, temperatur diatas 38,5°C
(Manuaba, 2007; h. 690).
d) Respirasi
Pada penderita abortus mengalami peningkatan respirasi
>20x/menit karena telah terjadi syok (Manuaba, 2010; h. 294).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
3) Berat badan
Dikaji untuk mengetahui kenaikan berat badan ibu selama
hamil dalam keadaan normal atau tidak, dimana pertambahan berat
badan selama kehamilan dikatakan normal antara 6,5 kg sampai 16,5
kg selama hamil atau terjadi kenaikan berat badan sekitar 0,5
kg/minggu (Manuaba, 2010; h. 95).
4) Status Present
a) Muka : Pada abortus inkomplit muka terlihat pucat,
karena pada kejadian abortus inkomplit
mengalami perdarahan memanjang, hingga
terjadi keadaan anemis (Manuaba, 2010; h.
294).
b) Mata : Pada klien yang mengalami abortus inkomplit
konjungtiva terlihat anemis, karena
mengalami perdarahan banyak (Manuaba,
2010; h. 294).
c) Leher : Autoantibodi tiroid menyebabkan peningkatan
kejadian abortus walaupun tidak terjadi
hipotiroidisme yang nyata (Cunningham,
2006; h. 954).
d) Abdomen : Pada kejadian abortus ditandai adanya nyeri
perut dan di ikuti oleh pengeluaran hasil
konsepsi (Manuaba, 2010; h. 291).
Sedangkan pada abortus inkomplet ditandai
adanya nyeri/kontraksi rahim (Sastrawinata,
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
2005; h. 7). Uterus lebih kecil dari usia
gestasi (Kurniawati dan Mirzanie, 2009; h. VII
4).
e) Genitalia : Melihat bentuk, warna, pembengkakan, luka,
varices, kelenjar bartholini, pengeluaran
cairan (warna, konsistensi, jumlah, bau), nyeri
tekan, hemoroid (Muslihatun, Nufdlilah, dan
setiyawati, 2011;h. 137-138). Pada kejadian
abortus inkomplet akan mengalami
perdarahan yang banyak dari jalan hahir dan
sebagian hasil konsepsi telah keluar, namun
sebagian masih tertinggal di dalam rahim dan
ostium uteri eksternum dijumpai terbuka
(Achadiat, 2009; h. 27).
5) Status Obstetrikus
a) Inspeksi muka : Adanya kloasma gravidarum yang dipengaruhi
oleh melanophore stimulating hormone
(MSH) (Manuaba, 2010; h. 107).
b) Dada : Mamae membesar, puting susu makin
menonjol, areola hiperpigmentasi, kelenjar
montgomeri menonjol, karena dipengaruhi
oleh melanophore stimulating hormone
(MSH) (Manuaba, 2010; h. 107-108).
c) Abdomen : Adanya strie nigra dan linea alba makin hitam,
karena dipengaruhi oleh melanophore
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
stimulating hormone (MSH) (Manuaba, 2010;
h. 107). Pada kasus abortus inkomplit
abortus inkomplit adanya nyeri/kontraksi
rahim dan uterus lebih kecil dari usia gestasi
(Kurniawati dan Mirzanie, 2009; h. VII 4).
d) Genitalia : Pada kasus abortus inkomplit akan mengalami
perdarahan banyak dan sebagian hasil
konsepsi telah keluar, namun sebagian masih
tertinggal di dalam rahim dan ostium uteri
eksternum dijumpai terbuka (Achadiat, 2009;
h. 27).
e) Pemeriksaan dalam : Pada abortus inkomplit ostium uteri
terbuka dan teraba sisa jaringan buah
kehamilan (Sastrawinata, 2005; h. 7).
6) Pemeriksaan Penunjang
USG : Gambaran abortus inkomplit tidak spesifik,
bergantung pada usia kehamilan dan banyaknya
sisa jaringan konsepsi yang tertinggal di dalam
kavum uteri. Kadang-kadang gambaran sisa
konsepsi sulit dibedakan dari bekuan darah
(Prawirohardjo, 2008; h. 256).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
Langkah II : INTERPRETASI DATA DASAR
a. Diagnosa Kebidanan
Ny...,G...P..A.., Umur...tahun, hamil...minggu dengan abortus inkomplit.
Berdasarkan teori peningkatan kejadian abortus juga dipengaruhi oleh
paritas ibu (Cunningham, 2006; h. 951).
Data Dasar
1) Data Subjektif
a) Biasanya abortus terjadi pada atau sebelum umur kehamilan 22
minggu atau buah kehamilan belum mampu hidup di luar
kandungan (Prawirohardjo, 2009; h. 145).
b) Riwayat kehamilan apabila ibu mengalami kehamilan lagi dalam
waktu 3 bulan setelah melahirkan bayi aterm (Cunningham, 2006;
h. 951).
2) Data Objektif
a) Keadaan Umum
Pada abortus inkomplite keadaan umum pasien/klien
terlihat lemah, karena terjadi perdarahan memanjang sampai
terjadi keadaan anemis (Manuaba, 2010; h. 294).
b) Tanda Vital
(1) Tekanan Darah
Pada kejadian abortus yang sudah terdapat tanda-tanda
syok tekanan sistolik <90 mmHg (Prawirohardjo, 2009; h.
148).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
(2) Nadi
Pada kejadian abortus sampai dengan syok maka
frekuensi nadinya >90x/menin (Manuaba, 2007; h. 690).
(3) Suhu
Pada kasus abortus inkomplete suhu tubuh pasien
>38°C karena terjadinya infeksi sehingga mengakibatkan
demam (Manuaba, 2010; h. 294).
(4) Respirasi
Pada penderita abortus mengalami peningkatan respirasi
>20x/menit karena telah terjadi syok (Manuaba, 2010; h.
294).
c) Abdomen
Pada kasus abortus inkomplit adanya nyeri/kontraksi
rahim, Uterus lebih kecil dari usia gestasi (Kurniawati dan
Mirzanie, 2009; h. VII 4).
d) Genitalia
Pada kasus abortus inkomplet akan mengalami
perdarahan yang banyak dan sebagian hasil konsepsi telah keluar
namun sebagian masih tertinggal di dalam rahim dan ostium uteri
eksternum dijumpai terbuka (Achadiat, 2009; h. 27).
e) Pemeriksaan dalam
Pada pemeriksaan dalam ostium uteri terbuka dan teraba
sisa jaringan buah kehamilan (Sastrawinata, 2005; h. 7).
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
f) Pemeriksaan penunjang
USG : Gambaran abortus inkomplit tidak spesifik,
bergantung pada usia kehamilan dan banyaknya sisa jaringan
konsepsi yang tertinggal di dalam kavum uteri. Kadang-kadang
gambaran sisa hasil konsepsi sulit dibedakan dari bekuan darah
(Prawirohardjo, 2008; h. 256).
b. Masalah
Perasaan cemas karena terjadi perdarahan panjang sampai
terjadi anemis dan nyeri perut yang hebat, sehingga dalam hal ini pasien
perlu mendapatkan dukungan psikologis (Manuaba, 2010; h.294).
LANGKAH III: IDENTIFIKASI DIAGNOSIS ATAU MASALAH POTENSIAL
komplikasi atau penyulit yang menyertai kejadian abortus
diantaramnya Perdarahan, degenerasi ganas, penyulit saat melakukan
kuretase (Manuaba, 2010; h. 291); dan infeksi (Flaser dan Cooper, 2009; h.
277).
LANGKAH IV : IDENTIFIKASI PERLUNYA PENANGANAN SEGERA
Bidan atau dokter mengidentifikasi perlunya tindakan segera dan
atau kolaborasi dengan anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan
kondisi klien.
LANGKAH V : PERENCANAAN ASUAHAN MENYELURUH
Pada kasus abortus inkomplit rencana tindakan yang dapat dilakukan
adalah:
Bila ada tanda-tanda syok maka atasi dahulu dengan pemberian
cairan dan tranfusi darah. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
dengan metode digital dan kuretase. Setelah itu beri obat uterotonika dan
antibiotika.
LANGKAH VI: PELAKSANAAN RENCANA
Pelaksaan tindakan sesuai perencanaan pada kasus abortus
inkomplit, yaitu:
a. Bila ada tanda-tanda syok seperti, tekanan darah menurun (tekanan
sistolik <90 mm Hg), nadi cepat (> 90x/menit), dan lemah akibat
perdarahan (< 30x/menit), maka atasi dahulu dengan ABC yang terdiri
atas menjaga fungsi saluran napas (Airway), pernapasan (Breathing), dan
sirkulasi darah (Circulation) melalui pemberian cairan dan tranfusi darah
(Prawirohardjo, 2008; h. 403).
b. Pemberian obat-obatan uterotonika dan antibiotika apabila terjadi infeksi,
seperti amphisilin 3x1000 mg dan metronidazol 3x500mg (Prawirohardjo,
2009; h. 151).
c. Kemudian keluarkan jaringan secepat mungkin dengan metode digital
atau cunam ovum pada hasil konsepsi yang terperangkap pada servik
yang disertai perdarahan hingga ukuran sedang. Bila perdarahan terus
berlangsung (perdarahan hebat) dan usia gestasi kurang dari 16 minggu,
segera lakukan evakuasi sisa hasil konsepsi dengan AVM atau D & K
(Prawirohardjo, 2009; h. 149-150).
d. Kuretase adalah serangkaian proses pelepasan jaringan yang melekat
pada dinding kavum uteri dengan melakukan invasi dan memanipulasi
instrumen (sendok kuret) kedalam kavum uteri. Sendok kuret akan
melepaskan jaringan tersebut dengan teknik pengwrokan
secarasistematik (Prawirohardjo, 2009; h. 441) .
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
LANGKAH VII: EVALUASI
Memeriksa apakah rencana perawatan yang dilakukan benar-benar
telah mencapai tujuan, yaitu memenuhi kebutuhan klien maupun kebutuhan
perawatan kesehatan. Dikatakan berhasil apabila perdarahan berhenti,
keadaan pasien baik tidak anemis, dan suhu badan kembali normal
(manuaba, 2010, 294).
C. Aspek Hukum
Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 1464/ MENKES/
Per/X/2010, tentang izin dan penyelenggaraan praktik bidan dengan rahmat
tuhan yang maha esa, menteri kesehatan republik indonesia.
Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 1464/ MENKES/
Per/X/ 2010 pasal 9.
Bidan dalam menjalankan praktik, berwenang untuk memberikan
pelayanan yang meliputi :
1. Pelayanan kesehatan ibu;
2. Pelayanan kesehatan anak; dan
3. Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana.
Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia nomor 1464/ MENKES/
Per/X/2010 pasal 11.
1. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam pasal 9 huruf a
diberikan pada masa pra hamil, kehamilan, masa persalinan, masa nifas,
masa menyusui, dan masa antara dua kehamilan.
2. Pelayanan kesehatan ibu sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi:
a. Pelayanan konseling pada masa pra hamil;
b. Pelayanan antenatal pada kehamilan normal;
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012
c. Pelayanan persalinan normal;
d. Pelayanan ibu nifas normal;
e. Pelayanan ibu menyusui;
f. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan.
3. Bidan dalam memberikan pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat 2
berwenang untuk:
a. Episiotomo;
b. Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan II;
c. Penanganan kegawat daruratan, dilanjutkan dengan perujukan;
d. Pemberian tablet Fe pada ibu hamil;
e. Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas;
f. Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu
eksklusif;
g. Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan post partum;
h. Penyuluhan dan konseling;
i. Bimbingan pada kelompok ibu hamil;
j. Pemberian surat keterangan kematian; dan
k. Pemberian surat keterangan cuti bersalin.
Asuhan Kebidanan Ibu..., Iiswatun Ningsih Setiyawati, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2012