Post on 29-Jan-2016
description
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Bantuan Hidup Dasar (BHD) adalah usaha yang dilakukan untuk menjaga
jalan nafas (airway) tetap terbuka, menunjang pernafasan dan sirkulasi dan tanpa
menggunakan alat-alat bantu. Usaha ini harus dimulai dengan mengenali secara
tepat keadaan henti jantung atau henti nafas dan segera memberikan bantuan
sirkulasi dan ventilasi. Usaha BHD ini bertujuan dengan cepat mempertahankan
pasok oksigen ke otak, jantung dan alat-alat vital lainnya sambil menunggu
pengobatan lanjutan. Pengalaman menunjukkan bahwa resusitasi jantung paru
akan berhasil terutama pada keadaan “henti jantung” yang disaksikan (witnessed)
dimana resusitasi segera dilakukan oleh orang yang berada di sekitar korban.
Basic Life Support (BLS) atau dalam bahasa Indonesia dikenal sebagai
Bantuan Hidup Dasar (BHD) merupakan usaha yang dilakukan untuk
mempertahankan kehidupan pada saat pasien atau korban mengalami keadaan
yang mengancam jiwa.
Bantuan Hidup Dasar merupakan usaha untuk mempertahankan kehidupan
saat penderita mengalami keadaan yang mengancam nyawa dan atau alat gerak.
Pada kondisi napas dan denyut jantung berhenti maka sirkulasi darah dan
transportasi oksigen berhenti, sehingga dalam waktu singkat organ-organ tubuh
terutama organ fital akan mengalami kekurangan oksigen yang berakibat fatal
bagi korban dan mengalami kerusakan.
Jika pada suatu keadaan ditemukan korban dengan penilaian dini
terdapat gangguan tersumbatnya jalan nafas, tidak ditemukan adanya nafas dan
atau tidak ada nadi, maka penolong harus segera melakukan tindakan yang
dinamakan dengan istilah Bantuan Hidup Dasar (BHD).
Bantuan Hidup Dasar terdiri dari beberapa cara sederhana yang dapat
membantu mempertahankan hidup seseorang untuk sementara. Beberapa cara
sederhana tersebut adalah bagaimana menguasai dan membebaskan jalan nafas,
bagaimana memberikan bantuan penafasan dan bagaimana membantu
4
mengalirkan darah ke tempat yang penting dalam tubuh korban, sehingga pasokan
oksigen ke otak terjaga untuk mencegah matinya sel otak.
Penilaian dan perawatan yang dilakukan pada bantuan hidup dasar sangat
penting guna melanjutkan ketahapan selanjutnya. Hal ini harus dilakukan secara
cermat dan terus menerus termasuk terhadap tanggapan korban pada proses
pertolongan. Bila tindakan ini dilakukan sebagai kesatuan yang lengkap maka
tindakan ini dikenal dengan istilah Resusitasi Jantung Paru (RJP).
2.2 Tujuan Bantuan Hidup Dasar (BHD)
Tujuan dilakukannya tindakan Bantuan Hidup Dasar (BHD) yaitu sebagai
berikut.
1. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi oksigenasi organ-organ vital
(Otak, Jantung & Paru)
2. Mempertahankan hidup dan mencegah kematian
3. Mencegah komplikasi yang bisa timbul akibat kecelakaan
4. Mencegah tindakan yang dapat membahayakan korban
5. Melindungi orang yang tidak sadar.
2.3 Konsep The American Heart Association (AHA) 2010
American Heart Association(AHA) merupakan sumber utama algoritma
bantuan hidup dasar yang telah dijadikan acuan sistem kesehatan di berbagai
negara. Algoritma AHA yang telah lazim diketahui dan menjadi bahan pelatihan
bantuan hidup dasar adalah panduan yang diterbitkan tahun 2005.
Terhitung sejak tahun 2010, AHA telah mengeluarkan update terbaru
berisi rekomendasi baru mengenai bantuan hidup dasar. Panduan terbaru 2010
merupakan hasil evaluasi dari implementasi panduan bantuan hidup dasar tahun
2005 dan dipadu dengan evidence based terbaru.
Evaluasi dilakukan secara menyeluruh mencakup urutan dan prioritas
langkah-langkah CPR dan disesuaikan dengan kemajuan ilmiah saat ini untuk
mengidentifikasi faktor yang mempunyai dampak terbesar pada kelangsungan
5
hidup. Atas dasar kekuatan bukti yang tersedia, mereka mengembangkan
rekomendasi yang hasilnya menunjukkan paling menjanjikan.
Rekomendasi 2010 Pedoman mengkonfirmasi keamanan dan efektivitas
dari banyak pendekatan, mengakui ketidakefektifan orang lain, dan
memperkenalkan perawatan baru berbasis evaluasi bukti intensif dan konsensus
para ahli. Kehadiran rekomendasi baru ini tidak untuk menunjukkan bahwa
pedoman sebelumnya tidak aman atau tidak efektif, melainkan untuk
menyempurnakan rekomendasi terdahulu.
Berikut disertakan beberapa ulasan latar belakang munculnya rekomendasi
baru panduan bantuan hidup dasar 2010:
1. Evaluasi 4 chains of survival
Early recognition & activation, Early CPR, Early defibrilation, Early
access to EMS adalah 4 prinsip utama yang selama ini dianut dalam bantuan
hidup dasar. Evaluasi mendalam beserta evidence based terbaru menyatakan
bahwa ada poin tambahan yang sebenarnya esensial, namun terabaikan.
Rekomendasi terbaru akan dibahas pada bagian lain dari artikel ini.
2. Evaluasi kualitas pelaksanaan Cardio Pulmonary Rescucitation (CPR)
Menurut fakta di lapangan, pelaksanaan CPR sering tidak memenuhi
kualitas yang diharapkan. Berbagai faktor ikut mempengaruhi kualitas
dilaksanakannya CPR yang berkualitas termasuk kesiapan mental penolong
awam hingga kelelahan yang tidak disadari penolong. Syarat kualitas baik dari
pelaksanaan CPR akan dibahas pada bagian lain dari artikel ini.
3. Evaluasi pelaksanaan CPR pada penolong dengan perbedaan latar belakang
Didapatkan data bahwa pelaksanaan panduan bantuan hidup dasar 2005
oleh penolong awam tidak sesuai dengan prinsip-prinsip pada CPR. Poin yang
sering terlupakan adalah menghindari keterlambatan kompresi dada dan
terlalu lama memeriksa adanya denyut nadi. Kelalaian dalam poin-poin
tersebut berakibat sangat fatal dalam menurunkan kemungkinan berhasilnya
CPR. Oleh karena itu, didasarkan pada latar belakang demikian, perbedaan
panduan berdasarkan kemampuan penolong direkomendasikan dalam panduan
terbaru.
6
Chain of survival menurut AHA 2010 yaitu sebagai berikut.
1. Immediate recognition and activation of emergency response system
2. Early CPR
3. Early defibrilation
4. Effective advanced life support
5. Integrated post-cardiac arrest care
BLS (basic life support / bantuan hidup dasar) 2010 AHA menekankan
empat aspek fundamental meliputi mengenali dengan segera korban yang
mengalami henti jantung, segera meminta bantuan gawat darurat, segera
dilakukan resusitasi jantung paru (RJP) yang berkualitas tinggi dan segera
dilakukan defibrilasi jantung menggunakan AED (Automatic External
Defibrilator).
Setelah mengevaluasi berbagai penelitian yang telah dipublikasi selama
lima tahun terakhir AHA mengeluarkan Panduan Resusitasi Jantung Paru (RJP)
2010. Fokus utama RJP 2010 ini adalah kualitas kompresi dada. Berikut ini adalah
beberapa perbedaan antara Apnduan RJP 2005 dengan RJP 2010.
1. Bukan ABC lagi tapi CAB
Sebelumnya dalam pedoman pertolongan pertama, kita mengenal ABC :
airway, breathing dan chest compressions, yaitu buka jalan nafas, bantuan
pernafasan, dan kompresi dada. Saat ini kompresi dada didahulukan, baru
setelah itu kita bisa fokus pada airway dan breathing. Pengecualian satu-
satunya adalah hanya untuk bayi baru lahir. Namun untuk RJP bayi, RJP anak,
atau RJP dewasa, harus menerima kompresi dada sebelum kita berpikir
memberikan bantuan jalan nafas.
7
Gambar 1CPR C-A-B Airway menurut AHA 2010
2. Tidak ada lagi look, listen dan feel
Kunci utama menyelamatkan seseorang dengan henti jantung adalah
dengan bertindak, bukan menilai. Telepon ambulans segera saat kita melihat
korban tidak sadar dan tidak bernafas dengan baik. Percayalah pada nyali
anda, jika anda mencoba menilai korban bernafas atau tidak dengan
mendekatkan pipi anda pada mulut korban, itu boleh-boleh saja. Tapi tetap
saja sang korban tidak bernafaas dan tindakan look feel listen ini hanya akna
menghabiskan waktu
3. Kompresi dada lebih dalam lagi
Seberapa dalam anda harus menekan dada telah berubah pada RJP
2010 ini. Sebelumnya adalah 1 ½ sampai 2 inchi (4-5 cm), namun sekarang
AHA merekomendasikan untuk menekann setidaknya 2 inchi (5 cm) pada
dada.
4. Kompresi dada lebih cepat lagi
AHA mengganti redaksi kalimat disini. Sebelumnya tertulis: tekanan
dada sekitar 100 kompresi per menit. Sekarang AHA merekomndasikan kita
untuk menekan dada minimal 100 kompresi per menit. Pada kecepatan ini, 30
kompresi membutuhkan waktu 18 detik.
5. Hands only CPR
Ada perbedaan teknik dari yang tahun 2005, namun AHA mendorong
RJP seperti ini pada 2008. AHA masih menginginkan agar penolong yang
tidak terlatih melakukan Hands only CPR pada korban dewasa yang pingsan
8
di depan mereka. Pertanyaan besarnya adalah: apa yang harus dilakukan
penolong tidak terlatih pada korban yang tidak pingsan di depan mereka dan
korban yang bukan dewasa/ AHA memang tidak memberikan jawaban tentang
hal ini namun ada saran sederhana disini: berikan hands only CPR karena
berbuat sesuatu lebih baik daripda tidak berbuat sama sekali.
6. Kenali henti jantung mendadak
RJP adalah satu-satunya tata laksana untuk henti jantung mendadak
dan AHA meminta kita waspada dan melakukan RJP saat itu terjadi.
7. Jangan berhenti menekan
Setiap penghentian menekan dada berarti menghentikan darah ke otak
yang mengakibatkan kematian jaringan otak jika aliran darah berhenti terlalu
lama. Membutuhkan beberapa kompresi dada untuk mengalirkan darah
kembali. AHA menghendaki kita untuk terus menekan selama kita bisa. Terus
tekan hingga alat defibrilator otomatis datang dan siap untuk menilai keadaan
jantung. Jika sudah tiba waktunya untuk pernafasan dari mulut ke mulut,
lakukan segera dan segera kembali pada menekan dada.
Tanggal 18 obtober 2010 lalu AHA (American Hearth Association)
mengumumkan perubahan prosedur CPR (Cardio Pulmonary Resuscitation)
atau dalam bahasa Indonesia disebut RJP (Resusitasi Jantung Paru) yang
berbeda dari prosedur sebelumnya yang sudah dipakai dalam 40 tahun
terakhir. Perubahan tersebut ada dalam sistematikanya, yaitu sebelumnya
menggunakan A-B-C (Airway-Breathing-Circulation) sekarang menjadi C-A-
B (Circulation – Airway – Breathing). Namun perubahan yang ditetapkan
AHA tersebut hanya berlaku pada orang dewasa, anak, dan bayi. Perubahan
tersebut tidak berlaku pada neonatus.
Perubahan tersebut menurut AHA adalah mendahulukan pemberian
kompresi dada dari pada membuka jalan napas dan memberikan napas buatan
pada penderita henti jantung. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa
teknik kompresi dada lebih diperlukan untuk mensirkulasikan sesegera
9
mungkin oksigen keseluruh tubuh terutama organ-organ vital seperti otak,
paru, jantung dan lain-lain.
Menurut penelitian AHA, beberapa menit setelah penderita mengalami
henti jantung masih terdapat oksigen pada paru-paru dan sirkulai darah. Oleh
karena itu memulai kompresi dada lebih dahulu diharapkan akan memompa
darah yang mengandung oksigen ke otak dan jantung sesegera mungkin.
Kompresi dada dilakukan pada tahap awal selama 30 detik sebelum
melakukan pembukaan jalan napas (Airway) dan pemberian napar buatan
(bretahing) seperti prosedur yang lama.
AHA selalu mengadakan review “guidelines” CPR setiap 5 tahun
sekali. Perubahan dan review terakhir dilakukan pada tahun 2005 dimana
terjadi perubahan perbandingan kompresi dari 15 : 2 menjadi 30 : 2.
Berikut adalah beberapa keynote dan highlights dari rekomendasi terbaru
panduan bantuan hidup dasar:
1. Pemeriksaan fungsi sirkulasi berupa perabaan denyut nadi selama 10 detik
hanya direkomendasikan bagi tenaga medis. Rekomendasi tersebut
dipertimbangkan atas dasar:
a. Perabaan denyut nadi selama 10 detik sering kali tidak mencerminkan
fungsi sirkulasi korban.
b. Penekanan CPR terutama pada kompresi dada ditujukan pada penolong
orang awam, sehingga diharapkan pemeriksaan fungsi sirkulasi tidak
menunda pelaksanan kompresi dada.
c. Pemeriksaan sirkulasi dengan perabaan nadi bagi penolong awam terlalu
memakan banyak waktu sehingga terjadi penundaan CPR
d. Penolong awam kerap menemui kesulitan dalam mendeteksi apakah fungsi
sirkulasi pasien berfungsi atau tidak
2. Meminimalisir keterlambatan kompresi dada adalah prinsip utama.
3. “Look, feel, listen” untuk evaluasi fungsi pernapasan tidak lagi
direkomendasikan.
10
a. Penolong, baik awam ataupun tenaga kesehatan terlatih, sebaiknya segera
memulai CPR jika menemukan korban dewasa yang tidak sadar dan tidak
bernapas atau tidak bernapas dengan normal (gasping). Hal ini
dikarenakan pelaksanaan evaluasi fungsi pernapasan terlalu memakan
banyak waktu (10 detik).
4. Perubahan konsep ABC (airway – breathing – Chest Compressions) menjadi
CAB (Chest Compression – Airway – Breathing) bagi korban dewasa.
a. Perubahan mendasar ini terutama hanya diperuntukkan bagi penolong
awam terlatih.
b. Penyebab henti jantung tersering adalah VF dan pulseless VT yang terapi
utamanya adalah kompresi dada dan defibrilasi. Jika pada keadaan
demikian penolong menunda dilakukannya kompresi dada, kemungkinan
terjadinya Return of Spontaneous Circulation (ROSC) sangat kecil.
c. Pada kenyataannya algoritma ABC sering menimbukan penundaan untuk
melakukan kompresi dada.
d. Algoritma ABC dimulai dengan prosedur yang sulit bagi orang awam
yaitu membuka jalan napas dan memastikan napas masuk.
5. Prototipe CPR yang diperuntukkan bagi penolong dengan latar belakang
berbeda. Hl ini didasarkan pada berbagai pertimbangan yang telah dijelaskan
sebelumnya.
a. Hands-only CPR yang diperuntukkan bagi penolong awam.
b. Conventional CPR yang diperuntukkan bagi penolong awam terlatih dan
tenaga medis.
c. CPR + defibrilasi yang diperuntukkan bagi tenaga medis terlatih.
Berikut adalah syarat CPR dengan kualitas baik:
1. Frekuensi baik (100 x/min)
2. Kedalaman baik (sekurang-kurangnya 5 cm pada orang dewasa dan 1/3
tebal dada pada anak-anak)
3. Memberikan kesempatan bagi dada untuk mengembang sempurna
11
4. Meminimalisir interupsi dalam kompresi dada
5. Menghindari ventilasi yang berlebihan.
Algoritma BLS 2010
Gambar 2
Algoritma BLS 2010
Berikut ini merupakan beberapa uraian penjelasan dari skema alur (Alogaritma)
BLS 2010.
1. AMAN
Pastikan kondisi aman bagi penolong maupun korban.Resusitasi Jantung
Paru (RJP)dilakukan pada permukaan yang keras dan rata.
2. CEK RESPON
12
Cek respon korban sadar atau tidak. Bisa dengan menepuk dan memanggil
korban secara keras misal “Pak.. pak..!” serta merangsang respon nyeri dengan
cubitan di bawah bahu depan korban. Langkah ini dilakukan sambil
mengobservasi nafas korban secara visual dengan cara melihat naik-turunya
dinding dada. Bila korban tak sadar dan secara visual terlihat nafas lemah atau
tidak ada maka lanjutkan langkah berikutnya
3. AKTIFKAN SISTEM BANTUAN GAWAT DARURAT
Gambar 3
South for help
Bertujuan untuk memanggil bantuan petugas kesehatan yang lebih
berwenang atau bantuan mengambilkan AED untuk defibrilasi jantung. Bisa
dilakukan dengan teriak “Tolong…” atau “Tolong ambilkan AED” atau
menelpon nomor gawat darurat.
Salah satu poin penting dalam BLS 2010 ini adalah penggunaan AED
untuk defibrilasi jantung, karena penggunaan AED terbukti mampu
meningkatkan tingkat keberhasilan BLS.
4. RJP BERKUALITAS TINGGI (HIGH QUALITY CPR)
Kaji nadi karotis korban (dewasa) dengan cara meletakan dua jari atau
lebih di tengah leher kemudian geser ke tepi sambil sedikit ditekan untuk
meraba adanya nadi karotis. Pengkajian nadi maksimal 10 detik, bila melebihi
waktu tersebut tidak ditemukan maka dianggap nadi tidak ada.
13
Gambar 4High Quality CPR
Bila nadi tidak ada maka secepatnya mulai kompresi dada 30 kali
(sekitar 18 detik) dengan cara duduk di samping korban, letakan dua telapak
tangan saling menumpu di tengah-tengah dada korban (kurang lebih 2 jari
diatas prosesus sipoideus ), lengan tegak lurus diatas dada korban dan mulai
tekan dinding dada dengan kedalaman 5 cm (dewasa) dengan cepat sambil
menghitung kompresi dada.
Setelah 30 kali kompresi dada dilanjutkan dengan manuferhead-tilt
chin-lift (jaw thrust bila dicurigai trauma leher) untuk membuka jalan nafas.
Lanjutkan melakukan 2 kali nafas buatan dengan cara menutup/memencet
hidung korban kemudian tiupkan udara dari mulut ke mulut sambil melihat
pengembangan dinding dada. Setiap nafas buatan setidaknya mampu
mengembangkan dinding dada selama 1 detik. Bila ada peralatan resuscitator
nafas maka bantuan nafas dilakukan dengan alat tersebut.
Salah satu poin perbaikan pada alur BLS 2010 adalah penekanan
pada high-quality CPR atau RJP berkualitas tinggi yang didefiniskan dengan
1. Kompresi dada minimal 100 kali per menit
2. Kompresi dada kedalaman minimal 5 cm (dewasa)
3. Minimal interupsi / penghentian kompresi dada. Kompresi dada
dilakukan terus selama nadi spontan belum ditemukan. Kompresi dada
hanya dihentikan saat memberikan bantuan nafas, AED melakukan
analisis dan AED melakukan defibrilasi jantung
4. Recoil sempurna yaitu dinding dada kembali ke posisi normal secara
penuh sebelum kompresi dada berikutnya
5. Menghindari bantuan nafas terlalu sering (avoid hiperventilation)
14
30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan nafas disebut 1 siklus
RJP/CPR (resusitasi jantung paru / cardiopulmonary resuscitation), 5 siklus
RJP dilakukan selama 2 menit. Setelah 5 siklus RJP dilakukan pengkajian nadi
karotis, bila belum ditemukan nadi maka dilanjutkan 5 siklus RJP berikutnya,
begitu seterusnya.
5. DEFIBRILASI DENGAN AED
Gambar 5
Defibrilasi dengan AED
Seperti yang sudah disebutkan diatas, segera dilakukan defibrilasi
jantung dengan AED merupakan salah satu penekanan pada algoritma BLS
AHA 2010.
Begitu AED datang maka langsung pasang AED dengan mengikuti
petunjuk penggunaan AED (panduan AED langsung dengan perintah suara).
AED akan menganalisa apakah korban memerlukan defibrilasi jantung atau
tidak, bila memerlukan defibrilasi maka AED akan memandu untuk menekan
tombol defibrilasi.
Begitu defibrilasi jantung selesai lanjutkan dengan 5 siklus RJP
berikutnya. Setelah 5 siklus RJP tersebut, gunakan AED untuk menganalisis
nadi korban lagi. Begitu seterusnya sampai ada indikasi penghentian RJP yaitu
apabila nadi spontan dan nafas korban kembali normal, bantuan tim ALS
15
(Advance Life Support) / ACLS (Advance Cardiac Life Support) datang atau
penolong tidak mampu lagi melakukan RJP.
Gambar 5
AED (Automatic External Defibrilator)
16