Post on 24-Jul-2015
A. Definisi
Merupakan suatu keadaan pada bayi yang baru lahir di mana kadar bilirubin
serum total lebih dari 10 mg% pada minggu pertama ditandai dengan ikterus,
keadaan ini terjadi pada bayi baru lahir yang sering disebut ikterus neonatrum
yang bersifat patologis atau lebih dikenal dengan hiperbilirubinemia yang
merupakan suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin di dalam jaringan
ekstravaskuler sehingga konjungtiva, kulit dan mukosa akan berwarna kuning.
Keadaan tersebut juga berpotensi besar terjadi kern ikterus yang merupakan
kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek pada otak. Secara umum
bayi mengalami hiperbilirubinemia memiliki ciri sebagai berikut adanya
ikterus terjadi pada 24 jam pertama, peningkatan konsentrasi bilirubin serum
10 mg% atau lebih setiap 24 jam, konsentrasi bilirubin serum 10 mg% pada
neonates yang cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonates yang kurang bulan,
ikterus disertai dengan proses hemolisis kemudian ikterus yang disertai
dengan keadaan berat badan lahir kurang dari 2000 gram, masa gestasi kurang
dari 36 minggu, asfiksia, hipoksia, sindroma gangguan pernapasan, dan lain-
lain.
Dalam memahami gejala atau tanda hiperbilirubinemia yaitu adanya ikterus
yang timbul, dan ikterus itu mempunyai 2 macam yaitu ikterus fisiologi dan
ikterus patologis, ikterus fisiologis apabila timbul pada hari kedua dan hari
ketiga dan menghilang pada minggu pertama selambat-lambatnya adalah 10
hari pertama setelah lahir, kadar bilirubin indirek tidak melebihi 10 mg% pada
neonates yang cukup bulan dan 12,5 mg% untuk neonates yang kurang bulan,
kecepatan peningkatan kadar bilirubinemia tidak melebihi 5 mg% perhari,
ikterusnya menetap sesudah 2 minggu pertama dan kadar bilirubin direk
melebihi 1 mg%.
B. Patofisiologi
Pigmen kuning ditemukan dalam empedu yang terbentuk dari
pemecahan hemoglobin oleh kerja hemeoksigenase,
biliverdinreduktase, dan agen pereduksi nonenzimatik dalam system
retikuloendotelial
Setelah pemecahan hemoglobin, bilirubin takterkonjugasi diambil oleh
protein intraselular “Y protein” dalam hati. Pengambilan tergantung
pada aliran darah hepatic dan adanya ikatan protein.
Bilirubin yang tak terkonjugasi dalam hati diubah atau terkonjugasi
oleh asam uridindifosfo glukuronat uridindiphospho glucuronic acid
(UPGA) glukuronil transferase menjadi bilirubin mono dan
diglucuronida yang polar, larut dalam air (bereaksi direk).
Bilirubin yang terkonjugasi yang larut dalam air dapat di eliminasi
melalui ginjal. Dengan konjugasi, bilirubin masuk dalam empedu
melalui kanalikular. Kemudian kesistem gastrointestinal dengan
diaktifkan oleh bakteri menjadi urobilinogen dalam tinja dan urin.
Beberapa bilirubin diabsorbsi kembali melalui sirkulasi enterohepatik.
Warna kuning dalam kulit akibat dari akumulasi pigmen bilirubin yang
larut lemak, takterkonjugasi, nonpolar (bereaksi indirek)
Pada bayi dengan hiperbilirubinemia kemungkinan merupakan hasil
dari difisiensi atau tidak aktifnya glukuronil transferase. Rendahnya
pengambilan dalam hepatic sejalan dengan penurunan aliran darah
hepatik.
Jaundice yang terkait dengan pemberian ASI merupakan hasil dari
hambatan kerja glukuronil transferase oleh pregnanediol atau asam
lemak bebas yang terdapat dalam ASI. Terjadi 4 sampai 7 hari setelah
lahir. Dimana terdapat kenaikan bilirubin takterkonjugasi dengan
kadar 25 sampai 30 mg/dl selama minggu kedua sampai ketiga.
Biasanya dapat mencapai usia 4 minggu dan menurun10 minggu. Jika
pemberian ASI dilanjutkan, hiperbilirubinemia akan menurun
berangsur-angsur dapat menetap selama 3 sampai 10 minggu pada
kadar yang lebih rendah. Jika pemberian ASI dihentikan, kadar
bilirubin serum akan turun dengan cepat, biasanya mencapai normal
dalam beberapa hari. Penghentian ASI selama 1 sampai 2 hari dan
penggantian ASI dengan susu formula mengakibatkan penurunan
bilirubin serum dengan cepat, sesudahnya pemberian ASI dapat
dimulai lagi dan hiperbilirubin tidak kembali kekadar yang tinggi
seperti sebelumnya.
Bilirubin yang patologis tampak ada kenaikan bilirubin dalam 24 jam
pertama kelahiran. Sedangkan untuk bayi dengan ikterus fisiologis
muncul antara 3 sampai 5 hari sesudah lahir.
C. Komplikasi
- Bilirubin encephalopathy (komplikasi serius)
- Kernikterus ;kerusakan neurologis; cerebral palsy, retardasi mental,
hiperaktif, bicara lambat, tidak ada koordinasi otot, dan tangisan yang
melengking.
D. Etiologi
- Peningkatan bilirubin dapat terjadi karena ; polycetlietnia, isoimmun
hemolytic disease, kelainan struktur dan enzim sel darah merah, keracunan
obat (hemolisiskimia : salisilat, kortikosteroid, klorampenikol), hemolisis
ekstravaskuler ; cephalhematoma, ecchymosis
- Gangguan fungsi hati ;defisiensi glukuronil transferase, obstruksi empedu/
atresia biliari, infeksi, masalah inetabolik ; galaktosemiahypothyroidisme,
jaundice ASI.
E. Manifestasi Klinis
- Tampak ikterus; sclera, kuku, atau kulit dan membrane mukosa. Jaundice
yang tampak dalam 24 jam pertama disebabkan oleh penyakit hemolitik
pada bayi yang baru lahir, sepsis, atau ibu dengan diabetic atau infeksi.
Jaundice yang tampak pada hari kedua atau hari ketiga, dan mencapai
puncak pada hari ketiga sampai hari keempat dan menurun pada hari
kelima sampai hari ketujuh yang biasanya merupakan jaundice fisiologis.
Ikterus adalah akibat pengendapan bilirubin indirek pada kulit yang
cenderung tampak kuning terang atau orange, ikterus pada tipe obstruksi
(bilirubin direk) kulit tampak kehijauan atau keruh.Perbedaan ini hanya
dapat dilihat pada ikterus yang berat.
- Muntah, anoreksia, fatigue, warna urin gelap, warna tinja pucat.
F. Pemeriksaan Diagnostik
- Pemeriksaan bilirubin serum :
Pada bayi cukup bulan bilirubin mencapai puncak kira-kira 6 mg/dl,
antara 2 dan 4 hari kehidupan. Apabila nilainya diatas 10 mg/dl, tidak
fisiologis. Pada bayi dengan premature kadar bilirubin mencapai
puncaknya 10-12 mg/ dl, antara 5 dan 7 hari kehidupan. Kadar bilirubin
yang lebih dari 14 mg/dl adalah tidak fisiologis. Dari Brown AK dalam
textbooks of pediatric 1996: ikterus fisiologis pada bayi cukup bulan
bilirubin indirek munculnya ikterus 2 sampai 3 hari dan hilang 4 sampai 5
hari dengan kadar bilirubin yang mencapai puncak 10-12 mg/dl.
Sedangkan pada bayi dengan premature, bilirubin indirek munculnya 3
sampai 4 hari dan hilang 7 sampai 9 hari dengan kadar bilirubin yang
mencapai puncak 15 mg/dl. Dengan peningkatan kadar bilirubin indirek
kurang dari 5 mg/dl/hari. Pada ikterus patologis meningkatnya bilirubin
lebih dari 5mg/dl perhari, dan kadar bilirubin direk 1 dari 1 mg/dl.
Maisets, 1994 dalam Whaley dan Wong 1999: meningkatnya kadar serum
bilirubin total lebih dari 12 sampai 13 mg/dl.
- Ultrasound untuk mengevaluasi anatomi cabang kantong empedu.
- Radioisotope scan dapat digunakan untuk membantu membedakan
hepatitis dari atresia biliary.
G. Penatalaksanaan Terapeutik
- Fototerapi : dilakukan apabila telah ditegakkan hiperbilirubin patologis
dan berfungsi untuk menurunkan bilirubin dalam kulit melalui tinja dan
urine dengan oksidasi foto pada bilirubin dari biliverdin. Walaupun
cahaya biru memberikan panjang gelombang yang tepat untuk fotoaktivasi
bilirubin bebas, cahaya hijau dapat mempengaruhi lotoreaksi bilirubin
yang terikat albumin. Cahaya menyebabkan reaksi lokokimia dalam kulit
(fotoisomerisasi) yang mengubah bilirubin tak terkonjugasi ke dalam
fotobilirubin, yang mana diekskresikan dalam hati kemudian ke empedu.
Kemudian produk akhir reaksi adalah reversibel diekskresikan ke dalam
empedu tanpa perlu konjugasi.
- Fenobarbital: dapat mengekskresi bilirubin dalam hati dan memperbesar
konjugasi. Meningkatkan sintesis hepatik glukoronil transferase yang
mana dapat meningkatkan bilirubin konjugasi dan clearance hepatik pada
pigmen dalam empedu sintesis protein dimana dapat meningkatkan
albumin untuk mengikat bilirubin. Fenobarbital tidak begitu sering
dianjurkan.
- Antibiotik: apabila terkait dengan infeksi.
- Transfusi Tukar: merupakan cara yang dilakukan untuk mengeluarkan
darah dari bayi untuk ditukar dengan darah yang tidak sesuai atau
patologis dengan tujuan mencegah peningkatan kadar bilirubin dalam
darah.
H. Penatalaksanaan Perawatan
- Pengkajian
- Pemeriksaan fisik
- Inspeksi: warna pada sklera, konjungtiva, membran mukosa mulut,
kulit, urine dan tinja.
- Pemeriksaan bilirubin menunjukan adanya peningkatan.
- Tanyakan berapa lama jaundice muncul, dan sejak kapan.
- Apakah bayi ada demam.
- Bagaimana kebutuhan pola minum.
- Riwayat keluarga.
- Apakah anak sudah mendapat imunisasi hepatitis B.
- Diagnosa
1. Resiko injury berhubungan dengan peningkatan serum bilirubin sekunder
dari pemecahan sel darah merah dan gangguan ekskresi bilirubin.
2. Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan air (insensible water
loss) tanpa disadari sekunder dari fototerapi.
3. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan fototerapi.
4. Kecemasan orang tua berhubungan dengan kondisi bayi dan gangguan
bonding.
5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurangnya pengalaman orang
tua.
- Perencanaan
1. Bayi terbebas dari injury yang ditandai dengan serum bilirubin menurun
tidak ada jaundice refleks moro normal tidak terdapat sepsis, reflek hisap dan
menelan baik.
2. Bayi tidak menunjukan tanda-tanda dehidrasi yang ditandai dengan urine
output (pengeluaran urine) kurang dari 1-3 ml/kg/jam, membran mukosa
normal, ubun-ubun tidak cekung, temperatur dalam batas normal.
3. Bayi tidak menunjukan adanya iritasi pada kulit yang ditandai dengan tidak
terdapat rash, dan tidak ada ruam makular eritematosa.
4. Orang tua tidak tampak cemas yang ditandai dengan orang mengekspresikan
perasaan dan perhatian pada bayi dan aktif dalam partisipasi perawatan bayi.
5. Orang tua memahami kondisi bayi dan alasan pengobatan, dan berpartisipasi
dalam perawatan bayi: dalam pemberian minum, dan mengganti popok.
6. Bayi tidak mengalami injury pada mata yang ditandai dengan tidak ada
konjungtivitis.
DAFTAR PUSTAKA
Hidayat, Aziz Alimul. 2009. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta:
Salemba medika.
Suriadi & Rita. 2010. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Sagung seto.