Post on 23-Dec-2015
description
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke merupakan penyakit sistem persarafan yang paling sering dijumpai. Kira-kira
200 ribu kematian dan 200 ribu orang dengan gejala sisa akibat stroke pada setiap tingkat
umur. Stroke klinis merujuk pada perkembangan neurologis defisit yang mendadak. Stroke
dapat didahului oleh banyak faktor pencetus dan seringkali yang berhubungan dengan
penyakit kronis yang menyebabkan masalah penyakit vascular .
Berbagai kelainan dan penyakit diantaranya dikenal sebagai faktor risiko stroke
menyertai penderita pada saat serangan, salah satunya ialah hipertensi. Sekitar 50 persen
penderita stroke iskemik dan 60 persen stroke perdarahan mempunyai latar belakang
hipertensi .
Tekanan darah tinggi dalam jangka waktu lama akan merusak endotel arteri dan
mempercepat atherosklerosis. Komplikasi dari hipertensi termasuk rusaknya organ tubuh
seperti jantung, mata, ginjal, otak, dan pembuluh darah besar. Pasien dengan hipertensi
mempunyai peningkatan resiko yang bermakna untuk penyakit koroner, stroke, penyakit
arteri perifer, dan gagal jantung.
Dibandingkan dengan individu normotensive, penderita hipertensi mempunyai risiko
penyakit jantung koroner 2 kali lebih besar dan risiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan
stroke. Apabila tidak diobati, kurang lebih setengah dari penderita hipertensi akan meninggal
akibat stroke dan 10-15% akan meninggal akibat gagal ginjal maka kontrol terhadap tekanan
darah merupakan hal yang sangat penting dengan diharapkan akan menurunkan mortalitas
akibat penyakit kardiovaskular dan stroke secara bermakna .
Penanganan tekanan darah adalah salah satu strategi untuk mencegah stroke dan
mengurangi risiko kekambuhan pada stroke iskemik dan perdarahan. Penanganan hipertensi
dapat mengurangi kerusakan disekitar daerah iskemik hingga kondisi klinis pasien stabil .
Penelitian mengenai pengobatan antihipertensi melaporkan bahwa pengurangan tekanan
darah 5-6mmHg menghasilkan pengurangan serangan stroke sebanyak 42% dan penelitian
menunjukkan pengurangan serangan stroke sebanyak 37% pada pasien yang mengalami
stroke iskemik dan diterapi dengan antihipertensi. Maka dari pada itu, dalam makalah ini
akan dibahas tentang hipertensi pada stroke yang merupakan salah satu faktor utama terjadi
nya stroke.
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. HIPERTENSI
Seseorang dikatakan hipertensi bila secara konsisten menunjukkan tekanan
sistolik 140 mmHg atau lebih tinggi, dan tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih tinggi.
Angka tekanan darah orang dewasa dinyatakan normal adalah <120/80 mmHg.
Hipertensi dapat dikelompokkan dalam dua kategori besar yaitu :
a) Hipertensi Primer (esensial)
Hipertensi esensial atau hipertensi primer atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan hipertensi
esensial. Penyebabnya multifaktorial meliputi faktor genetik dan lingkungan.
b) Hipertensi Sekunder
Meliputi 5-10% kasus hipertensi. Termasuk dalam kelompok ini antara lain hipertensi
endokrin, kelainan saraf pusat, obat-obatan dan lain-lain. Obat-obatan penyebab
hipertensi antara lain kontrasepsi oral, kortikosteroid, siklosporin, eritropoetin,
kokain, dan penyalahgunaan alkohol. Penyebab lainnya berupa penyakit
koarktasioaorta, preeklamsia pada kehamilan dan keracunan timbal akut.
Tabel klasifikasi tekanan darah berdasarkan JNC 7
Klasifikasi Tekanan darah Tekanan Darah Sistolik
(mmHg)
Tekanan Darah
Diastolik (mmHg)
Normal <120 Dan <80
Prehipertensi 120-139 Atau 80-89
Hipertensi stadium 1 140-159 Atau 90-99
Hipertensi stadium 2 ≥160 Atau ≥100
Rekomendasi JNC 7 untuk tindak lanjut
Tekanan Darah Awal Tindak lanjut
Normal Cek ulang minimal dalam 2 tahun
Prehipertensi Cek ulang dalam 1 tahun, dengan anjuran perbaiki gaya hidup
Hipertensi stadium 1 Konfirmasi ulang dalam 2 bulan, dengan anjuran perbaiki gaya
hidup
Hipertensi stadium 2 Evaluasi atau rujuk ke spesialis dalam 1 bulan. Jika tekanan
2
darah lebih inggi eveluasi dan segera terapi.
Perbaiki gaya hidup meliputi:
1. Penurunan berat badan: mengupayakan berat badan normal
2. Pola makan yang tidak memicu hipertensi: mengkonsumsi buah-buahan, sayuran dan
produk susu rendah lemak serta mengurangi konsumsi lemak jenuh
3. Diet rendah garam: mengurangi intake garam <100 mmol/ hari ( 2,4 g Na atau 6 g
NaCl)
4. Aktifitas fisik: sktifitas fisik rutin seperti jalan santai minimal 30 menit/hari.
5. Kurangi konsumsi alkohol
Secara umum pasien dapat terlihat sehat atau beberapa diantaranya sudah mempunyai
faktor risiko tambahan, tetapi kebanyakan asimptomatik. Gejala-gejala umum yang kadang
dirasakan sebelumnya antara lain sakit kepala (terutama sering pada waktu bangun tidur dan
kemudian menghilang sendiri setelah beberapa jam), kemerahan pada wajah, cepat capek,
lesu, dan impotensi .
Hipertensi seringkali disebut sebagai “silent killer” karena pasien dengan hipertensi
esensial biasanya tidak ada gejala (asimptomatik). Penemuan fisik yang utama adalah
meningkatnya tekanan darah. Pengukuran rata-rata dua kali control ditentukan untuk
mendiagnosa hipertensi. Tekanan darah ini digunakan untuk mendiagnosa dan
mengklasifikasikan sesuai dengan tingkatannya.
B. STROK
Stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah nontraumatik
yang terjadi secara akut pada suatu fokal area di otak, yang berakibat terjadinya keadaan
iskemia dan berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian. Secara
tipikal, stroke bermanifestasi sebagai munculnya defisit neurologis secara tiba-tiba,
seperti kelemahan gerakan atau kelumpuhan, defisit sensorik, atau bisa juga gangguan
berbahasa.
Secara umum stroke dibagi berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya yaitu:
a) Stroke Hemoragik (perdarahan), stroke hemoragik dibagi menjadi dua bagian yaitu:
3
1. Perdarahan intraserebral (terjadi di dalam otak atau intraserebral), perdarahan
ini biasanya timbul akibat hipertensi maligna atau sebab lain misalnya tumor
otak yang berdarah, kelainan (malformasi) pembuluh darah otak yang pecah.
2. Perdarahan subarakhnoid (PSA) adalah masuknya darah ke ruang
subarakhnoid baik dari tempat lain (Perdarahan subarakhnoid sekunder) atau
sumber perdarahan berasal dari rongga subarakhnoid itu sendiri (Perdarahan
subarakhnoid primer).
b) Stroke Iskemik
Gangguan fungsi otak secara tiba-tiba yang disebabkan oleh penurunan aliran
oksigen (akibat penyempitan atau penyumbatan arteri ke otak) yang dapat mematikan
sel-sel saraf. Keadaan iskemik dapat berlanjut menjadi kematian sel-sel otak yang
disebut infark otak (cerebral infarction). Macam atau derajat dari stroke iskemik
berdasarkan perjalanan klinisnya.
(1) Transient Ischemic Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas.
TIA didefinisikan sebagai suatu gangguan akut dan fungsi fokal serebral yang
gejalanya berlangsung kurang dari 24 jam dan disebabkan oleh thrombus atau
emboli.Pada TIA ini, gejala yang timbul akan cepat menghilang, berlangsung
hanya dalam beberapa menit saja, tetapi juga dapat sampai sehari penuh.
(2) RIND (Reversible Ischemic Neurological Deficits)
Gejala neurologis yang ada pada RIND juga akan menghilang, hanya waktu
berlangsungnya lebih lama yaitu lebih dari 24 jam bahkan sampai 24 hari.
(3) Stroke Progesif atau stroke in evolution.
Pada stroke ini, kelainan atau defisit neurologis yang timbul berlangsung
secara bertahap dari yang bersifat ringan menjadi lebih berat. Diagnosis
progressing stroke ditegakkan oleh dokter, karena dokter dapat mengamati
sendiri secara langsung atau berdasarkan keterangan pasien.
(4) Stroke komplet atau Completed Stroke
Pada stroke jenis ini, kelainan neurologis yang ada sifatnya sudah menetap
tidak berkembang lagi. Kelainan neurologis yang timbul bermacam-macam
tergantung pada daerah otak mana yang mengalami infark.
Gejala yang khas adalah kelumpuhan mendadak sebelah anggota tubuh atau hanya
berkurangnya kekuatan, bicara pelo, hilang penglihatan sebelah dan berkurangnya sensasi di
kulit wajah, lengan atau tungkai. Penderita stroke hemoragik dapat disertai sakit kepala hebat,
kepala seperti berputar, gangguan daya ingat, penurunan kesadaran serta kejang mendadak.
4
C. PATOFISIOLOGI HIPERTENSI PADA STROKE
Trombosis (penyakit trombo - oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling
sering. Arteriosclerosis serebral dan perlambatan sirkulasi serebral adalah penyebab
utama trombosis selebral. Tanda-tanda trombosis serebral bervariasi, sakit kepala
adalah gejala yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing, perubahan
kognitif atau kejang dan beberapa gejala umum lainnya. Secara umum trombosis
serebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia
atau parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada
beberapa jam atau hari.
Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan intima arteria
besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel – sel
ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen
pembuluh sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk
pada percabangan atau tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan
dengan tempat – tempat khusus tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang
mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut : arteria
karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan
membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di
tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
Embolisme. Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita
trombosis. Kebanyakan emboli serebri berasal dari suatu trombus dalam jantung,
sehingga masalah yang dihadapi sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit
jantung. Setiap bagian otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya
embolus akan menyumbat bagian – bagian yang sempit. tempat yang paling sering
terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi media, terutama bagian atas.
Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua
penyebab utama kasus GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan
sepersepuluh dari semua kasus penyakit ini. Perdarahan intrakranial biasanya
disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah terjadi di daerah otak dan
/atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletak di dekatnya akan tergeser dan
tertekan. Darah ini mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan vasospasme
5
pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper
otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah
akhirnya akan larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak
di sekitar tempat bekuan dapat membengkak dan mengalami nekrosis.
Berikut ini skema terjadinya stroke
6
D. TERAPI
Tekanan darah pada fase akut diturunkan perlahan-lahan sebab hipertensi tersebut
timbulnya secara reaktif dan sebagian besar akan turun sendiri pada hari ke 3 hingga 7.
Penurunan tekanan darah pada stroke iskemik dapat dipertimbangkan bila tekanan darah
sistolik >220 mmHg atau diastolik >120 mmHg, penurunan tekanan darah sebaiknya sekitar
10-15% dengan monitoring tekanan darah tersebut, sedangkan pada stroke perdarahan boleh
diturunkan apabila tekanan darah sistolik pasien ≥180mmHg dan atau tekanan darah diastolik
>130mmHg.
Penanganan hipertensi pada stroke iskemik akut
i. Pada penderita dengan tekanan darah diastolik > 140 mmHg (atau > 110 mmHg bila
akan dilakukan terapi trombolisis) diperlakukan sebagai penderita hipertensi
emergensi berupa drip kontinyu nikardipin, diltiazem, nimodipin, dan lain-lain.
ii. Jika tekanan darah sistolik > 220 mmHg dan atau tekanan darah diastolic > 120
mmHg, berikan labetalol i.v. selama 1-2 menit. Dosis labetalol dapat diulang atau
digandakan setiap 10-20 menit sampai penurunan tekanan darah yang memuaskan
dapat dicapai atau samppai dosis kumulatif 300 mg yang diberikan melalui teknik
bolus mini. Setelah dosis awal, labetalol dapat diberikan setiap 6-8 jam bila
diperlukan.
iii. Jika tekanan darah sistolik <220 mmHg dan /atau tekanan darah diastolic <120
mmHg, terapi darurat harus ditunda kecuali adanya bukti perdarahan intraserebral,
gagal ventrikel jantung kiri, infark miokard akut, gagal ginjal akut, edema paru,
diseksi aorta, ensefalopati hipertensi dan sebagainya. Jika peninggian tekanan darah
tersebut menetap pada dua kali pengukuran selang waktu 60 menit, maka diberikan
200-300 mg labetalol 2-3 kali sehari sesuai kebutuhan. Pengobatan alternative yang
memuaskan selain labetalol adalah nifedipin oral 10 mg setiap 6 jam atau 6,25 – 25
mg kaptopril setiap 8 jam. Jika monoterapi oral tidak berhasil atau jika obat tidak
dapat diberikan per oral, maka di berikan labetalol i.v seperti cara di atas atau obat
pilihan lainnya (urgensi).
iv. Batas penurunan tekanan darah sebanyak-banyaknya sampai 20%-25% dari tekanan
darah arterial rerata pada jam pertama, dan tindakan selanjutnya ditentukan kasus per
kasus.
v. Berdasarkan penelitian ACCESS study, bahwa pemberian candesartan cilexetil pada
stroke acute terbukti meskipun penurunan level tekanan darah tak berbeda bermakna
7
dengan placebo, penilaian outcome selama 1 tahun memperlihatkan hasil yang
memuaskan. Kita menunggu penelitian lanjutan skala yang lebih luas dan besar
mengenai peranan Angiotensin Receptor Blocker (ARB) pada stroke akut.
Penanganan hipertensi pada stroke perdarahan intraserebral akut
i. Hilangkan faktor-faktor yang berisiko meningkatkan tekanan darah seperti retensi
urin, nyeri, febris, peningkatan tekanan intracranial, emosional stress dan sebagainya.
ii. Bila tekanan darah sistolik >200 mmHg atau tekanan diastolik > 140 mmHg atau
tekanan darah arterial rata-rata > 145 mmHg, berikan nikardipin, atau diltiazem.
iii. Bila tekanan sistolik 180-220 mmHg atau tekanan diastolic 105-140 mmHg, atau
tekanan darah arterial rata-rata 140 mmHg:
a) Labetalol 10-20 mg i.v. selama 1-2 menit. Ulangi atau gandakan setiap 10
menit sampai maksimum 300 mg atau berikan dosis awal bolus diikuti oleh
labetalol drip 2-8 mg/menit atau;
b) Nikardipin
c) Diltiazem
iv. Pada fase akut tekana darah tak boleh diturunkan lebih dari 20% - 25% dari tekanan
darah arteri rerata dalam 1 jam pertama.
v. Bila tekanan sistolik < 180 mmHg dan tekanan diastolic < 105 mmHg, tangguhkan
pemberian obat antihipertensi.
vi. Bila terdapat fasiilitas pemantauan tekanan intracranial, tekanan perfusi otak harus
dipertahankan >70 mmHg.
a) Pada penderita dengan riwayat hipertensi, penurunan tekanan darah harus
dipertahankan dibawah tekanan arterial rata-rata 130 mmHg.
b) Tekanan darah arterial rata-rata lebih dari 110 mmHg harus di cegah segera
pada waktu pasca-operasi dekompresi.
c) Bila tekanan darah arterial sistolik turun < 90 mmHg harus diberikan obat
menaikkan tekanan darah (vasopresor).
Obat parenteral untuk terapi emergensi hipertensi pada stoke akut
Jenis obat parenteral
Obat Dosis Mula kerja Lama kerja Efek samping Keterangan
Labetalol 20-80 mg iv 5-10 menit 3-6 jam Nausea, Terutama untuk
8
bolus setiap
10 menit
atau 2
mg/menit
infuse
kontinyu
vomitus,
hiperttensi,
blok atau
gagal jantung,
kerusakan
hati,
bronkospasm
e
kegawatdaruratan
hipertensi,
kecuali pada
gagal jantung
akut
Nikardipin 5-15 mg/jam
infus
kontinyu
5-15 menit Sepanjang
infus
berjalan
Takikardi Larut dalam air,
tidak sensitive
terhadap cahaya,
vasodilatasi
perifer dengan
tanpa
menurunkan
aktifitas pompa
jantung
Diltiazem 5-40
ug/kg/menit
5-10 menit 4 jam Blok nodus
A-V, denyut
premature
atrium,
terutama usia
lanjut
Krisis hipertensi
Sifat khusus obat parentera
a. Nikardipin
Sediaan intravena dari preparat Dihydropyridine yang merupakan Calsium Channel
Blocker (CCBs) yang diberikan secara infuse kontinyu. Efek hemodinamik primer
adalah menimbulkan vasodilatasi perifer dengan mempertahankan atau peningkatan
aktifitas pompa jantung. Sediaan larut dalam air dan tidak sensitive tehadap cahaya
sehingga baik untuk penggunaan intravena. Dari beberapa studi telah dibuktikan
bahwa nikardipin dengan pemberian infuse langsung menurunkan tekanan darah
9
sistemik dan selanjutnya dapat dipertahankan pada level tekanan darah yang
diinginkan.
b. Diltiazem
Diltiazem adalah penyekat saluran kalsium, obat ini sebaiknya diberikan sebagai infus
kontinyu 5 – 40 ug/kg/menit daripada suntikan bolus (10 mg dilarutkan dalam 10 ml
salin di suntikkan dalam waktu 3-5 menit). Penurunan tekanan darah 27,3% dengan
infus kontinyu dan 7,5% dengan suntikan bolus. Kecepatan denyut nadi tidak berubah
dengan infuse kontinyu, sedangkan pada suntikan bolus kecepatan nadi sedikit
berkurang dari 88 sampai 82 per menit. Obat ini tidak boleh diberikan pada blok sino-
atrial, blok AV derajat 2 atau 3 dan wanita hamil. Sediaan injeksi sudah ada di
Indonesia.
c. Labetolol
Labetalol merupakan blocker reseptor alpha-adrenergic dan beta-adrenergic yang
digunakan sebagai antihipertensi. Obat ini bekerja dengan cara memblokir reseptor
adrenergic yang memperlambat kecepatan sinus jantung, menurunkan resistansi
peripheral vascular, dan menurunkan output kardiak.
Indikasi:
Untuk pengobatan hipertensi (tekanan darah tinggi).
Efek Samping:
Efek CNS (kelelahan, depresi, pusing, kebingungan, gangguan tidur); Efek CV (gagal
jantung, sumbatan jantung, kedinginan, impotensi pada laki-laki); Efek berturut-turut
(bronchospasma pada pasien yang rentan & obat-obatan dengan beta1 harus
digunakan secara selektif pada pasien ini); Efek GI (N/V, diare, konstipasi); Efek
metabolik (bisa memproduksi hiper atau hipoglikemia, perubahan dalam serum
kolesterol & trigliserid.
Obat oral untuk terapi urgensi hipertensi pada stroke akut
Obat anti hipertensi tunggal
Jenis obat Cara Mula Lama Dosis Frekuensi Efek samping
10
pemberian kerja kerja dewasa pemberian
Nifedipin Oral
Bukal
15-20
menit
5-10
menit
3-6 jam
3-6 jam
10 mg
10 mg
6 jam
20-30
menit
Hipotensi, nyeri
kepala,takikardi,
pusing, muka
merah
Kaptopril Oral
Sublingual
15-30
menit
5 menit
4-6 jam
2-3 jam
6,25-25
mg
6,25-25
mg
30 menit
30 menit
Hiperkalemia,
insufisiensi
ginjal, hipotensi
dosis awal
Clonidin Oral 30 menit 8-12 jam 0,1-0,1
mg
12 jam Sedasi
Prazosin Oral 15-30
menit
8 jam 1-2 mg 8 jam Sakit kepala,
fatique,
drowsiness,
weakness
Pencegahan vasospasme pada perdarahan subarachnoid
i. Pemberian nimodipin dimulai dengan dosis 1-2 mg/jam i.v. pada hari ke 3 atau secara
oral 60 mg setiap 6 jam selama 21 hari. Pemakaian nimodipin oral terbukti
memperbaiki difisit neurologi yang ditimbulkan oleh vasospasme. Kalsium antagonis
lainnya yang diberikan secara oral atau intravena tidak bermakna.
ii. Pengobatan dengan hyperdynamic therapy yang dikenal dengan triple H yaitu
hypervolemic – hypertensive – hemodilution dengan tujuan mempertahankan
“cerebral perfusion pressure” sehingga dapat mengurangi terjadinya iskemia serebral
akibat vasospasme. Hati-hati terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan ulang pada
pasien yang tidak dilakukan embolisasi atau clipping.
iii. Fibrinolitik intrasisternal, antioksidan dan anti inflamasi tidak begitu bermakna.
iv. Angioplasty transluminal dianjurkan untuk pengobatan vasospasme pada pasien-
pasien yang gagal dengan terapi konvensional.
v. Cara lain untuk manajemen vasospasme adalah sbb:
a) Pencegahan vasospasme:
Nimodipin 60 mg peroral 4 kali sehari
11
3% NaCl iv 50ml 3 kali sehari
Jaga balans elektrolit
b) Delayed vasospasm:
Stop nimodipin, antihipertensi dan diuretika
Berikan 5% albumin 250 ml intravena
Pasang swan – Ganz (bila memungkinkan), usahakan wedge pressure
12-14 mmHg
Jaga cardiac index sekitar 4L/min/sg.meter
Berikan Dobutamin 2-15 ug/kg/min
Tabel Petunjuk pemilihan obat antihipertensi pada Compelling indication
Compelling
indication
Obat Rekomendasi
Diuretik ß-blocker ACE
inhibitor
ARB CCB Aldostero
n
antagonis
Gagal
jantung
√ √ √ √ √
Infark
miocard
√ √ √
Resiko PJK √ √ √ √
DM √ √ √ √ √
Penyakit
ginjal kronis
√ √
Pencegahan
stroke
kambuhan
√ √
Berikut 5 kelompok obat hipertensi yang lazim digunakan untuk pengobatan yaitu:
a) Diuretik
Mekanisme
Diuretik bekerja meningkatkan ekskresi natrium, air dan klorida sehingga menurunkan
volume darah dan cairan ekstraseluler. Akibatnya terjadi penurunan curah jantung dan
tekanan darah. Selain itu beberapa diuretik juga menurunkan resistensi perifer sehingga
12
menambah efek hipotensinya. Efek ini diduga akibat penurunan natrium di ruang
intertisial dan di dalam sel otot polos pembuluh darah yang selanjutnya menghambat
influks kalsium.
Manfaat
Diuretik terutama golongan tiazid adalah obat lini pertama untuk kebanyakan pasien
dengan hipertensi. Bila terapi kombinasi diperlukan untuk mengontrol tekanan darah,
diuretik salah satu obat yang direkomendasikan. Berbagai penelitian besar membuktikan
bahwa diuretik terbukti paling efektif dalam menurunkan risiko kardiovaskular.
b) ACE Inhibitor
Mekanisme
ACE inhibitor menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga
terjadi vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga
dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek
vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan darah,
sedangkan berkurangnya aldosteron akan menyebabkan ekskresi air dan natrium dan
retensi kalium. Dalam JNC VII, ACE-Inhibitor diindikasikan untuk hipertensi dengan
penyakit ginjal kronik.
Manfaat
ACE inhibitor dianggap sebagai terapi lini kedua setelah diuretik pada kebanyakan pasien
dengan hipertensi. Studi menunjukkan kejadian gagal jantung dan stroke lebih sedikit
dengan klortalidon dibanding dengan lisinopril. Pada studi dengan lansia, ACE inhibitor
sama efektifnya dengan diuretik dan penyekat beta dan pada studi yang lain ACE inhibitor
menunjukkan lebih efektif. Data menunjukkan berkurangnya risiko stroke yang kedua kali
dengan kombinasi ACE inhibitor dan diuretik tiazid.
c) Angiotensin Reseptor Blocker
Mekanisme
Dengan mencegah efek angiotensin II, senyawa-senyawa ini merelaksasi otot polos
sehingga mendorong vasodilatasi, meningkatkan ekskresi garam dan air di ginjal,
menurunkan volume plasma, dan mengurangi hipertrofi sel. Antagonis reseptor
angiotensin II secara teoritis juga mengatasi beberapa kelemahan ACE inhibitor.
Manfaat
Angiotensin Reseptor Blocker sangat efektif menurunkan tekanan darah pada pasien
hipertensi dengan kadar renin yang tinggi seperti hipertensi renovaskular dan hipertensi
genetik, tapi kurang efektif pada hipertensi dengan aktivitas renin yang rendah. Pemberian
13
Angiotensin Reseptor Blocker menurunkan tekanan darah tanpa mempengaruhi frekuensi
denyut jantung. Pemberian jangka panjang tidak mempengaruhi lipid dan glukosa darah.
d) Calcium Channel Blocker
Mekanisme
Antagonis kalsium menghambat influks kalsium pada sel otot pembuluh darah dan
miokard. Di pembuluh darah, antagonis kalsium terutama menimbulkan relaksasi arteriol,
sedangkan vena kurang dipengaruhi. Penurunan resistensi perifer ini sering diikuti oleh
refleks takikardia dan vasokonstriksi, terutama bila menggunakan golongan dihidropiridin
kerja pendek (nifedipin). Sedangkan diltiazem dan verapamil tidak menimbulkan
takikardia karena efek kronotopik negatif langsung pada jantung.
Manfaat
Calcium Channel Blocker bukanlah agen lini pertama tetapi merupakan obat antihipertensi
yang efektif, terutama pada ras kulit hitam. Calcium Channel Blocker mempunyai indikasi
khusus untuk yang beresiko tinggi penyakit koroner dan diabetes, tetapi sebagai obat
tambahan atau pengganti. Penelitian menemukan diltiazem ekuivalen dengan diuretik dan
penyekat beta dalam menurunkan kejadian kardiovaskular.
e) Penyekat Reseptor Beta Adrenergic (Beta Blocker)
Mekanisme
Berbagai mekanisme penurunan tekanan darah akibat pemberian beta bloker dapat
dikaitkan dengan hambatan reseptor β1, antara lain penurunan frekuensi denyut jantung
dan kontraktilitas miokard sehingga menurunkan curah jantung, hambatan sekresi renin di
sel-sel jukstaglomeruler ginjal dengan akibat penurunan produksi angiotensin II, dan efek
sentral yang mempengaruhi aktivitas saraf simpatis, perubahan pada sensitivitas
baroreseptor, perubahan aktivitas neuron adrenergik perifer dan peningkatan biosintesis
prostasiklin.
Manfaat
Penyekat beta telah digunakan pada banyak studi besar untuk hipertensi. Ada perbedaan
farmakokinetik dan farmakodinamik diantara penyekat beta yang ada, tetapi menurunkan
tekanan darah hampir sama. Manfaat beta blocker pada stroke dari beberapa penelitian
menunjukkan bahwa efektivitasnya paling rendah dibanding anti hipertensi yang lain.
BAB III
14
PENUTUP
KESIMPULAN
Hipertensi merupakan faktor risiko stroke yang potensial. Hipertensi dapat
mengakibatkan pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Apabila pembuluh
darah otak pecah maka timbullah perdarahan otakl dan apabila pembuluh darah otak
menyempit maka aliran darah ke otak akan terganggu dan sel-sel otak akan mengalami
kematian. Obat antihipertensi tidak diberikan untuk menormalkan tekanan darah, tetapi hanya
mengurangi tekanan darah sampai batas tertentu sesuai protocol pengobatan.
Terapi dengan obat antihipertensi diberikan pada stroke hemoragik bila tekanan darah
sistolik ≥180mmHg dan diastolik ≥110 mmHg. Pada stroke non hemoragik diberikan obat
antihipertensi bila tekanan darah sistolik ≥220 mmHg dan diastolik ≥120 mmHg. Target
penurunan tekanan darah adalah 10% - 20% dari tekanan darah awal.
Ada 5 golongan obat antihipertensi yang dapat digunakan untuk penurunan tekanan
darah pada stroke, diantaranya diuretic, ACE inhibitor, angiotensin reseptor blocker, calcium
channel blocker, dan Beta blocker. Pemilihan obat pada penanganan stroke akut baik stroke
perdarahan maupun stroke iskemik, obat yang biasanya menjadi pilihan adalah golongan Beta
Blocker (Labetalol), dan Golongan Calcium Channel Blocker (Nikardipin dan DIltiazem).
Golongan Calcium Channel Blocker juga mempunyai sifat anti vasospasme jadi merupakan
pilihan terapi pada stroke karena perdarahan subarackhnoid. Pada stroke akut sebaiknya
digunakan obat parenteral sehingga pemberiannya dapat di kontrol dan diatur sesuai dengan
keadaan tekanan darah pasien
15
DAFTAR PUSTAKA
1. E-Medicine Speciality, Emergency Medicine, Neurology. 2010. Stroke, Ischemic.
2. Shiber JR, Fontane E, Adewale A. Stroke registry: hemorrhagic vs ischemic
strokes. Am J Emerg Med. Mar 2010.
3. Aliah, Amirudin; Kuswara,F.F; Limoa, R.Arifin; Wuysang,Gerrad, Gambaran Umum
tentang Gangguan Peredaran Darah Otak, Kapita Selekta Neurologi, edisi II, Gajah
Mada University Press, cetakan kelima, Agustus 2005.
4. American Heart Association. Stroke Risk Factors. September 2,2010.
5. Harold P Adam et al. Guideline for the Early Management of Patients with Ischemic
Stroke. Stroke 2003;34:1056.
6. Powers W. Acute Hypertension After Stroke: The Scientific Bases for The Treatment
Decisions. Neurology 1995; 3: 3-5.
7. Wallin JD, Fletcher E, Ram CVS, et al. Intravenous Nicardipine for the Treatment of
Severe Hypertension. Arc Intern Med 1989; 149: 2662-9
8. Nicardipin. Diunduh dari www.detikhealth.com. Disunting Februari 2015.
9. Diltiazem. Diunduh dari www.detikhealth.com. Disunting Februari 2015.
10. Labetolol. Diunduh dari www.detikhealth.com. Disunting Februari 2015.
16