Post on 10-Mar-2019
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
47/PMK.04/2012TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN
PENGELUARANBARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH
DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN
PELABUHANBEBAS DAN PEMBEBASAN CUKAI
DI KABUPATEN BINTAN
(Studi Kasus : Peredaran Rokok Khusus Kawasan Bebas Tahun 2015)
NASKAH PUBLIKASI
OLEH
ZAINAL ABIDIN
NIM. 090565201065
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
1
IMPLEMENTASI PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR
47/PMK.04/2012TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN DAN
PENGELUARANBARANG KE DAN DARI KAWASAN YANG TELAH
DITETAPKAN SEBAGAI KAWASAN PERDAGANGAN BEBAS DAN
PELABUHANBEBAS DAN PEMBEBASAN CUKAI
DI KABUPATEN BINTAN
(Studi Kasus : Peredaran Rokok Khusus Kawasan Bebas Tahun 2015)
ZAINAL ABIDIN
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas maritim Raja ali Haji
A B S T R A K
Kebijkan pemerintah yang menunjang pembangunan yaitu kebijakan
Kawasan Perdagangan Bebas dimana kebijakan tersebut lebih meningkatkan
pembangunan kearah perekonomian. Free Trade Zone (FTZ) adalah wilayah
dimana ada beberapa hambatan perdagangan seperti tarif dan kuota dihapuskan
dan mempermudah urusan birokrasi dengan harapan menarik bisnis baru dan
investasi asing. Pelaksanaan FTZ di wilayah Batam, Bintan, Karimun dan
Tanjung Pinang adalah amanat yang terkandung dalam UU No. 44 tahun 2007
serta peraturan pelaksanaan yang berada dibawahnya. rangka upaya
operasionalisasi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
Bintan, Karimun telah ditetapkan pula Keputusan Presiden No. 9, 10, dan 11
Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
Batam, Bintan, dan Karimun, pada tahun 2013 di tetapkan kembali Keputusan
Presiden No. 18, 19, dan 20 Tahun 2013 tentang Dewan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan, Karimun sebagai bentuk
kelembagaannya.
Keberadaan lingkungan di Bintan menyebabkan Kawasan ini tidak
asing lagi bagi Investor yang ingin menanamkan investasinya di sektor industri
manufaktur. Selain itu, Bintan selama ini juga telah menjadi lokasi kunjungan
wisatawan mancanegara, walaupun yang terbesar masih berasal dari
Singapura.Ditinjau dari sisi infrastruktur, sekalipun belum sebaik Batam, namun
Bintan telah memiliki fasilitas pelabuhan laut dan pelabuhan udara. Dalam
Peraturan Pemerintah tersebut lokasi FTZ Bintan terdiri dari Kawasan Bintan
Utara dengan liputan Wilayah hampir setengah pulau Bintan. Disamping itu,
terdapat 5 lokasi lain, yaitu: (1) Kawasan Anak Lobam,(2) Kawasan Maritim
Bintan Timur, (3) Kawasan Galang Batang, (4) Kawasan Senggarang Kota
2
Tanjungpinang, dan (5) Kawasan Dompak Kota Tanjungpinang. Pulau Bintan
merupakan Wilayah yang cukup siap untuk menarik investasi.
pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007 tetang
Kawasan Pergadagangan Bebas Dan Pelabuhan Bebas Bintan khususnya Rokok
Khusus Kawasan Bebas Wilayah Kabupaten Bintan, masih belumnya terealisasi
secara efektif dan efisien secara maksimal di wilayah Kabupaten Bintan. Dimana
masih terdapatnya persebaran rokok khuusus kawasan bebas di luar wilayah
kawasan bebas Kabupaten Bintan. Hal ini dilihat dari beberapa indikator yaitu
(1) Komunikasi, (2) Sumber Daya, (3) Disposisi, dan (4) Struktur Kebijakan,
sehingga masih harus adanya peningkatan yang dilakukan oleh pihak
implementasi Peraturan Mentri Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012 Tentang
Tata Laksana Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan Yang
Telah di Tetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
dan Pembebasan Cukai
Kata kunci: kebijakan, wilayah kebijakan, dan implementasi kebijakan.
3
A B S T R A C T
Government development policy that support the development of the
Free Trade Area is a policy where the policy is to promote development towards
the economy. Free Trade Zone (FTZ) is a region where there are few trade
barriers such as tariffs and quotas abolished and simplify bureaucratic affairs in
the hope of attracting new business and foreign investment. Implementation of the
FTZ in Batam, Bintan, Karimun and Tanjung Pinang is the mandate contained in
the Act No. 44 of 2007 and the implementing regulations that are below. an effort
operationalization of the Free Trade Zone and Free Port of Batam, Bintan,
Karimun has also stipulated Presidential Decree No. 9, 10, and 11 of 2008 on the
Board of the Free Trade Zone and Free Port of Batam, Bintan, and Karimun, in
2013 on the set back in the Presidential Decree No. 18, 19, and 20 in 2013 on the
Board of the Free Trade Zone and Free Port of Batam, Bintan, Karimun as an
institutional form.
The existence of the environment in Bintan cause this area are familiar
to investors who wish to invest in the manufacturing sector. In addition, during
this Bintan also has been the site of tourist arrivals, although the largest still
comes from Singapura.Ditinjau from the infrastructure side, though not as good
as Batam, Bintan but already has facilities sea port and air port. Into the
aforementioned locations Bintan FTZ consists of Region North Bintan with the
coverage area is nearly half of the island of Bintan. In addition, there are five
other locations, namely: (1) Region Lobam Children, (2) Maritime Region East
Bintan, (3) Region Galang Batang, (4) Region Senggarang Tanjungpinang, and
(5) Region Dompak Tanjungpinang. Regional Bintan Island is quite ready to
attract investment.
Implementation of Government Regulation No. 47 Year 2007 neighbor
Pergadagangan Region Free and Free Port of Bintan especially Speciality
smoking free zone Bintan regency, was earlier realized effectively and efficiently
to the maximum in the district of Bintan. Where still have a cigarette The specific
distribution of free region outside the free area of Bintan regency. It is seen from
several indicators, namely (1) Communication, (2) Resources, (3) Disposition,
and (4) Structural Policies, so it remains to be an increase carried out by the
implementation of the Minister of Finance Regulation No. 47/PMK.04/2012 on
the entry and exit of goods toand the area that has been desgnated as a free trade
area and free port and excise tax exemption in
Keywords: policy, regional policy and policy implementation.
4
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
MASALAH
Kebijkan pemerintah yang
menunjang pembangunan yaitu
kebijakan Kawasan Perdagangan
Bebas dimana kebijakan tersebut lebih
meningkatkan pembangunan kearah
perekonomian.Kebijakan ini sudah
dijalankan di beberapa daerah di
Indonesia diantaranya adalah Kawasan
Batam, Bintan dan Karimun.Dalam
skala regional internasional, Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam, Bintan, Karimun
terletak pada jalur perlintasan
pelayaran internasional yang melayari
selat malaka.
Kawasan ini berhadapan
langsung dengan Negara tetangga
Singapura dan Malaysia (Johor
Selatan).Sedangkan dalam skala
regional antar provinsi.Singapura dan
Malaysia (Johor Selatan).Sedangkan
dalam skala regional antar provinsi,
berdekatan dengan Kota Pekanbaru
dan dilewati jalur Pelabuan Nasional
Indonesia.
Free Trade Zone (FTZ) adalah
wilayah dimana ada beberapa
hambatan perdagangan seperti tarif
dan kuota dihapuskan dan
mempermudah urusan birokrasi
dengan harapan menarik bisnis baru
dan investasi asing. Pelaksanaan FTZ
di wilayah Batam, Bintan, Karimun
dan Tanjung Pinang adalah amanat
yang terkandung dalam UU No. 44
tahun 2007 serta peraturan
pelaksanaan yang berada dibawahnya.
Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan,
Karimun merupakan salah satu
5
Kawasan Strategis Nasional dan
kandidat Kawasan Ekonomi Khusus
dalam bentuk Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas. Terkait
dengan pengembangan Kawasan ini,
telah terdapat suatu proses
penandatanganan kesepakatan
kerjasama ekonomi antara Pemerintah
Indonesia dengan Pemerintah
Singapura.
Kesepakatan kerjasama tersebut
kemudian ditindaklanjuti dengan
adanya penetapan lokasi
pengembangan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas melalui
Peraturan Pemerintah No.46/2007
untuk Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Batam,
Peraturan Pemerintah No.47/2007
untuk Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Bintan dan
Peraturan Pemerintah No.48/2007
untuk Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Karimun.
Dalam rangka upaya
operasionalisasi Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Batam,
Bintan, Karimun telah ditetapkan pula
Keputusan Presiden No. 9, 10, dan 11
Tahun 2008 tentang Dewan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam, Bintan, dan Karimun,
pada tahun 2013 di tetapkan kembali
Keputusan Presiden No. 18, 19, dan 20
Tahun 2013 tentang Dewan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Batam, Bintan, Karimun
sebagai bentuk kelembagaannya.
Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Bintan sesuai
dengan pasal 1 pada Peraturan
Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi Sebagian dari wilayah
6
Kabupaten Bintan serta seluruh
Kawasan Industri Galang Batang,
Kawasan Industri Maritim, dan Pulau
Lobam. Sebagian dari wilayah Kota
Tanjung Pinang yang meliputi
Kawasan Industri Senggarang dan
Kawasan Industri Dompak Darat.
Dengan adanya pemekaran
Wilayah, maka Kota Tanjungpinang
menjadi suatu Wilayah administratif
yang berdiri sendiri. wilayah kota
Tanjungpinang menjadi Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan
dan Pelabuhan Bebas Wilayah Kota
Tanjungpinag sedangkan wilayah
Kabupaten Bintan menjadi Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Wilayah
Kabupaten Bintan, Namun demikian,
dalam konteks Free Trade Zone (FTZ)
Batam Bintan dan Karimun,
penyebutan Bintan akan secara implisit
diartikan sebagai keseluruhan pulau
Bintan. Namun Badan kawasan
perdagangan dan pelabuhan bebas di
bagi sesuai wilayah.
Di dalam Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan
dilakukan kegiatan-kegiatan di bidang
ekonomi, seperti sektor perdagangan,
maritim, industri, perhubungan,
perbankan, pariwisata dan bidang
lainnya. Landasan hukum penetapan
Pulau Bintan sebagai Kawasan FTZ
(Free Trade Zone) atau Kawasan
Perdagangan Bebas telah ditetapkan
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47
tahun 2007 tentang Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Bintan.
Dalam Peraturan Pemerintah
tersebut lokasi FTZ Bintan terdiri dari
Kawasan Bintan Utara dengan liputan
Wilayah hampir setengah pulau
7
Bintan. Disamping itu, terdapat 5
lokasi lain yaitu Kawasan Anak
Lobam, Kawasan Maritim Bintan
Timur, Kawasan Galang Batang,
Kawasan Senggarang Kota
Tanjungpinang dan Kawasan Dompak
Kota Tanjungpinang. Pulau Bintan
merupakan Wilayah yang cukup siap
untuk menarik investasi.
Keberadaan lingkungan di
Bintan menyebabkan Kawasan ini
tidak asing lagi bagi Investor yang
ingin menanamkan investasinya di
sektor industri manufaktur. Selain itu,
Bintan selama ini juga telah menjadi
lokasi kunjungan wisatawan
mancanegara, walaupun yang terbesar
masih berasal dari Singapura.Ditinjau
dari sisi infrastruktur, sekalipun belum
sebaik Batam, namun Bintan telah
memiliki fasilitas pelabuhan laut dan
pelabuhan udara.
Dalam perjalanannya kebijakan
Badan Pengusahan Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Wilyah Kabupaten Bintan
memiliki dampak besar terhadap
bidang ekonomi pada sektor
perdagangan, dengan masuknya rokok
Khusus kawasan bebas di wilayah
Kabupaten Bintan, memiliki dampak
besar terhadap perdagangan antara
rokok bercukai dengan rokok khusus
kawasan bebas.
Dalam pelaksanaannya Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Wilayah
Kabupaten Bintan menetapkan quoata
rokok khusus kawasan bebas di
wilayah Kabupaten Bintan
berdasarkan Peraturan Mentri
Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012
Tentang Tata Laksana Pemasukan dan
Pengeluaran Barang ke dan dari
8
Kawasan Yang Telah di Tetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan
Cukai .
Adapun jenis rokok Khusus
kawasan yang berdar di Wilayah FTZ
Kabupaten Bintan di kategorikan
kedalam 2 bagian :
1. Sigaret Kretek Mesin Full
Falvor (SKM FF) yang dalam
pembuatannya ditambahkan
aroma rasa yang khas seperti
Rexo International 16,
Gudang Baru International 16
filter.
2. Sigaret Kretek Mesin Light
Mild (SKM LM) yang
menggunakan kandungan tar
dan nikotin yang rendah,
Rokok jenis ini jarang
menggunakan aroma yang
khas Seperti S Mild, H Mild
Dalam pelaksanaannya Badan
Pengusahaan Kawasan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan Bebas Wilayah
Kabupaten Bintan telah menetapkan
quota rokok pada tahun 2015 sejumlah
357.324.00 sebagai berikut :
Tabel 1.1.1
Daftar Quota Rokok Khusus
Kawasan Bebas
Tahun 2015
N
O
Nama
Perusaha
an
Nama
Pabrik &
Merek
Rokok
QUOTA
Karton
1. CV.
THREE
STAR
BINTAN
PT.
LEADON
INTERNATI
ONAL
Luffman
Virginia
250
Lufman full
flavor
1.250
Luffman full
Virginia
300
Luffman full
Virginia
1.350
Jumlah 3.150
PT.
FANTASTIK
INTERNATI
ONAL
9
H-MILD 4.000
Jumlah 7.150
2
PT. TRIO
ESOCO
SUKSES
PR. PUTRA
MAJU JAYA
S. Super
Merah
5.745
S. Super
Hijau
1.065
Andalas 16 1.210
Jumlah 8.020
3 PT.
SINAR
NIAGA
MANDI
RI
CV. MEGAH
SEJAHTER
A
Rexo
International
16
2.000
PR TRI
TUNGGAL
IND
USA Mild 16 1.200
Jumlah 3.200
4. PT.
KARYA
PUTRI
MAKMU
R
PT.
UNIVERSA
L
STRATEGIC
ALLIANCE
UP NEXT
Revolution
500
Jumlah 500
5. PT.
BINTAN
AROMA
SEJAHT
ERA
PR.
BINTANG
SAYAP
INSANI
Harmoni 16 100
Harmoni
Premium 16
400
Jumlah 500
6. PT.
GOLDE
N
BAMBO
O
BATAM
PR. JAYA
MAKMUR
Gudang Baru
International
16 filter
450
Gudang Baru
16 filter
50
Jumlah 500
7. PT.
BINTAN
ANUGR
AH
PRATA
MA
PR. BERCA
SAUTI
TOBACCO
RMX (Biru
KKB)
250
RMX (Hitam
KKb)
250
Jumlah 500
8. PT. SRI
HARTA
MAS
SINDO
PR.
BINATANG
SAYAP
INSAN
Red Black 16 350
PT. Maniri
Maha Mulia
Esse Mild
Super slim 20
140
Esse Mild
Menthol
Super Slim
20
10
Jumlah 500
9. PT.
BINTAN
MUDA
GEMILA
PR. TRI
TUNGGAL
IND
Milder 500
10
NG Jumlah 500
TOTAL
21.370
Sumber : Badan Pengusahaan
Kawasan Bebas Wilayah Kabupaten
Bintan
Terlihat dari Tabel 1.1.1
diatas, bahwa di masing-masing
Perusahaan telah di tetapkan quota
rokok khusus kawasan bebas yang
akan di perdagangkan pada FTZ
Wilayah Kabaten Bintan.
GAMBAR 1..1.1
PETA KAWASAN BEBAS
PULAU BINTAN
Peredaran rokok khusu
kawasan bebas harus di kawasan bebas
sedangkan dalam PP No. 47 Tahun
2007 tentang kawasan perdagangan
bebas dan pelabuhan bebas pada pasal
1 ayat 2 Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas Bintan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi :Sebagian dari wilayah
Kabupaten Bintan serta seluruh
Kawasan Industri Galang Batang,
Kawasan IndustriMaritim, dan Pulau
Lobam,Sebagian dari wilayah Kota
Tanjung Pinang yang meliputi
Kawasan Industri Senggarang dan
Kawasan Industri Dompak Darat.
Sehingga peredaran rokok
khusus kawasan bebas perlu di awasi
secara serius karna peredaranya hanya
di wilayah yang masuk dalam peta
kawasan Serta mengacu pada
Peraturan Mentri Keuangan Nomor
11
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan dan Pengeluaran
Barang ke dan dari Kawasan Yang
Telah di Tetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukai.
Berdasarkan latar belakang
masalah tersebut diatas, peneliti ingin
melakukan penelitian terkait dengan
peredaran rokok khusus kawasan
bebas di wilayah Kabupaten Bintan.
Maka dari hal tersebut diatas adanya
permasalahan rokok khusus kawasan
bebas di wilayah Kabupaten Bintan,
penulis mengambil judul penelitian
dengan judul: “IMPLEMENTASI
PERATURAN MENTRI
KEUANGAN NOMOR
47/PMK.04/2012 TENTANG TATA
LAKSANA PEMASUKAN DAN
PENGELUARAN BARANG KE
DAN DARI KAWASAN YANG
TELAH DI TETAPKAN SEBAGAI
KAWASAN PERDAGANGAN
BEBAS DAN PELABUHAN BEBAS
DAN PEMBEBASAN CUKAIDI
KABUPATEN BINTAN (STUDI
KASUS ROKOK KHUSUS
KAWASAN BEBAS TAHUN 2015)”
B. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah
Yaitu :“Bagaimana Implementasi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran
Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang
Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukaidi
Kabupaten Bintan (studi kasus :
Peredaran rokok khusus kawasan
bebas tahun 2015) ?”
12
C. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan peneliti dari
penelitian ini Mengetahui
Implementasi Peraturan Mentri
Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012
Tentang Tata Laksana Pemasukan dan
Pengeluaran Barang ke dan dari
Kawasan Yang Telah di Tetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan
Cukai di Wilayah Kabupaten Bintan.
D. KONSEP OPRASIONAL
Fungsi konsep operasional
adalah sebagai alat untuk
mengidentifikasi fenemena atau
gejala-gejala di amati dengan jelas,
Logika, atau penalaran yang di
gunakan oleh peniliti untuk
menerangkan fenomena yang di teliti
atau di kaji.George C.Edward
implementasi kebijakan publinya
dengan direct and indirect impact on
impletatiaon.dalam pendekatan yang di
terjemahkan oleh Edward III (Winarno
:207:177) terdapat empat variable yang
menentukan implementasi kebijakan,
Yaitu :
1. Faktor Komunikasi.
Komunikasi diartikan sebagai
proses penyampaian informasi
komunikator kepada komunikan.
Komunikasi kebijakan berarti
merupakan proses penyampaian
informasi kebijakan dari pembuat
kebijakan (policy marker) kepada
pelaksana dan penerima kebijakan.
Informasi kebijakan publik perlu
disampaikan kepada pelaku
kebijakan agar para pelaku kebijakan
dapat mengetahui, memahami
apayang menjadi isi, tujuan, arah dan
kelompok sasaran kebijakan (Target
Groups).
13
2. Sumber Daya.
Faktor sumber daya ini juga
mempunyai peranan penting dalam
implementasi kebijakan.Sumber daya
meliputi SDM, sumber daya keuangan,
sumber daya peralatan yang diperlukan
dalam melaksanakan
kebijakan.Sumberdaya Manusia dalam
implementasi kebijakan disamping
harus cukup juga harus memiliki
keahlian dan kemampuan untuk
melaksanakan tugas, anjuran, perintah
dari atasan (pemimpin).Selanjutnya
mengenai Sumber daya Peralatan,
terbatasnya fasilitas dan peralatan yang
diperlukan dalam melaksanakan
kebijakan, menyebabkan gagalnya
pelaksanaan kebijakan. Sumberdaya
peralatan merupakan sarana yang
digunakan untuk operasionalisasi
implementasi suatu kebijakan yang
meliputi gedung, tanah, dan sarana
yang semuanya akan memudahkan
dalam memberikan pelayanan dalam
implementasi kebijakan. Dan yang
terakhir adalah sumber daya anggaran.
Anggaran yang mempengaruhi
efektifitas pelaksanaan kebijakan,
selain sumber daya manusia adalah
dana (anggaran) dan peralatan yang
diperlukan untuk membiayai
operasionalisasi pelaksanaan
kebijakan.
3. Disposisi Atau Kecendrungan –
Kecendrungan.
Keberhasilan implementasi
kebijakan bukan hanya ditentukan oleh
sejauh mana pelaku kebijakan
(implementor) mengetahui apa yang
harus dilakukan dan mampu
melakukanya, tetapi ditentukan juga
dengan kemauan para pelaku
kebijakan tadi memiliki disposisi yang
14
kuat terhadap kebijakan yang sedang
di implementasikan.
4. Struktur Birokrasi.
Meskipun sumber – sumber untuk
mengimplementasikan suatu kebijakan
cukup dan para pelaksana
(implementor) mengetahui apa dan
bagaimana cara melakukanya namun
implementasi kebijakan bisa jadi
masih belum efektif karena adanya
ketidak efesienan struktur birokrasi.
Struktur birokrasi mencangkup
dimensi fragmentasi dan standar
prosedur oprasi yang akan
mempermudahkan dan
menyeragamkan tindakan dari para
pelaksana kebijakan dalam
melaksanakan apa yang menjadi
bidang tugasnya. Dengan diketahuinya
dan dipahami subtansi kebijakan akan
lebih mudah dalam menyusun
Standard Operating Procedure (SOP)
yaitu kejelasan subtansi kebijakan dan
SOP melaksanakan kebijakan
menjadikan disposisi para pelaku
kebijakan semakin jelas.
E. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian yang digunakan
adalah “Kualitatif”. Penelitian
kualitatif adalah penelitian formatif
yang menggunakan teknik tertentu
untuk mendapatkan jawaban
mendalam tentang apa yang dipikirkan
dan dirasakan khalayak sasaran.
Pelaksanaan Peraturan
Pemerintah Nomoro 47 Tahun 2007
Tentang Kawasan Perdagangan Bebas
pasal 2 ayat 1 “Di dalam Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas Bintan di lakukan kegiatan-
kegiatan di bidang ekonomi, seperti
sektor perdagangan, maritim, industri,
15
perhubungan, perbankan, pariwisata,
dan bidang lainnya” dan mengacu
pada Peraturan Mentri Keuangan
Nomor 47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan dan Pengeluaran
Barang ke dan dari Kawasan Yang
Telah di Tetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukai dengan
studi kasus rokok khusus kawasan
bebas pada tahun 2015.
F. ANALISA DATA
Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik dekriptif kualitatif dengan
menggunakan model analisis
interaktif. Aktifitas dalam
menganalisis data, yaitu sebagai
berikut:
1. Reduksi Data.
Merupakan bagian dari proses
analisis yang mempertegas,
memperpendek, membuat fokus,
membuang hal-hal yang tidak
penting dan mengatur dan
sedemikian rupa sehingga dapat
membuat kesimpulan akhir.
2. Penyajian Data.
Merupakan hasil rangkaian
informasi, deskriptif dalam bentuk
narasi yang memungkinkan
kesimpulan riset dapat
dilakukan.Sajian data harus mengacu
kepada rumusan masalah sehingga
dapat menjawab permasalahan yang
diteliti.Penyajian data dilakukan
dengan menghubungkan fenomena
yang ditemukan dalam teori dan
penelitian terdahulu.
16
3. Penarikan Kesimpulan.
Dari awal pengumpulan data
peneliti harus sudah memahami apa
arti dari berbagai hal yang timbul
dengan melakukan pencatatan
peraturan-peraturan, pola-pola,
pernyataan-pernyataan arahan sebab
akibat dan berbagai proporsi
kesimpulan perlu diverifikasi agar
penelitian yang dilakukan benar dan
bisa dipertahankan.
LANDASAN TEORI
1. PEMERINTAHAN
Dalam bahasa Inggris pengertian
pemerintah disebut Government,
sedangkan oleh C.F Strong (dalam
Ermaya, 1999:15) pemerintah
dinyatakan “Pengertian pemerintahan
dalam arti luas adalah mempunyai
kewenangan untuk memelihara
kedamaian dan keamanan negara
kedalam maupun keluar”. Karena itu
pertama harus mempunyai kekuatan
antara atau kemampuan untuk
mengendalikan angkatan perang,
selanjutnya yang kedua harus
mempunyai kekuatan legislative dalam
arti membuat undang-undang, ketiga
harus mempunyai kekuatan finansial
yaitu kekuasaan untuk mengumpulkan
atau meraih uang (pajak) dari
masyarakat untuk menutupi
pembiayaan dalam pengertian negara
melaksanakan hukum untuk dan atas
negara.
Pemerintahan menurut
pendapat Koswara (1994 : 26)
menyatakan bahwa :“Pemerintah
adalah lembaga atau badan-badan
publik yang mempunyai fungsi
melakukan upaya mencapai tujuan
Negara”. Sedangkan Pemerintahan
adalah kegiatan-kegiatan lembaga atau
17
badan publik dalam menjalankan
fungsi untuk mencapai tujuan negara.
Selanjutnya Ermaya
Suradianata (1998 : 10)
mengemukakan bahwa pemerintahan
juga dikategorikan sebagai ilmu dan
seni. Sebagai ilmu pemerintahan
merupakan pengetahuan yang
mempelajari proses kegiatan lembaga-
lembaga publik dalam fungsinya untuk
mencapai tujuan negara, berlaku
secara universal.
Selanjutnya definisi
pemerintahan lainnya sebagaimana
dikemukakan Ermaya ( 1998 : 100)
yaitu : Negara mempunyai tiga unsur
pokok, yaitu suatu masyarakat, suatu
wilayah tertentu (teritorial), dan suatu
pemerintahan. Kini istilah
pemerintahan, berarti sangat luas yaitu
meliputi semua pengurusan negara
oleh segala alat alat kenegaraan.
Jadi dalam hal ini pengertian
pemerintah erat sekali kaitannya
dengan kekuasaan, dapat dikatakan
bahwa pemerintah tanpa kekuasaan
tidak akan berfungsi. Tentang
kekuasaan ini Max Weber
(Mubyarto,dkk; 1987 : 54)
mengetengahkan teori “domination” di
dalam kerangka teorinya tentang
birokrasi. Menurut Weber :
Domination merupakan salah satu
bentuk hubungan kekuasaan di mana si
penguasa sadar akan haknya untuk
memerintah, sedang yang diperintah
sadar bahwa menjadi kewajibannya
untuk mentaati perintah penguasa tadi.
Dari teori domination ini, birokrasi
merupakan inti dari pemerintahan,
karena ia adalah pelaksana atau
penyelenggara pemerintahan yang
berbentuk institusi atau lembaga yang
diangkat melalui ketentuan formal.
18
Selanjutnya membicarakan
atau membahas “pemerintahan” tidak
terlepas dari pembahasan
“Administrasi negara”, demikian pula
sebaliknya; karena keduanya tidak
dapat dipisahkan, walaupun keduanya
juga dapat dibedakan Prayudi ( 1989 :
9 ) menyebutkan dalam bahasa sehari
hari Administrasi Negara disebut juga
“pemerintahan” asalkan tidak
dicampur adukkan dengan
pemerintahan yang sifatnya eksekutif
atau politik kenegaraan.
Henry mengemukakan
pendapat Frank J. Goodnow (Ermaya;
1993 : 33) yang menyatakan dua
fungsi yang berbeda dalam
pemerintah, yaitu : “Politik” harus
berhubungan dengan kebijaksanaan
atau berbagai masalah yang
berhubungan dengan tujuan negara.
Pengertian organiasi lainnya
secara umum dapat dikemukakan
pendapat dari Ermaya (1996: 26)
bahwa : Organisasi adalah merupakan
tempat atau wahana proses kegiatan
kumpulan orang-orang yang
bekerjasama, mempunyai fungsi dan
kewenangan untuk mengerjakan usaha
mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Lebih lanjut Ermaya
mengemukakan, untuk menghindarkan
konotasi negatif dari birokrasi, maka
setiap birokrasi harus memenuhi asas
dengan tingkat rasionalitas tertentu
sebagai syarat terselenggaranya
rangkaian kegiatan untuk mencapai
tujuan yang diharapkan. Jadi konteks
seperti itu diperlukan administrasi,
yaitu sebagai keseluruhan proses
kerjasama dua orang atau lebih untuk
mencapai dasar rasionalitas tertentu
dalam penyelenggaran pemerintahan.
19
2. KEBIJAKAN
Ada beberapa teori tentang
kebijakan diantaranya yaitu; menurut
Ealau dan Pewitt (1973) kebijakan
adalah sebuah ketetapan yang
berlaku,dicirikan oleh perilaku yang
konsisten dan berulang baik dari yang
membuat atau yang melaksanakan
kebijakan tersebut. Menurut Titmuss
(1974) mendefinisikan kebijakan
sebagai prinsip-prinsip yang mengatur
tindakan dan diarahkan pada tujuam
tertentu dan menurut Edi Suharto
(2008:7) menyatakan bahwa kebijakan
adalah suatu ketetapan yang memuat
prinsip-prinsip untuk mengarahkan
cara bertindak yang dibuat secara
terencana dan konsisten dalam
mencapai tujuan tertentu.
3. IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
Sejarah perkembangan studi
implementasi baru dimulai sekitar
tahun 1970 -an ketika perkembangan
dalam studi kebijakan mengalami
pergeseran minat, dari focus kepada
ujung depan dari proses kebijakan,
yakni : keputusan (politik) menjadi
focus kepada tahap paska keputusan.
Karya yang dianggap
mengawali era studi implementasi
adalah tulisan Pressman dan
Wildavsky “Implementation” pada
tahun 1973.Tulisan mereka membahas
tentang implementasi program
pembangunan ekonomi perkotaan di
Aucland USA, dengan mewancarai
aktor pelaksana dan mengkaji
dokumen – dokumen kebijakan untuk
menemukan hal – hal yang tidak
beres.Hasilnya adalah suatu
pendekatan yang bersifat rasional
perspektif dengan model sudut
pandang Top-down.Tumbuhnya model
rasional perspektif sebagai tonggak
20
awal studi implementasi adalah sangat
wajar mengingat kebutuhan saat itu
adalah untuk menjawab pertanyaan
mengapa banyak kebijakan mengalami
kegagalan saat diimplementasikan dan
bagaimana menghasilkan suatu
formula implementasi yang tingkat
kegagalannya rendah.
Model Bottom-up yang
dikomandani oleh Michael Lypsky
melalui bukunya yang baru diterbitkan
tahun 1980. pendekatan Bottom-up ini
terutama merupakan kritik atas
pandangan model Top-down yang
menafikan kontribusi peran pelaksana
tingkat bawah (street level
beaurocrazy) pada proses implemesi.
Pada sudut pandang ini juga lebih
dipertegas bahwa proses politik bukan
hanya tidak berhenti saat kebijakan
sudah diputuskan, tapi juga tetap
berlangsung pada level pelaksana
tingkat bawah yang banyak
menentukan tingkat keberhasilan
implementasi. Dengan demikian perlu
mempertimbangkan apa yang menjadi
aspirasi, tujuan dan kebutuhan para
pelaksana termasuk kesulitan –
kesulitan yang mereka hadapi. Karena
apa yang menjadi masalah dalam
proses implementasi bisa tampak
berbeda dari perspektif level yang
berbeda. Atau dengan kata lain
antisipasi yang sudah dilakukan pada
masalah – masalah implementasi yang
akan dan dapat terjadi dari Top Level
perspektif, bisa berlainan saat
implementasi running up di tingkat
bawah.
Sudut pandang Model
Sintesis muncul sekitar tahun 1982
dengan tokohnya yang popular Randall
P. Ripley & Grace Franklin. Model
Sintesis ini memadukan kedua model
21
sebelumnya (Top-down dan Bottom
up) dengan tekanan utama yang bisa
beragam, mulai pada jaringan interaksi
antar aktor pelaksana sampai pada
pendekatan sosiologis, dll.
GAMBARAN UMUM LOKASI
PENELITIAN
Letak Geografis Kabupaten Bintan
Secara geografis, wilayah
Kabupaten Bintan terletak antara
0006’17” - 10 34’52” Lintang Utara
dan 104012’47” Bujur Timur di
sebelah Barat - 1080 02’27” Bujur
Timur di sebelah Timur. Secara
keseluruhan luas wilayah Kabupaten
Bintan adalah 87.717,84 km2 terdiri
atas wilayah daratan seluas 1.319,51
km2 (1,50%) dan wilayah laut seluas
86.398,33 km2 (98,50%).
Kabupaten Bintan juga
memiliki wilayah administrasi yang
berbatasan dengan daerah-daerah lain,
diantaranya:
1. Sebelah Utara :
Kabupaten Anambas
2. Sebelah Selatan
:Kabupaten Lingga
3. Sebelah Barat
:KotaTanjungpinang
dan Kota Batam
4. SebelahTimur :Provinsi
Kalimantan Barat
Kabupaten Bintan memiliki
240 buah pulau besardan kecil.Dari
jumlah tersebut hanya 49 buah
diantaranya yang berpenghuni,
sedangkan sisanya walau pun belum
berpenghuni namun sudah
dimanfaatkan untuk kegiatan
pertanian, khususnya usaha
perkebunan. Secara administrasi,
Kabupaten Bintan terdiridari 10 31
22
kecamatan, 36 desa, dan 15
kelurahan.3 kecamatan terletak di luar
Pulau Bintan yaitu Kecamatan Bintan
Pesisir, Kecamatan Mantang dan
Kecamatan Tambelan sedangkan
sisanya terletak di Pulau Bintan.
Tahun 2007, Pemerintah
Kabupaten Bintan melakukan
pemekaran wilayahnya melalui
Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun
2007 tentang Pembentukan Kelurahan
Toapaya Asri di Kecamatan Gunung
Kijang, Desa Dendun, Desa Air Glubi
di Kecamatan Bintan Timur,
Kelurahan Tanjung Permai, Kelurahan
Tanjung Uban Timur di Kecamatan
Bintan Utara, Kelurahan Tembeling
Tanjung di Kecamatan Bintan Teluk
Bintan, Desa Kukup dan Desa
Pengikik di Kecamatan Tambelan dan
Kelurahan Kota Baru di Kecamatan
Teluk Sebong.
Selain itu juga dilakukan
Pemekaran Kecamatan melalui
Peraturan Daerah Nomor 12 Tahun
2007 tentang Pembentukan Kecamatan
Toapaya, Kecamatan Mantang,
Kecamatan Bintan Pesisir dan
Kecamatan Seri Kuala Lobam. Dengan
terjadinya pemekaran wilayah maka
jumlah Kecamatan yang terdapat di
wilayah Kabupaten Bintan bertambah
dari 6 (enam) Kecamatan menjadi 10
(sepuluh) kecamatan, yaitu Kecamatan
Teluk Bintan, Sri Kuala Lobam,
Bintan Utara, Teluk Sebong, Bintan
Timur, Bintan Pesisir, Mantang,
Gunung Kijang, Toapaya,
danTambelan.
ANALISA DAN PEMBAHASAN
Implementasi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012
23
Tentang Tata Laksana Pemasukan
Dan Pengeluaran Barang Ke Dan
Dari Kawasan Yang Telah
Ditetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukai.
1. Komunikasi.
Masih lemahnya informasi dan
sosialisasi antara pihak Badan
Pengusahaan Bintan Wilayah
Kabupaten Bintan kepada Masyarakat
Kabupaten Bintan terhadap Peraturan
Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran
Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang
Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukai
khususnya Rokok Khusus Kawasan
Bebas di Kabpaten Bintan sehingga
mengakibatkat tidak terkontrolnya
persebaran rokok khusus kawasan
bebas di luar wilayah khusus kawasan
bebas di Kabupaten bintan. Sehingga
dapat dikatakan dalam segi
komunikasi Implementasi Peraturan
Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran
Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang
Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukai di
Kabupaten Bintan masih belum
berjalan dengan efektif dan efisien.
2. Sumber Daya.
Tingginya permintaan pasar akan
Rokok Khusus Kawasan Bebas di
luar kawasan bebas wilayah
Kabupaten Bintan, dan masih belum
efektif dan efisiennya kinerja aparat
24
dan sarana serta prasaranan
Implementasi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012
Tentang Tata Laksana Pemasukan
Dan Pengeluaran Barang Ke Dan
Dari Kawasan Yang Telah
Ditetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukaidi
Kabupaten Bintan khususnya dalam
mengawasi persebaran Rokok
Khusus Kawasan Bebas di luar
wilayah khusus kawasan bebas di
Kabupaten bintan membuat Rokok
Khusus Kawasan Bebas dengan
mudah beredaran pada kegiatan
perdagangan pada luar wilayah
khusus kawasan bebas di Kabupaten
Bintan. Sehingga dapat dikatakan
dalam segi sumber daya
Implementasi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012
Tentang Tata Laksana Pemasukan
Dan Pengeluaran Barang Ke Dan
Dari Kawasan Yang Telah
Ditetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukai masih
belum berjalan dengan optimal.
a. Dispoosisi.
Berdasarkan hasil penelitian,
masih lemahnya kemauan pelaku
kebijakan terhadap Implementasi
Peraturan Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran
Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang
Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukai di
Kabupaten Bintan baik dari pihak
Badan Pengusahaan Bintan Wilayah
Kabupaten Bintan, Kantor Pengawasan
25
Pelayan bea dan Cukai (KPPBC) Tipe
Madya Pabean B Tanjungpinang serta
Pengusaha dan Distributor/ Agen
Rokok Khusus Kawasan Bebas dalam
Implementasi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012
Tentang Tata Laksana Pemasukan
Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
Dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan
Cukaikhususnya Rokok Khusus
kawasan Bebas. Sehingga dapat
dikatakan dalam segi disposisi
Implementasi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012
Tentang Tata Laksana Pemasukan
Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
Dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan
Cukai di Kabupaten Bintan masih
belum berjalan dengan efektif dan
efisien.
b. Struktur Organisasi.
Berdasarkan hasil penelitian,
dalam Implementasi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 47/PMK.04/2012
Tentang Tata Laksana Pemasukan
Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas
Dan Pelabuhan Bebas dan Pembebasan
Cukai, bahwa BP Bintan Wilayah
Kabupaten Bintan sabagai intitusi yang
menjalankan peraturan tersebut namun
terkait Rokok Khusus Kawasan Bebas
di wilayah Kabupaten Bintan di atur
lebih lanjut di peraturan Mentri
Keuangan nomor 47/PMK.04/2012
Tentang Tata Laksana Pemasukan dan
Pengeluaran Barang ke dan dari
Kawasan yang telah ditetapkan sebagai
26
kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas dan pembebasan
cukai sehingga adanya peran dari bea
dan cukai dalam hal ini Kantor
Pengawasan Pelayan bea dan Cukai
(KPPBC) Tipe Madya Pabean B
Tanjungpinang
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
Implementasi Peraturan
Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan Pengeluaran
Barang Ke Dan Dari Kawasan Yang
Telah Ditetapkan Sebagai Kawasan
Perdagangan Bebas Dan Pelabuhan
Bebas dan Pembebasan Cukai Wilayah
kabupaten Bintan, maka peneliti dapat
menarik kesimpulan dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Masih lemahnya komunikasi
antara pihak BP. Bintan dan
Kantor Pengawasan Pelayan Bea
Dan Cukai (KPPBC) Tipe Madya
Pabean B Tanjungpinang dalam
mengimplementasikan Peraturan
Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan
Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas Dan Pelabuhan Bebas dan
Pembebasan CukaiKabupaten
Bintan terhadap Masyarakat atas
Rokok Khusus Kawasan Bebas di
luar wilayah khusus kawasan
bebas di KabUpaten Bintan
sehingga mengakibatkan tidak
terkontrolnya persebaran rokok
khusus kawasan bebas di luar
wilayah khusus kawasan bebas di
71
27
Kabupaten bintan. Sehingga dapat
dikatakan dalam segi komunikasi
sebuah kebijakan yang akan
diimplementasikan masih terdapat
kelemahan yang harus
ditingkatkan lagi.
2. Tingginya permintaan pasar akan
Rokok Khusus Kawasan Bebas di
luar kawasan bebas wilayah
Kabupaten Bintan, dan kurangnya
keefektifan dan efisienan kinerja
sumber daya organisasi
pengimplementasian Peraturan
Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan
Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas Dan Pelabuhan Bebas dan
Pembebasan CukaiKabupaten
Bintan baik dalam segi Sumber
Daya Manusia (SDM) dan Sarana
serta Prasarana dalam mengawasi
persebaran Rokok Khusus
Kawasan Bebas di luar wilayah
khusus kawasan bebas di
Kabupaten bintan membuat rokok
khusus kawasan bebas dengan
mudah beredaran pada kegiatan
perdagangan pada luar wilayah
khusus kawasan bebas di
Kabupaten Bintan. Sehingga dapat
dikatakan dalam segi sumber daya
implementasi kebijakan masih
terdapat kelemahan ddan harus
ditingkatkan lagi.
3. Belum optimalnya aparat pelaku
dalam Implementasi Peraturan
Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan
28
Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas Dan Pelabuhan Bebas dan
Pembebasan Cukai. Sehingga
Implementasi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan
Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas Dan Pelabuhan Bebas dan
Pembebasan Cukai Kabupaten
Bintan belum dapat berjalan
dengan baik.
4. Badan Pengusahaan Bintan
Wilayah Kabupaten Bintan dan
Bea dan Cukai/ Pabean
merupakan lembaga/ institusi
yang mengontrol keluar-masuknya
serta persebaran Rokok Khusus
Kawasan Bebas di wilayah
Kabupaten Bintan. Sehingga dapat
dikatakan dalam segi struktur
organisasi implementasi kebijakan
memiliki struktur organisasi
implementasi yang baik.
B. SARAN
, adapun saran yang di
sampaikan sebagai berikut:
1. Badan Pengusahaan Bintan dan
Bea dan Cukai/ Pabean harus
lebih meningkatkan kinerja dan
mendekatkan diri lagi kepada
masyarakat dalam
mennginformasikan dan
mensosialisasikanPeraturan
Menteri Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan
Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
29
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas Dan Pelabuhan Bebas dan
Pembebasan Cukai.Kabupaten
Bintan.
2. Badan Pengusahaan Bintan dan
Bea dan Cukai/ Pabean dapat
meningkatkan lagi jumlah personil
serta sarana dan prasana demi
terlaksanannya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan
Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas Dan Pelabuhan Bebas dan
Pembebasan Cukai.
3. Badan Pengusahaan Bintan Dan
Bea dan Cukai/ Pabean harus
mempertegas kembali kepada
Pengusaha/ Pabrik rokok Khusus
Kawasan Bebas terhadap
Implementasi Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
47/PMK.04/2012 Tentang Tata
Laksana Pemasukan Dan
Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas Dan Pelabuhan Bebas dan
Pembebasan CukaiKabupaten
Bintan.
4. Badan Pengusahaan Bintan Dan
Bea dan Cukai/ Pabean harus
dapat mempertahankan struktur
organisasi dalam Implementasi
Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 47/PMK.04/2012 Tentang
Tata Laksana Pemasukan Dan
Pengeluaran Barang Ke Dan Dari
30
Kawasan Yang Telah Ditetapkan
Sebagai Kawasan Perdagangan
Bebas Dan Pelabuhan Bebas dan
Pembebasan CukaiKabupaten
Bintan.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Wahab, Solichin. 2001.
Analisa Kebijakan Dari
Formulasi Ke.
Implementasi Kebijakan
Negara.BumiAksara
Abidin, Said Zainal. 2002.
Kebijakan Publik Edisi
Revisi. Jakarta: Yayasan.
Pancur Siwah
Agustino, Leo. 2006. Dasar-
Dasar Kebijakan Publik.
Bandung :CvAlfabetha
Arikunto, Suharsimi Dan Cepi
S.A. Jabar.2004.Evaluasi
Program Pendidikan.
Jakarta.
PenerbitBumiAksara
Crawford, John. 2000. Ed. 2.
Evaluation Of Libraries
And Information Services.
London :Aslib, The
Association For
Information Management
And Information
Management International.
D, Riant Nugroho. 2004.
Kebijakan Publik:
Formulasi, Implementasi
Dan Evaluasi. Jakarta:
PtGramedia.
31
Dunn, William N. 2003.
Pengantar Analisis
Kebijakan Publik.
Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Moleong, Lexy J. 2004.
Metodologi Penelitian
Kualitatif. Bandung :Pt.
Remaja Rosdakarya.
HadariNawawi. 2006. Evaluasi
Dan Manajemen Kinerja
Di Lingkungan Perusahaan
Dan Industri. Yogyakarta:
Gadjah Mada University
Press
Hasan, Erliana.2011.Flsafat Ilmu
Dan Metedologi Penelitian
Ilmu Pemerintahan. Bogor
: Ghalia Indonesia
Ndraha,
Taliziduhu.2003.Kybernolo
gy (Ilmu Pemerintahan
Baru).Jakarta : Pt. Rineka
Cipta
N. Dunn,
Wiliam.2003.Pengantar
Analisa Kebijakan Publik
Edisi Kedua.Yogyakarta :
Gadjah Mada University
Press
Poltak Sinambela,Dkk
Lijan.2014.Reformasi
Pelayanan Publik (Teori,
Kebijakan, Dan
Imlementasi).Jakarta :
Bumi Aksara
Sugiyono. 2005. Metode
Penelitian Administrasi.
Bandung: Cv. Alfabeta.
Subarsono. 2008. Analisis
Kebijakan Publik.
Yogyakarta:
PustakaPelajar.
32
Suharto, Edi.2013.Kebijakan
Sosial Sebagai Kebijakan
Publik. Bandung : Alfa
Beta
Suradinata, Ermaya. 1996.
Manajemen Sumber Daya
Manusia.Bandung: Cv
Ramadhan.
Suradinata, Ermaya. 1997.
Pemimpin Dan
Kepemimpinan Pemerintah
Suatu Pendekatan
Budaya.Jakarta: Pt.
Gramedia Pustaka Utama.
Suradinata, Ermaya 1998,
Manajemen Pemerintahan
Dan Otonomi
Daerah,Bandung :Ramadan
Tachjan. 2006. Implementasi
Kebijakan Publik. Bandung
:Penerbit Aipi Bandung –
Puslit Kp2w LemlitUnpad.
NasrulSyakurChaniago. 2011.
Manajemen Organisasi.
Bandung :Ciptapustaka
Media Perintis
Mesiono. 2010. Manajeman Dan
Organisasi. Bandung
:Ciptapustaka Media
Perintis
Yenny Lay Rade. 2014. Evaluasi
Kebijakan Perdagangan
Bebas dan Pelabuhan
Bebas Bintan Wilayah Kota
Tanjungpinang. Universitas
Maritim Raja Ali Haji
Tanjungpinang