Post on 07-Feb-2016
description
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN
KELAS : E
KELOMPOK : 2
ASISTEN : Farokhi Mochtar
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
LAPORAN PRAKTIKUM EKOLOGI PERTANIAN
Oleh :
No Nama NIM Nilai
1 Yogi Sinatrya 145040101111072
2 Herlin Fuji Rahayu 145040101111073
3 R. Ay. Sri Sucahyani 145040101111074
4 Rizky Awaliyah 145040101111075
5 Ramayana Sinaga 145040101111076
6 Riza Adityawati 145040101111077
7 Evita Septiana 145040101111078
8 Candra Febri Kurniawati 145040101111079
9 Dyah Ayu Maharani 145040101111080
10 Yuwono Wibowo 145040101111081
11 Stevanus Sembiring 145040101111083
12 Devico Abrian M.M 145040101111084
13 Mia Yohannengsih 145040101111085
14 Bagas Fatwa Wicaksono 145040101111086
Asisten :Farokhi Mochtar
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2014
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroekosistem adalah komunitas tanaman dan hewan yang berhubungan
dengan lingkungannya (baik fisik maupun kimia) yang telah diubah oleh manusia
untuk menghasilkan pangan, pakan, serat, kayu bakar dan produk-produk lainnya
yang dibutuhkan manusia.
Di dalam agroekosistem terdapat ekosistem yang menjadi tempat interaksi
antar faktor biotik dan abiotik. Faktor abiotik adalah faktor tak hidup yang
meliputi faktor fisik dan faktor kimia. Faktor fisik yang mempengaruhi ekosistem
adalah suhu, sinar matahari, air, tanah, ketinggian, angin. Faktor biotik adalah
faktor hidup yang meliputi semua makhluk hidup baik hewan maupun tumbuhan.
Di permukaan bumi, sekian banyak spesies hewan ternyata ¾ bagian
adalah serangga. Hal ini disebabkan oleh daya tahan tubuhnya yang baik,
cepatnya menyesuaikan diri dengan lingkungannya dan penyebaran yang sangat
luas yaitu mulai dari daerah tropis hingga daerah kutub. Dari jumlah tersebut,
lebih dari 750.000 spesies telah diketahui dan diberi nama. Jumlah tersebut
merupakan kurang lebih 80% dari filum anthropoda.
Salah satu kondisi yang berpengaruh pada ekosistem adalah tutupan lahan
oleh vegetasi yang merupakan bagian penting yang tidak dapat terpisahkan dalam
penanganan pengolahan baik dalam jangka pendek, menengah, maupun jangka
panjang. Dalam pengelolaan agroekosistem, data vegetasi meliputi tanaman
budidaya maupun tumbuhan yang tumbuh di ekosistem.
1.2 Rumusan Masalah
1. Kondisi lingkungan mikro pada sistem pertanian di dataran tinggi
(Cangar) dan dataran rendah (Jatikerto)
2. Keragaman Arthropoda di dataran tinggi (Cangar) dan dataran rendah
(Jatikerto)
3. Analisis vegetasi pada dataran tinggi (Cangar) dan dataran rendah
(Jatikerto)
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui analisis vegetasi dan faktor abiotik.
2. Untuk mengetahui biomassa pohon.
3 Untuk mengetahui faktor biotik.
4. Untuk mengetahui jenis-jenis anthropoda yang terdapat dalam
ekosistem tahunan dan ekosistem musiman.
1.4 Manfaat
1. Memahami keadaan vegetasi di Cangar dan di Jatikerto sehingga dapat menambah wawasan dan pengetahuan terhadap sang pembaca.
2. Dapat mendeskripsikan perbandingan keadaan vegetasi di masing-masing tempat.
3. Dapat mengidentifikasi keanekaragaman artropoda di Cangar dan di Jatikerto.
4. Dapat membandingkan keragaman arthropoda di masing-masing tempat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Ekologi dan Ekologi Pertanian
Wilayah yang memiliki kondisi lingkungan tertentu akan berpengaruh
pada vegetasinya dan jenis dari hewan-hewan disekitarnya. Segala proses yang
berkaitan dengan lingkungan baik abiotik maupun abiotik akan dipelajari dalam
ekologi.
Istilah ekologi diciptakan oleh sarjana Jerman Ernest Haeckel, seorang
biologiwan asal Jerman, dalam tahun 1869. Istilah ini terdiri atas dua suku kata
Yunani Oikos yang berarti rumah atau rumah tangga dan logos yang berarti uraian
atau ilmu.
Memberikan penjelasan secara rinci pada uraian berikut ini. Ekologi itu
secara harfiah berarti ilmu kerumahtanggan. Tetapi dalam kenyataannya, yang
dimaksud rumah tangga itu tidak terbatas pada pengertian rumah tangga seperti
yang biasa sehari-hari kita pahami, akan tetapi lebih luas lagi. Desa, negara
bahkan seluruh dunia ini bisa kita anggap sebagai rumah tangga kita bersama.
Ekologi yang tergolong suatu disiplin ilmu yang masih muda memang belum
nampak jelas identitasnya; kadang-kadang batas-batas disiplinnya dengan ilmu
lain masih kabur.
D. Dwidjoseputro (1990:8)
Sedangkan mengemukakan penjelasan lain tentang ekologi. Inti dari
permasalahan lingkungan hidup adalah hubungan makhluk hidup, khusunya
manusia, dengan lingkungan hidupnya. Ilmu tentang hubungan timbal balik
makhluk hidup dengan lingkungan hidupnya disebut ekologi. Oleh karena itu
permasalahan lingkungan hidup pada hakekatnya adalah permasalahan ekologi.
Otto Soemarwoto (1983:14)
Banyak yang menyamakan ilmu ekologi dengan ekonomi. Secara harafiah
ilmu ini hampir mirip hanya saja ada beberapa pokok permasalahan yang sedang
dibahas berbeda. Ekologi dan ekonomi hampir sama namun dalam ekologi untuk
melakukan transaksi dalam suatu lingkungan menggunakan mata uang materi,
energi, dan informasi. Ketiga hal diatas mejadi perhatian utama dalam ekologi
seperti perputaran uang dalam ekonomi. Ilmu ekologi sering disebut ilmu
ekonomi alam karena dalam transaksi menggunakan mata uang berupa materi,
energi, dan informasi. Dimana ketiganya saling mempengaruhi dan terkait.
Soemarwoto (1983:14),
Pertanian memiliki dua pengertian dalam arti sempit dan dalam arti luas.
Pertanian dalam arti sempit memiliki makna budidaya tanaman pada suatu lahan.
Pertanian dalam arti luas mencakup pertanian, perikanan, kehutanan, peternakan,
dan kelautan. Ilmu ekologi memiliki batasan yang luas dimana pertanian
merupakan salah satu hal yang dapat dijelaskan melalui disiplin ilmu ini. Di
dalam pertanian, ilmu ekologi bisa menjelaskan tentang interaksi antara unsur
abiotik dan biotik yang sesuai sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik.
Pertanian yang di dalamnya benar-benar menerapkan prinsip ekologi akan
dapat meminimalkan dampak lingkungan dan sosial-ekonomi yang negatif dari
teknologi modern. Biasanya ahli ekologi menyebut ekologi pertanian Ilmu
Agroekologi. Agroekologi didefinisikan sebagai penerapan konsep ekologi dan
prinsip-prinsip untuk desain dan pengelolaan agroekosistem yang berkelanjutan,
menyediakan kerangka kerjauntuk menilai kompleksitas agroekosistem.
(Altieri, 1995).
Mengemukakan bahwa ilmu agroekologi itu sendiri adalah penerapan dari
konsep dan prinsip yang dibuat untuk mendesain dan mengelola dari pertanian
yang berkelanjutan. Tujuan yang ingin dicapai dalam agroekologi adalah
pertanian berkelanjutan.
Gilesmann (2000)
2.2 Pengertian Ekosistem Alami dan Ekosistem Buatan
Agroekologi tidak akan lepas dari yang disebut lingkungan, baik itu
lingkungan yang bersifat abiotik maupun biotik. Diantara kedua lingkungan ini
ada hubungan timbal balik yang menyebabkan adanya perpindahan energi, massa,
dan nutrisi.
Hubungan ekologi dan ekosistem dijelaskan oleh Otto Soemarwoto
(1983:15) sebagai berikut Suatu konsep sentral dalam ekologi ialah ekosistem
yaitu suatu sistem ekologi yang dibentuk oleh hubungan timbal-balik antara
makhluk hidup dengan lingkungannya. Menurut pengertian, suatu sistem terdiri
atas komponen-komponen yang bekerja secara teratur sebagai suatu kesatuan.
Ekosistem terbetuk oleh komponen hidup dan tak hidup di suatu tempat yang
saling berinteraksi membentuk suatu kesatuan yang teratur. Keteraturan itu terjadi
oleh adanya arus materi dan energi yang terkendalikan oleh arus informasi antar
komponen-komponen dalam ekosistem ini.
Mencoba menjelaskan bahwa lingkungan ekosistem ini sendiri bersifat
sangat kompleks sehingga terbetuk adanya keteraturan dan membentuk kesatuan
di dalamnya. Jika salah satu komponen terganggu maka ekosistem akan
kehilangan keseimbangannya. Terganggunya keseimbangan ini bisa bersifat statis
maupun dinamis, baik secara alami ataupun disengaja dibuat manusia.
Otto Soemarwoto(1983)
Berdasarkan sejarah terbentuknya, ekosistem dapat dibedakan menjadi
tiga, yaitu:
a. Ekosistem Alami, yaitu ekosistem yang terbentuk secara
alami, tanpa adanya pengaruh atau campur tangan manusia.
Misalnya, ekosistem gurun pasir, ekosistem hutan tropis, dan
ekosistem hutan gugur. Setiap ekosistem mempunyai ciri khas.
Ciri itu sangat ditentukan oleh faktor suhu, curah hujan, iklim,
dan lain-lain. Dalam kurun waktu tertentu ekosistem alami dapat
menjaga sifat-sifatnya dengan cukup konstan, terutama karena
desakan-desakan yang dibuat oleh lingkungan fisik bersama
sama dengan lingkungan timbal balik baik intra maupun
antarspesies.
b. Ekosistem Buatan, yaitu ekosistem yang sengaja dibuat oleh
manusia. Misalnya, kolam, waduk, sawah, ladang, dan
tanam. Pada umumnya, ekosistem buatan mempunyai
komponen biotik sesuai dengan yang diinginkan pembuatnya.
Pada ekosistem sawah, komponen biotik yang banyak, yaitu
padi dan kacang.
2.3 Pengaruh Faktor Abiotik Terhadap Pertumbuhan Tanaman
Otto Soemarwoto (1983:18) menyatakan “tubuh kita hewan, tumbuhan,
batu dan lain-lain tersusun oleh materi. Materi itu terdiri dari unsur kimia, seperti
karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O), nitrogen (N), dan fosfor (F).” Semua
faktor-faktor tersebut membentuk molekul seperti air, udara, dan tanah yang
merupakan faktor abiotik. Faktor-faktor ini akan memengaruhi faktor lain seperti
angin, suhu, kelembaban, dan radiasi matahari yang berpengaruh pada
pertumbuhan tanaman.
a. Air
Air pasti dibutuhkan semua makhluk hidup karena 70% berat-
badan makhluk hidup baik hewan maupun tumbuhan merupakan air. Kita
bisa mengetahui seberapa pentingnya air dari jenis vegetasi yang ada pada
setiap tanah akan berbeda sesuai banyaknya air. Tanah yang memiliki air
yang menggenang tidak akan ada ulat, namun tanah yang kering tidak akan
kita jumpai adanya tumbuhan. Itu artinya air memiliki peran penting dalam
penentuan vegetasi yang ada.
Dwidjoseputro (1990),
Proses fotosintesis yang terjadi juga melibatkan peran air. Apabila
tidak ada air tumbuhan tidak bisa melakukan fotosintesis. Tanaman yang
semula segar menjadi layu dan lama-kelamaan mati. Itu diakibatkan
karena kekeringan air akan mengganggu aktifitas fisiologis maupun
morfologis, sehingga mengakibatkan terhentinya pertumbuhan, bahkan
defisiensi air yang terus menerus akan menyebabkan perubahan
irreversibel yang menyebabkan kematian pada tanaman. Sebaliknya jika
pemberian air berlebih pada tanaman, maka akan terjadi perubahan
berbagai proses kimia dan biologis yang membatasi jumlah oksigen dan
meningkatkan pembentukkan senyawa yang berbahaya bagi akar tanaman.
b. Cahaya
Sumber energi bagi kehidupan yang paling pokok di Bumi adalah
matahari berupa cahaya. Cahaya matahari sendiri memiliki banyak variasi
dalam hal panjang gelombang. Panjang gelombang ini akan
mempengaruhi kualitas cahaya (cahaya yang diserap, dipantulkan, atau di
refleksikan), intensitas cahaya menentukan fotosintesis. Dan lamanya
penyinaran menentukan jenis tanaman.
(D.Dwidjoseputero, 1990 : 14)
Selain air, faktor yang berperan penting dalam fotosintesis adalah
cahaya. Lamanya penyinaran di setiap belahan bumi tidak sama. Sehingga,
vegetasi yang ada di tempat juga berbeda. Kebutuhan intensitas akan
cahaya juga berbeda setiap tanaman. Ada yang membutuhkan cahaya
matahari secara langsung seperti padi namun ada pula tanaman yang
membutuhkan teduhan agar tidak langsung terkena cahaya matahari. Hal
ini tergantung dari kondisi morfologis tanaman. Tempat hidup vegetasi
akan berpengaruh pada bagaimana tanaman melakukan fotosintesis. Ada
tiga jenis tanaman yang digolongkan karena tipe fotosintesis yang
berkaitan dengan cahaya menjadi tanaman C3, C4, dan CAM.
Dalam bukunya Ekologi Manusia dengan Lingkungannya bahwa
Iklim itu seperti kondisi yang terbentuk karena perpaduan dari berbagai
faktor seperti keadaan tanah, air suhu, penyinaran. Satu persatu, faktor-
faktor tersebut dapat menyebabkan iklim sebagai keseluruhan berubah
sifat. Misalnya, air cukup, suhu cukup, udara dalam keadaan optimum,
namun cahaya kurang, maka faktor cahaya menyebabkan iklim sebagai
keseluruhan menjadi faktor pembatas.
D.Dwidjoseputero (1990:19)
Cahaya juga dapat bersifat sebagai penghambat (inhibitor) pada proses
pertumbuhan, hal ini terjadi karena cahaya dapat memacu difusi auksin
untuk menunjang sel sel tumbuhan. Akibatnya , tanaman yang tumbuh di
tempat terang menyebabkan tanamna tumbuh lebihn lambat dengan
kondisi relatif lebih pendek, lebih lebar, lebih hijau, tampak lebih segar
dan batang kecambah lebih kokoh.
c. Suhu
Suhu, cahaya dan kelembaban tanah adalah faktor yang sangat erat
korelasinya. Jika kita bebicara tentang intensitas cahaya yang tinggi maka
akan berpengaruh pada suhu yang tinggi pula. Suhu yang tinggi
menyebabakan penguapan dan kelembaban tanah berkurang. Suhu juga
memengaruhi vegetasi yang tumbuh karena tanaman hanya bisa tumbuh
pada batas suhu tertentu. Jika iklim sebagai pembatas, maka dapat kita
persempit lagi faktor suhu juga menjadi faktor pembatas tanaman bisa
bertahan.
D.Dwidjoseputero (1990 : 19)
Beberapa proses sosiologis tanaman yang dipengaruhi suhu yaitu
membuka dan menutupnya stomata, transpirasi, penyerapan air dan nutrisi,
fotosintesis, respirasi, kinerja enzim, cita rasa tanaman serta pembentukan
primordia bunga. Peningkatan suhu optimum menyebabkan peningkatan
reaksi proses-proses tersebut dan setelah melewati titik optimum proses
tersebut mulai dihambat akibat menurunnya aktivitas enzim. Suhu yang
berada dibawah minimum berpengaruh terhadap hambatan proses
pembungaan. Selain itu, beberapa proses lain seperti absorbsi unsur hara,
respirasi, perkecambahan benih juga akan terganggu pada suhu dibawah
minimum.
d. Tanah
Tanah merupakan habitat dari semua makhluk hidup, namun
terdapat syarat-syarat tertentu seperti tersedianya hara yang mencukupi
bagi tanaman sehingga tumbuh vegetasi di tanah tersebut. Jika tanaman
dapat tumbuh dengan baik di tanah ini, maka tanah tersebut juga bisa
menjadi habitat dari hewan lain. Ketersediaan zat hara dan jenis hara yang
terkandung disini akan berpengaruh pada jenis tanah. Tanah yang memiliki
zat hara yang tinggi disebut humus. Bahwa ada batas-batas seperti faktor
lainnya sesuai syarat tanamana tersebut dapat bertahan. Batas terbawah
adalah titik minimum dan yang paling atas adalah titik maksimum dan
diantaranya terdapat titik optimum yang memungkinkan tanaman tumbuh
dengan signifikan dibandingkan dengan pada saat kondisi lainnya. Ketiga
titik tersebut disebut titik kardinal yang masing-masing memiliki kisaran.
Apabila sifat habitat tersebut melampaui batas minimum maka makhluk
hidup tersebut akan mati, namun makhluk hidup juga dapat melakukan
adaptasi apabila perubahan habitat yang terjadi bersifat lambat pada
beberapa generasi. Namun, menurutnya adaptasi ini sebenarnya terjadi
pada tanaman dengan sifat yang lain seperti ras baru bahkan jenis baru.
Otto Soemarwoto (1990 : 34)
e. Ketinggian
Ketinggian berbanding terbalik dengan suhu. Semakin tinggi suhu
semakin rendah suhu yang ada di daerah tersebut. Dengan keadaan
tersebut, ketinggian suatu tempat bisa menentukan jenis vegetasi yang ada.
Dataran yang tinggi biasanya ditempati vegetasi yang membutuhkan
naungan agar bisa hidup atau tidak bisa terkena sinar matahari secara
langsung contohnya teh, sementara dataran rendah vegetasinya adalah
tanaman yang membutuhkan sinar matahari secara langsung seperti padi.
f. Angin
Angin selain berperan dalam penyerbukan juga berperan dalam
kelembaban. Di Indonesia, terdapat dua angin yang melewatinya yaitu
angin yang menyebabkan musim hujan, angin ini membawa banyak
kandungan uap air karena melewati banyak samudra dan angin yang
menyebabkan musim kemarau karena melewati daratan yang lama.
Perbedaan kedua musim ini akan berpengaruh pada vegetasi yang ada,
seperti saat musim kemarau bagi tanaman yang bisa bertahan pohon jati
akan menggugurkan daunnya sebagai upaya adaptasi.
2.4 Faktor Biotik dan Abiotik Tanah
a. Faktor biotik tanah
Faktor biotik tanah berupa makhluk hidup berupa hewan-hewan yang
hidup dalam tanah seperti cacing dan mikroorganisme seperti bakteri
yang hidup dalam akar polong-polongan serta dekomposer. Makhluk
hidup ini berfungsi untuk membuat siklus daur dari suatu unsur, seperti
nitrogen, belerang, fosfor dan karbon.
b. Faktor abiotik tanah
Faktor abiotik tanah berupa unsur-unsur yang ada dalam tanah seperti
zah hara yang telah diuraikan oleh dekomposer, batu, air dan nitrogen,
belerang, fosfor dan karbon.
1. Unsur belerang
Belerang merupakan zat hara asli tanah. Gunung berapi
menyemburkannya keluar dalam bentuk gas dan menjadi bentuk
padat dalam kawah. Air hujan mengalirkan sebagian belerang
kemudian berkumpul di sungai, mengalir lagi ke danau atau laut
dan mengendap di dasarnya. Jika dasar tersebut tidak dihuni
makhluk hidup maka belerang akan menetap disitu dan hilang dari
peredaran, maka belerang merupakan sumber daya alam yang tidak
bisa diperbarui. Berbeda kasus jika di tempat tersebut terdapat
tanaman maka fosfor akan diserap tanaman dan masuk melalalui
makanan di dalam tubuh manusia atau hewan. Sementara kotoran
tersebut akan dimanfaatkan lagi oleh tanaman sebagai sumber
fosfor kembali. Jadi dengan keberadaan tanaman, fosfor akan bisa
di saur ulang mengikuti siklusnya.
siklus belerang terjadi Belerang yang terkandung dalam
makhluk hidup akan terlepas apabila mahkluk tersebut mati dan
jasadnya terurai oleh mikroorganisme. Unsur S dapat masuk dalam
peredaran lagi berbentuk SO2, H2S, SO4-. Unsur S dapat bersenyawa
dengan besi dan kapur, dan sebagai sulfat dapat diserap oleh
tumbuhan untuk penyusunan asam amino dan kemudian protein.
Konsumen meperoleh belerang karena makan tumbuhan tersebut,
dengan demikian lengkap peredaran belerang.
D.Dwidjoseputero(1990:87)
2. Unsur fosfor
Fosfor merupakan mikro elemen esensial dan diperlukan
oleh makhluk hidup dalam kadar yang lebih tinggi daripada
mikroelemen lain. Fosfor merupakan komponen penting dalam
DAN, RNA, ATP, ADP dan AMP. Fosfor alami terdapat dalam
tanah dalam bentuk batuan fosfat. Masyarakat menggalinya untuk
menghasilkan pupuk batuan dan untuk pembuatan usaha lainnya
seperti korek api.
Bagaimana daur ulang ekosistem fosfor di darat dan di
laut? hal tersebut dalam bukunya Ekologi Manusian dengan
Lingkungannya sebagai berikut
Tumbuhan menyerap fosfor dalam bentuk fosfat untuk
kelangsungan hidupnya. Fosfor diperlukan untuk pembentukan
tulang bagi konsumen. Bahkan fosfor yang terkandung di dalam
makhluk hidup (baik produsen maupun konsumen) akan kembali
ke tanah, apabila makhluk tersebut sudah mati dan terurai
jasadnya. Dengan demikian fosfor dapat dimanfaatkan kembali
oleh tumbuhan . Inilah peristiwa yang merupakan ekosistem darat.
Fosfor di laut berasal dari air sungai yang telah melintasi
daerah-daerah yang mengandung fosfor. Atmosfer tidak
mengandung fosfor, kecuali kalau sedang ada debu. Fosfat diserap
oleh vegetasi laut, terutama fitoplanktonnya. Seperti halnya dengan
fauna daratnya kehidupannya bergantung kepada vegetasi darat,
maka kehidupan fauna darat bergantung pada flora laut. Kalau
produsen dan konsumen mati dan terurai, maka kandungan fosfat
tidak semua kembali tersedia bagi produsen. Sebagian lain hilang
dari peredaran. Ini merup[akan kebocoran sistem, walaupun tidak
pernah dikhawatirkan fosfat akan terkuras pindah ke dasar laut
yang selanjutnya tak terjangkau oleh tumbuhan.
D.Dwidjoseputero (1990:88)
3. Unsur Karbon
Fotosintesis merupakan hal penting yang terkait dengan
metabolisme tumbuhan. Fotosintesis bergantung pada air, cahaya
dan CO2. Tumbuhan akan selalu melakukan fotosintesis selama ada
faktor lain terutama ada sinar matahari. Hal ini menimbulkan
pertanyaan tentang bagaimana siklus dari karbon sendiri sehingga
bisa mencukupi kebutuhan makhluk hidup terutama tanaman yang
begitu besar.
Karbon di atmosfer berbentuk gas karbon dioksida (CO2).
Karbon dioksida dihasilkan dari berbagai proses spemakaran
seperti respirasi makhluk hidup , bahan bakar fosil, erupsi gunung,
dan kebakaran hutan. Proses naiknya karbondioksida ke atmosfer.
Karbon dioksida di atmosfer diikat(fiksasi) oleh tumbuhan
pada saat fotosintesis CO2 menjadi sumber karbon utama untuk
menyusun bahan makanan. Bahan makanan yang dimaksud adalah
senyawa karbon organikyang disebut Glukosa (C6H12O6).
Kemudian glukosa disusun menjadi amilum (pati) dan senyawa
lain seperti lemak, protein, dan vitamin. Hasil fotosibtesis tersebut
disimpan di dalam tubuh tumbuhan seperti batang, akar dan daun.
Hewan memperoleh kebutuhan karbon dari tumbuhan
melalui rantai makanan. Herbivor memakan tanaman, kemuadian
karnivor memangsa herbivor. Jasad hewan yang mati maupunj
urin-fesenya hancur menjadi detritus. Detrivor memakan detritus
untuk memperoleh kebutuhan karbon. Bakteri pengurai
menguraikan karbon anorganik. Karbon anorganik dikembalikan
lagi ke alam.
Karbon anorganik yang terurai dari jasad mati tertimbun
terus-menerus di lapisan bumi membentuk bahan bakar fosil.
Bahan bakar fosil digunakan sebagai sumber energi. Aktivitas
industri dan kendaraan bermotor yang digunakan bahan bakar fosil
menghasilkan CO2 ke udara.
Daur kabon juga di dalam ekosistem air. Karbon di dalam
air diikat oleh tumbuhan dan ganggang. Berbeda dengan di darat,
karbon dalam air tersedia dalam bentuk ion-ion bikarbonat
(H2CO3) yaitu hasilikatan CO2 dan H2O. tiap-tiap hewan air yang
bernafas menghasilkan bikarbonat. Ion-ion bikarbonat ini menjadi
bahan baku tumbuhan air dan alga.
4. Unsur Nitrogen
Nitrogen merupakan unsur yang esensial untuk kehidupan
makhluk hidup. Udara mengandung kira-kira 80% nitrogen. Tetapi
hanya beberapa makhluk hidup baik yang beridir sendiri maupun
bersimbiosis dengan tanaman yang bisa memanfaatkan secara
langsung nitrogen tersebut.
Makhluk hidup penambat nitrogen udara yang hidup bebas
berupa bakteri dan ganggang hijau. Contohnya bakteri Azetobacter
dan contoh ganggang Anabaena. Ada yang hidup di tanah kering
ada yang hidup di tanah basah. Menurut Otto Soemarwoto
(1983:144) penambatan nitrogen udara yang terjadi di sawah bisa
mencapai 80 kg N per hektar per musim. Jika kita samakan dengan
input dari luar yang berupa kimia setara dengan 175 kg urea,
jumlah yangcukup besar. Keberadaan bakteri dan ganggang ini
sangat membantu makhluk hidup lain karena dengan peningkatan
nitrogen yang diikat bisa memperbaiki stuktur tanah. Energi yang
digunakan bakteri dan ganggang untuk mengambil nitrogen bebas
di udara didapatkan dari bahan organik yang terdapat dalam
lingkungan makhluk hidup itu sendiri.
2.5. Peran Arthropoda Dalam Ekosistem
Di dalam ekologi kita bisa juga berbicara tentang makhluk hidup yang
sesuai untuk diberi nama organisme (organ = alat, isme = sistem). Pre definis,
yang disebut organisme ialah makhluk hidup, terdiri atas alat-alat (organ atau
organel) yang perpaduannya merupakan sistem.. Jadi bakteri, semut, cacing,
serangga, rumput dan manusia adalah organisme. Bakteri dan organisme yang
berukuran mikro diberi nama mikroorganisme, mereka juga memiliki peranan
penting dalam ekologi.
(D.Dwidjosoejono, 1990 : 41)
Dipermukaan bumi sekian banyak spesies hewan yang ada, ternyata
sekitar ¾ bagian adalah serangga. Dari jumlah tersebut, lebih dari 750.000
spesies telah diketahui dan diberi nama. Jumlah tersebut merupakan kurang
lebih 80% dari anggota filum Arthropoda. Dalam pengamatan kita, mungkin
penampilan umum serangga yang satu mempunyai kesamaan dengan serangga
lainnya, akan tetapi menunjukkan keragaman yang sangat besar dalam
bentuknya.
Karena dari kelas insekta ini memiliki jenis yang paling banyak maka akan
dipelajari lebih dalam lagi dalam pengelompokannya. Dalam kelas insekta
terdiri dari beberapa suku yang sangat penting dan terdapat paling banyak di
alam, diantaranya yaitu:
1. Coleoptera, bersayap keras (perisai)
2. Dipteral, sayap belakang dimodifikasi menjadi halter
3. Homoptera, sayap depan dan belakang tersusun sama
4. Hemptera, sayap depan sebagian membraneus
5. Hymenoptera, sayap mirip seperti selaput
6. Lepidoptera, sayap dilapisi bulu atau sisik
7. Tysanoptera, sayap berumbai
8. Othoptera, bersayap lurus
9. Isopteran, bentuk dan ukuran sayap depan dan belakang sama
10. Odonata. Dll
Arthropoda diklasifikasikan menjadi 20 kelas berdasarkan struktur tubuh
dan kaki.Berikut ini akan diuraikan beberapaa diantaranya yang paling umum,
yaitu Kelas Arachnidaa, Chilophoda, Diploda ,Crustacea, Dan Insecta. Khusus
untuk insecta akan dibahas lebih mendetail karena insecta merupakan
antrophoda yang paling banyak.
Peranan Arthropoda dalam mempengaruhi ekosistem di alam ada tiga
macam, antara lain:
1. Hama
Hama adalah binatang atau sekelompok binatang yang pada tingkat
populasi tertentu menyerang tanaman budidaya sehingga dapat
menurunkan produksi baik secara kualitas maupun kuantitas dan
secara ekonomis merugikan. Contoh: serangga tikus pada tanaman
padi yang menyebabkan gagalnya panen, serangga Crocidomolia
binotalis yang menyerang pucuk tanaman kubis-kubisan.
2. Predator
Predator adalah organisme yang hidup bebas dengan memakan atau
memangsa binatang lainnya. Contohnya: Menochilus sexmaculatus
yang memangsa Aphid sp.
3. Parasitoid
Parasitoid adalah serangga yang memarasit serangga atau binatang
Arthropoda yang lain. Parasitoid bersifat parasitik pada fase pra-
dewasa dan pada fase dewasa mereka hidup bebas tidak terikat pada
inangnya. Contoh: Diadegma insulare yang merupakan parasitoid telur
dari Plutella xylostela. Apabila telur yang terparasit sudah menetas
maka D. insulare akan muncul dan hidup bebas dengan memakan
nektar.
BAB IIIMETODOLOGI
3.1 Analisa Vegetasi dan Faktor Abiotik
a. Alat Bahan, dan Fungsi
a. Luxmeter : untuk mengukur cahaya
b. Thermohidrometer : untuk mengukur suhu udara
c. Thermometer : untuk mengukur suhu dalam tanah
d. Meteran baju : untuk mengukur jarak, luas plot dan DBH
e. Tali raffia : untuk membuat plot
f. Gunting : untuk memotong tali
g. Kalkulator : untuk menghitung
h. Clinometer : untuk mengukur tinggi pohon
b. Metode (Diagram alir)
c. Analisa Perlakuan
Membuat plot dengan ukuran 5x5 m, lalu plot tersebut dibagi menjadi lima sub plot. Gunakan tali rafia dan kayu penahan sebagai batas plot. Identifikasi dan mengamati vegetasi yang ada didalam plot pengamatan yang terdiri dari spesies, jumlah individu, mengukur diameter terpanjang suatu spesies (d1) dan diameter spesies yang tegak lurus dengan d1 (d2). Lalu Mengambil sampel dari spesies yang belum diketahui jenisnya untuk dibandingkan dengan sumber informasi lain. Setelah itu hitung besarnya kerapatan (individu/ha), frekuensi dan dominasi (m2/ha), indeks nilai penting (INP), dan Summed Dominance Ratio(SDR) dari masing-masing data vegetasi yang sudah diambil. Terakhir, Mencatat hasil ke dalam form pengamatan.
3.2 Tanah
3.2.1 Faktor Abiotik Tanah (Suhu Tanah)
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat : Termohydrometer
Bahan : lahan
Fungsi : Termohydrometer : untuk mengukur suhu tanah
Lahan : sebagai media untuk mengukur suhu tanah
b. Metode (Diagram alir)
c. Analisa Perlakuan
Tancapkan termohydrometer ke dalam tanah, lalu lihat dan
amati angka yang ada di termohydrometer hingga stabil. Kemudian
catat hasil pengamatan kedalam form pengamatan
3.2.2 Faktor Biotik Tanah (Biota Tanah, Seresah)
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. Plot
2. cetok
3. penggaris
Bahan :
1. Air
Fungsi :
1. Fungsi Plot : Memetakan lahan yang akan di teliti
2. Fungsi Cetok : untuk menggali tanah dalam mencari
biota
3. Fungsi penggaris : untuk mengukur kedalaman tanah
yang akan diteliti dan untuk
mengukur ketebalan seresah yang
terkumpul disuatu plot
4. Fungsi Air : untuk mempermudah dalam
penggalian tanah
b. Metode (Diagram alir)
Biota dalam tanah
Seresah
c. Analisis perlakuan biota dalam tanah untuk daerah Cangar dan
Jatikerto
Pertama, gali tanah hingga kedalaman 20 cm, lalu amati biota tanah
yang ada pada galian tersebut, kemudian dokumentasikan hasil
pengamatan tersebut.
d. Analisis perlakuan seresah untuk Cangar dan Jatikerto
Membuat 5 plot dengan ukuran 50x50cm, 4 plot untuk
disetiap sudut dan 1 plot ditengah plot besar. Lalu ukur ketebalan
seresah dengan penggaris. Kemudian catat hasil pengamatan ke
dalam form pengamatan
3.2.3 Tinggi Tanaman (Tahunan)
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. Meteran jahit
2. Clinometer
3. Tali raffia
Fungsi :
1. Meteran Jahit : untuk mengukur panjang tali raffia
2. Clinometer : untuk menentukan sudut yang
digunakan untuk menghitung
ketinggian pohon
3. Tali raffia : menentukan jarak untuk mengukur
ketinggian
b. Metode (Diagram alir)
c. Analisa Perlakuan
Pertama, potong tali rafia dengan menggunakan
meteran jahit dengan ukuran 10 m. Lalu, dari jarak 10 m
ukur sudut pohon dengan menggunakan alat clinometers.
Cara mengukur ketinggian pohon,lihat ujung pohon.setelah
terlihat ujung pohon tentukan berapa sudut dari ketinggian
pohon dengan menggunakan clinometer.tentukan berapa
sudut pohon. Lalu catat hasil dalam form pengamatan
fieldtrip.
3.3 Arthropoda ( HPT)
3.3.1 Sweepnet
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. sweep net
Bahan :
1. plastik
2. kapas
3. alkohol
Fungsi :
1. Sweep net : sebagai penangkap hama pada
tanaman
2. Plastik : sebagai tempat menaruh hama yang
sudah tertangkap
3. Kapas : sebagai media pendukung saat
pengawetan hama
4. Alkohol : sebagai obat bius agar hama dapat di
awetkan
b. Metode (Diagram alir)
c. Analisa Perlakuan
Pertama, Ayunkan sweepnet berlainan arah sebanyak 3 kali
sambil berputar mengelilingi plot. Pada ayunan ketiga, tahan dan
tutup bagian atas sweepnet agar tidak ada hama yang keluar. Lalu,
lihat apakah ada hama yang tertangkap. Jika ada hama yang
tertangkap, pindahkan hama tersebut kedalam plastik berisi kapas
yang diberi alkohol untuk diidentifikasi. Ulangi langkah-langkah
tadi sampai akhir batas plot. Lalu, hama yang tertangkap sweepnet
tadi diidentifikasi dan hasilnya dicatat kedalam form pengamatan.
3.3.2 Pitfall
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. Gelas plastik
Bahan :
1. Air sabun
Fungsi:
Gelas plastik : sebagai media untuk menangkap
hama
Air sabun : sebagai jebakan agar hama masuk
perangkap
b. Metode (Diagram alir)
dilakukan sehari sebelum fieldtrip.
c. Analisa Perlakuan
Pertama, isi gelas plastik dengan air sabun. Lalu, letakkan
gelas tersebut pada tanah di setiap sudut plot sampai batas
permukaan gelas. Kegiatan ini dilakukan sehari sebelum fieldtrip
dilaksanakan.
3.3.3 Yellowtrap
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat :
1. kertas yellowtrap
Bahan :
1. plastik
Fungsi :
Kertas yellowtrap : berfungsi untuk menangkap hama
Plastik : berfungsi untuk tempat menaruh
yelowtrap saat sudah mendapatkan
hama
b. Metode (Diagram alir)
c. Analisa Perlakuan
Pertama, Lekatkan yellowtrap mengelilingi sisi botol
plastic. Lalu, Masukkan kayu yang akan digunakan sebagai
penyangga ke dalam botol plastic yang sudah dilekatkan yellowtrap
tersebut. Setelah itu, Tancapkan kayu tersebut di tengah-tengah plot
yang tersedia. Lalu Amati yellowtrap apakah ada hama yang
menempel.
3.4 Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman (Polibag)
a. Alat, Bahan, dan Fungsi
Alat
1. 8 Polibag
Bahan
1. Bibit selada
2. Bibit jagung
3. Tanah
4. Air
Fungsi
1. Polibag : tempat untuk berfungsi untuk tempat
menanam selada dan jagung
2. Bibit selada : sebagai bibit untuk menanam selada
3. Bibit jagung : sebagai bibit untuk menanam jagung
4. Tanah : media tumbuh tanaman
5. Air : mineral bagi tanaman
Metode (diagram alir)
b. Analisa Perlakuan
Pertama, Siapkan polibag terlebih dahulu. Lalu, masukkan tanah
dan pupuk ke dalam polibag. Diamkan tanah selama 1 minggu sebelum
diberi benih. Lalu tanam benih, 4 polibag diberi bibit jagung dan 4 polibag
lain diberi bibit selada. Setelah itu,beri air untuk membuat tanah semakin
lembab.Lalu, amati pertumbuhan tanaman selama beberapa minggu.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1.1 AnalisaVegetasi dan Faktor Abiotik
a. Analisa Vegetasi (Tahunan)
Jatikerto
No Spesies Jumlah1 Rumput mutiara 2
2 Pohon Jati( Tectona grandis)
13
Di Jatikerto, ditemukan tanaman Jati ( Tectona grandis )tumbuhan X yang masing-masing berjumlah 13 dan 2.
b. Analisa Vegetasi (Semusim)
Cangar
Luas Plot : 25 m2
Tabel Analisa Vegetasi
No Spesies D1(cm)
D2(cm)
Petak Contoh Ke-1 2 3 4 5
1. Wortel 35 2,5 143 74 28 25 222. Kentang 4 0 1 - - - -3. Teki 19,5 4 11 25 6 4 24. Gulma X 4 2 1 - 1 - -5. Gulma Y 17 2 2 - 3 4 -6. Gulma Z 15 3 25 16 9 2 5
Dari tabel analisa vegetasi diatas dapat diketahui bahwa ada
5 macam spesies yang ada dalam pengamatan. Spesies yang
pertama yaitu spesies wortel mempunyai D1 35cm dan D2 2,5cm
selain itu terdapat 5 petak lainnya, pada spesies wortel di petak ke
1 didapat ada 143 spesies wortel, petak ke 2 dengan 74 spesies
wortel, petak ke 3 dengan 28 spesies wortel, petak ke 4 dengan 25
spesies wortel dan pada petak ke 5 ada 22 spesies wortel. Selain
spesies wortel juga di dapatkan data yaitu spesies kentang yang
mempunyai D1 4cm dan dengan D2 0 cm dan terdapat 5 petak
lainnya dalam pengamatan dengan spesies kentang di petak ke 1
ada 1 spesies kentang dan pada petak ke 2, 3, 4 dan 5 tidak terdapat
spesies kentang. Selain spesies wortel dan kentang terdapat juga
spesies teki yang mempunyai D1 19,5 cm dan D2 4 cm selain itu
terdapat 5 petak lainnya, pada spesies teki di petak 1 terdapat 11
spesies teki, Petak ke 2 terdapat 25 spesies teki, Petak ke 3 terdapat
6 spesies teki, Petak ke 4 terdapat 4 spesies teki dan Petak ke 5
terdapat 2 spesies teki. Selain terdapat spesies wortel, kentang dan
teki terdapat juga gulma X di dalam pengamatan yang diketahui
mempunyai D1 4 cm dan D2 2 cm selain itu terdapat 5 petak
lainnya pada spesies gulma X petak ke 1 terdapat 1 spesies gulma
X, Petak ke 2 tidak terdapat spesies gulma X, Petak ke 3 terdapat 1
spesies gulma X, petak ke 4dan 5 tidak terdapat spesies gulma X.
Pada pengamatan di dapat juga spesies gulma Y dengan D1 2cm
dan D2 2cm selain itu terdapat 5 macam petak lainnya pada
spesies gulma Y di petak 1 terdapat 2 spesies, Petak ke 2 tidak
terdapat spesies gulma Y,Petak ke 3 terdapat 3 spesies gulma Y,
Petak ke 4 terdapat 4 spesies Y dan pada Petak ke 5 tidak terdapat
spesies gulma Y. Selain terdapat spesies wortel, kentang, teki,
gulma X, gulma Y terdapat juga spesies gulma Z dengan data yang
didapatkan D1 15cm dan D2 3cm selain itu terdapat pengamatan
di 5 petak lainnya yaitu di petak 1 terdapat 25 spesies gulma Z,
Petak 2 terdapat 16 spesies gulma Z, Petak 3 terdapat 9 spesies
gulma Z, Petak ke 4 terdapat 2 spesies gulma Z dan pada Petak ke
5 terdapat 5 spesies gulma Z. Dapat disimpulkan bahwa spesies
yang lebih banyak didapat dalam pengamatan analisa vegetasi
diatas adalah spesies wortel.
Tabel perhitungan SDR
No Spesies
Kerapatan Frekuensi
LBA
DominansiIV
(%)SDR(%)Mutla
kNisbi(%)
Mutlak
Nisbi(%)
Mutlak
Nisbi(%)
1. Wortel 5 17,60%
1 23,80%
13,93 0,55
34,81%
76,21% 25,40%
2. Kentang 0,2 0,70% 0,2 4,76% 0 0 0 5,46% 1,82%3. Teki 9,6 33,80
%1 23,80
%12,42 0,4
931,01
%88,61% 29,53%
4. Gulma X
0,4 1,40% 0,4 9,52% 1,27 0,05
3,16% 14,08% 4,69%
5. Gulma Y
1,8 6,33% 0,6 14,28%
5,41 0,21
13,29%
33,9% 11,3%
6. Gulma Z
11,4 40,14%
1 23,80%
7,16 0,28
17,72%
81,66% 27,22%
Pada data perhitungan SDR (Sediment Delivery Ratio) diatas
terdapat beberapa spesies yang sudah diamati dan akan dihitung kerapatan
mutlak, kerapatan nisbi, frekuensi mutlak, frekuensi nisbi, LBA, dominasi
mutlak, dominansi nisbi, IV dan SDR. Yang dimana terdapat 6 jenis
spesies di dalam satu plot yang berukuran 5m x 5m. Untuk jenis spesies
yang pertama yaitu spesies wortel yang memiliki kerapatan mutlak sebesar
5, kerapatan nisbi sebesar 17,60% serta frekuensi mutlak sebesar 1 dan
frekuensi nisbi sebesar 23,80% serta LBA sebesar 13,93 serta dominansi
mutlak sebesar 0,55 dan dominansi nisbi sebesar 34,81% serta IV sebesar
76,21% serta SDR sebesar 25,40% .
Jenis spesies yang kedua yaitu spesies kentang memiliki kerapatan mutlak
0,2 dan kerapatan nisbi sebesar 0,70%% serta frekuensi mutlak sebesar 0,2
dan frekuensi nisbi sebesar 4,76% serta LBA ,dominansi mutlak dan
dominansi nisbi 0 serta IV sebesar 5,46% dan SDR sebesar 1,82 %.
Jenis spesies ketiga yaitu spesies teki memiliki kerapatan mutlak sebesar
9,6 dan kerapatan nisbi sebesar 33,80% serta frekuensi mutlak sebesar 1
dan frekuensi nisbi sebesar 23,80% serta LBA sebesar 88,61% serta
dominansi mutlak sebesar 0,49% dan dominansi nisbi sebesar 31,01%
serta IV sebesar 88,61% serta SDR 29,53%.
Jenis spesies keempat yaitu spesies gulma X memiliki kerapatan mutlak
sebesar 0,4 dan kerapatan nisbi sebesar 1,40% serta memiliki frekuensi
mutlak sebesar 0,4 dan frekuensi nisbi sebesar 9,52% serta LBA sebesar
1,27 serta dominansi mutlak sebesar 0,05 dan dominansi nisbi sebesar
3,16% serta IV sebesar 14,08% serta SDR sebesar 4,69%.
Jenis spesies kelima yaitu gulma X memiliki kerapatan mutlak sebesar 1,8
dan kerapatan nis bi 6,33% serta frekuensi mutlak sebesar 0,6 dan
frekuensi nisbi sebesar 14,28% serta LBA sebesar 5,41 serta dominansi
mutlak sebesar 0,21 dan dominansi nisbi sebesar 13,29% serta IV sebesar
33,9 serta SDR sebesar 11,3%.
Dan untuk jenis spesies yang terakhir yaitu gulma Z memiliki kerapatan
mutlak sebesar 11,4 dan kerapatan nisbi sebesar 40,14% serta memiliki
frekuensi mutlak sebesar 1 dan kerapatan nisbi sebesar 23,80% serta
memiliki LBA sebesar 7,16 serta dominansi mutlak sebesar 0,28 dan
dominansi nisbi sebesar 17,72% serta IV sebesar 81,66% serta SDR
sebesar 27,22% .
c. Klasifikasi vegetasi
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Lamiales
Famili : Lamiaceae
Genus : Tectona
Spesies : Tectona grandis ( Jati )
Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo :Apiales
Famili :Apiaceae
Genus : Daucus
Spesies :Daucus carota (Wortel)
Kingdom :Plantae
Divisi :Magnoliophyta
Kelas :Magnoliopsida
Ordo :Solanales
Famili :Solanaceae
Genus :Solanum
Spesies :Solanum tuberosum(Kentang)
Kingdom :Plantae
Divisi :Eudicots
Kelas :Asterids
Ordo :Gentinales
Famili :Rubiceae
Genus :Hedyotis
Spesies :Hedyotis corymbosa (Rumput mutiara)
d. Faktor Abiotik
No Lokasi Suhu Udara(0C)
RH(%)
IRM
Ternaungi Tidak Ternaungi
1 Cangar 20,05 60 - 88,7
2 Jatikerto 32,1 32 989 252
Daerah cangar memiliki suhu udara 20,05 0C, presentasi radiasi matahari
60 %, dan intensitas radiasi matahari pada tanaman yang tidak ternaungi sebesar
88,7 Lux. Sedangkan di Jatikerto suhu udara 32,1 0C, presentasi radiasi matahari
32%, intensitas radiasi matahari pada tanaman ternaungi sebesar 989 Lux dan
pada tanaman yang tidak ternaungi sebesar 252 Lux.
4.1.2 Tanaha. Faktor Abiotik
No Lokasi Suhu Tanah
Ternaungi(0C)
Tidak Ternaungi
(0C)
1 Cangar 20,1 19,1
2 Jatikerto 26,8 -
Suhu tanah daerah Cangar pada tanaman yang ternaungi sebesar 20,1 0C
dan pada tanaman yang tidak ternaungi sebesar 19,1 0C, sedangkan pada daerah
Jatikerto pada tanaman yang tidak ternaungi sebesar 26,8 0C
b. Faktor Biotik Tanah
Biota Tanah
No Lokasi Spesies Jumlah Peran
1 Cangar - - -
2 Jatikerto Kepik 1Bersifat predator , hama tanaman ataupun kedua-duanya yaitu sebagai predator dan hama.
Pada daerah cangar tidak ditemui biota tanah, sedangkan pada daerah Jatikerto terdapat biota tanah yaitu kepik berjumlah 1 ekor.
Ketebalan Seresah
No Lokasi Titik Pengamatan
KetebalanSeresah
(cm)1
Cangar
A 2
2 B 2
3 C 2
4 D 3
5 E -
6
Jatikerto
A 1
7 B 0,7
8 C 1,5
9 D 0,9
10 E 1,3
Ketebalan seresah di daerah Cangar pada titik pengamatan A = 2 cm, B =
2 cm, C = 2 cm, D = 3 cm, dan E tidak memiliki seresah, sedangkan di daerah
Jatikerto pada titik pengamatan A = 1 cm, B = 0,7 cm, C = 1,5 cm, D = 0,9 cm,
dan E = 1,3 cm.
c. Tinggi Tanaman (Tahunan)
Jatikerto
No SpesiesPengamatan Tinggi Pohon
DBHLebar
Canopy (m)
Sudut TinggiPengamat
(m)
Jarak (m)
Tinggi Pohon
(m)1 Jati
(Tectona grandis)700 1,62 10 29,02 72
2 Jati(Tectona grandis)
600 1,45 10 18,75 65
3 Jati(Tectona grandis)
700 1,74 10 29,14 67,5
Tinggi tanaman jati di Jatikerto adalah 29,02 m, 18,75 m, dan 29,14 m.
Rata-rata tinggi tanaman jati adalah 26,63 cm. Sedangkan diameternya 72 cm, 65
cm, dan 67, cm dengan rata-rata 68,16 cm.
d. Denah strata
Jatikerto
4.1.3 Arthropoda
a. Tabel Pengamatan Arthropoda
Cangar
Jenis Perangkap
Nama Spesies Jumlah Peranan
Pitfall Kutu daun coklat(Texoptera citricidus)
1 1. Dapat meghisap cairan tanaman yang membuat helaian daun menggulung
2. Menghasilkan embun madu (embun jelaga) yang melapisi permukaan daun sehingga merangsang jamur tumbuh
3. Dapat mengeluarkan toksin dari air ludahnya, gejala kerdil, deformasi, dan terbentuk puru pada helaian daun
Yellow trap
Carrot fly(Psilia rosae)
1 1. Ketika dalam bentuk larva dapat merusak wortel
Nyamuk(Culex pipiens) 4
1. Sebagai musuh alami (pembawa vektor penyakit)
Lalat(Musca domestica)
2 1. Sebagai pollinator ketika menjadi larva
Sweep net
Kumbang koksi(Henosepilachna
vigintioctopunctata)2
1. Musuh alami wereng coklat.
Kepik 11. Pemangsa kutu daun,
ulat-ulat kecil dan telur serangga lain.
Jatikerto
Jenis Perangkap
Nama Spesies Jumlah Peranan
PitfallSemut
( Formica yessensis )5 1. Pemangsa utama
terhadap invertebrata kecil.
2. Menggali tanah sehingga menyebabkan
terangkatnya nutrisi tanah.
Jangkrik( Gryllus sp. )
1 1. Menyebabkan kerusakan pada tanaman yang dibudidayakanterutama dalam bentuk jaringan parut ditinggalkan di cabang-cabang pohon sedangkan betina bertelur dalam di cabang
Yellow trap
Laba – laba(L.hesperus)
1 1. Predator kutu dan wereng.
Laron/Rayap tanah(C. curvignathus)
1 1. Hama perusak kayu serta hama hutan/pertanian
SweepNet
- - -
b. Klasifikasi Arthropoda dan Bioteknologi Serangga ( Siklus Hidup )
Semut
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Formicidae
Genus : Formica
Spesies :Formica yessensis
Siklus hidup
Jangkrik Klasifikasi
bakal telur (bintik-bintik putih)
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Orthoptera
Famili : Gryllidae
Genus : Gryllus
Spesies :Gryllus sp.
Siklus hidup
Laba-laba Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Arachnida
Ordo : Aranae
Famili : Theridiidae
Genus : Latrodectus
Spesies : L.hesperus
Siklus hidup
Kutu daun coklat Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Aphididae
Genus : Toxoptera
Spesies :Toxoptera citricida
Siklus hidup
Nyamuk
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Culicidae
Genus : Culex
Spies : Culex pipiens
Siklus hidup
Kumbang koksi
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Coleoptera
Famili : Coccinellidae
Genus : Henosepilachna
Spesies : Henosepilachna vigintioctopunctata
Siklus hidup
Lalat Rumah
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Diptera
Famili : Muscidae
Genus : Musca
Species : M. domestica
Siklus hidup
Kepik
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Siklus hidup
Laron/Rayap tanah
Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Isoptera
Famili : Rhinotermitidae
Genus : Coptotermes
Spesies : C. curvignathus
Siklus hidup
Carrot Fly
Klasifikasi
Kingdom : AnimaliaFilum : ArthopodaKelas : InsectaOrdo : DipteraFamili : Psilidae Genus : PsilaSpesies : Psila rosae
Siklus hidup
4.1.4 Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman ( Polibag )
a. Tabel Hasil Pengamatan
Tinggi Tanaman
No Perlakuan Tanaman Pengamatan ke1 2 3 4 5
1 Ternaungi Jagung( Zea mays )
-12,5 cm
18,95 cm
23,3 cm
25,25
cm2 Tanpa
NaunganJagung
( Zea mays )- 14,5
cm38 cm
57,8 cm
66,7 cm
3 Kapasitas 100%
Selada( Laetuca satia )
- 2,6cm
3,2 cm
3,6 cm
6,9 cm
4 Kapasitas 50%
Selada( Laetuca satia )
- 1,85 cm
2,47 cm
2,37 cm
2,72 cm
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa tinggi tanaman
dengan perlakuan yang ternaungi yaitu jagung (Zea mays)
memiliki rata-rata pengamatan dalam perhitungan setiap
minggunya, untuk pengamatan ke 1 sebesar 12,5 cm, pengamatan
ke 2 sebesar 18,9 cm, pengamatan ke 3 sebesar 23,3, pengamatan
ke 4 sebesar 25,2. Untuk tinggi pengamatan dengan perlakuan
tanpa naungan yaitu jagung (Zea mays) memiliki rata-rata
pengamatan dalam perhitungan setiap minggunya, untuk
pengamatan ke 1 sebesar 14,5 cm, pengamatan ke 2 sebesar 38 cm,
pengamatan ke 3 sebesar 57,8 cm, pengamatan ke 4 sebesar 66,7
cm. Sehingga antara perlakuan ternaungi dan tanpa ternaungi
memiliki perbandingan bahwa perlakuan yang tanpa ternaungi
memiliki tanaman yang tinggi. . Untuk tinggi tanaman dengan
perlakuan berkapasitas 100% yaitu selada (Laetuca satia)memiliki
rata-rata pengamatan dalam perhitungan setiap minggunya, untuk
pengamatan ke 1 sebesar 2,6 cm, pengamatan ke 2 sebesar 3,2 cm,
pengamatan ke 3 sebesar 3,6 cm, dan pengamatan ke 4 sebesar 6,9
cm. Dan untuk tinggi tanaman dengan perlakuan berkapasitas 50%
yaitu selada (Laetuca satia) memiliki rata-rata pengamatan dalam
perhitungan setiap minggunya, untuk pengamatan 1 sebesar 1,85
cm, pengamatan ke 2 sebesar 2,47 cm, pengamatan ke 3 sebesar
2,37 cm, pengamatan ke 4 sebesar 2,72 cm. sehingga antara
perlakuan dengan kapasitas 100% dan kapasitas 50% memiliki
perbandingan tinggi tanaman dengan kapasitas 100% lebih tinggi
tumbuh daripada tinggi tanaman yang berkapasitas 50%.
Jumlah Daun
No Perlakuan TanamanPengamatan ke
1 2 3 4 5
1 TernaungiJagung
( Zea mays ) - 3 3 4 6
2 Tanpa Naungan
Jagung( Zea mays )
( Laetuca satia )
- 3 6 6 6
3 Kapasitas 100%
Selada( Laetuca satia )
- 2 3 4 5
4 Kapasitas 50%
Selada( Laetuca satia )
- 2 2 2 3
Dari tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah daun pada
tanaman dengan perlakuan yang ternaungi yaitu jagung (Zea
mays) memiliki rata-rata pengamatan dalam perhitungan setiap
minggunya, untuk pengamatan ke 1 tidak ada daun yang tumbuh,
pengamatan ke 2 sebanyak 3 helai daun, pengamatan ke 3
sebanyak 3 helai daun, pengamatan ke 4 sebanyak 4 helai daun dan
pengamatan ke 5 sebanyak 6 helai daun. Untuk banyaknya helai
daun pengamatan dengan perlakuan tanpa naungan yaitu jagung
(Zea mays) memiliki rata-rata pengamatan dalam perhitungan
setiap minggunya, untuk pengamatan ke 1 tidak ada helai daun
yang tumbuh , pengamatan ke 2 sebanyak 3 helai daun,
pengamatan ke 3 sebanyak 6 helai daun, pengamatan ke 4
sebanyak 6 helai daun dan pada pengamatan ke 5 sebanyak 6 helai
daun. Sehingga antara perlakuan ternaungi dan tanpa ternaungi
memiliki perbandingan bahwa perlakuan yang tanpa ternaungi
memiliki jumlah helai daun yang lebih sedikit . Untuk jumlah helai
daun pada tanaman dengan perlakuan berkapasitas 100% yaitu
selada (Laetuca satia) memiliki rata-rata pengamatan dalam
perhitungan setiap minggunya, untuk pengamatan ke 1 tidak ada
helai daun yang tumbuh, pengamatan ke 2 sebanyak 2 helai daun,
pengamatan ke 3 sebanyak 3 helai daun, dan pengamatan ke 4
sebanyak 4 helai daun dan pada pengamatan ke 5 sebanyak 5 helai
daun. Dan untuk jumlah helai tanaman dengan perlakuan
berkapasitas 50% yaitu selada (Laetuca satia) memiliki rata-rata
pengamatan dalam perhitungan setiap minggunya, untuk
pengamatan 1 tidak helai daun yang tumbuh, pengamatan ke 2
sebanyak 2 helai daun, pengamatan ke 3 sebanyak 2 helai daun,
pengamatan ke 4 sebanyak 2 helai daun dan pada pengamatan ke 5
sebanyak 3 helai daun. sehingga antara perlakuan dengan kapasitas
100% dan kapasitas 50% memiliki perbandingan jumlah helai
daun dengan kapasitas 100% lebih tumbuh daripada tinggi tanaman
yang berkapasitas 50%.
b. Grafik Hasil Pengamatan
Tinggi Tanaman
Perlakuan Cahaya
1 2 3 4 50
10
20
30
40
50
60
70
80
0
12.5
18.9523.3 25.25
0
14.5
38
57.8
66.7
Ternaungi JagungTanpa Naungan Jagung
Perlakuan Air
Jumlah Daun
Perlakuan Cahaya
1 2 3 4 50
1
2
3
4
5
6
7
8
0
1.852.47 2.37
2.72
0
2.63.2
3.6
6.9
Kapasitas 50% SeladaKapasitas 100% Selada
1 2 3 4 50
1
2
3
4
5
6
7
0
3 3
4
6
0
3
6 6 6
Ternaungi JagungTanpa Naungan Jagung
Perlakuan Air
1 2 3 4 50
1
2
3
4
5
6
0
2
3
4
5
0
2 2 2
3 Kapasitas 100% SawiKapasitas 50% Sawi
4.2 Pembahasan
4.2.1. Analisa Vegetasi dan Faktor Abiotik
Dari hasil pengamatan, dapat diketahui terdapat beberapa spesies
di daerah Cangar dan Jatikerto. Adapun spesies tanaman di daerah
Cangar yaitu, Solanum tuberosum dan Daucus carota selain terdapat
dua tanaman, terdapat pula 3 jenis gulma. Sedangkan di daerah
Jatikerto terdapat 1 spesies tanaman yaitu Tectona grandis, adapula 1
jenis tumbuhan rumput mutiara.
Pada daerah jatikerto, terdapat tanaman tahunan yaitu tanaman
jati. Sedangkan pada daerah cangar terdapat tanaman musiman yaitu
tanaman wortel. Daerah cangar memiliki udara yang sejuk dengan
suhu di daerah Cangar sekitar 20 0C, sedangkan pada daerah Jatikerto
udaranya relative panas dengan suhu 32 0C. Maka dari itu cocok pada
daerah sejuk ditanami wortel dan pada daerah panas cocok untuk
ditanami jati.
Menurut Salisbury dan Ross (1992) cahaya matahari mempunyai
peranan besar dalam proses fisiologi tanaman seperti fotosintesis,
respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, menutup dan membukanya
stomata, dan perkecambahan tanaman, metabolisme tanaman hijau,
sehingga ketersediaan cahaya matahari menentukan tingkat produksi
tanaman.
4.2.2. Faktor abiotik dan Faktor Biotik Tanah
Hasil pengamatan di daerah Cangar, Malang memiliki rata-rata
tebal seresah sebesar 2,25 cm. ini menunjukkan bahwa tanah di cangar
mengandung unsur hara serta kandungan bahan organik yang banyak,
yang berasal dari adanya seresah itu atau lapisan yang terdiri dari bagian
tumbuhan yang telah mati itu. Hal tersebut di karenakan bahwa serasah
berfungsi sebagai penyimpanan air sementara yang secara berangsur akan
melepaskannya ke tanah bersama dengan bahan organik berbentuk zarah
yang larut, guna akan memperbaiki struktur tanah, dan menaikkan
kapasitas penyerapan (Arief 1994). Sehingga kondisi tanah di cangar dapat
di katakan tanah yang subur, selain itu tanah di cangar juga dicirikan
dengan warna hitam, yang banyak mengandung bahan organic serta tanah
di daerah cangar tidak keras tetapi gembur. Dan sangat cocok digunakan
sebagai tempat tanam tumbuhan seperti wortel salah satunya. Sedangkan
di daerah jatikerto, Malang memiliki rata-rata tebal seresah sebesar 1,08
cm. Ini menunjukkan bahwa kondisi tanah di daerah jatikerto kurang
mengandung unsur hara serta bahan organik, guna untuk menyuburkan
tanah itu sendiri. Adanya suplai hara berasal dari daun, buah, ranting, dan
bunga yang banyak mengandung hara mineral akan dapat memperkaya
tanah dengan membebaskan sejumlah mineral melalui dekomposisi
(Darmanto 2003). Sehingga kumpulan seresah yang kita anggap
mengganggu sangat bermanfaat dalam proses ekologi tanah tersebut.
4.2.3. Peran Arthropoda Terhadap Ekosistem
Arthropoda tanah memiliki peran yang sangat vital dalam rantai
makanan khususnya sebagai dekomposer, karena tanpa organisme ini alam
tidak akan dapat mendaur ulang bahan organik. Selain itu, arthropoda juga
berperan sebagai mangsa bagi predator kecil yang lain, sehingga akan
menjaga kelangsungan arthropoda yang lain. Sebagai konsekuensi struktur
komunitas mikro arthropoda akan mencerminkan faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap tanah, termasuk terhadap aktivitas manusia.
Berdasarkan uraian di atas maka identifikasi kelimpahan serta
keanekaragaman jenis merupakan hal yang penting, sehingga dapat
diketahui peran organisme terhadap lingkungan (Turnbe et al, 2010 dan
Lavelle et al, 2006).
Keragaman arthropoda di daerah Cangar dan Jatikerto memiliki
perbedaan baik dalam jumlah maupun spesies, di daerah Cangar sendiri
terdapat 12 spesies arthropoda yang masing-masing, Kutu daun
coklat(Texoptera citricidus) 1 spesies, Carrot fly (Chamaepsila rosae) 2
spesies, Nyamuk (Culex pipiens) 4 spesies, Lalat(Musca domestica) 2
spesies, Kumbang koksi (Henosepilachna) 2 spesies dan Aradidae 1
spesies. Sedangkan didaerah Jatikerto terdapat 2 spesies arthropoda yang
masing-masing, Semut ( Formica yessensis ) 5 spesies, Jangkrik ( Gryllus
sp. ) 1 spesies, Laba – laba 1 spesies, dan laron 1 spesies. Sehingga
keanekaragaman arthropoda di daerah cangar lebih banyak jumlah spesies
yang di dapatkan dari pada jumlah spesies yang didapatkan didaerah
Jatikerto sendiri, karena lahan percobaan pada daerah Cangar
menggunakan sistem monokultur yang menyebabkan arthrpoda pada
daerah Cangar lebih banyak. Sedangkan di daerah Jatikerto menggunakan
sistem agrforestri, yang menyebabkan jumlah arthropoda pada daerah
Jatikerto lebih sedikit. Untuk peran arthropoda di daerah cangar lebih
bersifat sebagai hama, yang banyak menyerang tumbuhan wortel itu
sendiri, seperti Kutu daun coklat(Texoptera citricidus) dapat meghisap
cairan tanaman yang membuat helaian daun wortel itu sendiri
menggulung, Carrot fly (Chamaepsila rosae) menyerang wortel dengan
memperlihatkan gejala kerusakan (berlubang dan membusuk) akibat
gigitan pada umbi, serta hama lain seperti Nyamuk (Culex pipiens) dan
Lalat (Musca domestica). Selain hama yang berdampak negative terdapat
juga hama yang berdampak positif sebagai predator yaitu Kumbang koksi
(Henosepilachna vigintioctopunctata) yang dapat membantu memakan
serangga seperti aphids, kutu sisik, serangga kecil, telur atau instar muda
dari berbagai jenis serangga hama yang merugikan tanaman pertanian.
Sedangkan di daerah Jatikerto terdapat spesies arthropoda seperti Semut(
Formica yessensis ) yang berperan sebagai predator yaitu Pemangsa utama
terhadap invertebrata kecil, Jangkrik ( Gryllus sp. ), laba-laba yang
berperan juga sebagai predator, dan jenis spesies laron.
4.2.4. Pengaruh Faktor Lingkungan Terhadap Tanaman (Polibag)
a. Perlakuan Cahaya
Cahaya atau Intensitas cahaya matahari sangat penting
dalam proses pertumbuhan tumbuhan, selain itu peran cahaya
sangat diperlukan dalam proses fotosintesis. Suwarsono (1989)
Cahaya merupakan perangsang utama dalam hidup tumbuhan.
Beberapa respon tumbuhan terhadap interaksi cahaya yang
berbeda-beda adalah dilakukan oleh auksin dan efeknya timbul
karena berkurangnya efektivitas auksin pada keadaan cahaya terik.
Tumbuhan yang tumbuh dalam gelap atau cahaya lemah akan
mempunyai batang yang panjang dengan ruas yang lebih panjang
dan lebih besar dari tumbuhan yang mendapatkan cahaya matahari
penuh dan daun lebih kecil daripada daun yang terlindung.
Suwarsono. 1989. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Sehingga tanpa ada cahaya maka proses pertumbuhan tumbuhan
tidak akan berlangsung secara sempurna.
Serta Menurut Salisbury dan Ross (1992) cahaya matahari
mempunyai peranan besar dalam proses fisiologi tanaman seperti
fotosintesis, respirasi, pertumbuhan dan perkembangan, menutup
dan membukanya stomata, dan perkecambahan tanaman,
metabolisme tanaman hijau, sehingga ketersediaan cahaya matahari
menentukan tingkat produksi tanaman. Tanaman hijau
memanfaatkan cahaya matahari melalui proses fotosintesis.
Sallisbury,F.B. dan Ross,C.W. 1992. Plant Physiology.
Seperti data polibag dengan perlakuan tanpa ternaungi
dengan jenis tanaman Jagung ( Zea mays ) memiliki rata-rata tinggi
tanaman dengan periode waktu 4 minggu sebesar 44,25 cm dan
rata-rata jumlah daun dengan periode waktu 4 minggu sebanyak 5
helai daun. Untuk perlakuan ternaungi dengan jenis tanaman yang
sama yaitu jagung Jagung ( Zea mays ) memiliki rata-rata tinggi
tanaman dengan periode waktu 4 minggu sebesar 20 cm dan rata-
rata juml;ah daun dengan periode waktu yang sama yaitu 4 minggu
sebnayak 4 helai daun. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
tanaman Jagung ( Zea mays ) dengan perlakuan tanpa ternaungi
lebih tumbuh besar dari pada tanaman Jagung ( Zea mays ) yang
ternaungi sendiri, itu terbukti kurangnya cahaya dapat menghambat
proses tumbuh tumbuhan itu sendiri.
b. Perlakuan Air
Air merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan
dalam budidaya tanaman sayur. Terlalu banyak atau terlalu sedikit
air yang diberikan pada tanaman sayur akan membahayakan
tanaman tersebut. Apabila semua pori tanah terisi dengan air maka
akan menyebabkan kelebihan air sehingga akar tanaman tidak
dapat memperoleh oksigen dalam jumlah yang cukup untuk
respirasi akar. Hal ini akan menyebabkan akar tanaman kekurangan
energi untuk menyerap air dan unsur hara dan dalam tanah. Selain
itu, kelebihan air juga akan meningkatkan konsentrasi
karbondioksida di dalam tanah karena karbondioksida yarg
dihasilkan fanaman melalui respirasi tidak dapat dibebaskan ke
udara akibat poni tanah terisi air. Hal mi akan menurunkan
permeabilitas membran sel-sel akar untuk menyerap air. Kelebihan
air akan Iebih berbahaya pada suhu udara tinggi daripada suhu
rendah karena respirasi akar benjalan cepat, kebutuhan air Iebih
tinggi dan ketersediaan oksigen yang larut dalam air Iebih rendah.
Sebaliknya, apabila air berada dalam jumlah yang kurang sehingga
akar tanaman kekeringan, ml akan membatasi produktivitas
tanaman sehingga hasilnya turun. Kekurangan air pada tanaman
sayur determinate Iebih merugikan pengaruhnya daripada tanaman
sayur indeterminate terutama pada saat pembungaan. Pada tanaman
sayur determinate periode kekeringan yang pendek pada saat
pembungaan akan menurunkan hasil yang sangat nyata karena
pertumbuhan akar tanaman telah terhenti pada saat tanaman
membentuk bunga. Akan tetapi sebaliknya, pada tanaman sayur
indeterminate periode kekeringan pada saat pembungaan tidok
begitu menurunkan hasil karena akar tanaman masih tumbuh terus
meskipun tanaman sudah berbunga sehingga akar tanaman masih
dapat bentambah panjang dan dapat menyerap air dan tanah yang
lebih dalam. Hal ini dijelaskan oleh Utomo dan Islami (1995)
adanya air yang cukup akan menyebabkan lebih banyak tersedia
unsur hara dalam larutan air tanah, akibatnya proses penyerapan
unsur hara dan fotosintesis berjalan dengan lancar sehingga
pertumbuhan tanaman menjadi meningkat.
Dapat kita lihat dari hasil percobaan kita tentang tumbuhan
Selada (Laetuca satia)dengan perlakuan air 50% memiliki rata-rata
tinggi tanaman dengan periode waktu 4 minggu sebesar 2,5 cm dan
rata-rata jumlah daun dengan periode waktu 4 minggu sebanyak 2
helai daun. Sedangkan tumbuhan Selada( Laetuca satia ) dengan
perlakuan air 100% memiliki rata-rata tinggi tanaman dengan
periode waktu 4 minggu sebesar 4,1 cm dan rata-rata jumlah daun
dengan periode waktu 4 minggu sebanyak 4 helai daun. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa perlakuan air 100% membuat tumbuhan
selada (Laetuca satia) tumbuhan lebih subur daripada perlakuan air
50%. Itu terbukti bahwa air menjadi salah satu factor penentu
untuk tumbuhan itu tumbuh
BAB VPENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan, jumlah vegetasi yang terdapat di daerah
Cangar lebih banyak dibandingkan pada daerah Jatikerto. Jumlah spesies pada
daerah Cangar sebanyak 6 spesies yaitu wortel, kentang, teki, gulma X, gulma Y,
dan gulma Z. Pada daerah, sedangkan pada daerah Jatikerto terdapat 2 jenis
tanaman, yaitu tanaman jati dan tanaman X.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Amir M. 2002. Fauna Indonesia. Indonesia. Bogor: BCP JICA Puslit Biologi LIPI.
D.Dwidjoseputero (1990) Ekologi Manusian dengan Lingkungannya.
Kramer, P.J. 1983. Plant and Soil Relationships. Jurnal agronomi vol. 12
Universitas Jambi 2008.
Pracaya, 2007. Hama dan Penyakit Tumbuhan. Penebar Swadaya, Jakarta.
Program Nasional PHT. 1991. KUNCI DETERMINASI SERANGGA. Penerbit
Kanisius. Yogyakarta.
Resosudarmo , Sudjiran, Kartawinata, Kuswata, Soegiarto & Apriliani. (1987).
Pengantar Ekologi. Jakarta: Remaja Karya.
Sallisbury,F.B. dan Ross,C.W. 1992. Plant Physiology. Wadsworth Publishing.
Company Belmont, California.
Soemarwoto, Otto. (1985). Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan.
Jakarta: Djambatan
Suheriyanto, D. 2008. Ekologi Serangga.UIN- Malang Press. Malang
LAMPIRAN
Perhitungan SDR
Lokasi: Cangar
A. KM (Kerapatan Mutlak)
- Wortel : 2925 = 5
- Kentang : 15 = 0,2
- Teki : 485 = 9,6
- Tumbuhan X : 25 = 0,4
- Tumbuhan Y : 95 = 1,8
- Tumbuhan Z : 575 = 11,4
B. KM (Kerapatan Nisbi)
- Wortel : 5
28,4 x 100% = 17,60%
- Kentang :0,2
28,4 x 100% = 0,70%
- Teki : 9,6
28,4 x 100% = 33,80%
- Tumbuhan X : 0,4
28,4 x 100% = 1,40%
- Tumbuhan Y : 1,8
28,4 x 100% = 6,33%
- Tumbuhan Z : 11,428,4 x 100% = 40,14%
C. FM (Frekuensi Mutlak)
- Wortel : 55 = 1
- Kentang : 15 = 0,2
- Teki : 55 = 1
- Tumbuhan X : 25 = 0,4
- Tumbuhan Y : 35 = 0,6
- Tumbuhan Z : 55 = 1
D. FN (Frekuensi Nisbi)
- Wortel : 1
4,2 x 100% = 23,80%
- Kentang : 0,24,2 x 100% = 4,76%
- Teki : 1
4,2 x 100% = 23,80%
- Tumbuhan X : 0,44,2 x 100% = 9,52%
- Tumbuhan Y: 0,64,2 x 100% =14,28%
- Tumbuhan Z : 1
4,2 x 100% =23,80%
E. LBA (Luas Basal Area)
- Wortel :35 x 2,5
4 x2
3,14 = 175
12,56 = 13,93
- Kentang : 04 x
23,14 = 0
- Teki : 19,5
4 x 2
3,14 = 156
12,56 = 12,42
- Tumbuhan X : 84 x
23,14 =
1612,56 = 1,27
- Tumbuhan Y : 17 x 2
4 x 2
3,14 =68
12,56 = 5,41
- Tumbuhan Z : 15 x 3
4 x 2
3,14 = 90
12,56 = 7,16
F. DM
- Wortel : 13,93
25 = 0,55
- Kentang : 0
25 = 0
- Teki : 12,42
25 = 0,44
- Tumbuhan X : 1,2725 = 0,05
- Tumbuhan Y : 5,4125 = 0,21
- Tumbuhan Z : 7,1625 = 0,28
G. DN (Dominansi Nisbi)
- Wortel : 0,551,58 x 100% = 34,81 %
- Kentang : 0
1,58 x 100% = 0
- Teki : 0,441,58 x 100% = 31,01 %
- Tumbuhan X : 0,051,58 x 100% = 3,16%
- Tumbuhan Y : 0,211,58 X 100% = 13,29%
- Tumbuhan Z : 0,281,58 X 100% = 17,72%
H. IV (Importance Value)- Wortel : 17,60%+23,80%+34,81%= 76,21%- Kentang : 0,70%+4,76%+0= 5,46%- Teki : 33,80%+23,80%+31,01%= 88,61%- Tumbuhan X : 1,40%+9,52%+3,16%= 14,08%- Tumbuhan Y : 6,33%+14,28%+13,29%= 33,9%- Tumbuhan Z : 40,14%+23,80%+17,72%= 81,66%
(Summed Dominance Ratio)
- Wortel : 76,21%
3 = 25,40%
- Kentang : 5,46 %
3 = 1,82%
- Teki : 88,61 %
3 = 29,53%
- Tumbuhan X : 14,08 %
3 = 4,69%
- Tumbuhan Y : 33,9 %
3 = 11,3%
- Tumbuhan Z : 81,66 %
3 = 27,22%
SDR Wortel+ SDR Kentang+ SDR Teki+ SDR Tumbuhan X+ SDR Tumbuhan Y+ SDR Tumbuhan Z =25,40%+1,82%+29,53%+4,69%+11,3%+ 27,22%= 99,9
DOKUMENTASI