Post on 27-Dec-2015
description
LAPORAN KELOMPOK VI
BLOK XI NEOPLASMA
SKENARIO 2
PERDARAHAN JALAN LAHIR AKIBAT
KARSINOMA SERVIKS
DISUSUN OLEH:
CHERELIA DINAR P. A. G0008071
CICIE ARINA G0008073
DEANITA PUSPITASARI G0008075
DELIZA ARDELA P. G0008077
DEVIKA YULDHARIA G0008079
ALVEUS KRISTIANTO G0008195
ANDHIKA AJI NUGROHO G0008197
APRIANY DARMA WULAN G0008199
ARTHA WAHYU W. G0008201
BENING RAHIMI TITISARI G0008203
DESTIA WINDI D. G0008205
NAMA TUTOR: dr. MOERBONO MOCHTAR, Sp.KK
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2009
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Perkembangan jaman ternyata memiliki dampak pada tingkat kesehatan masyarakat.
Dengan semakin canggihnya teknologi yang sekarang ini disebut-sebut sebagai jaman
yang serba instan, mau tidak mau juga mengubah pola dan gaya hidup dari para
pelakunya. Dengan demikian paradigma penyakit yang ada dimasyarakat terutama di
negara berkembang juga berubah. Penyakit infeksius yang semula berada ditingkat
terwahid pelan-pelan mengalami pergeseran. Penyakit ini perlahan digantikan oleh
penyakit-penyakit non infeksius atau disebut sebagai penyakit degeneratif seperti kanker,
diabetes mellitus, hipertensi dan lainnya.
Salah satu penyakit yang sekarang ini cukup menjadi momok bagi masyarakat adalah
kanker. Kanker dengan berbagi macam variannya mulai dari yang menyerang kulit,
tulang, bahkan alat genital adalah masalah khusus tersendiri yang saat ini tengah
diupayakan penurunan angka kejadiannya. Kenapa? Karena ternyata angka mortalitas/
kematian dari penyakit ini cukup tinggi bahkan meningkat secara signifikan.
Kanker diibaratkan sebagai pembunuh diam-diam. Mengapa demikian? Karena pada awal
kemunculannya, para penderita tidak mengalami gejala dan tanda atau asimptomatik.
Kemudian mereka akan mengeluhkan tanda dan gejala itu ketika sudah memasuki stadium
lanjut. Tak terkecuali dengan kanker leher rahim atau Ca Serviks (Karsinoma serviks).
Dari berbagai data penelitian yang telah dilakukan oleh pakar-pakar medis di Indonesia,
kanker ini menduduki peringkat pertama dari penyakit kanker itu sendiri. Oleh sebab itu,
kami menyusun laporan ini, sebab pada dasarnya skenario ini merupakan suatu jembatan
di dalam mempelajari, menghubungkan, dan menerapkan ilmu kedokteran, khususnya di
bidang neoplasma.
Berikut ini adalah skenario 2:
Seorang penderita perempuan umur 40 tahun mengikuti pemeriksaan pap-test yang
diadakan Tim Puskesmas dalam rangka Peringatan Hari Kesehatan Nasional.
Dari anamnesis didapati paritas ibu P5AO, menikah usia 17 tahun, mengeluh perdarahan
setelah melakukan hubungan seksual. Keluhan perdarahan melalui jalan lahir yang terjadi
di luar siklus menstruasi dimulai sejak 4 bulan yang lalu, keputihan berbau sejak 1 tahun
yang lalu. Pemeriksaan fisik, tidak didapatkan kelainan sistemik berarti. Selanjutnya
dokter yang memeriksa merujuk ke RS bagian Onkologi Obsgyn.
2
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan kasus yang ada pada skenario 2, timbul beberapa permasalahan yang dapat
dijadikan rumusan masalah, antara lain:
1. Bagaimana etiologi dan patogenesis dari gejala-gejala yang dikeluhkan oleh
penderita perempuan tersebut?
2. Apa sajakah diagnosis banding bagi penderita perempuan tersebut?
3. Bagaimana pencegahan dan penatalaksanaan bagi penyakit yang diderita ibu
tersebut?
4. Bagaimana prosedur pemeriksaan Pap-test?
C. TUJUAN PENULISAN
1. Mampu menetapkan diagnosis atau diagnosis banding berbagai lesi neoplastik
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan Sito-Histo patologik dan
pemeriksaan lain yang diperlukan.
2. Mampu memberi penjelasan kepada penderita dan keluarga mengenai patogenesis
penyakit neoplasma yang dideritanya untuk keperluan promotif, preventif, kuratif.
3. Mampu memutuskan dan menangani problem secara mandiri dengan kemampuan
penatalaksanaannya atau dirujuk ke dokter spesialis yang relevan.
D. MANFAAT PENULISAN
1. Sebagai sarana pelaporan akan hasil kegiatan diskusi tutorial yang telah
berlangsung di dalam dua sesi pertemuan.
2. Sebagai sarana pembelajaran di dalam pembuatan laporan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. NEOPLASMA
Suatu neoplasma merupakan massa abnormal jaringan yang pertumbuhannya berlebihan
dan tidak terkoordinasikan dengan pertumbuhan jaringan normal, serta terus demikian
walaupun rangsangan yang memicu perubahan tersebut telah berhenti. Hal mendasar
tentang asal neoplasma adalah hilangnya responsivitas terhadap faktor pengendali
3
pertumbuhan yang normal. Dan neoplasma ini bersifat parasit bagi tubuh, bersaing dengan
sel dan jaringan normal untuk memenuhi kebutuhan metaboliknya. (1)
Neoplasma dapat terjadi karena banyak faktor/multi faktor, terkena paparan yang terus-
menerus/multi hit, dan terbentuk secara bertahap/multi stage, yang meliputi inisiasi
(mutasi genetik asli), promosi (proliferasi klon ganas dan mutasi tambahan), serta progresi
(proliferasi yang diperoleh akibat kerja tumor gans termasuk infiltrasi dan metastasis). (2)
Berdasarkan tingkat keganasannya, neoplasma terbagi menjadi neoplasma jinak dan
neoplasma ganas yang memiliki sifat dan ciri-ciri yang berbeda. Berikut ini adalah tabel
perbedaan antara neoplasma jinak dan neoplasma ganas (1):
Karakteristik Neoplasma Jinak Neoplasma Ganas
Diferensiasi/
Anaplasia
Berdiferensiasi baik; struktur
mungkin khas jaringan asal
Sebagian tidak memperlihatkan
diferensiasi disertai anaplasia;
struktur sering tidak khas
Laju
pertumbuhan
Biasanya progresif dan
lambat; mungkin berhenti
tumbuh atau menciut;
gambaran mitotik jarang dan
normal
Tidak terduga dan mungkin cepat
atau lambat; gambaran mitotik
mungkin banyak dan abnormal
Invasi lokal Biasanya kohesif dan
ekspansil, massa berbatas
tegas yang tidak menginvasi
atau menginfiltrasi jaringan
normal di sekitarnya
Invasif lokal, menginfiltrasi
jaringan normal di sekitarnya;
kadang-kadang mungkin tampak
kohesif dan ekspansil tetapi dengan
invasi mikroskopik
Metastasis Tidak ada Sering ditemukan; semakin besar
dan semakin kurang berdiferensiasi
tumor primer, semakin besar
kemungkinan metastasis
Biasanya neoplasma jinak dinamai dengan akhiran –oma pada sel asli. Penamaan
neoplasma ganas mengikuti jalur yang sama dengan beberapa modifikasi. Neoplasma
ganas dari sel epitel asli dinamakan karsinoma, sedangkan neoplasma ganas yang muncul
pada jaringan mesenkim disebut sarkoma. (2)
Neoplasma terbentuk karena terjadinya kerusakan genetik pada sel normal. Zat-zat
perusak ini dapat berupa unsur-unsur kimiawi, radiasi, atau virus. Neoplasma baru dapat
4
terjadi bila kerusakan genetiknya terletak pada tiga kelas gen regulatorik normal, yaitu:
protoonkogen, gen yang mendorong pertumbuhan; antionkogen, gen yang menghambat
pertumbuhan; dan gen yang mengatur kematian sel terencana (apoptosis). Selain ketiga
kelas gen tersebut, kerusakan gen yang mengatur perbaikan DNA juga merupakan
penyebab dari pertumbuhan neoplasma ini sendiri. Dengan pengaktifan onkogen
pendorong pertumbuhan ini, disertai penonaktifan gen supresor kanker (antionkogen), gen
pengatur apoptosis, serta gen pengatur perbaikan DNA; maka sel yang normal dapat
tumbuh berlebih dan tidak terkoordinasi. Hal inilah yang disebut dengan neoplasma.
Tetapi jika ada kerusakan genetik lebih lanjut, di mana suatu neoplasma memiliki enam
sifat sebagai berikut: self-sufficiency (menghasilkan sendiri) sinyal pertumbuhan,
insensitivitas terhadap sinyal penghambat pertumbuhan, menghindari apoptosis, potensi
replikasi tanpa batas, angiogenesis berkelanjutan, serta kemampuan menginvasi dan
metastasis; maka neoplasma ini sudah tergolong ke dalam neoplasma ganas (1)
Tanda utama neoplasma ganas (kanker) adalah adanya metastasis. Penyebaran atau
metastasis kanker ini dapat timbul melalui tiga cara: penyebaran limfatik, penyebaran
melalui darah, serta melalui permukaan dan rongga tubuh. Penyebaran kanker juga bisa
melalui implantasi langsung sel-sel kanker pada sarung tangan operasi dan alat-alat
selama biopsi dan manipulasi bedah pada tumor. (2)
Efek sistemik pada neoplasma ganas dapat berupa kakeksia (wasting syndrome), anemia
(akibat supresi sumsum tulang atau perdarahan), dan gejala-gejala akibat sekresi homon
yang tidak normal. (2)
Penentuan derajat histologi dan penentuan stadium klinis dilakukan untuk membantu
menetapkan prognosis dan menuntun pada terapi keganasan. Penentuan derajat histologi
didasarkan pada tingkat diferensiasi sel-sel tumor dan jumlah mitosis diduga berhubungan
dengan keganasan neoplasma ganas. Sistem penentuan stadium klinis TNM didasarkan
pada ukuran lesi primer, penyebarannya ke kelenjar getah bening regional, dan ada atau
tidak adanya metastasis jauh. Cara pengobatan kanker yang tersering adalah pembedahan
eksisi, iradiasi, dan kemoterapi. (2)
B. Diagnosis Banding
1. Hiperplasia Endometrium
Hiperplasia endometrium adalah suatu kondisi dimana lapisan di dalam rahim tumbuh
secara berlebihan. Pada suatu saat hiperplasia endometrium mungkin dapat
berkembang menjadi karsinoma endometrium. (5)
5
Hiperplasia endometrium disebabkan oleh adanya kelebihan estrogen, kegagalan
ovulasi pada saat menopause, pemberian steroid estrogenik jangka panjang, atau
karena adanya tumor sel teka granulosa ovarium. (5)
Gejala-gejala hiperplasia endometrium adalah perdarahan abnormal, sekresi abnormal
per vagina, timbul batuk darah, nyeri area hati, nyeri tulang, sakit kepala, keram di
area perut bagian bawah (rahim). (5)
2. Disfunctional Bleeding
Disfunctional bleeding atau perdarahan uterus disfungsional adalah perdarahan
abnormal yang dapat terjadi di dalam siklus atau di luar siklus menstruasi karena
gangguan fungsi mekanisme pengaturan hormon tanpa kelainan organ. (4)
Macam disfunctional bleeding yaitu menorrhagia (menstruasi berlebihan),
metrorrhagia (perdarahan diantara dua siklus menstruasi), meno-metrorrhagia, dan
inter menstrual bleeding (perdarahan rahim yang bervariasi dalam hal jumlahnya pada
periode menstruasi). (4)
Penyebab disfunctional bleeding adalah adanya kegagalan ovulasi. Kegagalan ovulasi
ini dapat disebabkan oleh adanya gangguan endokrin, lesi primer di ovarium,
gangguan metabolisme (obesitas, malnutrisi, penyakit sistemik). (4)
3. Karsinoma Serviks
Karsinoma serviks adalah tumor ganas kedua yang paling sering ditemukan pada
sistem reproduksi wanita. Kebanyakan kasus berupa karsinoma epitel skuamosa,
tumor tumbuh setempat, umumnya menginvasi jaringan parametrium dan organ pelvis
serta menyebar ke kelenjar limfe kavum pelvis. (3)
a. Epidemologi
Insiden karsinoma serviks hanya dibawah karsinoma mamae dalam tumor ganas
pada wanita. Wanita segala usia dapat terkena karsinoma serviks uteri, tapi jarang
ditemukan pada usia sebelum 20 tahun. Pertumbuhan 30-60 tahun relatif cepat.
Insiden tertinggi pada usia 40-60 tahun. Terdapat variasi antara suku bangsa, pada
orang hitam, orang meksiko, orang kolombia, orang zimbabwe. Insiden tertinggi
pada orang yahudi. (3)
b. Etiologi (3)
(i). Faktor resiko perilaku
Kehidupan seksual terlalu dini dan mitra seksual terlalu banyak berkaitan erat
dengan kanke serviks uteri. Semakin banyak mitra seksual, risiko relatif kejadian
kanker serviks semakin tinggi.
6
(ii). Faktor Biologis
Berbagai patogen berkaian erat dengan kanker serviks uteri, terutama adalah virus
papiloma humanus (HPV), virus herpes simpleks tipe II (HSV II), sitomegalovirus
humanus (HCMV), klamidia, dan virus EB.
(iii). Faktor lainnya
Selain bergantung pada faktor virusnya, faktor hospes dan lingkungan juga
berperan penting. Faktor hospes yang terpenting adalah fungsi imunitasnya faktr
sinergis lingkungan seperti debris prepusium, vaginoservisitis kronis, merokok,
konsumsi kontrasepsi oral dan lainnya memfasilitasi terjadinya karsinoma serviks.
c. Manifestasi Klinis (3,10)
Gejala
Kanker serviks stadium dini dapat tanpa simptom jelas, gejala yang utama
adalah: :
1. Perdarahan per vaginam : pada stadium awal terjadi perdarahan sedikit pasca
kontak, sering terjadi pada pasca coitus atau periksa dalam. Dengan progresi
penyakit, frekuensi dan volume perdarahan tiap kali bertambah, dapat timbul
hemoragi masif. Penyebab perdarahan pervaginam adalah aksfoliasi jaringan
kanker.
2. Sekret per vaginam: pada stadium awal berupa keputihan bertambah,
disebabkan iritasi oleh lesi kanker atau peradangan glandua seviks, disebabkan
hipersekresi. Dengan progresi penyakit, sekret bertambah, encer seperti air,
berbau amis, bila terjadi infeksi timbul bau busuk atau bersifat purulen.
3. Nyeri: umumnya pada stadium sedang, lanjut atau bila disertai infeksi.sering
berlokasi di abdomen bawah, regiogluteal atau sakrokoksigeal. Bila timbul
hidronefrosis dapat menimbulkan nyeri area ginjal. Nyeri tungkai bawah,
gluteal, sakrum umumnya disebabkan oleh desakan atau invasi tumor terhadap
saraf kavum pelvis.
4. Gejala saluran urinarius: sering kali karena infeksi, dapat timbul poliksuria,
urgensi, disuria. Dengan progresi kanker dapat mengenai buli-buli timbul
hematuria, piuria, hingga terbentuk fistel sisto-vaginal. Bila lesi menginvasi
ligamen kardinal, mendesak atau invasi ureter, timbul hidronefrosis, akhirnya
menyebabkan uremia
5. Gejala saluran pencernaan: ketika lesi kanker serviks menyebar ke ligamen
kardinal, ligamen sakral, dapat menekan rektum, timbul obstipasi, bila tumor
7
menginvasi rektum dapat timbul hematokezia, akhirnya timbul fistel
rektovaginal.
6. Gejala sistemik: semangat melemah, letih, demam, mengurus, anemia, udem.
Tanda fisik
Pada wanita lansia serviks uteri sering terjadi di dalam kanalis servikalis, serviks
pars vaginalis licin. Pada karsinoma in situ atau karsinoma invasif stadium dini,
pada serviks uteri dapat timbul erosi, tukak kecil atau tumor papilar. Dengan
progresi lesi, tumor tumbuh eksofitik berbentuk kembang kol, papilar, polipoid,
jaringan rapuh mudah berdarah dan bersekret; bila tumor tumbuh endofitik,
dapat timbul lesi nodular, dari luar tampak nodul tak beraturan, menginvasi ke
dalam, dipermukaan dapat tampak erosi, perdarahan pervaginam relatif sedikit;
bilatumor disertai infeksi dapat timbul tukak, dapat berupa tukak kecil atau agak
dalam, bila lesi invasif dalam dan jaringan kanker banyak yang nekrosis dan
lepas, bentuk luar serviks uteri terdestruksi, terbentuk rongga.
Pasien kanker uteri, bila lesi terdapat di dalam kanalis servikalis, bentuk luar
serviks pada stadium awal normal, bia kanalis servikalis disentuh maka akan
timbul perdarahan. Bila penyakit progresi lebih jauh, serviks dapat membesar
merata, bertambah kasar, konsistensi keras. Pada stadium lanjut tumor serviks
uteri dapat terlepas membentuk tukak hingga rongga.
Jalur Metastasis
Karena epitel servis tidak mempunyai saluran limfatik dan vaskular, membran
basalis merupakan barier histologi, dapat menahan invasi sel kanker, maka
karsinoma in situ tidak bermetastasis. Bila karsinoma in situ menjadi karsinoma
invasif, kanker dapat menyebar,jalur metastasis terutama melalui :
1. Ekstensi langsung
Menjalar ke vagina , lesi eksofitik kanker sering merambat ke bawah, pertama
menginvasi forniks vagina, kemudian ke segmen tengah, bawah vagina, lesi
intra-kanalis servikalis membuat kanal berdilatasi, bertambah kasar, konsistensi
keras dan merambat ke atas mengenai kavum peritonial. Ekstensi ke paametrium
mengenai ligamen kardinal bilateral dan ligamen sakral, seluruh kavum pelvis
menjadi lesi kanker yang keras, menjadi frozen pelvis. Invasi kanker ke
parametrium juga dapat menekan satu atau kedua sisi ureter. Bila ke buli-buli,
rektum, dapat timbul hematuria, tenesmus, dll.
8
2. Metastasis Limfogen
Karsinoma serviks menginfiltrasi jaringan intestinal dapat menginvasi pembulh
limfatik membentuk trombus tumor, mengikuti aliran limfe mencapai kelenjar
limfe regional, menyebar dalam pembuluh limfatik.
3. Metastasis hematogen
Timbul pada stadium lanjut atau pasien dengan diferensiasi buruk, dapat
menyebar ke paru, hati, ginjal, tulang,otak, kulit dan bagian lain.
d. Pemeriksaan Penunjang (3)
Metode membantu menentukan diagnosis yang sering digunakan adalah :
1. Pulasan kerokan serviks
2. Sitologi pulasan tipis (TCT = thinprep cytologic test)
3. Deteksi DNA HPV
4. Pemeriksaan kolposkopi
5. Biopsi serviks uteri dan kerokan kanalis servikalis
6. Konisasi serviks uteri
7. Pemeriksaan penunjang khusus : Pemeriksaan sistoskopi
e. Stadium (3)
1. Stadium 0: karsinoma in situ atau karsinoma intra epitel.
2. Stadium I: kanker terbatas pada serviks uteri
- Ia: kanker servik uteri pre klinis, diagnosis hanya di bawah
mikroskop.
Ia1: di bawah mikroskop tampak invasi ringan interstisial,
kedalaman invasi < 3 mm, lebar ≤ 5 mm.
Ia2: kanker mikroskopik yang dapat diukur, kedalaman invasi 3-5
mm, lebar ≤ 7 mm.
- Ib: lingkup tumor lebih besar dari Ia2.
Ib1: lesi kanker berukuran < 4 cm.
Ib2: lesi kanker berukuran > 4 cm.
3. Stadium II: lesi kanker melebihi serviks uteri, tapi belum mengenai 1/3 bawah
vagina, invasi parametrium belum mencapai dinding pelvis.
- IIa: kanker mengenai 2/3 atas vagina, tidak ada invasi jelas
parametrium.
- IIb: kanker jelas menginvasi parametrium, tapi belum mencapai dinding
pelvis.
9
4. Stadium III: kanker menginvasi 1/3 bawah vagina atau menginvasi parametrium
sampai ke dinding pelvis.
- IIIa: kanker mengenai 1/3 bawah vagina
- IIIb: kanker menginvasi parametrium sampai ke dinding pelvis atau
timbul hidronefrosis atau insufisiensi ginjal akibat kanker.
5. Stadium IV: pentyebaran kanker mel;ewati pelvis minor atau kanker
menginvasi mukosa buli-buli atau mukosa rektum.
- IVa: invasi kanker meluas ke organ di dekatnya.
- IVb: kanker menginvasi melebihi pelvis minor, ada metastasis jauh.
f. Terapi
Metode terapi kanker serviks uteri terdapat operasi, radioterapi, kemoterapi,
imunoterapi dan lainnya. Saat ini, operasi dan radioterapi menjadi metode terapi
utama. Pemilihan metode terapi berdasarkan pembagium stadium klinis, derajat
diferensiasi patologi, ukuran tumor. Pada stadium dini, terapi ataupun operasi sudah
memberikan hasil hasil cukup baik, sedangkan dengan progresi penyakit umumnya
diperlukan terapi gabungan. (3)
g. Prognosis
Dari tumor saluran reproduks, serviks uteri memiliki prognosis yang relatif baik,
khususnya karsinoma insitu dan karsinoma invasif stadium dini. Faktor yang
mempengaruhi prognosis banyak, seperti stadium klnis, tipe patologi, metastasis
kelenjar limfe, manipulasi operasi, dll. (3)
BAB III
PEMBAHASAN
Pada kasus dalam skenario dijelaskan tentang seorang penderita perempuan yang
mengikuti pemeriksaan pap-test (pemeriksaan sitologi untuk mendeteksi kanker serviks
secara dini) yang diadakan Tim Puskesmas dalam rangka Peringatan Hari Kesehatan
Nasional. Paritas ibu tersebut P5AO (paritas 5 kali, belum pernah mengalami abortus),
menikah usia 17 tahun mengeluh perdarahan pasca koitus (contact bleeding). Keluhan
perdarahan melalui jalan lahir yang terjadi di luar siklus menstruasi (metrorrhagia) dimulai
sejak 4 bulan yang lalu, keputihan berbau sejak 1 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik,
10
tidak didapatkan kelainan sistemik berarti. Selanjutnya dokter yang memeriksa merujuk ke
RS bagian Onkologi Obsgyn.
Dari skenario, kemungkinan ibu tersebut menderita kanker serviks. Hal ini diperkuat dari
gejala-gejala yang dikeluhkan ibu tersebut dan ibu tersebut juga memiliki faktor risiko
kanker serviks. Faktor risiko kanker serviks yang ada pada ibu tersebut yakni paritas yang
tinggi (5 kali) dan menikah muda (17 tahun).
Paritas yang tinggi ini menyebabkan jalan lahir melebar sehingga mikroorganisme ataupun
virus dapat dengan mudah masuk. Jika ada lesi, virus tersebut dapat bersarang di lesi
tersebut dan mengakibatkan infeksi. Dalam hal ini jika ibu tersebut terinfeksi HPV maka
ibu tersebut berisiko tinggi untuk mengalami kanker serviks.
Menikah pada usia muda juga merupakan faktor risiko terjadinya kanker serviks. Hal ini
disebabkan karena di bawah usia 17 tahun, Squamus Columner Junction (SCJ) belum
terbentuk sempurna dan epitel kelenjar serviks tidak cukup kuat melindungi serviks. Jika
ibu tersebut melakukan koitus dan mengalami orgasme menyebabkan epitel kelenjar
serviks mudah mengalami lesi, dan lesi tersebut menjadi tempat hidup HPV yang dapat
menimbulkan kanker serviks.
Selain dari faktor risiko ibu tersebut, dilihat dari gejala yang dikeluhkan juga mengarah
kepada diagnosis kanker serviks. Gejalanya berupa perdarahan melalui jalan lahir di luar
siklus menstruasi dan keputihan berbau. Perdarahan yang terjadi dikarenakan kerapuhan
dari jaringan serviks. Saat coitus, umumnya akan terjadi gesekan pada dinding serviks.
Karena jaringan yang kaya pembuluh darah tersebut sangat rapuh, maka perdarahan mudah
terjadi. Keputihan yang dialami ibu tersebut lama kelamaan akan berbau busuk oleh kaena
adanya proses infeksi dan nekrosis (kematian) jaringan akibat kanker serviks tersebut.
Untuk lebih menegakkan diagnosis kanker serviks pada ibu tersebut, dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, seperti pap-smear (pap-test), kolposkopi (pemeriksaan permukaan
serviks untuk menentukan sebab-sebab abnornmalitas dari sel-sel serviks dengan cara
memasukkan cairan ke dalan vagina dan memberi warna saluran pada serviks),
servikskografi (pengambilan gambar serviks setelah serviks diberi asam asetat), IVA
(Inspeksi Visual Asam Asetat dengan cara mengoleskan asam asetat pada permukan
serviks dan pada permukaan serviks yang abnormal akan timbul bercak putih), serta biopsi
tusuk/ kerucut. Pap-test dilakukan dalam keadaanm berbaring telentang, kemudian
spekulum dimasukkan ke dalam vagina. Alat ini berfungsi untuk membuka dan menahan
dinding vagina supaya tetap terbuka sehingga memungkinkan pandangan yang bebas dan
leher rahim terlihat dengan jelas. Sel-sel rahim kemudian diambil dengan cara mengusap
11
leher rahim dengan spatula. Kemudian usapan tersebut dioleskan pada object glass, lalu
dikirim ke laboratorium patologi untuk pemeriksaan yang lebih jelas.
Melihat dari gejala-gejala yang dikeluhkan ibu tersebut, dapat disimpulkan bahwa ibu
tersebut kemungkinan menderita kanker serviks stadium Ib. Sehingga penanganan pada ibu
tersebut dapat dengan histerektomi radikal modifikasi atau histerektomi radikal ditambah
pembersihan kelenjar limfe, cavum pelvis bilateral.
Karena kanker serviks merupakan kanker yang sering ditemukan pada wanita, maka perlu
tindakan pencegahan. Prinsip tindakan pencegahan ini adalah mencegah infeksi HPV dan
melakukan pap-smear secara teratur 2 tahun sekali. Tindakan pencegahan yang dapat
dilakukan antara lain dengan tidak melakukan hubungan seksual di bawah 18 tahun, tidak
melakukan hubungan seksual dengan penderita HPV, tidak berganti-ganti pasangan, tidak
merokok, tidak membersihkan vagina dengan antiseptik tanpa resep dokter. Penggunaan
vaksin gardasil yang dibuat dari VLPs capsid L1 dari HPV juga dapat mengurangi risiko
terkena kanker serviks.
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan yang dapat ditarik dari kasus ini yaitu:
1. Diagnosis sementara bagi ibu tersebut adalah kanker serviks stadium Ib dengan
harapan hidup 5 tahun sebesar 85%.
2. Penatalaksanaan bagi ibu tersebut dilakukan dengan histerektomi radikal modifikasi
atau histerektomi radikal ditambah pembersihan kelenjar limfe, cavum pelvis bilateral.
Saran yang dapat diberikan adalah agar segera dilakukan pemeriksaan penunjang pada ibu
tersebut untuk menegakkan diagnosis sehingga dapat segera ditangani sedini mungkin.
12
DAFTAR PUSTAKA
(1) Kumar, Vinay, dkk; alih bahasa Hartanto, Huriawati. 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins Ed.7 Vol. 1. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
(2) Price, Sylvia A. And Lorraine M. Wilson. 2006. Patofisiologi Jilid 2. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
(3) Wan, Desen. 2008. Buku Ajar Onkologi Klinis Edisi 2. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
(4) Kumar, Vinay, dkk; alih bahasa Hartanto, Huriawati. 2007. Buku Ajar Patologi
Robbins Ed.7 Vol. 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC
(5) Sjamsuhidajat, R., dkk. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC
(6) Dorland, W.A. Newman, alih bahasa, Hartanto, Huriawati. 2006. Kamus Kedokteran
Dorland Edisi 29. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
(7) Mansjoer, Arif, dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Jilid I Edisi Ketiga. Jakarta :
Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
(8) Bagian PA FK UNS. 2008. Petunjuk Praktikum Patologi Anatomi Blok VII
Neoplasma. Surakarta: Bagian PA FK UNS
(9) Sudoyo, Aru W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia
(10) http://medicalword.blogspot.com/2008/12/karsinoma-serviks-karsinoma-serviks.html
13