Post on 15-Oct-2021
DINAS KESEHATAN
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
TAHUN 2020
LAPORAN KINERJA
PROGRAM PEMBINAAN KESEHATAN MASYARAKAT
TAHUN 2019
2
Daftar Isi
Halaman
BAB I Gambaran Umum ...................................................................................... 6
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 6
B. Maksud dan Tujuan .................................................................................................. 7
C. Struktur Organisasi ................................................................................................... 7
D. Tugas dan Fungsi ...................................................................................................... 9
E. Isu-isu Strategis ...................................................................................................... 10
BAB II Perencanaan Kinerja ............................................................................. 12
A. Perjanjian Kinerja ................................................................................................... 12
B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat ............................................ 12
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ........................................................... 16
A. Capaian Kinerja Organisasi .................................................................................... 16
1. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat .................... 17
a. Persentase Ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan ..................... 17
b. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif ........ 18
c. Persentase bayi baru lahir mendapat IMD ...................................................... 19
d. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan ........................... 19
e. Persentase remaja putri yang mendapat TTD ................................................. 19
2. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Pembinaan Kesehatan Keluarga .............. 20
3. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Upaya Kesehatan Kerja dan Olahraga ..... 32
4. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Penyehatan Lingkungan .......................... 33
5. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Promkes dan Pemberdayaan Masyarakat 43
6. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanan
3
Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesmas ................................ 44
F. Realisasi Anggaran ............................................................................................ 44
BAB IV KESIMPULAN ..................................................................................... 47
4
Daftar Tabel
Halaman
Tabel 1. Indikator Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi DIY......................................... 13
Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2019 .......... 17
Tabel 3. Capaian Indikator Kinerja Program Pembinaan Kesga Tahun 2019 ............ 20
Tabel 4. Capaian Kinerja Kabupaten/Kota Kunjungan KN1 Tahun 2019 ........... Error!
Bookmark not defined.
5
Daftar Gambar
Halaman
Gambar 1. Struktur Dinas Kesehatan DIY 2019 ........................................................... 9
Gambar 2. Presentase ibu hamil KEK yang mendapat makana tambahan .......... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 3. Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD selama kehamilan ............... Error!
Bookmark not defined.
Gambar 4. Persentase bayi baru lahir mendapat IMD Error! Bookmark not defined.
Gambar 5. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan .............. Error!
Bookmark not defined.
Gambar 6. Persentase remaja putri yang mendapat TTD .......... Error! Bookmark not
defined.
Gambar 7. Capaian KN1 Tahun 2013-2020 ............... Error! Bookmark not defined.
Gambar 8. Capaian Pelayanan Antenatal Ke Empat (K4) tahun 2013-2019 ....... Error!
Bookmark not defined.
6
BAB I
Gambaran Umum
A. Latar Belakang
Laporan kinerja merupakan bentuk akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan
fungsi yang dipercayakan kepada setiap instansi pemerintah atas penggunaan
anggaran. Penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kesehatan dapat
berlangsung dengan bijaksana, transparan, akuntabel, efektif, dan efisien sesuai
dengan prinsip-prinsip good governance sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan
Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dimana salah satu upaya yang ditunjukan
dari sistem Penyusunan Laporan Kinerja Instansi Pemerintah khususnya bidang
Kesehatan Masyarakat (Satuan Kerja 03) Dinas Kesehatan Tahun 2019
dilaksanakan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Peraturan Menteri PAN dan RB
RI Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan
Kinerja dan Tata Cara Reviu atas Laporan Kinerja Instansi Pemerintah dan
Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta Nomor 94 Tahun 2016 tentang
Pedoman Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.
Hal ini merupakan bagian dari implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah guna mendorong terwujudnya sebuah kepemerintahan yang
baik (good governance) di Indonesia. Dengan disusunnya Laporan Kinerja Instansi
Pemerintah Dinas Kesehatan Tahun 2019 diharapkan dapat:
1. Memberikan informasi kinerja yang terukur kepada pemberi mandat atas
kinerja yang telah dan seharusnya dicapai oleh Dinas Kesehatan dalam hal ini
Bidang Kesehatan Masyarakat.
2. Mendorong Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan di dalam
melaksanakan tugas dan fungsinya secara baik dan benar yang didasarkan pada
7
peraturan perundangan, kebijakan yang transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat.
3. Sebagai upaya perbaikan berkesinambungan bagi Bidang Kesehatan
Masyarakat untuk meningkatkan kinerjanya.
4. Memberikan kepercayaan kepada masyarakat terhadap Bidang Kesehatan
Masyarakat Dinas Kesehatan DIY di dalam pelaksanaan program/kegiatan
dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat.
B. Maksud dan Tujuan
Penyusunan laporan kinerja Seksi Kesehatan Keluarga dan Gizi
merupakan bentuk pertanggungjawaban kinerja pada tahun 2019 dalam
mencapai target dan sasaran program seperti yang tertuang dalam rencana
strategis, dan ditetapkan dalam dokumen penetapan kinerja Bagian
Kesehatan Keluatrga dan Gizi oleh pejabat yang bertanggungjawab.
C. Struktur Organisasi
Dinas Kesehatan dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah
Daerah Istimewa Yogyakarta. Dinas Kesehatan merupakan unsur pelaksana
penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan susunan organisasi sebagai
berikut:
1. Kepala Dinas Kesehatan DIY yang membawahi :
2. Sekretariat terdiri dari :
a. Subbagian Umum;
b. Subbagian Keuangan;
c. Subbagian Program.
3. Bidang Pencegahan dan Penanggulangan Masalah Kesehatan terdiri dari :
a. Seksi Pengendalian Penyakit;
b. Seksi Surveilan dan Imunisasi;
8
c. Seksi Penyehatan Lingkungan.
4. Bidang Pelayanan Kesehatan terdiri dari;
a. Seksi Kesehatan Dasar;
b. Seksi Kesehatan Rujukan dan Kesehatan Khusus;
c. Seksi Pelayanan Informasi Kesehatan.
5. Bidang Kesehatan Masyarakat terdiri dari :
a. Seksi Kesehatan Keluarga;
b. Seksi Promosi Kesehatan dan Kemitraan;
c. Seksi Gizi.
6. Bidang Sumber Daya Kesehatan terdiri dari;
a. Seksi Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan;
b. Seksi Bina Tenaga dan Sarana Kesehatan;
c. Seksi Farmasi, Makanan, Minuman dan Alat Kesehatan.
7. Unit Pelaksana Teknis Dinas
8. Kelompok Jabatan Fungsional.
Pelaksanaan anggaran pada tahun 2019 masih menggunakan struktur Perdais
3 tahun 2015 tentang Kelembagaan Pemerintah Daerah Daerah Istimewa
Yogyakarta meskipun Renstra 2017-2022 yang ditetapkan pada Mei 2018
disusun berdasarkan proyeksi struktur baru Pemerintah Daerah DIY.
9
Gambar 1. Struktur Dinas Kesehatan DIY 2018
D. Tugas dan Fungsi
Tugas Dinas Kesehatan DIY sesuai dengan pasal 3 ayat (1) pada Peraturan
Gubernur DIY Nomor 57 Tahun 2015 adalah melaksanakan urusan Pemerintah
Daerah di bidang kesehatan dan kewenangan dekonsentrasi serta tugas
10
pembantuan yang diberikan oleh pemerintah. Untuk melaksanakan tugas
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Dinas mempunyai fungsi :
1. Penyusunan program dan pengendalian di bidang kesehatan
2. Perumusan kebijakan teknis bidang kesehatan
3. Pengendalian penyakit, pengelolaan survailan dan kejadian luar biasa,
imunisasi serta pelaksanaan penyehatan lingkungan
4. Pengelolaan kesehatan dasar, rujukan khusus
5. Penyelenggaraan pelayanan informasi kesehatan
6. Pengelolaan kesehatan keluarga, gizi, promosi kesehatan dan kemitraan
7. Pengelolaan pembiayaan dan jaminan kesehatan
8. Pembinaan tenaga dan sarana kesehatan, farmasi, makanan, minuman dan alat
kesehatan
9. Pengembangan obat dan upaya kesehatan tradisional
10. Pemberian fasilitasi penyelenggaraan urusan kesehatan Kabupaten/Kota
11. Pelaksanaan pelayanan umum di bidang kesehatan
12. Pemberdayaan sumber daya dan mitra kerja urusan kesehatan
13. Pelaksanaan kegiatan ketatausahaan
14. Penyusunan laporan pelaksanaan tugas Dinas
15. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Gubernur sesuai dengan fungsi
dan tugasnya.
E. Isu-isu Strategis
Eksistensi sebuah institusi bergantung sejauh mana institusi tersebut mampu
menemukenali dan erespon isu strategis dengan berbagai kebijakan dan tindakan
yang tepat. Secara umum isu strategis dapat bersumber dari lingkungan eksternal
maupun lingkungan internal. Isu Strategis yang melingkupi Dinas Kesehatan
antara lain sebagai berikut:
1. Kesetaraan derajat kesehatan DIY dibandingkan berbagai wilayah di Asia
tenggara
2. Kesehatan Ibu, Bayi dan Balita
11
3. Status Gizi
4. Kematian akibat penyakit tidak menular
5. Potensi endemisitas penyakit menular
6. Mutu dan akses pelayanan kesehatan
7. Jaminan dan pembiayaan kesehatan
8. Bencana, wabah dan kecelakaan
12
BAB II
Perencanaan Kinerja
A. Perjanjian Kinerja
Perjanjian kinerja antara kementrian kesehatan yang diwakili Dirjend
Kesehatan Masyarakat dengan Dinas Kesehatan DIY pada pada program di
lingkup Bidang Kesehatan Masyarakat telah ditetapkan dalam dokumen
penetapan kinerja yang merupakan suatu dokumen pernyataan kinerja/perjanjian
kinerja antara Kementrian dan instansi tehnis di daerah untuk mewujudkan target
kinerja tertentu dengan didukung sumber daya yang tersedia.
Indikator dan target kinerja yang telah ditetapkan menjadi kesepakatan
yang mengikat untuk dilaksanakan dan dipertanggungjawabkan sebagai upaya
mewujudkan pelayanan kesehatan yang berkualitas kepada masyarakat
Indonesia. Perjanjian penetapan kinerja tahun 2019 yang telah ditandatangani
bersama oleh Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat dan Kepala Dinas
Kesehatan DIY berisi Indikator, antara lain:
B. Indikator Kinerja Program Kesehatan Masyarakat
Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari 28 Indikator
yang dianggap dapat merefleksikan kinerja program dilingkup kesehatan
masyarakat, yang meliputi:
13
No Sasaran
Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target
provinsi
Capaian
(1) (2) (3) (4)
1. Pembinaan Gizi
Masyarakat
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Persentase ibu hamil Kurang
Energi Kronik yang mendapat
makanan tambahan
Persentase ibu hamil yang
mendapat Tablet Tambah
Darah (TTD)
Persentase bayi usia kurang
dari 6 bulan yang mendapat
ASI eksklusif
Persentase bayi baru lahir
mendapat Inisiasi Menyusu
Dini (IMD)
Persentase balita kurus yang
mendapat makanan tambahan
Persentase remaja puteri yang
mendapat Tablet Tambah
Darah (TTD)
95%
98%
50%
50%
90%
30%
95
98
75
80
95
55
98,74
88,69
77,50
88,31
99,19
83,18
2. Pembinaan
Kesehatan
Keluarga
1.
2.
3.
4.
Persentase kunjungan neonatal
pertama (KN1)
Persentase ibu hamil yang
mendapatkan pelayanan
antenatal ke empat (K4)
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik
kelas 1
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan penjaringan
90%
80%
70%
60%
99,01
93
100
95
93,81
88,59
100
92,56
Tabel 1. Indikator Kinerja Dinas Kesehatan Provinsi Derah Istimewa Yogyakara
14
5.
6.
7.
kesehatan untuk peserta didik
kelas 7 dan 10
Persentase Puskesmas yang
menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan kelas ibu hamil
Persentase Puskesmas yang
melakukan Orientasi Program
Perencanaan Persalinan dan
Pencegahan Komplikasi (P4K)
45%
90%
100%
65
100
100
69,42
100
100
3. Pembinaan Upaya
Kesehatan Kerja
dan Olahraga
1.
2.
3.
4.
Persentase Puskesmas yang
menyelenggarakan kesehatan
kerja dasar
Jumlah pos UKK yang
terbentuk di daerah PPI/TPI
Persentase fasiltas pemeriksaan
kesehatan TKI yang memenuhi
standar
Persentase Puskesmas yang
melaksanakan kegiatan
kesehatan olahraga pada
kelompok masyarakat di
wilayah kerjanya
80%
730
100%
60%
80
3
100
60
100
121
100
100
4. Penyehatan
Lingkungan
1.
2.
3.
Jumlah desa/kelurahan yang
melaksanakan STBM (Sanitasi
Total Berbasis Masyarakat)
Persentase Sarana air minum
yang dilakukan pengawasan
Persentase Tempat-tempat
umum (TTU) yang memenuhi
45.000
50%
58%
438
60
65
438
53,88
89,77
15
4.
5.
6
syarat kesehatan
Persentase RS yang melakukan
pengelolaan limbah medis
sesuai standar
Persentase Tempat Pengelolaan
Makanan (TPM) yang
memenuhi syarat kesehatan
Jumlah Kabupaten/Kota yang
menyelenggarakan tatanan
kawasan sehat
36%
32%
386
90
40
5
100
63,23
5
5. Promosi Kesehatan
dan Pemberdayaan
Masyarakat
1.
2.
3.
4.
Persentase Kab/Kota yang
memiliki Kebijakan PHBS
Persentase desa yang
memanfaatkan dana desa 10%
untuk UKBM
Jumlah dunia usaha yang
memanfaatkan CSRnya untuk
program kesehatan
Jumlah organisasi
kemasyarakatan yang
memanfaatkan sumber dayanya
untuk mendukung kesehatan
70%
80%
20
15
80
80
50
5
100
100
5
6
6. Dukungan
Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya
pada Program
Pembinaan
Kesehatan
Masyarakat
1. Persentase realisasi kegiatan
administrasi dukungan
manajemen dan pelaksanaan
tugas teknis lainnya Program
Kesehatan Masyarakat
94% 94 100
16
BAB III
AKUNTABILITAS KINERJA
A. Capaian Kinerja Organisasi
Perkembangan terbaru membuktikan bahwa manajemen tidak cukup
hanya memastikan bahwa proses pengelolaan manajemen berjalan dengan efisien.
Diperlukan instrumen baru, pemerintahan yang baik (good governance) untuk
memastikan bahwa manajemen berjalan dengan baik. Selain itu, budaya
organisasi turut mempengaruhi penerapan pemerintahan yang baik di Indonesia.
Pengukuran kinerja dalam penyusunan laporan akuntabilitas kinerja dilakukan
dengan cara membandingkan target kinerja sebagaimana telah ditetapkan
dalam penetapan kinerja pada awal tahun anggaran dengan realisasi kinerja
yang telah dicapai pada akhir tahun anggaran. Laporan kinerja merupakan bentuk
akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan fungsi yang dipercayakan kepada setiap
instansi pemerintah atas penggunaan anggaran. Hal terpenting yang diperlukan
dalam penyusunan laporan kinerja adalah pengukuran kinerja dan evaluasi serta
pengungkapan (disclosure) secara memadai hasil analisis terhadap pengukuran
kinerja.
Indikator kinerja program Kesehatan Keluarga dan Gizi Dinas Kesehatan
Provinsi DIY terdiri dari:
17
1. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Pembinaan Gizi Masyarakat
Tabel 2. Capaian Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat Tahun 2019
Sasaran
Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target
Nasiona
l
Target
Provinsi
Capaian
Provinsi
Pembinaan
Gizi masyarakat
1. Persentase ibu hamil KEK
yang mendapat makanan
tambahan
95% 95% 98,74%
2. Persentase ibu hamil yang
mendapat TTD
98% 98% 88,69%
3. Persentase bayi usia kurang
dari 6 bulan yang mendapat
ASI eksklusif
50% 75% 77,50%
4. Persentase bayi baru lahir
mendapat IMD
50% 80% 88,31%
5. Persentase balita kurus
yang mendapat makanan
tambahan
90% 95% 99,19%
6. Persentase remaja putri
yang mendapat TTD
30% 55% 83,18%
a. Persentase Ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan
Ibu hamil kurang energi kronis (KEK) memiliki faktor resiko yang lebih
besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah dan pendek. Ibu
hamil KEK lebih banyak terjadi pada mereka yang memiliki status ekonomi
dan pendidikan yang rendah hingga menengah serta tinggal di desa.
Berdasarkan hasil Survey Diet Total (SDT) tahun 2014 kecukupan energi dan
protein pada ibu hamil perlu mendapat perhatian terutama di perdesaan. Ibu
hamil dengan tingkat kecukupan energi sangat kurang (<70% AKE) di
perdesaan (52,9%), sementara di perkotaan (51,5%). Resiko KEK juga
meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Menurut Kedir (2014)
ibu hamil yang mendapat konseling gizi resikonya menjadi KEK akan turun
sebesar 36%.
18
Pemberian makanan tambahan ibu hamil KEK disertai konseling gizi
diharapkan dapat memperbaiki status gizi ibu. Namun masih ada kendala dalam
proses pemberiannya terutama terkait kepatuhan.
a. Persentase ibu hamil yang mendapat TTD
Pemberian tablet tambah darah (TTD) pada ibu hamil diharapkan mampu
menurunkan resiko anemia akibat kehamilan. Namun capain pemberian TTD
sebanyak 90 tablet selama kehamilan tergolong stagnan bahkan sejak dua tahun
terakhir dibawah target yang diharapkan. Menurut Kamua (2018) pengetahuan
tentang manfaat TTD, konseling mengenai dampak pemberian TTD dan
kehamilan pertama merupakan faktor yang meningkatkan kepatuhan dalam
mengkonsumsi tablet tambah darah. Disamping beberapa faktor diatas
ketepatan waktu dalam mendapat pelayanan kehamilan (K1) juga
mempengaruhi capaian pemberian TTD pada ibu hamil.
Beberapa faktor yang diduga menjadi penghambat capaian pemberian
TTD adalah tidak semua ibu hamil mendapat konseling mengenai manfaat dan
dampak pemberian TTD. Terdapat 11% ibu hamil di DIY yang melakukan
pemeriksaan kehamilan pertama setelah trimester 1 sehingga akan
mempengaruhi jadwal pemberian TTD. Perlu upaya lintas program dan lintas
sektor untuk meningkatkan capain pemberian 90 TTD pada ibu hamil.
b. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif
Capaian pemberian ASI Eksklusif pada bayi kurang dari 6 bulan di DIY
sudah jauh diatas target yang diharapkan. Namun bila angka ini disandingkan
dengan capaian pemberian ASI eksklusif pada bayi 5 bulan 29 hari
menunjukkan masih banyak bayi yang tidak lulus ASI Eksklusif selama 6
bulan.
19
c. Persentase bayi baru lahir mendapat IMD
Capaian persentase bayi baru lahir mendapat Inisiasi Menyusu Dini
(IMD) di DIY jauh diatas target yang diharapkan. IMD pada bayi baru lahir
diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan pemberian ASI Esklusif dan
mengurangi angka kematian bayi akibat infeksi.
d. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
Berdasarkan hasil Survey Diet Total tahun 2014 diketahuo bahwa 55,7%
balita mengkonsumsi makanan dibawah angka kecukupan energi. Pemberian
makanan tambahan kepada kelompok rawan yaitu balita kurus merupakan salah
satu strategi untuk mengatasi masalah gizi. Capaian pemberian balita kurus
mendapat makanan tambahan selama dua tahun terakhir sudah diatas target
yang diharapkan. Beberapa upaya telah dilakukan antaralain penyusunan buku
pedoman.
e. Persentase remaja putri yang mendapat TTD
Capaian pemberian TTD pada remaja putri di DIY jauh diatas target yang
diharapkan. Anemia pada remaja putri di DIY merupakan salah satu
permasalahan tersendiri . Berdasarkan hasil survey tahun 2012 terdapat 36%
remaja putri DIY yang menderita anemia, sedangkan hasil survey pada tahun
2018 terjadi perbaikan prevalensi anemia pada remaja yaitu sebesar 19,3%
dengan resiko KEK sebesar 46%. Hal ini menunjukkan perlu upaya ekstra
dalam perbaikan kualitas gizi pada remaja putri.
20
2. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Pembinaan Kesehatan Keluarga
Tabel 3. Capaian Indikator Kinerja Program Pembinaan Kesehatan Keluarga Tahun 2019
Sasaran
Program/Kegiatan
Indikator Kinerja Target
Nasional
Target
Provinsi
Capaian
Provinsi
Pembinaan Kesehatan
Keluarga
1. Persentase
kunjungan neonatal
pertama (KN1)
90% 99,01% 93,81%
2. Persentase ibu hamil
yang mendapatkan
pelayanan antenatal
ke empat (K4)
80% 93% 88,59%
3. Persentase
Puskesmas yang
melaksanakan
penjaringan
kesehatan untuk
peserta didik kelas 1
70% 100% 100%
4. Persentase
Puskesmas yang
melaksanakan
penjaringan
kesehatan untuk
peserta didik kelas 7
dan 10
60% 95% 92,56%
5. Persentase
puskesmas yang
menyelenggarakan
kegiatan kesehatan
remaja
45% 65% 69,42%
6. Persentase
Puskesmas yang
melaksanakan kelas
ibu hamil
90% 100% 100%
7. Persentase
Puskesmas yang
melakukan orientasi
program P4K
100% 100% 100%
21
a. Persentase Kunjungan Neonatal Pertama (KN1)
Indikator antara untuk penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka
Kematian Bayi (AKB) dicapai melalui upaya mendorong persalinan di fasilitas
kesehatan, yang kemudian berlanjut kepada pelayanan kunjungan neonatal
sebagai upaya lanjutan didalam menurunkan AKB. Oleh karena itu kunjungan
neonatal pertama (KN1) merupakan salah satu indikator yang penting dalam
upaya penurunan kematian bayi. Berdasarkan laporan rutin Dinas Kesehatan
Provinsi DIY, kematian bayi (0-11 bulan) tahun 2019 sebanyak 315 kasus,
diantara kasus tersebut, sebanyak 235 kasus (73,67%) terjadi pada bulan
pertama (masa neonatal). Kemudian dari 235 kasus kematian neonatal,
sebanyak 183 kasus (77,87%) terjadi pada minggu pertama. Jika kematian masa
neonatal dapat diturunkan, maka jumlah kematian bayi juga akan menurun.
Berdasarkan rekomendasi buku saku pelayanan kesehatan neonatal
esensial, saat kunjungan neonatal pertama dilakukan deteksi dini kemungkinan
permasalahan yang mungkin dihadapi bayi baru lahir menggunakan pendekatan
Manajeman Terpadu Bayi Muda (MTBM) sekaligus memastikan pelayanan
yang seharusnya didapatkan oleh bayi baru lahir sudah diberikan. Pelayanan
yang diberikan saat bayi baru lahir pada 6-48 jam pertama yaitu IMD,
pemberian Vitamin K1, Pemberian imunisasi Hb0, pengukuran tinggi dan berat
badan dan pemberian salep mata. Indikator KN1 dihitung dari jumlah bayi baru
lahir usia 6 jam sampai 48 jam yang mendapat pelayanan kunjungan neonatal
pertama dibagi jumlah bayi lahir hidup dikali 100%.
Berdasar hasil Riset kesehatan dasar (Riskesdas) 2018, capaian KN1 DIY
tahun 2018 sebesar 95,9%, meningkat dibanding tahun 2013 sebesar 81%.
Sedangkan berdasar data rutin program kesehatan keluarga, tren KN1 dari
tahun 2013 hingga 2019 secara cakupan mengalami penurunan. Namun
demikian capaian tahun 2019 telah mencapai target. Hal tersebut disebabkan
perbaikan kualitas dari yang sebelumnya merupakan indikator akses menjadi
22
indikator kualitas. Selain itu, terlihat capaian data rutin dengan data survei
hampir sama, menunjukkan kualitas laporan data rutin sudah baik.
Dari sisi capaian kinerja Provinsi DIY telah mencapai target meskipun
setelah di breakdown per kabupaten/kota terdapat dua kabupaten yang belum
menyampai target yaitu Kabupaten Kulon Progo.
Dilihat dari perannya maka faktor yang mendukung capaian cakupan
Kunjungan Neonatal Pertama di Provinsi DIY antara lain sebagai berikut:
1) Penyediaan aspek legal, aspek legal ini sangat penting didalam pelaksanaan
pelayanan. Aspek legal yang telah berhasil dicapai adalah masuknya KN1
menjadi isu strategis di bidang kesehatan (muncul Resntra Dinkes DIY 2017-
2022). Dengan telah masuknya KN 1 menjadi isu strategis maka perencanaan
dan anggaran untuk mendukung kegiatan ini menjadi lebih kuat.
2) Diperolehnya dukungan dari organisasi profesi dan lintas program dalam
penggerakan anggotanya untuk melaksanakan KN 1. Dukungan ini dapat
diperoleh melalui advokasi dan sosialisasi yang dilakukan seksi kesehatan
keluarga terhadap organisasi profesi, dan pelibatan organisasi profesi terkait di
wilayah Provinsi DIY seperti IDI, IDAI, PPNI, IBI serta IAKMI.
3) Sistem informasi dan pelaporan yang baik antara dinas kesehatan kabupaten
kota di wilayah kerja dinas kesehatan provinsi DIY. Sistem pelaporan telah
dilakukan secara online melalui website: kesgadiy.web.id
4) Upaya untuk menjangkau pelayanan ibu bersalin dan bayi baru lahir sesuai
standar melalui Jampersal dan jaminan kesehatan semesta.
Hambatan–hambatan dalam pencapaian cakupan kunjungan neonatal
pertama antara lain sebagai berikut:
1) Kurangnya pengetahuan dan pemahaman dari ibu hamil dan keluarga terkait
pelayanan kesehatan bayi baru lahir.
2) Belum optimalnya peran keluarga/masyarakat terhadap penggunaan buku
KIA.
23
3) Jumlah distribusi SDM kesehatan yang masih belum merata, sehingga belum
semua ibu hamil mendapatkan pelayanan Kunjungan Neonatal sesuai standar
4) Sistem jaminan kesehatan di Provinsi DIY belum terintegrasi dengan baik.
Hal tersebut menyebabkan pengembangan jaminan kesehatan di satu
wilayah kabupaten/kota dengan wilayah lain masih cenderung bersifat
mandiri dan parsial. Konsekuensi yang muncul fasilitas jaminan kesehatan
bagi masyarakat di wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta tidak
diberikan secara seragam dan setara
b. Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat
(K4)
Indikator ini memperlihatkan akses pelayanan kesehatan terhadap ibu
hamil dan tingkat kepatuhan ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya
tenaga kesehatan minimal 4 kali, sesuai dengan ketetapan waktu kunjungan.
Melalui kegiatan ini diharapkan ibu hamil dapat dideteksi secara dini adanya
masalah atau gangguan atau kelainan dalam kehamilannya dan dilakukan
penanganan secara cepat dan tepat.
Pada saat ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan, tenaga
kesehatan memberikan pelayanan antenatal secara lengkap (10 T) yang terdiri
dari: timbang badan dan ukur tinggi badan, ukur tekanan darah, nilai status gizi
(ukur LiLA), ukur tinggi fundus uteri, tentukan presentasi janin dan denyut
jantung janin, skrining status imunisasi TT dan bila perlu pemberian imunisasi
Td, pemberian tablet besi (90 tablet selama kehamilan), tes laboratorium
sederhana (Golongan Darah, Hb, Glukoprotein Urin) dan skrining terhadap
Hepatitis B, Sifilis, HIV, Malaria, TBC, tata laksana kasus, dan temu wicara/
konseling termasuk P4K serta KB pasca salin.
Berdasar data Riskesdas 2018, cakupan K4 DIY mencapai 90,2%,
meningkat dibanding tahun 2013 sebesar 85,5%. Sedangkan berdasar data rutin
program kesehatan keluarga capaian K4 mengalami penurunan dari sebesar
24
92,02% pada 2013 menjadi 88,59% pada 2019. Hal tersebut disebabkan
perbaikan kualitas dari yang sebelumnya merupakan indikator akses menjadi
indikator kualitas. Selain itu, terlihat capaian data rutin dengan data survei
hampir sama, menunjukkan kualitas laporan data rutin sudah baik.
Faktor Pendukung peningkatan cakupan kunjungan K4 di Provinsi DIY
adalah sebagai berikut,
1) Adanya peningkatan kapasitas, pelatihan untuk tenaga kesehatan dalam
upaya peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan antenatal terpadu dan
kelas ibu.
2) Pelayanan antenatal sesuai standar minimal 4 kali selama kehamilan
merupakan komponen dari Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kabupaten/Kota (Aspek legal berupa dukugan kebijakan)
3) Tersedianya alat deteksi risiko ibu hamil yang terdiri dari pemeriksaan Hb,
tes kehamilan, golongan darah serta tes glukoproteinuria di semua fasilitas
pelayanan kesehatan di wilayah kerja Dinas kesehatan Provinsi DIY.
4) Dukungan dana pelacakan ibu hamil, dan kegiatan luar gedung untuk
pemeriksaan ibu hamil dari dana BOK, dll
5) Monitoring dan evaluasi secara berjenjang dan berjalan secara terus
menerus
6) Sistem informasi dan pelaporan yang baik dan telah online antara dinas
kesehatan kabupaten kota di wilayah kerja dinas kesehatan provinsi DIY.
Faktor penghambat dalam pencapaian cakupan kunjungan K4 di Dinas
Kesehatan Provinsi DIY antara lain,
1) Ibu hamil masih ada yang datang tidak pada di trimester 1 karena:
a) Pengetahuan ibu hamil dan keluarga yang kurang seputar kehamilan,
partisipasi masih belum optimal
b) Kurangnya peran serta perangkat desa, tokoh masyarakat, dan tokoh
agama dalam memberikan promosi kesehatan khususnya informasi
25
pemeriksaan antenatal rutin ke tenaga kesehatan dan mendorong ibu
hamil mengikuti kelas ibu hamil
2) Masih ada ibu hamil yang tidak tercatat pada kunjungan di trimester 3 (drop
out) karena :
a) Ada ibu hamil yang selalu berpindah-pindah tempat pelayanan dalam
kunjungan antenatal.
3) Kompleksitas permasalahan di masyarakat belum diimbangi secara kuantitas
dan kualitas SDM
c. Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk
peserta didik kelas 1
Penjaringan kesehatan adalah skrining kesehatan yang dilakukan
terhadap siswa. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui secara dini adanya
kemungkinan permasalahan kesehatan pada anak usia sekolah. Pemeriksaan
kesehatan terhadap siswa antara lain pemeriksaan status gizi, tajam penglihatan,
tajam pendengaran, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan reproduksi, kesehatan
mental emosional, serta kebugaran jasmani.
Puskesmas wajib melaksanakan skrining kesehatan pada setiap sekolah di
wilayah kerjanya. Skrining kesehatan ini dilaksanakan terhadap siswa baru.
Indikator puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan merupakan
indikator baru, yang sebelumnya adalah persentase penjaringan sekolah.
Perubahan indikator ini merupakan salah satu upaya peningkatan kualitas
layanan skrining kesehatan. Diharapkan dengan perubahan indikator ini,
kegiatan penjaringan kesehatan dapat dilaksanakan di setiap sekolah tanpa
terkecuali.
Indikator puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan peserta
didik kelas 1 dihitung dari jumlah puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan terhadap seluruh SD/MI di wilayah kerjanya dibagi jumlah seluruh
puskesmas dikalikan 100%. Persentase puskesmas yang melaksanakan
26
penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 1 tahun 2019 sebesar 100%.
Artinya seluruh SD/MI di DIY sudah mendapatkan layanan skrining kesehatan
terhadap peserta didiknya.
Upaya / Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai target penjaringan
kesehatan bagi peserta didik kelas 1 pada tahun 2019 adalah sebagai berikut:
1) Penguatan koordinasi Tim Pembina UKS Provinsi dan daerah melalui
Pertemuan Evaluasi Akselerasi UKS.
2) Bimbingan Teknis dan Supervisi Pembinaan dan Pelaksanaan UKS di daerah
melalui kegiatan Lomba Sekolah Sehat 2019
3) Penyediaan sarana penjaringan kesehatan melalui Pengadaan UKS Kit bagi
Puskesmas. UKS Kit berisi peralatan kesehatan yang diperlukan bagi
petugas Puskesmas untuk melaksanakan penjaringan kesehatan di sekolah.
Faktor Pendukung yang dilakukan untuk mencapai target penjaringan
kesehatan bagi peserta didik kelas 1 pada tahun 2019 sebagai berikut:
1) Aspek legal yang memadai
Masuknya penjaringan kesehatan Renstra dan SPM Bidang Kesehatan
Kab/Kota sebagai salah satu indikator, menjadikan penjaringan kesehatan
merupakan kegiatan prioritas dalam pembangunan kesehatan di Indonesia.
Hal tersebut mendorong daerah untuk membuat kebijakan-kebijakan daerah
yang mendukung pelaksanaan penjaringan kesehatan, serta mendukung
Puskesmas dalam menjalankan kegiatan-kegiatan lainnya terkait kesehatan
usia sekolah di wilayah kerja.
2) Tersedianya biaya operasional
Adanya APBN Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) yang dialokasikan
untuk seluruh puskesmas, hal tersebut sangat mendukung Petugas
Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan penjaringan kesehatan karena
biaya transportasi dari puskesmas ke sekolah dapat diakomodir melalui
APBN BOK tersebut.
Faktor penghambat untuk mencapai target penjaringan kesehatan bagi
27
peserta didik kelas 1 pada tahun 2019 antara lain sebagai berikut:
1) Keterbatasan SDM Puskesmas dibandingkan dengan jumlah sekolah/peserta
didik di wilayah kerja
2) Kurangnya koordinasi/ komitmen Lintas Sektor TP UKS di Kab/Kota,
Kecamatan, Puskesmas dan Sekolah dalam mendukung dan melaksanakan
penjaringan kesehatan.
d. Persentase puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk
peserta didik kelas 7 dan 10
Penjaringan kesehatan adalah skrining kesehatan yang dilakukan terhadap
siswa. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mengetahui secara dini adanya
kemungkinan permasalahan kesehatan pada anak usia sekolah. Pemeriksaan
kesehatan terhadap siswa antara lain pemeriksaan status gizi, ketajaman
penglihatan, ketajaman pendengaran, kesehatan gigi dan mulut, kesehatan
reproduksi, kesehatan mental emosional, serta kebugaran jasmani.
Puskesmas wajib melaksanakan skrining kesehatan pada setiap sekolah di
wilayah kerjanya. Skrining kesehatan ini dilaksanakan terhadap siswa baru.
Indikator puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan peserta didik
kelas 7 dan 10 dihitung dari jumlah puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan terhadap seluruh SMP/MTs dan SMA/MA/SMK di wilayah kerjanya
dibagi jumlah seluruh puskesmas dikalikan 100%. Persentase puskesmas yang
melaksanakan penjaringan kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10 tahun
2019 sebesar 92,56%. Artinya baru 113 puskesmas yang melaksanakan
penjaringan kesehatan terhadap seluruh sekolah di wilayahnya.
Sebagaimana telah disampaikan diatas bahwa indikator ini merupakan
indikator yang menghitung puskesmas yang telah melaksanakan penjaringan
peserta didik kelas 7 dan 10. Adapun secara umum, faktor pendukung
keberhasilan tercapaiannya indikator ini adalah :
28
1) Sarana didalam pelaksanaan penjaringan sudah banyak terdapat di
puskesmas.
2) Adanya dukungan dalam menjangkau sekolah melalui dana BOK
3) Penjaringan dari sisi implementasi sudah dilaksanakan sejak lama
(walaupun dimasa lalu masih belum mencapai target)
Beberapa upaya yang dilakukan untuk mencapai indikator penjaringan
peserta didik kelas 7 & 10 antara lain sebagai berikut:
1) Mensosialisasikan indikator, merupakan upaya penting yang telah dilakukan
pada tahun sebelumnya yang kemudian tetap dilanjutkan pada tahun 2019.
2) Penguatan melalui organisasi pramuka juga menjadi upaya yang diharapkan
mampu mensosialisasikan kesehatan anak usia sekolah di usia sebayanya.
3) Pelatihan dan orientasi upaya kesehatan anak usia sekolah.
Faktor Penghambat tercapaiannya indikator penjaringan peserta didik
kelas 7 & 10 adalah sebagai berikut:
1) Keterbatasan SDM Puskesmas dibandingkan dengan jumlah sekolah/peserta
didik di wilayah kerja
2) Waktu untuk melakukan pemeriksaan yang kurang fleksible karena berada
pada saat jam pelajaran berlangsung.
e. Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja
Model pelayanan kesehatan remaja yang memenuhi kebutuhan dan selera
remaja diperkenalkan dengan sebutan Pelayanan Kesehatan peduli Remaja
(PKPR), yaitu pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau remaja,
menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja,
menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatannya, serta
efektif dan efisien dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
PKPR ditujukan untuk semua remaja (10-19 tahun) baik di sekolah
maupun di luar sekolah, seperti kelompok remaja masjid, gereja, karang taruna,
pramuka, dll. Pelayanan kesehatan remaja dapat pula diperluas pada kelompok
29
remaja yang tidak terorganisir, misalnya anak jalanan, jermal-jermal, atau
pekerja anak di daerah industri. Pada tahun 2017, kegiatan PKPR masuk
kedalam indikator Renstra DIY tahun 2017-2022 sebagai bentuk penanganan
di hulu dalam upaya penurunan AKI dan AKB di Provinsi DIY.
Berdasarkan SKDI 2017 hanya sebesar 12% wanita dan 6% pria yang
mengetahui PKPR sebagai salah satu layanan kesehatan remaja, hal ini
menunjukkan rendahnya akses remaja terhadap layanan PKPR. Pada tahun
2019 di Provinsi DIY cakupan Puskemas yang menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja sebesar 69,42%. Indikator puskesmas melaksanakan kegiatan
kesehatan remaja dapat mencapai 69,42% dari target yang ditetapkan yaitu
sebesar 62,80%. Adapun cakupan indikator ini masiih jauh dari masih kurang
memuaskan. Perlu adanya alternatif solusi yang dapat meningkatkan cakupan
dalam kegiatan kespro remaja seperti, pemerintah bekerjasama dengan tokoh
yang menjadi idola anak muda sebagai duta dalam kegiatan kespro remaja,
penyuluhan secara massif dan terus menerus melalui sosial media dan kegiatan
PKPR dapat dikemas dalam format yang lebih fleksibel sehinggan remaja dapat
melakukan konseling seputar kespro dengan nyaman.
f. Persentase Puskesmas yang Melaksanakan Kelas Ibu Hamil
Kelas ibu hamil ini merupakan sarana untuk belajar bersama tentang
kesehatan bagi ibu hamil, dalam bentuk tatap muka dalam kelompok yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu-ibu mengenai
kehamilan, persalinan, nifas, KB pasca persalinan, pencegahan komplikasi,
perawatan bayi baru lahir dan aktivitas fisik/ senam ibu hamil.
Berdasarkan laporan pada tahun 2019, cakupan pelaksanaan kelas ibu
hamil di Provinsi DIY telah mencapai 100%. Diharapkan pada tahun
selanjutnya persentase tersebut tetap konsisten karena mafaat yang sangat
banyak dari kegiatan tersebut. Pada saat pelaksanaan kelas ibu hamil para ibu
30
akan belajar bersama, diskusi dan tukar pengalaman tentang kesehatan Ibu
dan anak (KIA) secara menyeluruh dan sistematis serta dapat dilaksanakan
secara terjadwal dan berkesinambungan. Kegiatan tersebut dilaksanakan
dengan jumlah peserta maksimal 10 orang. Kelas ibu hamil difasilitasi oleh
bidan/tenaga kesehatan dengan menggunakan paket Kelas Ibu Hamil yaitu
Buku KIA, Flip chart (lembar balik), Pedoman Pelaksanaan Kelas Ibu Hamil,
dan Pegangan Fasilitator Kelas Ibu Hamil
Faktor Pendukung capain pelaksanaan kelas ibu hamil di Provinsi DIY
pada tahun 2019 antara lain sebagai berikut,
1) Semua Kabupaten/kota sudah memiliki trainer pelatihan Kelas Ibu hamil/
kelas ibu.
2) Adanya DAK Nonfisik (BOK Puskesmas) yang dapat digunakan untuk
kegiatan promotif preventive salah satunya untuk pelaksanaan kelas ibu
hamil/ kelas ibu.
Upaya / Kegiatan Yang Dilakukan Untuk Mencapai Target Indikator
pelaksanaan kelas ibu hamil di provinsi DIY tahun 2019 beberapa upaya yang
dilakukan antara lain melalui kegiatan sosialisasi atas indikator puskesmas
melaksanakan kelas ibu.
1) Kegiatan lain didalam mendukung pelaksanaan kelas ibu di tahun 2019
antara lain :
a) Penguatan sistem pelaporan
b) Sosialisasi terkait kelas ibu (diintergrasikan dengan kegiatan Kesehatan
keluarga lainnya)
c) Penguatan pemanfaatan penggunaan Buku KIA melalui pendampingan
mahasiswa dan kader
Faktor penghambat Untuk Mencapai Target Indikator pelaksanaan kelas
ibu hamil di provinsi DIY tahun 2019
1) Belum optimalnya sistem pencatatan dan pelaporan pelaksanaan kelas ibu
hamil sehingga belum diperoleh mapping yang lengkap
31
2) Pelaksanaan masih sangat tergantung keberadaan dana BOK.
g. Persentase Puskesmas yang melakukan orientasi program Perencanaan
Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
Orientasi P4K menitikberatkan pada kegiatan monitoring terhadap ibu
hamil dan bersalin. Pemantauan dan pengawasan yang menjadi salah satu
upaya deteksi dini, menghindari risiko kesehatan pada ibu hamil dan bersalin
serta menyediakan akses dan pelayanan di fasilitas kesehatan tingkat pertama
yang sekaligus merupakan kegiatan yang membangun potensi masyarakat
khususnya kepedulian masyarakat untuk persiapan dan tindakan dalam
menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Cakupan pelaksanaan P4K di Provinsi DIY telah mencapaia target baik
secara nasional maupun provinsi. Berdasarkan laporan rutin pada tahun 2019,
100% Puskesmas di wilayah Provinsi DIY telah melaksanakan orientasi
program P4K. Dalam pelaksanaan P4K, bidan diharapkan berperan sebagai
fasilitator dan dapat membangun komunikasi persuasif dan setara diwilayah
kerjanya agar dapat terwujud kerjasama dengan ibu, keluarga dan
masyarakat sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kepedulian
masyarakat terhadap upaya peningkatan kesehatan ibu dan bayi baru lahir
dengan menyadarkan masyarakat bahwa persalinan di fasilitas pelayanan
kesehatan akan menyelamatkan ibu dan bayi baru lahir.
Kesehatan ibu sangat terkait dengan progam-program lainnya, untuk
mencapai target, hal utama yang dibutuhkan adalah pemahaman LP/LS dan
nakes terkait kegiatan. Menjawab kebutuhan tersebut maka telah dilakukan
kegiatan sosialisasi terkait P4K. Sosialisasi terkait P4K dilakukan dengan
menyisipkan dan di integrasikan dengan kegiatan lain terkait kesehatan ibu dan
anak. Sosialisasi juga dilakukan secara khusus dalam bentuk pertemuan
kordinasi LP/LS tingkat kecamatan. Kegiatan P4K juga sangat terkait dengan
32
Buku KIA, oleh karena itu penguatan Buku KIA merupakan upaya penting dalam
mendukung pelaksanaan kegiatan P4K (didalam Buku KIA terdapat stiker P4K
sebagai salah satu komponen penting dalam P4K, selain informasi yang
tercantum dalam Buku KIA.
Faktor penghambat Pelaksanaan P4K dilapangan masih mengalami
kendala atau hambatan, beberapa kendala antara lain :
1) Pemahaman petugas dan masyarakat terkait P4K
2) Komitmen anggaran dalam pelaksanaan P4K.
3) Sistem informasi pelaporan cakupan
3. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Upaya Kesehatan Kerja dan
Olahraga
Tabel 4. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Upaya Kesehatan Kerja dan
Olahraga Tahun 2019
Sasaran
Program
/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target
provinsi
Capaian
(2) (3) (4)
Pembinaan
Upaya
Kesehatan
Kerja dan
Olahraga
1.
2.
3.
4.
Persentase Puskesmas
yang
menyelenggarakan
kesehatan kerja dasar
Jumlah pos UKK yang
terbentuk di daerah
PPI/TPI
Persentase fasiltas
pemeriksaan
kesehatan TKI yang
memenuhi standar
Persentase Puskesmas
yang melaksanakan
kegiatan kesehatan
olahraga pada
kelompok masyarakat
di wilayah kerjanya
80%
730
100%
60%
80%
3
100%
60%
100%
121
100%
100%
33
a. Presentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar
b. Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI
c. Presentase fasilitas pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar
d. Persentase Puskesmas yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga
pada kelompok masayarakat di wilayah kerjanya
4. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Penyehatan Lingkungan
Tabel 5. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Penyehatan Lingkungan Tahun 2019
Sasaran
Program
/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target
provinsi
Capaian
Penyehatan
Lingkungan
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Jumlah
desa/kelurahan yang
melaksanakan STBM
(Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat)
Persentase Sarana air
minum yang
dilakukan
pengawasan
Persentase Tempat-
tempat umum (TTU)
yang memenuhi
syarat kesehatan
Persentase RS yang
melakukan
pengelolaan limbah
medis sesuai standar
Persentase Tempat
Pengelolaan Makanan
(TPM) yang
memenuhi syarat
kesehatan
Jumlah
Kabupaten/Kota yang
menyelenggarakan
tatanan kawasan sehat
45.000
50%
58%
36%
32%
386
438
60
65
90
40
5
438
53,88
89,77
100
63,23
5
34
e. Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM (Sanitasi Total
Berbasis Masyarakat)
Jumlah Desa/kelurahan yang melaksanakan STBM dengan kriteria : sudah ada
dusun yang melaksanakan pemicuan, ada natural leader yang menjadi
pemberdaya STBM di masyarakat dan ada hasil rembug kerja msyarakat yang
menjadi acuan rencana tindak lanjut pemicuan.
Sebenarnya DIY berdasarkan data smart STBM capaian akses sanitasi sudah
sudah 100% dan DIY pada tanggal 18 Nopember 2017 telah mendeklarasikan
sebagai propinsi Stop BABS.
Berdasarkan tangga pembangunan sanitasi, maka DIY pada tahun 2019, telah
menetapkan road map selanjutnya pasca deklarasi stop BABS yaitu mencapai
40 Desa STBM yang didefinisikan sebagai Desa yang telah terverifikasi
melaksanakan 5 pilar STBM.Hasil verifikasi sampai desember 2019, DIY
telah mencapai 51 desa STBM yang tersebar di 5 Kab/Kota dengan rincian :
Kabupaten Bantul 23 desa, Kabupaten Kulonprogo 5 desa, kabupaten
Gunungkidul 3 desa dan Kabupaten Sleman 20 desa.
Berdasarkan capaian ini, pada tahun 2019 DIY telah menetapkan target 60
Desa STBM dengan melakukan serangkaian kegiatan yang mendukung
pencapaian target tersebut, diantaraya : Pelatihan TOT fasilitator STBM,
Rapat Koordinasi Verifikasi Desa STBM, dan monev desa STBM.
f. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan
Air Minum yang dilakukan pengawasan didefinisikan sebagai Penyelenggara
air minum yg diawasi kualitas hasil produksinya secara eksternal oleh Dinas
Kesehatan Provinsi/Kab/Kota dan KKP dibuktikan dg jumlah sampel
pengujian kualitas air.
Penyelenggara air minum adalah :
- PDAM/BPAM/PT yg terdaftar di PERPAMSI
35
- sarana air minum perpipaan non PDAM
- sarana air minum bukan jaringan perpipaan tapi komunal
sarana air minum perpipaan dan non perpipaan
DIY saat ini mempunyai PDAM di setiap Kab/Kota dan 931 sarana air minum
pedesaan (SPAMDES) yang tergabung dalam Paguyuban Air Minum
Masyarakat Yogyakarta (Pammaskarta). Sarana air minum yang lain yang
dimiliki msyarakat DIY adalah sumur gali, perlindungan mata air,
penampungan air hujan dan sumur pompa tangan dengan jumlah akses air
minum meliputi 99, 53% penduduk DIY.
Sarana air minum dilakukan pengawasan dengan langkah-langkah sebagai
berikut :
1) Pendataan sarana air minum, output yang dihasilkan adalah baseline data
dan kepemilikan sarana air minum yang menjadi data dasar pengawasan
selanjutnya.
2) Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) sarana air minum dengan
menggunakan formulir IKL yang telah distandarisasi oleh Kemenetrian
Kesehatan dan berlaku secara nsional. Output dari IKL ini adalah
diketahuinya tingkat resiko sarana air minum berdasarkan skoring hasil
IKL yang dibagi dalam 3 kategori : Resiko Rendah, Resiko Sedang dan
Resiko Tinggi.
Sarana air minum yang mempunyai resiko sedang dan tinggi, tidak perlu
diambil sampelnya karena jelas sudah masuk kategori sarana yang tridak
memenuhi syarat kesehatan. Sanitarian merekomendasikan intervensi
dengan perbaikan sarana baik yang dilakukan keluarga secara mandiri,
mendapatkan bantuan dari desa atau proyek nasional seperti Penyediaan
Air Minum dan Sanitasi Masyarakat (PAMSIMAS).
36
3) Pengambilan sampel air minum untuk sarana air minum yang masuk
kategori resiko rendah. Pengambilan sampel dilakukan oleh sanitarian
puskesmas dan sampel dikirim ke laboratorium di Kab/Kota karena
seluruh Kab/Kota di DIY telah mempunyai laboratorium air minum dan
lingkungan bahkan sudah terakreditasi.
Ketiga langkah tersebut yang menjadi SOP pengawasan air minum di
DIY. Data capaian air minum berdasarkan laporan yang diunggah dan di
update sanitarian melalui aplikasi e-monev Pengawasan Kualitas Air
Minum (PKAM) sebesar 41,5% dari target 45% pada tahun 2018. Hal ini
disebabkan pelaporan dengan aplikasi e-monev ini mempunyai beberapa
kendala di lapangan. Diantaranya :
1) Aplikasi e monev sempat down dan tidak bisa diakses oleh sanitarian,
ketika dikonfirmasi ke admin di kemenkes ternyata memang server ada
kendala pada opersionalnya.
2) Keaktifan beberapa sanitarian dalam melakukan update data masih
rendah. Saat dilakukan monev ke puskesmas, ternyata beberapa
permasalahan yang mempengaruhi keaktifan tersebut adalah : beberapa
sanitarian lupa dengan password yang dibuatnya, beberapa sanitarian
tidak familiar menjalankan aplikasi karena keterbatasan skill dan usia,
keterbatasan akses internet di beberapa lokasi puskesmas yang di
pegunungan dan geografis tertentu.
3) Tugas dan tanggungjawab sanitarian di Puskesmas yang semakin tinggi,
baik keterkaitan dengan program lain maupun beban adminstrasi dari
kegiatan-kegiatan lain yang semuanya juga membutuhkan sumberdaya
dan waktu yang lumayan banyak.
37
Meskipun data pengawasan kualitas air minum dari aplikasi e-monev belum
memenuhi target, namun data pengawasan kualitas air minum rutin yang
dilaporkan melalui laporan program dan menjadi data profil tahunan sudah
mencapai 75,13% dengan capaian tertinggi ada di Kota Yogyakarta sebesar
98,05% dan terendah ada di kabupaten Kulonprogo sebesar 14,61%.
Perbedaan angka ini karena data rutin yang dilaporkan melalui profil
dilakukan pengumpulan data di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
sanitarian mengumpulkan dengan data manual tanpa aplikasi.
Namun perbedaan ini juga perlu mendapatkan evaluasi agar tidak terjadi
kesenjangan atau gap yang cukup lebar. Tindak lanjut yang akan dilakukan
adalah dengan pendampingan rutin bagi sanitarian puskesmas dalam
melakukan up date data, mengaktifkan admin di setiap kabupaten/kota agar
sanitarian yang mempunyai kendala bisa dibantu untuk up date data, dan
dilakukan refreshing penguatan sistem pelaporan pada saat ada pertemuan
rutin sanitarian di setiap kabupaten/kota.
Capaian pengawasan kualitas air minum ini, secara program akan
mempengaruhi kualitas air minum yang jika tidak memenuhi syarat kesehatan
14.023
77.055 78.109 84.168
98.054
75.132
Prosentase Kualitas Air Minum MS
38
akan berdampak pada tingginya penyakit yang berkaitan dengan air (water
based dan water borne desease), meningkatnya angka infeksi yang ditularkan
air, kualitas air yang digunakan untuk cuci tangan pakai sabun, dan bahkan
bisa mempengaruhi angka kematian ibu, angka kematian bayi dan stunting.
Intervensi yang akan dilakukan adalah dengan meningkatkan kegiatan
Rencana Pengamanan Air Minum (RPAM) bagi air minum komunal, klorinasi
bagi sarana air minum yang dimiliki individu dan berdasarkan hasil sampling
air minum mengandung bakteri e. Coli dan coliform yang melebihi baku
mutu, dan pemberdayaan pilar ketiga STBM yaitu penyediaan makanan dan
minuman rumah tangga yang sehat.
g. Persentase tempat-tempat umum (TTU) yang memenuhi syarat
kesehatan
Hasil pengawasan tempat-tempat umum (TTU) yang dilakukan inspeksi
kesehatan lingkungan (IKL) berdasarkan laporan e monev yang memenuhi
syarat kesehatan sebesar 36,25 dari target 88%.
TTU yang diawasi meliputi tempat dan fasilitas umum minimal sarana
pendidikan dan pasar tradisional yg memenuhi syarat kesehatan berdasarkan
IKL sesuai standart di wilayah kab/kota dalam kurun waktu 1 tahun.
Data capaian TTU memenuhi syarat yang dliaporkan melalui aplikasi
e–monev juga lebih rendah dari laporan rutin program karena dengan alasan
yang hampir sama dengan capaian air minum yang diawasi.
Berdasarkan laporan rutin yang diolah menjadi data profil kesehatan, capaian
TTU yang memenuhi syarat sebesar 86,8% dari target 88%. TTU yang
diawasi di DIY sebanyak 3.354 TTU meliputi 2.973 sarana pendidikan (2.578
pendidikan dasar dan 395 pendidikan menengah ), 191 sarana layanan
39
kesehatan (78 rumah sakit dan 121 puskesmas ) dan 691 hotel ( 80 hotel
bintang dan 608 hotel non bintang).
Jumlah TTU yang memenuhi syarat kesehatan sebesar 86,8%, jika
dilakukan evaluasi maka capaian yang masih di bawah target ada pada sarana
pendidikan dasar sebesar 87% dan hotel non bintang sebesar 67%. Keadaan
ini akan berdampak adanya resiko kesehatan masyarakat pada sekolah dasar
dan hotel non bintang. Sarana lingkungan di sarana pendidikan dasaryang
btidak memenuhi syarat disebabkan karena sarana sanitasi yang belum
memeunhi ratio jumlah siswa, sarana cuci tangan yang tidak dilengkapi sabun,
tempat sampah yang jumlahnya belum cukup, dan kantin sekolah yang
masih belum memenuhi syarat kesehatan.
Hotel non bintang yang masih belum memenuhi syarat kesehatan
karena perayaratan ruang bangunan yang kurang pencahayaan, lembab,
ventilasi kurang, tidak memiliki ruang khusus untuk merokok, tidak dilakukan
pemeriksaan angka kuman udara dan air bersih, dan standar pencucian linen.
84.594.5
89.6
73.8
97.986.6 88
TTU / TFU Memenuhi Syarat
40
Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan capaian TTU memenuhi
syarat kesehatan diantaranya :
1) Mensosialisasikan pengawasan mandiri (self assesment)
penanggungjawab TTU dengan mengajarkan cara menggunkan
raport pengawasan TTU mandiri. Hasil pengawasan mandiri ini
selanjutnya akan diverifikasi oleh sanitarian puskesmas yang
mewilayahi dan akan dicatat sebagai hasil pengawasan jika sudah
sesuai dengan keadaan yang ada.
2) Meningkatkan kepedulian pemilik TTU hotel untuk
mengupayakan TTU yang memenuhi standar kesehatan dengan
cara meilbatkan lintas sektor terkait, terutama dinas lingkungan
hidup dan dinas perijinan
3) Kerjasama dengan lintas program dalam meningkatkan cakupan
sekolah sehat, baik dengan promosi kesehatan maupun kesehatan
keluarga atau dengan upaya pencegahan penyakit.
h. Persentase rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah
medis sesuai standar
DIY pada tahun 2019 mempunyai 78 rumah sakit dan 121 puskesmas
yang dilakukan pengawasan kesehatan lingkungan maupun
pengelolaan limbahnya.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1204 tahun 2004
tentang persyaratan kesehatan lingkungan rumah sakit, maka setiap
rumah sakit wajib diperiksa standar kesehatan lingkunganny melalui
form yang ada pada lampiran keputusan tersebut.
Jika mengacu pada formulir ini, 100% rumah sakit telah memenuhi
standar persyaratan kesehatan lingkungan. Namun kenyataan yang
ada di lapangan, regulasi yang mengatur limbah banyak yang berasal
41
dari Lingkungan Hidup, diantaranya Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup nomor P.56 tahun 2015.
Capaian DIY untuk indikator RS yang melakukan pengelolaan
limbah medis sesuai standar sebesar 66,2%. Data ini berasal dari
jumlah rumah sakit yang melakukan laporan pengelolaan limbah ke
aplikasi emonev limbah, dimana baru 52 dari 78 RS yang mengisi
laporan. Beberapa hal yang menjadi kendala di lapangan adalah :
1) Aplikasi pelaporan limbah ini masih sangat lemah baik sustainable
akses servernya maupun metode yang digunakan untuk laporan.
Misalnya : RS selain melakukan upload juga diminta mengirim
via email isian laporan dan beberapa lampiran data dukung ke
Kemenkes maupun propinsi.
2) Format laporan limbah medis ataupun limbah B3 medis sangat
beragam, dan ini berakibat pada repotnya sanitarian dalam
membuat laporan dalam pengelolaan limbah apalagi dari
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga sudah
mempunyai aplikasi pelaporan limbah yang bernama Sistem
Manajemen Pelaporan (SIMPEL).
3) Hasil wawancara dengan beberapa sanitarian RS yang tidak
melakukan update data di emonev limbah, alasan yang
dikemukakan adalah repotnya pelaporan limbah karena harus
membuat UKL/UPL, laporan ke SIMPEL dan laporan tertulis ke
Dinas Kesehatan Kabupaten.
i. Persentase tempat pengelolaan makanan (TPM) yang memenuhi
syarat kesehatan
Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang memenuhi syarat Higiene
Sanitasi yg dibuktikan dengan sertifikat laik higiene sanitasi.
42
TPM adalah TPM siap saji terdiri dari RM/Restoran, Jasa Boga, Depot Air
Minum, Sentra Makanan Jajanan, Kantin Sekolah
Pada cakupan ini, DIY tidak berhasil mencapai target karena beberapa faktor,
diantaranya adalah tempat penjualan yang ridak layak, beberapa masih
menggunakan peralatan yang tidak aman pangan, dan beberapa perilaku
penjamah makanan belum higienis.
j. Jumlah Kabupaten/Kota yang menyelenggarakan tatanan
kawasan sehat
Penyelenggaraan Kab/Kota Sehat (KKS) di DIY sudah diawali sejak
tahun 2003 dengan ditunjuknya kawasan Kotagede sebagai kawasan
pariwisata sehat. Seiring waktu, setiap 2 tahun sekali DIY selalu
mengirimkan seluruh kab/kota untuk maju nasional verifikasi KKS
dan mendapat penghargaan swasti saba.
NO KAB/KOT
A
2005 2007 2009 2011 2013 2015 2017
1 Kab. Kulon padapa
74.7385.34
68.78
0.00
94.2980.64 80
25.2714.66
30.74
0.005.84
19.24 20
TPM MS dan TMS
MS TMS
43
Progo
2 Kab. Bantul padapa wiwerda wistara wistara
3 Kab.
Gunung
Kidul
padapa wiwerda wistara wistara wistara
4 Kab.
Sleman
padapa wiwerda wiwerda wistara wistara
5 Kota
Yogyakarta wiwerd
a
wistara wistara wistara wistara wistara wistara
JUMLAH 1 1 3 4 4 5 4
5. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Promosi Kesehatan dan
Pemberdayaan Masyarakat
Tabel 6. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Promosi Kesehatan dan Pemberdayaan
Masyarakat Tahun 2019
Sasaran
Program
/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target
provinsi
Capaian
Promosi
Kesehatan
dan
Pemberdayaa
n Masyarakat
1.
2.
3.
4.
Persentase Kab/Kota
yang memiliki
Kebijakan PHBS
Persentase desa yang
memanfaatkan dana
desa 10% untuk UKBM
Jumlah dunia usaha
yang memanfaatkan
CSRnya untuk program
kesehatan
Jumlah organisasi
kemasyarakatan yang
memanfaatkan sumber
dayanya untuk
mendukung kesehatan
70%
80%
20
15
80
80%
50%
5
100
100
100
18
k. Persentase kab/kota yang memiliki kebijakan PHBS
l. Persentase desa yang memanfaatkan dana desa 10% untuk UKBM
44
m. Jumlah dunia usaha yang memanfaatkan CSRnya untuk program
kesehatan
n. Jumlah organisasi kemasyarakatan yang memanfaatkan sumber
dayanya untuk mendukung kesehatan
6. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Dukungan Manajemen dan
Pelaksaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan
Masyarakat
Tabel 7. Capaian Indikator Kinerja Kegiatan Dukungan Manajemen dan
Pelaksaan Tugas Teknis Lainnya pada Program Pembinaan Kesehatan Masyarakat
Tahun 2019
Sasaran
Program
/Kegiatan
Indikator Kinerja Target Target
provinsi
Capaian
Dukungan
Manajemen
dan
Pelaksanaan
Tugas Teknis
Lainnya pada
Program
Pembinaan
Kesehatan
Masyarakat
1. Persentase realisasi
kegiatan administrasi
dukungan manajemen
dan pelaksanaan tugas
teknis lainnya Program
Kesehatan Masyarakat
94% 94 100
F. Realisasi Anggaran
Anggaran yang diperjanjikan antara Dirjen Kesmas Kementerian
Kesehatan dengan Kepala Dinas Kesehatan DIY sebesar Rp. 8.560.377.000
dengan realisasi sebesar Rp. 8.121.641.890 atau sebesar 94,87%. Hal ini
dikarenakan adanya efisiensi dalam perjalanan dinas, pembelian alat tulis
kantor dan fotokopi dan harga barang pada beberapa pengadaan melalui ULP
lebih rendah dibandingkan pagu anggaran. Rincian pagu anggaran dan
realisasi kegiatan program kesehatan masyarakat dijabarkan pada tabel 8.
45
Tabel 8. Realisasi Anggaran Program Pembinaan Kesehatan
Masyarakat Tahun 2019
No Kegiatan Pagu
Anggaran (Rp)
Realisasi (Rp) Realisasi (%)
1 Pembinaan Gizi
Masyarakat
1 336 720 000 1.256.058.345 93,96
2 Pembinaan
Kesehatan Keluarga
1.051.416.000 955.664.975 90,89
3
.
Pembinaan Upaya
Kesehatan Kerja
dan Olahraga
544.929.000 532.259.920 97,67
4 Penyehatan
Lingkungan
686.776.000 670.934.135 97,69
5 Promosi Kesehatan
dan Pemberdayaan
Masyarakat
1.644.506.000 1.619.619.700 98,48
6 Dukungan
Manajemen dan
Pelaksanaan Tugas
Teknis Lainnya
pada Program
Pembinaan
Kesehatan
Masyarakat
512.724.000 432.679.850 84,38
Pembinaan Kesehatan
Masyarakat
5.777.071.000 5.467.216.925 94,63
46
47
BAB IV
KESIMPULAN
1. Indikator kinerja program Kesehatan Masyarakat terdiri dari 28 Indikator
yaitu: persentase ibu hamil KEK yang mendapat makanan tambahan,
persentase ibu hamil yang mendapat Tablet Tambah Darah (TTD), persentase
bayi usia kurang dari 6 bulan yang mendapat ASI eksklusif, Persentase bayi
baru lahir yang mendapat IMD, persentase remaja puteri yang mendapat
Tablet Tambah Darah (TTD), persentase kunjungan neonatal pertama (KN1),
Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke empat (K4),
Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan kesehatan untuk
peserta didik kelas 1, Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kegiatan
kesehatan remaja, Persentase Puskesmas yang melaksanakan penjaringan
kesehatan untuk peserta didik kelas 7 dan 10, Persentase Puskesmas yang
melaksanakan kelas ibu hamil, Persentase Puskesmas yang melakukan
Orientasi Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi
(P4K), Persentase Puskesmas yang menyelenggarakan kesehatan kerja dasar,
Jumlah pos UKK yang terbentuk di daerah PPI/TPI, Persentase fasiltas
pemeriksaan kesehatan TKI yang memenuhi standar, Persentase Puskesmas
yang melaksanakan kegiatan kesehatan olahraga pada kelompok masyarakat
di wilayah kerjanya, Jumlah desa/kelurahan yang melaksanakan STBM
(Sanitasi Total Berbasis Masyarakat), Persentase Sarana air minum yang
dilakukan pengawasan, Persentase Tempat-tempat umum (TTU) yang
memenuhi syarat kesehatan, Persentase RS yang melakukan pengelolaan
limbah medis sesuai standar, Persentase Tempat Pengelolaan Makanan (TPM)
yang memenuhi syarat kesehatan, Jumlah Kabupaten/Kota yang
menyelenggarakan tatanan kawasan sehat, Persentase realisasi kegiatan
administrasi dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya
Program Kesehatan Masyarakat