Post on 14-Aug-2015
description
MAKALAH KGD SISTEM
KARDIOVASKULER
04/12/2012
Nama Kelompok 2 :
Abdurahim kamil
Ade Kurniawan
Aldes Sagita
Lina Zuanisah
Monica Veronica
Nikmatul Maulia
Rahayuningtyas Saputri
Rezky Sya’bani
Riska Islamoriza
Safrina Harli Indraswari
Universitas Muhammadiyah Jakarta
Program Studi Ilmu Keperawatan
2010-2011
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin puji serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena
atas berkat-Nya lah kami dapat menyelesaikan makalah ini sebagai laporan dari hasil diskusi
kelompok dua. Makalah ini kami beri judul “Makalah KGD Sistem Kardivaskuler” sesuai
dengan tugas yang telah didiskusikan oleh kelompok yaitu mengenai kasus kegawatan dalam
sistem kardiovaskuler. Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Gawat Darurat.
Terima kasih kepada Tim pakar yaitu ibu Misparsih Sp. KMB M. Kep yang telah
memberikan bimbingan dan arahan kepada kelompok, terima kasih kepada rekan satu kelompok
yang telah bekerjasama dalam proses pembelajaran, dan kepada semua pihak yang telah turut
berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.
Kami sangat menyadari adanya keterbatasan kami dalam menyusun makalah sebagai laporan
tutorial modul ini, maka dari itu dengan tangan yang terbuka kami akan menerima saran dan
kritik atas kekurangan dalam penyusunan makalah ini dari para pembaca dengan tujuan
memperbaiki kekeliruan sehingga kami dapat memperbaiki kesalahan maupun kekurangan
dalam makalah.
Harapan kami semoga makalah ini dapat berguna bagi Mahasiswa UMJ pada umumnya dan
bagi mahasiswa PSIK Semester 7 pada khususnya.
Jakarta, Desember 2012
Penyusun
(Sekretaris)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar…………………………………………………………………….. 2
Kode Etik Keperawatan Page 2
Daftar Isi……………………………………………………………………………. 3
Bab I Pendahuluan
a) Latar Belakang………………………………………………………………. 5
b) Tujuan Penulisan…………………………………………………………….. 6
Bab II Tinjauan Teoritis
A. Konsep MCI (Infark Miokard Akut) ............................................................... 7
1. Definisi
2. Etiologi
3. Tanda dan gejala
4. Patofisiologi
5. Penatalaksanaan
6. Asuhan keperawatan MCI
B. Konsep Cardiac Arrest ........................................................................................ 16
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Tanda dan gejala
5. Pemeriksaan diagnosis
6. Penatalaksanaan
7. Asuhan keperawatan cardiac arrest
Kode Etik Keperawatan Page 3
C. Konsep Defibrilator .............................................................................................. 35
Bab III Pembahasan
a) Skenario …………………….…………………………………………….......... 6
b) Pengkajian primer sesuai kasus………………………………………….. 7
c) Diagnosa kepereawatan sesuai kasus………………………………….. 7
d) Intervensi keperawatan sesuai kasus …………………………………………... 9
Bab IV Penutup
Kesimpulan………………………………………………………………….. 34
Daftar Pustaka……………………………………………………………………... 36
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kode Etik Keperawatan Page 4
Kematian jantung mendadak (SCD) adalah kematian akibat kehilangan fungsi jantung.
Korban mungkin atau mungkin tidak memiliki didiagnosa penyakit jantung. Waktu dan cara
kematian yang tak terduga. Hal ini terjadi dalam beberapa menit setelah gejala muncul.
Alasan yang mendasari paling umum untuk pasien mati mendadak dari serangan jantung
adalah penyakit jantung koroner (buildups lemak dalam arteri yang memasok darah ke otot
jantung). Sehingga pembuluh darah sempit, otot jantung bisa berhenti karena kekurangan
suplai darah.
Dari 90 % korban dewasa sudden cardiac death (SCD), dua atau lebih dari korban
disebabkan karena arteri koroner utama menyempit oleh lemak. Sedangkan dua-pertiga dari
korban ditemukan bekas luka dari serangan jantung sebelumnya. Ketika kematian mendadak
terjadi pada orang dewasa muda, kelainan jantung lainnya merupakan penyebab yang lebih
mungkin. Adrenalin dilepaskan selama aktivitas fisik atau olahraga yang sering menjadi
pemicu munculnya SCD. Dalam kondisi tertentu, berbagai obat jantung dan obat lainnya,
serta penyalahgunaan obat terlarang dapat menyebabkan irama jantung abnormal yang juga
dapat menyebabkan kematian SDC.
Serangan tiba-tiba jantung (SCA) adalah suatu kondisi dimana jantung tiba-tiba dan tak
terduga berhenti berdetak. Ketika ini terjadi, darah berhenti mengalir ke otak dan organ vital
lainnya. SCA biasanya menyebabkan kematian jika tidak dirawat dalam beberapa menit.
SCA tidak sama dengan serangan jantung . Serangan jantung terjadi ketika darah
mengalir ke bagian dari otot jantung tersumbat. Selama serangan jantung, jantung biasanya
tidak tiba-tiba berhenti berdetak. SCA, bagaimanapun mungkin dapat terjadi setelah atau
selama pemulihan dari serangan jantung.
Penangkapan mendadak Jantung (SCA) adalah penyebab utama kematian di Amerika
Serikat, mengklaim sebuah 325.000 kematian setiap tahun. SCA membunuh 1.000 orang per
hari atau satu orang setiap dua menit. Dan paling sering terjadi pada pasien dengan penyakit
jantung, terutama mereka yang telah gagal jantung kongestif.
Sebanyak 75 persen orang yang meninggal karena tanda-tanda menunjukkan SCA
serangan jantung sebelumnya. Delapan puluh persen memiliki tanda-tanda penyakit arteri
koroner.
Kode Etik Keperawatan Page 5
SCAs dicatat 10.460 (75,4 persen) dari seluruh 13.873 kematian penyakit jantung pada
orang berusia 35-44 tahun, dan proporsi penangkapan jantung yang terjadi out-of-rumah sakit
meningkat dengan usia, dari 5,8 persen pada orang usia 0-4 tahun 61,0 persen pada orang
usia lebih dari 85 years.
Orang yang memiliki penyakit jantung akan meningkatkan risiko untuk SCA. Namun,
kebanyakan SCA terjadi pada orang yang tampak sehat dan tidak memiliki penyakit jantung
atau faktor risiko lain untuk SCA. Seorang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit
jantung atau ada anggota keluarga yang pernah meninggal mendadak perlu mewaspadai
terjadinya cardiac arrest. Upaya pencegahan lain adalah dengan menjalankan gaya hidup
sehat dan rutin berolahraga.
2. Tujuan Penulisan
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapakan mahasiswa mampu menjelaskan
mengenai kode etik dalam keperawatan, yaitu :
Konsep dasar MCI
Konsep dasar Cardiac Arrest
Konsep dasar defibrilator
Melakukan pengkajian primer sesuai kasus
Menentukan diagnosa prioritas sesuai kasus
Menentukan intervensi keperawatan sesuai kasus
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. MCI (Infark Miokard Akut)
1) Definisi
Kode Etik Keperawatan Page 6
Infark miocard adalah suatu keadaan dimana secara tiba-tiba terjadi pembatasan atau
meputusan aliran darah ke jantung, yang menyebabkan otot jantung (miocardium) mati
karena kekurangan oksigen.
Infark Miocard Akut adalah kematian jaringan miokard diakibatkan oleh kerusakan
aliran darah koroner miokard (penyempitan atau sumbatan arteri koroner diakibatkan
oleh aterosklerosis atau penurunan aliran darah akibat syok atau perdarahan (Carpenito
L.J. , 2000)
2) Etiologi
Infark Miokard akut (AMI) terjadi jika suplai oksigen yang tidak sesuai dengan
kebutuhan, sehingga menyebabkan kematian sel-sel jantung. Beberapa hal yang
menimbulkan gangguan oksigenasi tersebut diantaranya:
Berkurangnya suplai oksigen ke miokard
Menurunnya suplai oksigen disebabkan oleh tiga faktor, antara lain:
1. Faktor pembuluh darah
Hal ini berkaitan dengan kepatenan pembuluh darah sebagai jalan darah mencapai
sel-sel jantung. Beberapa hal yang bisa mengganggu kepatenan pembuluh darah
diantaranya: atherosclerosis (arteroma mengandung kolesterol), spasme (kontraksi
otot secara mendadak/ penyempitan saluran), dan arteritis (peradangan arteri).
Spasme pembuluh darah bisa juga terjadi dan biasanya dihubungkan dengan
beberapa hal antara lain : (i) mengkonsumsi obat-obatan tertentu, (ii) stress
emosional atau nyeri, (iii) terpapar suhu dingin yang ekstrim, (iv) merokok.
2. Faktor Sirkulasi
Sirkulasi berkaitan dengan kelancaran peredaran darah dari jantung ke seluruh
tubuh sampai lagi ke jantung. Kondisi yang menyebabkan gangguan pada
sirkulasi diantaranya kondisi hipotensi. Stenosis (penyempitan aorta dekat katup)
maupun insufisiensi yang terjadi pada katup-katup jantung (aorta, maupun
trikuspidalis) menyebabkan menurunnya cardiak out put (COP)
3. Faktor darah
Darah merupakan pengangkut oksigen menuju seluruh bagian tubuh. Hal-hal yang
menyebabkan terganggunya daya angkut darah antara lain : anemia, hipoksemia,
dan polisitemia
Kode Etik Keperawatan Page 7
Curah jantung yang meningkat :
- Aktifitas berlebihan
- Emosi
- Makan terlalu banyak
- Hypertiroidism
Meningkatnya kebutuhan oksigen tubuh
Pada penderita penyakit jantung, meningkatnya kebutuhan oksigen tidak mampu
dikompensasi, diantaranya dengan meningkatnya denyut jantung untuk meningkatkan
COP. Oleh karena itu, segala aktivitas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan
oksigen akan memicu terjadinya infark. Misalnya : aktivitas berlebih, emosi, makan
terlalu banyak dan lain-lain. Hipertropi miokard bisa memicu terjadinya infark karena
semakin banyak sel yang harus disuplai oksigen, sedangkan asupan oksigen menurun
akibat dari pemompaan yang tidak efektive.
3) Tanda dan gejala :
a) Nyeri dada yang tiba-tiba dan berlangsung terus menerus, terletak di bawah bagian
sternum dan perut atas.
b) Rasa nyeri yang tajam dan berat, biasa menyebar ke bahu dan biasanya ke lengan
kiri.
c) Nyeri muncul secara spontan dan menetap selama beberapa jam samapi beberapa
hari dan tidak akan hilang dngan istirahat maupun nitrogliserin.
d) Nyeri sering disertai dengan nafas pendek, pucat, berkeringat dingin, pusing dan
kepala ringan, mual serta muntah
e) Keluhan yang khas adalah nyeri, seperti diremas-remas atau tertekan
f) Sering tampak ketakutan
g) Dapat ditemui bunyi jantung ke-2 yang pecah paradoksal, irama gallop
h) Takikardi, kulit yang pucat, dingin dan hipertensi ditemukan pada kasus yang
ralative lebih berat.
4) Patofisiologi Infark Miokard Akut
Proses terjadinya infark
Kode Etik Keperawatan Page 8
Thrombus menyumbat aliran darah arteri koroner, sehingga suplai nutrisi dan O2
ke bagian distal terhambat., sel oto jantung bagian distal mengalami hipoksia
iskhemik infark, kemudian serat oto menggunakan sisa akhir oksigen dalam darah,
hemoglobin menjadi teroduksi secara total dan menjadi berwarna birui gelap, dinding
arteri menjadi permeable, terjadilah edmatosa sel, sehingga sel mati.
Mekanisme nyeri pada AMI
Hipoksia yang terjadi pada jaringan otot jantung memaksa sel untuk melakukan
metabolisme CO2 (metabolisme anaerob), sehingga menghasilkan asam laktat dan
juga merangsang pengeluaran zat-zatiritatif lainnya seperti histamine, kinin, atau
enzim proteolitik sleuler merangsang ujung-ujung syaraf reseptor nyeri di otot
jantung, impuls nyeri dihantarkan melalui serat sraf aferen simpatis, kemudian
dihantarkan ke thalamus, korteks serebri, serat saraf aferen, dan dipersepsikan nyeri
Perangsangan syaraf simpatis yang berlebihan akan menyebabkan :
- Meningkatkan kerja jantung dengan menstamulasi SA Node sehingga
menghasilkan frekuensi denyut jantunglebih dari normal (takikardi).
- Merangsang kelenjar keringat sehingga ekresi keringat berlebihan.
- Menekan kerja parasimpatis, sehingga gerakan peristaltik menurun, akumulasi
cairan di saluran pencernaan, rasa penuh di lambung, sehingga merangsangf
rasa mual / muntah.
- Vasokonstriksi pembuluh darah ferifer, sehinga alir balik darah vena ke atrium
kanan meningkat, dan akhirnya yekanan darah meningkat.
5) Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan fisik :
1. Tampilam umum (inspeksi) :
Pasien tampak pucat, berkeringat, dan gelisah akibat aktivitas simpatis
berlebih.
Pasien tampak sesak
Demam derajat sedang (< 38° C) bisa timbul setelah 12-24 jam pasca infark.
Kombinasi nyeri dada substernal > 30 menit dan banyak keringat dicurigai
kuat adanya stemi.
Kode Etik Keperawatan Page 9
2. Denyut Nadi dan Tekanan Darah (palpasi):
Sinus takikardi (100-120 x/menit)
Adanya sinus bradikardi atau blok jantung sebagai komplikasi dari infark
3. Pemeriksaan jantung (auskultasi):
Adanya bunyi jantung S4 dan S3 Gallop, Penurunan Intensitas Bunyi Jantung
Pertama Dan Split Paradoksikal Bunyi Jantung Kedua.
Dapat ditemukan Mur Mur Mid Sistoloik atau Late Sistolik Apikal bersifat
sementara.
Pemeriksaan diagnostik / Penunjang:
Menurut Dongoes :
EKG : menunjukkna peningkatan gelombang S – T, iskemia berarti ; penurunan atau
datarnya gelombang T, menunjukkan cedera, : dan atau adanya gelombang Q.
Enzim jantung dan iso enzim : CPK –MB (isoenzim yang ditemukan pada otot
jantung ) meningkat antara 4-6 jam, memuncak dalam 12 – 24 jam, kembali normal
dalam 36-48 jam : LDH meningkat dalam 12-24 jam, memuncak dalam 24-48 jam,
dan memakan waktu lama untuk kembali normal. AST ( aspartat
amonitransfarase )meningkat (kurang nyata / khusus) terjadi dalam 6-12 jam,
memuncak dalam 24 jam, kembali normal dalam 3-4 hari.
Elektrolit : ketidak seimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan dapat
mempengaruhi kontraktilitas.
Sel darah putih : leukosit (10.000-20.000) biasanya tampak pada hari kedua setelah
IM sehubungan dengan proses inflamasi.
Kecepatan sedimentasi : meningkat pada hari kedua-ketiga setelah IM, menjukan
iflamasi.
Kimia : mungkin normal tergantung abnormalitas fungsi / perfusi organ akut / kronis
GDA/oksimetri nadi : dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut
atau kronis.
Kolesteron atau trigelisarida serum : meningkat, menunjukkan arteriosklerosis
sebagai penyebab IM.
Kode Etik Keperawatan Page 10
Foto dada : mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung diduga GJK atau
aneurisma ventrikuler.
Ekokardiogram : mungkin dilakukan untuk menentukan dimensi serambi, gerakan
katup/dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi kutub
Pemeriksaan pencitraan nuklir :
- Thalium : mengevaluasi aliran darah miokardia dan status miokardia, contoh
lokasi / luasnya IM akut atau sebelumnya.
- Technium : terkumpul dalam sel iskemi disekitar area nekrostik.
Pencitraan darah jantung / MUGA : mengevaluasi penampilan ventrikel khusus dan
umum, gerakan dinding regional, fraksi ejeksi (aliran darah).
Angiografi koroner : menggambarkan penyempitan / sumbatan arteri koroner dan
biasanya dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).
Digital substraction angiography (DSA) : teknik yang digunakan untuk
menggambarkan status penanaman arteri dan untuk mendeteksi penyakit arteri
perifer.
Nuclear magnetic esomance (NMR) : memungkinkan visualisasi aliran darah ,
serambi jantung atau katup ventrikel, lesi ventrikel, pembentukan plak, area
nekrosis / infark, dan bekuan darah.
Tes stress olahraga : menentukan respons kardiovaskuler terhadap aktifitas.
6) Komplikasi :
Oedema paru akut adalah timbunan cairan abnormal dalam paru,baik di rongga
interstisial maupun dalam alveoli. Oedema paru merupakan tanda adanya kongesti
paru tingkat lanjut, dimana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler,
merembes ke luar dan menimbulkan dispnu yang sangat berat. Oedema terutama
paling sering ditimbulkan oleh kerusakan otot jantung akibat MI acut. Perkembangan
oedema paru menunjukan bahwa fungsi jantung sudah sangat tidak adekuat.
Gagal jantung adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat.
Kode Etik Keperawatan Page 11
Syok kardiogenik adalah terjadi ketika jantung tidak mampu mempertahankan kadiak
output yang cukup untuk perfusi jaringan. Hal ini biasanya muncul setelah adanya
penyakit infark miokardial.
Efusi prekardial adalah mengacu pada masuknya cairan ke dalam kantung
pericardium.
Rupture miokard adalah sangat jarang terjadi tetapi, dapat terjadi bila terdapat infark
miokardium, proses infeksi, penyakit infeksi, penyakit pericardium atau disfungsi
miokardium lain yang membuat otot jantung menjadi lemah.
Henti jantung adalah bila jantung tiba-tiba berhenti berdenyut, akibatnya terjadi
penghentian sirkulasi yang efektif.
7) Theraphy/ tindakan penanganan :
Tujuan dari theraphy/tindakan penanganan pada infrak miokard adalah menghentikan
perkembangan serangan jantung, menurunkan beban kerja jantung (memberikan
kesempatan untuk penyembuhan) dan mencegah komplikasi lebih lanjut dan
memperkecil kerusakan jantung sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya
komplikasi.
Memberikan oksigen karena persediaan oksigen yang melimpah untuk jaringan,
dapat menurunkan beban kerja jantung. Oksigen yang diberikan 5-6 L/menit apabila
pasien tidak mengalami penyakit paru sedangkan diberikan 2 L/menit untuk pasien
dengan penyakit paru.
Pasang monitor kontinyu EKG segera, karena aritmia yang mematikan dapat terjadi
dalam jam-jam pertama pasca serangan.
Pasien dalam kondisi bedrest dapat menurunkan kerja jantung sehingga mencegah
kerusakan otot jantung lebih lanjut. Mengistirahatkan jantung berarti memberikan
kesempatan pada sel-selnya untuk memulihkan diri.
Pemasangan IV line untuk memudahkan pemberian obat-obatan dan nutrisi yang
diperlukan dengan komposisi Nacl 0,9 % atau Dextrosa 5%
Pasien yang dicurigai atau dinyatakan mengalami infark seharusnya mendapatkan
aspirin untuk mencegah pembekuan darah. Sedangkan bagi pasien yang alergi
terhadap aspirin dapat diganti dengan clopidogrel
Kode Etik Keperawatan Page 12
Penatalaksanaan Medis Infark Miocard (MCI)
1. Tirah baring, posisi semi fowler
2. Monitor EKG
3. Infus D5% 10 – 12 tetes/ menit
4. Oksigen 2 – 4 lt/menit
5. Analgesik : morphin 5 mg atau petidin 25 – 50 mg
6. Obat sedatif : diazepam 2 – 5 mg
7. Bowel care : laksadin
8. Antikoagulan : heparin tiap 4 – 6 jam /infus
9. Diet rendah kalori dan mudah dicerna
10. Psikoterapi untuk mengurangi cemas
8) Asuhan Keperawatan Infark Miocard (MCI)
1. Pengkajian
Subyektif
- Riwayat sakit
- Psikologis
- Faktor-faktor resiko
- Nyeri
Obyektif
- TTV
- Keadaan umum
- Data diagnosis
2. Diagnosa
Gangguan rasa nyaman (nyeri) b.d tidak adekuatnya perfusi pada jaringan
miokard
Intervensi :
1) Kaji TTV sebelum dan setelah pemberian narkotika
Kode Etik Keperawatan Page 13
2) Monitor karakteristik nyeri, kaji keluhan nyeri dan respon hemodinamik
(mengerang, menangis, diaphoresis, memegang dada, nafas cepat,
perubahan TD dan nadi).
3) Kaji diskripsi nyeri, meliputi lokasi, intensitas termasuk skala nyeri (0-
10), durasi, kualitas dan radiasi.
4) Beri tahu pasien untuk segera melapor jika nyeri bertambah.
5) Berikan lingkungan yang tenang, dan tindakan yang meningkatkan rasa
nyaman.
6) Ajarkan dan sarankan klien untuk melakukan tehnik relaksasi (nafas
dalam, distraksi, guided imagery).
Kolaborasi :
7) Pemberian oksigen dengan nasal kanul, face mask.
8) Pemberian terapi :
Antiangina : nitroglycerin (vasodilatasi pembuluh darah koroner)
Beta-bloker : propanolol (menghambat stimulasi simpatis)
Analgetik : morphine (sedasi)
Calsium chanel bloker : niferidine (vasodilatasi)
Penurunan O2 b.d gangguan elektrik, struktur, mekanik
Intervensi :
1) Monitor TD, bandingkan antara kedua tangan, saat berbaring, duduk dan
berdiri, jika mungkin.
2) Evaluasi kualitas nadi
3) Kaji adanya S3, S4, murmur dan friction rub
4) Auskultasi suara nafas
5) Monitor frekuensi dan irama nadi
Kolaborasi :
6) Berikan Oksigen
Kode Etik Keperawatan Page 14
7) Pertahankan IV-line
8) Monitor EKG secara berkala
Intoleransi terhadap aktivitas b.d penurunan suplai oksigen pada jaringan miocard
Intervensi :
1) Kaji/catat perubahan frekuensi, irama denyut jantung dan TD sebelum,
saat, setelah aktivitas. Hubungkan dengan nyeri dada dan nafas yang
dangkal.
2) Berikan istirahat pada awal. Batasi aktivitas berdasarkan respon
hemodinamik/nyeri.
3) Anjurkan klien untuk tidak mengedan saat BAB
4) Kaji tanda dan gejala yang menunjukkan intoleransi terhadap tingkat
aktivitas.
B. Cardiac Arrest
1) Definisi
Kematian jantung mendadak merupakan kematian yang tidak terduga atau proses
kematian yang terjadi cepat, yaitu dalam waktu 1 jam sejak timbulnya gejala. Sekitar 93
persen SCD adalah suatu kematian aritmik. Artinya, kematian terjadi akibat timbulnya
gangguan irama jantung yang menyebabkan kegagalan sirkulasi darah. Jantung tiba-tiba
mati (juga disebut Sudden Cardiac Arrest) adalah kematian yang tiba-tiba akibat
hilangnya fungsi hati (perhentian jantung). Korban mungkin atau tidak ada diagnosis
penyakit jantung. Waktu dan cara kematian yang tidak terduga. Itu terjadi beberapa
menit setelah gejala muncul. Yang paling umum yang alasan pasien mati mendadak dari
perhentian jantung adalah penyakit jantung koroner (fatty buildups dalam arteries bahwa
pasokan darah ke otot jantung).
Mati jantung mendadak harus didefinisikan dengan hati-hati. Dalam konteks waktu,
kata “mendadak” batasan dahulu adalah kematian dalam waktu 24 jam setelah timbulnya
kejadian klinis yang menyebabkan henti jantung (cardiac arrest) yang fatal; batas waktu
Kode Etik Keperawatan Page 15
ini untuk kepentingan klinis dan epidemiologic dipersingkat menjadi 1 jam atau kurang
yang terdapat di antara saat timbulnya keadaansakit terminal dan kematian.
2) Etiologi
Faktor-faktor Risiko
1. Usia
Insiden CD meningkat dengan bertambahnya usia bahkan pada pasien yang bebas
dari CAD simtomatik.
2. Jenis kelamin
Tampak bahwa pria mempunyai insiden SCD yang lebih tinggi dibandingkan wanita
yang bebas dari CAD yang mendasari.
3. Merokok
Merokok telah dilibatkan sebagai suatu factor yang meningkatkan insiden SCD (ada
efek aritmogenik langsung dari merokok sigaret atas miokardium ventrikel). Tetapi
menurut pengertian Framingham, peningkatan resiko akibat merokok hanya terlihat
pada pria. Yang menarik, peningkatan resiko ini menurun pada pasien yang berhenti
merokok. Merokok juga meningkatkan insiden CAD yang tampil pada kebanyakan
pasien yang menderita henti jantung.
4. Penyakit jantung yang mendasari
Tidak ada penyakit jatung yang diketahui
Pasien ini mempunyai pengurangan resiko SCD, bila dibandingkan dengan
pasien CAD atau pasien dengan pengurangan fungsi ventrikel kiri.
Penyakit arteri koronaria (CAD)
Data dari penelutian Framingham telah memperlihatkan pasien CAD mempunyai
frekuensi SCD Sembilan kali pasien dengan usia yang sama tanpa CAD yang
jelas.The Multicenter Post Infarction Research Group mengevaluasi beberapa
variable pada pasien yang menderita MI. Kelompok ini berkesimpulan bahwa
pasien pasca MI dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang kurang dari 40%, 10 atau
lebih kontraksi premature ventrikel (VPC) per jam, sebelum MI dan ronki dalam
masa periinfark mempunyai peningkatan mortalitas (1-2 tahun) dibandingkan
dengan pasien tanpa masalah ini. Jelas pasien CAD (terutama yang menderita
MI) dengan resiko SCD yang lebih besar.
Kode Etik Keperawatan Page 16
Sindrom prolaps katup mitral (MVPS)
Tes elektrofisiologi (EP) pada pasien MVPS telah memperlihatkan tingginya
insiden aritmia ventrikel yang dapat di induksi, terutama pada pasien dengan
riwayat sinkop atau prasinkop. Terapi anti aritmia pada pasien ini biasanya akan
mengembalikan gejalanya.
Hipertrofi septum yang asimetrik (ASH)
Pasien ASH mempunyai peningkatan insiden aritmia atrium dan ventrikel yang
bisa menyebabkan kematian listrik atau hemodinamik (peningkatan obstruksi
aliran keluar). Riwayat VT atau bahkan denyut kelompok ventrikel akan
meningkatkan risiko SCD.
Sindrom Wolff-Parkinson-White (WPW)
Perkembangan flutter atrium dengan hantaran AV 1:1 melalui suatu jalur
tambahan atau AF dengan respon ventrikel sangat cepat (juga karena hantaran
jalur tambahan antegrad) menimbulkan frekuensi ventrikel yang cepat, yang
dapat menyebabkan VF dan bahkan kematian mendadak.
Sindrom Q-T yang memanjang
Pasien dengan pemanjangan Q-T yang kongenital atau idiopatik mempunyai
peningktan resiko SCD. Kematian sering timbul selama masa kanak-kanak.
Mekanisme ini bisa berhubungan dengan kelainan dalam pernafasan simpatis
jantung yang memprodisposisi ke VF.
5. Lain-lainnya
Hipertensi: peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolic merupakan
predisposisi SCD
Hiperkolesteremia: tidak ada hubungan jelas antara kadar kolesterol serum dan
SCD yang telah ditemukan
Diabetes mellitus: dalam penelitian Framingham hanya pada wanita ditemukan
peningkatan insiden SCD yang menyertai intoleransi glukosa.
Ketidakaktifan fisik: gerak badan mempunyai manfaat tidak jelas dalam
mengurangi insiden SCD.
Obesitas: menurut data Framingham, obesitas meninggkatkan resiko SCD pada
pria, bukan wanita.
Kode Etik Keperawatan Page 17
6. Riwayat aritmia
Aritmia supraventrikel
Pada pasien sindrom WPW dan ASH, perkembangan aritmia supraventrikel
disertai dengan peningkatan insiden SCD. Pasien CAD yang kritis juga beresiko,
jika aritmia supraventrikel menimbulkan iskemia miokardium. Tampak bahwa
iskemia dapat menyebabkan tidak stabilnya listrik, yang mengubah sifat
elektrofisiologi jantung yang menyebabkan VT terus-menerus atau VF. Tetapi
sering episode iskemik ini asimtomatik.
Aritmia ventrikel
Pasien dengan penyakit jantung yang mendasari dan VT tidak terus-menerus
menpunyai peningkatan insiden SCD dibandingkan pasien dengan VPC
tersendiri. Kombinasi VT yang tidak terus-menerus dan disfungsi ventrikel kiri
disertai tingginya resiko SCD. Pasien CAD dan VT spontan mempunyai ambang
VT yang lebih rendah dibandingkan pasien CAD dan tanpa riwayat VT.
Sehingga pasien CAD dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri yang rendah dan VF
atau VT terus-menerus yang spontan mempunyai insiden SCD tertinggi.
Faktor pencetus
1. Aktivitas
Hubungan antara SCD dan gerak badan masih tidak jelas. Analisis 59 pasien yang
meninggal mendadak memperlihatkan bahwa setengah dari kejadian ini timbul
selama atau segera setelah gerak badan. Tampak bahwa gerak badan bisa
mencetuskan SCD, terutama jika aktivitas berlebih dan selama tidur SCD jarang
terjadi.
2. Iskemia
Pasien dengan riwayat MI dan Iskemia pada suatu lokasi yang jauh (iskemia dalam
distribusi arteri koronaria noninfark) mempunyai insiden aritmia ventrikel yang
lebih tinggi dibandingkan dengan pasien iskemia yang terbatas pada zona infark.
Daerah iskemia yang aktif disertai dengan tidak stabilnya listrik dan pasien iskemia
pada suatu jarak mempunyai kemungkinan lebih banyak daerah beresiko
dibandingkan pasien tanpa iskemia pada suatu jarak.
Kode Etik Keperawatan Page 18
3. Spasme arteri koronaria
Spasme arteri koronaria (terutama arteri koronaria destra) dapat menimbulkan
brakikardia sinus, blok AV yang lanjut atau AF. Semua aritmia dapat menyokong
henti jantung. Tampak bahwa lebih besar derajat peningkatan segmen S-T yang
menyertai spasme arteri koronaria, lebih besar resiko SCD. Tetapi insiden SDC pada
pasien spasme arteri koronaria berhubungn dengan derajat CAD obsruktif yang
tetap. Yaitu pasien CAD multipembuluh darah yang kritis ditambah spasme arteri
koronaria lebih mungkin mengalami henti jantung dibandingkan pasien spase arteri
koronaria tanpa obstuksi koronaria yang tetap.
3) Patofisiologi
Patofisiologi cardiac arrest tergantung dari etiologi yang mendasarinya. Namun,
umumnya mekanisme terjadinya kematian adalah sama. Sebagai akibat dari henti
jantung, peredaran darah akan berhenti. Berhentinya peredaran darah mencegah aliran
oksigen untuk semua organ tubuh. Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi
akibat tidak adanya suplai oksigen, termasuk otak. Hypoxia cerebral atau ketiadaan
oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan kesadaran dan berhenti bernapas
normal. Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5
menit dan selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit (Sudden cardiac death).
Berikut akan dibahas bagaimana patofisiologi dari masing-masing etiologi yang
mendasari terjadinya cardiac arrest.
1. Penyakit Jantung Koroner
Penyakit jantung koroner menyebabkan Infark miokard atau yang umumnya dikenal
sebagai serangan jantung. Infark miokard merupakan salah satu penyebab dari
cardiac arrest. Infark miokard terjadi akibat arteri koroner yang menyuplai oksigen
ke otot-otot jantung menjadi keras dan menyempit akibat sebuah materia(plak) yang
terbentuk di dinding dalam arteri. Semakin meningkat ukuran plak, semakin buruk
sirkulasi ke jantung. Pada akhirnya, otot-otot jantung tidak lagi memperoleh suplai
oksigen yang mencukupi untuk melakukan fungsinya, sehingga dapat terjadi infark.
Ketika terjadi infark, beberapa jaringan jantung mati dan menjadi jaringan parut.
Kode Etik Keperawatan Page 19
Jaringan parut ini dapat menghambat sistem konduksi langsung dari jantung,
meningkatkan terjadinya aritmia dan cardiac arrest.
2. Stress Fisik
Stress fisik tertentu dapat menyebabkan sistem konduksi jantung gagal berfungsi,
diantaranya:
perdarahan yang banyak akibat luka trauma atau perdarahan dalam
sengatan listrik
kekurangan oksigen akibat tersedak, penjeratan, tenggelam ataupun serangan
asma yang berat
Kadar Kalium dan Magnesium yang rendah
Latihan yang berlebih. Adrenalin dapat memicu SCA pada pasien yang memiliki
gangguan jantung.
Stress fisik seperti tersedak, penjeratan dapat menyebabkan vagal refleks
akibat penekanan pada nervus vagus di carotic sheed.
3. Kelainan Bawaan
Ada sebuah kecenderungan bahwa aritmia diturunkan dalam keluarga.
Kecenderungan ini diturunkan dari orang tua ke anak mereka. Anggota keluarga ini
mungkin memiliki peningkatan resiko terkena cardiac arrest. Beberapa orang lahir
dengan defek di jantung mereka yang dapat mengganggu bentuk(struktur) jantung
dan dapat meningkatkan kemungkinan terkena SCA.
4. Perubahan struktur jantung
Perubahan struktur jantung akibat penyakit katup atau otot jantung dapat
menyebabkan perubahan dari ukuran atau struktur yang pada akhirnrya dapat
mengganggu impuls listrik. Perubahan-perubahan ini meliputi pembesaran jantung
akibat tekanan darah tinggi atau penyakit jantung kronik. Infeksi dari jantung juga
dapat menyebabkan perubahan struktur dari jantung.
5. Obat-obatan
Antidepresan trisiklik, fenotiazin, beta bloker, calcium channel blocker, kokain,
digoxin, aspirin, asetominophen dapat menyebabkan aritmia. Penemuan adanya
materi yang ditemukan pada pasien, riwayat medis pasien yang diperoleh dari
keluarga atau teman pasien, memeriksa medical record untuk memastikan tidak
Kode Etik Keperawatan Page 20
adanya interaksi obat, atau mengirim sampel urin dan darah pada laboratorium
toksikologi dapat membantu menegakkan diagnosis.
6. Tamponade jantung
Cairan yang yang terdapat dalam perikardium dapat mendesak jantung sehingga
tidak mampu untuk berdetak, mencegah sirkulasi berjalan sehingga mengakibatkan
kematian.
7. Tension pneumothorax
Terdapatnya luka sehingga udara akan masuk ke salah satu cavum pleura. Udara
akan terus masuk akibat perbedaan tekanan antara udara luar dan tekanan dalam
paru. Hal ini akan menyebabkan pergeseran mediastinum. Ketika keadaan ini terjadi,
jantung akan terdesak dan pembuluh darah besar (terutama vena cava superior)
tertekan, sehingga membatasi aliran balik ke jantung.
4) Manifestasi Klinis
Manifestasi Klinis Cardiac Arrest :
o Organ-organ tubuh akan mulai berhenti berfungsi akibat tidak adanya suplai
oksigen, termasuk otak.
o Hypoxia cerebral atau ketiadaan oksigen ke otak, menyebabkan korban kehilangan
kesadaran (collapse).
o Kerusakan otak mungkin terjadi jika cardiac arrest tidak ditangani dalam 5 menit,
selanjutnya akan terjadi kematian dalam 10 menit.
o Napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea (tidak bernafas).
o Tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang dapat
terasa pada arteri.
o Tidak ada denyut jantung.
5) Pemeriksaan Diagnosis
Elektrokardiogram
Biasanya tes yang diberikan ialah dengan elektrokardiogram (EKG). Ketika
dipasang EKG, sensor dipasang pada dada atau kadang-kadang di bagian tubuh
lainnya missal tangan dan kaki. EKG mengukur waktu dan durasi dari tiap fase
Kode Etik Keperawatan Page 21
listrik jantung dan dapat menggambarkan gangguan pada irama jantung. Karena
cedera otot jantung tidak melakukan impuls listrik normal, EKG bisa
menunjukkan bahwa serangan jantung telah terjadi. ECG dapat mendeteksi pola
listrik abnormal, seperti interval QT berkepanjangan, yang meningkatkan risiko
kematian mendadak.
Tes darah
- Pemeriksaan Enzim Jantung
Enzim-enzim jantung tertentu akan masuk ke dalam darah jika jantung
terkena serangan jantung. Karena serangan jantung dapat memicu sudden
cardiac arrest. Pengujian sampel darah untuk mengetahui enzim-enzim ini
sangat penting apakah benar-benar terjadi serangan jantung.
- Elektrolit Jantung
Melalui sampel darah, kita juga dapat mengetahui elektrolit-elektrolit yang
ada pada jantung, di antaranya kalium, kalsium, magnesium. Elektrolit
adalah mineral dalam darah kita dan cairan tubuh yang membantu
menghasilkan impuls listrik. Ketidak seimbangan pada elektrolit dapat
memicu terjadinya aritmia dan sudden cardiac arrest.
- Test Obat
Pemeriksaan darah untuk bukti obat yang memiliki potensi untuk
menginduksi aritmia, termasuk resep tertentu dan obat-obatan tersebut
merupakan obat-obatan terlarang.
- Test Hormon
- Pengujian untuk hipertiroidisme dapat menunjukkan kondisi ini sebagai pemicu cardiac
arrest.
Imaging tes
- Pemeriksaan Foto Torak
Foto thorax menggambarkan bentuk dan ukuran dada serta pembuluh darah.
Hal ini juga dapat menunjukkan apakah seseorang terkena gagal jantung.
- Pemeriksaan nuklir
Biasanya dilakukan bersama dengan tes stres, membantu mengidentifikasi
masalah aliran darah ke jantung. Radioaktif yang dalam jumlah yang kecil,
Kode Etik Keperawatan Page 22
seperti thallium disuntikkan ke dalam aliran darah. Dengan kamera khusus
dapat mendeteksi bahan radioaktif mengalir melalui jantung dan paru-paru.
- Ekokardiogram
Tes ini menggunakan gelombang suara untuk menghasilkan gambaran
jantung. Echocardiogram dapat membantu mengidentifikasi apakah daerah
jantung telah rusak oleh cardiac arrest dan tidak memompa secara normal
atau pada kapasitas puncak (fraksi ejeksi), atau apakah ada kelainan katup.
Electrical system (electrophysiological) testing and mapping
Tes ini, jika diperlukan, biasanya dilakukan nanti, setelah seseorang sudah
sembuh dan jika penjelasan yang mendasari serangan jantung Anda belum
ditemukan. Dengan jenis tes ini, dokter mungkin mencoba untuk menyebabkan
aritmia, sementara dokter memonitor jantung Anda. Tes ini dapat membantu
menemukan tempat aritmia dimulai. Selama tes, kemudian kateter dihubungkan
denga electrode yang menjulur melalui pembuluh darah ke berbagai tempat di
area jantung. Setelah di tempat, elektroda dapat memetakan penyebaran impuls
listrik melalui jantung pasien. Selain itu, ahli jantung dapat menggunakan
elektroda untuk merangsang jantung pasien untuk mengalahkan penyebab yang
mungkin memicu - atau menghentikan – aritmia. Hal ini memungkinkan dokter
untuk mengamati lokasi aritmia.
Ejection fraction testing
Salah satu prediksi yang paling penting dari risiko sudden cardiac arrest adalah
seberapa baik jantung Anda mampu memompa darah. Dokter dapat menentukan
kapasitas pompa jantung dengan mengukur apa yang dinamakan fraksi ejeksi.
Hal ini mengacu pada persentase darah yang dipompa keluar dari ventrikel
setiap detak jantung. Sebuah fraksi ejeksi normal adalah 55 sampai 70 persen.
Fraksi ejeksi kurang dari 40 persen meningkatkan risiko sudden cardiac arrest.
Dokter Anda dapat mengukur fraksi ejeksi dalam beberapa cara, seperti dengan
ekokardiogram, Magnetic Resonance Imaging (MRI) dari jantung Anda,
pengobatan nuklir scan dari jantung Anda atau computerized tomography (CT)
scan jantung.
Coronary catheterization (angiogram)
Kode Etik Keperawatan Page 23
Pengujian ini dapat menunjukkan jika arteri koroner Anda terjadi penyempitan
atau penyumbatan. Seiring dengan fraksi ejeksi, jumlah pembuluh darah yang
tersumbat merupakan prediktor penting sudden cardiac arrest. Selama prosedur,
pewarna cair disuntikkan ke dalam arteri hati Anda melalui tabung panjang dan
tipis (kateter) yang melalui arteri, biasanya melalui kaki, untuk arteri di dalam
jantung. Sebagai pewarna mengisi arteri, arteri menjadi terlihat pada X-ray dan
rekaman video, menunjukkan daerah penyumbatan. Selain itu, sementara kateter
diposisikan, dokter mungkin mengobati penyumbatan dengan melakukan
angioplasti dan memasukkan stent untuk menahan arteri terbuka.
6) Penatalaksanaan
Pasien yang mendadak kolaps ditangani melalui 5 tahap, yaitu:
- Respons awal
- Penanganan untuk dukungan kehidupan dasar (basic life support)
- Penanganan dukungan kehidupan lanjutan (advanced life support)
- Asuhan pasca resusitasi
- Penatalaksanaan jangka panjang
Respons awal dan dukungan kehidupan dasar dapat diberikan oleh dokter, perawat,
personil paramedic, dan orang yang terlatih. Terdapat keperluan untuk meningkatkan
keterampilan saat pasien berlanjut melalui tingkat dukungan kehidupan lanjut, asuhan
pascaresusitasi, dan penatalaksanaan jangka panjang.
Respons Awal
Respons awal akan memastikan apakah suatu kolaps mendadak benar-benar
disebabkan oleh henti jantung. Observasi gerakan respirasi, warna kulit, dan ada
tidaknya denyut nadi pada pembuluh darah karotis atau arteri femoralis dapat
menentukan dengan segera apakah telah terjadi serangan henti jantung yang dapat
membawa kematian. Gerakan respirasi agonal dapat menetap dalam waktu yang
singkat setelah henti jantung, tetapi yang penting untuk diobservasi adalah stridor
yang berat dengan nadi persisten sebagai petunjuk adanya aspirasi benda asing atau
makanan. Jika keadaan ini dicurigai, maneuver Heimlich yang cepat dapat
mengeluarkan benda yang menyumbat. Pukulan di daerah prekordial yang
Kode Etik Keperawatan Page 24
dilakukan secara kuat dengan tangan terkepal erat pada sambungan antara bagian
sternum sepertiga tengah dan sepertiga bawah kadang-kadang dapat memulihkan
takikardia atau fibrilasi ventrikel, tetapi tindakan ini juga dikhawatirkan dapat
mengubah takikardia ventrikel menjadi fibrilasi ventrikel. Karena itu, telah
dianjurkan untuk menggunakan pukulan prekordial hanya pada pasien yang
dimonitor; rekomendasi ini masih controversial. Tindakan ke tiga selama respons
inisial adalah membersihkan saluran nafas. Gigi palsu atau benda asing yang di
dalam mulut dikeluarkan, dan maneuver Heimlich dilakukan jika terdapat indikasi
mencurigakan adanya benda asing yang terjepit di daerah orofaring. Jika terdapat
kecurigaan akan adanya henti respirasi (respiratory arrest) yang mendahului
serangan henti jantung, pukulan prekordial kedua dapat dilakukan setelah saluran
napas dibersihkan.
Tindakan Dukungan Kehidupan Dasar (Basic Life Support)
Tindakan ini yang lebih popular dengan istilah resusitasi kardiopulmoner
(RKP;CPR;Cardiopulmonary Resuscitation) merupakan dukungan kehidupan dasar
yang bertujuan untuk mempertahankan perfusi organ sampai tindakan intervensi
yang definitive dapat dilaksanakan. Unsur-unsur dalam tindakan RKP terdiri atas
tindakan untuk menghasilkan serta mempertahankan fungsi ventilasi paru dan
tindakan kompresi dada. Respirasi mulut ke mulut dapat dilakukan bila tidak
tersedia perlengkapan penyelamat yang khusus misalnya pipa napas orofaring yang
terbuat dari plastic, obturator esophagus, ambu bag dengan masker. Teknik
ventilasi konvensional selama RKP memerlukan pengembangan paru yang
dilakukan dengan menghembuskan udara pernapasan sekali setiap 5 detik, kalau
terdapat dua orang yang melakukan resusitasi dan dua kali secara berturut, setiap 15
detik kalau yang mengerjakan ventilasi maupun kompresi dinding dada hanya satu
orang.
Kompresi dada dilakukan berdasarkan asumsi bahwa kompresi jantung
memungkinkan jantung untuk mempertahankan fungsi pemompaan dengan
pengisian serta pengosongan rongga-rongganya secara berurutan sementara katup-
katup jantung yang kompeten mempertahankan aliran darah ke depan. Telapak
yang satu diletakkan pada sternum bagian bawah, sementara telapak tangan yang
Kode Etik Keperawatan Page 25
lainnya berada pada permukaan dorsum tangan yang di sebelah bawah. Sternum
kemudian ditekan dengan kedua lengan penolong tetap berada dalam keadaan lurus.
Penekanan ini dilakukan dengan kecepatan kurang lebih 80 kali per menit.
Penekanan dilakukan dengan kekuatan yang cukup untuk menghasilkan depresi
sternum sebesar 3 hingga 5 cm, dan relaksasi dilakukan secara tiba-tiba. Teknik
RKP konvensional ini sekarang sedang dibandingkan dengan teknik baru yang
didasarkan pada ventilasi dan kompresi simultan. Sementara aliran arteri karotis
yang dapat diukur dapat dicapai dengan RKP konvensional, data eksperimental dan
pemikiran teoritis mendukung bahwa aliran dapat dioptimalkan melaui kerja pompa
yang dihasilkan oleh perubahan tekanan pada seluruh rongga torasikus, seperti yang
dicapai dengan kompresi dan ventilasi simultan. Namun, tidak jelas apakah teknik
ini menyebabkan impedansi aliran darah koroner dan apakah peningkatan aliran
karotis menghasilkan peningkatan yang ekuivalen pada perfusi serebral.
Langkah-langkah penting dalam resusitasi kardiopulmoner. A. Pastikan bahwa
saluran nafas korban dalam keadaan lapang/ terbuka. B. Mulailah resusitasi
respirasi dengan segera. C. Raba denyut nadi karotis di dalam lekukan sepanjang
jakun (Adam’s apple) atau kartilago tiroid. D. Jika denyut nadi tidak teraba, mulai
lakukan pijat jantung. Lakukan penekanan sebanyak 60 kali per menit dengan satu
kali penghembusan udara untuk mengembangkan paru setelah setiap 5 kali
penekanan dada. (Isselbacher: 228)
Tindakan Dukungan Kehidupan Lanjut (Advance Life Support)
Tindakan ini bertujuan untuk menghasilkan respirasi yang adekuat, mengendalikan
aritmia jantung, menyetabilkan status hemodinamika (tekanan darah serta curah
jantung) dan memulihkan perfusi organ. Aktivitas yang dilakukan untuk mencapai
tujuan ini mencakup:
Tindakan intubasi dengan endotracheal tube
Defibrilasi/ kardioversi, dan/atau pemasangan pacu jantung
Pemasangan lini infuse.
Ventilasi dengan O2 atau udara ruangan bila O2 tidak tersedia dengan segera, dapat
memulihkan keadaan hipoksemia dan asidosis dengan segera. Kecepatan
melakukan defibrilasi atau kardioversi merupakan elemen penting untuk resusitasi
Kode Etik Keperawatan Page 26
yang berhasil. Kalau mungkin, tindakan defibrilasi harus segera dilakukan sebelum
intubasi dan pemasangna selang infuse. Resusitasi kardiopulmoner harus dikerjakan
sementara alat defibrillator diisi muatan arusnya. Segera setelah diagnosis
takikardia atau fibrilasi ventrikel ditentukan, kejutan listrik sebesar 200-J harus
diberikan. Kejutan tambahan dengan kekuatan yang lebih tinggi hingga maksimal
360-J, dapat dicoba bila kejutan pertama tidak berhasil menghilangkan takikardia
atau fibrilasi ventrikel. Jika pasien masih belum sadar sepenuhnya setelah dilakukan
reversi, atau bila 2 atau 3 kali percobaan tidak membawa hasil, maka tindakan
intubasi segera, ventilasi dan analisis gas darah arterial harus segera dilakukan.
Pemberian larutan NaHCO3 intravena yang sebelumnya diberikan dalam jumlah
besar kini tidak dianggap lagi sebagai keharusan yang rutin dan bisa berbahaya bila
diberikan dalam jumlah yang lebih besar. Namun, pasien yang tetap mengalami
asidosis setalah defibrilasi dan intubasi yang berhasil harus diberikan 1 mmol/kg
NaHCO3 pada awalnya dan tambahan 50% dosis diulangi setiap 10-15 menit.
Setelah upaya defibrilasi pendahuluan tanpa mempedulikan apakah upaya ini
berhasil atau tidak, preparat bolus 1mg/kg lidokain diberikan intravena dan
pemberian ini diulang dalam waktu 2 menit pada pasien-pasien yang
memperlihatkan aritmia ventrikel yang persisten atau tetap menunjukkan fibrilasi
ventrikel. Penyuntikan lidokain ini diikuti oleh infuse lidokain dengan takaran 1-4
mg/menit. Jika lidokain tidak berhasil mengendalikan keadaan tersebut, pemberian
intravena prokainamid (dosis awal 100mg/5 menit hingga tercapai dosis total 500-
800mg, diikuti dengan pemberian lewat infuse yang kontinyu dengan dosis 2-
5mg/menit). Atau bretilium tosilat (dosis awal 5-10mg/kg dalam waktu 5 menit;
dosis pemeliharaan (maintanance) 0,5-2 mg/menit), dapat dicoba. Untuk mengatasi
fibrilasi ventrikel yang per sisten, preparat epinefrin (0,5-1,0 mg) dapat diberikan
intravena setiap 5 menit sekali selama resusitasi dengan upaya defibrilasi pada saat-
saat diantara setiap pemberian preparat tersebut. Obat tersebut dapat diberikan
secara intrakardial jika cara pemberian intravena tidak dapat dilakukan. Pemberian
kalsium glukonat intravena tidak lagi dianggap aman atau perlu untuk pemakaian
yang rutin. Obat ini yang hanya digunakan pada pasien dengan hiperkalemia akut
Kode Etik Keperawatan Page 27
dianggap sebagai pencetus VF resisten, pada keadaan adanya hipokalsemia yang
diketahui, atau pada pasien yang menerima dosis toksik antagonis hemat kalsium.
Henti jantung yang terjadi sekunder akibat bradiaritmia atau asistol ditangani
dengan cara yang berbeda. Setelah diketahui jenis aritmianya, terapi syok dari luar
tidak memiliki peranan. Pasien harus segera diintubasi, resusitasi kardiopulmoner
diteruskan dan harus diupayakan untuk mengendalikan keadaan hipoksemia serta
asidosis. Epinefrin dan atau atropine diberikan intravena atau dengan penyuntikan
intrakardial. Pemasangan alat pacing eksternal kini sudah dapat dilakukan untuk
mencoba menghasilkan irama jantung yang teratur, tetapi prognosis pasien pada
bentuk henti jantung ini umumnya sangat buruk. Satu pengecualian adalah henti
jantung asistolik atau bradiaritmia sekunder terhadap obstruksi jalan napas. Bentuk
henti jantung ini dapat memberikan respons cepat untuk pengambilan benda asing
dengan maneuver Heimlich atau, pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Dengan
intubasi dan penyedotan sekresi yang menyumbat di jalan napas.
Perawatan Pasca Resusitasi
Fase penatalaksanaan ini ditentukan oleh situasi klinis saat terjadinya henti jantung.
Fibrilasi ventrikel primer pada infark miokard akut umumnya sangat responsive
terhadap teknik-teknik dukungan kehidupan (life support) dan mudah dikendalikan
setelah kejadian permulaan. Pemberian infuse lidokain dipertahankan dengan dosis
2-4 mg/menit selama 24-72 jam setelah serangan. Dalam perawatan rumah sakit,
bantuan respirator biasanya tidak perlu atau diperlukan hanya untuk waktu yang
singkat dan stabilisasi hemodinamik yang terjadi dengan cepat setelah defibrilasi
atau kardioversi. Dalam fibrilasi ventrikel sekunder pada IMA (kejadian dengan
abnormalitas hemodinamika menjadi predisposisi untuk terjadinya aritmia yang
dapat membawa kematian), upaya resusitasi kurang begitu berhasil dan pada pasien
yang berhasil diresusitasi, angka rekurensinya cukup tinggi. Gambaran klinis
didominasi oleh ketidak stabilan hemodinamik. Dalam kenyataan, hasil akhir lebih
ditentukan oleh kemampuan untuk mengontrol gangguan hemodiunamik
dibandingkan dengan gangguan elektrofisiologi. Disosiasi elektromekanis, asitol
dan bradiaritmia merupakan peristiwa sekunder yang umum pada pasien yang
secara hemodinamis tidak stabil dan kurang responsive terhadap intervensi.
Kode Etik Keperawatan Page 28
Hasil akhir (outcome) setelah serangan henti jantung di rumah sakit yang menyertai
penyakit nonkardiak adalah buruk, dan pada beberapa pasien yang berhasil
diresusitasi, perjalanan pasca resusitasi didominasi oleh sifat penyakit yang
mendasari serangan henti jantung tersebut. Pasien dengan kanker, gagal ginjal,
penyakit system saraf pusat akut dan infeksi terkontrol, sebagai suatu kelompok,
mempunyai angka kelangsungan hidup kurang dari 10 persen setelah henti jantung
di rumah sakit. Beberapa pengecualian utama terhadap hasil akhir henti jantung
yang buruk akibat penyebab bukan jantung adalah pasien dengan obstruksi jalan
nafas transien, gangguan elektrolit, efek proaritmia obat-obatan dan gangguan
metabolic yang berat, kebanyakan mereka yang mempunyai harapan hidup baik jika
mereka mendapat resusitasi dengan cepat dan dipertahankan sementara gangguan
transien dikoreksi.
Penatalaksanaan Jangka Panjang
Bentuk perawatan ini dikembangkan menjadi daerah utama aktivitas spesialisasi
klinis karena perkembangan system penyelamatan emergency berdasar-komunitas.
Pasien yang tidak menderita kerusakan system saraf pusat yang ireversibel dan
yang mencapai stabilitas hemodinamik harus dilakukan tes diagnostik dan
terapeutik yang ekstensif untuk tuntutan penatalaksanaan jangka panjang.
Pendekatan agresif ini dilakukan atas dasar dorongan fakta bahwadata statistikdari
tahun 1970 mengindikasikan kelangsungan hidup setelah henti jantung di luar
rumah sakit diikuti oleh angka henti jantung rekuren 30 persen pada 1 tahun, 45
persen pada 2 tahundan angka mortalitas total hampir 60 persen pada 2 tahun.
Perbandingan historis mendukung bahwa statistik buruk ini dapat diperbaiki dengan
intervensi yang baru. Tetapi seberapa besar perbaikannya idak diketahui karena
kurangnya uji intervensi bersamaan yang terkendali.
Diantara pasien ini dengan penyebab henti jantung di luar rumah sakit adalah MI
akut dan transmural, penatalaksanaan sama dengan semua pasien lain yang
menderita henti jantung selama fase akut MI yang nyata. Untuk hampir semua
kategori pasien, bagaimanapun, uji diagnostic ekstensif dilakukan menentukan
etiologi, gangguan fungsional dan ketidakstabilan elektrofisiologik sebagai
penuntun penatalaksanaan selanjutnya. Secara umum, pasien yang mempunyai
Kode Etik Keperawatan Page 29
henti jantung di luar rumah sakit akibat penyakit jantung iskemik kronik, tanpa MI
akut, dievaluasi untuk menetukan apakah iskemia transien atau ketidakstabilan
elektrofisologik merupakan penyebab yang lebih mungkin dari peristiwa ini. Jika
terdapat alas an untuk mencurigai suatu mekanisme iskemik, pembedahan anti-
iskemik atau Intervensi medis (seperti angiografi, obat) digunakan untuk
mengurangi beban iskemik. Ketidakstabilan elektrofisiologik paling baik
diidentifikasi dengan menggunakan stimulasi elektris terprogram untuk
menentukan apakah VT atau VF tertahan dapat diinduksi pada pasien. Jika ya,
informasi ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk mengevaluasi efektifitas
obat untuk pencegahan kekambuhan. Informasi ini juga dapat digunakan untuk
menentukan kecocokan untuk pembedahan antiaritmik dengan tuntunan peta.
Menggunakan teknik ini untuk menegakkan terapi obat pada pasien dengan fraksi
ejeksi 30 persen atau lebih, angka henti jantung rekuren adalah kurang dari 10
persen selama tahun pertama tindak lanjut. Hasil akhir tidak sebaik untuk pasien
fraksi dengan fraksi ejeksi dibawah 30 persen, tetapi tetap lebih baik dibandingkan
riwayat alami yang tampak dari kelangsungan hidup setelah henti jantung. Untuk
pasien yang keberhasilan dengan terapi obat tidak dapat diidentifikasi dengan
teknik ini, pengobatan empirik dengan amiodaron, penanaman
defibrillator/kardioverter (ICD, implantable cardioverter/defibrillator) dalam
tubuh, atau pembedahan antiaritmia (seperti bedah pintas koroner, aneurismektomi,
kriobliasi), dapat dianggap sebagai pilihan. Sukses pembedahan primer, diartikan
sebagai mempertahankan hidup prosedur dan kembali pada keadaan yang tak dapat
diinduksi tanpa terapi obat, adalah lebih baik dari 90 persen bila pasien dipilih
untuk kemampuan dipetakan dalam ruang operasi. Terapi ICD juga dikembangkan
menjadi sistem yang lebih menarik, termasuk kemampuan untuk memacu lebih baik
dibandingkan mengejutkan (shock out) beberapa aritmia pada pasien terpilih.
Susunan Intervensi tersedia untuk pasien ini, digunakan dengan pantas,
menunjukkan perbaikan perbaikan yang berlanjut pada hasil akhir jangka panjang
7) KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN HENTI JANTUNG
Konsep asuhan keperawatan pada pasien yang mengalami henti jantung harus segera
dilakukan tindakan keperawatan seperti memberikan penanganan awal henti jantung.
Kode Etik Keperawatan Page 30
Penanganan Awal Henti Jantung (Cardiac Arrest), Empat jenis ritme jantung yang
menyebabkan henti jantung yaitu ventricular fibrilasi (VF), ventricular takikardia yang
sangat cepat (VT), pulseless electrical activity (PEA), dan asistol. Untuk bertahan dari
empat ritme ini memerlukan bantuan hidup dasar/ Basic Life Support dan bantuan hidup
lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS) (American Heart Association
(AHA), 2005).
Ventrikel fibrilasi merupakan sebab paling sering yang menyebabkan kematian
mendadak akibat SCA. The American Heart Association (AHA) menggunakan 4 mata
rantai penting untuk mempertahankan hidup korban untuk mengilustrasikan 4 tindakan
penting dalam menolong korban SCA akibat ventrikel fibrilasi. Empat mata rantai
tersebut adalah:
- Sesegera mungkin memanggil bantuan Emergency Medical Service (EMS) atau
tenaga medis terdekat.
- Sesegera mungkin melakukan RJP
- Sesegera mungkin melakukan defibrilasi
- Sesegera mungkin dilakukan Advanced Life Support diikuti oleh perawatan
postresusitasi.
Sebagaimana kondisi VF, kondisi aritmia lain yang dapat menyebabkan SCA juga
memerlukan tindakan resusitasi jantung dan paru (RJP) yang sebaiknya segera
dilakukan. Adapun algoritma dari RJP yaitu:
Prinsip penangan RJP ada 3 langkah yaitu ABC (Airway/pembebasan jalan nafas,
Breathing/ usaha nafas, Circulation/ membantu memperbaiki sirkulasi). Namun sebelum
melakukan 3 prinsip penanganan penting dalam RJP tersebut, penolong harus
melakukan persiapan sebelumnya yaitu memastikan kondisi aman dan memungkinkan
dilakukan RJP. Setelah memastikan kondisi aman, penolong akan menilai respon
korban dengan cara: memanggil korban atau menanyakan kondisi korban secara
langsung, contoh: “kamu tidak apa-apa?”; atau dengan memberikan stimulus nyeri. Jika
pasien merespon tapi lemah atau pasien merespon tetapi terluka atau tidak merespon
sama sekali segera panggil bantuan dengan menelepon nomor emergency terdekat.
AIRWAY (Pembebasan jalan nafas)
Kode Etik Keperawatan Page 31
Persiapan kondisi yang memungkinkan untuk dilakukan RJP adalah meletakan korban
pada permukaan yang keras dan memposisikan pasien dalam kondisi terlentang.
Beberapa point penting dalam melakukan pembebasan jalan nafas:
Gunakan triple maneuver (head tilt-chin lift maneuver untuk membuka jalan
nafas bagi korban yang tidak memiliki tanda-tanda trauma leher dan kepala).
Apabila terdapat kecurigaan trauma vertebra cervicalis, pembebasan jalan nafas
menggunakan teknik Jaw-thrust tanpa ekstensi leher.
Bebaskan jalan nafas dengan membersihkan hal-hal yang menyumbat jalan
nafas dengan finger swab atau suction jika ada.
BREATHING (Cek pernafasan)
Cara pemeriksaan Look-Listen-Feel (LLF) dilakukan secara simultan. Cara ini dilakukan
untuk memeriksa jalan nafas dan pernafasan. Setelah memastikan jalan nafas bebas,
penolong segera melakukan cek pernafasan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam
melakukan cek pernafasan antara lain:
Cek pernafasan dilakukan dengan cara look (melihat pergerakan pengembangan
dada), listen (mendengarkan nafas), dan feel (merasakan hembusan nafas) selama
10 detik.
Apabila dalam 10 detik usaha nafas tidak adekuat (misalnya terjadi respirasi
gasping pada SCA) atau tidak ditemukan tanda-tanda pernafasan, maka berikan 2
kali nafas buatan (masing-masing 1 detik dengan volume yang cukup untuk
membuat dada mengembang).
Volume tidal paling rendah yang membuat dada terlihat naik harus diberikan,
pada sebagian besar dewasa sekitar 10 ml/kg (700 sampai 1000 ml).
Rekomendasi dalam melakukan nafas buatan ini antara lain:
1. Pada menit awal saat terjadi henti jantung, nafas buatan tidak lebih penting
dibandingkan dengan kompresi dada karena pada menit pertama kadar
oksigen dalam darah masih mencukupi kebutuhan sistemik. Selain itu pada
awal terjadi henti jantung, masalah lebih terletak pada penurunan cardiac
output sehingga kompresi lebih efektif. Oleh karena inilah alasan rekomendasi
untuk meminimalisir interupsi saat kompresi dada
Kode Etik Keperawatan Page 32
2. Ventilasi dan kompresi menjadi sama-sama penting saat prolonged VF SCA
3. Hindari hiperventilasi (baik pernapasan mulut-mulut/ masker/ ambubag)
dengan memberikan volume pernapasan normal (tidak terlalu kuat dan cepat
4. Ketika pasien sudah menggunakan alat bantuan nafas (ET. LMA, dll)
frekuensi nafas diberikan 8-10 nafas/menit tanpa usaha mensinkronkan nafas
dan kompresi dada
Apabila kondisi tidak memungkinkan untuk memberikan nafas buatan (misalnya
korban memiliki riwayat penyakit tertentu sehingga penolong tidak aman/resiko
tertular) maka lakukan kompresi dada.
Setelah pemberian pernafasan buatan, segera lakukan pengecekan sirkulasi
dengan mendeteksi pulsasi arteri carotis (terletak dilateral jakun/tulang krikoid).
Pada pasien dengan sirkulasi spontan (pulsasi teraba) memerlukan ventilasi
dengan rata-rata 10-12 nafas/menit dengan 1 nafas memerlukan 5-6 detik dan
setiap kali nafas harus dapat mengembangkan dada.
CIRCULATION
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempertahankan sirkulasi pada saat
melakukan resusitasi jantung dan paru:
Kompresi yang “efektif” diperlukan untuk mempertahankan aliran darah selama
resusitasi dilakukan
Kompresi akan maksimal jika pasien diletakan terlentang pada alas yang keras
dan penolong berada disisi dada korban.
Kompresi yang efektif dapat dilakukan dengan melakukan kompresi yang kuat
dan cepat (untuk dewasa + 100 kali kompresi/menit dengan kedalam kompresi 2
inchi/4-5 cm; berikan waktu untuk dada mengembang sempurna setelah kompresi;
kompresi yang dilakukan sebaiknya ritmik dan rileks).
Kompresi dada yang harus dilakukan bersama dengan ventilasi apabila pernafasan
dan sirkulasi tidak adekuat. Adapun rasio yang digunakan dalam kompresi dada
dengan ventilasi yaitu 30:2 adalah berdasarkan konsensus dari para ahli. Adapun
prinsip kombinasi antara kompresi dada dengan ventilasi antara lain; peningkatan
frekuensi kompresi dada dapat menurunkan hiperventilasi dan lakukan ventilasi
Kode Etik Keperawatan Page 33
dengan minimal interupsi terhadap kompresi. Sebaiknya lakukan masing-masing
tindakan (kompresi dada dan ventilasi) secara independen dengan kompresi dada
100x/menit dan ventilasi 8-10 kali nafas per menit dan kompresi jangan membuat
ventilasi berhenti dan sebaliknya, hal ini khususnya untuk 2 orang penolong).
Pada pencarian literature ditemukan lima sitation: satu LOE (Level Of Evidence)
4, dan Empat LOE 6. Frekuensi tinggi (lebih dari 100 kompresi permenit) manual
CPR telah dipelajari sebagai teknik meningkatkan resusitasi dari cardiac arrest.
Pada kebanyakan studi pada binatang, frekuensi CPR yang tinggi meningkatkan
hemodinamik, dan tanpa meningkatkan trauma (LOE6, Swart 1994, Maier 1984,
Kern 1986). Pada satu tambahan studi pada binatang, CPR frekuensi tinggi tidak
meningkatkan hemodinamik melebihi yang dilakukan CPR standar (cit Tucker,
1994).
Studi klinis dalam pegguaan CPR frekuensi tinggi masih terbatas. Pada sebuah uji
klinis kecil (dengan jumlah sampel 9), CPR frekuensi tinggi meningkatkan
hemodinamik melebihi CPR standar (cit Swensen 1988). Lalu, CPR frekuensi
tinggi terlihat lebih menjanjikan untuk peningkatan CPR. Hasil dari studi pada
manusia diperlukan untuk menentukan keefektifan dari teknik ini dalam
manajemen pasien dengan cardiac arrest.
Selain bantuan hidup dasar/ Basic Life Support, dalam penanganan cardiac arrest juga
memerlukan bantuan hidup lanjutan/ Advanced Cardiovascular Life Support (ACLS)
untuk meningkatkan harapan hidup korban.
C. Konsep Defibrilator
Defibrillator adalah peralatan elektronik yang dirancang untuk memberikan kejut listrik
dengan waktu yang relatif singkat dan intensitas yang tinggi kepada pasien penyakit jantung.
Pengulangan pemberian kejut listrik paling lama 45 detik sejak jantung berhenti. Energi
Externalyang diberikan antara 50 sampai 400 Joule. Energi Internal yang diberikan
maximum 1/10 External
Kode Etik Keperawatan Page 34
Posisi elektroda (paddles) : anterior - anterior (apex - sternum) atau anterior posterior.
Diameter elektroda antara 8 - 10 cm untuk dewasa. Pengaturan energi, dan pemeberian
energi di kontrol oleh mikrokontroler. Energi yang tersimpan pada C : W = ½ CV²
Sebelum Pemberian pulse defibrillator pada permukaan elektroda diberikan gel
elektrolit. Ada dua jenis defibrillator: a.c defibrillator dan d.c defibrillator. Untuk a.c
defibrillator sudah tidak digunakan lagi. Mempunyai elektroda (paddles) yang mempunyai
diameter 8 - 10 cm (untuk dewasa). Energi yang diberikan berkisar antara : 50- 400 Joules.
Pemberian defibrillator dapat dilakukan dengan cara sinkronisasi atau asinkronisasi.
Posisi elektroda (Paddles) dapat diletakkan pada posisi anterior - anterior (Apex-sternum)
atau posterior anterior. Pada saat pemberian defibrillator hindari bersentuhan antara
pengguna alat dengan pasien. Energi yang tersimpan pada C : W = ½ CV²
Paduan d.c defibrillator terdiri dari trafo berkekuatan besar dan pada sekundernya
terdapat penyearah dan capastor.Penyearah ini akan megisi energi listrik pada kapasitor,
besarnya energi listrik akan dikontrol oleh mikrokontrol. Pada saat discharge (pemberian)
energi pada pasien dengan menekan switch yang berada pada ujung elektroda. Bila memilih
jenis sinkron, dapat dilakukan dengan menekan key board (sinkron).
Pada Prinsipnya Prosedur Pengoperasian Defibrillator Dibagi Dalam Tiga Tahap
- Pemilihan besarnya energi dan mode pengoperasian
- Pengisian energi (charge) pada kapasitor
- Pembuangan energi dari kapasitor ke pasien (discharge).
Prinsip Dasar Defibrillator
Kode Etik Keperawatan Page 35
Bentuk Energi Yang Diberikan Ke Pasien
- Satu phase (Monophasic)
- Dua phase (Biphasic)
- Untuk besarnya energi listrik Biphasic yang diberikannya berkisar 2 sampai dengan
200 joule
Mempunyai 2 buah elektroda yang telah terpasang pada dada pasien (pads electrode)
- Strenum
- Apeks
Kode Etik Keperawatan Page 36
Metode defibrillator
- Asinkron
Pemberian shock listrik jika jantung sudah tidak berkontraksi lagi, secara manual
setelah pulsa R.
- Sinkron
Pemberian shock listrik harus disinkornkan dengan signal ECG dalam keadaan
berfibrasi, jadi bila tombol discharge ditekan kapanpun maka akan membuang setelah
pulsa R secara otomatis.
Defibrilator “defigard 5000 schiller”
Pada alat ini terdapat beberapa indicator pengukuran
- Monitor : SPO2, NIBP, ECG, Trend Display
- Defibrilasi
- Pacemaker
Paddle
Kode Etik Keperawatan Page 37
Petunjuk Pengamanan
Selama terapi kejut ada yang harus diperhatikan, yaitu
o Pasien harus
1) Tidak ada kontak dengan orang lain
2) Tidak ada kontak dengan barang berbahan metal atau konduktor
o Saat paddle kontak dengan pasien, pastikan juga paddle tidak terhubung dengan
barang berbahan metal
o Pastikan dada pasien kering
o Karena dialiri arus yang besar, kemungkinan terjadi luka bakar pastikan peletakkan
paddle yang tepat
Kode Etik Keperawatan Page 38
BAB III
PEMBAHASAN
SCENARIO
Ny. RT 38 tahun dibawa keluarganya ke UGD RSIJ kerena mengeluh nyeri dada seperti
terbakar. Dari observasi diperoleh data: skala nyeri antara 6-7, hasil EKG segmen ST elevasi
pada lead I dan aVL. Hasil laboraturium darah : CPK-CKMB meningkat, troponin T (+),
elektrolit: natrium 145 meq/dl, kalium 2,8 meq/dl. Menurut keluarga pasien ada riwayat
hipertensi tapi berobat tidak teratur dan 5 hari yang lalu muntah dan diare pasien tidak berobat
hanya minum the pahit. Dari pemeriksaan fisik diperoleh data: TD 90/70 mmHg, Nadi
120x/menit, RR 20x/menit, akral dingin. Saat perawat memberikan oksigen 6 lt dan memasang
infuse dimonitor EKG terlihat gambaran fibrilasi ventrikel, tidak sadar dan nadi tidak teraba.
1. Pengkajian primer sesuai kasus & konsep
Kasus Konsep
A: - Airway : berkaitan dengan kepatenan jalan
nafas
- Apakah pernafasan pasien Adekuat?
- Apakah ada obstruksi?
- Apakah ada sekret
B:
Do =
- RR 20x/menit
- Pemberian Oksigen 6 Liter
Breathing : berkaitan dengan pola nafas
- Apakah ada saturasi oksigen?
- Lihat pergerakan dada, samakah?
- Auskultasi sura nafas ?
- Apakah ada distress pernafasan?
- Apakah ada henti nafas?
Kode Etik Keperawatan Page 39
- Penggunaan otot bantu pernafasan ?
C:
Do
- Nyeri dada seperti terbakar → Skala Nyeri
6-7
- TD : 90/70 mmHg
- Nadi : 120x/menit
- Akral Dingin
- Nadi tidak teraba
Circulation : berkaitan dengan pertukaran gas,
peredaran cairan dalam tubuh, metabolisme.
- Bagaimana heart rate pasien ? irama?
- Bagaimana nadi pasien?
- Bagaimana tekanan darahnya
- Bagaimana warna tangan dan kaki?
- Auskultasi suara jantung ?
- Bagaimana sirkulasi perifer seperti warna
jaringan perifer dan kehangatan ?
D:
Do =
- Pasien Tidak sadarkan diri
Disability
- Bagaimana kesadaran pasien?
- Bagaimana GCS?
E:
Pemeriksaan Lab :
- Lab darah → CPK/CKMB ↑
Troponin T (+)
- Elektrolit → Natrium 145 meg/l
Kalium meg/l
Pemeriksaan diagnostic :
- Hasil EKG → Segmen ST Elevasi pada
Lead I dan avL
- Monitar EKG → Fibrilasi ventrikel
Exposure atau Environment
Pemeriksaan pada seluruh tubuh penderita
untuk melihat jelas jejas atau tanda-tanda
kegawatan yang mungkin tidak terlihat.
Seperti head to toe, pemeriksaan laboraturium
dan pemeriksaan diagnostik.
Web of caution
Kode Etik Keperawatan Page 40
Ny. RT 38 Tahun
Riwayat Hipertensi
Kode Etik Keperawatan Page 41
TD ↑
Kerja jantung ↑
Hipertrofi ventrikel kiri
Kontraktilitas ↓
Penumpukan darah pd jantung
Vasokonstriksi pemb. darah
Volume aliran ↓
Aliran darah ke jantung ↓
O2 & nutrisi ke jantung ↓
Kebutuhan O2 ke jantung tdk seimbang
Suplai O2 ke miokard ↓
Jaringan miokard iskemik
TD↓ 90/70mmHg
Nekrosis [lebih dr 30 menit]
CKP &CKMB ↑, Troponin T
(+)
Segmen ST Elevasi
Metabolisme anaerob
Hipoksia seluler
Asam laktat ↑
Asidosis laktat
Fungsi ventrikel terganggu
Dignosa keperawatan sesuai kasus
1. Gangguan perfusi cerebral b.d penurunan suplai O2 ke otak
Kode Etik Keperawatan Page 42
Nyeri dada
Kontraktilitas ↓
Kegagalan ventrikel kiri
Curah jantung ↓
Kardiak output ↓
Kegagalan jantung memompa
Gagal jantung
cardiac arrest
Suplai O2 ke organ lain ↓ seperti otak
Tidak sadar
Apnue [henti nafas]
Kematian jantung tiba-tiba
Dx : Penurunan curah jantung
Dx : gangguan perfusi jaringan
Dx : tidak efektifnya jalan nafas
Nadi tidak teraba
EKG : Fibrilasi ventrikel
Pola nafas tidak efektif
Jika tidak ditangani selama 10 menit terjadi kematian
Penanganan dengan defibrilator
Jantung berkompensasi
Peningkatan denyut jantung
Nadi 120x/menit
2. Gangguan pertukaran gas b.d suplai O2 tidak adekuat
3. Penurunan curah jantung b.d kemampuan pompa jantung menurun
4. Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan suplai oksigen kebagaian perifer
Intervensi keperawatan
Dx: Gangguan perfusi serebral b.d penurunan suplai O2 ke otak
TUJUAN :
Sirkulasi darah kembali normal sehingga transport O2 kembali lancar
KRITERIA HASIL :
- Pasien akan mempertahankan tanda-tanda vital dalam batas normal
- akral hangat
- peningkatan kesadaran
No Intervensi Rasional
1 Berikan vasodilator misal
nitrogliserin, nifedipin sesuai
indikasi
Obat diberikan untuk
meningkatkan sirkulasi
miokardia.
2 Posisikan kaki lebih tinggi
dari jantung
Mempercepat pengosongan
vena superficial, mencegah
distensi berlebihan dan
meningkatkan aliran balik
vena
3 Pantau adanya pucat,
sianosis dan kulit dingin atau
lembab
Sirkulasi yang terhenti
menyebabkan transport
O2 ke seluruh tubuh juga
terhenti sehingga akral
sebagai bagian yang paling
jauh dengan jantung
Kode Etik Keperawatan Page 43
menjadi pucat dan dingin.
4 Pantau pengisian kapiler
(CRT)
Suplai darah kembali
normal jika CRT < 2 detik
dan menandakan suplai
O2 kembali normal
2. Gangguan pertukaran gas b.d suplai O2 tidak adekuat
TUJUAN :
Sirkulasi darah kembali normal sehingga pertukaran gas dapat berlangsung
KRITERIA HASIL :
- Nilai GDA normal
- Tidak ada distress pernafasan
No Intervensi Rasional
1 Berikan O2 sesuai
indikasi
Meningkatkan konsentrasi oksigen
alveolar dan dapat memperbaiki
hipoksemia jaringan
2 Pantau GDA Pasien Nilai GDA yang normal
menandakan pertukaran gas
semakin membaik
3 Pantau pernapasan klien Untuk evaluasi distress pernapasan
3. Penurunan curah jantung b.d kemampuan pompa jantung menurun
TUJUAN :
Meningkatkan kemampuan pompa jantung
KRITERIA HASIL :
- Nadi perifer teraba
- Tekanan darah dan nadi dalam batas normal
No Intervensi Rasional
1 Lakukan Pijat Jantung untuk mengaktifkan kerja pompa
Kode Etik Keperawatan Page 44
jantung
2 Berikan oksigen tambahan
dengan kanula nasal/masker
dan obat sesuai indikasi
(kolaborasi)
Meningkatkan sediaan oksigen
untuk kebutuhan miokard untuk
melawan efek hipoksia/iskemia.
Banyak obat dapat digunakan untuk
meningkatkan volume sekuncup,
memperbaiki kontraktilitas.
3 Palpasi nadi perifer
Penurunan curah jantung dapat
menunjukkan menurunnya nadi
radial, dorsalis pedis dan postibial.
Nadi mungkin hilang atau tidak
teratur untuk dipalpasi.
4 Pantau Tekanan Darah Pada pasien Cardiac Arrest tekanan
darah menjadi rendah atau mungkin
tidak ada.
5 Kaji kulit terhadap pucat dan
sianosis
Pucat menunjukkkan menurunnya
perfusi sekunder terhadap tidak
adekuatnya curah jantung.
Kode Etik Keperawatan Page 45
BAB IV
PENUTUP
Kesimpulan
Jadi Cardiac Arrest adalah terhentinya pompa jantung secara mendadak yang bersifat
reversible, dan dapat bersifat irreversible jika tidak dilakukan intervensi segera(Robert,2001).
Cardiac Arrest adalah jantung tidak cukup memompa darah ke otak, Cardiac Output <20%, dan
nadi carotis tidak teraba.
Cardiac arrest disebut juga cardiorespiratory arrest, cardiopulmonary arrest, atau circulatory
arrest, merupakan suatu keadaan darurat medis dengan tidak ada atau tidak adekuatnya kontraksi
ventrikel kiri jantung yang dengan seketika menyebabkan kegagalan sirkulasi. Gejala dan tanda
yang tampak, antara lain hilangnya kesadaran; napas dangkal dan cepat bahkan bisa terjadi apnea
(tidak bernafas); tekanan darah sangat rendah (hipotensi) dengan tidak ada denyut nadi yang
dapat terasa pada arteri; dan tidak denyut jantung.
Kode Etik Keperawatan Page 46
DAFTAR PUSTAKA
Muttaqin, Arif .2009. Askep Klien Dengan Gangguan Sistem Kariovaskuler. Jakarta: Salema
Medika
Kode Etik Keperawatan Page 47