Post on 07-Nov-2014
description
1
NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN
Oleh:
RUSDIANTO S, S.H., M.H
A. NASKAH AKADEMIK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1. Pendahuluan
Istilah atau terminologi “Naskah Akademik” bukan merupakan hal
baru dalam kerangka proses pembentukan peraturan perundang-
undangan di Indoensia. Pada tanggal 29 Desember 1994, Badan
Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), menerbitkan sebuah petunjuk teknis
penyusunan Naskah Akademik, melalui Surat Keputusan Kepala Badan
Pembinaan Hukum Nasional No.G-159.PR.09.10 Tahun 1994 tentang
Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-
undangan yang, antara lain, menjelaskan mengenai nama/istilah, bentuk
dan isi, kedudukan serta format dari Naskah Akademik.
Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 188 Tahun 1998 tentang Tata
Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang menyebutkan istilah
Naskah Akademik dengan penyebutan “Rancangan Akademik”. Dalam
Pasal 3 ayat (1) Keppres 188/1998 disebutkan “Menteri atau pimpinan
Lembaga Pemrakarsa Penyusunan Rancangan Undang-Undang dapat
pula terlebih dahulu menyusun rancangan akademik mengenai
Rancangan Undang-undang yang akan disusun”.
Sedangkan dalam peraturan yang terbaru, yaitu Undang-undang
Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-
Bahan Kuliah Mata Kuliah Perancangan Perundang-Undangan Fakultas Hukum
UNNAR 2011
Dosen Bagian Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Fakultas Hukum
UNNAR Surabaya
2
undangan, tidak diatur secara eksplisit mengenai Naskah Akademik.
Naskah Akademik itu baru “muncul” secara tegas melalui Peraturan
Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-undangan, Rancangan Peraturan Pemerintah dan
Rancangan Peraturan Presiden.
Pasal 5 ayat (1) Perpres Nomor 68 tahun 2005 menyebutkan bahwa:
“Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-undangan dapat
terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai materi yang akan
diatur dalam Rancangan Undang-undang”. Selanjutnya Pasal 5 ayat (2)
Perpres Nomor 68 Tahun 2005 menyebutkan “Penyusunan Naskah
Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
pemrakarsa bersama-sama dengan Departemen yang tugas dan
tanggung jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan dan
pelaksanaannya dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak
ketiga lainnya yang mempunyai keahlian untuk itu”.
Keberadaan Naskah Akademik dalam penyusunan peraturan
perundang-undangan di Indonesia hingga saat ini memang belum
merupakan sebuah keharusan/kewajiban yang harus dilakukan dalam
rangka penyusunan peraturan perundang-undangan (termasuk Peraturan
Daerah). Kedudukan Naskah Akademik masih dianggap hanya sebagai
“pendukung” penyusunan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi
dengan semakin berkembang dan berubahnya pola kehidupan
masyarakat Indonesia serta beberapa permasalahan dalam pembuatan
dan pelaksanaan perundang-undangan yang sudah ada sekarang,
urgensi Naskah Akademik dalam proses penyusunan peraturan
perundang-undangan yang tepat guna, komprehensif dan sesuai dengan
asas-asas pembentukan perundang-undangan menjadi sangat penting.
Keberadaan Naskah Akademik memang sangat diperlukan dalam
rangka pembentukan peraturan perundang-undangan yang bertujuan
agar peraturan perundang-undangan yang dihasilkan nantinya akan
sesuai dengan sistem hukum nasional dan kehidupan masyarakat.
3
Dengan digunakannya Naskah Akademik dalam proses pembentukan
peraturan perundang-undangan, diharapkan peraturan perundang-
undangan yang dihasilkan tidak menghadapi masalah (misalnya
dimintakan judicial review) di kemudian hari.
2. Pengertian Naskah Akademik
Selama ini Naskah Akademik bukan merupakan istilah tunggal,
karena di dalam literatur maupun dokumen-dokumen resmi dikenal
beberapa istilah, antara lain:
a. Rancangan Akademik (sebagaimana dipakai dalam
Keputusan Presiden No.188 Tahun 1998 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan
Rancangan Peraturan Pemerintah)
b. Draft Akademik
c. Naskah Awal RUU/RPP
d. Naskah Akademis
e. Naskah Akademik (sebagaimana dipakai dalam Peraturan
Presiden No. 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Rancangan Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan
Presiden.
Dalam tulisan ini istilah yang dipakai adalah Naskah Akademik,
dengan pertimbangan bahwa istilah inilah yang digunakan dalam
Peraturan Presiden No. 68 Tahun 2005, dan istilah ini pun sudah lazim
dipakai oleh berbagai kalangan yang bergerak di bidang peraturan
perundang-undangan. Sedangkan mengenai pengertiannya, yang
dimaksud Naskah Akademik adalah “naskah yang dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang,
tujuan penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup,
4
jangkauan, objek, atau arah pengaturan Rancangan Peraturan
Perundang-undangan”.
3. Bentuk dan Isi Naskah Akademik
Naskah Akademik memuat gagasan konkrit dan aplikatif
pengaturan suatu materi perundang-undangan (materi hukum) bidang
tertentu yang telah ditinjau secara sistemik-holistik-futuristik dan dari
berbagai aspek ilmu (multidisipliner dan interdisipliner).
Naskah Akademik berisikan rekomendasi tentang urgensi (dasar
pemikiran perlunya suatu peraturan perundang-undangan), konsepsi, asas
hukum, ruang lingkup, dan materi muatan, dilengkapi dengan pemikiran
dan penarikan norma-norma yang akan menjadi tuntunan dalam
menyusun suatu rancangan peraturan perundang-undangan.
4. Kegunaan Naskah Akademik
Naskah Akademik merupakan:
a. Konsep awal yang memuat gagasan-gagasan tentang dasar
pemikiran perlunya disusun suatu rancangan peraturan
perundang-undangan, asas-asas hukum, ruang lingkup, dan
materi muatan peraturan perundang-undangan dimaksud;
b. Bahan pertimbangan yang dipergunakan dalam permohonan
izin prakarsa penyusunan rancangan peraturan perundang-
undangan.
c. Bahan dasar bagi penyusunan Rancangan Undang-Undang.
d. Pedoman dari sudut pandang akademik dalam menjelaskan
alasan-alasan penarikan rumusan norma tertentu di dalam
rancangan peraturan perundang-undangan di setiap tingkat
pembahasan rancangan peraturan perundang-undangan
terkait.
e. Bahan dasar Keterangan Pemerintah mengenai rancangan
peraturan perundang-undangan yang disiapkan Pemrakarsa
untuk disampaikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat.
5
5. Pengaturan Naskah Akademik
Pasal 18 Undang-undang No.10 Tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (LN No.53, TLN :
4389), menyatakan :
(1) Rancangan undang-undang yang diajukan oleh Presiden
disiapkan oleh Menteri atau pimpinan lembaga pemerintah
non departemen sesuai dengan lingkup tugas dan tanggung
jawabnya.
(2) Pengharmonisasian, pembulatan dan pemantapan konsepsi
rancangan undang-undang yang berasal dari Presiden,
dikoordinasikan oleh menteri yang tugas dan tanggung
jawabnya di bidang peraturan perundang-undangan.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara mempersiapkan
rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dengan Peraturan Presiden.
Pasal 18 ayat (3) sebagaimana dikemukakan di atas
mengamanatkan perlunya dibuat peraturan pelaksanaan dalam
bentuk Peraturan Presiden. Peraturan Presiden dimaksud adalah
Perpres Nomor 68 tahun 2005 Tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-undang. Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah, dan
Rancangan Peraturan Presiden.
Pasal 5 Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005 mengatur
mengenai Naskah Akademik, sebagai berikut:
1) Pemrakarsa dalam menyusun Rancangan Undang-Undang
dapat terlebih dahulu menyusun Naskah Akademik mengenai
materi yang akan diatur dalam Rancangan Undang-Undang.
2) Penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan oleh Pemrakarsa bersama-sama dengan
6
Departemen yang tugas dan tanggung jawabnya di bidang
peraturan perundang-undangan dan pelaksanaannya dapat
diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya
yang mempunyai keahlian untuk itu.
3) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
sekurang-kurangnya memuat dasar filosofis, sosiologis, dan
yuridis, pokok dan lingkup materi yang akan diatur.
4) Pedoman penyusunan Naskah Akademik diatur dengan
Peraturan Menteri.
Pendekatan pengaturan di dalam Peraturan Presiden tersebut
pada prinsipnya tidak jauh berbeda dari ketentuan sebelumnya
yang dimuat dalam Keputusan Presiden No. 188 Tahun 1998 tentang
Tata Cara Mempersiapkan Rancangan Undang-undang dan
Rancangan Peraturan Pemerintah. Pasal 3 Keppres ini menyatakan:
(1) Menteri atau Pimpinan Lembaga pemrakarsa penyusunan
Rancangan Undang-undangan dapat pula terlebih dahulu
menyusun rancangan akademik mengenai Rancangan
Undang-Undang yang akan disusun.
(2) Penyusunan rancangan akademik dilakukan bersama-sama
dengan Departemen Kehakiman dan pelaksanaannya dapat
diserahkan kepada Perguruan Tinggi atau Pihak Ketiga lainnya
yang mempunyai keahlian untuk itu.
Selanjutnya di dalam Pasal 4 angka (2) ditegaskan bahwa dalam hal
Rancangan undang-undang tersebut memerlukan rancangan Akademik,
maka rancangan akademik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat
(1) dijadikan bahan dalam pembahasan forum konsultasi.
Kata “dapat” di dalam rumusan Pasal 5 Peraturan Presiden No. 68
tahun 2005 dan dalam Pasal 3 ayat (1) Keppres 188 Tahun 1998
mengandung arti bahwa Naskah Akademik tidak harus dibuat untuk suatu
rencana pengajuan RUU. Artinya penyusunan suatu RUU boleh dengan
7
atau tanpa didahului dengan penyusunan Naskah Akademiknya. Implikasi
dari pengaturan ini adalah banyaknya RUU yang diajukan tanpa disertai
Naskah Akademik.
Lebih lanjut Perpres tersebut menyatakan bahwa penyusunan
Naskah Akademik pelaksanaannya dapat diserahkan kepada Perguruan
Tinggi atau Pihak Ketiga. Dengan demikian, Perguruan Tinggi, lembaga
penelitian dan kajian hukum, lembaga swadaya masyarakat, dan
organisasi masyarakat dapat membuat membuat Naskah Akademik suatu
RUU baik melalui kerjasama dengan departemen teknis maupun atas
prakarsanya sendiri.
Tidak mengherankan apabila dalam praktik dapat ditemukan
Naskah-naskah Akademik dengan versi yang beragam, karena berasal
dari sumber-sumber yang berlainan (BPHN Dep. Hukum dan HAM,
Departemen-departemen/LPND, Perguruan Tinggi, LSM, dan sebagainya)
dan dibuat sesuai dengan selera dan persepsi pihak pembuatnya.
Belum adanya keseragaman dalam penyusunan Naskah Akademik
telah menjadi kendala khususnya didalam mengoptimalkan kegunaan
Naskah Akademik di dalam proses perancangan suatu RUU baik di
Departemen Hukum dan HAM maupun di instansi pemrakarsa, termasuk
DPR.
Di masa yang lalu, ketentuan dalam Keputusan Presiden No. 188
Tahun 1998 yang “tidak mewajibkan suatu RUU/RPP didahului dengan
suatu penyusunan Naskah Akademik”, senantiasa dijadikan salah satu
alasan untuk mengabaikan pembuatan Naskah Akademik dalam proses
penyusunan RUU. Kondisi yang sama kemungkinan akan terulang, karena
Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005 pun menyatakan hal yang hampir
sama.
6. Upaya Penyempurnaan Petunjuk Teknis Penyusunan Naskah
Akademik Peraturan Perundang-Undangan
8
Sebagaimana telah dikemukakan, salah satu tugas dan fungsi BPHN
adalah menyusun Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan.
Untuk itu, pada tahun 1994 BPHN telah membuat Petunjuk Teknis
Penyusunan Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan yang
dituangkan dalam Keputusan Kepala BPHN No.G-159.PR.09.10 Tahun 1994.
Keputusan Kepala BPHN ini telah menjadi pedoman di dalam penyusunan
Naskah Akademik yang dilaksanakan di BPHN dan di lingkungan
Pemerintah, meskipun landasannya masih mengacu kepada Keputusan
Presiden No.188 Tahun 1998 tentang Tata cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-undang dan Rancangan Peraturan Pemerintah yang
saat ini sudah dicabut dengan Peraturan Presiden No. 68 tahun 2005.
Dalam rangka tindak lanjut implementasi Peraturan Presiden No. 68
tahun 2005 dan sebagai salah satu upaya meningkatkan kualitas
peraturan perundang-undangan, saat ini BPHN telah melakukan langkah-
langkah sebagai berikut:
a. Mengupayakan penyempurnakan Petunjuk Teknis Penyusunan
Naskah Akademik Peraturan Perundang-undangan
sebagaimana yang dituangkan dalam Keputusan Kepala BPHN
No.G-159.PR.09.10 Tahun 1994.
b. Bersama-sama dengan Direktorat jenderal Peraturan Perundang-
undangan merancang Peraturan Menteri Hukum dan HAM
tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik.
c. Menyusun format penyusunan Naskah Akademik yang dapat
mempertegas perbedaannya dengan format hasil
penelitian/pengkajian dan kegiatan lainnya yang bersifat
research. Naskah Akademik sedikitnya sudah dapat
mengemukakan norma-norma suatu peraturan dan akan lebih
baik lagi jika norma-norma tersebut telah dirumuskan dalam
pasal demi pasal.
d. Melakukan sosialisasi penyusunan Naskah Akademik sebagai
bagian dari pembentukan peraturan perundang-undangan
9
B. NASKAH AKADEMIK DALAM PEMBENTUKAN PERATURAN DAERAH
1. Urgensi Naskah Akademik Dalam Pembentukan Peraturan Daerah
Peraturan Daerah merupakan media bagi Pemerintah Daerah untuk
menuangkan usulan-usulan, kebijakan-kebijakan dan/atau aspirasi-aspirasi
masyarakat untuk tujuan pembangunan daerah. Diharapkan dari
Peraturan Daerah tersebut mampu ditetapkan aturan-aturan yang dapat
menunjang pembangunan daerah ke arah yang lebih baik dan lebih
maju. Meskipun dalam kenyataannya banyak peraturan daerah yang
belum mampu memfasilitasi proses pembangunan demi kemajuan daerah
yang bersangkutan.
Pada tataran implementasinya, sebuah peraturan daerah harus
tepat sasaran yang diinginkan dari dibentuk dan ditetapkannya peraturan
daerah tersebut, dan yang lebih penting lagi adalah membawa manfaat
dan maslahat bagi masyarakat. Ini merupakan tugas berat bagi para
perancang peraturan daerah agar produk rancangannya sesuai dengan
asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik,
sebagaimana tercantum dalam Pasal 5 UU No. 10 tahun 2004 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan jo. Pasal 137 UU No. 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, khususnya menyangkut asas
dapat dilaksanakan, kedayagunaan dan kehasilgunaan, dan kejelasan
rumusan.
Dalam praktik, sering ditemukan bahwa para perancang peraturan
perundang-undangan pada dinas teknis maupun biro/bagian hukum
Pemerintah Daerah belum mampu menerjemahkan kebijakan pemerintah
yang telah disusun kedalam bentuk peraturan daerah yang dapat
10
diterapkan secara efektif. Ketidakmampuan para perancang tersebut
disebabkan oleh paling sedikit tiga hal, yaitu:1
1. Mitos bahwa perancang tidak menangani urusan kebijakan,
sebab yang membuat peraturan daerah adalah para pejabat
Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
dan bukan perancang;
2. Banyak Daerah yang tidak memiliki aturan mengenai prosedur
yang mengharuskan mendasarkan rancangan peraturan
daerah pada pemikiran logis berdasarkan fakta di
masyarakat;
3. Sangat sedikit dari perancang yang memiliki pemahaman
atas teori, metodologi, dan teknik perancangan peraturan
perundang-undangan dan yang dapat secara jelas
menerjemahkan kebijakan-kebijakan pemerintah menjadi
peraturan daerah yang dapat dilaksanakan secara efektif.
Akibat dari hal-hal tersebut, maka tidak mengherankan bila para
perancang peraturan daerah pada dinas teknis maupun biro/bagian
hukum Pemerintah Daerah kembali pada kebiasaan yang bermasalah,
ketika merancang peraturan daerah, yaitu:
1. Menyadur peraturan perundang-undangan daerah lain;
2. sekedar mengkriminalisasi perilaku yang tidak diinginkan; atau
3. Berdasarkan kompromi keinginan dari kelompok-kelompok
kepentingan dominan dalam masyarakat.
Disamping kelemahan dari sisi perancang, permasalahan-
permasalahan mendasar dalam proses pembentukan peraturan daerah,
antara lain disebabkan karena:
1 Sony Maulana, Perancangan Peraturan Daerah Sebagai Wujud Kontribusi Keikutsertaan
Pemerintah Daerah Dalam Perubahan Sosial Yang Demokratis Di Daerah, Makalah pada Bimbingan Teknis
Harmonisasi Peraturan Daerah (Perda) Wilayah Perbatasan Dalam Perspektif Hak Asasi manusia, Samarinda
5 September 2005, hlm. 4-5.
11
1. Jangka waktu yang diperlukan dalam proses pembentukan
Peraturan daerah relatif lama, hal ini terlihat dari fakta bahwa
untuk pembentukan sebuah peraturan daerah diperlukan
waktu antara 8 – 12 bulan, atau bahkan lebih;
2. Tidak/belum dilibatkannya secara maksimal peranserta
masyarakat dalam proses pembentukannya, terutama dari
kalangan akademisi dan praktisi hukum. Padahal menurut
Pasal 53 UU No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan dan Pasal 139 UU No. 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, peranserta
masyarakat diperbolehkan dalam proses pembentukan
peraturan daerah;
3. Belum digunakannya secara optimal fungsi Naskah Akademik
sebagai sebuah instrumen dalam rangka pembentukan
peraturan daerah. Padahal terdapat beberapa manfaat
yang dapat diperoleh apabila Naskah Akademik digunakan
sebagai satu instrumen dalam proses pembentukan peraturan
daerah, terutama dalam masalah efisiensi waktu. Keadaan ini
ditambah lagi dengan kurangnya pemahaman mengenai
keberadaan, manfaat, dan urgensi Naskah Akademik dari
para pihak yang terkait dalam pembentukan peraturan
daerah.
Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, adanya Naskah
Akademik bukan (atau sampai saat ini belum diatur secara tegas) sebagai
suatu keharusan dalam proses pembentukan peraturan daerah, akan
tetapi keberadaan Naskah Akademik sangat diperlukan dalam proses
pembentukan peraturan daerah. Naskah Akademik memaparkan
alasan-alasan, fakta atau latar belakang tentang hal-hal yang mendorong
disusunnya suatu masalah atau urusan sehingga dipandang sangat
penting dan mendesak diatur dalam peraturan daerah. Manfaat dari data
atau informasi yang dituangkan dalam latar belakang bagi pembentuk
12
peraturan daerah itu adalah bahwa mereka dapat mengetahui dengan
pasti tentang mengapa perlunya dibuat sebuah peraturan daerah dan
apakah peraturan daerah tersebut memang diperlukan oleh masyarakat.
Selanjutnya, Naskah Akademik menjelaskan aspek filosofis (cita
hukum), aspek sosiologis (yakni nilai-nilai yang hidup dan terpelihara dalam
kehidupan masyarakat setempat), aspek yuridis (keterkaitan dan
keharmonisan secara vertikal dan horizontal dengan peraturan-peraturan
yang telah ada sebelumnya), dan aspek politis (political will yang
mendukung dibentuknya suatu peraturan daerah yang tercermin dari
kebijakan yang ditetapkan oleh para pengambil kebijakan yang menjadi
dasar bagi tata laksana pemerintahan).
Aspek filosofis memuat hasil kajian yang mencerminkan landasan
ideal atau pandangan yang menjadi dasar cita-cita pada saat
menuangkan suatu masalah ke dalam peraturan perundang-undangan.
Sedangkan aspek yuridis adalah kajian terhadap dasar-dasar hukum yang
menjadi landasan hukum bagi dibuatnya peraturan daerah, baik secara
yuridis formal maupun yuridis materiil. Dalam kaitan ini kajian ditujukan
terhadap aturan-aturan lain yang dapat dipakai sebagai landasan hukum
kewenangan bagi suatu instansi atau institusi untuk membuat peraturan
tertentu dan dasar hukum untuk mengatur permasalahan (objek) yang
akan diatur. Tidak cukup sampai di situ, peraturan yang baik adalah
peraturan yang secara efektif berlaku dalam masyarakat. Untuk itu, perlu
dikaji sejauhmana masyarakat secara realita membutuhkan peraturan
tentang masalah terkait, dan sejauhmana keberadaan nilai-nilai yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat mendukung keberadaan dan
implementasi dari peraturan yang akan dibuat.
Umumnya, teori-teori perundang-undangan hanya menyebutkan
tiga aspek kajian untuk mengukur baik-tidaknya suatu peraturan
perundang-undangan, yaitu dari aspek filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Akan tetapi, sebuah peraturan perundang-undangan (termasuk peraturan
daerah) tidak bisa sama sekali dilepaskan dari unsur-unsur politis dalam
13
pembentukannya. Aspek politis pada dasarnya mengedepankan
persoalan tarik-ulur kepentingan antara pemerintah dan masyarakat.
Dalam Naskah Akademik pun kajian terhadap aspek ini perlu dilakukan.
Bagaimana sesungguhnya kemauan politik dari pemerintah, dan
bagaimana bargaining power dari kemauan politik pemerintah ini ketika
berhadapan dengan kepentingan masyarakat, terutama dalam era
demokrasi seperti saat ini.
Tidak kurang pentingnya juga kajian-kajian dari berbagai aspek
terkait, antara lain, dari aspek ekonomi dan ekologi, yang akan lebih
memperkaya Naskah Akademik dan pada tahap selanjutnya juga akan
lebih menyempurnakan substansi peraturan perundang-undangan
(peraturan daerah) yang akan dibuat. Jika kondisi memungkinkan maka
sesungguhnya proses pembentukan peraturan perundang-undangan
(termasuk peraturan daerah) perlu menggunakan apa yang disebut
proses regulatory impact assessment (RIA), yang berguna untuk
mengetahui sejauhmana dampak ekonomis yang timbul dari peraturan
tersebut bila sudah terbentuk dan diberlakukan di tengah-tengah
masyarakat.
Selain itu, urgensi lainnya adalah dalam Naskah Akademik diberikan
gambaran mengenai substansi, materi dan ruang lingkup dari peraturan
daerah yang akan dibuat. Dalam hal ini dijelaskan mengenai konsepsi,
pendekatan, dan asas-asas dari materi hukum yang perlu diatur, serta
pemikiran-pemikiran normanya. Mengenai asas-asas dari materi hukum,
pada dasarnya tidak semata-mata terikat pada asas-asas yang telah
ditentukan dalam Pasal 6 UU No. 10 tahun 2004 jo. Pasal 138 UU No. 32
tahun 2004, tetapi juga perlu mencermati nilai-nilai, asas-asas hukum adat
atau kearifan tradisional yang masih hidup dana berkembang dalam
kehidupan masyarakat setempat. Juga dipertimbangkan asas resiko (risk
management) yang mau tidak mau akan timbul atau dihadapi nantinya
jika peraturan daerah itu sudah terbentuk atau telah diberlakukan.
Dengan dituangkannya asas resiko ini, paling tidak sudah ada antisipasi
14
terhadap resiko-resiko negatif yang kemungkinan besar terjadi sebagai
konsekuensi dari adanya peraturan daerah terkait.
Naskah Akademik juga memberikan ruang bagi para pengambil
keputusan yang berwenang untuk membahas dan menetapkan
peraturan daerah (baik pemerintah daerah maupun Dewan perwakilan
Rakyat Daerah) untuk mempertimbangan apakah suabtsnasi/materi yang
terkandung dalam Naskah Akademik itu layak diatur dalam bentuk
peraturan daerah atau tidak, dan apakah hanya perlu satu peraturan
daerah atau dimungkinkan untuk dituangkan dalam lebih dari satu
peraturan (mungkin peraturan sederajat atau peraturan pelaksanaan).
Saat ini ada tendensi pandangan masyarakat bahwa peraturan
perundang-undangan (termasuk peraturan daerah) adalah produk yang
selalu berpihak pada kepentingan pemerintah (politik) semata-mata,
sehingga dalam pelaksanaannya masyarakat tidak terlalu merasa memiliki
dan menjiwai peraturan perundang-undangan terkait. Oleh karena itu,
Naskah Akademik diharapkan dapat digunakan sebagai instrumen
penyaring, menjembatani, dan meminimalisir unsur-unsur kepentingan
politik dari pembentuk peraturan perundang-undangan (peraturan
daerah). Naskah Akademik menjelaskan objektivitas tujuan dibentuknya
peraturan perundang-undangan, karena didasarkan atas hasil kajian
dan/atau penelitian, yang menampung aspirasi serta mengakomodasi
kepentingan dan keinginan masyarakat, serta didukung oleh kebijakan
politik dan peraturan perundang-undangan.
Berkaitan dengan seringnya terjadi pembatalan terhadap
peraturan-peraturan daerah yang dianggap bermasalah, Naskah
Akademik diharapkan dapat meminimalisir terjadinya pembatalan
demikian, karena didasarkan atas hasil kajian/penelitian yang
komprehensif.
Pada kenyataannya, meskipun bukan merupakan suatu keharusan,
keberadaan Naskah Akademik sangat diperlukan dalam proses
pembentukan peraturan daerah. Oleh karena itu, ke depan perlu
15
dipertimbangkan oleh para pembuat peraturan daerah untuk terlebih
dahulu menyusun Naskah Akademik dalam proses pembentukan
peraturan daerah, mengingat banyak manfaat yang dapat diambil dari
Naskah Akademik dalam keseluruhan proses pembentukan peraturan
daerah, mulai dari perencanaan, pembahasan, sampai pada
pemberlakuan atau pelaksanaannya.
Dengan digunakannya Naskah Akademik sebagai bagian dari
proses pembentukan peraturan daerah, maka diharapkan akan tercipta
peraturan-peraturan daerah yang berbasis akademik-ilmiah, tidak semata-
mata kumpulan pasal-pasal yang ketika diterapkan ternyata tidak efektif.
Jika demikian halnya, maka kerugian besar, baik berkaitan dengan waktu,
materi maupun pikiran, harus ditanggung oleh daerah. Apalagi jika
kemudian akibat dari adanya peraturan daerah itu muncul gejolak di
masyarakat.
2. Tahapan Proses Penyusunan Naskah Akademik
Proses penyusunan Naskah Akademik terdiri dari beberapa tahap,
pada tahap pertama diawali dengan melakukan persiapan, tahap
pelaksanaan penyusunan Naskah Akademik, diskusi publik draft awal
Naskah Akademik, evaluasi draft Naskah Akademik, penyempurnaan atau
finalisasi penyusunan Naskah Akademik, dan penyerahan Naskah
Akademik kepada pemerintah daerah dan Dewan Perwakilan Daerah
sebagai bahan masukan dalam proses pembentukan peraturan daerah.
Tahap persiapan penyusunan Naskah Akademik dimulai dengan
membentuk Tim Penyusun Naskah Akademik Peraturan Daerah, yang
terdiri dari personel yang dianggap memiliki kompetensi dan wawasan luas
di bidangnya. Susunan personalia Tim ini disesuaikan dengan kebutuhan
dan pokok persoalan yang akan dibuat peraturan daerahnya.
Kompetensi para anggota Tim bukan semata-mata di bidang hukum,
tetapi akan lebih baik apabila melibatkan pakar dari beragam disiplin ilmu
terkait dengan permasalahan yang akan dikaji. Kompetensi anggota dari
16
disiplin ilmu hukum dan perundang-undangan diperlukan untuk menelaah
aturan-aturan hukum dan pola perancangan peraturan perundang-
undangan. Pada tahap persiapan ini dilaksanakan kegiatan yang
menyangkut aspek teknis Tim serta pengumpulan data dan informasi yang
relevan dengan pokok persoalan.
Tahap selanjutnya adalah penyusunan draft Naskah Akademik
sesuai dengan pola dan sistematika standar yang biasa dipakai dalam
penyusunan Naskah Akademik. Tahapan ini memerlukan waktu yang
cukup, karena selain menuangkan berbagai data dan informasi ke dalam
bentuk Naskah Akademik, juga mulai dipikirkan alternatif kaedah-kaedah
atau norma-norma dari narasi yang disusun. Penarikan kaedah/norma
hukum inilah yang membedakan antara Naskah Akademik dan hasil
penelitian/kajian biasa.
Jika draft Naskah Akademik sudah selesai disusun, maka tahap
berikutnya adalah menyelenggarakan diskusi publik (public hearing).
Tujuan dari diskusi publik ini, selain dari mengenaikan/menginformasikan
Naskah Akademik kepada masyarakat dan pihak-pihak terkait, juga
menghimpun masukan dari berbagai pihak, dalam rangka memperkaya
dan menyempurnakan Naskah Akademik. Diskusi publik ini dapat
berbentuk diskusi terfokus, lokakarya, seminar, jaring aspirasi publik,
pertemuan konsultasi, atau juga mempublikasikannya di media masa.
Evaluasi terhadap draft Naskah Akademik perlu dilakukan setelah
memperoleh masukan atau tanggapan dari masyarakat. Pada tahap ini
Tim penyusun Naskah Akademik mulai menginventarisir masukan-masukan
yang diperoleh dari diskusi publik dan sedapat mungkin mengakomodir
masukan-masukan yang berfmanfaat ke dalam Naskah Akademik.
Selanjutnya Tim penyusun Naskah Akademik menyempurnakan dan
menetapkan draft akhir Naskah Akademik, untuk diserahkkan kepada
pemerintah daerah dan/atau DPRD, sebagai bahan masukan dan
pertimbangan dalam pembahasan itu.
17
C. FORMAT NASKAH AKADEMIK
Naskah Akademik terdiri dari dua bagian, yaitu (1) bagian yang
memuat hasil kajian materi RUU yang akan diusulkan; dan (2) bagian
yang memuat Naskah Awal RUU yang diusulkan.
1. Format Bagian Pertama
a. Sampul Depan/Cover, berisi judul dan penyusun Naskah
Akademik.
b. Kata Pengantar, yang berisi pengantar proses
penyusunan Naskah Akademik.
c. Daftar Isi
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang
Memuat pemikiran tentang konstatering fakta-fakta
yang merupakan alasan-alasan pentingnya materi
hukum yang bersangkutan harus segera diatur.
B. Dasar Pemikiran Perlunya RUU
Memuat pemikiran tentang dasar perlunya RUU
dibentuk, antara lain meliputi dasar filosofis, dasar
sosiologis, dasar yuridis, dasar psikopolitik, dan dasar
ekonomi.
C. Maksud dan Tujuan
Mengemukakan tentang apa yang hendak dicapai
melalui pembentukan RUU tersebut (misalnya
memberikan jaminan kepastian hukum).
D. Metode Pendekatan
E. Analisis Hukum Positif Yang Terkait Materi Hukum RUU
18
Memuat hasil inventarisasi berikut analisis peraturan
perundang-undangan terkait atau peraturan
perundang-undangan yang memiliki ketentuan-
ketentuan berkenaan dengan materi RUU. Dalam hal ini
perlu juga diperhatikan dan dipertimbangkan
ketentuan-ketentuan hukum tidak tertulis, hukum adat
dan/atau kebiasaan dan kearifan lokal/tradisional yang
berkembang dalam masyarakat, serta ketentuan-
ketentuan dalam traktat-traktat, konvensi-konvensi atau
perjanjian-perjanjian internasional (multilateral-global,
multilateral-regional, dan bilateral) terutama yang telah
diratifikasi oleh Indonesia.
Bab II Ruang Lingkup Materi Naskah Akademik
A. Ketentuan Umum
1. Memuat terminologi-terminologi atau pengertian-
pengertian yang dipakai dalam Naskah Akademik
beserta arti dan maknanya masing-masing.
2. Memuat pendekatan asas-asas hukum dan tujuan
pengaturan bagi RUU yang akan dibentuk.
Dalam bagian ini dielaborasi asas-asas yang
tercantum dalam Pasal 6 ayat (1) UU No. 10 Tahun
2004, yaitu asas: (a) pengayoman; (b)
kemanusiaan; (c) kebangsaan; (d) kekeluargaan;
(e) kenusantaraan; (f) bhineka tunggal ika; (g)
keadilan; (h) kesamaan kedudukan dalam hukum
dan pemerintahan; (i) ketertiban dan kepastian
hukum; dan/atau dan (j) keseimbangan,
keserasian dan keselarasan.
Akan tetapi, asas-asas hukum tersebut tidak harus
semuanya diterapkan. Juga dimungkinkan untuk
19
memasukkan asas-asas hukum lainnya sesuai
dengan dasar, tujuan, fungsi dan materi muatan
RUU. Sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 6
ayat (2): “Selain asas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Peraturan Perundang-undangan
tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan
bidang hukum peraturan perundang-undangan
yang bersangkutan.”
B. Materi
Memuat materi muatan yang perlu diatur secara
sistematik serta pemikiran-pemikiran mengenai rumusan
normatif yang disarankan, sedapat mungkin dengan
mengemukakan beberapa alternatif rumusan norma.
Bab III Penutup
A. Kesimpulan
1. Rangkuman pokok isi Naskah Akademik.
2. Ruang lingkup materi yang diatur dan kaitannya
secara sistematik dengan peraturan perundang-
undangan terkait yang berlaku.
3. Bentuk pengaturan yang dikaitkan dengan materi
muatan yang diatur.
B. Saran Rekomendasi
1. Apakah semua materi Naskah Akademik
sebaiknya diatuir dalam satu bentuk undang-
undang atau ada sebagian yang sebaiknya
dituangkan dalam peraturan pelaksanaan atau
peraturan yang lain.
2. Usulan mengenai penetapan skala prioritas
penyusunan Naskah Akademik Peraturan
20
Perundang-undangan dan saat paling lambat
RUU sudah selesai diproses beserta alasannya.
Daftar Pustaka
Memuat referensi literatur dan/atau dokumen peraturan
perundang-undangan yang digunakan dalam penyusunan
Naskah Akademik.
Lampiran
Lampiran-lampiran dapat berupa:
a. Inventarisasi peraturan yang relevan dan masih berlaku
b. Inventarisasi permasalahan hukumnya
c. Berita Acara rapat-rapat atau Notula Rapat, dsb.
2. Format Bagian Kedua
Pada bagian kedua Naskah Akademik dimuat
kumpulan norma-norma atau draft pasal-pasal, dengan
format sebagaimana diatur dalam UU No. 10 Tahun 2004
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
D. PENUTUP
Demikian beberapa hal yang perlu diketahui mengenai Naskah
Akademik dalam kaitan dengan pembentukan peraturan daerah.
Semoga ada manfaatnya
Palembang, 18 November 2008
21
LAMPIRAN
RANCANGAN
PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR: .............................................
TENTANG
PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRAKARSA PEMERINTAH DALAM RANGKA
PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 5 ayat (4) Peraturan
Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara Mempersiapkan
Rancangan Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang, Rancangan Peraturan Pemerintah,
dan Rancangan Peraturan Presiden, perlu menetapkan Peraturan
Menteri tentang Pedoman Penyusunan Naskah Akademik
Rancangan Undang-Undang;
Mengingat: 1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4389);
2. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2005
tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan
Tata Kerja Kementerian Negara Republik Indonesia;
3. Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2005 tentang Unit
Organisasi dan Tugas Eselon I Kementerian Negara Republik
Indonesia;
4. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2005 tentang Tata Cara
Mempersiapkan Rancangan Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Rancangan
Peraturan Pemerintah, dan Rancangan Peraturan Presiden;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan: PERATURAN MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG PRAKARSA PEMERINTAH
DALAM RANGKA PROGRAM LEGISLASI NASIONAL
BAB I
KETENTUAN UMUM
22
Pasal 1
1. Penyusunan Naskah Akademik adalah pembuatan Naskah Akademik yang
dilakukan melalui suatu proses penelitian hukum secara cermat, komprehensif
dan sistematis.
2. Naskah akademik adalah naskah yang dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah mengenai konsepsi yang berisi latar belakang, tujuan
penyusunan, sasaran yang ingin diwujudkan dan lingkup, jangkauan, obyek,
atau arah pengaturan rancangan undang-undang.
3. Paparan Naskah Akademik adalah pemaparan hasil penyusunan Naskah
Akademik oleh pemrakarsa yang dikoordinasikan oleh Badan Pembinaan
Hukum Nasional, dengan melibatkan para ahli, wakil instansi terkait, unsur
perguruan tinggi dan unsur masyarakat.
4. Badan Pembinaan Hukum Nasional adalah unit Departemen Hukum dan Hak
Asasi Manusia yang tugas dan fungsinya antara lain di bidang perencanaan
pembangunan Hukum Nasional.
BAB II
MATERI MUATAN DAN PENYUSUNAN
NASKAH AKADEMIK
Pasal 2
(1) Naskah Akademik secara umum memuat dasar filosofis, yuridis, dan sosiologis,
pokok dan lingkup materi yang akan diatur, dan draft awal Rancangan
Undang Undang.
(2) Naskah Akademik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan
Pedoman Penyusunan Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Menteri ini.
(3) Pedoman sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berlaku mutatis mutandis
untuk penyusunan Naskah Akademik Rancangan Peraturan Pemerintah dan
Naskah Akademik Rancangan Peraturan Daerah.
Pasal 3
Pemrakarsa Rancangan Undang Undang dan Naskah Akademik adalah Menteri
atau Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang mengajukan usul
penyusunan Rancangan Undang-Undang.
Pasal 4
Pelaksanaan penyusunan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 dapat diserahkan kepada perguruan tinggi atau pihak ketiga lainnya
yang mempunyai keahlian untuk itu.
BAB III
KEDUDUKAN NASKAH AKADEMIK
Pasal 5
23
(1) Naskah Akademik merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari usul
pengajuan Rancangan Undang-Undang dalam Daftar Prioritas Program
Legislasi Nasional.
(2) Naskah Akademik yang dapat diajukan dalam rapat koordinasi Program
Legislasi Nasional adalah Naskah Akademik dari Rancangan Undang-Undang
yang telah disetujui dalam Rapat Pembahasan Tahunan Program Legislasi
Nasional Pemerintah sebagai prioritas.
(3) Rapat Pembahasan Tahunan Program Legislasi Nasional Pemerintah
diselenggarakan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional dalam rangka
penyusunan prioritas Program Legislasi Nasional Pemerintah.
BAB IV
PAPARAN NASKAH AKADEMIK
Pasal 6
(1) Paparan Naskah Akademik dilakukan oleh Pemrakarsa di Departemen Hukum
dan Hak Asasi Manusia.
(2) Badan Pembinaan Hukum Nasional mengkoordinasikan pelaksanaan paparan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Pelaksanaan paparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat
melibatkan para ahli, wakil instansi terkait, unsur perguruan tinggi dan unsur
masyarakat.
(4) Dalam hal Naskah Akademik tidak memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2 harus disempurnakan oleh Pemrakarsa
Pasal 7
Paparan Naskah Akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilaksanakan
sebelum rapat koordinasi penyusunan Program Legislasi Nasional antara DPR
dengan Pemerintah.
Pasal 8
Naskah Akademik yang telah dipaparkan dan telah memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, diajukan dalam rapat koordinasi Program
Legislasi Nasional dengan Badan Legislasi DPR RI.
BAB V
PEMBIAYAAN
Pasal 9
Pembiayaan untuk keperluan paparan Naskah Akademik dan
penyempurnaannya dibebankan kepada instansi pemrakarsa.
BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN
24
Pasal 10
Naskah Akademik yang ada, dan telah menjadi salah satu persyaratan
pengajuan RUU Prioritas sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini, dinyatakan
tetap berlaku.
BAB VII
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 11
Pedoman penyusunan Naskah Akademik sebagaimana tercantum dalam
lampiran merupakan satu kesatuan dan bagian yang tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini.
Pasal 12
Peraturan Menteri ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : ……………
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Andi Mattalatta
25
LAMPIRAN PERATURAN MENTERI
NOMOR : ..........................................
TANGGAL: ...........................................
PEDOMAN PENYUSUNAN NASKAH AKADEMIK
RANCANGAN UNDANG-UNDANG
I. SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK
JUDUL NASKAH AKADEMIK
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. IDENTIFIKASI MASALAH
C. MAKSUD DAN TUJUAN
D. METODE PENELITIAN
BAB II ASAS-ASAS SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS,
YURIDIS, DAN SOSIOLOGIS
BAB III MODEL PENGATURAN, MATERI MUATAN RUU, DAN
KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF
BAB IV PENUTUP
LAMPIRAN KONSEP AWAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG
26
II. PENJELASAN SISTEMATIKA NASKAH AKADEMIK
JUDUL NASKAH AKADEMIK
Memuat jenis dan nama peraturan perundang-undangan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemikiran mengenai alasan-alasan filosofis, sosiologis,
yuridis, yang mendasari pentingnya materi hukum yang
bersangkutan segera diatur dengan peraturan perundang-
undangan.
B. Identifikasi Masalah
Pointer permasalahan yang akan dituangkan dalam ruang
lingkup naskah akademik
C. Maksud dan Tujuan
Uraian tentang maksud dan tujuan penyusunan naskah
akademik.
Maksud penyusunan naskah akademik adalah sebagai
landasan ilmiah bagi penyusunan rancangan undang-
undang. Tujuan penyusunan naskah akademik adalah
untuk memberikan arah, dan menetapkan ruang lingkup
pengaturan.
D. Metode Penelitian
Uraian tentang metode penelitian yang digunakan dalam
melakukan penelitian sebagai bahan penunjang
penyusunan naskah akademik. Metode ini terdiri dari
metode pendekatan dan metode analisis data.
BAB II ASAS-ASAS SEBAGAI LANDASAN FILOSOFIS, YURIDIS, DAN
SOSIOLOGIS
Memuat berbagai asas-asas filosofis, yuridis, dan sosiologis dari
ruang lingkup yang akan diatur.
BAB III MODEL PENGATURAN, MATERI MUATAN RUU, DAN
KETERKAITANNYA DENGAN HUKUM POSITIF
Berisi analisis terhadap identifikasi masalah berdasarkan teori,
asas-asas, dan hukum positif terkait untuk menetapkan model
pengaturan, materi muatan rancangan undang-undang.
Analisis disajikan dalam bentuk uraian secara sistematis dan
dapat dikuatkan dengan data kuantitatif. Jika perlu
27
keterkaitan dengan hukum positif diperlukan pembahasannya
sebagai langkah harmonisasi dan sinkronisasi.
BAB IV PENUTUP
Berisi jawaban terhadap identifikasi masalah yang telah
ditetapkan yang menjadi pertimbangan penyusunan materi
muatan dan rekomendasi terkait dengan pentingnya
penyusunan regulasi dimaksud.
III. SISTEMATIKA KONSEP AWAL RANCANGAN UNDANG-UNDANG
Konsep awal RUU yang terdiri dari pasal-pasal yang diusulkan dengan
didasarkan pada uraian akademik.
Konsiderans :
Memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi
latar belakang dan alasan pembuatan rancangan undang-undang.
Pokok-pokok pikiran memuat unsur filosofis, yuridis, dan sosiologis.
Alas/Dasar Hukum :
Memuat dasar kewenangan pembuatan undang-undang dan
peraturan perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan
undang-undang tersebut.
Ketentuan Umum :
Memuat istilah-istilah yang dipakai dalam Naskah Akademik dan
pengertiannya.
Materi :
Memuat konsep tentang asas-asas dan materi hukum yang perlu
diatur, serta rumusan norma dan pasal-pasalnya yang disarankan; bila
mungkin dengan mengemukakan beberapa alternatif.
Ketentuan Pidana (jika perlu) :
Memuat pemikiran-pemikiran tentang perbuatan-perbuatan tercela
yang patut dilarang dengan menyarankan sanksi pidananya.
Ketentuan Peralihan (jika perlu):
Memuat penyesuaian terhadap peraturan perundang-undangan
yang sudah ada pada saat peraturan perundang-undangan yang
baru mulai berlaku, agar peraturan perundang-undangan tersebut
dapat berjalan dengan lancar dan tidak menimbulkan permasalahan
hukum.
Ketentuan Penutup :
Pada umumnya memuat :
28
a. Saran tentang penunjukan lembaga/instansi atau alat
perlengkapan Negara yang terkait dan karena itu perlu
diikutsertakan dalam penyusunan dan pelaksanaan Rancangan
Undang Undang / Rancangan Peraturan Pemerintah;
b. Saran tentang pemberian nama singkat RUU/RPP yang
bersangkutan;
c. Saran tentang saat mulai berlakunya Undang-Undang setelah
diundangkan;
d. Pendapat tentang pengaruh Undang-Undang yang baru
terhadap Undang-Undang yang lain; baik yang sudah ada
sebelumnya dan Undang-Undang yang masih harus dibuat.